kecap william wibowo 12.70.0052 b4

26
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : William Wibowo NIM : 12.70.0052 Kelompok : B4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATA

Upload: james-gomez

Post on 14-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Prosedur dan pembahasan pembuatan kecap dalam skala lab. dengan metode fermentasi

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama : William WibowoNIM : 12.70.0052Kelompok : B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATASEMARANG

2015

1. 2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan terhadap uji sensori kecap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Uji sensori kecapKelompokBahan & PerlakuanAromaWarnaRasaKekentalan

B1Kedelai Hitam + 0,5% inokulum++++++++

B2Kedelai Putih + 0,75% inokulum----

B3Kedelai Hitam + 0,75% inokulum+++++++

B4Kedelai Putih + 1% inokulum----

B5Kedelai Hitam + 1% inokulum+++++++++

Keterangan:AromaKelembapan+++: Sangat kuat+++: Sangat kental++: Kuat++: Kental+: Kurang kuat+: Kurang kental

WarnaRasa+++: Sangat hitam+++: Sangat kuat++: Hitam++: Kuat+: Kurang hitam+: Kurang kuat

Dari tabel hasil pengamatan diatas dapat dilihat perbedaan hasil uji karakteristik fisik meliputi warna, aroma, rasa dan kekentalan pada bahan kedelai yang berbeda dan konsentrasi inokulum yang berbeda. Pada kecap yang dibuat dengan fermentasi kedelai putih (kelompok B2 dan B4) terjadi kegagalan sehingga tidak terdapat hasil. Kecap hasil fermentasi kelompok B3 dengan bahan kedelai hitam dan inokulum 0,75% memiliki aroma yang sangat kuat sedangkan aroma paling kurang kuat ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum. Kecap hasil fermentasi kelompok B5 dengan bahan kedelai hitam dan inokulum 1% memiliki warna yang sangat hitam sedangkan warna paling kurang hitam ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum. Rasa kecap yang paling kuat ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum sedangkan rasa paling lemah ada pada kecap hasil fermentasi kelompok B3 dengan menggunakan kedelai hitam dan inokulum 0,75%. Kekentalan kecap yang 1

paling kental ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum sedangkan kekentalan paling rendah ada pada kecap hasil fermentasi kelompok B3 dengan menggunakan kedelai hitam dan inokulum 0,75%.

2

3.

4. PEMBAHASAN

Kecap merupakan salah satu produk hasil fermentasi kedelai yang dicampur dengan beberapa bahan seperti gula, garam, dan bumbu sehingga cita rasa makanan meningkat (Cahyadi, 2006). Kedelai merupakan bahan baku dalam fermentasi kecap dikarenakan kandungan gizi dalam kedelai terutama protein dan kedelai yang tinggi yaitu sekitar 40%. Dalam kedelai terdapat asam amino yang dibutuhkan dalam proses fermentasi yaitu leusin dan lisin. Dalam pembuatan kecap, kedelai yang umum digunakan adalah kedelai hitam dan kedelai kuning dimana perbedaannya ada pada warna kulit dan ukuran dari biji. Keefektivitasan dari proses fermentasi kecap tidak dipengaruhi oleh jenis kedelai yang digunakan.

Kedelai kuning digunakan sebagai bahan dasar produk makanan turunan kedelai yang diolah dengan fermentasi maupun tanpa fermentasi. Penggunaan kedelai hitam sangat terbatas karena hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Meski kedelai hitam merupakan bahan baku yang umum digunakan dalam pembuatan kecap namun jenis kedelai lain masih berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Terdapat 3 cara dalam pembuatan kecap yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi fermentasi dan hidrolisis asam. Dengan cara fermentasi, kecap akan memiliki cita rasa dan aroma yang lebih disukai konsumen. Prinsip pembuatan kecap dengan cara fermentasi berkaitan dengan penguraian protein, karbohidrat dan lemak menjadi asam amino, monosakarida dan asam lemak (Koswara, 1997). Cita rasa yang khas yang dihasilkan dalam fermentasi kecap ini dikarenakan adanya asam amino glutamat yang dihasilkan selama fermentasi. Kandungan asam glutamat banyak terdapat dalam kedelai. Semakin lama waktu fermentasi kecap maka semakin tinggi kandungan asam glutamat yang dihasilkan dan semakin banyak kedelai yang digunakan, asam glutamat yang dihasilkan juga lebih banyak (Muangthai et al, 2007).

