makalah bencana massal
DESCRIPTION
bencanaTRANSCRIPT
MAKALAH
KORBAN MASSAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Manajemen Tanggap Bencana
ABDUL NIZARNIM. 1101100083
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAND III KEPERAWATAN MALANG
Januari 2014
PENDAHULUAN
Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan)
disertai jatuhnya banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan
menghambat, mengganggu dan merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil
pembangunan. Indonesia merupakan super market bencana. Bencana pada dasarnya
karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah terjadinya akibat dari
bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana,
diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan
bencana. Ditingkat nasional ditetapkan Bakornas-PBP (sekarang Banas), Satkorlak-
PBP dipropinsi dan Satlak-PBP dikabupaten kota. Unsur kesehatan tergabung
didalamnya.
Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar
melibatkan pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS. Memerlukan penanganan
terpadu dan pengaturan dalam sistem. Ditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (sehari-
hari dan bencana) dalam Kepres dan ketentuan pemerintah lainnya.
Disadari untuk peran jajaran kesehatan mulai tingkat pusat hingga desa
memerlukan kesiapsiagaan dan berperan penting dalam penanggulangan bencana,
mengingat dampak yang sangat merugikan masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran
kesehatan perlu mengetahui tujuan dan langlah-langkah kegiatan kesehatan yang
perlu ditempuh dalam upaya kesiapsiagaan dan penanggulangan secara menyeluruh.
Tujuan
1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.
2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan ksus gadar dalam keadaan
sehari-hari maupun bencana.
Pengertian
1. Safe Community, (SC) : Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan
untuk masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
2. Bencana : Kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban gadar, yang tidak
dapat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian material
dan terjadinya kerusakan infra struktur fisik serta terganggunya kegiatan
normal masyarakat.
3. Pasien gadar adalah pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan
pertolongan segera.
4. SPGDT : Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur, pelayanan
pra RS, pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat
yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan
oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar
dan sistem komunikasi.
5. PSC (Public Safety Center) : Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan
masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan
medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan
ujung tombak pelayanan kesehatan, yang bertujuan unuk mendapatkan respons cepat
(quick response) terutama pelayanan pra RS.
6. BSB (Brigade Siaga Bencana) : Satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas
medis (dokter, perawat), paramedik dan awam khusus yang memberikan pelayanan
kesehatan berupa pencegahan, penyiagaan maupun pertolongan bagi korban bencana.
7. UGD (Unit Gawat Darurat) : Unit pelayanan di RS yang memberikan pelayanan
pertama pada pasien engan ancaman kematian dan kecacadan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai disiplin.
8. HCU (High Care Unit) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus
bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang sudah stabil
dan masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pengawasan secara ketat.
9. URI (Unit Rawat Intensif) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan
khusus bagi pasien gadar yang menggunakan berbagai alat bantu untuk mengatasi
ancaman kematian dan melakukan pengawasan khusus terhadap fungsi vital tubuh.
\ SAFE COMMUNITY
Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma
sehat. Untuk mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes
pada HKN 36 di Makassar. Adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan
sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi
maupun masyarakat. Gerakan ini juga terkandung dalam konstitusi WHO.
Mempunyai dua aspek, care dan cure, Care adalah adanya kerja-sama lintas sektoral
terutama jajaran non kesehatan untuk menata perilaku dan lingkungan di masyarakat
untuk mempersiapkan, mencagah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi
berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan. Cure
adalah peran utama sektor kesehatan dibantu sektor lain terkait dalam upaya
melakukan penanganan keadaan dan kasus-kasus gadar.
Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat
pra RS merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam
perjalanan ke RS untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.
Melalui gerakan SC diharapkan dapat diwujudkan upaya-upaya untuk mengubah
perilaku mulai dari kelompok keluarga, kelompok masyarakat dan lebih tinggi hingga
mencapai seluruh masyarakat Indonesia. Gerakan ini harus dikembangkan secara
sistematis dan berkesinambungan dengan mengikutsertakan berbagai potensi.
Gerakan ini ditunjang komponen dasar : Subsistem komunikasi, transportasi, yankes
maupun non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi.
Sistem yang dikembangkan Depkes adalah pengembangan model dan
pembuatan standar maupun pedoman yang diperlukan. Daerah memiliki peluang
menyusun rencana kesehatan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakatnya.
Visi gerakan SC
Menjadi gerakan di masyarakat yang mampu melindungi masyarakat dalam
keadaan kedaruratan sehari-hari dan melindungi masyarakat dalam situasi bencana
maupun atas dampak akibat terjadinya bencana, sehingga tercipta perilaku masyarakat
dan lingkungan sekitarnya untuk terciptanya situasi sehat dan aman.
