makalah farmakoterapi kel. i

Upload: rafsyannarullah-saere

Post on 13-Oct-2015

473 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangFarmakoterapi adalah suatu cabang farmakologi yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Melihat keadaan di sekitar kita, khususnya negara kita ini tentulah banyak sekali penyakit yang kita temukan salah satunya yaitu penyakit diare, mual, dan muntah.Diare merupakan salah satu masalah kesehatan di indonesia. Diare pada umumnya terjadi akibat dari sanitasi lingkungan yang buruk. Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali sehari disertai dengan adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja.Diare itu sendiri biasanya muncul karena faktor lingkungan kita tinggal, misalnya tinggal di daerah yang kumuh. Sedangkan diare itu sendiri bisa disebabkan karena peradangan usus yang penyebabnya yaitu dari virus, protozoa, parasit, bakteri, ataupun karena non infeksi (malabsorpsi). Sedangkan mual biasanya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk muntah atau gejala yang dirasakan ditenggorokan atau daerah sekitar yang menandakan seorang merasa akan muntah. Sebaliknya, muntah didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung melalui mulut yang sering sekali membutuhkan dorongan yang sangat kuat. Keadaan mual dan muntah bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dalam kondisi tertentu misalnya karena adanya bau yang menyengat ataupun dalam perjalanan, kerena gangguan psikologis misalnya kecemasan ataupun ketakutan yang berlebihan, karena pernah diinduksi atau diberikan obat-obat tertentu misalnya obat kemoteraoi kanker, opioid, sehingga dapat menyebabkan mual dan muntah.Dalam terapi atau pengobatan penyakit seperti di atas dapat dilakukan dengan beberapa cara terapi, misalnya dengan terapi farmakologi ataupun dengan terapi non farmakologi.B. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :1. Bagaimana prevalensi dari diare, mual, dan muntah?2. Apa saja patafisiologi dari diare, mual, dan muntah?3. Bagaimana terapi atau pengobatan yang baik diberikan kepada penderita diare, mual, dan muntah?C. TujuanAdapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :1. Agar kita dapat mengetahui prevalensi dari diare, mual, dan muntah.2. Agar kita dapat mengetahui patafisiologi dari diare, mual, dan muntah.3. Agar kita dapat mengetahui terapi atau pengobatan yang baik untuk penderita diare, mual, dan muntah.

