ltm pemicu iii modul gi (pemeriksaan fisik dan penunjang v

Upload: jody-felizio-chandra

Post on 19-Jul-2015

119 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pemeriksaan Sistem GastroIntestinalPemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital, yang didalamnya terdapat laju nadi, laju pernafasan, tipe pernafasan, suhu, tensi, dan pengukuran status gizi menggunakan CDC Chart untuk bayi hingga remaja, dan penggunaan BMI untuk usia dewasa. Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat. Konsistensi Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Warna Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium. Kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena. Bau Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan jika di usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam. Darah Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda, coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam. Sedangkan pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda. Lendir Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja. Parasit Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan lainlain yang mungkin didapatkan dalam tinja. 2. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing. Protozoa

Nyeri Abdomen AkutPasien nyeri abdomen biasanya diperiksa dalam posisi supine. Inspeksi abdomen dilakukan dengan teliti. Posisi tidur pasien dan apakah pasien tetap merasakan nyeri pada posisi supine dan berusaha berada dalam posisi tertentu untuk menghindari nyeri merupakan hal penting dalam menentukan penyebab dari akut abdomen tersebut. Pasien dengan peritonitis cenderung untuk imobilitas karena perubahan posisi akan merangsang periteoneumnya dan meningkatkan nyeri abdomennya. Palpasi pada pasien dengan akut abdomen untuk menentukan lokasi nyeri harus dilakukan hati-hati. Melalui palpasi dapat ditentukan adanya nyeri tekan, nyeri lepas, dan adanya massa. Nyeri lepas lebih mengarah pada suatu peritonitis. Tanda Murphy berupa nyeri tekan pada perut kanan atas saat inspirasi sensitif untuk kolesistitis akut, tapi pemeriksaan ini tidak sensitif. Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada daerah McBurney (perut kanan bawah) sensitif untuk apendisitis akut. Pada pemeriksaan auskultasi, bising usus yang didengar cukup bervariasi, tergantung dari penyebab akut abdomen. Pada ileus paralitik atau peritonitis umum bising usus tidak terdengar. Pada obstruksi usus bising usus akan meningkat dan kadangkala terdengar Metallics sound. Adanya suara bruit saat auskultasi menunjukkan kelainan vaskuler, tapi pada pasien yang kurus kita bisa mendengar bruit pada daerah epigastrium yang berasal dari aorta abdominalis. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Lain Pemeriksaan laboratorium yang rutin diperlukan antara lain pemeriksaan darah perifer dan urin lengkap. Pemeriksaan laboratorium lain yaitu amilase, lipase, elektrolit, gula darah dan ureum kreatinin. Pemeriksaan foto abdomen 3 posisi juga perlu untuk menentukan adanya tanda perforasi, ileus, atau obstruksi usus. Pemeriksaan colon in loop, endoskopi saluran cerna, dan CT Scan dilakukan sesuai indikasi.

Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan Tinja Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, gas indol, skatol dan sterkobilinogen. Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat diabsorpsi secara sempurna. Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan, jika pemeriksaan sangat diperlukan contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung dari rektum. Untuk pemeriksaan rutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja diperiksa dalam keadaan segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsur dalam tinja menjadi rusak. Pemeriksaan tinja terdiri atas pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia. 1. Pemeriksaan Makroskopis Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit. Jumlah

jofelizio

1

Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan bentuk trofozoit. Telur cacing Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya. Leukosit Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan. Eritrosit Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal. Epitel Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel ini biasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal. Kristal Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja LUGOL Butir-butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin. Sisa makanan Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastisdan lain-lain. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan III atau IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoea. Sisa makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma malabsorpsi. 3. Pemeriksaan Kimia Tinja Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pemeriksaan darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens. Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang bersifat sebagai peroksidase akan menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens (On). On akan mengoksidasi zat warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna.

6. 7.