Misi gerakan SC
1. Mendorong terciptanya gerakan masyarakat untuk menjadi sehat, aman dan
sejahtera.
2. Mendorong kerja-sama lintas sektor dan program dalam gerakan mewujudkan
masyarakat sehat dan aman.
3. Mengembangkan standar nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
4. Mengusahakan dukungan pendanaan bidang kesehatan dari pemerintah, bantuan
luar negeri dan bantuan lain dalam rangka pemerataan dan perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan terutama dalam keadaan darurat. Menata sistem pendukung
pelayanan ke sehatan pra RS dan playanan kesehatan di RS dan seluruh unit
pelayanan kesehatan di Indonesia
Nilai dasar
1. SC meliputi aspek care (pencegahan, penyiagaan dan mitigasi),
2. Equity, adanya kebersamaan dari institusi pemerintah, kelompok/organisasi profesi
dan
masyarakat dalam gerakan SC.
3. Partnership, menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakat untuk mencapai
tujuan dalam gerakan SC.
4. Net working, membangun suatu jaring kerja-sama dalam suatu sistem dengan
melibatkan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan SC.
5. Sharing, memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam memecahkan
segala permasalahan dalam gerakan SC.
Maksud
Memberikan pedoman baku bagi daerah dalam melaksanakan gerakan SC agar
terciptanya masyarakat sehat, aman dan sejahtera.
Tujuan
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam gerakan SC dan menata perilaku
masyarakat dan ingkungannya menuju perilaku sehat dan aman.
2. Membangun SPGDT yang dapat diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat.
3. Membangun respons masyarakat pada pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat
melalui pusat pelayanan terpadu antara lain PSC dan potensi penyiagaan fasilitas ke
sehatan serta peran serta masyarakat dalam menghadapi bencana.
4. Mempercepat response time kegadaran untuk menghindari kematian dan kecacadan
yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Sasaran yang ingin dicapai
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian masyarakat dan profesi
kesehatan dalam kewaspadaan dini kegadaran.
2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait dalam SPGDT, baik untuk keamanan
dan ketertiban (kepolisian), unsur penyelamatan (PMK) dan unsur kesehatan (RS,
Puskesmas,ambulans dll) yang tergabung dalam satu kesatuan dengan mewujudkan
PSC.
3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung dalam
satu sistem,SPGDT.
Falsafah dan Tujuan Organisasi dalam SC
1. Gerakan SC diwujudkan untuk memberikan rasa sehat dan aman dengan
melibatkan seluruh potensi masyarakat serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas
pada pelayanan kesehatan pra RS dan RS atau antar RS secara optimal.
2. Merubah perilaku mulai dari anggota keluarga, kelompok hingga yang lebih tinggi
secara berjenjang agar mampu menanggulangi kegadaran sehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.
4. Menggunakan motto time saving is life and limb saving dan kemampuan
rehabilitasi pasca keadaan gadar sebagai bagian upaya mewujudkan rasa sehat dan
aman bagi masyarakat.
Ketentuan umum dalam pengorganisasian
1. Organisasi gerakan SC didaerah didasarkan pada organisasi yang melibatkan multi
disiplin dan multi profesisi.
2. Terdapat unsur pimpinan/wakil, sekretaris, bendahara dan anggota.
3. Minimal melibatkan unsur keamanan dan ketertiban (kepolisian,
penyelamatan/PMK dan kesehatan, dan kemudian dilibatkan unsur lain seperti
keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dan humas.
Administrasi dan pengelolaan
1. Harus ada struktur serta uraian tugas, pembagian kewenangan dan mekanisme
hubungan kerja dengan unit lain.
2. Unit kerja terkait al. jajaran kesehatan, kepolisian, PU, keselamatan kerja dan
tenaga kerja, telekomunikasi, ormas (ORARI, RAPI, PMI dll).
3. Adanya ketetapan produk hukum, merupakan dasar mencapai visi, misi dan tujuan.
4. Adanya petunjuk dan informasi yang disediakan bagi masyarakat untuk mejamin
kemudahan dan kelancaran dalam memberikan pelayanan di masyarakat.
5. Ada PSC sebagai unit pelaksana yang berfungsi untuk respons cepat kegadaran di
masyarakat.
Staf dan pimpinan
1. Gerakan SC diselenggarakan oleh seluruh komponen masyarakat dengan kepala
daerah menetapkan keberadaan organisasi ini dengan SK.
