makalah blok 30 5

40
 Forensik 5 Samuel D8 / 102009210 Fa ku lt as Ke do kt eran Un iver si tas Kristen Krida Wacana Jalan Aruna Utara !o" #$ Jakarta 11510 S%UD& KASUS Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek do kter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter Obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita  penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. 10 hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benolan di pundak kanan ba yi. Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunangnya, pasien dinyatakan menderita !raktur kla"ikula kanan yang sudah berbentuk kalus. #epada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar teradi patah tulang kla"ikula, dan kapan kira $ kiar teradinya. Bila benar patah tulang tersebut teradi sewaktu kelahiran, maka aan menuntut dokter B karena tel ah mengakibat kan patah tulang dan dokt er C karen a lalai ti dak dapat mediag nos isny a. %ere ka ug a men dug a bah wa dok ter C kur ang kompet en sehingga sebaiknya ia merawat anaknya kedo kter A saa. &okter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan. &" &denti'ikasi &stila( ' &&" )umusan *asala( ' Seo rang bayi mend erit a !raktur kl a"i kul a kana n yan g sudah ber bentuk kalus Email : Victorian_devil@y ahoo.com Page 1

Upload: silvia-vamella

Post on 02-Nov-2015

241 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pbl forensik

TRANSCRIPT

Forensik 5Samuel

D8 / 102009210

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510STUDI KASUSSeorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter Obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. 10 hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.

Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira kiar terjadinya. Bila benar patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, maka aan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mediagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya kedokter A saja. Dokter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.I. Identifikasi Istilah

- II. Rumusan Masalah Seorang bayi menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus Ibu bayi tersebut memiliki kepastian kepada dokter A. apakah patah tulang tersebut disebabkan oleh kelalaian dokter B dan C.III. HipotesisFraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus disebabkan karena kesalahaan dokter B dan C.PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip etika kedokteranAspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari (a) semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif, (b) semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi, (c) komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan (d) provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.Etik Profesi KedokteranEtik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter. World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan. IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi). Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.Majelis Kehormatan Etik KedokteranDalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah disiplin profesi, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya. Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim. Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya. Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada hukum pidana ataupun perdata. Bars Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal). Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya disahkan dengan tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit). Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.5 Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect. Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik. Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK. Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.Kode Etik Kedokteran Indonesia

Kewajiban UmumPasal 1Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7aSeorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7bSeorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.2

2.2. Hubungan dokter-pasienHubungan hukum dokter - pasien adalah hubungan anta subjek hukum dengan subjek hukum. Dokter sebagai subjek hukum dan pasien sebagai subjek hukum secara sukarela dan tanpa paksaan saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian atau kontrak yang disebut kontrak terapeutik. Dalam hubungan hukum ini maka segala sesuatu yang dilaukan oleh dokter terhadap pasiennya dalam upaya peyembuhan penyakit pasien adalah merupakan perbuatan hukum yang kepadanya dapat dimintai petrtanggug jawaban hukum. Mungkin masih banyak teman sejawat dokter yang melaksanakan tugas profesionalnya, memberikan pelayanan medik kepada pasien tidak menyadari bahwa perbuatannya adalah sebuah perbuatan hukum. Dalam benak para teman sejawat tiada lain hanyalah melakukan tindakan profesional kedokteran sesuai dengan kode etik profesional dan sumpah jabatan dokter, yaitu melakukan tindakan medis, pengobatatan penyakit dan perawatan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Hubungan hukum dokter-pasien akan menempatkan dokter dan pasien berada pada kesejajaran, sehingga setiap apa yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien tersebut harus melibatkan pasien dalam menentukan apakah sesuatu tersebut dapat atau tidak dapat dilakukan atas dirinya. Salah satu bentuk kesejajaran dalam hubugan hukum dokter-pasien adalah melalui informed consent atau persetujuan tindakan medik. Pasien berhak memutuskan apakah menerima atau menolak sebagian atau seluruhnya rencana tindakan da pengobatan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya.

Hubungan hukum dokter-pasien menempatkan keduanya sebagai subjek hukum yang masng-masing pihak mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus di hormati. Dokter sebagai subjek hukum mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala sesuatu yang menjadi hak-hak pasien dan sebaliknya pasien mempunyai kewajiban yang sama untuk memenuhi hak-hak dokter. Pengingkaran atas pelaksanaan kewajiban masing-masing pihak akan menimbulkan disharmonisasi dalam hubungan hukum tersebut yang dapat berbuntut pada gugatan atau tuntutan hukum oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan hak-haknya atau kepentigan-kepentingannya.

