ca nasofaring internet

33
KARSINOMA NASOFARING A. Sinomin Karsinoma nasofaring mempunyai beberapa persamaan kata antara lain : malignant nasopharyngeal tumors, nasopharyngeal carcinoma, NPC, nasopharyngeal kanker, NPC, kanker kepala dan leher, head and neck carsinoma 1 . B. Insedensi Karsinoma nasofaring merupakan jenis keganasan yang sering terjadi di Asia Tenggara. Di beberapa wilayah seperti Cina selatan, Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Taiwan, tingkat kejadian dilaporkan bervariasi dari 10-53 kasus tiap 100.000 orang per tahun. Angka kejadian juga tinggi di antara orang Eskimo di Alaska dan Greenland dan di orang Tunisia, berkisar dari 15- 20 kasus tiap 100.000 orang per tahun. Walaupun Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang relatif jarang di negara Barat (<1 kasus per 100.000), tetapi merupakan masalah kesehatan yang cukup berarti di daerah Amerika Serikat di mana terdapat penduduk orang Asia dakam jumlah besar. Tingkat kejadian bagi orang

Upload: aji-nadhya-yasmin

Post on 29-Jun-2015

275 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ca Nasofaring internet

KARSINOMA NASOFARING

A. Sinomin

Karsinoma nasofaring mempunyai beberapa persamaan kata antara lain :

malignant nasopharyngeal tumors, nasopharyngeal carcinoma, NPC,

nasopharyngeal kanker, NPC, kanker kepala dan leher, head and neck

carsinoma1.

B. Insedensi

Karsinoma nasofaring merupakan jenis keganasan yang sering terjadi di

Asia Tenggara. Di beberapa wilayah seperti Cina selatan, Hong Kong, Singapura,

Malaysia, dan Taiwan, tingkat kejadian dilaporkan bervariasi dari 10-53 kasus

tiap 100.000 orang per tahun. Angka kejadian juga tinggi di antara orang Eskimo

di Alaska dan Greenland dan di orang Tunisia, berkisar dari 15-20 kasus tiap

100.000 orang per tahun. Walaupun Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang

relatif jarang di negara Barat (<1 kasus per 100.000), tetapi merupakan masalah

kesehatan yang cukup berarti di daerah Amerika Serikat di mana terdapat

penduduk orang Asia dakam jumlah besar. Tingkat kejadian bagi orang Asia di

Amerika Serikat adalah 3,0-4,2 kasus tiap 100.000 orang1.

C. Etiologi

Etiologi Karsinoma nasofaring masih belum jelas, secara umum, karsinoma

nasofaring diperkirakan merupakan hasil penggabungan antara pengaruh infeksi

dengan virus Epstein-Barr (EBV), genetik maupun faktor lingkungan seperti

karsinogen. Bukti dari terlibatnya faktor genetik adalah ditemukannya pada

kelompok penderita karsinoma nasofaring dengan genotipe HLA-A2 dan HLA-

Bsin2 yang lazim terdapat pada ras dari Cina selatan tetapi jarang ditemukan pada

Page 2: Ca Nasofaring internet

ras kulit putih. Selanjutnya, kelainan multipel kromosom lainnya yang sudah

dikenali, termasuk 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 22, dan X1.

Faktor lingkungan atau kebudayaan yang mungkin dihubungkan dengan

karsinoma nasofaring diantaranya termasuk konsumsi ikan asin dan makanan

diawetkan berisi karsinogenik nitrosamines, khususnya konsumsi saat masa kecil.

Bukti keterlibatan EBV-DNA dengan ditemukan di hampir seluruh sel karsinoma

nasofaring yang dipelajari ditemukan EBV. Deteksi dari clonal EBV-DNA

memberikan bahwa keganasan clonal merupakan perluasan satu sel induk yang

ditulari oleh EBV. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa EBV hadir dalam sel

pada saat transformasi sehingga menjadi ganas dan memberi perintah untuk virus

dalam membantu menghasilkan peristiwa transformasi awal1.

Kontribusi baik faktor genetik dan faktor lingkungan untuk penyakit ini

dicerminkan pada pengamatan bahwa timbulnya karsinoma nasofaring bagi

individu yang kelahiran Amerika, generasi kedua dari orang cina lebih rendah

tingkat kejadiannya daripada dari individu cina yang kelahiran Cina, tetapi tetap

lebih tinggi daripada individu kulit putih di Amerika Serikat1.

D. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang meningkatkan resiko terserang suatu penyakit kanker

nasofaring yaitu :

- Perokok

- Pengkonsumsi alkohol

- Pengguna marijuana

- Diet tinggi konsumsi ikan asin, daging asap, daging bebek, sosis serta

makanan dengan tinggi kandungan N-nitrosamin4

- Orang China tenggara dan Hongkong

- Orang yang terinfeksi malaria5

- Orang yang terpapar EBV

Page 3: Ca Nasofaring internet

- Laki-laki 2x lebih berisiko daripada wanita2

E. Klinis

Walaupun dilaporkan karsinoma nasofaring ditemukan di semua kelompok

umur, tingkat kejadian tertinggi timbulnya terjadi di individu berumur 30-60

tahun. Karsinoma nasofaring sebagian besar di temukan pada pria, dengan

perbandingan antara pria dan wanita rasio 3:1. Secara klinis, Karsinoma

nasofaring mempunyai sedikit tanda gejala awal, hal tersebut menyebabkan

diagnosa sering terlambat. Gejala awal non spesifik termasuk rasa tersumbat di

hidung, dahak diselubungi dengan darah, tinnitus, sakit kepala, sulit membuka

mulut, sakit pada tenggorok yang menetap, rasa penuh telinga, nyeri dan telinga

berdengung, kehilangan pendengaran konduksi unilateral dari serous otitis media

akut atau otitis media berulang, penurunan berat badan yang tidak jelas

penyebabnya. Pada kasus dengan tingkatan menengah, tumor bisa menyerang

pangkal tengkorak dan penyebaran intrakranial lewat satu atau banyak foramina.

Bukti keterlibatan nervus kraniales (III-VI), termasuk diplopia dan rasa tebal

muka1,2.

Banyaknya pembuluh kapiler darah daerah limphatik di nasofaring

membantu penyebaran dengan prevalensi metastasis tinggi. Kira-kira 44-57%

pasien awalnya pergi kedokteran karena keluhan metastatis pada kelenjar getah

bening yang banyak timbul di leher. Pada saat diagnosa, 60-85% pasien sudah

mempunyai cervikal metastasis. Penyebaran sistemik juga terjadi lebih mudah

pada karsinoma nasofaring daripada jenis kanker kepala dan leher yang lain.

Paling sering metastase melibatkan daerah tulang, paru-paru, dan hati. Metastases

jauh didapatkan di 5-10% pasien pada pertemuan pertama6,7

F. Anatomi nasofaring

Nasofaring didefinisikan sebagai rongga yang pada bagian anteriornya

dibatasi oleh choane posterior, bagian posterior dibatasi oleh clivus dan vertebra

Page 4: Ca Nasofaring internet

cervicalis 1-2, superior dibatasi oleh lantai dari os sphenoid, dan inferior dibatasi

oleh tingkat batas bebas dari palatum mole. Nasofaring terbagi menjadi 3 bagian

yaitu: dinding posterosuperior, dinding lateral, dan permukaan dari

posterosuperior palatum mole. Torus tubarius merupakan tempat terbuka dari tuba

Eustachi ke dalam dari lateral dinding nasofaring. Fossa Rosenmuller adalah

celah atau tempat tersembunyi di belakang torus, yang sebagai penghubung antara

dinding lateral dan posterior. Karsinoma nasofaring paling sering terjadi pada

daerah ini2.

Medical Illustrations

Posterior dan lateral dinding nasopharyngeal terdiri dari 3 lapisan tissue.

Mucosa epithelium nasofaring adalah kompleks, terdiri sebagian besar

pseudostratified columnar ciliated epithelium dekat choanae dan bagian

berdampingan atap nasofaring, trantitional epithelium di atap dan dinding lateral,

dan epithelium squamous berlapis sepanjang bagian posterior dan bagian-bagian

lebih rendah nasofaring. Otot konstriktor superior dan buccopharyngeal fascia

melingkungi mucosa. Secara superior, buccopharyngeal fascia bersatu dengan

pharyngobasilar fascia, yang lekat pada alas tengkorak1.

Page 5: Ca Nasofaring internet

Buccopharyngeal fascia berjalan posterolateral dari pinggir bebas yang

ditengah-tengah pterygoid plate ke batas bagian samping arteri karotis. Fascia ini

memisahkan nasofaring dari parapharyngeal (paranasopharyngeal) space1.

Garis yang menghubungkan pinggir bebas yang ditengah-tengah pterygoid

plate posterolaterally ke styloid pembagi proses paranasopharyngeal space ke

anterior prestyloid space dan retrostyloid space (berisi sarung karotis dan nervus

craniales) di belakang. Paranasopharyngeal space diikat anterior oleh

pterygomandibular raphe, yang berhubungan dengan lateral pterygoid plate ke

mandibula. Retropharyngeal space berisi kelenjar getah bening retropharyngeal

dan kelenjar Rouviere. Space ini ditemukan posterior buccopharyngeal fascia dan

anterior prevertebral fascia; oleh karena itu, lesi yang berjalan melewati

buccopharyngeal fascia posterior melibatkan retropharyngeal space, sedangkan

luka yang berjalan menyamping di sisi yang lain ini fascia menjangkau

parapharyngeal space1.

Nasofaring adalah bidang yang sulit secara anatomis untuk dilakukan

pembedahan membuka. Bidang ini tertutup serta berdekatan kepada beberapa

foramina dan menghubungkan vital neurovascular struktur. Ini termasuk foramen

ovale, foramen spinosum, foramen lacerum, kanal karotis, dan foramen jugularis1.

Leher

Ho semula menggambarkan supraclavicular fossa sebagai daerah segi tiga

ditegaskan oleh 3 point: end sternal dari clavicula, lateral end os clavicula, dan

titik di mana leher bertemu bahu. Bidang ini secara klinis punya arti penting, pada

daerah tersebut banyak terlibat ialah, lesi N3 dan, oleh karena itu, stadium IV

kanker1.

