makalah hujan asam dan ozon

22
1 PENCEMARAN UDARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP HUJAN ASAM DAN LAPISAN OZON Disusun oleh: Meuthia A Naim * Disampaikan pada Diklat Pengendalian Pencemaran Udara 7 Juli 2008 1. LATAR BELAKANG Udara merupakan unsur yang paling esensial dan mempunyai peranan yang paling penting dalam menentukan kualitas kehidupan di muka bumi ini. Udara yang bersih akan memberikan kesegaran dan kehidupan yang nyaman. Sebaliknya kualitas udara yang jelek akan memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan manusia seperti munculnya berbagai penyakit seperti asma, ISPA, menurunnya daya tahan tubuh, dll. Oleh karena itu udara dan kualitasnya menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang pantas mendapat perhatian lebih dalam upaya pengelolaan lingkungan. Pertambahan penduduk dunia yang diiringi dengan terus meningkatnya kebutuhan hidup telah memperburuk kondisi kualitas udara saat ini dengan meningkatnya kadar pencemar di udara yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Sekitar 99% volume udara yang kita hirup setiap hari terdiri dari gas-gas nitrogen dan oksigen. Kita juga menghirup sejumlah kecil gas-gas lain, butiran-butiran berbagi jenis zat cair serta berbagai partikel-partikel kecil berbentuk padat, yang sebagian besar merupakan zat-zat pencemar udara. Sebagian besar zat pencemar tersebut berasal dari kegiatan kendaraan bermotor, pembangkit listrik, industri, asap rokok, larutan-larutan pembersih, serta sumber-sumber lainnya yang berasal dari kegiatan manusia sehari-hari. Dari keseluruhan penyebab pencemaran udara tersebut, sebagian besar berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil, di mana kendaraan bermotor (mobil) bertanggung jawab terhadap setengah dari pencemaran udara di daerah perkotaan (Miller, 1991). Berdasarkan sumbernya, pencemaran udara dapat disebabkan oleh polutan yang berasal dari proses alam seperti gunung meletus, kebakaran hutan akibat kekeringan dan pencemaran udara akibat dari kegiatan manusia, yaitu sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (industri, termasuk juga kebakaran hutan yang * Widyaiswara pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Upload: yosfiahasrizalrewa

Post on 06-Dec-2015

121 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah hujan asam dan ozon

TRANSCRIPT

1

PENCEMARAN UDARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP HUJAN ASAM DAN LAPISAN OZON

Disusun oleh: Meuthia A Naim∗

Disampaikan pada Diklat Pengendalian Pencemaran Udara

7 Juli 2008

1. LATAR BELAKANG

Udara merupakan unsur yang paling esensial dan mempunyai peranan yang paling

penting dalam menentukan kualitas kehidupan di muka bumi ini. Udara yang bersih akan

memberikan kesegaran dan kehidupan yang nyaman. Sebaliknya kualitas udara yang

jelek akan memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan manusia seperti

munculnya berbagai penyakit seperti asma, ISPA, menurunnya daya tahan tubuh, dll.

Oleh karena itu udara dan kualitasnya menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang

pantas mendapat perhatian lebih dalam upaya pengelolaan lingkungan.

Pertambahan penduduk dunia yang diiringi dengan terus meningkatnya kebutuhan

hidup telah memperburuk kondisi kualitas udara saat ini dengan meningkatnya kadar

pencemar di udara yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Sekitar 99%

volume udara yang kita hirup setiap hari terdiri dari gas-gas nitrogen dan oksigen. Kita

juga menghirup sejumlah kecil gas-gas lain, butiran-butiran berbagi jenis zat cair serta

berbagai partikel-partikel kecil berbentuk padat, yang sebagian besar merupakan zat-zat

pencemar udara. Sebagian besar zat pencemar tersebut berasal dari kegiatan kendaraan

bermotor, pembangkit listrik, industri, asap rokok, larutan-larutan pembersih, serta

sumber-sumber lainnya yang berasal dari kegiatan manusia sehari-hari. Dari keseluruhan

penyebab pencemaran udara tersebut, sebagian besar berhubungan dengan pembakaran

bahan bakar fosil, di mana kendaraan bermotor (mobil) bertanggung jawab terhadap

setengah dari pencemaran udara di daerah perkotaan (Miller, 1991).

Berdasarkan sumbernya, pencemaran udara dapat disebabkan oleh polutan yang

berasal dari proses alam seperti gunung meletus, kebakaran hutan akibat kekeringan dan

pencemaran udara akibat dari kegiatan manusia, yaitu sumber bergerak (kendaraan

bermotor) dan sumber tidak bergerak (industri, termasuk juga kebakaran hutan yang ∗ Widyaiswara pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

2

disebabkan oleh manusia). Pencemaran udara yang disebabkan oleh meningkatnya

konsentrasi polutan di udara mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas udara, hujan

asam dan penipisan lapisan ozon, serta terjadinya pemanasan global, yang pada akhirnya

akan merugikan kehidupan makhluk hidup di bumi dan khususnya berdampak terhadap

memburuknya kesehatan manusia.

