makalah ca nasofaring

49
Karsinoma nasofaring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas , dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama ( KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. 1,2 Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012 1

Upload: nita-pratiwi

Post on 19-Jan-2016

199 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

CA NASOFARING

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di

antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar

tumor ganas , dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,

tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat

pertama ( KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti

tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,

hipofaring dalam persentase rendah).

Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data

patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair  Surabaya (1973 – 1976)

diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127

kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada

tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7

per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.1,2

Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah,

hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring

yang tersembunyi,dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yg bukan ahli sehingga diagnosis

sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Dengan

makin terlambatnya diagnosis maka prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) semakin buruk.

Dengan melihat hal tersebut, diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat

berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring

ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami

melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

1

Page 2: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi karsinima nasofaring ?

1.2.2 Etiologi dari karsinoma nasofaring ?

1.2.3 Anatomi dan fisiologi nasofaing ?

1.2.4 Tanda dan gejala karsinoma nasofaring ?

1.2.5 Patofisiologi karsinoma nasofaring ?

1.2.6 Woc pada karsinoma nasofaring ?

1.2.7 Pemeriksaan penunjang pada karsinoma nasofaring?

1.2.8 Penatalaksanaan karsinoma nasofaring?

1.2.9 Proknosis pada karsinoma nasofaring ?

1.2.10 Komplikasi karsinoma nasofaring ?

1.2.11 Asuhan keperawatan pada karsinoma nasofaring?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian karsinoma nasofaring

1.3.2 Untuk mengetahui etiologi karsinoma nasofaring

1.3.3 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nasofaring

1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala karsinoma nasofaring

1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi karsinoma nasofaring

1.3.6 Untuk mengetahui woc dari karsinoma nasofaring

1.3.7 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada karsinoma nasofaring

1.3.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari karsinoma nasofaring

1.3.9 Untuk mengetahui proknosis dari karsinoma nasofaring

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

2

Page 3: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

1.3.10 Untuk mengeahui komplikasi karsinoma nasofaring

1.3.11 Untuk mengetahui asuhan keperawatan karsinoma nasofaring

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian karsinoma nasofaring

Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang

cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.2

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral

yang secara anatomi termasuk bagian faring.

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis

ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini

merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia.

Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas

hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,

hipofaring dalam prosentase rendah.

Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu

penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah

India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga

merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

2.2 Etiologi carsinoma nasofaring

Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 dan

apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor

genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-

beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

3

Page 4: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi KNF

meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya.

Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup

tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura,

dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah

utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai

angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnlah. Salah satunya yang menarik adalah

penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan

Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco

Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring

(KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri

atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa

menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini

dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat

penurunan yang bermakna dalam hal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok

migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih

mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena

pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap

sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa

penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan

(diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai

makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang

diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi

hewan percobaan.

Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF non keratinisasi

telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang

peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG

terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan tingginya

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

4

Page 5: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan

lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi

penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses

keganasan.

Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF)

jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan

virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada

peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan merokok, secara umum resiko terhadap KNF

pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). ditemukan juga

bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong merupakan hasil dari

mengurangi frekuensi merokok. Adanya hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan

terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada

mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-

style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan lamanya mereka

mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan

sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.

Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien

KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina selatan, satu

keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita tumor

ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita

keganasan organ lain.

Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu

kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami

(Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat antara

terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beberapa tanaman dan bahan CHB dapat

menginduksi aktivasi dari virus EBV yg laten. Seperti pada TPA (Tetradecanoylyphorbol

Acetate) yaitu substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika dikombinasi dengan N-Butyrate yang

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

5

Page 6: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesis

antigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi cell-mediated immunity dari EBV dan

mempromosikan pembentukan KNF (genesis).

2.3 Anatomi fisiologi nasofaring

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral.

Batas-batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus

basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal

dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring.4

Batas nasofaring:

Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia

Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat

subjektif karena tergantung dari palatum durum.

Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.