Menurut Purwoko, T (2007), Pembuatan kecap dengan cara fermentasi terdiri atas 2 tahap yaitu : a. fermentasi padat (fermentasi koji/tempe)

3

Dalam fermentasi padat atau koji ini digunakan kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. (Rahayu dkk., 1993). Waktu fermentasi untuk tahap ini yaitu selama 3-5 hari. Pada tahap ini akan dihasilkan koji/tempe, jika menggunakan Aspergillus sp. dan disebut tempe, jika menggunakan Rhizopus sp.b. fermentasi cair (fermentasi moromi) Dalam fermentasi moromi ada 2 hal yang penting untuk diperhatikan yaitu larutan garam dapur (NaCl) dan bakteri asam laktat.(Rosida, 2013). Pada tahap ini, hasil fermentasi koji dikeringkan lalu direndam dalam air garam 20-30%. Proses perendaman koji/tempe dalam air garam ini disebut dengan fermentasi moromi. Pada tahap fermentasi moromi, jenis mikroba tahan garam yang berperan Hansenula sp., Zygosaccharomeces sp.,dan Lactobacillus sp. (Rahayu, 1985). Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi moromi yaitu 14-28 hari. Cairan hasil fermentasi moromi kemudian ditambah dengan rempah-rempah dan dikentalkan sehingga diperoleh produk akhir berupa kecap sedangkan ampas yang tersisa dari proses fermentasi ini dapat dijadikan pakan ternak. Proses fermentasi moromi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, suhu, nutrisi dan oksigen. (Rosida et al, 2013).

Terdapat 4 tahapan utama dari proses pembuatan kecap yaitu perebusan biji kedelai, penjamuran, penggaraman dan perebusan akhir. Tahap penjamuran termasuk sebagai fermentasi koji sedangkan tahap penggaraman dan perebusan akhir termasuk dalam fermentasi moromi (Santoso, 1994). Praktikum yang dilakukan dalam membuat kecap ini sudah mengikuti 4 taapan yang dikemukakan oleh Santoso, (1994). Dalam praktikum fermentasi kecap yang dilakukan dibagi menjadi 3 yaitu kecap 1, kecap 2 daan kecap 3. Sebelum dilakukan proses pembuatan kecap dengan metode fermentasi, dilakukan perlakuan pendahuluan pada kedelai yang digunakan. Kedelai hitam (kelompok B1, B3 dan B5) dan kedelai putih (kelompok B2 dan B4) direndam selama 12 jam sehingga mekar kemudian dicuci dan dikeringkan. Selanjutnya pada kecap 1, kedelai hitam dan putih yang telah diberi perlakuan pendahuluan direbus hingga matang dan ditiriskan hingga kering.

gambar 1 Perebusan Kedelai

Setelah itu, kedelai yang telah direbus dan dikeringkan dengan dijemur dimasukan dalam besek yang dialasi dengan daun pisang.

gambar 2 Pengeringan Kedelai setelah direbus

Perebusan kedelai ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat inhibitor serta melunakan sel kedelai sehingga penetrasi miselium kapang selama fermentasi menjadi lebih mudah selain itu juga berperan dalam inaktivasi zat-zat antinutrisi, melunakkan biji kedelai serta menghilangkan bau langu dari biji kedelai (Tortora et al, 1995). Bau langu dalam biji kedelai ini dihasilkan oleh enzim lipoksigenase namun dengan perebusan enzim menjadi inaktiv sehingga bau langu menghilang (Fukushima, 2004).

