makalah mitigasi bencana banjir

16
MAKALAH FISIKA LINGKUNGAN PENANGGULANGAN DAN MITGASI BENCANA “BANJIR DAN BENCANA AIR LAINNYA” Disusun Oleh : Kelompok 1 Aziz Eko P M0214011 Bara Wahyu R M0212021 Devara Ega F M0212025 Diani Galih S M0212028 Hanin Fatihatul Y M0212040 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2015

Upload: arifendi-pertambangan

Post on 13-Jul-2016

218 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

mitigasi bencana

TRANSCRIPT

MAKALAH

FISIKA LINGKUNGAN

PENANGGULANGAN DAN MITGASI BENCANA

“BANJIR DAN BENCANA AIR LAINNYA”

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aziz Eko P M0214011

Bara Wahyu R M0212021

Devara Ega F M0212025

Diani Galih S M0212028

Hanin Fatihatul Y M0212040

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2015

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Menurut (Hidayati, 2005) bencana adalah keadaan yang mengangu kehidupan

sosial ekonomi masyarakat yang disebabkan oleh gejala alam atau perbuatan

manusia. Bencana dapat terjadi melalui suatu proses yang panjang atau situasi

tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa adanya tanda-tanda. Dampak dari

bencana dapat bervariasi, tergantung pada kondisi dan kerentaan lingkungan dan

masyarakat.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab bencana dapat dibagi

menjadi dua, yakni : alam dan manusia. Secara alami bencana akan selalu terjadi di

muka bumi, misal tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda

dari langit ke bumi (misalkan meteor), tidak adanya hujan pada suatu lokasi dalam

waktu yang relatif lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan, atau

sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di suatu lokasi menimbulkan bencana

banjir dan tanah longsor (Sjarief, 2010).

Salah satu bencana yang hampir terjadi setiap tahun di Indonesia adalah Banjir.

Menurut (Yulaelawati, 2008) banjir adalah peristiwa meluapnya aliran sungai

akibat air melebihi kapasitas tampungan sungai sehingga meluap dan menggenangi

dataran atau daerah yang lebih rendah di sekitarnya. Menurut data statistik yang

diambil dari situs (http://dibi.bnpb.go.id/), mengenai distribusi tipe bencana dan

korban jiwa pada tahun 1815 hingga tahun 2015, banjir menempati urutan pertama

dengan 5.600 peristiwa dan jumlah korban jiwa dibawah 34.000 orang. Selain itu,

banjir juga merupakan bencana alam yang mempunyai tingkat frekuensi terjadinya

bencana sebesar 34 % disusul oleh bencana angin kencang.

Karena banjir termasuk bencana yang hampir setiap tahun melanda Indonesia,

maka dari itu diperlukan suatu langkah untuk penanggulangan dan mitigasi

bencananya. Hal tersebut diperlukan untuk menngurangi resiko dan dampak dari

bencana ini. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai apa saja jenis banjir,

bagaimana penanggulangan bencana banjir, dan bagaimana mitigasi yang harus

dilakukan ketika terjadi banjir. Maka dibuatlah sebuah makalah dengan judul

Penanggulangan dan Mitigasi Bencana Banjir dan Bencana Air Lainnya.

2. Tujuan

a. Mengetahui jenis-jenis bencana banjir

b. Mengetahui penanggulangan bencana banjir

c. Mengetahui mitigasi yang dilakukan ketika bencana banjir melanda

PEMBAHASAN

1. Pengertian Bencana Banjir

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefisnisikan sebagai

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Menurut (Simajuntak, 2014) banjir merupakan fenomena alam yang biasa

terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh alirasn sungai dan saat ini

sepertinya sudah menjadi langganan bagi beberapa daerah dan kota besar di

Indonesia ketika musim penghujan tiba. Banjir pada hakikatnya hanyalah salah satu

outputdari pengelolan DAS yang tidak tepat. Banjir bisa disebabkan oleh beberapa

hal yaitu curah hujan yang sangat tinggi, karakteristik DAS, penyempitan saluran

drainase dan perubahan penggunaan lahan.