Posterior : - vertebra cervicalis I dan II

- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas

Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

- Muara tuba eustachii

- Fossa rosenmulleri

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal

inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius

terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan

dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

6

Page 7: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba

eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.4

Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina

faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung

jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan

kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor

ke intrakranial.

Gambar 1 Anatomi nasofaring

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

7

Page 8: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Gambar 2 Fossa of Rosenmuller

Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena

dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan

tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah,

mengucapkan kata-kata tertentu.

Struktur penting yang ada di Nasopharing

1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva

2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena cartilago tuba auditiva

3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena musculus levator veli palatini.

4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

8

Page 9: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari

musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba

auditiva terutama ketika menguap atau menelan.

6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi

Karsinoma Nasofaring.

7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada

pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.

8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing

karena musculus sphincterpalatopharing

10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

Gambar 3 Nasofaring

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

9

Page 10: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Fungsi nasofaring :

Sebagai jalan udara pada respirasi

Jalan udara ke tuba eustachii

Resonator

Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

2.4 Tanda dan gejala karsinoma nasofaring

Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk

fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi

lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung

atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat

mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung

pada daerah yang terkena1,2. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar

10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala

yang paling sering dijumpai5,13. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip

dengan infeksi saluran nafas atas.

Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi

karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa

Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap

nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh

sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus

yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat

muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging

kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral, dan

merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-

ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring6,17.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

10

Page 11: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada

umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke

organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal.

Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena

pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjar leher. Tumor yang meluas ke rongga

tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf

otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen)

dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada

syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik

lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat

timbul karena peningkatan tekanan intrakranial. Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah

bening mengakibatkan timbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping

( limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus

kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan.

Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang

dikeluhkan oleh pasien.

Gejala nasofaring yang pokok adalah :

1. Gejala Telinga

Oklusi Tuba Eustachius

Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat

menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan

mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini

merupakan tanda awal pada KNF.

Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.

Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan

tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

11

Page 12: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

2. Gejala Hidung

Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya

rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah

tersebut pecah.

Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam

nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.

Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma Nasofaring, karena

dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi

tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya

penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.

3. Gejala Mata

Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)

akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan

gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan

kebutaan.

4. Tumor sign :

Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau

metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

5. Cranial sign :

Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis.

Gejalanya antara lain :

Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara

hematogen.

Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

12

Page 13: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Kesukaran pada waktu menelan

Afoni

Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X,

N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

o Lidah

o Palatum

o Faring atau laring

o M. sternocleidomastoideus

o M. trapezeus 14,15

Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi

dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral

dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan

bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.

2.5 Patofisiologi karsinoma nasofaring

Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat

dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang

terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi

dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan

sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah

protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif

dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang 

menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi

differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel

kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

           

Penggolongan Ca Nasofaring :

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

13

Page 14: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

1.  T1             : Kanker terbatas di rongga nasofaring.

1.  T2            : Kanker menginfiltrasi kavum  nasal, orofaring atau di celah

parafaring  di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan

margo posterior  garis tengah foramen  magnum os oksipital ).

2. T3            : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis

kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial

kelompok anterior atau posterior.

3. T4            : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau

kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.

4. N0            : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .

5. N1            : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.

6. N2            : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .

7. N3            : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm

8. M0           : Tak ada metastasis jauh.

9. M1           : Ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :

1.  Stadium I             : T1N0M0

2. Stadium II             : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0

3. Stadium III           : T3N0 -  2M0, T0 – 3N2M0

4. Stadium IVa          : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0

5. Stadium IVb         :T apapun, N Apapun, M1

2.6 woc karsinoma nasofaring

TERLAMPIR

2.7 Pemeriksaan penunjang

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

14

Page 15: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, limfadenopati

leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain

harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.

2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan

arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.

3. Pemeriksaan saraf kranial

Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu

persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah  dan lidah kadang perlu

diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif

4. Pemeriksaan serologi virus EB

Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA,

EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan

perubahan antibodi tersebut.  Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap

memilki resiko tinggi kanker nasofaring :

1.  Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80

2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator

tersebut positif.

3. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi

kontinyu atau terus meningkat.

Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop

elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb

dapat menunjukkan reaksi positif  4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.

Diagnosis pencitraan.

1.  Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

15

Page 16: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target terapi,

merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaa

tingkat lanjut.

2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat

serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada

CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga

dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara

fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .

3. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan

metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih

dini 4-6 bulan  dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya

tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area defek

radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun tidak spesifik .

maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat

penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang,

pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.

4. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia molukelar

metabolik in vivo. Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari zat kontras

18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat gambar PET-

CT . itu memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter  klinisi, membantu

penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi radioterapi,

sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan normal berkurang.

Diagnosis histologi

Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer

nasofaring untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis

histologi yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik

pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

16

Page 17: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

2.8 Penatalaksanaan karsinoma nasofaring

a. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila

ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi

leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah

penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan

serologik), pemberian tetrasiklin, factor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan

antivirus.

b.  Kemoterapi

      

Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemo radio

terapi konkomitan. Formula kemoterapi  yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ),

kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.

DDP            : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan

hidrasi 3 hari )

5FU             : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.

Ulangi setiap 21 hari atau:

Karboplatin  : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.

5FU             : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.

c.  Terapi Biologis

       Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.

d.  Terapi Herbal TCM

      

Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radio kemoterapi , Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

17

Page 18: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu

yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi

sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini

masih dalam penelitian lebih lanjut.

1.  Terapi Rehabiltatif

Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi.

Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas

hidupnya.

1.  Rehabilitas Psikis

Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa penyakitnya berpeluang untuk

disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.

1. Rehabilitas Fisik

Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan

fisiknya menurun, mudah letih, daya inga t menurun. Harus memperhatikan suplementasi

nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat

secara bertahap.

1. Pembedahan

     Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :

1.  Rasidif local nasofaring pasca radioterapi , lesi relative terlokalisasi.

2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring

1. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.

2. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa

grade I, II, adenokarsinoma.

3. Komplikasi radiasi.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

18

Page 19: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Dapat dilakukan vaksinasi (dalam percobaan), migrasi penduduk mengubah kebiasaan

hiup yang salah, dan bebagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan factor penyebab.

Pencegahan dini, kepedulian utama, termasuk hidrasi yang cukup, obat penghilang

sakit, antipyretics, dan istirahat cukup. Istirahat di tempat tidur harus dipaksa, dan pasien perlu

membatasi aktivitas. Kortikosteroid-kortikosteroid, acyclovir, dan obat anti alergi tidak

direkomendasikan untuk perawatan yang rutin terhadap penyakit radang yang cepat menular,

meski kortikosteroid-kortikosteroid bermanfaat bagi pasien-pasien yang berkompromi terhadap

pernapasan atau edema berhubungan dengan rongga tenggorokan yang sudah parah. Pasien-

pasien dengan penyakit radang yang cepat menyebar harus berolahraga sedikitnya empat minggu

setelah timbulnya gejala. Kelelahan, penyakit kejang urat, dan istirahat yang cukup harus tetap

berlaku untuk beberapa bulan-bulan setelah infeksi akut berakhir.

2.9 Proknosis dari karsinoma nasofaring

Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel skuamosa) memiliki

prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini

terjadi karena pada karsinoma nasofaring tipe 1, mestastasis lebih mudah terjadi. Secara

keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa

faktor, seperti :

Stadium yang lebih lanjut.

Usia lebih dari 40 tahun

Laki-laki dari pada perempuan

Ras Cina dari pada ras kulit putih

Adanya pembesaran kelenjar leher

Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

19

Page 20: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

Adanya metastasis jauh12,16

2.10 Komplikasi pada karsinoma nasofaring

Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang selalu

terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis yang bermanifestasi

dalam bentuk :

1. Petrosphenoid sindrom

Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus

kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan

kelainan :

Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri pada

wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas

pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.