Pengeringan kedelai yang telah direbus dilakukan agar kadar air berkurang sehingga menekan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan (Darmajana, 2012). Besek dan daun pisang yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol tujuannya untuk mengurangi kontaminan mikroorganisme sehingga fermentasi dapat berhasil. Kedelai dalam besek ditambahkan inokulum dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5% inokulum komersial untuk kelompok 1; 0,75% inokulum komersial untuk kelompok 2 dan 3; 1% inokulum komersial untuk kelompok 4 dan 5.

gambar 3 Pemberian Inokulum

Selanjutnya, kedelai dalam besek yang telah diberi inokulum di inkubasi selama 3 harigambar 4 Inkubasi 3 hari

Seperti yang telah disebutkan Purwoko, (2007), tahap fermentasi ini termasuk dalam tahap fermentasi koji/tempe dengan menggunakan kapang yang berupa Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. yang mana disebut juga ragi tempe secara komersial, Dari fermentasi koji pada kecap 1 ini dihasilkan hasil fermentasi berupa tempe.

gambar 5 Hasil fermentasi Koji

Pembuatan kecap secara fermentasi, pada prinsipnya adalah hidrolisis protein dan senyawa-senyawa lainnya dari kedelai secara enzimatis oleh aktifitas mikroba. (Rosida, 2013). Selama fermentasi koji berlangsung, penambahan inokulum ke media kedelai akan menyebabkan terbentuknya enzim seperti protease yang memecah protein menjadi peptida dan asam amino, amilosa akan memecah pati menjadi gula yang lebih sederhana. (Wu et al, 2010).

Setelah diinkubasi selama 3 hari, dilakukan kecap 2 yaitu koji atau tempe yang didapat dipotong dan diiris kecil-kecil untuk selanjutnya dikeringkan dengan dehumidifier selama 2-4 jam.

gambar 6 Koji yang telah diiris

Setelah dikeringkan dengan dehumidifier, lalu dimasukan kedalam toples yang berisi larutan garam 20% yaitu sebanyak 140 gram garam dalam 700 ml air. Selanjutnya direndam selama 1 minggu sambil diaduk sesekali. Tahap perendaman dalam larutan garam ini disebut sebagai fermentasi moromi.

gambar 7 Fermentasi moromi

Proses fermentasi moromi ini merupakan fermentasi spontan yang artinya tidak terdapat penambahan mikroba dari luar seperti pada tahap fermentasi koji dimana ditambahkan inokulum dari luar. (Purwoko T., 2007). Pengeringan dengan menggunakan dehumidifier ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan kapang karena sudah tidak dibutuhkan dengan cara menurunkan kadar air yang terkandung dalam kedelai selain itu kapang juga lebih mudah untuk dihilangkan dari permukaan kedelai. (Peppler & Perlman, 1979). Pengadukan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan aerasi dan juga untuk menghomogenkan larutan selain itu pertumbuhan kapang menjadi semakin cepat dengan adanya kontak substrat dengan garam semakin banyak. (Tortora et al, 1995).

Penggunaan larutan garam yang ideal menurut Astawan & Astawan (1991), adalah larutan garam dengan konsentrasi 15-20%, namun penggunaan garam kurang dari 20% akan mempengaruhi rasa kecap. Larutan garam yang digunakan dalam praktikum ini sudah sesuai dengan teori. Penggunaan garam dalam proses fermentasi moromi adalah sebagai penghambat selektif pada mikroba pencemar tertentu seperti mikroba pembusuk atau proteolitik dan mikroba berspora. Mikroba tersebut paling sensitif oleh konsentrasi garam meskipun konsentrasi garam rendah (berkisar 6%). Pada konsentrasi garam 10-12% pertumbuhan mikroba patogenik seperti Clostridium botulinum dapat dihambat namum beberapa mikroba seperti Leuconostoc dan Lactobacillus dapat tumbuh dengan cepat dan menghambat tumbuhnya mikroba yang tidak dikehendaki dengan dihasilkannya asam. Selain dapat menghambat pertumbuhan mikroba pencemar, garam juga berperan dalam menurunkan aktivitas air (aw) dari bahan. Beberapa bakteri halofilik masih dapat bertahan dalam larutan garam hampir jenuh, namun perlu waktu yang lama untuk terjadi pembusukan. (Hendritomo, 2012).