BAB IIPEMBAHASANA. DiareDiare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal. Frekuensi adan kosistensi BAB bervariasi dalam dan atara individu sebagai contih, beberapa individu defekasi tiga kali sehari , sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu (Sukandar, 2008)Diare merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada seorang dewasa setiap tahunnya mengalmi diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, dperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat dirumah sakit setiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi , kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare anak-anak atau usia lanjut usia, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju (Sudoyo, 2009).Pada umumnya diare dibedakan menjadi 2 yaitu diare akut dan kronik diare dianggap akut jika berlangsung selama 7 sampai 14 hari sedangkan kronik bias berlangsung selama 2 samapi 3 minggu (Isselbacher, 1999). Diare akut , Ada banyak kemungkinan penyebab diare akut, tetapi infeksi adalah penyebab paling umum. Diare infeksi terjadi karena kontaminasi makanan dan air melalui rute fecal-oral. Virus adalah penyebab dalam sebagian besar kasus. Kemungkinan tersangka virus termasuk Rotavirus, Norwalk, dan adenovirus. Pasien biasanya menunjukkan demam mendadak kelas rendah, muntah, dan tinja berair (Burns, 2008). Diare akut dapat pula disebabkan oleh obat-obat atau toksin yang termakan penggunaaan kemoterapi pemberaian kembali nutrisi enternal setelah puasa yang lama atau terjadi Facal Impaction (overflow diarrhea) atau situasi tertentu, seperti lari marathon. Disamping itu diare akut dapat menunjukan timbulnya penyakit yang kronik (Isselbacher, 1999). Ini terjadi tiba-tiba tetapi biasanya reda dalam waktu 2 sampai 3 hari (Burns, 2008). Pasien diare infekius yang akut secara khas ditemukan dengan gejala nausea, vomitus, nyeri abdomen, panas dan diare yang biasa encer mal absorptive atatu berdarah menurut penyebabnya. Pasien-pasien yang termakan toksin atau individu dengan infeksi toksigenik secara khas akan mengalami mual dan muntah sebagai gejala yang menonjol tanpa menderita panas yang tinggi. Nyeri abdomen yang terjadi bersifat ringan, difusi serta kram dan mengakibatkan diare cair. Parasite yang tidak menginasi mukosa intestinal seperti Giarda lamblia dan Cryptosporidium biasanya hanya menimbulkan perasaan tidak enak perut yang ringan. Bakteri invasif seperti campylobacter, Salmonella serta C. difficile serta organisme enterohemorhagik Esherichia coli menyebabkan inflamasi intestinal yang berat nyeri abdomendan sering pula demam yang tinggi. Kuman Yersenia sering menginfeksi ileum terminilis serta sekum dan ditemukan dengan nyeri serta nyeri tekanan pada abdomen kuadran kanan bawah yang sugestif kea rah apendisitis akut. Diare yang encer merupakn ciri khas organisme yang menginvasif epitel intestinal dengan inflamsi ringan seperti virus enteric atau organisme yang menempel tanpa merusak epitel tersebut, seperti kuman enteropatogenik atau enteroadheren E.coli, protozoa dan helmintes. Sebagian organisme seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella dan spesies Vibrio kedua memproduksi enterotoksin dan menginvasi mukosa intestinal; karena itu pasien yang menderita infeksi ini sering ditemukan dengan diare cair yang diikuti oleh diare berdarah dalam beberapa jam atau hari (Isselbacher, 1999).Diare Kronik. Diare yang menetap selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, baik konsisten atau intermitten, memerlukan evaluasi. Diare kronik dapat dikategorikan secara patogenesis sebagai diare inflamasi, diare osmotic (malabsorbsi), diare sekretori, gangguan motilitas usus dan diare faktisius (Isselbacher, 1999). Diare osmatik disebabkan oleh osmolaritas intralumen ususlebih tinggi dibandingkan osmolaritas serum. Hal ini terjadi pada intoleransi latosa, obat laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasida). Diare sekretori terjadinya sekresi intestinal yang berlebihan dan berkurangnya absorbsi menimbulkan diare cair dan banyak. Pada umumnya disebabkan oleh tumor endoskrin, malabsorbsi garam empedu laksatif katartik. Diare karena gangguan motilitas usus hal ini disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru karena terjadinya statis yang menimbulkan perkembangan berebihan bakteri interlumen usus. Penyebab klasik adalah irritable bowel syndrome. Diare inflamatorik disebabkan oleh factor inlamasi seperti Inflammatory Bowel Disease. Malabsorbsi pada umumnya disebabkan oleh penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik, defisiensi enzim pancreas dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Infeksi kronik seperti adanya infeksi G. lamblia (Sudayo, 2009).Terdapat 4 mekanisme patofisiologi yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare yaitu (Sukandar, 2008):1. Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida2. Perubahan motilitas usus 3. Peningkatan osmolaritas luminal4. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringanManifestasi klinik klinis diare dapat dijabarkan sebagai berikut (Sukandar, 2008):1. Diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Umumnya episode diare akut hilang dalam waktu 72 jam dari omset. Diare kronis melibatkan serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang2. Penderita diare akut umumnya mengeluhkan onset yang tidak terduga dari buang air yang encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri perut. Karateristik penyakit usus halus adalah terjadinya intermitten periumbilical atau nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut. Pada diare kronis ditemukan adanya penyakit sebelum penurunan berat badan dan nafsu makan3. Diare dapat disebabkan oleh beberapa senyawa termasuk antibiotik dan obat lain, sealin itu penyalahgunaan pencahar untuk menurunkan berat badan juga dapat menyebabkan diare.4. Pada diare, pemeriksaan fisik abdomen dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan borborgymi (bunyi pada lambung), pemeriksaan rektal dapat mendeteksi massa atau kemungkinan fecal impaction, penyebab utama diare pada usia lanjut.5. Pemeriksaan tugor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral berguna dalam memperkirakan status cairan tubuh cairan tubuh, jika terdapat hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi dehidrasi. Adanya demam mengindentifikasikan adanya infeksi.6. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan , terutama pada situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasit dan ova pada feses, darah, mukus dan lemak. Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas feses, pH dan elektrolit.Terapi yang dapat di berikan dengan 2 cara yaitu terapi non-farmakologi dan farmakologi. Terapi non-farmakologi Modifikasi makanan. Setelah situasi diare akut terjadi, pasien biasanya makan lebih sedikit karena mereka menjadi terfokus pada diare. Baik anak-anak dan orang dewasa harus berusaha untuk mempertahankan nutrisi dalam tubuh. Makanan tidak hanya menyediakan nutrisi, tetapi juga membantu menggantikan volume cairan yang hilang. Namun, makannan mungkin tidak cukup menggantikan volume cairan yang hilng akibat diare. Pasien dengan diare kronis mungkin dapat memakan makannan yang padat (misalnya, beras, pisang dan gandum)(Bruns, 2009).Cairan dan Elektrolit. Penggantian cairan bukan pengobatan untuk meringankan diare namun sebagai upaya untuk mengembalikan keseimbangan cairan. Di banyak bagian dunia di mana negara-negara yang sering dan parah terkena diare, penggantian cairan dilakukan dengan menggunakan larutan oral rehidrasi (oralit), campuran diukur dari air, garam, dan glukosa. Diare berat mungkin memerlukan penggunaan sediaan parenteral seperti Ringer Laktat untuk menggantikan kehilangan cairan besar dapat mengancam nyawa (Bruns, 2009).