G. Lab Studies

Banyak studi sudah menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring secara

bermakna berhubungan dengan EBV. Seroepidemiologik sudah memperlihatkan

Page 6: Ca Nasofaring internet

bahwa 80-90% pasien dengan World Health Organization (WHO) tipe 2 NPC dan

WHO tipe 3 NPC telah meningkatkan kadar immunoglobulin (IgA) antibodi

untuk virus capsid antigen (VCA) dan early antigen (EA). Tetapi, hanya 10-20%

pasien dengan WHO tipe 1 NPC telah meningkatkan kadar IgA antibodi untuk

VCA. Peningkatan titer EBV juga mungkin dihubungkan dengan entensitas

penyakit lain, seperti sinonasal undefferentiated carcinoma (SNUC), sinonasal

lymphoma, dan kanker lidah1.

Table 1. Prediksi nilai dari Ebstain Barr Virus Serologi kombinasi

IgA

Antibody to

EA

IgA Antibody

to VCA

Probability of

NPC

+ + 100%

+ — 100%

— — 5.5%

— + 37.8%

Serologic test yang lain termasuk IgA antibodi yang ditujukan melawan

EBV, Epstein-Barr (virus) nuklir antigen (EBNA) -1 (ditemukan di sekitar 90%

dari pasien dengan Karsinoma nasofaring), dan immunoglobulin G (IgG) antibodi

untuk EBV replication activator (ZEBRA). Tes laboratorium lain untuk

pertimbangan termasuk hitungan CBC dan tes fungsi hati (LFT) untuk

mengetahui penyebaran metastasis1.

H. Imaging Studies

Page 7: Ca Nasofaring internet

MRI dengan gadolinium dan fat suppresion merupakan radiologic modality

terpilih. Dapat membedakan jika terdapat penyebaran ke intracranial dari tumor

yang membungkus parenkim otak atau sinus cavernous. Penjalaran ke intracranial

bisa terjadi lewat beberapa foramina yang berada disekitar nasofaring. Foramin-

foramen tersebut antara lain foramen ovale, foramen spinosum, foramen lacerum,

kanal karotis, dan foramen jugular. Deteksi dari penyebaran tumor ke dalam

retropharyngeal, parapharyngeal, dan pterygomaxillary, sebaik infratemporal

fossa dan sinus. Imaging studi lain termasuk radiography dada, CT scan dada jika

kesimpulan di radiograph abnormal, abdominal CT scan jika kesimpulan LFT

abnormal, scan tulang, dan bone marrow untuk lesi stadium IV. Untuk penyakit

berulang atau sisa yang terjadi setelah terapi radiasi, membedakan jaringan tumor

dari radionecrosis atau fibrosis mungkin sulit. Positron emisi tomography (PET)

mungkin membantu untuk mengetahui lesi di nasofaring dan dasar tengkorak.

Jika lesi apakah lesi di intracrania, spectral MRI mungkin lebih berguna untuk

membedakan tumor dari radionecrosis1.

I. Prosedur diagnostik

Transnasal biopsi nasopharyngeal mass

Mendapatkan sampel dari multipel biopsi pada tempat primer untuk secara

akurat memutuskan WHO histologic tipe tumor; Pembedaan yang akurat penting

karena klasifikasi mempunyai implikasi prognostik yang signifikan. Kebanyakan

karsinoma nasofaring ialah homogenous, Shanmugaratnam menemukan 26,4%

karsinoma nasofaring mempunyai gambaran lebih dari 1 tipe histologic. Fee

menemukan kesimpulan yang mirip di 35% dari kasus Karsinoma nasofaring

berulang. Jenis heterologous tumor dklasifikasikan sebagai bentuk predominan

histologik tipe. Karena campuran banyak lymphocytes, deteksi jarsinoma

nasofaring dengan histopathology rutin mungkin sulit. Diagnostik karsinoma

nasofaring dari sampel biopsi berlangsung dari jaringan sebelumnya yang disinari

juga sulit dilakukan identifikasi, karena hubungan di antara karsinoma nasofaring

Page 8: Ca Nasofaring internet

dan EBV adalah molekul EBV-spesifik yang mapan yang baik bisa dipakai

sebagai petanda untuk deteksi karsinoma nasofaring di sampel biopsi. Salah satu

molekul EBV-spesifik EBV encoded small RNA (EBER). Penelitian di Taiwan,

insitu hybridization assay untuk EBV encoded RNA 1 (EBER1) dilaporkan

mempunyai sensitifitas 96,4% untuk mendeteksi klarsinoma nasofaring primer.

ketika di ujikan ke beberapa subtipe, sensitifitas adalah 80% untuk WHO tipe 1,

97,3% untuk WHO tipe 2, dan 97,3% untuk WHO tipe 3. Kegunaan petanda

yang lain adalah gen EBV mampu menyandikan laten membran protein 1

(LMP1). Walaupun gen tersebut menyandikan LMP1 (LMP1) tetapi tidak

ekspresikan secara terus-menerus pada semua karsinoma nasofaring (hanya

sekitar 65%), LMP1 dapat ditemukan di setiap sel karsinoma nasofaring. Dengan

munculnya teknik polymerase reaksi berantai (PCR), hanya sedikit sel karsinoma

nasofaring diperlukan untuk mendeteksi LMP1. Oleh karena itu, swab dari

nasofaring dan test untuk LMP1 secara teoretis bisa dipakai sebagai alat screening

untuk deteksi awal karsinoma nasofaring di wilayah dengsan insidensi yang

tinggi. Tetapi, ketidakmampuan tes ini untuk mengetahui submucosal tumor.

