makalah ca. nasofaring

52
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Makalah Karsinoma Nasofaring ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas makalah sistem sensori. Makalah ini memuat tentang Karsinoma Nasofaring yang sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang. Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca. Surabaya, 31 Maret 2014 2

Upload: rofisekarachidautama

Post on 28-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah CA. Nasofaring

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas

berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Makalah Karsinoma Nasofaring ini.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas makalah sistem sensori. Makalah

ini memuat tentang Karsinoma Nasofaring yang sangat berbahaya bagi kesehatan

seseorang.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah

ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Surabaya, 31 Maret 2014

 

2

Page 2: Makalah CA. Nasofaring

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I Pendahuluan 5

BAB II Pembahasan 6

II.I Anatomi dan Fisiologi 6

II.II Definisi 8

II.III Epidemiologi dan Etiologi 8

II.IV Patofisiologi 11

II.V Gejala dan Tanda 12

II.VI Patologi 14

II.VII Diagnosis 15

II.VIII Diagnosis Banding 18

II.IX Stadium 20

II.X Penatalaksanaan 21

II.XI Prognosis 26

II.XII Komplikasi 27

II.XIII Pencegahan 28

II.XIV Web Of Caution 29

BAB III Manajemen Keperawatan 29

Pengkajian 29

3

Page 3: Makalah CA. Nasofaring

Diagnosa Keperawatan 32

Intervensi 32

Implementasi 37

Evaluasi 37

BAB IV Laporan Kasus 38

BAB V Penutup 50

DAFTAR PUSTAKA 51

4

Page 4: Makalah CA. Nasofaring

BAB I

PENDAHULUAN

Penderita karsinoma nasofaring (KNF) cukup banyak ditemukan di tengah

masyarakat dan jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Yang memprihatinkan

adalah hampir semua penderita KNF datang pada stadium lanjut. Dan yang menarik lagi,

penyakit ini lebih sering mengenai laki-laki usia 40-60 tahun dimana pada usia tersebut

seorang kepala keluarga memasuki masa puncak karier dan dituntut lebih secara finansial

oleh keluarga. Banyak faktor yang menyebabkan penderita KNF datang pada stadium lanjut.

Gejala yang tidak khas menyebabkan penderita terlambat menyadari dan mendatangi dokter.

Ketidakmampuan dokter mengenal KNF apalagi memeriksa nasofaring dan kesalahan

interpretasi pada pemeriksaan histopatologi, berperan besar menyebabkan penderita

didiagnosis pada stadium lanjut sehingga angka kematian penyakit ini cukup tinggi.1,2

Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu

problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta

letak nasofaring yang tersembunyi, dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli

sehingga diagnosis sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai

gejala pertama. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis (angka bertahan hidup

5 tahun) semakin buruk.1

Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan,

deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring ini. Untuk dapat berperan

dalam hal tersebut dokter perlu mengetahui terlebih dahulu segala aspek dan kanker

nasofaring ini, meliputi definisi, anatomi fisiologi nasofaring, epidemiologi dan etiologi,

gejala dan tanda, patofisiologi, diagnosis, komplikasi, terapi maupun pencegahanya. Penulis

berusaha untuk menuliskan semua aspek tersebut dalam tinjauan pustaka refarat ini dan

diharapkan dapat bermanfaat.

5

Page 5: Makalah CA. Nasofaring

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOFARING

Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena

dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.2

Batas nasopharing3 :

1) Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia

2) Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.

3) Posterior : a. vertebra cervicalis I dan II

b. fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar

c. mukosa lanjutan dari mukosa atas

4) Lateral : a. mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

b. Muara tuba eustachii

c. Fossa rosenmulleri

6

Page 6: Makalah CA. Nasofaring

Bangunan yang penting pada nasopharing4

1. Ostium tuba eustachii pars pharyngeal

Tuba eustachii merupakan kanal yang menghubungkan kavum nasi dan nasopharyng

dengan rongga telinga tengah. Mukosa ostium tuba tidak datar tetapi menonjol seperti

menara, disebut torus tubarius.