Selama proses fermentasi moromi ini, beberapa mikroorganisme yang memiliki peran penting untuk proses fermentasi moromi tumbuh. Mikroorganisme tersebut yaitu Pediococcus halophilus dan Zygosaccharomyces rouxii. Gula hasil fermentasi koji digunakan untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat oleh Pediococcus halophilus. Zygosaccharomyces rouxii dan Candida sp. dalam kondisi aerob dan anaerob akan mengubah gula menjadi etanol dan dihasilkan senyawa penyusun flavor. Banyaknya etanol yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yeast sedangkan Candida sp berperan dalam pembentukan aroma pada kecap dengan menghasilkan senyawa pembentuk flavor seperti 4-etil-guaiakol. (Wu et al, 2010).

Setelah satu minggu, cairan kecap yang masih cair disaring dan dipress sehingga diperoleh 250 ml selanjutnya ditambahkan air 750 ml hingga total adalah 1 L.

gambar 8 Penyaringan Moromi

gambar 9 Penambahan air hingga 1 L

Kemudian cairan tersebut dimasak dengan bumbu. Setelah dimasak dengan bumbu, kecap lalu diuji secara sensori untuk melihat karakteristik aroma, warna, rasa dan kekentalan.

gambar 10 Persiapan Bumbu

gambar 11 Proses Pemasakan

gambar 12 Analisa Sensori

Dalam praktikum ini, bumbu yang digunakan adalah gula jawa 1 kg, 3 gram ketumbar, 20 gram kayu manis, 1 biji pekak dan 1 jentik laos selain itu juga ada bumbu tambahan yang berbeda tiap kelompok. Kelompok B1 dan B2 ditambahkan cengkeh, kelompok B3 dan B4 ditambahkan sereh sedangkan kelompok B5 ditambahkan 1 buah pala. Menurut Purwoko T., (2007), bumbu yang digunakan dalam pembuatan kecap dapat meningkatkan cita rasa dan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bumbu sederhana dan bumbu lengkap. Bumbu sederhana tersusun atas gula, jahe, lengkuas, dan kayu manis, sedangkan bumbu lengkap tersusun atas bumbu sederhana ditambah bawang putih, kunyit, kemiri, dan ketumbar.

Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat perbedaan hasil uji karakteristik fisik meliputi warna, aroma, rasa dan kekentalan pada bahan kedelai yang berbeda dan konsentrasi inokulum yang berbeda. Kecap hasil fermentasi kelompok B5 dengan bahan kedelai hitam dan inokulum 1% memiliki warna yang sangat hitam sedangkan warna paling kurang hitam ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum. Warna kecap yang dihasilkan berasal dari penambahan gula. Penambahan gula dalam pembuatan kecap bertujuan untuk menghasilkan flavor dan rasa yang baik serta meningkatkan viskositas dari kecap. Penggunaan gula juga berperan dalam memberikan warna coklat. Warna coklat karamel pada kecap karena adanya rekasi maillard dan karamelisasi sehingga memberi rasa manis dan karakteristik flavor khas kecap manis. (Judoamidjojo, 1987). Warna coklat karamel yang dihasilkan dari penambahan gula ini akan semakin kuat seiring dengan penggunaan suhu yang tinggi (Kasmidjo, 1990).

Pada kecap yang dibuat dengan fermentasi kedelai putih (kelompok B2 dan B4) terjadi kegagalan sehingga tidak terdapat hasil. Kecap hasil fermentasi kelompok B3 dengan bahan kedelai hitam dan inokulum 0,75% memiliki aroma yang sangat kuat sedangkan aroma paling kurang kuat ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum. Aroma dari kecap manis yang dihasilkan berbeda-beda dapat dipengaruhi dari bumbu-bumbu yang ditambahkan terlalu kuat sehingga menutupi aroma kecap yang dihasilkan. Menurut Rahayu et al, (1993), jumlah inokulum yang ditambahkan berpengaruh terhadap flavor kecap. Inokulum yang terlalu banyak akan menurunkan kualitas flavor kecap manis. Banyaknya inokulum yang digunakan berpengaruh pada kecepatan penguraian protein, karbohidrat dan lemak. Semakin banyak jumlah inokulum maka proses penguraian protein, karbohidrat dan lemak menjadi semakin cepat yang berakibat pada flavor yang kurang baik karena proses penguraian yang berlebih (Astawan dan Astawan, 1991). Flavor yang terbentuk pada kecap manis karena beberapa komponen seperti arginin, kadaverin, histidin dan ammonia yang bereaksi dengan asam glutamat dan asam suksinat (Armstrong, 1995) namun yang paling utama perannya dalam pembentukan flavor khas kecap adalah karena adanya asam amino glutamat (Muangthai et al, 2007).