Baru-baru ini, Hao et al melapor menggunakan LMP1 sebagai petanda mungkin

untuk membantu membedakan antara Karsinoma nasofaring berulang dari

osteoradionecrosis di sequestrectomy spesimens1.

Nasofaring normal kaya akan jaringan limfoid, dimana tempat ini

merupakan target untuk infeksi EBV pada kondisi seperti mononukleosis. Banyak

infiltrasi lymphocyte juga timbul pada karsinoma nasofaring. Karena itu,

kekhawatiran timbul karena molekul EBV-spesifik yang diketahui dari nasofaring

mungkin berasal dari sel yang dulunya ditulari oleh EBV dan tidak dari sel

karsinoma nasofaring. Chen et al, asal jaringan ini dan menggunakan

immunohistochemistry untuk mempertunjukkan bahwa EBV-DNA dilokalisir

hanya dalam sel karsinoma nasofaring dan tidak di lymphocytes melindungi sel

tumor atau di normal jaringan nasopharyngeal. Pemeriksa lain juga sudah

menunjukkan bahwa infeksi laten EBV tidak terjadi di sel epithelial

Page 9: Ca Nasofaring internet

nasopharyngeal normal. Keganasan lain, seperti human virus leukemia T-sel tipe

1 (HTLV-1)-associated T-sel lymphoma dewasa, nasal lymphoma, kanker lidah,

dan suatu letal midline granuloma, juga dihubungkan dengan EBV. Meskipun lesi

ini jarang, mereka harus dimasukkan di diagnosa diferensial ketika pada pasien

test positif untuk molekul EBV-spesifik. Diagnosa histologis dari penyakit

persisten radioterapi kadang-kadang mungkin menyesatkan. Biopsi diambil

dengan segera mengikuti radiasi mungkin memperlihatkan sel kanker yang dapat

berfungsi, yang akhirnya akan menjalani kematian sel. Kwong et al mempelajari

803 pasien dengan karsinoma nasofaring, dengan diambil serial biopsi post-

radioterapi nasopharyngeal. Mereka menemukan bahwa mungkin sampai 10

minggu untuk penyelesaian terapi radiasi agar sel kanker mengalami kematian sel.

Dengan begitu, biopsi untuk menegakkan penyakit persistent biasanya minimal

10 minggu untuk mengikuti penyelesaian pengobatan radiasi untuk menghindari

diagnosa false-positif1.

Fine needle aspirasi pada massa di leher

Fine needle aspirasi pada massa di leher mungkin berguna untuk deteksi

tumor nasopharyngeal primer yang tersembunyi. Teknik PCR bisa dipergunakan

untuk evaluasi aspirat untuk adanya EBV-DNA, atau insitu hybridization bisa

dipergunakan untuk menentukan adanya EBER (EBER1-ISH). In situ assay

dilaporkan mempunyai sensitifitas 98,1% dan spesifik sebanyak 100%, di daerah

seperti Taiwan, di mana sebagian besar penduduk ditulari dengan EBV. PCR pun

teknik mempunyai sensitifitas lebih rendah sebanyak 90,7% dan positif di 7 dari

61 pasien tanpa karsinoma nasofaring (spesifik 88,5%). Beberapa peneliti dari

negara Barat merekomendasikan penggunaan tes ini untuk area yang tidak

endemik. Dictor et al melaporkan sensitifitas sebanyak 88,9% dan spesifik

sebanyak 100% yang memakai EBER1-ISH di atas sampel biopsi dari cervikal

metastasis. Ke-2 kasus hasil negatif palsu cervikal metastasis dari keratinizing

NPC1.

Page 10: Ca Nasofaring internet

Histologic Findings

Seperti diperlihatkan di table 2. Karsinoma nasofaring bisa dikelompokkan

ke dalam 3 kategori menurut WHO klasifikasi sistem.

Table 2.

WHO Tipes Histology Tipes Frequency

WHO tipe 1 Keratinizing squamous cell

carcinoma 10%

WHO tipe 2 Nonkeratinizing squamous cell

carcinoma 20%

WHO tipe 3 Undifferentiated carcinoma

(lymphoepithelioma) 70%

Staging: American Joint Committee di Cancer-Union Internationale Contre

le Cancer (AJCC-UICC) 2002 Klasifikasi1,8:

Tumor primer

TX - Tumor primer tidak bisa dinilai.

T0 - Tak ada bukti primer tumor

Tis - Carcinoma di situ

T1 - Tumor terbatas di nasofaring

T2 - Tumor sampai soft tissue oropharynx dan/atau yang hidung fossa.