2. Torus tubarius

3. Fossa rosen mulleri

Adalah dataran kecil dibelkang torus tubarius. Daerah ini merupakan tempat predileksi

karsinoma nasofaring, suatu tumor yang mematikan nomor 1 di THT.

4. Fornix nasofaring

Adalah dataran disebelah atas torus tubarius, merupakan tempat tumor angiofibroma

nasopharing

5. Adenoid= tonsil pharyngeal=luskha

6. Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adaenoid akan mencapai

titik optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal

nasopharing sebelah lateral bursa pharyngea. Fungsinya sebagai mekanisme

pertahanan tubuh terhadap kuman- kuman yang lewat jalan napas hidung.

7

Page 7: Makalah CA. Nasofaring

Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada

waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu seperti hak.

Fungsi nasopharing4 :

1) Sebagai jalan udara pada respirasi

2) Jalan udara ke tuba eustachii

3) Resonator

4) Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

Secret dari nasopharing dapat bergerak ke bawah karena :

1) Gaya gravitasi

2) Gerakan menelan

3) Gerakan silia (kinosilia)

4) Gerakan usapan palatum molle

2.2 DEFINISI

Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang

cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. Nasopharyngeal

Karsinoma merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang

hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian selatan.5

2.3 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7

kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh

Indonesia (survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara

“pathology based”). Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM,

pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relatif lebih banyak dari suku bangsa lainya.1

Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 dan

apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan

faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain.

8

Page 8: Makalah CA. Nasofaring

Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda. Pada daerah dengan insiden

rendah insiden KNF meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan

insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan

menurun setelahnya.6

Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan

cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia,

Singapura, dan Indonesia. Berbagai studi epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah

dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai

angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah

bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat.

Terdapat perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para

migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit

putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan

angka kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini

dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat

penurunan yang bermakna dalam hal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok

migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih

mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi

karena pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini

dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui

bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang

diawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih,

sebagai makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan

yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat

karsinogen bagi hewan percobaan.1,7

Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada komunitas orang perahu (boat

people) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak

mencolok pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari negaranya. Bukti

epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di Singapura.6

9

Page 9: Makalah CA. Nasofaring

Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF telah

mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang

peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi

IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan

tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit

keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa

menimbulkan manifestasi penyakit.2

Ada peneliti yang mencoba menghubungkannya dengan merokok, secara umum

resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok. Ditemukan

juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong merupakan

hasil dari mengurangi frekuensi merokok. Adanya hubungan antara faktor kebiasaan makan

dengan terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang

tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton

(Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan lamanya

mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai

digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.2

Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari

pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina selatan,

satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita

tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring

menderita keganasan organ lain.1

Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid,

debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan

alami (Chinese herbal medicine = CHM). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat

antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHM. Beberapa tanaman dan bahan

CHB dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yang laten. Seperti pada TPA

(Tetradecanoylyphorbol Acetate) yaitu substansi yang ada di alam dan tumbuhan jika

dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupakan produk dari bakteri anaerob yang

ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesis antigen EBV di tikus, meningkatnya

transformasi cell-mediated immunity dari EBV dan mempromosikan pembentukan KNF

(genesis).2

10

Page 10: Makalah CA. Nasofaring

Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu2 :

1. Bentuk ulseratif

Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di daerah sekitar fosa

rosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba eustachius dan pada

bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai dengan jaringan yang nekrotik

dan sangat mudah mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Gambaran histopatologik

bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik.

2. Bentuk noduler/lubuler/proliferatif

Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara

tuba eustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah anggur atau polipoid jarang

dijumpai adanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran

histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi.

3. Bentuk eksofitik

Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak dijumpai

adanya ulserasi, kadang-kadang bertangkai dan permukaannya licin. Tumor jenis ini

biasanya tumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring.

Tumor ini dapat mendorong palatum molle ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk

ke dalam rongga hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma.

