makalah gilut

Upload: harsonouyin

Post on 07-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makala

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangRuang submandibular dan sublingual, meskipun berbeda secara anatomis, harus dianggap sebagai suatu unit karena kedekatan dan keterlibatan ganda infeksi yang sering odontogenik. Ruang ini terletak di antara superior mukosa mulut dan otot mylohiod inferior. Infeksi gigi molar dan premolar pertama sering mengalir ke ruang ini karena Apeks akarnya berada di superior otot mylohiod. Ludwig Angina adalah sebuah peradangan akut, selulitis dari ruang submandibula dan sublingual bilateral dan ruang submental.Sebuah sensasi tersedak dan sesak napas (angina) sering dikombinasikan dengan nama penulis (Wilhelm Friedrich von Ludwig) yang sepenuhnya menggambarkan kondisi yang berpotensi fatal pada tahun 1836.Ludwig Angina atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa kondisi ini akan memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10 12 hari .Ludwig Angina merupakan peradangan selulitis atau Phlegmon dari bagian superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hiod dan milohiodeus. Ludwig Angina juga salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan pembengkakkan akan menunjukkan lokasi infeksi.Walaupun biasanya penyebaran yang luas terjadi pada pasien imunokompromise, Ludwig Angina juga bisa berkembang pada orang yang sehat. Faktor predisposisinya berupa karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah. Selain itu penyakit sistemik seperti diabetes melitus, neutropenia, aplastik anemia, glomerulositis, dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya Ludwig Angina. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada usia 12 hari 84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1 sampai 4:1). Angka kematian akibat Ludwig Angina sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%.2.1 TujuanUntuk mengetahui lebih lanjut mengenai Ludwig Angina, mulai dari etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosa banding, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosisnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiLudwig Angina merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat (selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral). 2.2 AnatomiPengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.

Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang submandibular di inferior dari m. mylohyoid.Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruangpharyngeal.

Gambar 2. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m. styloglossus.Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasioleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.

Gambar 3. Segitiga ruang submental.Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.2.3 EtiologiDilaporkan sekitar 90% kasus Ludwig Angina disebabkan oleh odontogen, baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain itu, 95% kasus Ludwig Angina melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab odontogenik dari Ludwig Angina. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan Ludwig Angina, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi.Penyebab lain yang dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci.Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.2.4 PatogenesisInfeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh.Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan Ludwig Angina.Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula, menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.

Gambar 4. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

Gambar 5. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit. Ruang submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga.Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang, akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran bull neck.

Gambar 6. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batasos hyoid meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran bull neck2.5. Manifestasi KlinisGejala klinis umum Ludwig Angina meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah, nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi (drooling), kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera.

Gambar 7. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal anterior pada anak usia 4 bulan dengan Ludwig Angina.

Gambar 8. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah pada anak usia 5 tahun dengan Ludwig Angina.

Gambar 9. Pembengkakan pada area submandibular2.6. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.a. Anamnesa : Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalamikesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus- menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.b. Pemeriksaan fisik:Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar kebelakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.c. Pemeriksaan penunjang :Meskipun diagnosis Ludwig Angina dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis. Laboratorium : Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukanpemilihan antibiotik dalam terapi. Radiologi : walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi. USG, dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak abses. CT-scan, merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas. MRI, menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.

Gambar10.Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik (tanda panah)

2.7. PenatalaksanaanPenatalaksaan Ludwig Angina memerlukan tiga fokus utama yaitu: Menjaga patensi jalan napas. Terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi. Dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan. Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan Ludwig Angina. Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin - clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi.Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya Ludwig Angina jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.2.8. KomplikasiLudwig Angina merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis, kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi Ludwig Angina dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat.Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi dari Ludwig Angina dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari sekret yang terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura, empiema, infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.2.9. PencegahanPencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya Ludwig Angina.2.10. PrognosisPrognosis Ludwig Angina tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar 45% - 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.Ludwig Angina dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.

BAB IIIKESIMPULAN

Ludwig Angina merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat (selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Ludwig Angina disebabkan oleh odontogen, baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain itu, 95% kasus Ludwig Angina melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. . Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.Gejala klinis umum Ludwig Angina meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah, nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi (drooling), kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).Proteksi dari jalan nafas merupakan prioritas utama dalam tatalaksana awal pasien ini. Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena secara agresif harus dilakukan. Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah pemberian terapi antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA1. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996. 2. Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. 3. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. 4. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret 2008;Vol.21.5. Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig%27s_angina. 6. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family Physician. July 1999;Vol. 60. 7. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12). 8. Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at: http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon. 9. Anonymous. Ludwig's Angina. available at: http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina. 10. Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed. Pennsylvanya: Elsener Mosby; 2005. 11. Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B. Saunders; 2002.

16