T2a - Tanpa perluasan parapharyngeal

T2b - Dengan parapharyngeal extension

T3 - Tumor invasi ke struktur bertulang dan/atau paranasal sinus.

T4 - Tumor dengan penyebaran ke intracranial dan/atau keterlibatan nervus

craniales, infratemporal fossa, hypopharyng, orbit, atau masticator space

Kelenjar getah bening regional

Page 11: Ca Nasofaring internet

NX - Kelenjar getah bening regional tidak bisa dinilai.

N0 - Tak ada metastasis getah bening regional

N1 - Unilateral metastasis di getah bening node (S), 6 cm atau kurang, di atas

supraclavicular fossa

N2 - Bilateral metastasis di getah bening node (S), 6 cm atau kurang di paling

hebat dimensi, di atas supraclavicular fossa

N3 - Metastasis di getah bening node (S)

N3a - Lebih besar daripada 6 cm di dimensi

N3b - Penyebaran ke supraclavicular fossa

Penyebaran metastasis

MX - Jauh metastasis tidak bisa dinilai.

M0 – tidak ada metastasis

M1 - Jauh metastasis

Stage2

Stage 0 – karsinoma insitu (Tis), N0, M0

Stage I - T1, N0, m0

Stage IIA - T2a, N0, m0

Stage IIB - T1/T2a, N1, m0; T2b, N0/N1, m0

Stage III - T1/T2a/T2b, N2, m0; T3, N0/N1/N2, m0

Stage IVA - T4, N0/N1/N2, m0

Stage IVB - T Yang Mana Pun, N3, m0

Stage IVC - T Yang Mana Pun, sembarang N, m1

Stage 0:

Larger image

Page 13: Ca Nasofaring internet

Stage IVB:

Larger image

Stage IVC:

Larger image

J. Penatalaksanaan

Eksternal beam radiation therapy

Eksternal beam radiation therapy merupakan model utama managemen

terhadap karsinoma nasofaring baik itu pada lokasi utama maupun pada bagian

leher. Hal ini disebabkan tumor mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi

terhadap radiasi serta keterbatasan anatomi untuk tindakan operasi pada daerah

nasofaring yang cukup kompleks. Adanya kemajuan kemampuan dalam

menggambarkan lokasi tumor secara akurat dan pengembangan teknik-tehnik

radioterapi baru-baru ini seperti Stereotactic radioterapy boost sangat membantu

memperbaikai tingkat kontrol lokoregional. Serta pada saat yang sama komplikasi

terapi radiasi dapat dikurangiPemberian radiasi minimum yang direkomendasikan

adalah minimal 65-75 Gy pada daerah primer1,8,9.

Saat terapi radiasi secara tunggal memberikan respon yang sangat baik

pada penanganan karsinoma nasofaring tahap I dan II, pemberian terapi

kemoterapi adjuvan setelah radioterpi pada karsinoma nasofaring pada tahap

lanjut (tahap II-IV) masih merupakan opini yang kontroversi karena perbedaan

literatur yang dipergunakan. Pada tingkat kontrol dan angka kelangsungan hidup

Page 14: Ca Nasofaring internet

di Asia Tenggara lebih baik jika dibandingkan pada pasien-pasien orang-orang

barat 1,8.

Kemoterapi bisa diberikan terlebih dahulu (neoadjuvant), selama

(berbarengan), atau mengikuti (adjuvant) terapi radiasi. Bahan-bahan kemoterapi

yang aktif yang digunakan antara lain cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU),

doxorubicin, epirubicin, bleomycin, mitoxantrone, methotrexate, dan vinca

alkaloid. Berbagai pendekatan kemoterapeutik telah dilakukan untuk

meningkatkan tingkat respon serta meminimalisasi toksisitas 1,8.

Pada 1998, Al-Saraaf et al. Melaporkan hasil penelitian yang dilakukan

dengan cara pemeriksaan acak yang bersifat prospektif yang besar di Amerika

Utara bahwa kemoradiasi konkomitan (cisplatin 100 mg/m2 yang diberikan pada

hari-hari 1, 22, dan 43) diikuti dengan kemoterapi adjuvant dengan menggunakan

cisplatin (80 mg/m2) dan 5-FU (1 g/m2) tiap-tiap 4 minggu untuk 3 putaran dapat

memperbaiki kelangsungan hidup keseluruhan (OS) pada 3 tahun selama pasien

dengan tahap karsinoma nasofaring lanjut setelah menjalani radioterapi tunggal

(75% lawan 46%). Al-Saraaf et al juga melaporkan bahwa pasien yang

mendapatkan kemoradiasi berkelanjutan dapat meningkatkan tingkat survival

hidup 5 tahun jika dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapatkan radiasi

saja (67%:37%) Penelitian ini merupakan percobaan secara acak yang besar yang

pertama kali dilakukan yang menunjukkan hasil yang signifikan terhadap tingkat

hidup dengan memberikan kombinasi kemoterapi dengan radiasi. Hal ini juga

ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan di amerika serikat1.