2.4 PATOFISIOLOGI

Penyakit karsinoma nasofaring disebabkan beberapa faktor yang belum jelas. Akan tetapi

yang paling sering dikaitkan dengan Ca. nasofaring ialah EBV, selain itu ada

kemungkinan penyebab lain yaitu lingkungan, genetik, rokok dll. Eipstein Barr Virus ini

diaktivasi oleh beberapa faktor salah satunya Chinese Herbal Medichine. Beberapa

tanaman dan bahan CHM dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yang laten dan

meningkatkan titer antibody dan titer Ig.G. Hingga akhirnya menyebabkan pertumbuhan

sel abnormal di sel epitel nasofaring dan timbulnya sel kanker pada nasofaring.

11

Page 11: Makalah CA. Nasofaring

VIRUS EBSTEIN BARR

Virus Epstein-Barr, juga disebut Virus herpes human 4 adalah virus dari famili

herpes (yang juga terdapat virus herpes simplex dan Sitomegalovirus), dan merupakan salah

satu virus yang paling umum pada manusia. Banyak orang terinfeksi dengan Virus Epstein-

Barr yang sering asimtomatik tetapi umumnya menyebabkan mononukleosis. Virus Epstein-

Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert

Achong, menemukan virus ini tahun 1964.8

Sel leukemia berisi virus Epstein Barr (berwarna hijau).

Klasifikasi EBV :

a) Kelas: Kelas I (dsDNA)

b) Famili: Herpesviridae

c) Genus: Lymphocryptovirus

d) Spesies: Human herpesvirus 4 (HHV-4)

2.5 GEJALA DAN TANDA1

GEJALA STADIUM DINI

a. Nasal sign :

1. Pilek lama yang tidak sembuh.

2. Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan

seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.

3. Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

12

Page 12: Makalah CA. Nasofaring

b. Ear sign :

1. Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi,

karena muara tuba eustachii dekat dengan fosa Rosenmulleri. Tekanan dalam

kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinnitus.

2. Gangguan pendengaran hantaran

3. Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).

GEJALA STADIUM LANJUT

a. Eye sign :

Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N.

IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.

b. Tumor sign :

Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau metastase dekat

secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

c. Cranial sign

Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita.

Gejala ini berupa :

1. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara

hematogen.

2. Sensitibilitas daerah pipi dan hidung berkurang.

3. Kesukaran pada waktu menelan

4. Afoni akibat paralisis dari pita suara

5. Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N.

XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

a) Lidah

b) Palatum

c) Faring atau laring

d) M. sternocleidomastoideus

e) M. trapezeus

13

Page 13: Makalah CA. Nasofaring

2.6 PATOLOGI

Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral

dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa

penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring

(KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu

pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor

yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu2 :

1. Adanya infeksi EBV

2. Faktor lingkungan

3. Genetik

1) Virus Epstein-Barr2

Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam

limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel

kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara

berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2).

Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21

dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari

masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B

menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam

sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua

reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring

yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus

Epstein-Barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila

terinfeksi dengan virus Epstein-Barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus Epstein-

Barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali

menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus

sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel

menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu

EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam

mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B

menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus.

14

Page 14: Makalah CA. Nasofaring

Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen

LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20

asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200

asam amino pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara

untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang

memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.

2) Genetik2

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi

kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif

menonjol dan memiliki agregasi familial.

Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen

pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan

terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi

metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen.

3) Faktor lingkungan2

Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di

berbagai daerah di Asia dan Amerika Utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan

makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine

(NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin

merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok

pasif yang terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar

debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali

infeksi dari EBV.

2.7 DIAGNOSIS

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,

protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium

tumor2:

1. Anamnesis/pemeriksaan fisik

Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF).

15

Page 15: Makalah CA. Nasofaring

2. Pemeriksaan nasofaring

Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop.

3. Biopsi nasofaring1,2,4

Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan

diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila

dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy

dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring

umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.

1. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam

biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring

kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.

2. Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan

melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem

bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung

disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kacalaring

dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut

atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan

terlihat lebih jelas.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala

dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.

4. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu1 :

Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.

Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai

adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel.

Pada umumnya batas sel cukup jelas.

Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor

secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan

nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

16

Page 16: Makalah CA. Nasofaring

5. Pemeriksaan Radiologi1,4,9

Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang

diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologik tersebut adalah:

Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah

nasofaring

Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut

Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.

a. Foto polos

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari

kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue technique)

Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

b. CT Scan

Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos

adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bila kecil mungkin

tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal

ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika

penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-

kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan CT Scan dibandingkan dengan

foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada

daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada

tulang, dengan kriteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil.

Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai apakah sudah ada perluasan tumor ke

jaringan sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya

penyebaran intrakranial.

6. Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa

lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.

17

Page 17: Makalah CA. Nasofaring

7. Pemeriksaan Serologi1

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid

antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma

nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma

nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan

spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160.

IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan

ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan, titer yang didapat berkisar

antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.

2.8 DIAGNOSIS BANDING2,9

a. Hiperplasia adenoid

Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada anak-anak

hiperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa

jaringna lunak pada atap nasofaring umunya berbatas tegas dan umunya simetris serta

struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda-tanda infiltrasi seprti tampak pada

karsinoma.

b. Angiofibroma juvenilis

Baisanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF. Tumor

ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltratf. Pada foto polos akan didapat

suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti pada

penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja

karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding

belakang sinus maksilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan

vaskular maka arteriografi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat

karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenilis dengan

polip hidung pada foto polos.

c. Tumor sinus sphenooidalis

Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor sudah

sampai stadium agak lanjut waktu pasien datang untuk pemeriksaan pertama.

18

Page 18: Makalah CA. Nasofaring

d. Neurofibroma

Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai

keganasan di dinding lateral nasofaring. Secara CT Scan, pendesakan ruang para faring

kearah medial dapat membantu membedakan kelompok tumor ini dengan KNF.

e. Tumor kelenjar parotis

Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam

mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring. pada sebagian besar

kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kearah medial yang tampak pada pemeriksaan

CT Scan.

f. Chordoma

Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat KNF pun

sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk

membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di

daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical

bagian atas karena chordoma umunya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar

tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.

g. Menigioma basis kranii

Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang meyerupai KNF

dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT meningioma cukup

karakteristikk yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikan zat kontras dan akan

menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan

arteriografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.

19

Page 19: Makalah CA. Nasofaring

2.9 STADIUM1

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union

Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :

T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.

T0 : Tidak tampak tumor

T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring

T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring

T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan/atau orofaring

T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan/sudah mengenai saraf otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan

N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral/bilateral yang masih dapat digerakkan

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang

sudah melekat pada jaringan sekitar.

M = Metastase, menggambarkan metastase jauh

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1,T2,T3 N1 M0

Stadium IV : T4 N0,N1 M0

Tiap T N2,N3 M0

Tiap T Tiap N M12

2.10 PENATALAKSANAAN

20

Page 20: Makalah CA. Nasofaring

a. Radioterapi1,9,10

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring

adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang

parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah serta klavikula. Radiasi

daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai

pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi

kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal pada

tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya.

Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah memeperoleh dosis radiasi eksterna

maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus kambuh lokal.

perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan pemberian radiasi

yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit

mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT (Intersified Modulated Radiotion Therapy)

telah digunakan dibeberapa negara maju.

Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA “Ribose

Nucleic Acid“ dan (2) DNA “ Desoxy Ribose Nucleic Acid “. DNA terutama terdapat pada

kromosom “ ionizing radiation “ menghambat metabolisme DNA dan menghentikan aktifitas

enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi khromatolisis dan plasma sel menjadi granular

serta timbul vakuola-vakuola yang akhirnya berakibat sel akan mati dan menghilang. Pada

suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase mitosis

merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. Daerah nasofaring dan sekitarnya

yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah parafaring sepertiga leher bagian atas.

Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok timah. Arah penyinaran dari lateral

kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu

penambahan lapangan radiasi dari depan. Pada penderita dengan stadium yang masih

terbataas (T1,T2), maka luas lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai

4000 rad , terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat.

Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai

dosis seluruh antara 6000- 7000 rad. Pada penderita dengan stadium T3 dan T4, luas

21

Page 21: Makalah CA. Nasofaring

lapangan radiasi tetap dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan diperkecil bila dosis

akan ditingkatkan lagi sampai sekitar 7000 rad.

Daerah penyinaran kelenjar leher sampai fosa supraklavikula. Apabila tidak ada

metastasis kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan dosis 4000

rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan dosis daerah tumor

primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan penyinaran terhadap medulla

spinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher dan supraklavikula ini, sebaiknya

diberikan dari arah depan dengan memakai blok timah didaerah leher tengah.

Dosis radiasi

Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 – 7000 rad, dalam waktu 6 – 7 minggu

dengan periode istirahat 2 – 3 minggu (“split dose”). Alat yang biasanya dipakai ialah “cobalt

60”, “megavoltage”, “orthovoltage”

Respon radiasi

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi.

Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di

nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO :

1. Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.

2. Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.

3. No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.

4. Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.

Komplikasi radioterapi dapat berupa :

1. Komplikasi dini

Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :

a) Xerostomia - Mual-muntah

b) Mukositis (nyeri telan, mulut kering, dan hilangnya cita rasa) kadang diperparah

dengan infeksi jamur pada mukosa lidah dan palatum

c) Anoreksi

22

Page 22: Makalah CA. Nasofaring

d) Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi kelenjar parotis yang terkena

radiasi)

e) Eritema

2. Komplikasi lanjut

Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :

a) Kontraktur

b) Penurunan pendengaran

c) Gangguan pertumbuhan

Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin maka sebelum dan selama

pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan

sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan informasi kepada pasien

mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar. Untuk mengurangi

keluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang mengandung adstringens, misalnya

bactidol, efisol, gargarisma diberikan 3-4 kali sehari. Bila tampak tanda-tanda moniliasis

diberikan antimikotik misalnya funfilin. Pemberian obat-obatan yang mengandung anestesi

local seperti FG troches bias mengurangi keluhan nyeri telan. Untuk keluhan umum nausea,

anorexia dan sebgainya bisa diberikan obat-obatan simptomatik terhadap keluhan ini seperti

avomit, avopreg.

b. Kemoterapi9,11

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat

meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan

kambuh.

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila

setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :

1) kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif.

2) kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.

3) pada tumor dengan derajat keganasan tinggi (oleh karena tingginya resiko kekambuhan

dan metastasis jauh).

23

Page 23: Makalah CA. Nasofaring

Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi

menjadi :

a) neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi mendahului

pembedahan dan radiasi)

b) concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan bersamaan

dengan penyinaran atau operasi)

c) post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau

radiasi )

Efek Samping Kemoterapi

Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang

membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel pada traktus

gastrointestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sumsum tulang yang

memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah

anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan

rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sumsum tulang, folikel

rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel

kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi

oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker

Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung,

yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru.

Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar

dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian

kemoterapi.

Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan

radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan survival

pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi.

Manfaat Kemoradioterapi adalah

1) Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil

terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan

radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa

tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia.

24

Page 24: Makalah CA. Nasofaring

2) Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.

3) Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap

radiasi yang diberikan (radiosensitiser).

Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten, memiliki

manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat terpapar

radiasi.

Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum

radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular bed

tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik. Disamping itu,

kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas mikrometastasis sistemik seawal

mungkin. Kemoterapi neoadjuvan pada keganasan kepala leher stadium II – IV dilaporkan

overall response rate sebesar 80 %- 90 % dan CR (Complete Response) sekitar 50%.

Kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum terapi definitif berupa radiasi dapat

mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ preservation).

Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi perbaikan

kerusakan DNA akibat induksi radiasi. Sedangkan Hidroksiurea dan Paclitaxel dapat

memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif terhadap radiasi.

Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or

concomitant chemoradiotherapy) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi. Dengan

cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan

mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi. Keuntungan

kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah resistensi, membunuh

subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery DNA pada sel kanker yang

sublethal.

Kelemahan Kemoradioterapi

Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis,

leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan

sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat

fatal.

25

Page 25: Makalah CA. Nasofaring

Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan

dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak

diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana sesuai jadwal

pemberian.

Untuk mengurangi efek samping dari kemoradioterapi diberikan kemoterapi tunggal

(single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan

sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering

digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-47%.

c. Operasi

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal

dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau

adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan

dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi

paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring

yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.2

d. Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah

virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.6

2.11 PROGNOSIS2

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis

diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :

1) Stadium yang lebih lanjut.

2) Usia lebih dari 40 tahun

3) Laki-laki dari pada perempuan

4) Ras Cina dari pada ras kulit putih

5) Adanya pembesaran kelenjar leher

26

Page 26: Makalah CA. Nasofaring

6) Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak

7) Adanya metastasis jauh

2.12 KOMPLIKASI2

a. Petrosphenoid sindrom

Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus

kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N. II yang memberikan

kelainan :

1) Neuralgia trigeminus (N. V) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri pada wajah

sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas pada daerah

distribusi dari nervus trigeminus.

2) Ptosis palpebra (N. III)

3) Ophthalmoplegia (N. III, N. IV, N. VI)

b. Retroparidean sindrom

Tumor tumbuh ke depan ke arah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi

ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan

retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N.

XI, N. XII dengan manifestasi gejala :

1) N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta gangguan

pengecapan pada sepertiga belakang lidah.

2) N. X : hiper/hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan

respirasi dan saliva.

3) N XI : kelumpuhan/atrofi otot trapezius, otot SCM serta hemiparese palatum mole

4) N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

27

Page 27: Makalah CA. Nasofaring

5) Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura

palpebralis, onoftalmus dan miosis.

c. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ

tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal

ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan

bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,

masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. 

2.13 PENCEGAHAN1

1) Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr

yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.

2) Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.

3) Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk

mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.

4) Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial

ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor

penyebab.

5) Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang

akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

28

Page 28: Makalah CA. Nasofaring

BAB III

MANAJEMEN KEPERAWATAN

IV.I PENGKAJIAN

1.    Wawancara

Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang perlu

didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut :

a.       Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga (sumbatan muara

tuba dan otitis media) atau adanya gangguan pendengaran. Selain itu, tanyakan pada pasien

mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan sumbatan hidung.

b.      Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan makan

makanan yang asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan

kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan zat karsinogen, juga adanya radang

kronis.

2.    Identitas

·  Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status

marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis

dan alamat.

·  Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

3.    Riwayat kesehatan

·  Keluhan utama

Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi

penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.

·  Riwayat kesehatan sekarang

29

Page 29: Makalah CA. Nasofaring

Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan

keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan,

faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien

menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam

bentuk PQRST.

·  Riwayat kesehatan dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan

penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

·  Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau

adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.

4.    Dasar Data Pengkajian Pasien

a.       Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur

pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas,

berkeringat malam.

b.      Neurosensori

Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.

c.       Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.

d.      Pernapasan

Gejala : Adanya asap pabrik atau industri

Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.

e.       Makanan /cairan

Gejala : anoreksia, mual/muntah.

30

Page 30: Makalah CA. Nasofaring

Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.

5.    Pemeriksaan fisik

a.    Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit

mengkilat.

b.    Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila

ditekan.

c.    Pemeriksaan THT:

1.    Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.

2.    Rinoskopia anterior :

                                                          ·     Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga

hidung, mungkin hanya banyak sekret.

                                                          ·     Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian

belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.

3.    Rinoskopia posterior :

                                                          ·     Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa

nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.

