makalah filsafat islam

20
SERANGAN AL-GHAZALI TERHADAP PARA FILOSOF MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MAKALAH FILSAFAT ISLAM DOSEN PEMBIMBING : Dr. Hery Noer Aly. MA DISUSUN OLEH : 1. LENI GUSTINI (2103227005) 2. MARDALENA KUSTANTI (2103227006) 3. SUDEXA PRIOMITA (2103226609) JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN BAHASA ARAB STAIN BENGKULU

Upload: leni-gustini

Post on 02-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SERANGAN AL-GHAZALI TERHADAP PARA FILOSOF

TRANSCRIPT

Page 1: MakaLah FilsaFat IsLam

SERANGAN AL-GHAZALI TERHADAP PARA

FILOSOF

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MAKALAH

FILSAFAT ISLAM

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. Hery Noer Aly. MA

DISUSUN OLEH :

1. LENI GUSTINI (2103227005)

2. MARDALENA KUSTANTI (2103227006)

3. SUDEXA PRIOMITA (2103226609)

JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN BAHASA ARAB

STAIN BENGKULU

2011

Page 2: MakaLah FilsaFat IsLam

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr.Wb

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Islam

“SERANGAN AL-GHAZALI TERHADAP PARA FILOSOF” kemudian Shalawat beserta salam kita do’akan

kepada Nabi Muhammad SAW, yang mana Beliau telah membawa umat manusia dari zaman Jahiliyyah

kepada zaman Ilmu Pengetahuan, seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.

Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hery Noer Aly.MA selaku Dosen

Pembimbing mata kuliah Filsafat Islam dan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan makalah ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang kekurangan dan kesalahan dalam

menyelesaikan makalah ini, karena penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan

kemampuan. Semoga makalah yang penulis buat bermanfaat bagi para pembaca dalam meningkatkan

pengetahuannya.

Wassalamu’alaikum. Wr.Wb

Penulis

Bengkulu, November 2011

Page 3: MakaLah FilsaFat IsLam

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

2.1

2.2

2.3

2.4

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: MakaLah FilsaFat IsLam

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bersamaan dengan berputarnya dunia dan kemajuan modernisasi serta pengembangan Ilmu

Pengetahuan yang semakin berkembang yang akhir-akhir ini, banyak kita lihat para generasi Islam

khususnya sudah kecanduan dan keracunan dengan tidak mengenal para tokoh Islam yang sangat dan

dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan, mereka kadang hanya bisa menghina,

meremehkan bahkan mengatakan dimana tokoh Islam? Ini sebenarnya terjadi karena mereka tidak

kenal sama sekali terhadap beberapa tokoh Islam yang telah berhasil mencetak generasi yang berakhlaq

al-karim, disiplin dan terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan Agama Nusa dan Bangsa.

Dengan berpandangan pada beberapa hal tersebut mengenal para tokoh pendidikan Islam adalah

merupakan salah satu langkah yang seharusnya kita lakukan dan kita miliki dan kita hayati serta

merupakan kebanggaan kita sebagai orang Islam yang dengan semestinya untuk selalu mengangkat dan

mensosialisasikan dikalangan umum. Sehingga generasi penerus Islam bisa bersuara lantang bahwa kita

mempunyai tokoh yang pantas untuk dijunjung tinggi dan salah satu tokoh pendidikan yang tidak kalah

tangkas dan metodenya serta konsep dan pemikirannya adalah Al-Ghazali.