Terapi FarmakologiTujuan dari terapi obat adalah untuk mengendalikan gejala, memungkinkan pasien untuk melanjutkan rutinitas seperti biasa sebanyak mungkin sambil menghindari komplikasi (Bruns, 2009). Menurut Buku Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach langkah terapi farmakologi yang dapat diberikan pada diare kronik dan akut yaitu (Dipiro, 2008) :

Menurut buku Pharmacotherapy principles and practice membagi langka terapi farmakologi yang dapat diberikan pada penderita sebagai berikut (Burns, 2009):OBATDOSISTIPE DIARE

AttapulgiteDewasa : 1200 mg-1500mg setelah BAB. Maksimal 9000 mgAkut dan kronis

Kalsium polycarbophylDewasa : 1000 mg 4 x sehari atau setelah BAB. Tidak melibihi 12 tablet/ hariAnak usia 6-12 tahun : 500 mg 3 x sehariAnak usia 3-6 tahun : 500 mg 3 x sehari

LoperamideDewasa : Dosis awal 4 mg dilanjutkan 2 mg setelah BAB. Maksimal 16 mg/hariAnak maksimal dosis : Usia 2-5 tahun : 3 mgUsia 6-8 tahun : 4 mgUsia 8-12 tahun : 6 mgAkut dan kronis

Diphenoxyl/ AtropinDewasa : Dosis awal 2 tablet (5 mg), dlanjutkan 1 tablet tiap 3-4 jam. Tidak melebihi 20 mg / 24 jamAnak 2-12 tahun : dibeikan secara oral 0,3-0,4 mg /kg per hari dosis terbagi. Tidak untuk anak dibawah usia 2 tahunAkut dan Kronik

Bismut SubsilkatDewasa : 30 ml atau 2 tablet diulangi tiap 30 menit sesuai kebutuhan maksimal 8 kali per hariAnak-anak : harus berkonsultasi dengan dokterDiare akut non-spesifik

Obat antiperistaltik (antimotiliti)Obat Antiperistaltic memperpanjang waktu transit di usus, sehingga mengurangi jumlah cairan yang hilang dalam buang air besar. Dua obat dalam kategori ini adalah loperamide HCl (tersedia dengan resep sebagai Imodium AD dan umum) dan diphenoxylate HCl dengan atropin sulfat (tersedia dengan resep sebagai Lomotil dan umum). Atropin disertakan hanya sebagai tujuan pencegah, ketika diambil dalam dosis besar, efek antikolinergik tidak menyenangkan atropin menghilangkan efek euforia diphenoxylate. Kedua loperamide dan diphenoxylate efektif dalam mengurangi gejala akut diare non-infeksi dan aman untuk sebagian besar pasien mengalami diare kronis. Jika keadaan pasien semakin memburuk hentikan pemakaian walaupun dalam terapi (Bruns, 2009). Obat AntisekretoriBismuth subsalicylate diperkirakan memiliki efek antisekresi dan antimikroba dan digunakan untuk mengobati diare akut. Meskipun sebagian besar melewati saluran pencernaan tidak berubah, bagian salisilat diserap di lambung dan usus kecil. Untuk alasan ini, subsalisilat tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang alergi terhadap salisilat, termasuk aspirin. Pasien yang memakai subsalisilat harus diberitahu bahwa mereka akan tinja berubah menjadi hitam (Burns, 2009)Octreotide adalah agen antisekresi yang telah digunakan untuk diare sekretori parah yang terkait dengan kanker kemoterapi, HIV, diabetes, reseksi lambung, dan tumor pencernaan. Hal ini diberikan sebagai subkutan atau injeksi bolus intravena pada dosis awal 500 mcg tiga kali sehari untuk menilai toleransi pasien terhadap efek samping gastrointestinal. Tingkat dua mingguan serum insulin-seperti faktor pertumbuhan-1 (IGF-1 atau somatomedin C) dapat digunakan sebagai panduan untuk titrasi dosis. Efek samping yang mungkin termasuk mual, kembung, nyeri di tempat suntikan, dan batu empedu (dengan terapi berkepanjangan) (Burns, 2009) Obat AntiinfeksiTerapi antibiotik empiris adalah pendekatan yang tepat untuk diare wisatawan. Pemberantasan mikroba kausal tergantung pada agen etiologi dan sensitivitas antibiotik. Sebagian besar kasus diare wisatawan dan masyarakat lainnya diperoleh hasil infeksi dari enterotoksigenik (ETEC) atau enteropathogenic (EPEC) Escherichia coli. Kultur tinja rutin tidak mengidentifikasi strain ini, pilihan antibiotik empiris utama meliputi fluoroquinolones seperti ciprofloxacin atau levofloksasin. Azitromisin mungkin pilihan yang layak bila resistensi fluorokuinolon ditemui (Burns, 2009).Meskipun sebagian besar kasus diare infeksi menyelesaikan dengan terapi, penggunaan antibiotik secara rutin dapat menyebabkan resistensi antimikroba. Pengobatan empiris harus dipertimbangkan untuk diare akut menular lainnya termasuk yang disebabkan oleh non-rumah sakit diperoleh organisme invasif seperti toksin Shiga yang menghasilkan Escherichia coli (STEC) O157, Campylobacter, Salmonella, Shigella dan organisme memproduksi sedang demam parah, tenesmus, dan berdarah tinja (Burns, 2009). ProbiotikProbiotik adalah suplemen diet yang mengandung bakteri yang dapat meningkatkan kesehatan dengan meningkatkan mikroflora normal dari saluran pencernaan saat melawan kolonisasi oleh patogen potensial. Probiotik dapat merangsang respon kekebalan tubuh dan menekan respon inflamasi. Yogurt dapat memberikan bantuan dari diare akibat intoleransi laktosa. Mendukung pencernaan laktosa karena bakteri yang digunakan untuk membuat yoghurt menghasilkan laktase dan mencerna laktosa sebelum mencapai usus besar. Lactobacillus acidophilus pada yogurt, keju cottage, dan susu acidophilus meningkatkan pencernaan laktosa dan dapat mencegah atau meringankan diare berhubungan dengan kekurangan laktosa dan asupan susu. Meskipun laktase bukanlah probiotik, tablet laktase juga dapat digunakan untuk mencegah diare pada pasien rentan (Burns, 2009).Interaksi obat yang terjadi untuk beberapa obat Diare (Baxter, 2008) : Loperamide + Co-trimoxazoleKotrimoksazol meningkatkan kadar plasma loperamide. Loperamide + ColestyramineSebuah laporan terisolasi, didukung oleh uji in vitro, menunjukkan bahwa efek loperamide dapat dikurangi dengan colestyramine Loperamide + Protease inhibitorsRitonavir meningkatkan kadar plasma loperamide. tipranavir,sendirian dan dikombinasikan dengan ritonavir, mengurangi ketersediaan hayatidan tingkat plasma loperamide dan metabolitnya. Tidak ada pusatefek samping opioid terlihat ketika loperamide diberikan denganritonavir saja, tipranavir sendiri, atau tipranavir / ritonavir.