                                                          ·     Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

4.    Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan

retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.

5.    X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

31

Page 31: Makalah CA. Nasofaring

III.II DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).

2.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan

pemasukan nutrisi..

3.    Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun

III.III INTERVENSI

1. Diagnosa : Nyeri akut

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat

kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan

nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan

psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt.

Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.

Intervensi : Manajemen nyeri :

A. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

Rasional : Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus

dijelaskan oleh pasien, mengidentifikasi nyeri untuk memilih

intervensi yang tepat.

B. Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang.

Rasional : Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat

mengurangi sakit kepala.

C. Berikan kompres dingin pada bagian yang nyeri.

Rasional : Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan

vasodilatasi.

32

Page 32: Makalah CA. Nasofaring

D. Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam.

Rasional : Membantu mengendalikan nyeri dan mengalihkan

perhatian dari rasa nyeri.

E. Kolaborasi medis, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.

Rasional : Analgesik mampu menekan saraf nyeri.

2. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien

menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi

mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat.

Intervensi : Manajemen Nutrisi

A. kaji pola makan klien

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi.

B. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah

yang diantisipasi.

Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum

kemoterapi muali secara umum tidak berespons

terhadap obat antiemetik.

C. Kolaborasi medis dengan pemberian aniemetik pada

jadwal reguler sebelum atau selama dan setelah

pemberian agen antineoplastik dengan sesuai.

Rasional : Mual/muntah paling menurunkan

kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi

yang menimbulkan stress.

D. Sajikan makanan selagi hangat.

Rasional : Dengan sajian makanan hangat lebih

mengurangi mual.

E. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering.

33

Page 33: Makalah CA. Nasofaring

Rasional : Kebutuhan sehari-hari dapat

terpenuhi dengan baik.

3. Diagnosa : Risiko infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tidak terdapat faktor

risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari

gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000 )

Intervensi : Konrol infeksi :

1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2. Pertahankan teknik isolasi.

3. Batasi pengunjung bila perlu.

4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

8. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

10.Tingkatkan intake nutrisi.

11.berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi :

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

2. Monitor hitung granulosit dan WBC.

3. Monitor kerentanan terhadap infeksi..

4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

5. Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

6. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

7. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

8. Ambil kultur jika perlu

9. Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

10.Dorong istirahat yang cukup.

11.Monitor perubahan tingkat energi.

12.Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

13.Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

34

Page 34: Makalah CA. Nasofaring

14.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

15.Laporkan kecurigaan infeksi.

16.Laporkan jika kultur positif.

4. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam, pengetahuan klien meningkat.

Knowledge : Illness Care dg kriteria :

1 Tahu Diitnya

2 Proses penyakit

3 Konservasi energi

4 Kontrol infeksi

5 Pengobatan

6 Aktivitas yang dianjurkan

7 Prosedur pengobatan

8 Regimen/aturan pengobatan

9 Sumber-sumber kesehatan

10.Manajemen penyakit

Intervensi : Teaching : Dissease Process

1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

3. Sediakan informasi tentang kondisi klien

4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

35

Page 35: Makalah CA. Nasofaring

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain.

5. Diagnosa : Harga diri rendah

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya

Dengan criteria :

Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri

Menjaga postur yang terbuka

Menjaga kontak mata

Komunikasi terbuka

Menghormati orang lain

Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok

Menerima kritik yang konstruktif

Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social

Menggambarkan kebanggaan terhadap diri

Intervensi : 1. Monitor pernyataan pasien tentang harga diri

2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan

3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain

4. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.

5. Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.

6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.

7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.

8. Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya

9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya

10. Jangan mengejek / mengolok – olok pasien

11. Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi

12. Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.

13. Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.

36

Page 36: Makalah CA. Nasofaring

14. Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.

15. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri

16. Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.

17. Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan

18. Monitor tingkat harga diri

III.IV IMPLEMENTASI

Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring +

Post Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi

tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim

kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.

III.V EVALUASI

Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien,

mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana

tujuan telah tercapai.

37