Gambar 1. Hubungan antara pembangunan dan kualitas udara. Sumber: Wijetilleke & Karunaratne (1995). Untuk mencegah memburuknya kondisi kualitas udara dan dampak pencemaran

udara lainnya, pembangunan di tiap negara harus dibarengi dengan usaha-usaha

pengendalian terhadap pencemaran udara. Semakin meningkatnya pembangunan di suatu

negara diharapkan dapat memperbaiki kondisi kualitas udara melalui penegakan

peraturan hukum yang sesuai serta penggunaan teknologi tinggi yang rendah emisi.

Dimulainya pengembangan industri

Dimulainya pengendalian pencemaran udara

Penstabilan kualitas udara

Peningkatan kualitas udara

Penggunaan teknologi tinggi

Rendah Tingkat pembangunan

Tinggi Pengendalian pencemaran yang dimulai lebih awal

Pengendalian pencemaran yang terlambat dimulai

Panduan WHO

Ko

nse

ntr

asi p

olu

si u

da

ra

3

2. JENIS-JENIS POLUTAN1,2

Sebelum mengenal lebih jauh mengenai jenis dan sumber-sumber pencemar udara,

pemahaman mengenai udara itu sendiri perlu dimiliki terlebih dahulu. Atmosfer, lapisan

tipis yang menyelimuti bumi, dibagi ke dalam beberapa lapisan. Sekitar 95% massa

udara bumi dijumpai pada lapisan paling dalam (paling dekat dengan permukaan bumi),

yang dikenal dengan lapisan troposfer yang berada pada ketinggian sekitar 17 kilometer

dari permukaan bumi (Raven & Berg, 2004). Jika diandaikan bumi ini sebagai sebuah

apel, maka lapisan troposfer ini, yang mengandung udara yang kita hirup, tidak lebih

tebal daripada kulit apel.

Lapisan-lapisan Atmosfer

Gambar 2. Lapisan-lapisan atmosfer. Sumber: NOAA

Sekitar 99% volume udara bersih dan kering di troposfer terdiri dari dua gas yaitu

nitrogen (78%) dan oksigen (21%). Sisanya yang 1% terdiri dari gas argon dan sekitar

0.035% karbon dioksida. Udara di troposfer juga mengikat uap air dalam jumlah yang

berkisar dari 0.01% pada daerah kutub hingga 5% pada daerah tropis yang lembab.

Lapisan kedua atmosfer yang berada pada ketinggian sekitar 17 hingga 48

kilometer di atas permukaan bumi disebut sebagai lapisan stratosfer. Lapisan ini 1 Miller, 1991. Environmental Science: sustaining the earth, 3rd ed. Wadsworth Publishing Company, California. 2 Raven and Berg (2004). Environment. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.

4

mengandung sejumlah kecil gas ozon (O3) yang menapis sekitar 99% radiasi ultraviolet

(UV) dari matahari yang berbahaya bagi makhluk hidup.

Dalam pergerakannya di permukaan bumi, udara bersih mengumpulkan berbagai

zat-zat kimia yang dihasilkan dari kejadian-kejadian alami, seperti kebakaran hutan yang

disebabkan oleh kekeringan dan gunung meletus, dan kegiatan manusia. Jika jumlah zat-

zat kimia yang terkumpul berada dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat

membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya atau dapat merusak material-

material, maka zat-zat tersebut disebut sebagai zat pencemar atau polutan. Pada lapisan

traposfer, polutan potensial ini bercampur secara vertikal dan horizontal dan saling

bereaksi secara kimia satu sama lain atau dengan komponen-komponen alami atmosfer.

Pergerakan dan perputaran udara membantu pelarutan polutan. Namun polutan yang

memiliki waktu hidup yang panjang akan berpindah dalam jarak yang cukup jauh

sebelum akhirnya kembali ke permukaan bumi sebagai partikel-partikel padat, titik-titik

air, atau senyawa-senyawa kimia yang terlarut dalam hujan atau salju.

Ratusan polutan udara ditemukan di lapisan troposfer, namun terdapat beberapa

polutan utama yaitu partikulat, nitrogen oksida, sulfur oksida, karbon oksida, hidrokarbon,

ozon, dan gas toksik. Polutan-polutan udara tersebut biasanya dibagi ke dalam dua

kategori, yaitu polutan primer dan sekunder. Polutan primer adalah zat-zat kimia yang

langsung masuk ke atmosfer, seperti karbon oksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida,

partikulat, dan hidrokarbon. Polutan sekunder adalah senyawa-senyawa kimia yang

terbentuk dari polutan primer melalui reaksi-reaksi kimia di atmosfer seperti ozon dan

sulfur trioksida.

3. POLUSI UDARA DI INDONESIA

Pengukuran yang dilakukan pada tahun 1998 untuk Jakarta menunjukkan sumber

emisi NOx terbesar berasal dari kendaraan bermotor dan industri, sedangkan sumber

emisi SO2 adalah industri diikuti oleh kendaraan bermotor. Partikulat dengan diameter

10 mikron diemisikan paling besar oleh kendaraan bermotor dan diikuti oleh industri

(Gambar 3).