Al-Ghazali adalah salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam

berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada hakekatnya usaha pendidikan menurut Al-

Ghazali adalah dengan mementingkan beberapa hal yang terkait dan mewujudkan secara utuh dan

terpadu karena konsep pendidikan yang dikembnagkannya berawal dari kandungan ajaran Islam dan

tradisi Islam yang berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya. Sehingga dizaman yang modern ini

perlu kiranya untuk mengetahui konsep pendidikan dari tokoh Muslim terkemuka ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, kami ingin menyajikan karya tulis tentang :

1. Riwayat Hidup Al-Ghazali

2. Serangan Al-Ghazali Terhadap Para Filosof

Page 5: MakaLah FilsaFat IsLam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali

Al-Ghazali bernama lengkap Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, gelar Hujjatul

Islam, lahir tahun 450 H / 1058 M di Thus, suatu kota kecil di Khurrasan (Iran). Kata-kata Al-Ghazali

kadang-kadang di ucapkan Al-Ghazzali. Dengan menduakalikan Z, kata-kata Al-Ghazzali di ambil dari

kata-kata Ghazzal, artinya tukang pemintal benang, karena pekerjaan ayah Al-Ghazali ialah memintal

benang wol, sedang Al-Ghazali dengan satu Z, di ambil dari kata-kata Ghazzala, nama kampung kelahiran

Al-Ghazali.

Ayah Al-Ghazali, adalah seorang tasawuf yang saleh dan meninggal dunia ketika Al-Ghazali

beserta saudaranya masih kecil. Akan tetapi sebelum wafatnya ia telah menitipkan kedua anknya

tersebut kepada seorang tasawuf pula untuk mendapatkan bimbingan dan pemeliharaan dalam

hidupnya.1

Pada masa kecil, Al-Ghazali belajar ilmu fiqh pada Syekh Ahmad bin Muhammad ar-Rasikani dan

kemudian belajar pada imam Abi Nasr al-Ismaili di negri Jurjan. Setelah mempelajari beberapa ilmu di

negrinya, Al-Ghazali berangkat ke Nishabur untuk belajar pada imam Al-Haramain. Dari sini, Al-Ghazali

dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu mantiq (logika), filsafat

dan fiqh mazhab Syafi’i.

Setelah Imam Al-Haramain wafat, Al-Ghazali pergi ke Al-Ashar untuk berkunjung kepada menteri

Nizam Al-Muluk dari pemerintah Dinasti Saljuk. Ia di sambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang

ulama besar, kemudian di pertemukan dengan para ulama dan ilmuan. Semuanya mengakui ketinggian

ilmu yang dimiliki imam Al-Ghazali. Menteri Nizam Al-Muluk akhirnya melantik Al-Ghazali pada tahun

484 H / 1091 M sebagai guru besar (profesor)pada perguruan tinggi Nizamiah yang berada di kota

Baghdad. Al-Ghazali kemudian mengajar di perguruan tinggi selama 4 tahun. Selama menyampaikan

pengajarannya, Ia mendapat perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik yang datang dekat atau

dari tempat yang jauh.

Namun demikian, Al-Ghazali sendiri tertimpa keragu-raguan tentang pekerjaannya, sehingga ia

menderita penyakit yang tidak bisa di obati. Pekerjaannya itu kemudian ia tinggalkan dan pergi ke

Damsyik. Di kota ini ia merenung, membaca dan menulis, selama kurang lebih 2 tahun, dengan tasawuf

sebagai jalan hidupnya. Kemudian ia pindah ke Palestina dengan tetap merenung, membaca dan 1 Ahamad Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam, hlm 135

Page 6: MakaLah FilsaFat IsLam

menulis di Masjid Baitul Maqdis. Sesudah itu, tergeraklah hatinya untuk menjalankan ibadah haji.

Setelah selesai ibadah haji, kemudian ia pulang ke negri kelahirannya, yaitu kota Thus. Disana, ia tetap

berkhalwat dan beribadah. Keadaan itu berlangsung selama 10 tahun sejak di pindahkannya ke Damsyik.

Dalam masa-masa tersebut, ia banyak menulis buku-buku yang terkenal, antara lain Ihya Ulumuddin.

