hujan asam kota medan
DESCRIPTION
ini buat yang sedang mencari makalah tentang hujan asam di kota medanTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Hujan merupakan proses alamiah yang bermanfaat untuk
membersihkan polutan di atmosfer. Termasuk diantara polutan itu adalah
senyawa nitrit oksida dan sulfur oksida itu. Ketika hujan turun, butiran
hujan akan menyapu beberapa partikel besar dalam lintasannya dengan
sebuah proses yang secara ilmiah dinamakan coalescene.
Emisi NOx adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah
dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran
bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya
berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang
mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi
asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila
hujan terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang
bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih
rendah dari pH 5, disebut dengan hujam asam.
Emisi SO2 adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di
udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia.
Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4)
yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung
berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi,
mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri,
pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan
pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini
dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum
berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang
penting di Republik Rakyat Tiongkok, Eropa Barat, Rusia dan daerah-
daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di
Amerika Serikat bagian Barat telah merusak hutan-hutan di New York dan
i
New England. Pembangkit tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu
bara sebagai bahan bakarnya.
Gambar 1.Sumber Pencemaran udara
II. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana atau upaya apa yang
perlu dilakukan agar pengetahuan mengenai hujan asam ini, dapat
menjadi informasi yang mudah dipahami masyarakat dengan
menunjukkan data-data yang akurat serta mudah dipahami oleh bahasa
umum.
Walaupun hujan asam ditemukan di tahun 1852, baru pada tahun
1970-an para ilmuwan mulai mengadakan banyak melakukan penelitian
mengenai fenomena ini. Kesadaran masyarakat akan hujan asam di
Amerika Serikat meningkat di tahun 1990-an setelah di New York Times
memuat laporan dari Hubbard Brook Experimental Forest di New
Hampshire tentang banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh hujan asam.
Data yang didapatkan sebenarnya telah menunjukkan hasil yang
signifikan terhadap hujan asam. Namun bentuk data-data yang rumit
dengan menggunakan bahasa yang ilmiah, masih menjadi kendala yang
cukup besar untuk dipahami oleh masyarakat umum.
i
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menunjukkan data-data
yang akurat mengenai hujan asam dalam jangka waktu tertentu yang
dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut
yang dapat dikaitkan dengan penyelesaian permasalahan lingkungan,
pertanian, arsitektur dan lain sebagainya.
IV. TEORI
Hujan asam didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH
dibawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit dibawah 6)
karena karbon dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan
memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat
bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang
dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang
Hujan asam adalah salah satu indikator untuk melihat kondisi
pencemaran udara. Ia adalah presipitasi basah dari polutan di udara yang
larut dalam awan. Dengan polutan SO2, SO3, NO2, dan HNO3, butir-butir
air hujan akan membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang menjadikan
pH air hujan kurang dari 5,60. Lebih dari 90% emisi sulfur dan nitrogen
berasal dari aktivitas manusia.
Jika kita bicara mengenai hujan asam, misalnya, di atmosfir,
komposisi yang bersifat asam adalah sulfur oksida dan nitrogen. Asam-
asam format dan asetat merupakan komponen organik asam utama yang
mengubah tingkat keasaman air hujan. Sementara komponen alkali di
atmosfir dapat berupa mineral yang terurai menjadi Ca2+, K+ dan gas
amoniak yang reaktif.
Keasaman presipitasi ini sering digunakan sebagai besaran untuk
menentukan hujan asam (pH<5,6) atau tidak. Namun sebenarnya besaran
ini tidak sepenuhnya mewakili keseluruhan tingkat keasaman yang terjadi,
karena deposisi gas-gas dan aerosol yang bersifat asam tidak tercermin
dalam nilai ph tersebut(4thCAAPWorkshopProceedings,1998). Pada era
tahun 1940-60an kerusakan lingkungan yang signifikan akibat hujan asam
i
terjadi di Amerika utara dan Eropa. Fenomena ini sepenuhnya akibat
terbentuknya asam dari sulfat dan nitrat yang bersumber pada aktifitas
manusia. Saat ini emisi sulfat antropogenik mulai menurun di kawasan
tersebut, demikian halnya dengan nitrat. Namun, di belahan dunia lainnya,
semisal Cina, Afrika Selatan, Amerika tengah dan selatan, emisi gas-gas
SO2, NOx and NH3 terus meningkat (sumber: Galloway, J., Water. Air,
and Soil Pollution, Vol. 85, Issues 1-4, 1995).