Sementara itu, menurut (Gultom, 2012) banjir dapat didefinisikan sebagai

tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasistas

pembuangan air disuatu wilayah dan dapat menimbulkan kerugian fisik, sosial, dan

ekonomi. Banjir dapat dikatakan sebagai salah satu bencana yang paling banyak

memakan korban jiwa apabila mengacu pada tabel 1.1 berikut

Tabel 1.1 Bencana Alam yang Terjadi di Indonesia (1998-2003)

Jenis Jumlah Kejadian Korban Jiwa

Banjir 302 1066

Longsor 245 645

Gempa Bumi 38 306

Gunung Berapi 16 2

Angin Topan 46 3

Jumlah 647 2022

(Sumardi, 2009)

Apabila mengacu pada tabel 1.1 bahwa benca banjir dadn longsor mencapai

85%, hal ini menunjukkan bahwa becana alam di Indonesia dalam kurun waktu

1998-2003 sebenarnya adalah bencana alam yang dapat diantisipasi oleh manusia.

Bencana banjir dan longsor merupakan jenis bencana alam yang bukan murni akibat

fenomena alam, namun bencana yang terjadi akibat campur tangan manusia.

Agar mampu memahami dengan baik makna dari banjir, (Yulaelawati, 2008)

memberikan gambaran mengenai derah penguasaan sungai. Di dalam suatu

ekosistem sungai terdapat bagian-bagian yang tidak terpisahkan satu dengan yang

lainnya, yanki palung sungai yang selalu tergenang oleh air sungai, dataran banjir

yang akan tergenang apabila sungai meluap, dan bantaran sungai. Gambar 1.1 akan

mendiskripsikan bagian-bagian yang telah disebutkan diatas

Gambar 1.1 Daerah Penguasaan Sungai

Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai

dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Fungsi dari

bantaran sungai adalah sebagai tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada saat

banjir. Jadi, secara alami bantaran sungai akan tergenang oleh aliran sungai saat

banjir tiba. Oleh karenanya, dilarang mendirikan hunian atau sebagai tempat

membuang sampah pada daerah ini. Sementara, garis sempadan sungai (GS) adalah

garis batas luar pengamanan sungai.

Apabila daerah bantaran sungai dijadikan sebagai tempat hunian penduduk

suatu daerah, maka akan berdampak daerah tersebut akan selalu digenangi oleh air

ketika banjir melanda. Tetapi, bila tetap ingin didirikan hunian pada daerah tersebut

maka tipe rumah yang harus dibangun merupakan tipe rumah panggung. Gambar

1.2 mengilustrasikan bagaimana daerah bantaran sungai yang tergenang ketika

dilanda banjir

Gambar 1.2 Skema bantaran sungai yang tergenang oleh banjir

2. Jenis-jenis Bencana Banjir

Sebenarnya, UU Nomor 24 tahun 2007 selain mendefinisikan pengertian dari

bencana, juga menyebutkan beberapa pengertian dari bencana alam, bencana non

alam, dan bencana sosial. Dari lingkup bencana alam, terdapat definisi dari dua

buah jenis banjir, yakni banjir dan banjir bandang. Banjir adalah terendamnya suatu

daerah karena volume air yang meningkat. Sementara, banjir bandang adalah banjir

yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan

terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

(Paripurno, 2013) dalam Modul Pengenalan Banjir, menyebutkan terdapat tiga

jenis banjir disertai dengan bagaimana penyebab terjadinya banjir tersebut. Jenis

banjir yang disebutkan yakni: Banjir kilat, Banjir luapan sungai, dan banjir pantai.

a. Banjir Kilat

Banjir kilat adalah banjir yang terjadi hanya dalam waktu delapan

jam setelah hujan lebat mulai turun. Biasanya jenis banjir ini sering

dihubungkan dengan banyaknya awan kumulus, kilat dan petir yang keras,

badai tropis atau cuaca dingin.Umumnya banjir kilat diakibatkan oleh

meluapnya air hujan yang sangat deras. Namun, selain hal tersebut juga

dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti: bendungan yang gagal menahan

debit air yang meningkat, es yang tiba-tiba meleleh, dan berbagai perubahan

besar dibagian hulu sungai.

b. Banjir Luapan Sungai

Banjir luapan sungai adalah banjir yang terjadi dengan proses yang

cukup lama, walaupun terkadang proses tersebut tidak diperhatikan,

sehingga datangnya banjir terasa mendadak dan mengejutkan. Banjir tipe

ini biasanya bertipe musiman atau tahunan, dan mampu berlangsung sangat

lama. Penyebab utamanya adalah kelongsoran di daerah yang biasanya

mampu menahan kelebihan debit air.

c. Banjir Pantai

Banjir pantai biasanya dikaitkan dengan terjadinya badai tropis.

Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering bertambah

parah karena badai yang dipicu angin kencang di sepanjang pantai. Hal ini

mengakibatkan air garam akan membanjiri daratan karena dampak

perpaduan gelombang pasang.