B. Mual-MuntahMual biasanya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk muntah atau gejala yang dirasakan ditenggorokan atau daerah sekitar yang menandakan seorang merasa akan muntah. Sebaliknya, muntah didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung melalui mulut yang sering sekali membutuhkan dorongan yang sangat kuat (Sukandar, 2008).Riset terakhir menempatkan prevalensi mual dan muntah pasca operatif pada angka 20% sampai 30%. Prevalensi mual dan muntah yang tinggi dijumpai pada prosedur bedah tertentu yang melibatkan manipulasi atau distensi viserapengangkatan ovum dengan laparoskopi (54%), laparaskopi (35%), ekstrasi gigi (16%), dilatasi dan kuratase serviks dan uterus (12%) dan atroskopi lutut (22%) (Sudoyo, 2009).Mual dan muntah dapat disebabkan oleh banyak rangsangan seperti bepergian misalnya mabuk perjalanan, kehamilan, terpi obat, stress, infeksi lambung karena virus, terlalu banyak makan, keracunan makanan. Kejadian mual dan muntah itu sendiri tergantung pada tiap individu yang harus membutuhkan terapi yang minimal (Walsh, 1997).Muntah dipicu oleh adanya impuls afferent yang menuju pusat muntah, yang terletak di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti chemoreceptor trigger zone (CTZ), korteks serebral, serta visceral afferent dari faring dan saluran cerna. Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akan menghasilkan impuls efferent menuju pusat salivasi, pusat pernafasan, daerah saluran cerna, faring, dan otot otot perut yang semuanya bersinergi memicu proses muntah. Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa ketika muntah terjadi nafas tidak beraturan, terengah engah, berkeringat, perut berkontraksi, ataupun keluar saliva/air liur. CTZ merupakan daerah kemosensori utama pada proses emesis/muntah dan sering dipicu oleh senyawa senyawa kimia. Obat obat sitotoksik pun memicu emesis melalui mekanisme berinteraksi dengan CTZ. Beberapa neurotransmiter dan reseptor terdapat di pusat muntah, CTZ, dan saluran cerna, meliputi kolinergik, histaminik, dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin, serta benzodiazepin. Di sini juga terlihat bahwa adanya stimulasi pada satu ataupun beberapa reseptor ini akan memicu muntah. Itulah sebabnya, mekanisme kerja obat antiemetik akan berkutat dalam menghambat ataupun mengantagonis reseptor emetogenik tersebut (Walsh, 1997)..Penyebab muntah dibagi menjadi 3 fase yaitu (Walsh, 1997) :1. Nausea, merupakan sensasipsikis yang ditimbulkan akibat rangsangan pada organ-organ dalam, labirin, atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah.2. Reching, merupakan fase di mana terjadi gerak nafas pasmodik dengan glotis tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diagrafa sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.3. Emesis, terjadi bila retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma disertai penekanan mekanisme anti refluks. Pada fase ini piloros dan antrum berkontraksi, fundus dan eksofagus relaksasi, dan mulut terbuka.