Dokter tidak boleh ertindak arogan dan semena-mena atas superioritas yang dimilikinya atas pasien karena memiliki keahlan dan kecakapan di bidang IPTEK kedokteran dan kesehatan. sehingga pasien merasa sangat tergantung pada dokter. . Perbuatan seperti itu adalah sebuah perbuatan melanggar hukum karena tidak menghargai hak-hak pasien dalam perjanjian terapeutik tersebut.

Hubungan hukum dokter pasien mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur syarat-syarat sahnya sebuah perjajiajan atau perikatan hukum Syarat-syarat tersebut yaitu antara lain :

1). Pelaku perjanjian harus dapat bertindak sebagai subjek hukum

2). Perjanjian antara subjek hukum tersebut harus atas dasar sukarela dan tanpa paksaan

3), Perjanjian tersebut memperjanjikan sesuatu di bidang pelayanan kesehatan

4). Perjanjian tersebut harus atas sebab yang halal dan tidak bertentangan dengan hukum.Dalam penelitian Gibb diungkapkan bahwa semakin sering orang menggunakan perilaku di sebelah kiri, maka semakin besar kemungkinan komunikasi menjadi defensive. Sebaliknya, komunikasi defensif berkurang dalam iklim suportif

1. a. Evaluasi

Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain yaitu dengan cara memuji atau mengecam. Dalam mengevaluasi, kita seringkali mempersoalkan nilai dan motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan dan kekurangan orang lain, maka kita akan melahirkan sikap defensif. Pada evaluasi, kita sering menggunakan kata sifat (salah, ngawur, bodoh). Kita sering mengevaluasi pada gagasan dan kinerja orang lain, bukan pada diri sendiri.

b. Deskripsi

Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi anda tanpa menilai. Pada deskripsi, biasanya kita menggunakan kata kerja. Deskripsi dapat terjadi ketika kita sedang mengevaluasi orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai diri mereka.

2. a. Kontrol

Kontrol artinya berusaha untuk mengendalikan bahkan cenderung ingin mengubah orang lain dari sikap, pendapat dan tindakannya. Melakukan kontrol juga berarti ingin menentukan sikap, pendapat dan tindakan orang lain sesuai dengan yang kita inginkan. Itu berarti kita tidak menerima sikap, pendapat dan tindakan orang lain. Sehingga kalau terjadi kontrol orang lain terhadap kita, maka kita ada perasaan menolaknya.

b. Orientasi Masalah

Orientasi masalah berarti mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Kita mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

3. a. Strategi

Strategi adalah penggunaan cara untuk mempengaruhi orang lain. Kita menggunakan strategi apabila orang menduga kita mempunyai motif tersembunyi. Kita berkomunikasi dengan udang di balik batu. Apabila orang lain tahu kita melakukan strategi, maka ia akan menjadi defensif.

b. Spontanitas

Spontanitas artinya sikap jujur, apa adanya dan dianggap tidak memiliki motif yang terpendam. Apabila kita melakukan spontanitas, maka kita mempunyai iklim suportif.

4. a. Netralitas

Netralitas berarti sikap impersonal dan memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, melainkan sebagai obyek. Bersikap netral bukanlah bersifat obyektif, melainkan menunjukkan sikap acuh tak acuh dan tidak menghiraukan kelebihan orang lain.

b. Empati

Empati artinya memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita, sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain yang mengalami emosi. Tanpa empati, orang seakan-akan menjadi mesin yang hampa perasaan dan tanpa perhatian. Dengan empati, kita akan menumbuhkan iklim yang suportif.

5. a. Superioritas

Superioritas artinya kita menunjukkan sikap lebih tinggi atau lebih baik dibanding orang lain karena status atau kekuasaan atau kekayaan atau kemampuan intelektual (dalam istilah Islam disebut Takabur). Superioritas akan melahirkan iklim defensif.

b. Persamaan

Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, kita tidak mempertegas perbedaan. Maksudnya status boleh jadi berbeda tetapi komunikasi kita tidak vertikal, kita tidak menggurui tetapi berkomunikasi pada tingkat yang sama. Dengan persamaan, kita mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan (Dalam istilah Islam disebut Tawadlu). Kalau kita senantiasa dapat menciptakan persamaan maka akan timbul iklim yang suportif.