Fungsi ginjal: Ureum, kreatinin Pembiakan darah: kultur darah6

Pemeriksaan marker kerusakan hati

Sebagai sel yang mengatur metabolisme yang kompleks, hepatosit yang merupakan sel pada hati memiliki banyak enzim. Pada saat hati mengalami kerusakan, enzim tersebut akan bocor keluar ke plasma dan menjadi bahan diagnosis dan mengetahui kemungkinan kerusakan pada hati. Dua zat yang seringkali digunakan untuk mendiagnosis kerusakan pada hati, yaitu aspartat aminotransferase (AST) atau SGOT dan alanine aminotransferase (ALT) atau SGPT. Karakteristik ALT dan AST ALT atau disebut juga dengan SGPT memiliki enzim yang hanya terletak di sitosol (spesifik hanya pada hati). ALT juga ditemukan dalam jumlah yang signifikan di ginjal. SGOT atau disebut juga dengan AST memiliki 2 jenis enzim tergantung dari lokasinya. Enzim AST memiliki enzim yang berada di ekstramitokondrial ataupun berada di mitokondria. Enzim AST yang diproduksi oleh mitokondria di hati juga terdapat pada otot, ginjal, dan otak. Selain itu, jumlah AST pada sitoplasmik hepatosit 7000 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlahnya di plasma, sedangkan jumlah ALT pada sitoplasmik hepatosit 3000 kali lebih banyak apabila dibandingkan dengan jumlahnya di plasma. Perlu diperhatikan juga, bahwa ALT memiliki masa paruh waktu (47 jam) yang lebih panjang bila dibandingkan dengan AST extramitokondria (17 jam), tetapi lebih pendek dibandingkan dengan AST mitokondria (87 jam). Walaupun demikian, AST memiliki jumlah yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan ALT, sehingga apabila terjadi kerusakan hati yang akut, biasanya ASTnya tinggi, sedangkan ALTnya rendah. Sedangkan apabila dalam kondisi yang cukup lama, sebaliknyalah yang terjadi, karena masa paruh ALT yang lebih panjang. Kecuali apabila terjadi kerusakan pada mitokondria hati. Interpretasi hasil Bila ditilik perkembangan dari perbandingan AST dan ALT, dapat dilihat dengan contoh pada penyakit sirosis: a. Masa akut: AST lebih tinggi daripada ALT b. Masa kronik: ALT lebih tinggi daripada AST c. Muncul fibrosis: ALT menurun dan AST lebih tinggi dibandingkan ALT d. End stage: Keduanya turun kerusakan sudah sangat parah

Pemeriksaan hati normalPada pemeriksaan hati normal, akan lebih difokuskan pada pemeriksaan protein saja, terutama albumin. Pada dasarnya, sintesis protein plasma diproduksi paling banyak pada hati. Sebanyak 90% dari protein dan albumin secara penuh (100%) disintesis pada hati. Penurunan jumlah sekresi protein Penurunan jumlah protein secara total dan albumin dapat diindikasikan adanya kelainan pada hati, walaupun demikian, perlu diperhatikan beberapa penyebab yang mengakibatkan kehilangan protein: a. Penyakit ginjal b. Malnutrisi c. Protein-losing enteropathies d. Inflamasi kronik Kerusakan pada hati mengakibatkan penurunan sekresi dari protein, walaupun demikian, porotein dengan masa paruh waktu yang tinggi akan lebih bertahan dibandingkan dengan protein yang masa paruhnya rendah. Protein dengan masa paruh tinggi adalah albumin dengan masa paruh 20 hari. Protein dengan masa paruh rendah contohnya: a. Faktor VII (4-6 jam) b. Transthyretin (1-2 hari) c. Transferrin (6 hari) Kandungan normal

Interpretasi Pemeriksaan LaboratoriumPada dasarnya, pemeriksaan laboratorium melibatkan berbagai macam spesimen. Untuk meruncingkan hasil pemeriksaan, pembahasan akan difokuskan pada: 1. Pemeriksaan darah lengkap: Hb, leukosit, basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, monosit, hematokrit 2. Marker kerusakan hati : SGOT, SGPT 3. Pemeriksaan hati normal: albumin 4. Faktor pembekuan darah : PT, APTT 5. Faktor deteksi inflamasi : C-reactive protein

jofelizio

2

Secara umum, kandungan normal dari total protein dalam darah adalah 6-7.8 g/dL, dengan 60% dari total protein tersebut adalah albumin (range 3.5-5 g/dL). Albumin merupakan protein utama yang diproduksi dalam hati. Sintesis dari albumin dipengaruhi oleh 2 hal: a. Tekanan onkotik rendah: Meningkatkan produksi b. Sitokin (interleukin 6) : Menurunkan produksi Salah satu kemungkinan apabila kadar albumin di bawah normal adalah adanya sirosis. Fungsi utama dari albumin adalah sebagai protein transporter: a. Endogen: bilirubin dan hormon tiroid b. Eksogen: obat Nilai normal: a. Dewasa protein total b. Anak : c. Bayi d. Bayi baru lahir