Setelah penulisan Ihya Ulumuddin selesai, Al-Ghazali kembali ke Baghdad, untuk mengadakan

majlis pengajaran dan menerangkan isi dan maksud dari kitabnya itu. Akan tetapi karena ada desakan

dari penguasa, Al-Ghazali di minta kembali ke Naisibur dan mengajar di perguruan tinggi Nizamiah.

Pekerjaan ini hanya berlangsung 2 tahun dan akhirnya ia kembali ke kampung asalnya (Thus). Di

kampungnya, Al-Ghazali mendirikan sebuah sekolah yang berada di samping rumahnya sebagai tempat

belajar para fuqaha dan para mutashawwifin (ahli tasawuf). Ia membagi waktunya guna membaca al-

Qur’an, mengadakan pertemuan dengan fuqaha dan ahli tasawuf. Memberikan pelajaran bagi orang

yang ingin mengambil pelajaran darinya dan memperbanyak ibadah(shalat). Imam Al-Ghazali meninggal

dunia pada hari senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H / 1111 M di Thusia. Jenazahnya di

kebumikan di makam Al-Thahirin, berdekatan makam Al-Firdausi, seorang ahli sya’ir yang termasyhur.2

B. Karya-Karya Al-Ghazali

Al-Ghazali merupakan salah seorang pemikir besar dalam islam yang memberikan pengaruh

besar dan wajah baru dalam islam. Ia hidup pada masa berlangsungnya kemerosotan jiwa keislaman

yang menimpa mayoritas umat islam. Karena itu, al-Ghazali memandang untuk melakukan

pembaharuan nilai-nilai rohaniah, serta moral kepada mereka agar perbuatan rohaniah dan lahiriah

mereka tetap terjaga dari nilai-nilai islam. Al-Ghazali juga di kenal sebagai seorang kutub tasawuf dan

pejuang spritual. Di samping itu, al-Ghazali juga di kenal sebagai seorang ensiklopedis pada masanya.

Menurut Syekh Muhammad Musthafa al-Maraghi, al-Ghazali bukan hanya menguasai satu bidang ilmu

tertentu, tetapi juga menguasai banyak bidang antara lain ushul fiqh, fiqh, ilmu kalam, sosiologi dan

sebagai filosof.

Karya-karya Al-Ghazali dapat di kelompokkan sebagai berikut :

a. kelompok filsafat dan ilmu kalam :

1) Maqashid al- falasifah ( tujuan para pilosof)

2) Tahafut al-falasifah (kekacauan para pilosof)

3) Al- Iqtishad fi al-I’tiqad (Moderasi dalam aqidah)2 Dr. Ilyas Supena, M.Ag, Pengantar Filsafat Islam, hlm 108

Page 7: MakaLah FilsaFat IsLam

4) Al- Muqids min al-Dhalal (pembebasan dari kesesatan)

5) Faishal al-Tariqah bain al-islam wa al-Zindiqah (perbedaan islam dan atheis)

b. Kelompok ilmu fiqh dan ushul fiqh

1) Al-Basith (pembahasan yang mendalam)

2) Al-wasith (perantara)

3) Al- Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah (jalan menuju kemulian Syari’ah)

4) Khulashah Al- Mukhtasar (intisari ringkasan karangan)

5) Al-Mankhul (adat kebiasaan)

c. Kelompok ilmu akhlak dan tasawuf

1) Ihya Ulum Al-Din (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama)

2) Mizan Al-Amal (timbangan amal)

3) Kimya’ Al- Sa’adah (kimia kebahagian)

4) Misykat Al- Anwar (relung-relung cahaya)

5) Minhaj Al- Abidin (pedoman orang yang beribadah)

d. Kelompok ilmu tafsir

1) Yaqut Al- Ta’wil fi tafsir al-Tanzil (metode ta’wil dalam menafsirkan Al-quran)

2) Jawahir Al-quran (Rahasia-rahasia Al-quran)

C. Konsep Pendidikan Al-Ghazali

Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali, dapat diketahui dengan cara memahami

pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu tujuan,

kurikulum, metode, etika guru dan etika murid.