6. a. Kepastian

Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Bersikap kepastian cenderung mengarah ke iklim defensif.

b. Provisionalisme

Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan yaitu siap untuk mengakui dan mengoreksi kesalahan yang kita perbuat, karena itu wajar juga kalau suatu saat pendapat dan keyakinan kita bisa berubah. Provisonal dalam bahasa Inggris, artinya bersifat sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap.

1.3 Hubungan kesejawatan Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya membuat pengobatan menjadi kompleks. Dokter secara individu tidak bisa menjadi ahli untuk semua penyakit yang diderita oleh pasiennya, sedangkan perawatan tetap harus diberikan sehingga membutuhkan bantuan dokter spesialis lain dan profesi kesehatan yang memiliki keterampilan khusus seperti perawat, ahli farmasi, fisioterapis, teknisi laboratorium, pekerja social dan lainnya.

Seorang dokter sebagai anggota profesi kesehatan, diharapkan memperlakukan profesi kesehatan lain lebih sebagai anggota keluarga dibandingkan sebagai orang lain, bahkan sebagai teman. Deklarasi Geneva dari WMA juga memuat janji: Kolega saya akan menjadi saudara saya. Interpretasi janji ini bervariasi dari satu negara dan negara lain sepanjang waktu.

Dalam tradisi etika kedokteran Hippocrates, dokter memiliki hutang penghargaan khusus terhadap guru mereka. Deklarasi Geneva menyatakan: Saya akan memberikan guru saya penghormatan dan terima kasih yang merupakan hak mereka.

Sebagai balasan atas kehormatan yang diberikan masyarakat dan kepercayaan yang diberikan oleh pasien, maka profesi kesehatan harus membangun standar perilaku yang tinggi untuk anggotanya dan prosedur pendisiplinan dalam menyelidiki tuduhan adanya tindakan yang tidak benar dan jika perlu menghukum yang berbuat salah. Kewajiban untuk melaporkan kolega yang melakukan tindakan yang tidak kompeten, mencelakakan, perbuatan tidak senonoh ditekankan dalam Kode Etik Kedokteran Internasional yang dikeluarkan oleh WMA menyatakan: Dokter harus berusaha keras untuk menyatakan kekurangan karakter dan kompetensi dokter ataupun yang terlibat dalam penipuan atau kecurangan. Penerapan prinsip ini tidaklah mudah, di satu sisi seorang dokter mungkin menyerang reputasi koleganya karena motif yang tidak benar seperti karena rasa iri atau terhina oleh koleganya. Dokter juga merasa sungkan atau ragu untuk melaporkan tindakan koleganya yang tidak benar karena simpati atau persahabatan. Konsekuensi pelaporan tersebut dapat berakibat kurang baik bagi yang melapor, yang tertuduh atau bahkan dari kolega lain.

Kerjasama Dokter Dengan Sejawat Menurut KKI

1. Merujuk pasien

Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harus merujuk pasien pada sejawat lain untuk mendapatkan saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima rujukan, sesuai dengan etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan terapi dan mengembalikannya kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu dokter penerima rujukan dapat melakukan tindakan atau perawatan lanjutan dengan persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah selesai perawatan dokter rujukan mengirim kembali kepada dokter yang merujuk.

Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter dapat menyampaikan kepada pasien kemungkinan untuk dirujuk kepada sejawat lain karena alasan kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Pada saat meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi penjelasan tentang alasan, tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh usaha ditujukan untuk kepentingan pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan dalam rawat bersama harus ditetapkan dokter penanggung jawab utama.

Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus mengungkapkan segala informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara tertulis serta bersifat rahasia.

Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang pasien yang diketahui sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang memeriksa harus menginformasikan kepada dokter pasien tersebut tentang hasil pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting lainnya demi kepentingan pasien.2. Bekerjasama dengan sejawat

Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membedakan jenis kelamin, ras, kecacatan, agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat.

Seorang dokter tidak dibenarkan mengkritik teman sejawat melalui pasien yang mengakibatkan turunnya kredibilitas sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter memberi komentar tentang suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara langsung.

3. Bekerjasama dalam tim

Asuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin. Apabila bekerja dalam sebuah tim, dokter harus :

a. Menunjuk ketua tim selaku penanggung jawab

b. Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan asuhan yang diberikan

c. Menghargai kompetensi dan kontribusi anggota tim

d. Memelihara hubungan profesional dengan pasien

e. Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar tim

f. Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa yang bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasien

g.Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim, serta menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan kekurangan tim

h. Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara terbuka dan sportif.