A. PROSES TERJADINYA HUJAN ASAM
.
Gambar 2. Proses terbentuknya hujan asam
Proses terjadinya hujan asam sebenarnya mudah dipahami
karena memang tidak tergolong yang rumit. Dengan adanya unsur
polutan atau emisi polutan di atmosfer sebagai prasyarat, selanjutnya
hanya diperlukan proses tranformasi kimiawi sebelum turun sebagai
presipitasi asam. Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam
sebagai berikut:
i
Transformasi SOx dan NOx terjadi melalui dua tahapan, yakni
tahap reaksi gas homogen dan reaksi gas heterogen. Kedua reaksi
tersebut tergantung pada derajad uap air jenuh dalam udara. Reaksi
fase homogen meliputi reaksi oksidasi SOx dan NOx oleh ion radikal
bebas. Dalam fase cair, reaksi SO2 dengan OH radikal (dari unsur air,
H2O) akan membentuk aerosol H2SO4. H2SO3- yang dibentuk secara
langsung sebagai produk perantara yang kemudian melalui reaksi
selanjutnya dengan OH radikal akan menghasilkan H2SO4. Sementara
untuk polutan nitrik, dalam fase cair, pembentukan asam nitrat dari NO2
dapat terjadi secara langsung membentuk asam nitrat. Pembentukan
asam nitrit pada fase gas (HNO2) akan disusul dengan pembentukan
asam nitrat pada fase cair (HNO3).
B. DAMPAK HUJAN ASAM TERHADAP :
1. Tanaman dan hutan
Hujan asam akan memberikan dampak negatif terhadap tanaman.
Ia akan merusak akar tanaman melalui pelepasan ion alumunium,
timah, raksa, dan kalsium dari tanah. Tercucinya unsur-unsur Mg2+,
Ca2+, Na2+, dan K+ dalam tanah juga akan menyengsarakan tanaman,
dan ini akan sangat merugikan jika terjadi pada suatu arel pertanian.
Hujan asam juga dapat menghalangi perkecambahan dan reproduksi
tanaman dan secara langsung akan meracuni tunas yang halus berikut
akarnya.
Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam
cara. Lapisan lilin pada daun rusak sehingga nutrisi menghilang
sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan
serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit
i
nutrisi yang bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.
Endapan asam mempengaruhi tanah, air, berbagai makhluk hidup, dan
juga tanam-tanaman. Misalnya, batu bara dengan kadar belerang
tinggi dari Black Triangle, dekat perbatasan Jerman, Ceko dan
Polandia, merupakan sumber besar untuk pembangkit-pembangkit
tenaga listrik dan pabrik-pabrik. Proses-proses industri mengakibatkan
emisi Sulfur Dioksida yang besar, dan menyebabkan matinya banyak
hutan. Gejala serupa telah diamati di Chongqing, Cina. Di masa
lampau hutan-hutan mati di Ashio, Jepang, karena konsentrasi Sulfur
Dioksida yang tinggi dipancarkan dari pengolahan tembaga. Bahkan
sekarang, kita mengalami kerusakan serupa di berbagai tempat di
dunia.
2. Ikan dan Sistem akuatik
Pada sistem akuatik, efeknya dalam menetralisir basa dari aliran
sungai atau danau juga akan merugikan segi produksi dan
pertumbuhan populasi ikan berikut makanan alamiahnya. Asam juga
akan menghancurkan insang dan mengganggu kontraksi otot ikan.
Setelah air sungai-sugai dan danau-danau menjadi ber-asam di
negara-negara Skandinavia, berbagai jenis ikan termasuk ikan Salmon
Atlantik dan ikan trout coklat (brown trout), lenyap. Pada musim-musim
dingin yang sangat dingin, yang biasa terjadi di negara-negara
Skandinavia dan Amerika Utara, salju dengan berkadar asam, jatuh di
musim dingin, dan dengan cepat mencair pada musim semi,
mengakibatkan air pada sungai-sungai dan danau-danau menjadi ber-
asam. Karena ikan Salmon mempunyai toleransi yang lemah terhadap
keasaman, ikan Salmon tidak dapat bertahan hidup pada musim-
musim mencairnya salju.
Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan
berkurangnya populasi ikan di danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak
memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau lebih tinggi
i
akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan
menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari
telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperi alumunium di
danau. Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan
lendir berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernafas.
Pertumbuhan Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga
dihambat oleh tingginya kadar pH.