5

(a). NOx (78.879 ton) (b). SO2 (27.494 ton) (c). PM10 (8.671 ton)

Gambar 3. Sumber emisi berdasarkan sektor di Jakarta, 1998. Sumber: ADB (2006).

Melihat kecenderungan jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat dari

tahun-tahun (Gambar 4), maka pencemaran udara di Indonesia akan terus terjadi,

terutama oleh emisi NOx dan partikulat.

Mobil Bis Truk Sepeda motor

Gambar 4. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Sumber: ADB (2006).

Emisi yang dihasilkan dari pemanfaatan energi terutama dari batu bara dan

minyak akan terus meningkat dengan kecenderungan meningkatnya konsumsi energi di

Indonesia dari sumber-sumber tersebut (Gambar 5).

6

Minyak Gas AlamBatubara Listrik tenaga air

Gambar 5. Konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumber. Sumber: ADB (2006).

4. SUMBER KERUSAKAN PADA OZON

Ozon troposfer

Ozon troposfer terbentuk di atmosfer melalui rangkaian reaksi kimia yang

kompleks jika hidrokarbon-hidrokarbon dan oksida-oksida nitrogen bergabung dengan

adanya sinar matahari. Hidrokarbon-hidrokarbon yang reaktif, senyawa-senyawa yang

mudah menguap (volatile organic compounds-VOCs) dihasilkan dari beberapa sumber

seperti emisi kendaraan bermotor, penguapan pelarut dan bensin, industri kimia, kilang

minyak, dan sejumlah kecil tempat pembuangan sampah serta instalasi pengolahan air

limbah (Wijetilleke & Karunaratne, 1995).

Oksida-oksida nitrogen timbul terutama dari pembakaran bahan bakar fosil. Ozon

permukaan merupakan satu dari lebih dari seratus senyawa-senyawa yang terbentuk

ketika VOC dan NOx bereaksi secara kimia dengan adanya sinar matahari. Hasil

penggabungan tersebut dikenal dengan nama smog fotokimia (ibid).

Ozon stratosfer

Beberapa proses industri serta produk-produk yang digunakan konsumen

mengemisikan gas-gas halokarbon yang mengandung atom-atom klorin dan bromin yang

dikenal berbahaya bagi lapisan ozon. Gas-gas ini hanya mengandung karbon, klorin dan

fluorin dan disebut sebagai klorofluorokarbon atau biasa disingkat sebagai CFC. CFC,

bersama-sama dengan karbon tetraklorida (CCl4) dan metil kloroform (CH3CCl3)

merupakan gas-gas yang mengandung klorin yang paling penting yang dihasilkan dari

7

kegiatan manusia dan merusak ozon stratosfer. Gas-gas yang mengandung klorin

digunakan pada banyak peralatan seperti refrigerasi, pendingin udara, pengembang busa,

pendorong aerosol serta pembersih logam dan komponen elektronik. Kegiatan-kegiatan

ini khususnya menyebabkan emisi gas-gas yang mengandung halogen ke atmosfer (Fahey

et.al, 2002).

Kategori gas-gas halokarbon lainnya adalah yang mengandung bromin. Gas-gas

yang terpenting dalam kategori ini adalah halon dan metil bromide (CH3Br). Halon

adalah gas-gas hidrokarbon yang terhalogenasi yang pada mulanya digunakan untuk

memadamkan api. Halon juga digunakan secara luas untuk pemeliharaan komputer,

peralatan militer serta mesin-mesin pesawat komersial. Dengan penggunaan-penggunaan

tersebut, halon dapat terlepas ke atmosfer. Halon-1211 dan Halon-1301 merupakan

halon yang paling banyak diemisikan dari kegiatan manusia. Metil bromida, yang

digunakan terutama pada fumigasi hama, juga merupakan sumber penting bromin di

atmosfer. Emisi gas-gas yang mengandung klorin dan bromin dari kegiatan manusia

terus meningkat sejak abad ke-20, yang berdampak pada penipisan lapisan ozon global

dengan kerusakan terparah terjadi pada daerah-daerah kutub (ibid).

Boks 1. Bahan-bahan Perusak Ozon (BPO) • Foam/busa: CFC 11 • Pendingin: CFC 11, CFC 12, CFC 115 • Pemadam kebakaran: Halon-1211, Halon-1301 • Aerosol: CFC 12 • Pelarut: CFC 113, TCA, CTC • Tembakau: CFC 11 • Fumigasi hama: Metil Bromida

8

Gas halogen Waktu

hidup (tahun)

Emisi global pada tahun 2000

(Gg/th)

Potensi Perusak Ozon (Ozone Depletion Potential-

ODP) Klorin CFC-12 CFC-113 CFC-11 Karbon tetraklorida HCFC Metil kloroform Metil klorida Bromin Halon-1301 Halon-1211 Metil bromida Gas-gas dengan

waktu hidup sangat pendek

100 85 45 26

1-26 5

1.3

65 16 0.7 <1

130-160 10-25 70-110 70-90

340-370 ∼20

3000-4000

∼3 ∼10

160-200

1 1 1

0.73 0.02-0.12

0.12 0.02

12 6

0.38

Tabel 1. Waktu hidup atmosferik, emisi dan potensi perusak ozon gas-gas halogen.