1. Tujuan Pendidikan

Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan

akhir yang ingin dicapai melalui pendidikan ada dua, pertama : tercapainya kesempurnaan insani yang

bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT, kedua : kesempurnaan insani yang bermuara pada

kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, beliau bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai

pada sasaran yang merupakan tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan ini tampak bernuansa

religius dan normal, tanpa mengabaikan masalah duniawi.

2. Kurikulum Pendidikan

Page 8: MakaLah FilsaFat IsLam

Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Ilmu yang tercela : sedikit atau banyak. Ilmu tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun

di akhirat, seperti ilmu Nujam, Sihir dan Ilmu Pendukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa

Mudharat bagi yang memilikinya maupun orang lain, dan akan maragukan Allah SWT.

b. Ilmu yang terpuji : sedikit atau banyak, misalnya Ilmu Tauhid dan Ilmu Agama. Bila ilmu

ini dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci dan bersih dari kerendahan serta dapat

mendekatkan diri kepada Allah SWT.

c. Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, dan tidak boleh dialami, karena dapat membawa

kepada goncangan Iman seperti Ilmu Filsafat.

3. Metode Pengajaran

Perhatian Al-Ghazali akan pendidikan Agama dan Moral sejalan dengan kecenderungan

pendidikannya secara umum, yaitu prinsip-prinsip yang berkaitan secara khusus dengan sifat yang harus

dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.

Tentang pentingnya keteladanan utama dari seorang guru, juga dikaitkan dengan

pandangannya tentang pekerjaan mengajar. Menurutnya mengajar adalah pekerjaan yang paling mulia

sekaligus yang paling agung. Pendapat ini, ia kuatkan dengan beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi

yang mengatakan status guru sejajar dengan tugas Kenabian. Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan bahwa

wujud termulia dimuka bumi adalah manusia, dan bagian inti manusia yang termulia adalah hatinya.

Guru bertugas menyempurnakan, menghias, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bahkan, kaum muslimin pada dahulu amat mementingkan menuntut ilmu yang langsung

diterima dari mulut seorang guru. Mereka tidak suka menuntut ilmu dari buku-buku dan kitab-kitab saja,

sebagian mereka berkata : “Diantara mala petaka yang besar yaitu berguru pada buku, maksudnya

belajar dengan membaca buku tanpa guru”, dalam sebuah kitab dikatakan “Barang siapa yang tiada

guru, maka Setan lah Imamnya.

4. Kriteria Guru Yang Baik

Menurut Al-Ghazali, bahwa guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah selain guru

yang cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan

kesempurnaan akal ia dapat memiliki barbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan

akhlaknya guru dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan kuat fisiknya guru dapat

melaksanakan tugasnya mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

Page 9: MakaLah FilsaFat IsLam

5. Sifat Murid Yang Baik

Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka

belajar termasuk Ibadah. Dengan dasar pemikiran ini, maka seorang murid yang baik memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Seorang murid harus memuliakan guru dan bersikap rendah hati

b. Harus saling menyayangi dan tolong menolong sesama teman

c. Mempelajari brmacam-macam ilmu dari tiap-tiap ilmu tersebut

d. Seorang murid harus berjiwa bersih, terhindar dari perbuatan hina dan tercela

e. Seorang murid hendaknya mendahulukan mempelajari yang wajib, mempelajari ilmu

secara bertahap, dan mengetahui nilai setiap ilmu yang dipelajarinya.