2. Organisasi dimaksud adalah PSC yang dibangun disetiap daerah.
3. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang ditetapkan sesuai kebutuhan.
Fasilitas dan Peralatan
1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada
masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam.
2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan
standard yang ditetapkan Depkes.
3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk
ambulans dan keselamatan kerja.
Kebijakan dan prosedur
1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan.
2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukannya termasuk
adanya perencanaan RS dalam penanganan bencana (Hospital disaster plan).
3. Ditetapkan adanya PSC ditiap daerah dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan keselamatan kerja dan kegadaran sehari-hari.
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU
Umum
Sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan
didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk
menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan
bencana maupun sehari-hari. pela-yanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu
pelayanan pra RS, RS dan antar RS.
Sistem pelayanan Medik Pra RS
Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi.
Pelayanan sehari-hari :
1. PSC.
Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian
dibawah Pemda. SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam
upaya pertolongan bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan
perkembangan teknologi, pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat,
komunikasi untuk keterpaduan kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi
sebagai respons cepat penangggulangan gadar.
2. BSB.
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana.
Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS), petugas medis (perawat,
dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang
ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.
3. Pelayanan Ambulans.
Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik,
RB, RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama
untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana.
4. Komunikasi.
Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh
kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu.
5. Pembinaan.
Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi
dokter, perawat, awam khusus. Penyuluhan bagi awam.
Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal
6. Koordinasi, komando.
Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam
koordinasi dan komando yang disepakati bersama.
7. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya.
Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai
pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.
8. Simulasi.
Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah
dapat diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
9. Pelaporan, monitoring, evaluasi.
Penanganan bencana didokumentasikan dalam bentuk laporan dengan
sistematika yang disepakati. Data digunakan untuk monitoring dan evaluasi
keberhasilan atau kegagalan, hingga kegiatan selanjutnya lebih baik.
Sistem Pelayanan Medik di RS
1. Perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll.
2. Perlu Hospital Disaster Plan, Untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS.
3. Transport intra RS.
4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan
kemampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis.
5. Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup.
Sistem Pelayanan Medik Antar RS.
1. Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas.
2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS.
3. Sistem Informasi Manajemen, SIM. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan
dalam pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan
penunjang termasuk keuangan.
4. Koordinasi dalam pelayanan terutama rujukan, diperlukan pemberian informasi
keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi ke RS
tujuan.
Hal-hal khusus
1. Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari RS rujukan.
2. Protap pelayanan Gadar di tempat umum.
3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat.
PUBLIC SAFETY CENTER
Diadakannya PSC dilandasi aspek time management sebagai implementasi
time saving is life and limb saving yang mengandung unsur kecepatan atau quick
respons dan ketepatan berupa mutu pelayanan yang sesuai standar. Unsur kecepatan
dipenuhi oleh subsistem transportasi dan komunikasi handal sedang unsur ketepatan
dipenuhi oleh kemampuan melakukan pertolongan penderita gadar (PPGD) meliputi
basic life support dan advance life support sesuai masalah yang dihadapi. Pelayanan
bersifat gratis dan begitu sampai RS, berlaku sistem pembayaran yang berlaku. Awak
ambulans PSC berstandar BLS dan ALS.
Peran Dirjen Bina Yanmed Depkes
Tujuan pembangunan kesehatan antaranya memperbaiki kualitas pelayanan diseluruh
daerah dan seluruh fasilitas pelayanan. Pelayanan medik diberikan pada individu
berupa upaya promotif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat continuum (terus
menerus). Pela-yanan medik dasar berupa pencegahan primer (health promotion dan
specific protection) oleh tenaga medik maupun non medik. Pencegahan sekunder
berupa deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacad, serta pencegahan tertier
berupa rehabilitasi medik maksimal oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan
lain. Yanmed dasar merupakan basis dari sistem rujukan medik spesialistik.
Hubungan Kebijakan Depkes dengan pelayanan pada masyarakat
Arah dan kebijakan pembangunan kesehatan yang ditetapkan Menkes lebih
menekankan pada upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan tanpa mengabaikan
pelayanan penyembuhan dan rehabilitasi untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010.
Berdasar PP 25/2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan propinsi dan
Kepmenkes 130/2000 tentang Organisasi dan cara kerja Depkes, maka yanmed dalam
pembangunan kesehatan memerlukan :
1. Penetapan pedoman sertifikasi teknologi yanmed.
2. Penetapan pedoman penerapan, penapisan dan pengembangan teknologi dan
standar etika medik.
3. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana yanmed.