Namun pada penelitian-penelitian di Asia menunjukkan hasil yang

sebaliknya dimana pemberian kemoradiasi tidak meningkatkan tingkat hidup 5

tahun secara signifikan pada karsinoma nasofaring stadium lanjut(81%: 55%)

pada pemberian radiasi secara tunggal. Begitu juga pada penelitian di Asia-

oceania tidak berhasil menunjukkan keuntungan yang signifikan pada pemberian

kombinasi pada 3 tahun daya hidup1.

Page 15: Ca Nasofaring internet

Leher

Terapi radiasi lebih mudah mengontrol pada penyakit leher disebabkan

oleh karsinoma nasofaring daripada penyakit leher yang disebabkan carsinoma

kepala dan leher pada bagian lain1.

Pemberian radiasi minimal yang direkomendasikan adalah 65-75gy pada

penderita dengan nodul leher yang positif. Pemberian sangat dianjurkan pada

karsinoma nasofaring yang yang mempunyai kecenderungan untuk terjadi

metastase ke leher, sebagian besar peneliti menganjurkan pemberian pengobatan

elektif pada leher pada saat N01.

Carsinoma nasofaring yang persisten atau rekurren (locoregional failure)

Meskipun terdapat kemajuan yang terbaru pada pengobatan karsinoma

nasofaring, tingkat locoregional failure masih signifikan yakni berkisar antara

15.6-58% (median, 34%). Frekuensi regional failure dilaporkan untuk berkisar

dari 18-58%. Pengobatan penyakit yang berulang secara lokal dapat diberikan

dengan re-irradiasi atau dengan tindakan nasopharyngectomy. Pemberian re-

irradiasi berkaitan dengan tingginya tingkat komplikasi antara lain nekrosis lobus

temporal, kerusakan batang otak , neuropathy kranialis, disfungsi endokrin,

gangguan pendengaran dan penglihatan, osteonekrosis, nekrosis jaringan ikat dan

trismus. Komplikasi-komplikasi ini dapat dikurangi dengan pemberian

brachytherapy atau streotactic radioterapi. Meski telah dilaporkan tingkat

kelangsungan hidup 3 tahun mencapai 34-48% namun pasien yang tidak disertai

penyakit penyerta hanya sekitar 15-23%1.

Leher – regional failure

Frekuensi penyakit pada leher yang persisten atau berulang dilaporkan

berkisar dari 8-34%. Pasien yang perlakuannya gagal secara regional bisa diobati

dengan baik dengan re-irradiasi atau diseksi pada leher. Laju kontrol setelah re-ia

Page 16: Ca Nasofaring internet

dilaporkan antara 28% dan 33%. Bahkan , Wei et al melaporkan tingkat kontrol

regional mencapai 66% setelah dilakukan diseksi leher radikal1.

Meskipun ada kesempatan kontrol regional yang relatif baik, pasien dengan

penyakit leher yang persisten atau berulang biasanya mempunyai resiko yang

tinggi untuk terjadi metastase1.

Metastase jauh

Paien dengan karsinoma nasofaring mempunyai prevalensi metastase yang

cukup tinggi tingkat kegagalan dilaporkan berkisar 18-35%. Pada saat pertama

pemberian, 5-10% pasien mungkin sudah mengalami metastase jauh. Tingginya

angka metastase tidak berkaitan dengan ukuran tumor primernya tetapi dengan

adanya penyakit pada nodul dan berkembangnya penyakit yang penyerta dimana

sebesar 38% pasien dengan N+ menunjukkan metastase jauh sedangkan pada N0

hanya 11% yang menunjukkan kejadian metastase, Sedangkan pada N3 angka

metastasenya mencapai 80%. Organ yang paling sering terkena adalah paru-paru,

tulang dan hati1,9.

Sekarang ini, pengobatan pasien dengan metastase yang jauh belum ada

yang efektif. Terapi yang dilakukan hanya bersifat paliatif yang ditujukan untuk

menghilangkan rasa sakit, mengontrol gejala-gejala yang timbul dan memperbaiki

daya hidup 1,8,9,10.

Pemberian radiasi pada pasien dengan rasa sakit yang timbul dari metastase

ke tulang masih sangat efektif. Sedangkan penggunaan kemoterapi paliatif pada

pasien yang disertai gejala-gejala simtomatis masih bisa diberikan namun pada

pasien-pasien yang tidak disertai dengan keluhan masih kurang jelas 1,8,9,10.

Terapi operasi:

Karena tumor mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap terapi

radiasi dan adanya keterbatasan anatomis untuk akses operasi pada daerah

Page 17: Ca Nasofaring internet

nasopharingeal yang kompleks. Nasopharingektomi direkomendasikan hanya

pada karsinoma nasofaring yang rekuren yang disertai penyakit yang terbatas1.

Karsinoama Nasofaring yang rekuren atau persisten (locoregiona failure)

Nasofaring- regional failure

Meski Nasofaringektomi mampu mencapai kontrol lokal yang agak lebih

baik dan mempunyai tingkat komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan

re-irradiasi, namun tindakan pembedahan ini hanya dapat dilakukan pada pasien

dengan penyakit yang terbatas seperti rT1, rT2, rT31.