6. Ganjaran Dan Hukuman

Selanjutnya Al-Ghazali berkata : “Apabila anak-anak itu, berkelakuan baik dan melakukan

pekerjaan yang bagus, hormatilah ia dan hendaknya diberi penghargaan dengan sesuatu yang

menggembirakannya, serta dipuji dihadapan orang banyak. Jika ia melakukan kesalahan satu kali,

hendaknya pendidik membiarkan dan jangan dibuka rahasianya. Jika anak itu mengulanginya lagi,

hendaknya pendidik memarahinya dengan tersembunyi, bukan dinasehati didepan orang banyak, dan

janganlah pendidik seringkali memarahi anak-anak itu, karena hal itu dapat menghilangkan pengaruh

pada diri anak, sebab sudah terbiasa telinganya mendengarkan amarah itu.3

D. Sanggahan Al-Ghazali Terhadap Para Filosof

Al-Ghazali melontarkan sanggahan luar biasa keras terhadap pemikiran para filosof. Adapun

yang dimaksudkan para filosof disini dalam berbagai literatur disebutkan ialah selain Aristoteles dan

Plato, dan juga Al-Farabi dan Ibnu Sina karena kedua filosof muslim ini di pandang Al- Ghazali sangat

bertanggung jawab dalam menerima dan menyebarluaskan pemikiran filosof dari Yunani di dunia islam.

Kritik pedas tersebut ia tuangkan dalam bukunya yang terkenal Tahafut al-Falasifat. Dalam buku ini ia

mendemonstrasikan kepalsuan para filosof beserta doktrin- doktrin mereka. Sebelumnya, ia

mempelajari filsafat tanpa bantuan seorang guru selama 2 tahun. Setelah berhasil di hayati dengan

seksama, lalu ia tuangkan dalam bukunya Maqashid al-Falasifat. Dengan adanya buku ini orang

mengatakan bahwa ia benar-benar menguasai argumen yang di pergunakan para filosof. Hal ini di

dukung oleh pendapat Al-Ghazali yang menegaskan bahwa menolak semua mazhab sebelum

3 Ibid

Page 10: MakaLah FilsaFat IsLam

memahaminya dan menelaahnya dengan seksama dan sedalam – dalamnya berarti menolak dalam

kebutaan.

Buku Maqashid al-Falasifat itu dapat dikatakan bahwa Al-Ghazali menjelaskan maksud dan

tujuan filsafat para filosof, yang tentu saja menurut Al-Ghazali dan belum tentu cocok dengan pendapat

para filosof itu sendiri. Pendapat ini dapat di buktikan ketika ia mengkritik bahkan mengkafirkan para

filosof yang sebenarnya berbeda dari maksud para filosof itu sendiri.

Dalam buku Munqiz min al-Dhalal, Al-Ghazali mengelompokkan filosof menjadi 3 golongan :

1. Filosof Materialis (Dahriyyun)

2. Filosof Naturalis (Thabi’iyyun)

3. Filosof Ketuhanan (Ilahiyun)

Menurut Al-Ghazali, filsafat Aristoteles yang disalin dan disebarluaskan Al-Farabi dan Ibnu Sina terbagi

menjadi 3 kelompok :

1. Filsafatnya yang tidak perlu disangkal, dengan arti dapat diterima

2. Filsafatnya yang harus dipandang bid’ah

3. Filsafatnya yang harus dipandang kafir

Dalam buku Tahafut al-Falasifat, Al-Ghazali memandang para filosof sebagai ahl al-Bid’at dan

kafir. Kesalahan para filosof tersebut dalam bidang Ketuhanan ada 8 masalah, yaitu :

1. Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini kekal

2. Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini azali

3. Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mempunyai sifat

4. Membatalkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa mustahil terjadinya sesuatu di

luar hukum alam

5. Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan tentang mustahilnya Fana (Lenyap) jiwa

manusia

6. Menjelaskan kelemahan mereka dalam menetapkan dalil bahwa mustahil adanya dua Tuhan

7. Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mengetahui Juz’iyyat

8. Membatalkan pendapat mereka bahwa planet-planet mengetahui semua yang Juz’iyyat

Tiga dari delapan masalah diatas, menurut Al-Ghazali, membuat filosof menjadi kafir, yaitu :

Page 11: MakaLah FilsaFat IsLam

1. Alam dan semua substansi kadim

2. Allah tidak mengetahui yang Juz’iyyat (perincian) yang terjadi di alam

3. Pembangkitan jasmani tidak ada

Menurut Al-Ghazali kepercayaan dalam tiga masalah ini bertentangan dengan kepercayaan ummat Islam

dan dipandang mendustakan Rasul-rasul Allah, padahal tidak ada golongan Islam manapun yang

berpendapat seperti ini.