4. Penetapan standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman pembiayaan yanmed.
Paradigma yanmed unggulan menganut pada (mengacu pada dasar-dasar bangkes
tsb.):
1. Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven, klien yang
semula objek menjadi subjek pelayanan. Otonomi klien sangat diutamakan seperti
pada informed consent yang berupa pemberian informasi timbal balik seimbang.
Hubungan provider dan client merupakan dasar yanmed. Kepuasan klien merupakan
fokus pelayanan yang menjamin kesembuhan, penurunan keluhan dan atau
peningkatan kesehatan. Client driven approach merupakan lingkungan kondusif
dalam menciptakan budaya mutu dari institusi yanmed.
2. Yanmed terintegrasi adalah pelayanan holistic-continuum yang akan meningkatkan
mutu dan efisiensi pelayanan, termasuk pertimbangan biaya. Manajemen profesional
memacu sinergi seluruh sumber daya.
3. Evidence based medicine adalah yanmed yang dilaksanakan profesional mengacu
pada fakta yang benar, dapat dipercaya yang diinformasikan pada klien dan akan
melandasi keputusan dan tindakan profesional yanmed.
4. Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur ekonomi, sosial,
profesional. Transaksi yanmed tidak sama dengan transaksi umum yang mengandung
kepastian. Walaupun pasien ditangani lege artis dapat saja terjadi kematian dan
kecacadan. Undang-undang perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan dalam
yanmed. Untuk itu hukum yanmed perlu dikembangkan secara adil baik dari sisi
provider maupun klien. Hukum dan perundangan dalam yanmed tsb. sebagi landasan
medicine by law yang merupakan risk management menuju pelayanan prima.
Hubungan kebijakan Depkes dengan PSC
Menyediakan pelayanan prima pra RS. Menyediakan dokter yang memiliki
kemampuan BLS dan ALS. Mengusahakan geomedic mapping yang merupakan
pemetaan sumberdaya sarana dan prasarana kesehatan (SDM, biaya, teknologi) serta
lokasi permasa-lahan, akan mempermudah koordinasi dan penggerakan sumberdaya
kesehatan dan non kesehatan. Pelayanan yang baik terkait dengan komunikasi dan
transportasi terutama dalam bencana. Koordinasi dengan polisi/SAR-PMK
diperlukan. Koordinasi dengan unsur yang ditetapkan pemerintah yaitu
Bakornas/Banas, Satkorlak, Satlak PBP hingga terjadi sinergi, efisiensi dan mutu
penanggulangan.
Strategi pembentukan dan pengembangan PSC
1. Administrasi dan manajemen. Pengembangan visi, misi, strategi, kebijakan dan
langkah-langkah. Memuat berbagai peraturan perundangan pembagian tugas
kewajiban kewenangan dan tanggung-jawab antara unsur struktural tingkat pusat,
propinsi, kabupaten-kota, termasuk sarana-prasarana yang berhubungan dengan
transportasi, maupun yankes pra RS hingga RS Diperlukan peran serta awam, awam
khusus, asuransi, yang akan terkait dalam mengatur prosedur dan hubungan kerja.
Pengembangan standar pelayanan, skreditasi dan srtifikasi PSC dipelukan.
Dikembangkan hubungan kerja-sama (partnership, networking,
communicating,sharing) dengan instansi terkait yang berperan pada PSC.
2. SDM. Memacu sistem perencanaan pengadaan, pemanfaatan serta
pengembangannya sehingga tercipta hubungan yang tepat, link and match, dengan
kebutuhan setempat. SDM didapat dari pengembangan nasional atau daerah.
Profesionalisme diatur perun-dangan. Dibuat ketentuan tentang sertifikasi, ijazah
keahlian, akreditasi diklat serta penataan jabatan struktural dan fungsional yang
proporsional. Dikembangkan emergency and disaster medicine untuk memenuhi
kebutuhan daerah/nasional.
3. Teknologi. Pengembangan teknologi medik dan non medik dan penunjangnya.
Melalui sistem penapisan, pemanfaatan, modifikasi serta penguasaannya terencana.
4. Pembiayaaan. Baik terhadap public goods, public private maupun private goods
ditata melalui sistem prabayar seperti JPKM, asuransi, out of pocket, subsidi.
Kata kunci perencanaan terbentuknya PSC, merupakan unsur essensial PSC yang
akan menjamin terwujudnya SC, al:
1. Save community.
2. Time saving is life and limb saving.
3. Preparedness, prevention, mitigation, quick response dan rehabilitation.
4. Administrasi-manajemen, SDM, teknologi dan pembiayaan.
TANGGAP DARURAT BENCANA
Pengertian
1. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu
pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang
tersedia. Tanpa kerusakan infra struktur.
2. Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada
pola kehidupan normal atau ekosistem, hingga diperlukan tindakan darurat dan luar
biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban
banyak, dengan kerusakan infra struktur.
3. Bencana kompleks. Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman
keamanan serta arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur,
disertai ancaman keamanan.
Masalah saat bencana
1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
2. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah
korban yang besar.
3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.
Fase pada Disaster Cycle
1. Fase Impact / bencana. Korban jiwa, kerusakan sarana-prasarana, infra struktur,
tata- nan sosial sehari-hari.
2. Fase Acute Response / tanggap segera :
a. Acute emergency response. Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi
definitif.
b. Emergency relief. Mamin, tenda untuk korban sehat.
c. Emergency rehabilitation. Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk
pertolongan korban.
3. Recovery. Pemulihan.
4. Development. Pembangunan.
5. Prevention. Pencegahan.
6. Mitigation. Pelunakan efek bencana.
7. Preparedness. Kesiapan menghadapi bencana.
Perlindungan diri bagi petugas
Prinsip Safety.
a. Do no further harm.
b. Safety diri saat respons kelokasi. Alat pengaman, rotator selalu hidup, sirine hanya
saat mengambil korban, persiapan pada kendaraan, parkir 15 m dari lokasi (ke
bakaran : 30 m,perhatikan arah angin).
c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi dengan fihak terkait,
cara mengangkat pasien, proteksi diri.
d. Safety lingkungan. Waspada bahaya yang mengancam.
Protokol Safety
1. Khusus.
Atribut, tanda pengenal posko-ambulans, perangkat komunikasi khusus tim, jaring
kerjasama dengan keamanan, hanya masuk daerah yang dinyatakan aman. Pada
daerah konflik hindari menggunakan kendaraan keamanan, ambil jarak
dengan petugas keamanan. Utamakan pakai kendaraan kesehatan / PMI.
2. Umum.
Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penyelamatan diri
yang hanya diketahui tim, logistik cukup, kriteria kapan harus lari.
Posko Pelayanan Gadar Bencana
1. Penyediaan posko yankes oleh petugas yang berhadapan langsung dengan
masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko.
2. Penyediaan dan pengelolaan obat.
3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman.
Rapid Health Assessment (RHA)
Pengertian
Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dan analisis
besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan
penanggulangan segera.
Tujuan RHA
Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah
kesehatan akibat bencana atau pengungsian, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk
digunakan dalam pengambilan keputusan penanggulangan kesehatan selanjutnya.
Secara khusus menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah /
akan terjadi, kerusakan sarana yang menimbulkan masalah, kemampuan sumberdaya
untuk mengatasi masalah, kemampuan respons setempat.
Variabel :
Lokasi, waktu kejadian, jumlah korban dan penyebarannya, lokasi pengungsian,
masalah kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas, jumlah luka, jumlah kerusakan
sarana, endemisitas setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana yankes, ketersediaan
logistik, upaya kesehatan yang telah dilakukan, fasilitas evakuasi, kesiapan tenaga,
geografis, bantuan awal yang diperlukan, kemampuan respons setempat, hambatan
yang ada).
Pengumpulan data
1. Waktu. Tergantung jenis bencana.
2. Lokasi. Lokasi bencana, penampungan, daerah sekitar sebagai sumber daya.
3. Pelaksana / Tim RHA. Medis, epidemiologi, kesling, bidan/perawat, sanitarian
yang bisa bekerjasama dan memiliki kapasitas mengambil keputusan.
Metode RHA
Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung.
Analisis RHA
Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya
lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran.
1. Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran evakuasi,
rujukan dan pertolongan, dan pelayanan kesehatan.
2. Dampak kesehatan (epidemiologi). Angka kematian-luka, angka yang terkena dan
perlu pertolongan, penyakit menular berpotensi KLB.
3. Potensi sarana pelayanan. Kemampuan sarana kesehatan terdekat.
4. Potensi sumber daya kesehatan setempat dan kemugkinan mendapatkan bantuan.
5. Potensi sumber air dan sanitasi.
6. Kesediaan logistik. Yang masih ada dan yang diperlukan.
Rekomendasi
Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi
sendiri, mana yang perlu bantuan.
Obat-bahan-alat, medik-paramedik-surveilans-sanling, pencegahan-immunisasi, ma-
min, sanling, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi,
bantuan lain untuk mendukung kecukupan dan kelancaran pelayanan.
PUSTAKA
1. Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life Support
(GELS) : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan ketiga. Dirjen
Bina Yanmed Depkes RI, 2006.
2. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community modul 4). Depkes RI, 2006.