5. DAMPAK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PENCEMARAN UDARA

Hujan Asam

Pembakaran batubara dan minyak yang dilakukan pada pembangkit listrik dan

industri-industri menghasilkan sulfur dioksida, partikulat tersuspensi dan oksida nitrogen

dalam jumlah yang sangat besar. Emisi dari sumber tidak bergerak ini dipindahkan

dalam jarak yang cukup jauh oleh angin dan berada di atmosfer untuk beberapa saat.

Selama keberadaannya di atmosfer, sulfur dioksida dan oksida nitrogen bereaksi dengan

air menghasilkan larutan asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3) dan asam nitrit

(HNO2). Senyawa-senyawa kimia tersebut turun ke permukaan bumi dalam bentuk basah

sebagai hujan (atau salju) asam, yang disebut sebagai deposisi basah, dan dalam bentuk

kering sebagai gas, kabut, embun atau partikel-partikel padat, yang disebut sebagai

deposisi kering. Kombinasi dari deposisi basah dan deposisi kering dari asam-asam dan

senyawa-senyawa berbentuk asam ke permukaan bumi disebut sebagai deposisi asam,

9

atau lebih dikenal sebagai hujan asam. Hujan asam bukanlah suatu fenomena baru.

Hujan asam sudah terjadi sejak dimulainya Revolusi Industri. Hujan asam menimbulkan

ancaman yang serius terhadap lingkungan (Miller, 1991).

Untuk menunjukkan tingkat keasaman suatu larutan digunakan istilah pH, dengan

rentang 0 hingga 14. Suatu larutan netral memiliki pH 7, pH di atas 7 adalah basa dan pH

di bawah 7 adalah asam. Semakin rendah pH (di bawah 7) semakin asam larutan tersebut.

Sebagai perbandingan, air murni memiliki pH 7, jus tomat 4, cuka 3 dan jus lemon 2.

Dalam kondisi normal, hujan memiliki pH yang agak asam, yaitu antara 5 dan 6 karena

CO2 dan senyawa-senyawa yang terdapat secara alami dalam hujan terlarut bersama

hujan membentuk asam (ibid).

Presipitasi alami memiliki tingkat keasaman bervariasi dengan pH berkisar antara

5.0 hingga 5.6. Deposisi asam atau hujan asam yang memiliki pH di bawah 5.1 akan

menimbulkan efek merusak seperti merusak patung-patung, bangunan, logam dan badan

mobil dll.

H2SO4

HNO3

Pembentukan hujan asam

oksidasi SO42-, NO3-

HujanAsam

pengembunan

penguapan air

Deposisi kering

Deposisi basah

pengembunan

penguapan air

Deposisi

H+, SO42-, NO3

-Penerima

(tanah, vegetasi, bangunan, kesehatan manusia)

dampak

Gambar 6. Proses pembentukan hujan asam.

Beberapa pengukuran terhadap deposisi asam telah dilakukan di beberapa tempat

di Indonesia di antaranya Serpong, Bukit Kototabang-Bukittinggi, Jakarta, Cisarua-Bogor,

Bandung dan Surabaya (KLH, 2006). Pengukuran yang dilakukan dari tahun 1995

hingga 2004 menunjukkan sebaran pH terbanyak pada rentang 5,0-5,5 untuk Jakarta dan

10

Cisarua sedangkan Bandung dan Surabaya berada pada rentang 4,5-5,0. Dari pengukuran

tersebut diketahui bahwa telah terjadi hujan asam di Jakarta (sebanyak 71%), Cisarua

(75%), Bandung (87%) dan Surabaya (74%). Hujan asam lebih sering terjadi di Bandung

kemungkinan karena kondisi topografi yang berbentuk cekungan sehingga memerangkap

lebih banyak gas-gas yang dilepaskan dari sumber-sumber pencemar dari kegiatan

manusia (ibid).

Gambar 7. pH air hujan rata-rata bulanan untuk Serpong tahun 1995 (kiri) dan Bukittinggi tahun 2004 – 2005 (kanan). Sumber: KLH (2006). Pengukuran yang dilakukan di Serpong dan Bukittinggi menunjukkan bahwa

sering terjadi hujan asam yang ditandai dengan pH air hujan yang kurang dari 5,6.

Gambar 8. Frekuensi hujan asam di Jakarta, Cisarua, Bandung dan Surabaya tahun 1995-2004. Sumber: KLH (2006).

11

Penipisan Lapisan Ozon Stratosfer3

Ketebalan lapisan ozon rata-rata sekitar 260 DU. Jika ketebalan lapisan ozon

kurang dari 220 DU, maka dikatakan telah terjadi lubang ozon (penipisan lapisan ozon)

di tempat tersebut.