Rasa kecap yang paling kuat ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum sedangkan rasa paling lemah ada pada kecap hasil fermentasi kelompok B3 dengan menggunakan kedelai hitam dan inokulum 0,75%. Rasa yang dihasilkan dalam kecap dipengaruhi oleh penggunaan bumbu utama seperti gula jawa dan selain itu juga karena aktivitas bakteri asam laktat yang tumbuh selama tahap fermentasi moromi. Bakteri asam laktat akan menghasilkan asam laktat, asam fosfat dan asam suksinat yang mana akan menurunkan pH kecap sehingga kapang yang berperan dalam pembentukan flavor kecap pertumbuhannya makin baik sehingga flavor kecap meningkat (Astawan dan Astwan, 1991). Lamanya proses fermentasi moromi juga dapat berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan karena pada tahap ini terbentuk senyawa-senyawa penyusun flavor akibat aktivitas mikroba. Proses fermentasi moromi secara alamiah membutuhkan waktu yang lama yaitu 3-12 bulan dan proses fermentasi dilakukan secara bertahap (Hendritomo, 2012). Namun dalam praktikum ini, tahap fermentasi moromi dilakukan sangat singkat hanya 1 minggu sehingga memungkinkan senyawa pembentuk flavor belum terbentuk maksimal sehingga rasa kecap yang dihasilkan kurang optimal.

Kekentalan kecap yang paling kental ada pada hasil fermentasi kecap kelompok B1 dengan kedelai hitam dan 0,5% inokulum sedangkan kekentalan paling rendah ada pada kecap hasil fermentasi kelompok B3 dengan menggunakan kedelai hitam dan inokulum 0,75%. Kekentalan pada kecap dipengaruhi oleh jumlah gula yang ditambahkan dimana semakin banyak jumlah gula yang ditambahkan maka akan semakin kental selain itu warna, aroma dan rasa juga meningkat (Kasmidjo, 1990). Adanya pemasakan kecap dengan menggunakan panas menguapkan air sehingga kekentalan semakin meningkat. Konsentrasi inokulum yang digunakan juga dapat berpengaruh pada kekentalan dari kecap. Konsentrasi inokulum yang semakin tinggi akan memperbanyak keluarnya komponen-komponen dalam kedelai sehingga kekentalan meningkat (Liem et al, 2009). Namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori, karena viskositas dari kecap dengan inokulum 0,5% lebih kental dibandingkan kecap dengan inokulum 0,75% dan 1%. Hal ini dapat dikarenakan waktu dan suhu pemasakan yang tidak sama sehingga konsentrasi air yang terdapat dalam kecap berbeda-beda sedangkan dalam praktikum ini konsentrasi air pada kecap tidak diukur hanya pengujian karakteristik fisik secara sensori.

Pengujian yang dilakukan dalam praktikum ini semuanya dilakukan secara analisa sensori dimana analisa sensori ini bersifat subjektif dan terdapat beberapa kelemahan yaitu dipengaruhi oleh kondisi mental dan fisik sehingga hasil bisa berubah dan kurang akurat. (Soekarto S.T., 2008). Untuk pengukuran warna dapat digunakan chromameter, pengukuran kekentalan dapat digunakan viskotester sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.

13

5.

