hukum perjanjian

29
KLAUSULA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN DI PT PERSADA DIAGNOSTIK JAKARTA

Upload: putrakarno

Post on 15-Nov-2014

8.486 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum perjanjian

KLAUSULA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

PERJANJIAN

DI PT PERSADA DIAGNOSTIK JAKARTA

Page 2: Hukum perjanjian

Perjanjian

Istilah perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh karena itu, tidak salah jika Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam bukunya Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. menyebutkan suatu perjanjian adalah 1) suatu perbuatan, 2) antara sekurang-kurangnya dua orang (jadi dapat lebih dari dua orang), perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara dua pihak yang berjanji tersebut.

Page 3: Hukum perjanjian

syarat sah perjanjian menurut ketentuan pasal 1320 BW adalah:1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Kesepakatan para pihak pada prinsipnya adalah pengejawantahan

dari azas konsensualitas. Azas konsensualitas memperlihatkan bahwa sebuah perjanjian timbul seketika setelah para pihak mecapai kesepakatan atau consensus. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup sebuah perjanjian; pernyataan salah satu pihak “cocok” dengan pernyataan pihak yang lain.

2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan melakukan perbuatan hukum dapat dirumuskan sebagai kemungkinan melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa diganggu gugat. Subjek hukum dalam melakukan perjanjian bisa merupakan natuurlijk persoon ataupun rechtspersoon.

3.Suatu hal tertentu Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada.

4.Suatu sebab yang diperbolehkan/causa yang diperbolehkan Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan “causa yang diperbolehkan” dalam pasal 1320 BW bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai para pihak.

Syarat pertama dan kedua pasal 1320 BW disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum waktu lima tahun.

Syarat ketiga dan keempat pasal 1320 BW disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian diperkarakan ke muka hakim, dan hakim menyatakan perjanjian batal, karena tidak memenuhi syarat objektif.

Page 4: Hukum perjanjian

Perjanjian Mengadung Unsur – Unsur

1. Ada para pihak 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak

tersebut3. Ada tujuan yang akan dicapai 4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan 5. Ada bentuk tertentu, baik lisan maupun

tulisan 6. Ada syarat-syarat tertentu.

Page 5: Hukum perjanjian

Subjek hukum yang mewakili perseroan

Dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan disebutkan:“Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun luar pengadilan serta dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar”.

Page 6: Hukum perjanjian

PRINSIP – PRINSIP DALAM HUKUM PERJANJIAN

Berdasarkan ketentuan pasal 1233 BW, perjanjian merupakan salah satu sumber yang bisa menimbulkan perikatan.

pengertian dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu

Page 7: Hukum perjanjian

Macam – Macam Istilah Perjanjian atau kontrak

overeenskomst (bahasa Belanda), contract, agreement (bahasa Inggris), contract convention (bahasa Prancis), pacte conventie contractus (bahasa

Latin), kontrakt vertrag (bahasa Jerman),

merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai “kontrak” atau “perjanjian”.

Page 8: Hukum perjanjian

Macam – Macam Istilah Perjanjian atau kontrak

BW menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini dapat dilihat jelas dari judul Bab II Buku III BW. Judul dari Bab II Buku III BW adalah “Tentang Perikatan-Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian”.

Dimana dalam BW disamakan pengertian antara perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) dengan istilah kontrak. Selain itu dalam praktik kedua istilah tersebut juga dipergunakan dalam kontrak komersial, misalnya dalam perjanjian waralaba, perjanjian sewa guna usaha, kontrak kerjasama, perjanjian kerjasama, kontrak kerja konstruksi.

Page 9: Hukum perjanjian

Perjanjian Mempunyai Unsur-unsur Sebagai Berikut:

Ada pihak-pihak yang menjadi subjek, sedikitnya dua pihak dan masing-masing bisa terdiri atas orang dengan orang atau orang dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan hukum. Dengan demikian tidak mungkin dikatakan ada perjanjian jika subjeknya hanya satu;

Ada persetujuan (kesepakatan) diantara para pihak. Kesepakatan digambarkan sebagai pernyataan kehendak para pihak yang saling mengisi. Kesepakatan tersebut terbentuk melalui penawaran-penawaran yang disampaikan oleh para pihak yang kemudian bertemu pada satu titik.

Page 10: Hukum perjanjian

Perjanjian Mempunyai Unsur-unsur Sebagai Berikut:

Ada objek yang berupa benda. Objek perjanjian adalah harta benda yang dapat diperdagangkan.

Ada tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan). Dengan perkataan lain bahwa perjanjian bermaksud mengalihkan hak atas harta benda yang menjadi objek perjanjian.