Pada gambar 2.1 (a), 2.1 (b), dan 2.1 (c) berikut, akan ditunjukkan ilustrasi

dari ketiga jenis banjir yang telah disebutkan diatas, berikut merupakan ilustrasi

dari banjir kilat, banjir luapan, dan banjir pantai:

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 (a) Banjir Kilat, (b) Banjir luapan sungai (c) Banjir pantai

Gambar 2.1 (a) merupakan peristiwa banjir kilat yang terjadi di Malaysia

pada tahun 2007 silam yang diambil dari citizen journalism (cy.my). Sementara,

gambar 2.1 (b) diambil dari warta (viva.news.com) yang memberitakan peristiwa

meluapnya sungai Bengawan Solo pada tahun 2009 dan setidaknya menggenangi

7 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terlewati oleh aliran sungai

tersebut. Terakhir, pada gambar 2.1 (c) merupakan gambaran dari mulai surutnya

banjir air laut yang terjadi di pinggiran pantai kota Bandar Lampung diambil dari

warta (lampung. Antaranews.com).

Selain ketiga jenis banjir yang telah disebutkan diatas, salah satu banjir yang

sering terjadi di Indonesia adalah Banjir Bandang. Banjir bandang (flash flood)

adakah penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang

membesar tiba-tiba melampaui kapasitas aliran, terjadi dengan cepat melanda

daeraah-daerah rendah permukaan bumi, di lembah sungai-sungai dan cekungan-

cekungan dan biasanya membawa material sampah (debris) dalam alirannya. Banjir

bandang bisa berlangsung cepat (biasanya kurag dari enam jam) dan mempunyai

tinggi permukaan gelombang banjir berkisar 3 hingga 6 meter dengan membawa

material sampah hasil dari sapuannya di sepanjang lajurnya (Mulyanto, 2012).

Apabila dihubungkan dengan klasifikasi banjir menurut (Paripurno, 2013),

banjir bandang dapat dikategorikan sebagai jenis banjir tipe kilat. Karena dapat

terjadi dengan waktu yang singkat dan juga disertai membawa material-material

sampah atau debris. Untuk mengetahui ilustrasi dari banjir bandang, akan

ditunjukkan melalui gambar 2.2 sebagai berikut

Gambar 2.2 Peristiwa Banjir Bandang

Gambar 2.2 diatas merupakan salah satu peristiwa banjir bandang yang

terjadi di Negara Iran pada tahun 2015 ini. Dikutip dari warta berita online

(http://internasional.republika.co.id/) banjir ini disebabkan karena hujan lebat yang

turun di daerah pegunungan sebelah utara negara tersebut.

Selain itu, dampak dari meningkatnya curah hujan di kawasan selatan

Indonesia adalah ancaman banjir lahar dari gunung Merapi. Banjir lahar

mempunyai dampak yang merusak. Karakteristik aliran lahar yang melaju cepat

dengan tenaga besar karena gunung Merapi termasuk dalam gunung api tipe strato

volcano yang mempunyai lereng curam (Daryono, 2012).

Kombinasi aliran material vulkanik seperti abu gunung api, kerikil, kerakal,

dan bongkahan batu dengan lereng curam menjadikan aliran banjir lahar juga

dikendalikan oleh percepatan gaya gravitasi bumi. Selain itu, banjir ini juga

mempunyai bongkahan batu yang besar yang terangkut dengan aliran akibat aliran

lahar mempunyai berat jenis yang sama dengan bongkahan batu tersebut. Gambar

2.3 berikut menggambarkan tentang dampak dari banjir lahar yang terjadi di kaki

gunung Merapi, tepatnya berada di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Gambar 2.3 Peristiwa Banjir Lahar Merapi di Kabupaten Magelang

(Daryono, 2012)

Secara umum, faktor terjadinya bencana banjir sama seperti terjadinya bencana

pada umumnya. Bencana dapat dibagi menjadi dua buah faktor, yakni bencana

akibat faktor alam sendiri, dan bencana akibat ulah manusia. Bencana akibat alam

disebabkan oleh adanya fenomena alam yang dikenal sebagai bencana alam. Akan

tetapi, pada faktanya, manusia tetap berkontribusi paling besar dengan terjadinya

bencana alam yang sering terjadi saat ini.

Sementara itu, bencana akibat ulah tangan manusia diakibatkan oleh adanya

ulah manusia yang membuat perubahan situasi alam yang ada saat ini. Salah satu

contohnya adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan

hidup manusia ini bermacam-macam bentuknya, mulai dari melakukan penebangan

hutan secara liar, mendirikan pemukiman di daerah bantaran sungai, perusakan

kawasan hutan mangrove di daerah tepian pantai, dan menjadikan aliran sungai

sebagai tempat pembuangan sampah (Sundar, 2007).