Penyakit yang berulang atau yang tersisa yang mengenai fossa kranial

bagian tengah dapat dilakukan diseksi ulang lewat pendekatan kraniofacial.

Sebagian besar ahli bedah mempertimbangkan adanya sinus kavernosus dan arteri

karotis sebagai kotraindikasi untuk dilakukan intervensi operasi, meski secara

teknis tumor pada daerah ini dapat diangkat. Tindakan operasi merupakan

kontraindikasi dikarenakan tingginya angka morbiditas akibat terpotongnya arteri

karotis interna dan nervus kraniales.Tingkat kontrol 5 tahun berkisar 30-60%1.

Berbagai pendekatan operasi nasofaring telah dikembangkan. Masing-

masing pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena

kompleksitasnya daerah nasofaring secara anatomi, seorang ahli bedah harus

memahami semua pendekati operasi1.

Leher- regional failure

Tindakan diseksi radikal pada leher dapat dilakukan untuk penyakit yang

berulang atau tersisa pada leher setelah dilakukan terapi radiasi dengan

kemungkinan kontrol regional yang bagus1.

Wei et al melaporkan tingkat kontrol regional sebesar 66% setelah diseksi

leher radikal. Berdasarkan kesimpulan ini, Wei et al menganjurkan pemotongan

diseksi radikal pada leher sebagai prosedur penyelamatan yang terpilih. Jika

Page 18: Ca Nasofaring internet

retropharyngeal atau parapharyngeal space terlibat, diseksi radikal pada leher

diperpanjang sampai daerah ini1.

Penilaian sebelum operasi: Peilaian yng detail mengenai perkembangan

tumor sangatlah penting. Pertimbangan keberadaan sinus kavernosu dan arteri

interna serta tingkat metastase dari tumor hrus benar-benar dipertimbangkan

sebelum dilakukan tindakan operasi. Penilaian intraoperatif berkaitan

dengan pendekatan yang akan dilakukan, bisa transpalatal, transmaksilaris atau

transcervikal dengan pertimbangan bagi operator dan meminimalisasi angka

morbiditas pasien.Untuk mengisolasi dan melindungi arteri karotis interna dapat

dilakukan pendekatan transervikal dengan melakukan reseksi pada dinding lateral

nasofaring sehingga dapat meminimalisasi resiko pada arteri karotis dan saraf

kranial. Penyakit yang meluas sampai pada ruang pterygomaksilaris dapat

dilakukan pendekatan transmaksilaris dengan melalui dinding posterior sinus

maksilaris.kemudian dilakukan pengeboran pada clivus dan tulang vertebra1.

Tingkat kontrol lokal 5 tahun sebanyak 67% dengan tingkat kelangsungan hidup

5 tahun sebesar 52% yang tanpa penyakit dan tingkat OS 60% tercapai. Fisch

memperkenalkan pendekatan fossa infratemporal, Gros dan Panje

memperkenalkan pendekatan temporo lateral. Kedua pendekatan ini mempunyai

kelebihan untuk ekplorasi tumor yang meluas sampai fossa infratemporal dan

parapharyngeal space. Kerugiannya adalah insisi pada pendekatan ini dilakukan

disebelah lesi sehingga terjadi kesulitan jika tumor meluas sampai nasofaring

kontralateradenl disamping itu angka morbiditas cukup tinggi dan dapat disertaai

dengan hilangnya sensoris pendengaran, kebocoran cairan serebrospinal(CSF),

paralisis laring unilateral,dan defisit pada nervus fasialis1.

Wei et al (1995) menyarankan gagasan baru untuk kontak nasopharynx

lewat maxillary swing (translokasi muka).Pendekatan ini memerlukan insisi

Weber-Fergusson. Namun pada cara ini kontrol terhadap arteri karotis interna

kurang optimal. Tingkat kontrol lokal sebanyak 42% pada 3.5 tahun1.

Page 19: Ca Nasofaring internet

Biller dan Krespi memperkenalkan pendekatan transcervico-mandibulo-

palatal. Pendekatan ini memberikan ruang yang luas pada nasofaring dan

perlindungan terhadap arteri karotis interna yang cukup baik. Morton et al

melaporkan tingkat kontrol lokal sebanyak 67% pada 2 tahun dengan pendekatan

ini. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sebanyak 47% dengan tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun sebanyak 42% yang tanpa penyakit1.

Sebagian besar kasus kekambuhan terjadi dalam 5 tahun, 5-15%

kambuhnya mungkin muncul di antara yang ke-5 dan ke-10 tahun. Oleh karena

itu, pasien dengan karsinoma nasofaring sebaiknya diamati selama sedikitnya 10

tahun sesudah pengobatan disamping itu untuk mengamati keefektifan

pengobatan khusus karsinoma nasofaring.

K. Komplikasi

Radiasi

Komplikasi yang disebabkan oleh radioterapi pada karcinoma nasofaring

maupun pada leher dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem organ1:

Otak – disfungsi pituitary, brainstem enchepalopaty, nekrosis lobus temporal,

kelumpuhan saraf cranial.