Penipisan ozon stratosfer telah terjadi sejak tahun 1980-an. Pada rentang tahun

1997-2001 telah terjadi penipisan sebesar 3%. Penipisan tersebut terutama terjadi karena

meningkatnya gas-gas halogen reaktif pada lapisan stratosfer. Nilai ozon terendah terjadi

pada tahun 1991 akibat meletusnya Gunung Pinatubo, yang meningkatkan jumlah

partikel-partikel yang mengandung sulfur pada stratosfer. Partikel-partikel ini tetap

tinggal di stratosfer selama beberapa tahun, yang meningkatkan keaktifan gas-gas

halogen dalam merusak ozon.

Gas-gas perusak ozon terdapat di seluruh lapisan ozon stratosfer karena adanya

pergerakan udara atmosferik. Kerusakan lapisan ozon terparah yang terjadi di Antartika,

yang dikenal sebagai “lubang ozon”, terbentuk karena kondisi cuaca khusus yang muncul

di daerah tersebut dan tidak terjadi di bagian bumi lainnya. Suhu yang sangat dingin di

daerah lapisan stratosfer Antartika membentuk awan es yang disebut awan stratosfer

kutub (polar stratospheric clouds-PSC). Reaksi-reaksi khusus yang terjadi pada PSC

serta terisolasinya udara stratosfer kutub memungkinkan terjadinya reaksi klorin dan

bromin membentuk lubang ozon pada musim semi di Antartika. Luas lubang ozon yang

terbentuk biasanya lebih besar dari benua Antartika.

Kerusakan lapisan ozon di daerah Artik juga terjadi pada periode akhir musim

dingin/musim semi (Januari-April). Namun kerusakan maksimum lapisan ozon Artik

tidak separah pada Antartika serta lebih berubah-ubah dari tahun ke tahun. Lubang ozon

besar dan sering terjadi seperti di daerah Antartika tidak terjadi pada lapisan stratosfer

Artik.

Kerusakan ozon yang teramati sangat bervariasi pada berbagai tempat di bumi.

Penipisan terbesar terjadi pada garis lintang selatan tertinggi akibat menipisnya lapisan

ozon di daerah Antartika setiap periode musim dingin/semi. Penipisan terbesar kedua

3 Fahey et.al (2002) Twenty Questions and Answers About the Ozone Layer. Panel Review Meeting, Switzerland.

12

diamati pada Northern Hemisphere, yang sebagian disebabkan oleh berkurangnya musim

dingin/semi di daerah Artik. Udara yang rusak pada lapisan ozon di atas kedua daerah

kutub menjauh dari kedua kutub selama dan setiap setelah periode musim dingin/semi.

Polutan yang dilepaskan dari kegiatan manusia juga dapat menyebabkan

terjadinya penipisan lapisan ozon stratosfer. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

terhadap lapisan ozon, penipisan terjadi akibat adanya gangguan pada kesetimbangan

pada proses pembentukan dan penguraian ozon di stratosfer. Gangguan ini berasal dari

kegiatan manusia yang mengemisikan gas-gas yang mengandung klorin dan bromin yang

dapat merusak ozon, atau biasa disebut sebagai bahan perusak ozon (BPO).

Secara kimia, perusakan ozon tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagian

besar gas-gas yang merupakan BPO terakumulasi pada lapisan atmosfer yang lebih

rendah karena sifat dari gas-gas tersebut yang tidak reaktif serta tidak larut dalam hujan

atau salju. Gas-gas yang teremisi tersebut kemudian naik ke stratosfer, di mana pada

lapisan tersebut gas-gas tadi berubah dengan adanya sinar matahari menjadi gas-gas yang

lebih reaktif yang mengandung klorin dan bromin, yang kemudian berperan dalam reaksi

yang merusak ozon. Gas-gas yang lebih reaktif ini akan terbawa bersama udara yang

kembali ke lapisan atmosfer lebih rendah dan hilang bersama hujan atau salju.

Dari pemantauan terhadap ozon stratosfer di atas Indonesia pada bulan September

2006, terlihat bahwa konsentrasi ozon berada pada rentang 245 – 285 DU di mana

konsentrasi normal lapisan ozon (∼260 DU) berada di bagian Barat dan Tengah

sedangkan bagian Timur cenderung lebih tipis (<260 DU). Kondisi bulan Desember

2006 menunjukkan konsentrasi normal di bagian Selatan Pulau Sumatera dan bagian

Barat Pulau Jawa, dan lebih tipis di bagian Tengah dan Utara Indonesia. Kondisi bulan

Maret 2007 menunjukkan konsentrasi di bawah 260 DU.

13

Gambar 9. Kondisi ozon stratosfer di atas Indonesia pada bulan September dan Desember 2006, dan Maret 2007. Sumber: KLH, (materi presentasi). DAMPAK PADA LINGKUNGAN Sulfur Dioksida dan Hujan Asam

SO2 merupakan komponen utama hujan asam dan merusak ekosistem baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung terlihat pada daun-daunan,

terutama tanaman pertanian seperti gandum dan jenis-jenisnya (wheat, barley, oat), pinus

putih, kapas, dan gula bit yang dapat mengalami kerusakan parah hanya dengan sedikit

konsentrasi SO2 yaitu 0,3 ppm. SO2 juga merusak ekosistem secara tidak langsung

melalui pengasaman tanah dan air permukaan.