Manifestasi klinik (Sukandar, 2008): Mual dan muntah dapat diklasifikasikan secara sedehana (simpel) dan kompleks. Kriteria sederhana berlaku pada keadaan mual/muntah yang dijabarkan dalam kriteria berikut: (1) muncul kadang-kadang dan dapat sembuh sendiri atau dengan penggunaan minimal metode atau obat antiemetik. (2) Pada pasien yang mengalami gangguan kesehatan ringan seperti ketidakseimbangan cairan elektrolit, nyeri, atau yang tidak patuh terhadap terapi. (3) Yang bukan disebabkan oleh pemberian atau penggunaan zat-zat yang berbahaya. Kondisi kompleks meliputi gejala yang tidak cukup diatasi oleh terapi tunggal antimetik, yang menyebabkan pasien mengalami kemunduran akibat ketidakseimbangan cairan elektrolit, nyeri, atau yang tidak patuh terhadap terapi, atau yang disebabkan oleh zat-zat berbahaya dan keadaan psikogenik. Mual dan muntah seringkali terjadi setelah operasi, perut, mata, telinga,, hidung, dan tenggorokan pada umunya berkaitan dengan kejadian mual dan muntah yang lebih sering dari pada penyebab lainnya. Perempuan mengalami kejadian mual dan muntah tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan pria dan tidak tergantung pada tipe operasi atau anastesi yang diberikan. Anak-anak cenderung mengalami mual dan muntah dua kali lipat disbanding orang dewasa. Faktor resiko lainnya yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya gejala setelah operasi meliputi pasien dengan kelebihan berat badan bertambahnya umur, riwayat muntah karena gerakan (motion sickness) atau sesudah pembedahan terapi obat seperti obat premerdikasi dan obat anastesi. Banyak wanita mengalami mual dan muntah selama masa kehamilan etiologi dari hyperemesis gravidarum tidak diketahui secara pasti.Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah dan seharusnya tanpa timbulnya efek samping atau efek yang tidak dikehendaki secara klinis (Sukandar, 2008):Terapi Non Farmakologi (Sukandar, 2008): Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan minuman dianjurkan menghindari masuknya makanan. Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai intervensi perilaku termasuk relaksasi biofeedback, self-hypnosis, distraksi kognitif dan desensitisasi sismatik. Muntah psikogenik mungkin diatasi dengan intervensi psikologik.Terapi Farmakologi Menurut Buku PHARMACOTHERAPY PRINCIPLES & PRACTICE terapi farmakologi dapat diberikan yaitu (Burns, 2009) :

Menurut buku ISO FARMAKOTERAPI terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu (Sukandar, 2008): Obat antiemetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk mengobati mual dan muntah. Untuk pasien dapat mematuhi pemberian dosis oral, obat yang sesuai dan efektif dapat dipilih tetapi karena beberapa pasien tidak dapat menggunakan obat oral, obat oral tidak sesuai. Pada pasien tersebut disarankan penggunaan obat secara rektal atau parenteral. Untuk sebagian besar kondisi dianjurkan antiemetic tunggal, tetapi bila pasien tidak memberikan respons dan pasien yang mendapat kemoterapi emetonik kuat biasanya dibutuhkan regimen multi obat. Terapi mual muntah simple biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat bebas atau resep berguna pada terapi ini pada dosis lazim efektif yang rendah. Penanganan mual-muntah kompleks membutuhkan terapi obat yang bekerja kuat, mungkin lebih dari satu obat emetik.ANTASID Antasid OTC tunggal atau kombinasi terutama yang mengandung magnesium hidroksida , aluminium hidroksida, dan atau kalsium karbonat, mungkin memberikan perbaikan yang cukup pada mual-muntah, terutama lewat penetralan asam lambung. Dosis umum adalah satu atau lebih dosis kecil antacid tunggal atau kombinasi.ANTIHISTAMIN, ANTIKOLINERGIK Antagonis H2 : Simetidin, famotidine, nizatidin, ranitidine, mungkin dapat digunakan pada dosis rendah untuk mual-muntah simpel yang berkaitan dengan heartburn. Antihistamin dan antikolinergik mungkin cocok untuk terapi simtomatis simpel. Reaksi yang tidak diinginkan termasuk mengantuk, bingung pandangan kabur, mulut kering retensi urin, pada orang tua mungkin takikardia.FENOTIAZIN Obat ini berguna untuk pasien dengan mual ringan atau yang mendapat kemoterapi ringan. Pemberian rektal lebih disarankan bila parenteral tidak praktis dan oral tidak dapat diterima. Pada beberapa pasien dosis rendah tidak efektif, sedangkan dosis tinggi fenotiazin mengkin menyebabkan resiko. Yang dapat terjadi : reaksi ekstrapiramidal, reaksi hipersensitivitas, disfungsi hati, aplasia sumsum tulang, dan sedasi berlebihan.KORTIKOSTEROID Kortikosteroid sukses untuk menangani mual-muntah karena kemoterapi dan setelah operasi dengan sedikit masalah. Reaksi yang tidak diinginkan : perubahan mood dari cemas sampai eforia, sakit kepala, rasa metal di mulut, perut tidak nyaman, dan hiperglikemia.METOKLOPRAMID Metoklopramis meningkatkan tonus sfingter esophagus, membantu pengosongan lambung dan meningkatkan perpindahan usus halus, kemungkinan lewat penglepasan asetilkolin. Karena egek samping (efek ekstrapiramidal) pemberian IV difenhidramin 25-50 mg harus diberikan pencegahan atau antisipasi efek tersebut.