4. Memimpin tim

Dalam memimpin sebuah tim, seorang dokter harus memastikan bahwa :

a. Anggota tim telah mengacu pada seluruh acuan yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pelayanan kedokteran

b. Anggota tim telah memenuhi kebutuhan pelayanan pasien

c Anggota tim telah memahami tanggung jawab individu dan tanggung jawab tim untuk keselamatan pasien. Selanjutnya, secara terbuka dan bijak mencatat serta mendiskusikan permasalahan yang dihadapi

d Acuan dari profesi lain dipertimbangkan untuk kepentingan pasien

e. Setiap asuhan pasien telah terkoordinasi secara benar, dan setiap pasien harus tahu siapa yang harus dihubungi apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran

f. Pengaturan dan pertanggungjawaban pembiayaan sudah tersedia

g. Pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut dari audit standar pelayanan kedokteran dan audit pelaksanaan tim dijalankan secara berkala dan setiap kekurangan harus diselesaikan segera

h. Sistem sudah disiapkan agar koordinasi untuk mengatasi setiap permasalahan dalam kinerja, perilaku atau keselamatan anggota tim dapat tercapai

i. Selalu mempertahankan dan meningkatkan praktek kedokteran yang benar dan baik.

5. Mengatur dokter pengganti

Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti serta mengatur proses pengalihan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti. Dokter pengganti harus diinformasikan kepada pasien.

Dokter harus memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter pengganti harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam asuhan medis.

6. Mematuhi tugas

Seorang dokter yang bekerja pada institusi pelayanan/ pendidikan kedokteran harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti.

Dokter penanggung jawab tim harus memastikan bahwa pasien atau keluarga pasien mengetahui informasi tentang diri pasien akan disampaikan kepada seluruh anggota tim yang akan memberi perawatan. Jika pasien menolak penyampaian informasi tersebut, dokter penanggung jawab tim harus menjelaskan kepada pasien keuntungan bertukar informasi dalam pelayanan kedokteran.

7. Pendelegasian wewenang

Pendelegasian wewenang kepada perawat, mahasiswa kedokteran, peserta program pendidikan dokter spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dokter yang mendelegasikan tetap menjadi penanggung jawab atas penanganan pasien secara keseluruhan.

Hubungan dan kinerja teman sejawat

Seorang dokter harus melindungi pasien dari risiko diciderai oleh teman sejawat lain, kinerja maupun kesehatan. Keselamatan pasien harus diutamakan setiap saat. Jika seorang dokter memiliki kekhawatiran bahwa teman sejawatnya tidak dalam keadaan fit untuk praktek, dokter tersebut harus mengambil langkah yang tepat tanpa penundaan, kemudian kekhawatiran tersebut ditelaah dan pasien terlindungi bila diperlukan. Hal ini berarti seorang dokter harus memberikan penjelasan yang jujur mengenai kekhawatiran terhadap seseorang dari tempat ia bekerja dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Jika sistem setempat tidak memadai atau sistem setempat tidak dapat menyelesaikan masalah dan seorang dokter masih mengkhawatirkan mengenai keselamatan pasien, maka dokter harus menginformasikan badan pengatur terkait.

1. Menghormati teman sejawat

Seorang dokter harus memperlakukan teman sejawatnya dengan adil dan rasa hormat. Seorang dokter tidak boleh mempermainkan atau mempermalukan teman sejawatnya, atau mendiskriminasikan teman sejawatnya dengan tidak adil.

Seorang dokter harus tidak memberikan kritik yang tidak wajar atau tidak berdasar kepada teman sejawatnya yang dapat mempengaruhi kepercayaan pasien dalam perawatan atau terapi yang sedang dijalankan, atau dalam keputusan terapi pasien.

2. Berbagi informasi dengan teman sejawat

Berbagi informasi dengan teman sejawat lain sangatlah penting untuk keselamatan dan keefektifan perawatan pasien. Ketika seorang dokter merujuk pasien, dokter tersebut harus memberikan semua informasi yang relevan mengenai pasiennya, termasuk riwayat medis dan kondisi saat itu.