Konsentrasi ion-ion hidrogen pada hujan asam adalah 5 hingga 100 kali lebih

banyak dibandingkan pada air murni. Jika hujan asam turun pada daerah mengandung

batu granit atau material lain yang tidak dapat menetralkan ion-ion hidrogen, maka

daerah tersebut akan rusak. Dengan meningkatnya konsentrasi asam di danau-danau,

maka kehidupan air, dari alga hingga ikan, akan mati.

14

Selain kerusakan lokal, emisi SO2 dapat menimbulkan kerusakan pada ekosistem

yang jaraknya jauh dari sumber emisi. Contohnya, lebih dari 50 persen deposisi sulfur

yang terjadi di Finlandia berasal dari emisi dari negara-negara lain. Emisi dari Eropa

Tengah dan Inggris juga mengasamkan danau seluas 7000 mil persegi di daerah selatan

Norwegia.

Hujan asam terutama pada pH di bawah 5.1 akan menimbulkan efek merusak,

antara lain:

� Merusak patung-patung, bangunan, logam-logam dan mobil.

� Membunuh ikan, tumbuhan air dan mikroorganisme di danau dan sungai.

� Merusak dan mematikan pohon, terutama yang tumbuh pada ketinggian dengan

cara menghilangkan kalsium, kalium serta nutrisi tumbuhan lainnya dari tanah.

� Merusak akar tumbuhan dan membunuh ikan-ikan dengan cara melepaskan ion-

ion aluminium, timbale, merkuri dan cadmium dari tanah dan sedimen.

� Merusak tanaman: tanaman lebih rentan terhadap serangan penyakit, serangga,

kekeringan, jamur dan lumut yang hidup dengan baik dalam kondisi asam.

� Menghambat pertumbuhan tanaman pertanian seperti tomat, kedelai, bayam,

wortel, brokoli dan kapas.

� Melarutkan logam-logam beracun seperti tembaga dan timbal pada pipa-pipa air

di kota dan perumahan ke dalam air minum.

� Menimbulkan dan meningkatkan penyakit pernapasan pada manusia dan memicu

kematian dini.

Ozon stratosfer

Kerusakan pada lapisan ozon stratosfer menimbulkan peningkatan radiasi sinar UV

permukaan. Peningkatan terjadi terutama pada komponen UV-B dari radiasi matahari.

UV-B adalah radiasi yang terjadi pada daerah panjang gelombang antara 280 hingga 315

nanometer. Sinar UV-B yang mencapai bumi berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup.

Pada manusia, peningkatan keterpaparan dengan sinar UV-B dapat menimbulkan resiko

kanker kulit, katarak serta merusak sistem imunitas tubuh. Keterpaparan terhadap sinar

UV-B sebelum dewasa serta keterpaparan yang bersifat kumulatif merupakan faktor

15

penyebab yang penting dalam resiko-resiko tersebut. Berlebihnya radiasi sinar UV-B

dapat merusak tanaman, organisme bersel tunggal serta ekosistem air.

UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH INDONESIA

Untuk mengendalikan pencemaran udara, Pemerintah melalui KLH telah

mengeluarkan Kepmen LH No.13/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak

Bergerak khusus untuk industri besi dan baja (peleburan), semen, pulp dan kertas, PLTU

serta untuk industri selain dari keempat industri tersebut, dan Kepmen LH No.133/2004

tentang Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan Pupuk.

Berdasarkan kedua peraturan tersebut, penanggung jawab kegiatan wajib

melakukan beberapa hal, yaitu:

� Melengkapi industrinya dengan fasilitas pengendalian emisi dan pengukuran emisi

gas buang, yang meliputi lubang sampling, landasan untuk petugas pengambil sampel,

tangga yang aman dan tenaga listrik.

� Melakukan uji emisi dari cerobong secara berkala.

� Pengukuran emisi secara terus-menerus menggunakan Continuous Emission

Monitoring (CEM).

� Melakukan pencatatan harian hasil emisi yang dikeluarkan dari cerobong tertentu.

� Melaporkan hasil pemantauan kepada Gubernur dengan tembusan kepada KLH setiap

tiga bulan sekali.

Kebakaran hutan

Berbagai upaya, baik berskala lokal maupun regional dilakukan oleh masyarakat

maupun pemerintah untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kebakaran hutan. Upaya-

upaya tersebut antara lain penyusunan Perda penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

(Karhutla) oleh Pemprov Riau; penyusunan Peta Profil 21 Daerah Rawan Kebakaran

Hutan dan Lahan di Indonesia oleh KLH; penyusunan SOP mobilisasi sumber daya

nasional dalam rangka tanggap darurat; serta keikutsertaan Indonesia dalam berbagai

pertemuan di tingkat regional.

16

Hujan Asam

Konsep dasar pengendalian hujan asam adalah dengan mengurangi emisi sulfur

dioksida dan oksida nitrogen.