RESEPTOR PENGHAMBAT SEROTONIN SELEKTIF/ SELECTIVE SEROTONIN RESEPTOR INHIBITOR (SSRI) Ondansetron, granisetron, dolasetron, palonosetron. Mekanisme kerja SSRI menghambat reseptor serotonin pre sinap di saraf sensoris vagus di saluran cerna.KEMOTERAPI MEMICU TERJADINYA MUAL DAN MUNTAH/ CHEMOTHERAPY INDUCED NAUSEA-VOMITING (CINV) (Sukandar, 2008): Potensi kemoterapi sebagai emetogenik menentukan pemilihan antiemetik atau pencegahan mual-muntah. Pasien yang menerima terapi regimen tingkat 2, dapat menggunakan deksametason 8-20 mg, IV atau oral sebagai pencegah mual-muntah. Proklorperazin 10 mg, IV atau oral juga dapat digunakan pada orang dewasa sebagai pilihan. Pasien anak atau dewasa yang menerima terapi tingkat 3-5, harus menggunakan kombinasi deksametason dan SSRI. Ondansetron dapat diberikan secara IV 30 menit sebelum kemoterapi. Harus digunakan dosis efektif terkecil 8-32 mg. terapi oral disarankan 8-24 mg, 30 menit sebelum kemoterapi. Pada dewasa dan anak di atas 2 tahun , granisetron dapat diberikan secara infus IV 10 mg/kgBB selama 5 menit, 30 menit sebelum diberikan kemoterapi, hanya pada pemberian kemoterapi. Pada dewasa dapat diberikan granisetron 1-2 mg per oral. Dolasetron dapat diberikan dalam dosis tunggal 1,8 mg/kg pada orang dewasa, atau dalam dosis tetap 100 mg IV dalam 30 detik, atau infus diencerkan 15 menit. Untuk anak umur 2-16 tahun dolasetron dapat diberikan dengan dosis sama. Aprepitan reseptor antagonis senyawa P/NK1, dikombinasi dengan SSRI dan kortikosteroid per oral (125 mg hari I, dan 80 mg hari ke 2 dan ke 3) menunjukkan efektifitas akut pada pengendalian mual-muntah akibat regimen dasar sisplatin dosis tinggi. Pilihan lain untuk mencegah mual-muntah sebelum kemoterapi adalah palonestron 0,25 mg IV selama 30 detik, 30 menit sebelum kemoterapi.BENZODIAZEPIN Benzodiazepin terutama lorazepam terapi alternative terbaik untuk mengantisipasi mual-muntah akibat kemoterapi. Dosis regimen satu dosis atau malam sebelum kemoterapi dan dosis ganda pada setiap terapi kemoterapi.Mual-Muntah Sesudah Operasi Dengan atau tanpa terapi antiemetic, metode non-farmakologi mengatur gerakan perhatian pada pemberian cairan, dan pengendalian nyeri, dapat efektif menurunkan emesis sesudah operasi. Antagonis serotonin selektif efektif untuk mencegah mual-muntah sesudah operasi tetapi biayanya lebih tinggi disbanding antiemetic lainnya.Mual-Muntah Akibat Radiasi Pasien yang menerima radiasi hemebodi atau radiasi dosis tinggi tunggal pada daerah perut atas, harus menerima tetapi profilaksis granisetron 2 mg atau ondansetron 8 mg.