3. Gedung dan Bangunan
Hujan asam juga akan merusak bangunan. Kandungan sulfatnya
bersifat korosif terhadap logam, sehingga akan sangat berbahaya bagi
struktur benda yang tak terlindungi. Asam juga akan merusak baja
pada beton bertulang sehingga akan melemahkan gedung, jalan, dan
jembatan. Cat dan karet juga akan memburuk karena oksidasi yang
ditimbulkannya. Apakah anda pernah melihat apa yang tampak seperti
lapisan es berbentuk kerucut pada dinding-dinding dan talang-talang
dari gedung-gedung tua dan jalan-jalan raya ?
Tetesan-tetesan air hujan kotor masuk ke dalam dinding-dinding
melalui retakan-retakan, melarutkan kalsium dalam bahan-bahan
beton, lalu meleleh keluar dari dinding-dinding. Zat-zat tersebut
bersenyawa dengan Karbon Dioksida di udara dan membentuk
Kalsium Karbonat, yang tumbuh seperti lapisan kerucut es. Bila kita
mengamati "lapisan kerucut es" ini, kita dapat menemukan tetesan-
tetesan kotor di puncak "lapisan kerucut es" tersebut.
Air hujan yang mengandung asam melarutkan bukan hanya
bahan-bahan beton tetapi juga lantai-lantai dan ukiran-ukiran pualam,
bahkan atap-atap dan ukiran-ukiran tembaga. Bila endapan asam terus
berlangsung, kita akan mengalami kerusakan yang lebih besar.
4. Manusia
Sementara bagi manusia, sedikit logam (timah atau tembaga)
pada air minum dapat menyebabkan diare. Hujan asam juga dapat
menimbulkan penyakit gatal-gatal serta menyebabkan atau
i
memperburuk penyakit pernafasan (seperti kanker paru-paru,
bronkhitis, dan emphisema) dan berperan dalam kematian dini. Hujan
asam memang dapat menyuburkan lahan yang kekurangan belerang
dan nitrogen, namun dampak buruknya tetap saja lebih dominan.
Hujan asam bisa membawa pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap kehidupan manusia. Akibat langsung dari hujan
asam bisa berpengaruh kepada kesehatan orang-orang yang
meminum air sumur atau sungai di kawasan hujan asam. Juga matinya
biota penghuni sungai dan layunya daun tanaman. Yang pada akhirnya
juga akan berpengaruh pada kehidupan umat manusia. Akibat tak
langsung dari hujan asam akan lebih berbahaya lagi. Hujan asam
dengan pH (derajat keasaman) yang rendah akan masuk ke dalam
tanah. Air dengan pH kurang dari 6,5 sampai 7 akan menaikkan kadar
aluminium. Sekaligus meningkatkan kelarutan sejumlah logam. Seperti
kadmium, seng, timah dan merkuri. Air yang kaya logam ini mengalir
sebagai air tanah dan muncul kembali di tempat yang lebih rendah.
Aluminium yang larut di dalamnya akan meningkatkan fosfat di dalam
air, sehingga mengakibatkan perairan tersebut miskin zat hara. Biota
yang menghuninya merana, miskin akibat mata rantai makanan
terputus. Tidak terkecuali biota yang lebih "tinggi" akan turut menderita.
Dan pada akhirnya manusia juga yang menanggung akibatnya.
Hingga saat ini hujan asam belum merupakan wabah, tetapi
gejalanya telah tampak. Di beberapa Kota besar seperti di Jakarta
yang padat lalu lintasnya, terukur pH air hujan kurang dari 5,5, dan
juga Medan.
C. PEMANTAUAN HUJAN ASAM DI KOTA MEDAN
Pencemaran udara khususnya di kota-kota besar meningkat tajam
seiring dengan laju industrialisasi. Ber ton-ton bahan bakar fosil
(minyak dan batubara) dibakar setiap hari untuk dijadikan energi bagi
kegiatan transportasi, industri, dll. Hasil pembakaran tersebut antara
i
lain gas sulfur dioxida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang dilepas ke
udara dan merupakan bahan pencemar (pollutan) yang sangat
berbahaya. Sulfur dioksida dan Nitrogen Dioksida akan larut dalam
uap air di udara dan terbentuklah asam sulfat dan asam nitrat yang
akan jatuh kembali ke permukaan tanah, yang lebih dikenal dengan
endapan asam. Endapan asam dapat terbentuk melalui dua proses
yaitu endapan basah melalui air hujan yang lebih dikenal dengan hujan
asam dan endapan kering bila senyawa asam jatuh ke tanah bersama
partikel-partikel debu. Endapan asam merupakan salah satu isu
lingkungan yang bersifat global karena tidak mengenal batas
wilayah/negara.