Jika seorang dokter spesialis memberikan terapi atau saran untuk seorang pasien kepada dokter umum, maka ia harus memberitahu hasil pemeriksaan, terapi yang diberikan dan informasi penting lainnya kepada dokter yang ditunjuk untuk kelangsungan perawatan pasien, kecuali pasien tersebut menolak.

Jika seorang pasien belum dirujuk dari dokter umum kepada dokter spesialis, dokter spesialis tersebut harus menanyakan kepastian pasien tersebut untuk memberitahu dokter umumnya sebelum memulai terapi, kecuali dalam keadaan gawat darurat atau saat keadaan yang tidak memungkinkan. Jika dokter spesialis tersebut tidak memberitahu dokter umum yang merawat pasien tersebut, dokter spesialis tersebut harus bertanggung jawab untuk menyediakan atau merencanakan semua kebutuhan perawatan.1.4 Dampak buruk akibat keputusan dokterDalam membahas mengenai dampak hukum yang mungkin timbul akibat keputusan seorang dokter, ada dua aspek yang penting untuk diketahui, yaitu mengenai kelalaian medis dan dasar hukum yang mengatur kelalaian medis tersebut termasuk di dalamnya dasar hukum penuntutan.2

Kelalaian Medik

Dalam beberapa tahun terakhir kasus penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya kelalaian medis ataupun malpraktik medis tercatat meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Seirama dengan itu, tercatat jumlah kasus pengaduan pelanggaran etik kedokteran yang diajukan ke MKEK juga meningkat. Bahkan akhir-akhir ini juga terdapat beberapa kasus pidana kelalaian yang mengakibatkan kematian yang menyangkut dokter atau petugas rumah sakit lain sebagai terdakwa.5Alasan peningkatan jumlah penuntutan hukum

Kalangan kedokteran umumnya berpendapat bahwa tingginya jumlah penuntutan hukun tidak berhubungan dengan kualitas layanan kedokteran pada umumnya dan kompetensi para dokter yang memberikan layanan. Bahkan mereka berpendapat bahwa motivasi finansial, pemberlakuan undang-undang perlindungan konsumen dan peranan para penasehat hukumlah yang lebih bertanggungjawab atas peningkatan keberanian masyarakat untuk mengajukan penuntutan hukum kepada dokter.Sementara itu, Tan Soo Yong menyebutkan 4 alasan yang dapat menjelaskan fenomena di atas, yaitu:1. Pendidikan yang lebih baik dan meningkatnya sikap asertif masyarakat, terutama di bidang kesadaran tentang sistem hukum dan kedokteran. Mereka sadar bahwa dokter juga dapat bertindak lalai dalam menjalankan profesinya dan bertanggungjawab atas kelalaian itu.32. Meningkatnya pengharapan masyarakat atas hasil tindakan medis. Sosialisasi pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran melalui media masa ternyata tidak sesuai dengan pencapaian dalam praktek.23. Komersialisasi upaya pelayanan kedokteran disertai erosi kualitas hubungan kepercayaan antara dokter pasien. Pendidikan kedokteran yang mahal dan dibayar sendiri, terlupakannya pendidikan etik kedokteran dan sikap empati, rumah sakit yang boleh berorientasi profit, dan kompetisi tak sehat antar pemberi layanan kedokteran adalah sedikit dari banyak fakta yang mendukung alasan ini.34. Peningkatan biaya layanan kedokteran dan masih sedikitnya pembiayaan pelayanan kedokteran melalui asuransi. Adalah suatu fakta bahwa semakin tinggi seseorang harus membayar untuk suatu layanan maka semakin tinggi pula toleransinya terhadap ketidak-sempurnaan layanan tersebut.2Dampak Penuntutan

Sebenarnya, banyak kasus penuntutan hukum kepada dokter yang diduga melakukan kelalaian medik apabila dilakukan sesuai dengan proporsinya dapat diharapkan berperan sebagai upaya menjaga mutu pelayanan kedokteran kepada masyarakat. Namun di sisi lain, penuntutan tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.5

Selain itu, besarnya tuntutan ganti rugi yang semakin hari kian meningkat merupakan salah satu hal yang harus diperhitungkan. Gugatan yang tidak dibatasi akan meningkatkan legal cost, akibat adanya biaya proses persidangan, pengacara dan success fee. Oleh karena itu dapat ditempuh jalur lain untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi, seperti lebih memilih penyelesaian melalui arbitrase daripada melalui pengadilan.2Penuntutan juga mengakibatkan tekanan psikologis bagi para dokter. Penuntutan tersebut sudah mengakibatkan kegelisahan, depresi, perasaan bersalah, dan kehilangan rasa percaya diri para dokter, karena nama baik dan reputasi dokter dapat tercemar. Para dokter yang pernah mengalami penuntutan akan menderita litigation stress sindrome dengan derajat yang bervariasi.2Malpraktik Medis

