makalah 20

Upload: x-cape-kevin-giovanno

Post on 10-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Anak laki-laki, 6 tahun, keluhan bengkak pada kedua kelopak mata, riwayat sakit saat menelan dan demam 2 minggu yang laluElsa Gabriella L10.2008.149Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6, Jakarta [email protected]

PendahuluanGinjal merupakan organ eksresi yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan ekskraseluler, eksresi sisa-sisa metabolisme tubuh,regulasi volume cairan tubuh, dan menjaga keseimbangan asam basa. Dalam menjalankan gungsinya, ginjal dibagi menjadi beberapa bagian yakni glomerulus, tubulus proksimal dan distal, ansa henle, dan duktus koligentes. Pembentukan urin dimulai di glomerulus. Di tempat inilah terjadi filtrasi dimana dalam keadaan normal protein tidak dapat lolos dari plasma. Apabila terjadi kerusakan dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma sehingga memungkinkan protein lolos dari plasma ke dalam filtrat glomerulus. Dalam keadaan inilah akan dijumpai kadar prtein yang meningkat di urin atau yang dikenal dengan proteinuria. Sedangkan apabila yang terbanyak lolos adalah eritrosit, maka dapat terjadi kelainan yang disebut hematuria.Rumusan Masalah1. Seorang anak laki-laki 6 tahun, bengkak pada kedua kelopak mata, ada riwayat sakit saat menelan.Analisis Masalah

AnamnesisAnamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting dari pada autonamnesis. Anamnesis sendiri sangat diperlukan untuk menunjang kekuatan daripada diagnosa. Anamnesa digunakan agar dapat lebih menspesifikasi apa penyebab penyakit tersebut. Pada penyakit karena kelainan ginjal, dapat diajukan pertanyaan seperti :1. Bagaimana onset demam anak?2. Makanan apa yang sering dikonsumsi sebelum sakit?3. Bagaimana warna urinnya?4. Apakah ada bau yang berbeda?5. Bagaimana frekuensi BAK anak? Bertambah atau berkurang?6. Apakah anak mudah lelah?Pertanyaan pertanyaan seperti ini akan membantu dalam menegakkann diagnosa penyakit.

PemeriksaanPemeriksaan FisikPada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.

Pemeriksaan PenunjangUrinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti Streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin streptokokus tidak memproduksi Streptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

DiagnosisPenegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik danpemeriksaan tambahan.Adanya infeksi dan demam yang mendahului, kemudian timbulnya edema pada kedua kelopak menunjukkan anak tersebut mengalami Glomerulonefritis pasca infeksi streptococcus.

Diagnosis banding1. Nefritis IgAPeriode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.2. MPGN (tipe I dan II)Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.3. Lupus Nefritis Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria4. Glomerulonefritis Kronis Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

Gejala KlinisGejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah anoreksia dan kadang demam, sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah : hematuria, oliguria, edema, hipertensi.EpidemiologiGNA merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada anak usia 3 7 tahun. 95% anak-anak dan 70% dewasa dapat sembuh total. Lebih sering ditemukan pada laki-laki.

PatofisiologiStreptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes. S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu: Gambar 1. Bakteri Streptokokus

a. Streptolisin O suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Streptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Streptolisisn O bergabung dengan antistreptolisin O, suatu antibodi yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap streptokokus yang menghasilkan Streptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh Streptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antiStreptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi streptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas. b. Streptolisin S zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni streptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Streptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan streptokokus.Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

Etiologi Penyakit ini sering ditemukan pada anak berusia 3 7 tahun. Timbulnya GNA sering didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12,4,16,25 dan 49.Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA post infection.Penatalaksanaan1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IV dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.6. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.KomplikasiBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:1. Gagal ginjal akut 2. Ensefalopati hipertensif 3. Gagal jantung 4. Oedem paru 5. Retinopati hipertensi6. Dispneu, ortopneu7. Anemia

PrognosisGejala fisis menghilang dalam minggu ke-2 atau ke-3 dan tekanan darah umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normal pada minggu ke-2. Hematuria mikroskopis dan makroskopis dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai sekitar 3 bulan, kenaikan eritrosit sampai 4 bulan.Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna, 2 % meningga selama fase akut dan 2 % menjadi fase kronis.

KesimpulanGNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi. Tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dibanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian penisilin untuk pengobatan, tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi. Kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.Prognosis untuk GNA sebagian besar sangat baik, sekalipun pada fase akut, ada yang meniggal maupun berlanjut menjadi fase kronis.

Daftar Pustaka1. Lesmana L. Ginjal Hipertensi. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.2. GNA. 27 Februari 2011. Diunduh dari : http://artikelkedokteran.net/penyakit-ginjal-pada-anak.html . 20 oktober 2011.3. Jennifer P. Kowalak, William W, Brenna M. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC. 2011.4. 5.

Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta [email protected] 9