Menurut Sumiratno dan Budi Arianto ( 2001 ), kalau kita hitung
lebih lanjut maka endapan sulphat, nitrat dan khlorida melalui air hujan
di Medan dapat dilihat pada tabel 2.
Table 1. Total Endapan sulfat dan nitrat (ton/km2)
Total Endapan sulfat dan nitrat
(ton/km2)
Tahun SO4 NO3 Cl
1996 2.95 1.73 2.15
1997 4.87 4.57 1.55
1998 1.1 1.32 0.76
1999 4.75 1.5 4.23
2000 4.33 2.47 1.64
Selama tahun 1996 s/d 2000 setiap kilometer persegi lahan di
Medan menerima 3.65 ton sulphat dari air hujan setiap tahun. Ada
kecenderungan total endapan sulphat meningkat, dan pada tahun 2000
setiap kilometer persegi lahan rata-rata menerima 4.04 ton sulphat.
Untuk ion nitrat dan chlorida dari tahun 1996 s/d 2000 setiap kilometer
persegi lahan menerima rata-rata 2.32 dan 2.07 ton pertahun.
i
V. METODOLOGI PENELITIAN
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) telah mengadakan
pemantauan polusi udara termasuk kualitas air hujan sejak awal tahun
delapan puluhan, berlokasi di Stasiun Klimatologi Sampali-Medan.
Penelitian ini dilakukan dari tahun 1996 – 2003, dengan menggunakan alat
Automatic Rain Water Sampler (AR-WS). Alat tersebut mempunyai 2
penampung yaitu penampung wed dan dry container. Sampling dilakukan
mingguan dan dari sample yang diperoleh dianalisa di laboratorium BMG
hingga diperoleh dua belas parameter masing-masing: pH, daya hantar
listrik, konsentrasi kalsium, kalium, amonium, magnesium, natrium, khlorida,
nitrat, sulfat dan keasaman. Dari 12 parameter tersebut nilai pH adalah
parameter yang paling mudah untuk mengentahui apakah air hujan bersifat
asam atau tidak. Dalam kondisi normal artinya hujan belum tercemar nilai
pH berkisar 5.6 sehingga organisasi meteorologi dunia (WMO) menetapkan
bahwa air hujan dikatakan bersifat asam bila nilai pH lebih kecil dari 5.6.
Makin kecil nilai pH berarti makin bersifat asam atau dengan kata lain makin
tercemar.
VI. PEMBAHASAN
Menurut Sumiratno dan Budi Arianto ( 2001 ), nilai pH adalah
parameter yang paling mudah untuk mengentahui apakah air hujan bersifat
asam atau tidak. Dari hasil pengamatan nilai pH di Sampali, diketahui
bahwa nilai pH mengalami fluktuasi. Terdapat kecenderungan penurunan
nilai pH selama kurun waktu 1996 hingga tahun 2000 dengan nilai pH
sebesar 4,1. Hal ini diperkirakan disebabkan kerena ada beberapa titik api
yang terdapat di daerah sekitar Sumatera Utara. Hal ini diperkuat dengan
adanya kebakaran hutan yang terjadi di sekitar Danau Toba, tepatnya di
Parapat (Kompas, 31 Juli 2000). Ancaman kebakaran hutan di daerah ini
memang sangat mungkin terjadi lagi. Sebab, suhu udara di Sumut sejak Mei
hingga Juli masih tetap berkisar antara 35-36 derajat celcius. Sementara itu
turunnya hujan tidak normal karena arah angin dari Pulau Jawa ke
Sumatera berbelah ke arah barat daya. Oleh karena itu, asap dari
i
kebakaran hutan itu bisa sampai ke Medan dan negara tetangga seperti
Malaysia. Setelah tahun 2001, nilai pH mengalami kenaikan hingga 5,4
pada tahun 2003 (lihat grafik.1)
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
pH
th. 1996 th. 1997 th. 1998 th. 1999 th. 2000 th. 2001 th. 2002 th. 2003
TAHUN
pH CURAH HUJAN SAMPALI (1996-2003)
Grafik 1. pH Curah Hujan di Sampali tahun 1996 – 2003
Tabel 1. Nilai pH per triwulan
Pengamatan secara triwulan selama tahun 1996 – 2003
menunjukkan adanya kecenderungan nilai pH yang semakin menurun. Hal
ini membuktikan bahwa hujan asam semakin sering terjadi selama kurun
waktu tersebut. (lihat grafik.2)
TRIWULAN 1 2 3 4th. 1996 4.6 5.4 5.5 5.4th. 1997 5.7 5.3 4.9 4.6th. 1998 NN 6.2 4.3 4.4th. 1999 5.0 4.9 4.6 4.4th. 2000 3.9 4.2 4.6 3.4th. 2001 4.4 5.0 4.9 4.8th. 2002 4.0 4.9 5.4 5.6th. 2003 5.8 5.0 5.3 NN
i
pH per tri wulan
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
1 2 3 4triwulan
pH
th. 1996 th. 1997 th. 1998 th. 1999 th. 2000 th. 2001
th. 2002 th. 2003
Grafik 2. Nilai pH per triwulan
Hasil analisis lima tahun terakhir mulai tahun 1996 menunjukkan
bahwa nilai pH air hujan di Medan cenderung menurun (gambar 3).