1. Masalah Kekadiman Alam

Pada umumnya para filosof muslim berpendapat bahwa alam ini kadim, artinya wujud alam

bersamaan dengan wujud Allah. Unuk menopang pendapat ini, menurut Al-Ghazali, para filosof Muslim

mengemukakan argumen sebagai berikut:

a. Mustahil timbulnya yang baharu dari yang kadim. Proposisi ini berlaku bagi sebab akibat,

dengan arti, jika Allah kadim, maka terjadinya alam merupakan suatu keniscayaan dan hal ini akan

menjadi kadim kedua-duanya (Allah dan alam). Jika di andaikan Allah yang kadim sudah ada, sedangkan

alam belum ada, karena merupakan kemungkinan semata, dan setelah itu alam di adakan-Nya, maka

apa alasannya bahwa alam di adakan sekarang, tidak sebelumnya.

Menurut Al-ghazali, tidak ada halangan apapun bagi Allah menciptakan alam sejak Azali dengan

iradah-Nya yang kadim pada waktu di adakan –Nya. Sementara itu, ketiadaan wujud alam sebelumnya

karena memang belum di kehendaki-Nya. Iradah, menurut Al-Ghazali, adalah suatu sifat bagi Allah yang

berfungsi yang membedakan sesuatu dari lainnya yang sama.

b. Keterdahuluan wujud Allah dari alam hanya dari segi esensi, sedangkan dari segi zaman antara

keduanya adalah sama. Hal ini sama seperti keterdahuluan bilangan satu dari dua, atau keterdahuluan

gerakan tangan dari cincin. Kedua jenis ini serupa tingkatanya dalam zaman. Jika demikian keadaan

antara Allah dan Alam, harus keduanya kadim atau baharu dan tidak mungkin salah satunya kadim dan

yang lainnya baharu.

Menurut Al-Ghazali, memang wujud Allah lebih dahulu dari alam dan zaman. Zaman baharu dan

di ciptakan. Sebelum di ciptakan tidak ada zaman. Pertama kali ada Allah, kemudian ada alam karena di

ciptakan Allah. Jadi, dalam keadaan pertama kita bayangkan adanya Allah saja, dan dalam keadaan yang

kedua kita bayangkan ada dua esensi, yakni Allah dan alam, dan tidak perlu kita bayangkan adanya

esesnsi yang ketiga, yakni zaman.

c. Alam sebelum wujudnya merupakan suatu yang mungkin. Kemungkinan ini tidak ada awalnya,

dengan arti selalu abadi.

Page 12: MakaLah FilsaFat IsLam

Al-Ghazali menjawab sendiri dari pendapat para filosof yang ia kemukakan tersebut.

Menurutnya alam ini senantiasa mungkin terjadinya, dan setiap saat dapat di gambarkan terjadinya. Jika

di katakan bahwa alam ini ada selama-lamanya (kadim) tentu ia tidak beharu. Kenyataan ini jelas

bertentangan dengan kenyataan yang tidak serasi dengan teori kemungkinan.