Page 11: Hukum perjanjian

Perjanjian Mempunyai Unsur-unsur Sebagai Berikut:

Ada bentuk tertentu, lisan atau tertulis. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak atau partij otonomie sebenarnya perjanjian dapat dibuat secara lisan sehingga dikenal sebagai kontrak lisan, bisa pula berbentuk tertulis kecuali Undang-Undang menentukan lain, yaitu yang dalam teori dikenal dengan sebutan kontrak formal seperti kontrak perdamaian, kontrak penjaminan tanah, kontrak pendirian perseroan terbatas, perjanjian hibah.

Page 12: Hukum perjanjian

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

Sistem pengaturan hukum perjanjian dalam Buku III BW adalah sistem terbuka (open system), atau juga disebut sebagai aanvullend recht. Artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat (1) BW, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Page 13: Hukum perjanjian

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

Azas kebebasan berkontrak merupakan salah satu azas utama dan sangat penting dalam suatu perjanjian.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian

Azas kebebasan berkontrak menjadi salah satu azas yang utama, dikarenakan azas ini bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam melakukan transaksi bisnis yang senantiasa berkembang seiring perkembangan teknologi.

Page 14: Hukum perjanjian

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

Kedudukan azas kebebasan berkontrak ini semakin diperkuat dengan ketentuan pasal 1319 BW, yang memuat:“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Dengan kata lain, ketentuan pasal 1319 BW mengakui akan adanya perjanjian-perjanjian selain yang terdapat dalam BW. Perjanjian-perjanjian yang tidak terdapat dalam Buku III BW ini dinamakan perjanjian tak bernama atau kontrak innominaat

Page 15: Hukum perjanjian

Menurut ketentuan pasal 1330 BW, natuurlijk persoon dikatakan tidak

cakap untuk melakukan sebuah perbuatan hukum adalah

1. Orang-orang belum dewasa;2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal

yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu; (namun ketentuan ini telah dihapus dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 dan pasal 31 undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan)

Page 16: Hukum perjanjian

Cidera Janji (Wanprestasi)

Untuk menyelesaikan masalah perselisihan ini, suatu perjanjian seringkali memuat suatu klausula yang mengatur bagaimana perselisihan tersebut diselesaikan. Misalnya hukum mana yang akan digunakan dan peradilan mana yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.

Dalam menentukan pilihan ini terdapat kebebasan berkontrak (freedom of contract), yaitu para pihak bebas menentukan pilihan-pilihannya. Khususnya mengenai pilihan forum (freedom of jurisdiction)

Page 17: Hukum perjanjian

Apabila Terjadi Sengketa

Langkah untuk menyelesaikan sengketa adalah terlebih dahulu melakukan perundingan.

Namun karena perundingan mungkin menjadi proses yang berteletele, sangat penting untuk menentukan jangka waktu perundingan (kapan perundingan dikatakan impasse/dead lock).

Demikian juga harus ditentukan proses penyelesaian sengketa selanjutnya setelah terjadi impasse.

Page 18: Hukum perjanjian

Tahapan-tahapan Dalam Klausula Perundingan

Klausula Perundingan Klausula Perundingan Tingkat Tinggi Klausula Mediasi (Belum Menunjuk

Mediator) Klausula Mediasi (Sudah Menunjuk

Mediator) Klausula Mediasi Dengan Arbitase

Page 19: Hukum perjanjian

Diagram Klausula Perundingan

Page 20: Hukum perjanjian

Klausula Perundingan

Langkah terpuji untuk menyelesaikan sengketa adalah terlebih dahulu melakukan perundingan. Namun karena perundingan mungkin menjadi proses yang berteletele, sangat penting untuk menentukan jangka waktu perundingan (kapan perundingan dikatakan impasse/dead lock). Demikian juga harus ditentukan proses penyelesaian sengketa selanjutnya setelah terjadi impasse.Contoh klausula:

”Para pihak dengan itikad baik harus menyelesaikan setiap sengketa yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini, segera melalui perundingan antara para pejabatnya yang berwenang. Masing-masing pihak dapat memberikan kepada pihak lainnya pemberitahuan tertulis mengenai setiap sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui cara-cara biasa. Dalam waktu [15] hari setelah disampaikannya pemberitahuan tersebut, pihak yang menerima pemberitahuan harus menyampaikan jawaban secara tertulis kepada pihak lainnya. Pemberitahuan dan jawaban tersebut harus memuat

a. pernyataan mengenai posisi masing-masing pihak dan suatu alasan singkat yang mendukung posisi tersebut, dan nama serta jabatan pejabat yang berwenang untuk mewakili dan nama setiap orang lain yang akan mendampingi pejabat tersebut. Dalam [30] hari setelah penyampaian pemberitahuan pihak bersengketa, para pejabat kedua belah pihak harus bertemu di suatu tempat dan waktu yang disetujui bersama, dan setelah itu sedapat mungkin dan sepanjang para pihak menganggap perlu, para pihak berupaya menyelesaikan sengketa tersebut. Setiap permintaan keterangan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya harus dihormati. Seluruh perundingan berdasarkan kalusula ini bersifat rahasia”.