Blacks Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai professional misconduct or unreasonable lack of skill atau failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them. 2Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian, ataupun suatu ketidak-kompetenan yang tidak beralasan.2Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, penanahan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misepresentasi, keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji, berpraktek tanpa SIP, berpraktek diluar kompetensinya, dan sengaja melanggar standar.2Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa malpraktik bukanlah dilihat dari hasil tindakan medis melainkan harus dilihat dari proses tindakan medis itu sendiri. 2Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu:

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakit itu sendiri yang tidak mempunyai hubungan dengan tindakan medis yang diterima pasien.

2. Efek samping dari tindakan medis yang tidak dapat dihindari, baik yang telah diketahui sebelumnya maupun yang tidak tetapi dianggap masih dapat diterima.

3. Hasil dari kelalaian medik.

4. Hasil dari suatu kesengajaan. Pengertian dan Syarat Kelalaian Medik

Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seorang melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada keadaan dan situasi yang sama. Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Asscociation (1992), yaitu: medical malpractice involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the patients condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis. an injury occuring in the course of medical treatment which could not be forseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result, for which the physician sould not bear any liability. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance, dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak. Misfeasance berarti melaksanakan tindakan medis yang tepat tetapi dilakukan dengan tidak tepat. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban bagi seorang tenaga medis. Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi 4 unsur di bawah ini, yaitu:

1. Kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan medis atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban.

3. Damage atau kerugian.

4. Direct casual relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian. 3Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya keempat unsur diatas.

Dasar Hukum Penuntutan Ganti Rugi

Pasal 55 Undang-undang No 23 tahun 1992 tentang kesehatan : (1)setiap orang berhak atas

ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

Pasal1365 KUH Perdata : tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salah menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.Pasal 1366 KUH Perdata : setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya.Pasal1367 KUH Perdata : seorang tidaks aja bertanggungjwab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Pasal7 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen : Kewajiban pelaku usaha adalah :

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pasal1370 KUH Perdata : Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunya hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. Pasal1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut keadaan. Pasal 1372 KUH Perdata : Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik

Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu:

Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal 360 KUHP : (1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (2) barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 361 KUHP : Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. Perkara Pidana

Kelalaian Medis juga dapat dimasukkan ke dalam domain pidana, yaitu memanfaatkan pasal 359-361 KUHP, yang mengancam seseorang akibat melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan seseorang lain luka, luka berat, dan mati. Ancaman pidana yang lebih berat diberikan kepada orang yang melakukannya dalam rangka melakukan pekerjaan/pencahariannya Bahkan orang tersebut dapat dicabut haknya dalam melakukan aktivitas tersebut.21.5 Imform consentInformed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien.2 Dilihat dari sisi hukum, bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain:Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu:

1. Threshold Elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten di sini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.2. Information Elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.2

Dalam hal ini, seberapa baik informasi yang harus diberikan kepada pasien dapat dilihat dari 3 standar, yaitu:

Standar Praktek Profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis (constumary pratices of a professional community-Faden and Beauchamp, 1986). Standar ini terlalu mengarah ke komunitas kedokteran, sehingga terkadang agak sulit dimengerti oleh pasien tentang informasi tersebut.

Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya : risiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial/ pasien.

Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.

Standar pada Reasonable Person3

Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam. Sub-elemen pemahaman (understanding) dipengaruhi oleh penyakitnya, irrasionalis dan imaturitas. Banyak ahli yang mengatakan bahwa apabila elemen ini tidak dilakukan maka dokter dianggap telah lalai melaksanakan tugasnya memberi informasi yang adekuat.