Sebenarnya pertentangan antara Al-Ghazali dan filosof Muslim tentang kadimnya alam hanya

pertentangan penafsiran antara teolog Muslim dan filosof Muslim. Memang filosof Muslim

berkeyakinan bahwa penciptaan dari tiada (nihil) adalah suatu kemustahilan sedangkan menurut Al-

Ghazali bahwa yang kadim hanya Allah, sedangkan selain Allah adalah hadis (baharu). Justru itulah

dalam ilmu kalam syahadat la ilaha illa Allah, berarti la qadima illa Allah. Implikasi paham ini akan

membawa pada :

a. Paham syirik karena banyak yang kadim, banyak tuhan

b. Paham ateisme, alam yang kadim tidak ada pencipta

Kedua paham ini menurut Al-Ghazali, secara tegas tentu saja bertentangan dengan ajaran

dasar dan absolut dalam Islam. Oleh karena itu, menurutnya, alam ini di ciptakan oleh Allah dari nihil

menjadi ada dan hal ini bisa di demonstrasikan secara rasional.

2. Tuhan Tidak Mengetahui Yang Juz’iyyat

Para filosof Muslim, menurut Al-Ghazali berpendapat bahwa Allah hanya mengetahui zat-Nya

dan tidak mengetahui selain-Nya. Ibnu Sina menggatakan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu

dengan ilmu-Nya yang kulli. Alasan para filosof Muslim, Allah tidak mengetahui yang juz’iyyat, bahwa di

alam ini selalu terjadi perubahan-perubahan, jika Allah mengetahui rincian perubahan tersebut, hal itu

akan membawa perubahan kepada zat-Nya.

Pendapat para filosof Muslim yang di kemukakan Al-Ghazali di atas di jawabnya sendiri.

Menurutnya, pendapat para filosof itu merupakan kesalahan fatal. Menurut Al-Ghazali lebih lanjut,

perubahan pada objek ilmu tidak membawa perubahan pada ilmu. Karena ilmu merupakan idhafah. Jika

ilmu berubah tidak membawa perubahan pada zat, dengan arti keadaan orang yang mempunyai ilmu

tidak berubah.

Sebenarnya terdapat kesamaan antara Al-Ghazali dan para filosof Muslim, bahwa ilmu dan zat

Allah tidak mungkin mengalami perubahan dan Allah maha mengetahui. Perbedaan antara mereka

terletak pada cara Allah mengetahui yang juz’iyyat. Bagi para filosof Muslim Allah mengetahui yang

juz’iyyat lewat kulli dan mereka tidak pernah menggatakan, Allah tidak mengetahui. Hal ini terjadi di

sebabkan perbedaan mereka dalam menetapkan sifat dan zat Tuhan. Para filosof Muslim

mengidentikkan antara sifat dan zat. Sementara Al-Ghazali membedakan antara zat dan sifat. Lebih

Page 13: MakaLah FilsaFat IsLam

lanjut di tegaskannya (Al-Ghazali), Allah memiliki zat beserta sifat, bukan zat tanpa sifat. Nama Allah

tidak bisa di benarkan tanpa sifat-sifat ilahiyyat. Sifat-sifat tersebut kadim dan mempunyai wujud di luar

zat. Atas dasar itulah Al-Ghazali menolak pendapat para filosof Muslim yang mengindetikkan antara sifat

dan zat Allah.4

3. Kebangkitan Jasmani di Akhirat

Menurut para filosof Muslim yang akan dibangkitkan diakhirat nanti adalah rohani, sedangkan

jasmani akan hancur. Jadi yang akan merasakan kebahagiaan atau kesedihan adalah rohani saja.

Kendatipun ada gambaran dari agama berupa materi di akhirat seperti surga dan neraka. Semua itu

pada dasarnya simbol-simbol untuk memudahkan pemahaman orang awam.

Al-Ghazali pada dasarnya tidak menolak adanya bermacam-macam kelezatan diakhirat yang

lebih tinggi dari pada kelezatan didunia yang bersifat empiris atau indrawi. Juga ia tidak menolak ke-

kekalan roh setelah terpisah dari jasad. Semua itu dapat diketahui berdsarkan otoritas dari jasad, akan

tetapi ia membantah bahwa hanya akal saja dapat memberikan pengetahuan final dalam masalah

metafisika.