Perlindungan Lapisan Ozon

Ozon stratosfer4

Konvensi untuk Perlindungan Lapisan Ozon atau dikenal dengan Konvensi Wina

telah ditandatangani oleh 20 negara pada tahun 1985. Negara-negara penandatangan

tersebut sepakat untuk melakukan tindakan-tindakan untuk melindungi lapisan ozon dari

kegiatan manusia. Konvensi ini mendukung dilakukannya penelitian, pertukaran

informasi serta protokol-protokol yang akan muncul kemudian. Menanggapi kebutuhan

terhadap kegiatan perlindungan tersebut, maka Protokol Montreal mengenai Bahan-bahan

Perusak Ozon ditandatangani pada tahun 1987 dan diratifikasi pada tahun 1989. Protokol

tersebut mengatur kegiatan-kegiatan pengendalian yang mengikat secara hukum bagi

negara-negara maju dan berkembang mengenai produksi dan konsumsi serta perdagangan

gas-gas halogen yang diketahui dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ozon. Protokol

Montreal mencantumkan jenis-jenis bahan kimia yang masuk dalam daftar pengawasan

serta jadwal penghapusan masing-masing jenis BPO. Protokol ini kemudian direvisi

untuk memasukkan bahan-bahan baru yang harus diawasi penggunaannya termasuk

jadwal penghapusannya. Revisi-revisi tersebut ditetapkan dalam Amandemen London

(1989), Amandemen Kopenhagen (1992), Amandemen Montreal (1997) serta

Amandemen Beijing (1999). Protokol Montreal mengatur mengenai pengurangan

produksi CFC dan halon; Amandemen London mengenai penghapusan sebagian besar

BPO di Negara maju pada tahun 2000 dan di Negara berkembang pada tahun 2010, serta

jenis bahan-bahan yang diawasi ditambah dengan jenis CFC dan halon lainnya, karbon

tetraklorida dan metil kloroform; Amandemen Kopenhagen mempercepat jadwal

penghapusan menjadi tahun 1996 untuk Negara-negara maju dan memasukkan metil

bromida ke dalam bahan-bahan yang diawasi dan mengendalikan penggunaan HBFC

4 Fahey et.al (2002) Twenty Questions and Answers About the Ozone Layer. Panel Review Meeting, Switzerland.

17

(hydrobromofluorocarbons) dan HCFC (hydrochloro-fluorocarbons); pengawasan BPO

selanjutnya disepakati pada pertemuan-pertemuan di Wina (1995), Montreal (1997):

pemberlakuan kewajiban licensing system, dan Beijing (1999): memasukkan

bromochloromethane ke dalam bahan-bahan yang diawasi.

Gas-gas pengganti HCFC Protokol Montreal mengatur mengenai penggunaan hidroklorofluorokarbon

(HCFC) sebagai senyawa pengganti untuk gas-gas halogen seperti CFC-12. HCFC

berbeda secara kimiawi dari sebagian besar gas-gas halogen di mana gas-gas tersebut

mengandung atom-atom hidrogen selain atom-atom klorin dan fluorin. HCFC digunakan

untuk refrigerasi, pengembang busa, dan sebagai pelarut, yang biasanya menggunakan

CFC. HCFC memiliki keefektifan merusak ozon stratosfer sebesar 1 hingga 15% dari

CFC-12 karena sebagian besar HCFC telah habis pada lapisan troposfer. Hilangnya

HCFC pada lapisan troposfer ini mengakibatkan terlindunganya ozon stratosfer dari

halogen-halogen yang dikandung oleh HCFC. Sebaliknya, CFC serta gas-gas halogen

lainnya bersifat inert pada troposfer sehingga dapat mencapai lapisan stratosfer.

Karena HCFC masih berkontribusi terhadap kelimpahan halogen pada stratosfer,

maka Protokol Montreal mengharuskan produksi dan konsumsi HCFC oleh Negara-

negara maju dan berkembang berkakhir pada tahun 2040.

Gas-gas pengganti HFC Hidrofluorokarbon (HFC) juga digunakan sebagai senyawa pengganti untuk CFC

serta gas-gas halogen lainnya. HFC hanya mengandung atom-atom hidrogen, fluorin dan

karbon. Karena HFC tidak mengandung klorin dan bromin, maka HFC tidak merusak

ozon. Oleh karena itu, HFC tidak diatur oleh Protokol Montreal. Namun HFC (serta

seluruh gas-gas halogen) merupakan gas-gas yang aktif secara radiatif yang berperan

dalam pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia karena gas-

gas ini terakumulasi di atmosfer. HFC termasuk di dalam kelompok gas-gas rumah kaca

sebagaimana tercantum pada Protokol Kyoto.

18

Bahan Perusak Ozon Jadwal Penghentian Impor Halon 1998 CFC 2007

Metil Bromida 2015 Hidroklorofluorokarbon 2040

Tabel 7. Jadwal penghentian beberapa BPO. Program perlindungan lapisan ozon di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan

Amandemen London melalui Keppres No.23 tahun 1992. Untuk mendukung

pelaksanaan program perlindungan lapisan ozon, Pemerintah Indonesia telah

mengeluarkan beberapa perangkat hukum yang mengatur perdagangan dan penggunaan

BPO.