Page 21: Hukum perjanjian

Klausula Perundingan Tingkat Tinggi

Jika perundingan antara pejabat-pejabat ’kelas menengah’ gagal menyelesaikan sengketa, sebaiknya dicoba untuk melanjutkan perundingan yang dilakukan oleh pejabat ’kelas berat’, dalam hal ini direktur dari pihak-pihak yang bersengketa. Hanya jika perundingan tingkat tinggi ini gagal juga barulah ditempuh prosedur perundingan dengan perantaraan mediator.

Contoh klausula:

”Apabila masalahnya tidak dapat diselesaikan oleh para pejabat sebagaimana tersebut diatas, maka dalam waktu [45] hari sejak pemberitahuan pihak bersengketa, para direktur dari pihak-pihak yang bersengketa yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut wajib untuk merundingkan penyelesaian sengketa. Dalam hal perundingan antara para direktur tersebut gagal untuk menyelesaikan sengketa dalam waktu [15] hari sejak perundingan dilakukan atau para direktur gagal untuk bertemu [15] hari sejak berakhirnya perundingan

antara pejabat dibawahnya, maka perundingan akan dilanjutkan denganperantaraan mediator”.

Page 22: Hukum perjanjian

Klausula Mediasi (Belum Menunjuk Mediator)

Pengalaman telah menunjukkan bahwa keterlibatan mediator yang tidak memihak (imparsial) dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Oleh karena itu adalah bijaksana untuk menetapkan mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa sebelum timbul sengketa, yaitu dalam kontrak, walaupun dimungkinkan juga untuk membuat perjanjian mediasi setelah timbul sengketa.

Perjanjian mediasi setelah timbul sengketa dapat dilihat contoh-contohnya dari standar kontrak yang dibuat oleh Pusat Mediasi Nasional (contoh kesepakatan untuk Mediasi Out of Court; contoh kesepakatan untuk Mediasi Court Annexed).

Contoh klausula:

”Apabila sengketa tidak dapat diselesaikan melalui perundingan dalam waktu [45] hari sejak pemberitahuan pihak bersengketa, atau apabila para pihak tidak dapat melakukan pertemuan dalam waktu [20] hari, maka para pihak harus berupaya menyelesaikan sengketa mereka melalui mediasi dengan ketentuan yang diatur dalam Prosedur Mediasi Pusat Mediasi Nasional. Kecuali disepakati sebaliknya, para pihak dapat memilih seorang mediator dari Panel Mediator yang disediakan oleh Pusat Mediasi Nasional”.

Page 23: Hukum perjanjian

Klausula Mediasi (Sudah Menunjuk Mediator)

Proses mediasi akan lebih mudah dimulai, jika para pihak telah dapat menyetujui mediatornya sebelum sengketa timbul. Dengan perkataan lain nama mediator telah dicantumkan dalam klausula mediasi dalam kontrak. Dikatakan ’lebih mudah’ karena para pihak tidak perlu ’bersengketa’ lagi untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka. Mediator pun dapat menjaga agar dirinya tidak memiliki conflict of interest dengan para pihak sejak penunjukannya.

Contoh klausula:

”Apabila sengketa tidak dapat diselesaikan melalui perundingan dalam waktu [45] hari sejak pemberitahuan pihak bersengketa, atau apabila para pihak tidak dapat melakukan pertemuan dalam waktu [20] hari, maka para pihak harus berupaya menyelesaikan sengketa mereka melalui mediasi dengan ketentuan yang diatur dalam Prosedur Mediasi Pusat Mediasi Nasional. Para pihak telah memilih _______________ sebagai mediator, yang telah menyatakan persetujuan atas penunjukannya tersebut. Dalam hal ______________ menjadi tidak bersedia atau berhalangan untuk menjalankan tugasnya, para pihak telah memilih _____________ sebagai mediator alternatif. Dalam hal bahwa baik ___________maupun ______________ tidak bersedia atau berhalangan untuk menjalankan tugas tersebut, para pihak akan menyepakati seorang pengganti dengan bantuan Pusat Mediasi Nasional. Kecuali disepakati sebaliknya, para pihak dapat memilih seorang mediator dari Panel Mediator yang disediakan oleh Pusat Mediasi Nasional”.

Page 24: Hukum perjanjian

Klausula Mediasi Dengan Arbitase

Klausula mediasi dan arbitrase dapat dibuat secara terpisah. Namun dimungkinkan untuk membuat satu klausula singkat yang mengatur mediasi sekaligus arbitrase, tentunya jika prosedur dan/atau institusi mediasi dan arbitrasenya jelas dicantumkan dalam klausula tersebut.