Menurut Al-Ghazali, kekalnya jiwa setelah mati tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hadist-

hadist menyebutkan bahwa roh manusia merasakan adanya kebaikan atau siksa kubur dan lainnya.

Semua ini sebagai indikasi adanya kekekalan jiwa. Sementara itu kebangkitan jasmani secara eksplisit

telah ditegaskan syara’ (agama) dengan arti jiwa dikembalikan pada tubuh. Baik tubuh semula maupun

tubuh yang lain atau tubuh yang baru dijadikan. Tubuh manusia dapat berganti bentuk seperti dari kecil

menjadi besar, dari kurus menjadi gemuk dan sebaliknya. Ada suatu tubuh berbentuk jasmani yang

dapat merasakan kepedihan dan kebahagiaan. Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu, dengan

Maha Kuasa-Nya ia tidak merasa sulit menjadikan manusia dari setitik sperma menjadi aneka macam

organ tubuh seperti tulang, daging, kulit, otot dan sebagainya. Bagi Allah jauh lebih mudah

mengembalikan rohani pada tubuh jasmani diakhirat dari pada penciptaan pertama kali.

Pertentangan antara Al-Ghazali dengan para filosof Muslim hanya perbedaan interpretasi

tentang dasar-dasar ajaran Islam yakni bentuk kebangkitan di akhirat bukan pertentangan dasar-dasar

Islam itu sendiri yakni kebangkitan diakhirat.5

4 Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A, Filsafat Islam Filosof Dan Filsafatnya, hlm 159 5 Ibid

Page 14: MakaLah FilsaFat IsLam

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Al-Ghazali itu adalah seorang ahli

fikir yang telah meninggalkan pengaruh yang besar dan memberikan wajah baru dalam Islam.

Didalam bukunya Tahafut al-Falasifat, ia telah menguji pikiran filsafat dan menunjukkan

kelemahannya. Meskipun ia memerangi filsafat, ia tetap seorang filosof yang kadang-kadang

menjelaskan kepercayaan Islam berdasarkan teori-teori Neo Platonisme dan ia juga mengikuti pikiran-

pikiran al-Farabi dan Ibnu Sina.

Pertentangan dan kesalahpahaman antara Filosof Muslim dengan Al-Ghazali dalam masalah

qadimnya alam, Tuhan tidak mengetahui Juz’iyyat dan kebangkitan jasmani diakhirat. Hal ini terjadi

karena Al-Ghazali, al-Farabi dan Ibnu Sina tidak satu masa. Mereka tidak bertemu tatap muka sehingga

muncul pemahaman yang berbeda. Bisa jadi apa yang dimaksudkan oleh salah satu dari mereka

dipahami dengan penafsiran yang berbeda.

Namun demikian, dalam setiap langkahnya, baik berhadapan dengan para filosof atau dengan

ulama kalam atau orang-orang tasawuf, ia hanya mempunyai tujuan satu saja, yaitu menghidupkan

semangat baru bagi Islam.

Saran

Penulis mengharapkan maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca jika terdapat kesalahan atau pun

kekeliruan dalam penyusunan makalah ini, hanya ini yang bisa penulis torehkan dalam makalah ini, dan

penulis sangat mengharapkan kritik-kritik kreatif dari pembaca, guna pengembangan diri dan berharap

dapat berguna dimasa yang akan datang, mudah-mudahan dengan tersusunnya makalah ini dapat

menambah pengetahuan bagi pembaca , serta bermanfaat bagi semua.

Page 15: MakaLah FilsaFat IsLam

DAFTAR PUSTAKA

Zar, Sirajuddin, 2004, Filsafat Islam Filosof Dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Supena, Ilyas, 2010, Pengantar Filsafat Islam, Semarang: Walisongo Press

Hanafi, Ahmad, 1991, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang

http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/konsep-pendidikan-dalam-perspektif-al-ghazali.html

http://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazal

http://shofiulloh.blogspot.com/2009/04/serangan-al-ghazali-terhadap-para-filosof.html