3. Consent Elements

Elemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi atau pun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.3

Consent dapat diberikan:

a) Dinyatakan (expressed)

a. Dinyatakan secara lisan

b. Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari. Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.

b) Tidak dinyatakan (implied)

Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan sebelumnya, tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hanya apabila gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.Proxy-consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya. Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy-consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dll.Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat absolut. Hal ini karena dokter akan mengalami konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban dengan mencegah perbuatan bunuh diri, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan intergritas etis profesi dokter.2

Pengaruh konteks

Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan yaitu keadaan darurat medis, ancaman terhadap kesehatan masyarakat, pelepasan hak memberikan consent (waiver), clinical privilege, dan pasien yang tidak kompeten memberikan consent.Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent. seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental yang lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal sering kali tidak dianggap cakap menerima informasi yang bener apalagi keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya.Pengaruh budaya Indonesia atau budaya Timur pada umumnya sangat terasa dalam praktek informed consent. Umumnya keputusan medis dipahami sebagai proses dalam keluarga, pasien sendiri umumnya mendesak untuk berkonsultasi dahulu dengan keluarganya untuk menjaga keharmonisan keluarga. Budaya sebagian besar suku bangsa di Indonesia tampaknya sangat sesuai dengan budaya Jepang di atas. Persetujuan tindakan medis umumnya diberikan oleh keluarga dekat pasien oleh karena pasien cenderung untuk menyerahkan permasalahan medisnya kepada keluarga terdekatnya. Nilai yang lebih bersifat kolektif seperti ini juga terlihat pada rahasia kedokteran.2Budaya, kebiasaan dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi cara dan keadekuatan berkomunikasi antara dokter dan pasien.3Keluhan pasien tentang proses informed consent adalah:1. Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis

2. Perilaku dokter yang terlihat terburu buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya jawab

3. Pasien sedang stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi

4. Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk3Sebaliknya dokter juga mengeluhkan hal-hal di bawah ini:

Pasien tidak mau diberitahu

Pasien tidak mampu memahami

Risiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi

Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

1.6 Solusi dokter 1. Majelis Kehormatan Etik KedokteranDalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin profesi) nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk memperatahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelsi profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. MKEK dalam perjalanannya telah diperkuat dengan landasan hukum yang diatur dalam UU No.18 tahun 2002 tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. 3Di kemudian hari, Majelis Kehormatan Disipin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No. 29/2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan / pelanggaran disiplin profesi kedokteran.3MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah pdisiplin profesi, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK. 3Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya. 3Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota), bersikap aktif melakukan pemeriksaan tanpa adanya badan atau perorangan sebahai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazsimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim. 3Dalam melakukan pemeriksaaannya, Majelis berwenang memperoleh :

1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan.

2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijazah/brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktik Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital by laws SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.3Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada hukum pidana ataupun perdata. Bars Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal). Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya disahkan dengan tanda tangan dan atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tanda tangan (affidavit).3Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt,tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa pada tingkat kepastian perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan, semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.3Perkara yang diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect. Namun demikian, tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik. 3Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan, ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK. 3Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalani putusan.a. Kaidah moralKaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie dalam penerapan praktiknya. dalam praktik kedokteran, dengan prima facie sebagai judge; penentu kaidah dasar mana yang dipilih ketika berada dalam konteks tertentu (ilat) yang relevan.a. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia.

Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.

Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi. Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting. Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.

b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban General beneficence :

melindungi & mempertahankan hak yang lain

mencegah terjadi kerugian pada yang lain,

menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,

Specific beneficence :

menolong orang cacat,

menyelamatkan orang dari bahaya. Mengutamakan kepentingan pasien Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk) Menjamin nilai pokok : apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya (apalagi ada yg hidup).

c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti : Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien

Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :

Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting

Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).

Norma tunggal, isinya larangan.

d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.

Treat similar cases in a similar way = justice within morality.

Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni :

a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)

b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).

Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik

Jenis keadilan :

a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :

Setiap orang andil yang sama

Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya

Setiap orang sesuai upayanya Setiap orang sesuai kontribusinya

Setiap orang sesuai jasanya

Setiap orang sesuai bursa pasar bebasc. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :

Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien. Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil). Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

d. Hukum (umum) :

Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak. pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.

DAFTAR PUSTAKA1. Amir,Amri.Ilmu Kedokteran Forensik.Medan:Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU;2007.2. Suryadi,Taufik. Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Buku Penuntun Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan Medikolegal.Banda Aceh: FK Unsyiah/RSUDZA; 2009.3. Mulyo,R Cahyono Adi. Perananan Dokter dalam Proses Penegakan Hukum Kesehatan.Universitas Negeri Semarang; 2006.4. Aji,Jati Pulung.Peranan Dokter Forensik dalam Praktek Peradilan Perkara Pidana.Purworejo;2008.5. Sampurna,Budi.Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.Universitas Indonesia; 2009.Email : [email protected] Page 40