Telinga – Hilangnya Sensorineural pendengaran, otitis media yang disertai

effuse, disfungsi tuba eustachi.

Mata – Sindrom mata kering, ischemic retinopathy

Thyroid - Hypothyroidism

Gastrointestinal sistem – mukositis yang hebat, xerostomia, mual, muntah,

dysphagia, dehidrasi, striktur pada esophagus.

Musculoskeletal sistem - fibrosis yang eksesif, trismus, myelitis radiasi,

osteoradionecrosis, soft tissue nekrosis , osteomyelitis

Sistem pembuluh darahm - Stenosis arteri karotis)

Page 20: Ca Nasofaring internet

Pembedahan

Komplikasi-komplikasi pembedahan dapat dibedakan berdasarkan

kaitannya dengan nasofaringektomi dan yang berkaitan dengan diseksi leher.

Karena biasanya tindakan operasi dilakukan setelah dilakukan radioterapi radikal

sehingga mengakibatkan penyembuhan luka bekas operasi menjadi sangat

lambat1.

L. Prognosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi Prognostis pada pasien dengan

karsinoma nasofaring adalah bayak sedikitnya tumor primer (invasi ke dasar

tengkorak , keterlibatan syaraf cranial, infiltrasi ke paraparingeal), kadar penyakit

di leher, sub-tipe histologi, umur dan jenis kelamin pasien, dan macam dan teknik

radioterapi. Tingkat kelangsungan hidup umumnya lebih baik pada wanita

daripada pria1.

Beberapa Penelitian melaporkan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun yang

tanpa penyakit 40-60% dengan pengobatan radiasi primer. Tingkat 5 tahun OS

ialah 85-95% untuk NPC tingkat I dan 70-80% untuk NPC tingkst II pada

pemberian dengan radioterapi tunggal. Pada tingkat III dan IV pemberian

radioterapi tunggal mempunyai tingkat hidup 5 tahun berkisar antara 24-80% dan

pada pasien-pasien yang berasal dari Asia Tenggara menunjukkan hasil yang

cukup bagus1.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shang L.H. Malignant Nasopharyngeal tumor. eMedicine (Online) (http://www.emedicine.com /med/topic269.htm diakses tanggal 9 Juli 2006)

Page 21: Ca Nasofaring internet

2. PLWC Editor. Nasopharyngeal Cancer. Oncologist-approved cancer information from the Amerika Society of Clinikal Onkology (Online) (http://www.plwc.org/portal/site/PLWC/menuitem.7dc. diakses tanggal 9 Juli 2006)

3. Razmpa E. A Five Year Study of Nasopharyngeal masses in Patients Admitted inAmir and imam Khomeiny Hospital between 1991 and 1996. Temran University of Medical Sciences (Online)( http://www.razmpa.com/En/Articles/20.aspx diakses tanggal 9 Juli 2006)

4. Moorhead C.J. Nasopharyngeal Carsinoma. Baylor College of Medicine (Online) (http://www.bcm.edu/oto/grand/21794.html diakses tanggal 9 Juli 2006)

5. Fahracus. Epstein-Barr Virus Causes Nasopharyngeal Cancer and Lymphomas. International Agency for Research on Cancer (Online) (http://www.smokershistory.com/EBV.htm diakses tanggal 9 Juli 2006)

6. S. F. Gal´an, F. Aguado, F. J. D´ıez1, and J. Mira. NasoNet, Modeling the Spread of Nasopharyngeal Cancer with Networks of Probabilistic Events in Discrete Time. Servicio de Oncolog´ıa Radioter´apica Hospital Cl´ınico Universitario San Carlos (Online)(http://www.ia.uned.es/~fjdiez/ papers/nasonet.pdf diakses tanggal 9 Juli 2006)

7. Porter K. Chemoradiation and Treatment of Nasopharyngeal Cancer. Commision on Cancer American college of Surgery (Online)( http://www.facs.org/cancer/ ncdb/ np study instructionsanddataitems.pdf diakses tanggal 9 Juli 2006)

8. K. Thephamongkhol, G. Browman, I. Hodson, T. Oliver, L. Zuraw, Chemotherapy with Radiotherapy for Nasopharyngeal Cancer Program in Evidence-based Care, Cancer Care Ontario. Developed by the Provincial Head and Neck Cancer Disease Site Group. Desember 2004

9. Practice guideline report. The Role of Neoadjuvant Chemotherapy in the Treatment of Locally Advanced Squamous Cell Carcinoma of the Head and

Page 22: Ca Nasofaring internet

Neck (excluding nasopharynx). New evidence added to the guideline report: February 2003

10. Cancer Care Ontario Practice Guidelines Initiative. Hyperfractionated Radiotherapy for Locally Advanced Squamous Cell Carcinoma of the Head and Neck New evidence added to the guideline report: January 2003

11. Daly .D, Leung,H. Cheung1’4. Metreweli Thoracic Metastases from Carcinoma of the Nasopharynx: High Frequency of Hilar and Mediastinal Lym phadenopathy Department of diagnostic Radiology and Organ Imaging, Chinese University of Hong Kong, Prince of Wales Hospital, Shatin, Hong Kong