19

Boks 2a.

Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia terkait program perlindungan lapisan ozon:

� Peraturan Menteri Kesehatan No. 376/Menkes/Per/VIII/1990 tentang Bahan, Zat, Warna, Zat

Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetika

� Keppres No. 23 tahun 1992 tentang Ratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan

Amandemen London

� Keppres No. 92 tahun 1998 tentang Ratifikasi Amandemen Kopenhagen

� Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

� Kepmen Indag No. 110/MPP/Kep/1/1998 tentang Larangan Memproduksi dan Memperdagangkan

BPO dan Barang-Barang yang Mengandung BPO

� Kepmen Indag No. 111/MPP/Kep/1/1998 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 230/MPP/

Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya

� Kepmen Indag No. 410/MPP/Kep/9/1998 tentang Perubahan Kepmen Indag No.

110/MPP/Kep/1/1998

� Kepmen Indag No. 411/MPP/Kep/9/1998 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 111/MPP/

Kep/1/1998

� Kepmen Indag No. 789/MPP/Kep/12/2002 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 411/MPP/

Kep/1/1998

� Kepmen Indag No. 790/MPP/Kep/12/2002 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 410/MPP/

Kep/1/1998

� Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghapuskan konsumsi beberapa jenis BPO (CFC dan

Halon) lebih awal (2007) dari masa tenggang (grace period/ 2010) yang diberikan kepada negara-

negara artikel 5

� Keputusan Menteri Pertanian RI no 949/KPTS/TP.270/12/98, tentang Pestisida Terbatas

� Keputusan Menteri Pertanian RI no 123/KPTS/TP.270/2/2002, tentang Pendaftaran dan

Pemberian Ijin sementara Pestisida.

20

7. KESIMPULAN

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan telah menimbulkan masalah pencemaran

udara terutama di kota-kota besar. Berbagai kegiatan manusia melepaskan berbagai jenis

polutan ke udara yang menyebabkan turunnya kualitas udara, peningkatan suhu

permukaan bumi, terjadinya hujan asam dan mempengaruhi ozon di atmosfer. Kegiatan-

kegiatan manusia yang merupakan sumber utama pelepasan polutan-polutan tersebut

antara lain pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak) seperti pada sektor

transportasi, industri, pembangkit listrik dan rumah tangga. Faktor alam seperti gunung

meletus dan kebakaran hutan yang ditimbulkan oleh kekeringan juga berkontribusi

terhadap pencemaran udara.

Berbagai efek pencemaran udara, baik luar ruangan maupun di dalam ruangan,

telah diketahui dapat merusak kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta

merusak beberapa jenis material tertentu. Untuk mencegah dan menghindari terus

terjadinya pencemaran udara oleh polutan-polutan yang sebagian besar dihasilkan dari

Boks 2b.

Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia terkait program perlindungan lapisan ozon:

� Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2005 mengenai pengesahan amandemen Beijing to the

Montreal Protocol

� Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2005 mengenai pengesahan amandemen Montreal to the

Montreal Protocol

� Peraturan Menteri Perdagangan No.24/2006 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak

Lapisan Ozon

� Peraturan Menteri Perindustrian No.33/2007 tentang Larang Memproduksi Bahan Perusak

Lapisan Ozon serta Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak Lapisan

Ozon

� Pengelolaan BPO yang sudah beredar di Indonesia

� Penggantian BPO dengan bahan lain

� Penghapusan penggunaan BPO melalui kegiatan alih teknologi.

21

kegiatan manusia, maka perlu dilakukan upaya-upaya baik oleh individu maupun oleh

masyarakat dan pemerintah. Penggunaan bensin tanpa timbal, pemanfaatan teknologi

rendah emisi, seperti clean coal technology, serta pengelolaan transportasi merupakan

beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan emisi polutan ke udara. Selain itu

penegakan hukum terhadap peraturan-peraturan terkait pengendalian pencemaran udara

yang telah ditetapkan oleh Pemerintah haruslah ditegakkan oleh seluruh lapisan

masyarakat, di samping juga melakukan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya menuju udara bersih. Pemerintah juga perlu meningkatkan dan

mengembangkan perangkat-perangkat yang dapat menunjang program pengendalian

pencemaran udara di Indonesia.

22

REFERENSI

ADB (2006). Country Synthesis Report on Urban Air Quality Management: Indonesia. ADB. Fahey et.al (2002) Twenty Questions and Answers About the Ozone Layer. Panel Review Meeting, Switzerland. KLH (2006). Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005. KLH , Jakarta. Miller (1991). Environmental Science: sustaining the earth, 3rd ed. Wadsworth Publishing Company, California. Raven and Berg (2004). Environment. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey. Wijetilleke & Karunaratne, 1995. Air Quality Management: Considerations for Developing Countries. World Bank technical paper, ISSN 0253-7494 ; no.278. Energy series.