Emesis Karena Gangguan Keseimbangan Emesis karena gangguan keseimbangan efektif di atasi oleh antihistamin-antikolinergik terutama skopolamin transdermal. Antihistamin atau antikolinergik nampaknya tidak cukup bermanfaat untuk motion sickness.Antiemetik Selama Kehamilan Obat yang umum digunakan adalah fenotiazin (proklorperazin, prometazin), antihistamin-antikolinergik (dimenhidrinat, dipenhidramin, meklizin, skopolamin), metoklopramid dan piridoksin. Efikasi antiemetik dipertanyakan sementara pengendalian cara lain seperti pengaturan cairan dan elektrolit, suplemen vitamin dan bantuan penurunan keluhan psikosomatik, lebih direkomendasikan. Pertimbangan teratogenik sangat diperhatikan, dan factor penentu pilihan obat. Dimenhidrinat, dipenhidramin, doksilamin, hidroksizin, dan meklizin adalh obat yang tidak teratogenik.Antiemetik untuk anak-anak Efektifitas dan efikasi regimen SSRI untuk antiemetic anak telah ditegakkan tapi dosis belum ditetapkan. Penanganan lebih ditekankan pada penggantian cairan tubuh dari terapi farmakologik.Interaksi Obat Mual-muntah (Baxter, 2008) : Antasida + Susu : Hiperkalsemia, alkalosis dan insufisiensi ginjal (sindrom susu-alkali) dapat berkembang pada pasien mengkonsumsi antasid dengan zat yang mengandung kalsium, termasuk produk susu. Senyawa Bismut + Reseptor antagonis H2 : Ranitidin mungkin menyebabkan peningkatan penyerapan bismut dari tripotassium dicitratobismuthate, tetapi tidak bismuth salisilat atau subnitrat bismut. Citimidin + Fenobarbital : fenobarbital dapat menurunkan nilai AUC citimidin meskipun ini mungkin tidak relevan. Sulfasazin + Citimizine : Cimetidine tidak berinteraksi dengan sulfasalazine.

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan1. DiareDiare adalah keadaan dimana intensitas buang air besar lebih banyak 2-3 kali dalam sehari. Secara umum diare dibagi menjadi 2, yaitu diare akut dan deiare kronik.Untuk terapi non-farmakologi dari diare yaitu modifikasi makanan dan mengkonsumsi cairan elektrolit untuk menghindari dehidrasi pada penderita. Dan untuk terapi farmakologi dapat diberikan obat antiperistaltik, obat antisekretorik, obat antiinfeksi, dan pribiotik.2. Mual-muntahMual keadaan seseorang yang ingin muntah, sedangkan muntah adalah pengeluaran isi lambung melalui mulut disertai adanya tekanan yang kuat.Untuk terapi non-farmakologi dari mual-muntah sebaiknya penderita menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan mual-muntah misalnya mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak. Dan untuk terapi farmakologi penderita diberikan obat golongan antasida dan golongan H2 reseptor antagonis, antihistamin, antikolinergik, fenotiazin, butiropenon, benzodiazepine, kortikosteroid, metoklopramid, cannabis dan antagonis serotonin, antagonis neurokinin-1.

B. Saran Sebaiknya teman-teman dan para membaca lebih mengetahui tentang penyakit diare, mual, dan muntah serta terapi-terapi yang dapat diberikan.

DAFTAR PUSTAKABaxter, K. 2008. Stockleys Drug Interactions. London and etc: Pharmaceutical Press

Burns-Chisolm, M.A, dkk. 2008. Pharmacotherapy Principles & Practice. New York and etc: Mc Graw Hill Medical.

Dipiro, T Joseph, dkk. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach seventh edition. New York and etc: Mc Graw Hill Medical.

Isselbacher. 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

Sudoyo, W. Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.

Sukandar, E.Y dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI.

Walsh, T.D. 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

LAMPIRANTERMINOLOGI Uremia adalah kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darah karena ginjal tidak bekerja secara efektif. Gejala-gejalanya termasuk mual, muntah, kehilangan nafsu makan, lemah, dan kebingungan mental. Gastroparesis adalah suatu bentuk neuropati yang mengarah pada perlambatan gerakan dan pencernaan makanan di lambung dan usus kecil. Masalah dalam pengosongan lambung ini dapat menyebabkan mual, muntah, dan kembung. Obstruksi adalah penyempitan dari dari saluran pencernaan yang menghalangi perlintasan normal bahan makanan atau limbah. Hepatitis akut adalah tahap awal infeksi virus hepatitis. Dalam HCV, hepatitis akut mengacu pada enam bulan pertama infeksi Ketoasidosis diabetik adalah suatu kondisi yang ditandai oleh ketositis (peningkatan kadar keton dalam darah) dan asidosis (keasaman darah meningkat). Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi diabetes yang terjadi ketika gula darah tidak cukup terkontrol. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gangguan psikiatrik adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis. Gangguan labirin adalah gangguan telinga bagian dalam yang menyebabkan pusing (vertigo), telinga berdenging (tinnisitus), gangguan pendengaran, dan perasaan penuh atau macet di telinga. Gangguan ini disebabkan oleh penumpukan cairan di kompartemen telinga bagian dalam yang disebut labirin. Obat antiemetik adalah obat untuk mencegah atau mengurangi mual dan muntah. Relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki. Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi. CTZ (Cemoreceptor trigger zone)