6. KESIMPULAN

Terdapat 3 cara dalam pembuatan kecap yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi fermentasi dan hidrolisis asam. Proses pembuatan kecap terdiri atas 4 tahapan utama yaitu perebusan biji kedelai, penjamuran, penggaraman dan perebusan akhir. Fermentasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu fermentasi koji/tempe dan fermentasi moromi. Cita rasa yang khas yang dihasilkan dalam fermentasi kecap ini dikarenakan adanya asam amino glutamat yang dihasilkan selama fermentasi. Jumlah kedelai yang digunakan semakin banyak akan meningkatkan asam glutamat dalam kecap. Dalam fermentasi padat atau koji ini digunakan kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Dua hal yang penting untuk diperhatikan yaitu larutan garam dapur (NaCl) dan bakteri asam laktat Proses fermentasi moromi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, suhu, nutrisi dan oksigen. Penggunaan gula meningkatkan rasa, aroma, warna, dan kekentalan. Warna coklat karamel pada kecap karena adanya rekasi maillard dan karamelisasi Rasa yang dihasilkan dalam kecap dipengaruhi oleh penggunaan bumbu utama seperti gula jawa dan selain itu juga karena aktivitas bakteri asam laktat yang tumbuh selama tahap fermentasi moromi.

Semarang, 20 Juni 2015 Praktikan, Asisten Dosen Abigail Sharon Frisca MeliaWilliam Wibowo12.70.0052

7. DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, S.B. 1995. Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung

Darmajana, Doddy A. (2012). Pengaruh Suhu dan Waktu Perendaman Terhadap Bobot Kacang Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahu. Prosiding SnaPP2012: Sains, Teknologi dan Kesehatan. ISSN 2089-3582.

Fukushima, D. 2004. Industrialization of Fermented Soy Sauce ProductionCentering Around Japanese Shoyu. Di dalam: Steinkraus, K. H. (ed.). Industrialization of Indigenous Fermented Foods Second Edition. Marcel Dekker, Inc., New York.

Hendritomo, Henky Isnawan. (2012). Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu Kecap Selama Penyimpanan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri BPPT. Jakarta. http://jifi.ffup.org/wpcontent/uploads/2012/03/hengky....pengaruh.pdf. Diakses tanggal 20 Juni 2015.

Judoamidjojo, R.M. 1987. The Studies on Kecap - Indigenous Seasoning of Indonesia. Thesis Doktor pada University of Agriculture, Japan.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Koswara, S., 1997, Mengenal makanan tradisional: hasil olahan kedelai, Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):75-76.

Liem, J. Y.; Kim, J.J.;. Lee, D.S.; Kim, G.H.; Shim, J.Y.; Lee, I. and Imm, J.Y. 2009.Physicochemical Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans. Food Chemistry.

Muangthai, Pornpimol., Upajak, Pakatheera., Patumpai, Wai. (2007). Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy Sauce Production from Peagion Pea and Soy Bean. KMITL Science Technology Journal Vol.7 No.S2.

Peppler, H.J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, Tjahjadi., Handajani, Noor Soesanti. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Biodiversitas Vol. 8 No.2.

15

Rahayu, E.S., 1985, Hidrolisis protein kedelai oleh Aspergillus oryzae, A. soyae, dan Rhizopus oligosporus, Tesis Fakultas Pascasarjana UGM,Yogyakarta.

Rahayu, R. Indrati, T. Utami, E. Harmayani, dan M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. Yogyakarta: PAU UGM.

Rosida, Dedin F., et al (2013). KarakteristikMoromi dan Kecap Manis serta Kajian AktivitasAntioksidannya.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=180971&val=6221&title=KARAKTERISTIK%20MOROMI%20DAN%20KECAP%20MANIS%20SERTA%20%20%20KAJIAN%20AKTIVITAS%20ANTIOKSIDANNYA. Diakses tanggal 20 Juni 2015.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Soekarto ST. (2008). Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan. Hlm 34.Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan, Lee Fong Siowand Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of temperature on moromi fermentation of soysauce with intermittent aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), p. 702-706.

16

8.

9. LAMPIRAN9.1. Jurnal9.2. Laporan sementara17