Ilustrasi dari bencana yang disebabkan oleh ulah manusia akan ditunjukkan

melalui Gambar 2.3 (a), (b), dan (c) sebagai berikut

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 (a) Penebangan hutan (b) Pemukiman kumuh (c) Membuang sampah

tidak pada tempatnya

Gambar 2.3 (a) merupakan gambar dari penebangan hutan di hutan Amazon,

Amerika selatan yang diambil dari situs (pemanasanglobal.net). Gambar 2.3 (b)

merupakan gambar pemukiman kumuh di bantaran sungai Ciliwung Jakarta yang

diambil dari situs (lensaindonesia.com). Sementara, gambar 2.3 (c) merupakan

gambar dari menumpuknya sampah yang menumpuk di suatu Daerah Aliran Sungai

(DAS) yang diambil dari situs (leuserantara.com). Hal-hal seperti inilah yang

menyebabkan bencana banjir.

3. Penanggulangan Bencana Banjir Secara Umum

Menurut (BAPPENAS, 2008) penanggulangan bencana banjir dilakukan secara

bertahap, dari pencegahan sebelum banjir (prevention), penanganan saat banjir

(response/intervention), dan pemulihan setelah banjir (recovery). Secara

menyeluruh, tindakan tersebut digambarkan dalam suatu siklus penanggulangan

banjir yang berkesinambungan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan ditunjukkan

oleh tabel 2 sebagai berikut

Tabel 1.2 Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam Siklus Penangulangan

Banjir

Penanggulangan banjir harus dimulai dari upaya melakukan pengkajian sebagai

masukan untuk upaya prevention sebelum ada bencana banjir lagi. Pencegahan

dapat berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah

aliran sungai sampai wilayah dataran banjir, sementara non-fisiknya berupa

pengolahan tata guna lahan sampai peringatan dini bencana banjir.

Setelah dilakukan tahap pencegahan, maka selanjutnya dilakukan upaya

response pada saat banjir terjadi. Tindakan penanganan yang dilakukan diantaranya

adalah pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang prakiraan banjir, tanggap

darurat, bantuan perlengkapan logistik penanganan banjir, dan perlawanan terhadap

banjir.

Pemulihan setelah banjir dilaksanakan secepat mungkin agar kondisi dapat

segera kembali normal. Tindakan pemulihan, dilaksanakan mulai dari bantuaan

pemenuhan kebutuhan hidup, perbaikan sarana-prasarana, rehabilitasi dan adaptasi

kondisi fisik maupun non-fisik, penilaian kerugian, asuransi bencana banjir, dan

pengkajian cepat penyebab banjir.

4. Mitigasi Bencana Banjir

Menurut (Ciottone, 2006), mitigasi adalah segala sesuatu yang meliputi jenis

yang luas dari perhitungan yang dilakukan sebelum suatu kejadian terjadi yang

mana akan mencegah korban sakit, cidera, dan meninggal serta mengurangi sekecil-

kecilnya dampak kehilangan harta benda. Rencana mitigasi pada umumnya

meliputi : kemampuan untuk memelihara fungsi, desain bangunan, lokasi bangunan

di luar dari zona bahaya, kemampuan esensial bangunan, proteksi dari bagian dari

suatu bangunan, asuransi, edukasi publik, peringatan, dan evakuasi.

Mitigasi dilaksanakan sebelum, sesudah, dan sebelum terjadinya suatu bencana.

Untuk bencana banjir sendiri, salah satu tindakan mitigasi bencana banjir adalah

melakukan peringatan dini bencana banjir. Salah satu contoh apabila tidak ada

peringatan dini banjir, maka semua daerah yang dilalui aliran banjir akan memakan

kerugian yang besar. Pada daerah hulu, dapat dilakukan beberapa cara peringatan

dini, seperti: menempatkan pengukur hujan di hulu dengan akses komunikasi ke

wilayah hilirnya, melakukan identifikasi jenis material yang terbawa arus banjir,

dan melihat dan mengamati kondisi awan dan lamanya hujan (Paimin, 2009).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang

Pedoman umum mitigasi bencana menjelaskan tentang langkah-langkah yang

dilakukan dalam mitigasi bencana banjir seperti: pengawasan penggunaan lahan,

pembangunan infrastruktur yang kedap air, pengerukan dan pembangunan sudetan

sungai, pembuatan tembok pemecah ombak, pembersihan sedimen, pembuatan

saluran drainase, pelatihan pertanian yang sesuai dengan daerah banjir, dan juga

menyiapkan persiapan evakuasi bencana banjir.