STUDI KASUSA. DiareKW, seorang penjaga penitipan anak 31 tahun, mengeluh mual, muntah, kram perut, dan tinja sering berair selama 2 hari terakhir. Dia juga menunjukkan bahwa hatinya berdebar" dan mulutnya sangat kering. Meskipun dia terlihat sakit, dia tidak mengalami demam.1. Apa kemungkinan bahwa diarenya adalah karena serangan mikroorganisme?2. Manakah dari gejala menunjukkan adanya dehidrasi?3. Diskusikan langkah-langkah pengobatan yang potensial untuk wanita ini.ASESSMENSubjektifNama: KWUmur: 31 tahunJK: PerempuanPekerjaan: Tempat penitipan anakObjektifTanda-tanda : BAB encer selama 2 hariGejala : Mual-muntah dan kram perutHipotesis : Diare AkutJawab1. Untuk mengetahui apakah mendapatkan serangan mikroorganisme, maka dilakukan pengujian terhadap feses dari penderita meliputi keberadaan darah dalam feses, pemeriksaan ova dan parasit dalam feses, dan mengembangbiakkan (kultur feses).2. Gejala yang menunjukkan dehidrasi yaitu mengalami mulut kering.3. Dalam menentukan terapi farmakologi pilihan utama golongan obat yang dipilih yaitu golongan adsorben, namun dilihat dari kasus yang dialami penderita kita bisa merekomendasikan golongan obat antisekretorik, contohnya Bismut subsalisilat karena penderita sudah mengalami kram perut. Jika ditinjau dari obatnya selain berefek sebagai antisekretorik ini juga bias sebagai antiinflamasi dan antibakteri. Apabila pasien positif mendapat infeksi dari mikroorganisme, kita dapat merekomendasikan obat antibakteri seperti ciprofloxacin atau levofxacin, namun apabila pasien telah resisten terhadap kedua obat tersebut, kita dapat merekomendasikan obat azitromisin.

B. Mual-MuntahSeorang wanita sehat 28 tahun meminta saran Anda. Dia akan berangkat pada Pelayaran 7 hari di Luat Karibia dan khawatir tentang mabuk. Dia baru saja mengalami mual dan muntah sementara di perahu layar di Danau Michigan pada sore hari. Dia tidak alergi obat. Dia tidak merokok dan hanya sesekali minum alkohol. Dia menggunakan kontrasepsi oral (etinil estradiol dan norgestimate) dan ibuprofen untuk sakit kepala sesekali.1. Apa pilihan non-farmakologi dan farmakologi yang tersedia untuk wanita ini?2. Apa efek samping yang akan Anda bicarakan dengan dia?

ASESSMENSubjektifNama: -Umur : 28 tahunPekerjaan : PelayarJK: PerempuanRiwayat kesehatan : Tidak merokok, sesekali minum minuman keras

ObjektifTanda-tanda : Mual dan muntahHipotesis : Mual Muntah sederhanaObat yang pernah dikonsumsi : Sesekali mengkonsumsi obat OAINS ibuprofen dan megkonsumsi obat kontasepsiJawab1. Terapi non-farmakologi yang diberikan yaitu untuk sementara menghindari makanan yang mempunyai bau yang tajam yang dapat memicu terjadinya mual ataupun muntah. Untuk terapi farmakologi kita dapat merekomendasikan obat-obat antiemetik bebas dan tanpa resep dokter seperti golongan antihistamin yang luas beredar di pasaran, contohnya Deminhidranat. Atau kita juga dapat merekomendasikan obat golongan antagonis H2 seperti Citimidine atau Ranitidine.2. Efek samping dari obat yang sering pasien minum seperti obat OAINS (ibuprofen) mempunyai efek samping dapat menggangu saluran cerna seperti mual, muntah, nyeri lambung, diare, konstipasi, dan pendarahan lambung. Sedangkan pil kontrasepsi mempunyai efek samping yaitu mual dan muntah.

Tugas Farmakoterapi

MAKALAHDIARE, MUAL DAN MUNTAH

KELOMPOK I1. ZULKIFLI SAPUTRA150 2010 0052. FIRMANSYAH150 2010 0083. RAFSYANNARULLAH SAERE150 2010 012

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2013