makalablok 12 nya william cuyyyyyyyy!!!!!!!

23
Gejala Malaria dan Penyembuhannya William Limadhy (102012241/A4) Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510 [email protected] Pendahuluan Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di lebih dari 100 negara, yang dihuni oleh sekitar 2,4 milyar penduduk, atau 40% dari total penduduk dunia. Malaria adalah penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan di tandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia, dan splenomegaly. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangusng tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasite yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis. Anamesis Anamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya, termausk alasan berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian

Upload: bbdroid

Post on 17-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pbl 12

TRANSCRIPT

Gejala Malaria dan PenyembuhannyaWilliam Limadhy (102012241/A4)Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta, [email protected]

PendahuluanMalaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di lebih dari 100 negara, yang dihuni oleh sekitar 2,4 milyar penduduk, atau 40% dari total penduduk dunia. Malaria adalah penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan di tandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia, dan splenomegaly. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangusng tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasite yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis.AnamesisAnamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya, termausk alasan berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (sintom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Dalam melakukan anamnesis terdapat sejumlah pertanyaan rutin yang harus diajukan kepada semua pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas, keluhan utama, keluhan penyerta,riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit menahun, dan riwayat penyakit sekarang yang spesifik terhadap diagnosa sementara. Terdapat pertanyaan yang spesifik di riwayat penyakit sekarang pada pendeerita malaria, yaitu riwayat bepergian ke daerah endemis malaria lebih kurang 2 minggu sebelum gejala klinis timbul. Selain itu kita harus membuat pertanyaan apakah pasien mengalami kesulitan berkemih dan muntah-muntah hebat. Untuk skenario B kita dapat anamnesis sebagai berikut: 1. IdentitasNama: Tuan AUmur: 30 tahun2. Keluhan Utama : Demam hilang timbul disertai dengan mengigil, berkeringat, sakit kepala, dan mual-mual. 3. Keluhan tambahan : tidak ada4. Riwayat penyakit sekarang : selama ini tinggal di Jakarta dan baru 1 bulan pindah ke papua (daerah endemis)Setelah melakukan anamnesis yang tepat, kita dapat segera melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mendapat diagnosa yang baik.Pemerikasaan FisikPemeriksaan fisik sangat penting dalam memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Terdapat beberapa cara dalam pemeriksaan fisik, diantaranya pemeriksaan visual/inspeksi, pemeriksaan raba/ palpasi, pemeriksaan ketok/perkusi, dan pemeriksaan dengan mendengar menggunakan stetoskop/auskultasi. Pada scenario kita yang dapat kita lakukan diantaranya adalah:Inspeksi: Melihat keadaan umum pasien, melihat tingkat kesadaran pasien, melihat apakah telah terjadi perubahan warna kulitPalpasi dan perkusi: pemeriksaan pada abdomen apakah telah terjadi splenomegalyPemeriksaan tanda-tanda vital: melakukan pemeriksaan suhu, tekanan darah dan denyut nadiPemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter sebagai langkah memperkuat diagnose. Dalam kasus malaria, terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, diantarnya adalah pemeriksaan dengam mikroskop cahaya, PCR (Polimerase Chain Reaction), dan deteksi pigmen malaria.Pemeriksaan dengan Mikroskop CahayaInti dari pemeriksaan ini adalah untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan mikroskopik ini dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat diterapkan dengan uji cepat malaria maupun tekhnik PCR. Pada infeksi Plasmodium falciparum yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat dalam (sekuestrasi), parasit tersebut sulit di temukan dalam darah tepi sehingga memerlukan pemeriksaan serial darah(3 kali dalam 48 jam)untuk memastikan ada tidaknya parasit. Pengambilan darah dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki(bayi). Pewarnaan optimal untuk mendapatkan morfologi parasit dengan Giemsa. Jumlah darah yang diambil harus sesuai dengan volume antikoagulannya. Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera(75%Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral sedangkan hipoendemik tidak stabil, banyak dijumpai malaria serebral, fungsi hati dan ginjal pada usia dewasa.3EtiologiParasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Terdapat parasit kera yang dilaporkan menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium knowlesi(Malaysia,1965). Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau tropika atau malaria tersiana maligna dan terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat.Plasmodium mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase pareritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang kira-kira 40.000 buah. Stadium perkembangan daur aseksual umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat(pernisiosa). Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga dari eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit dengan jummlah rata-rata 16 buah merozoit. Pembentukan gametosit terdapat di kapiler alat-alat dalam, tetapi stadium muda dapat ditemukan di darah tepi. Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk umumnya sama seperti Plasmodium lainnya. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200C, 15-17 hari pada suhu 250C, 10-11 hari pada suhu 25-280C.5 Nyamuk anophelini yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya 2000 spesies, 60 spesies sebagai vektor malaria. Di Indonesia sendiri terdapat 80 spesies dan 16 spesies yang telah dibuktikan sebagai vektor malaria. Morfologi nyamuk Anopheles adalah pada fase telur diletakkan satu persatu di atas permukaan air. Bentuk telur seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf. Telur Anopheles juga memiliki pelampung yang terletak di sebelah lateral. Larva Anophelini mempunyai spirakel pada posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah dorsal abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapasan(respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek. Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk Anopheles mempunyai panjang yang hampir sama dengan probosisnya. Perbedaan nyamuk jantan dan betina adalah ruas palpus bagian apikal pada nyamuk jantan berbentuk ganda(club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Nyamuk Anophenlini mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit/eksoskelet sebanyak 4 kali. Lalu larva tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang diperlukan untuk metamorfosis bervariasi antara 2-5 hari tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara. Tempat perindukan Anophenilini terbagi dalam 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman, kaki gunung dan kawasan gunung. Di bagian Nusa Tenggara Timur sendiri terdapat 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penyakit malaria, yaitu Anopheles sundaicus yang tempat perindukkan nya di pantai, Anopheles barbirostris dan Anopheles subticus yang perindukannya di pedalaman. Spesies Anopheles sundaicus antropofilik > zoofilik, menggigit sepanjang malam dan terdapat di dalam dan luar rumah. Anopheles subticus Antropofilik > zoofilik, menggigit pada malam hari dan terdapat di dalam dan luar rumah(kandang). Anopheles barbirostris Antropofilik, Eksofagik > endofagik, menggigit di malam hari dan terletak di luar rumah(pada tanaman). Aktivitas nyamuk Anophelini sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu. Umumnya nyamuk Anophelini aktif menghisap darah hospes pada malam hari atau sejak senja hingga dini hari. Jarak terbang anophelini biasanya 0,5-3km, tetapi dapat mencapai puluhan kilometer jika dipengaruhi oleh transportasi dan kencangnya angin. Umur nyamuk di alam bebas sekitar 1-2 minggu.5PatogenesisSetelah melalui jaringan hati Plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara asexual dalam eritrosit. Bentuk asexual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum.3,5Patogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami 2 matur pada 24 jam ke-2. Permukaan RESA yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein 1 sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF- dan interleukin 1 (IL-1) dan makrofag.3,6Gejala klinisManifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya tranmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi, umur,faktor genetik, keadaaan kesehatan dan nutrisi, pengobatan sebelumnya.3Keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria:3,7 Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang terdiri dari menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita. Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal. Recrudescense: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dan serangan primer. Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. Relaps: berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.Penatalaksanaan A. Pengobatan simptomatik :8,91. Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.2. Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.3. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x Dewasa diberikan 2 x sehari.B. Pemberian obat anti malaria spesifik :8,91. Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.2. Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosistunggal).Cara pemberian :8,91. Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.2. Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).Catatan : 1. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.2. Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml3. Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.4. Total dosis kina yang diperlukan : Hari 0 : 30 mg/Kg BBHari I : 30 mg/Kg BBHari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.5. Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural berat.6. Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas), yaitu :7. Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.8. Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)Menurut Departemen kesehatan Pilihan kombinasi Obat yang dianjurkan adalah, sebagai berikut :Lini I : Artesunate+Amodiaguin dosis tunggal selama 3 hari +primakuin pada hari IArtesunate : 4 mg/kgbb/hariAmodiaquin : 10 mg/kgbb/hariPrimakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahundan penderita G6PD.

Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklinselama 7 hari + Primakuin pada hari IKina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hariDoksisiklin dewasa : 4 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hariDoksisiklin (8-14 tahun) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hariTetrasiklin : 4-5 mg/kgbb/kali (4 x sehari) selama 7 hariPrimakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

* Doksisiklin/Terasiklin tidak boleh diberikan pada anak denganumur dibawah 8 tahun dan ibu hamil.* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahundan penderita G6PD.Non-Medika MentosaPenata Laksanaan untuk non medika mentosa adalah istirahat yang cukup, mandi atau membersihkan badan secara teratur. PencegahanPencegahan malaria secara umum meliputi 3 hal, yaitu edukasi, kemoprofilaksis, dan upaya menghindari gigitan nyamuk. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejaladan tanda malaria, pengobatan malaria terutama SBET, dan pencegahan malaria dengan kemoprofilaksis serta pencegahan gigitan nyamuk, dan pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan nyamuk seperti membuat drainase yang efektif dan singkirkan tempat pembiakan nyamuk terutama rawa atau tempat air tergenang. Upaya paling efektif mencegah malaria adalah menghindari gigitan nyamuk naopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi, modifikasi perilaku dan modifikasi lingkungan. Contoh dari proteksi diri adalah menggunakan insektisida, repellent dan mengurangi aktivittas di luar rumah mulai senja.2 KemoprofilaksisKemoprofilaksis digunakan untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah tergigit nyamuk infeksius. Beberapa obat antimalaria yang sekarang digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin(belum tersedia di Indonesia), kombinasi atovaquone-proquanil(belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, dan primakuin. Tingkat efektivitas kemoprofilaksis sangat ditentukan oleh tingkat resistensi Plasmodium setempat terhadap obat anti malaria dan tingkat kepatuhan penggunaannya. Klorokuin sudah tidak direkomendasikan lagi di dunia karena terbukti resisten. Klorokuin digunakan pada daerah Plasmodium falciparum sensitif klorokuin. 500mg basa, per oral, sekali seminggu dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis. Doksisiklin digunakan 100 mg per oral sekali sehari, dimulai 2 hari sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah pulang.2 Stand by Emergency Self Treatment (SBET)Stand by Emergency Treatment didefinisikan sebagai pelancong minum obat anti malaria yang dibawanya sendiri ketika curiga sakit malaria, dan tidak tersediapelayanan medis yang cepat dalam 24 jam timbulnya gejala penyakit. Kelemahan cara ini adalah penggunaan obat anti malaria yang berlebihan disertai meningkatnya laporan efek samping obat. Obat SBET yang diberikan haru sberbeda dengan obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis dan dipastikan malaria di daerah yang dikunjungi masih sensitif terhadap obat SBET. Obat SBET yang direkomendasikan adalah klorokuin, meflokuin, kina kombinasi dengan doksisiklin, artesunat-lumefrantin, artesunat piperakuin. SBET di Indonesia sebaiknya menggunakan ACT dan untuk kunjungan ke daerah endemis seperti pedalaman Papua, Nusa Tenggara dan Maluku.2 Pengobatan Pencegahan Secara Intermiten(Intermitten Preventive Treatment)Intermitten Preventive Treatment(IPT) adalah pemberian dosis terapeutik obat anti malaria dengan waktu atau jadwal tertentu kepada orang-orang yang beresiko untuk pengobatan maupun pencegahan, jadi tidak memandang status infeksi pasien saat ini apakah sedang sehat atau sakit. IPT menggunakan dosis terapeutik penuh, diberikan pada penduduk daerah endemis malaria stabil dengan interval pemberian yang lebih panjang, biasanya sebulan atau beberapa bulan sekali. Dikenal beberapa IPT, yaitu IPT pada ibu hamil(IPTp), IPT pada bayi (IPTi), IPT pada anak-anak (IPTc), dan IPT dewasa (IPTa).2Vaksin Terhadap MalariaTerdapat 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu, vaksin sporozoit(bentuk intera hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal adalah vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalen(terdiri dari beberapa antigen) sehingga memberikan respon multi-imun.3 Pencegahan Pada Kunjungan SingkatPencegahan dapat dilakukan dengan cara edukasi, Kemoprofilaksi dengan doksisiklin dan untuk daerah terpencil melakukan SBET.2 KomplikasiKomplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: Malaria serebral (coma): tidak disebabkan penyakit lain atau lkebih dari 30 menit setelah serangan kejang Acidemia/acidosis: pH darah 400C) pada orang dewasa dan anak.PrognosisJika dilakukan penanganan yang baik terhadap penderita Malaria falciparum maka prognosinya adalah dubia ad bonam (baik). Sedangkan jika tidak ditangani dengan baik, maka prognosisnya adalah dubia ad malam (buruk).Kesimpulan Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Tn.E menderita penyakit malaria falciparum/ serebral. Jika tidak ditangani dengan baik maka prognosis yang terjadi adalah dubia ad malam.Daftar Pustaka1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1. Jakarta. Interna Publishing, 2009. H. 25-7.2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria dari molekuler ke kilinis. Ed.2. Jakarta. EGC, 2010. H.1-9, 103-14, 325-36.3. Harijanto PN. Buku ajar ilmu penyakit dalam:Malaria. Ed.5. Vol.3. Jakarta. Interna Publishing, 2009. H. 2813-25.4. Santoso M. Standart pelayanan medis penyakit dalam: Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Jakarta. Yayasan Diabetes Indonesia, 2004. H. 13-17.5. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Ed.4. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2008. H. 212-35, 254-6.6. Widoyono. Penyakit tropis epidemologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan. Ed.2. Jakarta. Erlangga, 2011. H. 157-73.7. Mcphee SJ, Papadaksis MA, Tierney LM. Current medical diiagnosis and treatment. Ed.6. USA. Lange, 2007. H. 1517-9.8. Tracy JW, Webster LT Jr. Goodman & gilman dasar farmakologi terapi. Ed.6. Vol.2. Jakarta. EGC, 2008. H.1041- 66.9. Syarif A, Zunilda DS. Farmakologi dan terapi: Obat malaria. Ed.5. Jakarta. Gaya Baru, 2007. H. 556-69.