Sementara (KEMENKES, 2014) melalui buku panduannya memberikan

beberapa langkah yang haru dilakukan pada saat sebelum, ketika, dan setelah banjir

terjadi. Gambar 2.4 berikut merupakan buku panduan yang dibuat Kemenkes

sebagai buku panduan ketika terjadi bencana banjir

Gambar 2.4 Buku Panduan Kesiapan Bencana Banjir

Dari buku tersebut, didapatkan beberapa langkah mitigasi yang dilakukan

ketika banjir melanda yakni :

1. Mematikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk

mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana.

2. Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih

memungkinkan untuk diseberangi.

3. Menghindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus

banjir.

4. Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.

5. Jika air terus meninggi, menghubungi instansi yang terkait dengan

penanggulangan bencana.

KESIMPULAN

1. Jenis-jenis banjir yang ada saat ini menurut beberapa ahli mungkin dapat terjadi

perbedaan dalam menggolongkannya. Akan tetapi, secara garis besarnya jenis

banjir dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni: Banjir Kilat, Banjir Luapan Sungai,

dan Banjir Pantai. Ketiga jenis banjir tersebut dapat mewakili beberapa jenis

banjir yang lain, seperti: Banjir Bandang dan Banjir Lahar Merapi yang dapat

dikategorikan sebagai jenis banjir kilat. Karena terjadinya dapat sangat cepat

sekali.

2. Penanggulangan banjir dapat dibagi kedalam tiga tahapan utama, yakni:

Pencegahan (prevention) sebelum banjir, Penanganan (response) ketika banjir

melanda, dan Pemulihan (recovery) setelah banjir. Hal-hal ini wajib dilaksanakan

agar masyarakat mampu menghadapi keadaan yang ada ketika bencana banjir

melanda

3. Mitigasi yang harus dilaksanakan ketika banjir melanda dapat dilakukan dengan

beberapa cara yang mudah, seperti: memutus setiap aliran listrik, menyelamatkan

barang berharga, dan segera melakukan pengungsian ketika sudah terlihat ada

potensi terjadi banjir. Hal tersebut harus dilaksanakan agar meminimalisir

jatuhnya korban jiwa yang berjatuhan dan kerusakan yang ditimbulkan akibat

bencana banjir.

Daftar Pustaka Sumber buku :

BAPPENAS. (2008, 11 23). Files. Retrieved from BAPPENAS Web Site:

http://www.bappenas.go.id/files/5913/4986/1931/2kebijakan-

penanggulangan-banjir-di-indonesia__20081123002641__1.pdf

Ciottone, G. R. (2006). Disaster Medicine. Philadelphia: Mosby. Inc.

Daryono. (2012, 1 10). Bahaya Banjir Lahar. Retrieved from Pusat Studi Bencana

Bogor Agricultural University: http://psb.ipb.ac.id/index.php/news/92-

bahaya-banjir-lahar

Gultom, A. (2012, Unknown Unknown). //repository.usu.ac.id/. Retrieved from

USU Institutional Repository:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33906/4/Chapter%20II.pd

f

Hidayati, D. (2005). Panduan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat. KOMUNIKA,

65.

KEMENKES. (2014, Mei 28). Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

Retrieved from Panduan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir:

http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/panduan-masyarakat-

mengahadapi-bencana-longsor

Mulyanto. (2012). Petunjuk Tindakan dan Sistem Mitigasi Banjir Bandang .

Semarang: Kementrian PU.

Paimin. (2009). Teknik Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor. Bogor:

Tropenbos International Indonesia Progamme.

Paripurno, E. T. (2013). Modul Manajemen Bencana Pengenalan Banjir Untuk

Penanggulangan Bencana. Papua: KIPRA.

Simajuntak, E. (2014). PELUANG INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG

PEKERJAAN UMUM. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum.

Sjarief, R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Sumardi. (2009). Geografi 2 : Lingkungan FIsik dan Sosial. Jakarta: CV Putra

Nugraha.

Sundar, I. (2007). Disaster Management. India: Sarup and Sons.

Yulaelawati, E. (2008). Mencerdasi Bencana. Jakarta: Gramedia.

Sumber Undang-Undang :

UU No. 27 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum

Mitigasi Bencana

Sumber Berita Online:

(cy.my).

(viva.news.com)

(lampung. Antaranews.com)

(pemanasanglobal.net)

(lensaindonesia.com)

(leuserantara.com).