Contoh klausula:

”Para pihak harus berupaya menyelesaikan setiap sengketa yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini melalui mediasi menurut Prosedur Mediasi Pusat Mediasi Nasional. Kecuali disepakati sebaliknya, para pihak dapat memilih seorang mediator dari Panel Mediator yang disediakan oleh Pusat Mediasi Nasional. Setiap perbedaan atau tuntutan yang timbul dari atau sehubungan dengan kontrak ini atau pelanggaran, penghentian atau kabsahannya, yang tetap tidak dapat diselesaikan dalam waktu 45 hari setelah penunjukkan seorang mediator, harus diselesaikan melalui arbitrase oleh [seorang] [tiga] arbiter menurut ketentuan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, dan putusan yang dibuat

oleh (para) arbiter dapat dilaksanakan oleh setiap pengadilan yang memiliki yurisdiksi terhadap putusan arbitrase tersebut”.

Page 25: Hukum perjanjian

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam suatu klausula

Mengenai Hak dan Kewajiban tidak ada standar bakunya; para pihak menegaskan hak-hak dan

kewajiban-kewajibannya; diatur kapan, dimana, bagaimana hak-

hak dan kewajiban-kewajiban tersebut akan dipenuhi.

Page 26: Hukum perjanjian

Klausula Penarikan Gugatan / Pengaduan (condition precedent)

Klausula ini diperlukan agar sebelum hak-hak dan kewajiban-kewajiban dipenuhi, segala gugatan dan pengaduan yang telah diajukan oleh salah satu/kedua belah pihak dicabut terlebih dahulu. Dengan demikian klausula ini menjadi condition precedent dari efektifnya Perjanjian Perdamaian. Tidak ada contoh bakunya, namun segala gugatan dan pengaduan yang telah diketahui oleh para pihak tentunya harus dicantumkan dan ditutup dengan anak kalimat sebagai berikut:”dan gugatan atau pengaduan lain yang mungkin pernah diajukan oleh salah satu pihak kepada badan peradilan atau instansi manapun, yang belum diketahui oleh pihak lainnya”.

Page 27: Hukum perjanjian

Klausula Pembebasan Tanggung Jawab Masing – Masing Pihak (Acquit et decharge-release and discharge)

Klausula ini diperlukan agar setelah Perjanjian Perdamaian ditandatangani, tidak ada lagi saling tuntut.

Contoh klausula:

”Dengan telah dipenuhinya segala hak dan ditunaikannya segala kewajiban sebagaimana telah diatur dalam pasal 00 Perjanjian ini, para pihak dengan ini menegaskan bahwa masing-masing pihak tidak lagi memiliki tuntutan apapun kepada pihak lainnya [mengenai ......................]. Selanjutnya masing-masing pihak berjanji untuk tidak: (i) mengajukan tuntutan atau pengaduan apapun atau (ii) menyuruh orang lain untuk mengajukan tuntutan atau pengaduan apapun kepada badan-badan peradilan dan/atau instansi-instansi yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan menghukum pihak lain sehubungan dengan ................”.

Page 28: Hukum perjanjian

Klausula Penghukuman Karena Wanprestasi Perdamaian (Recapture Clause)

Dapat ditentukan bahwa pihak yang cidera janji untuk memenuhi kewajiban – kewajiban yang ditentukan dalam Perjanjian Perdamaian dapat digugat oleh pihak lainnya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan Perjanjian Awal. Biasanya dipakai dalam Perjanjian Restrukturisasi Hutang. Misalnya hutang direstrukturisasi dengan menghapuskan denda, bunga dan sebagian hutang pokok. Juga pengembalian hutang pokok dijadualkan kembali/diperpanjang. Jika Debitur wanprestasi (lagi) atas konsensi-konsensi restrukturisasi hutang yang telah diberikan oleh Kreditur, maka Kreditur dapat menggugat Debitur untuk melunasi hutang – hutangnya dengan jumlah sebelum denda, bunga dan hutang pokok dihapuskan dan dalam waktu sebelum hutang pokok dijadualkan kembali pembayarannya.

Contoh klausula:

”Dalam hal Debitur cidera janji atas konsensi-konsensi yang telah diberikan oleh Kreditur dalam Perjanjian Restrukturisasi Hutang ini, maka Kreditur dapat mencabut konsensi-konsensi tersebut sehingga kewajiban Debitur dihitung berdasarkan Perjanjian Kredit yang belum direstrukturisasi”.

Namun Klausula Recapture tidak boleh bersifat berat sebelah (’unconscionable’) atau menyalahgunakan kedudukan di pihak yang lebih kuat (’misbruik van omstandigheden’). Misalnya ditentukan bahwa setiap saat Kreditur dapat mencabut konsensi-konsensi restrukturisasi hutang yang telah diberikannya, walaupun Debitur tidak wanprestasi.

Page 29: Hukum perjanjian

TERIMAKASIH