Ptosis palpebra ( N. III )

Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )20

2. Retroparidean sindrom

Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke

sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan

retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N.

XI, N. XII dengan manifestasi gejala :

N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta

gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

20

Page 21: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai

gangguan respirasi dan saliva

N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum

mole

N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura

palpebralis, onoftalmus dan miosis.

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ

tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini

merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa

karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-

masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. 

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

21

Page 22: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

BAB III

Asuhan keperawatan karsinoma nasofaring

3.1 Pengkajian

a. Identitas/ biodata klien

1. Nama                                         

2. Tempat tanggal lahir                 

3. Umur                                         

4. Jenis Kelamin                            

5. Agama                                       

6. Warga Negara                           

7. Bahasa yang digunakan                        

Penanggung Jawab            

1. Nama                                         

2. Alamat

3. Hubungan dengan klien           

b. Keluhan Utama

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

22

Page 23: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

            Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa

lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu     

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

g. Keadaan Lingkungan

3.2 Observasi

Keadaan Umum

1. Suhu 

2. Nadi  

3. Tekanan Darah         

4. RR    

5. BB    

6. Tinggi badan 

Pemeriksaan Persistem

B1 (breathing)                 : RR meningkat, sesak nafas, produksi sekret meningkat.

B2 (blood)                         : normal

B3 (brain)                         : Pusing, nyeri, gangguan sensori

B4 (bladder)                      : Normal

B5 (bowel)                        : Disfgia, Nafsu makan turun, BB turun

B6 (bone)                          : Normal

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan

2. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

23

Page 24: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan

pemasukan nutrisi..

4. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun

5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi

informasi, ketidak familiernya sumber informasi.

6. Resiko Aspirasi b/d inefektif reflek menelan

7. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan

Setelah dilakukan askep .... jam status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas  dengan Kriteria :

      Tidak ada panas      Cemas tidak ada      Obstruksi tidak ada       Respirasi dalam batas

normal 16-20x/mnt      Pengeluaran sputum

dari jalan nafas      paru bersih

Airway Management/Manajemen jalan nafas

      Bebaskan jalan nafas.      Posisikan klien untuk

memaksimalkan ventilasi      Identifikasi apakah klien

membutuhkan insertion airway      Jika perlu, lakukan terapi fisik

(dada)      Auskultasi suara nafas, catat

daerah yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi

      Berikan bronkhodilator, jika perlu

      Atur pemberian O2, jika perlu      Atur intake cairan agar seimbang      Atur posisi untuk mengurangi

dyspnea      Monitor status pernafasan dan

oksigenasi

Airway Suctioning/Suction jalan nafas

      Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning

      Lakukan suction pada

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

24

Page 25: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu

2 Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukkan tingkat kenyamanan dan level nyeri: klien terkontrol dg KH:

      Klien melaporkan nyeri berkurang skala nyeri 2-3

      Ekspresi wajah tenang, klien mampu istirahat dan tidur

      V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt)

Manajemen nyeri :      Kaji tingkat nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

      Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

      Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

      Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

      Kurangi faktor presipitasi nyeri.      Pilih dan lakukan penanganan

nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

      Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

      Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

      Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

      Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

      Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :      Cek program pemberian

analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

      Cek riwayat alergi..      Tentukan analgetik pilihan, rute

pemberian dan dosis optimal.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

25

Page 26: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

      Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

      Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

      Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in adekuat, faktor biologis

Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukanstatus nutrisi adekuatdibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi      kaji pola makan klien      Kaji adanya alergi makanan.      Kaji makanan yang disukai oleh

klien.      Kolaborasi dg ahli gizi untuk

penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

      Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

      Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

      Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi      Monitor BB setiap hari jika

memungkinkan.      Monitor respon klien terhadap

situasi yang mengharuskan klien makan.

      Monitor lingkungan selama makan.

      Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

      Monitor adanya mual muntah.      Monitor adanya gangguan dalam

proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

      Monitor intake nutrisi dan kalori.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

26

Page 27: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

4 Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …… jam tidak terdapatfaktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000), 

Konrol infeksi :      Bersihkan lingkungan setelah

dipakai pasien lain.      Batasi pengunjung bila perlu.      Intruksikan kepada keluarga

untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

      Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

      Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

      Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

      Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

      Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

      Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

      berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi      Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal.      Monitor hitung granulosit dan

WBC.      Monitor kerentanan terhadap

infeksi..      Pertahankan teknik aseptik untuk

setiap tindakan.      Inspeksi kulit dan mebran

mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

      Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

      Ambil kultur jika perlu      Dorong istirahat yang cukup.      Monitor perubahan tingkat

energi.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

27

Page 28: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

      Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

      Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

      Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

      Laporkan kecurigaan infeksi.      Laporkan jika kultur positif.

5 Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep ........ jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

      Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali penjelasan yang telah dijelaskan

      Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan.

Teaching : Dissease Process      Kaji  tingkat pengetahuan klien

dan keluarga tentang proses penyakit

      Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

      Sediakan informasi tentang kondisi klien

      Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

      Sediakan informasi tentang diagnosa klien

      Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

      Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

      Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

      Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

      Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

      Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

      Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

28

Page 29: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

      Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

      kolaborasi dg  tim yang lain.6 Risiko aspirasi b/d

inefektifnya reflek menelan

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terjadi aspirasi / Aspiration tercontrolKriteria Hasil :

      Dapat bernafas dengan mudah dan frekuensi normal (16-20x/mnt).

      Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampu melakukan oral hygien, serta posisi tegak selama M/M

      Menghindari factor risiko

      Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal

Aspiration precaution      Monitor tingkat kesadaran, reflek

batuk dan kemampuan menelan      Monitor status paru      Pelihara jalan nafas      Monitor v/s      Lakukan suction jika diperlukan      Cek nasogastrik sebelum makan      Hindari makan kalau residu

masih banyak      Potong makanan kecil kecil      Haluskan obat sebelum

pemberian      Naikkan kepala 30-45 derajat

pada saat dan setelah  makan      Jika pasien menunjukkan gejala

mual muntah, posisikan klien miring.

      Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan waktu cukup untuk mengunyah / menelan

7 Defisit self care b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diriSelf care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :

   Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

   Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri      Monitor kemampuan pasien

terhadap perawatan diri      Monitor kebutuhan akan personal

hygiene, berpakaian, toileting dan makan

      Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

      Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

      Evaluasi kemampuan klien dalam

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

29

Page 30: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

memenuhi kebutuhan sehari-hari.      Berikan reinforcement atas usaha

yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

8 Harga diri rendah b/d perubahan gaya hidup

Setelah dilakukan askep ….  jam klien menerima keadaan dirinya Dg KH:

      Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri

      Menjaga postur yang terbuka

      Menjaga kontak mata      Komunikasi terbuka      Secara seimbang dapat

berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok

      Menerima kritik yang konstruktif

      Menggambarkan kebanggaan terhadap diri

Peningkatan harga diri  Monitor pernyataan pasien

tentang harga diri  Anjurkan pasien utuk

mengidentifikasi kekuatan  Anjurkan kontak mata jika

berkomunikasi dengan orang lain  Bantu pasien mengidentifikasi

respon positif dari orang lain.  Berikan pengalaman yang

meningkatkan otonomi pasien.  Fasilitasi lingkungan dan aktivitas

meningkatkan harga diri.  Monitor frekuensi pasien

mengucapkan negatif pada diri sendiri.

  Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya

  Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif  terhadap dirinya

   Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi

   Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.

   Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.

   Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.

   Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri

   Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

30

Page 31: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

   Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan

  Monitor tingkat harga diri

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan

menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh.

Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu

(1)Adanya infeksi EBV,

(2) Faktor lingkungan

(3) Genetik

Karsinoma nasofaring banyak ditemukan pada ras mongoloid, termasuk di Indonesia

4.2 Saran

Deteksi awal yang cermat terhadap gejala karsinoma nasofaring sangatlah diperlukan

walaupun sulit, karena seringkalai penderita KNF terdeteksi pada stadium lanjut.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

31

Page 32: MAKALAH CA Nasofaring

Karsinoma nasofaring

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta

Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012

32