Gambar 3. Nilai ph air hujan di Medan
Pada tahun 1996 nilai pH masih cukup bagus yaitu rata-rata diatas 5,
tetapi pada tahun berikutnya nilai rata-rata dibawah 5 (lihat tabel 1) .
Bahkan tahun 2000 nilai rata-rata pH hanya sedikit diatas 4.0. Kalau kita
lihat lebih jauh lagi nilai pH untuk masing-masing sample banyak
i
diantaranya dibawah 3.0, suatu kondisi yang sangat mengkawatirkan.
Kekecualian terjadi pada bulan-bulan awal tahun 1998 dimana nilai pH
diatas 6, hal ini disebabkan pada awal tahun tersebut kondisi cuaca masih
sangat kering sebagai akibat musim kemarau panjang tahun 1997,
sehingga di atmosfer tertumpuk partikel-partikel debu yang banyak
mengandung unsur-unsur logam kalsium , kalium dan magnesium. Pada
saat terjadi hujan unsur-unsur tadi terlarut sehingga air hujan lebih bersifat
basa sebagai akibatnya nilai pH tinggi.
Table 2. Rata-rata nilai pH, konsentrasi ion sulfat
Nitrat dan Chlorida dalam air hujan Di Medan
Tahun Total
Hujan
PH SO4
(mg/l)
NO3
(mg/l)
Cl
(mg/l)
1996 1858 5.4 1.2 1.6 1.2
1997 1367 4.9 2.78 3.8 1.0
1998 1887 5.0 0.6 0.7 0.4
1999 2195 4.7 2.7 1.00 2.8
2000 1702 4.0 2.6 1.6 1.1
2001 1674 4.8 1.0 1.0 0,5
2002 2612 5.0 1,6 1,3 1,6
2003 1434 5.4 1,7 1,0 0,5
Kalau kita tinjau lebih jauh tentang unsur-unsur pencemar berbahaya
yang terkandung dalam air hujan yaitu konsentrasi ion sulfat (SO4), ion
nitrat (NO3) dan ion Khlorida (Cl), konsentrasinya juga cenderung meningkat
(lihat tabel 1). Peningkatan yang tajam terjadi pada unsur sulfat , yaitu dari
rata-rata 1.17 mg/l pada tahun 1996 menjadi lebih dari 2 kali lipat pada
tahun 1999 dan 2000. Sulfat adalah salah satu unsur yang dihasilkan oleh
pembakaran bahan bakar fosil. Sementara itu peningkatan unsur nitrat dan
khlorida sangat fluktuatif. Kekecualian juga terjadi pada tahun 1997
dimana konsentarasi sulfat dan nitrat sangat tinggi. Hal ini disebabkan
karena terjadinya kebakaran hutan yang hebat diberbagai wilayah
Indonesia khususnya Kalimantan dan Sumatera. Akibat terbakarnya hutan
tersebut, unsur-unsur sulphur dan nitrogen terlepas ke udara bersama
i
asap, pada saat terjadi hujan unsur-unsur tersebut terlarut dan jatuh kembali
ke dalam bumi.
VII. METODE PENCEGAHAN
Ada beberapa metode pencegahan untuk mengurangi terjadinya
hujan asam. Di Amerika Serikat , banyak pembangkit tenaga listrik tenaga
batu bara menggunakan Flue gas desulfurization (FGD) untuk
menghilangkan gas yang mengandung belerang dari cerobong mereka.
Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum digunakan di
Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Wet scrubber pada dasarnya
adalah tower yang dilengkapi dengan kipas yang mengambil gas asap dari
cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk bubur
juga diinjeksikan ke ke dalam tower sehingga bercampur dengan gas
cerobong serta bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium
karbonat dalam batu kapur menghasilkan kalsium sulfat ber pH netral
yang secara fisik dapat dikeluarkan dari scrubber.
Oleh karena itu, scrubber mengubah polusi menjadi sulfat industri. Di
beberapa area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila
kadar kalsium sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat tersebut ditempatkan
di land-fill. Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam
mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman
yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa
unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti
glumatin dan gula (Smith, 1981).
(Smith, 1981). Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik
yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan
urutan K,Ca, Mg, Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari
daun jarum.Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di
permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun
mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang
terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral.
i
Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam itu sendiri.
Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan
daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan
menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari
Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah
melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan
yang tidak melewati tajuk pohon.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Penurunan nilai pH dibawah 5,6 dapat menyebabkan terjadinya
hujan asam
2. Niilai rata-rata pH (bersifat asam) terendah selama tahun 1996 –
2003 di Sampali terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 4,1.
3. Pengamatan selama kurun waktu tahun 1996 – 2003 menunjukkan
adanya kecenderungan pH yang semakin menurun, sehingga potensi
untuk terjadinya hujan asam semakin besar.
Dari penelitian tersebut, maka disarankan :
1. Untuk melakukan pemasangan alat Automatic Rain Water Sampler
(AR-WS) di tempat lain yang dapat dijadikan perbandingan terutama
di tengah kota Medan, di pegunungan serta di daerah pesisir pantai.
Hal ini ditujukan untuk menambah keakuratan data.
2. Selain itu perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan untuk
mengurangi terjadinya hujan asam. Baik secara konsep maupun
secara aplikasi.
i
DAFTAR PUSTAKA
ASDAK C ( 2002 ) Salah urus dan bangkrutnya Lingkungan .HU Pikiran
Rakyat.Bandung
Dasriel Rasmala, penulis lepas masalah perkotaan
Media Indonesia, Rubrik "OPINI"
Rabu, 22 Juni 2005
source / author : http://www.media-indonesia.com/cetak/berita
Galloway, J., Water. Air, and Soil Pollution, Vol. 85, Issues 1-4, 1995).
Majalah Angkasa (2002) N0.2 .Awas Hujan Asam. November 2002 Tahun XIII
Jakarta.
Newman P. 1990, Cities Transport and Greenhouse, dalam Proceeding
Transport and The Environmental Moving People and Product in The 21st
Century. Australian Academy of Technological Sciences and Engineering.
Soedomo M., 2001, Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara,
Penerbit ITB, Bandung.
Sumiratno dan Budi Arianto ( 2001 ) .KEASAMAN AIR HUJAN DI MEDAN
SUDAH MENGKHAWATIRKAN. BMG, Klimatologi Sampali-Medan.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0007/31/daerah/keba25.htm
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................i
I. Pendahuluan ................................................................................1
II. Perumusan masalah .....................................................................2
iIII. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3IV.
Teori .........................................................................................3A. Proses terjadinya hujan asam ..................................................4B. Dampak terjadinya hujan asam
terhadap ................................... 51. Tanaman dan hutan ...........................................................
52. Ikan dan Sistem aquatik ......................................................
63. Gedung dan bangunan .......................................................
74. Manusia ............................................................................ 7
C. Pemantauan hujan asam di kota Medan ...................................8
V. Metodologi Penelitian .................................................................10
VI. Pembahasan .............................................................................10
VII. Metode pencegahan ..................................................................14
VIII. Kesimpulan dan Saran ............................................................... 15
i
MAKALAH :
MEWASPADAI HUJAN ASAM DI KOTA MEDAN*)
Oleh :Wahyudin, AhMg **)
Indah Retno Wulan, SP **)
*) Makalah ini disampaikan pada Lomba Karya Tulis IlmiahDalam Rangka Hari Meteorologi Dunia yang ke-58, Tanggal 23 Maret 2008 di BBMG Wilayah 1 Medan.
**) Penulis adalah staf data dan informasi Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali Medan
i
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKASTASIUN KLIMATOLOGI KELAS I
SAMPALI MEDAN- 2008 -
i