rheumatoid) Overwhelming sepsis (deep tissue abscess) Fulminant Legionella At this level, death usually ensues! nd Sumber: Spickett G. Immunology & Allergy. 2 ed. Provan D, editor. London: Oxford University Press; 2005. Huge elevation (>400mg/L) Pemeriksaan Darah Lengkap 5 Hematokrit Hematokrit adalah perbandingan antara proporsi darah yang mengandung sel darah merah / eritrosit (dalam volume) dengan volume darah secara keseluruhan. Sebagai contoh, nilai hematokrit sebesar 25% berarti ada 25 mL eritrosit dalam 100 mL darah. Hematokrit diukur dari sampel darah dengan mesin otomatis yang dapat melakukan beberapa pengukuran lain secara serentak. Kebanyakan mesin ini tidak mengukur hematokrit secara langsung, tetapi menghitung berdasarkan tetapan jumlah hemoglobin dan volume eritrosit rata-rata. Hematokrit juga bisa dihitung menggunakan sentrifugasi. Hematokrit normal bervariasi, tergantung dari usia, dan setelah masa pubertas bergantung pula pada jenis kelamin. Jangkauan normal hematokrit yaitu: Neonatus: 55%-68% 1 minggu : 47%-65% 1 bulan: 37%-49% 3 bulan: 30%-36% 1 tahun: 29%-41% 10 tahun: 36%-40% Pria dewasa: 42%-54% Wanita dewasa: 38%-46% Kadar hematokrit yang rendah sering disebut sebagai anemia. Anemia bisa disebabkan karena kehilangan darah (luka traumatik, bedah, kanker kolon dengan perdarahan), defisiensi nutrisi (zat besi, vitamin B12, asam folat), masalah sumsum tulang (obat kemoterapi, gagal ginjal), dan hematokrit abnormal (anemia sel sabit). Sedangkan kadar hematokrit yang tinggi dapat ditemukan pada orang yang tinggal di altitude (ketinggian dari permukaan laut) yang tinggi dan pada perokok kronis. Dehidrasi memproduksi nilai hematokrit tinggi secara semu yang akan menghilang ketika rehidrasi dilakukan. Beberapa penyebab lain peningkatan hematokrit yang jarang terjadi yaitu penyakit paru-paru, tumor, polisitemia vera, dan penyalahgunaan erythropoietin. Hemoglobin Hemoglobin adalah molekul protein di eritrosit yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan mengembalikan CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru. Hemoglobin dibentuk dari 4 molekul protein (rantai globulin) yang saling berhubungan. Hemoglobin dewasa normal mengandung rantai 2alfaglobulin dan rantai 2 beta-globulin. Pada fetus dan balita, hanya sedikit rantai beta dan hemoglobinnya tersusun dari rantai 2alfa dan rantai 2 gamma. Seiring pertumbuhan balita, rantai gamma digantikan oleh rantai beta. Masing-masing rantai globulin mengandung struktur sentral penting yang disebut heme. Zat besi (mengangkut O2 dan CO2 di darah) dapat melekat pada heme. Hemoglobin juga berperan menjaga bentuk sel darah merah. Hasil pengukuran Hb dinyatakan dalam gram/desiLiter (g/dL). Range normal Hb: Neonatus: 17-22 g/dL 1 minggu: 15-20 g/dL 1 bulan : 11-15 g/dL Anak: 11-13 g/dL Pria dewasa: 14-18 g/dL Wanita dewasa: 12-16 g/dL Pria paruh baya: 12,4-14,9 g/dL Wanita paruh baya: 11,7-13,8 g/dL Interpretasi untuk Hb ini sama seperti interpretasi hematokrit (mengindikasikan anemia bila kadarnya turun).5

: 3,8-5,1 gr/dl (biuret) atau 52-68 % : 4,0-5,8 gr/dl : 4,4-5,4 gr/dl : 2,9-5,4 gr/dl

Penurunan albumin mengakibatkan keluarnya cairan vaskular menuju ke jaringan sehingga terjadi oedema. Penyakit/kondisi yang sering menyebabkan hipoalbuminemia (penurunan dalam darah) : a. Berkurangnya sintesis albumin : malnutrisi, sindrom malabsorbsi, radang menahun, penyakit hati menahun, kelainan genetik. b. Peningkatan ekskresi (kehilangan) : nefrotik sindrom, luka bakar yang luas, dan penyakit usus. c. Katabolisme meningkat : luka bakar luas, keganasan yang meluas faktor berganda :sirosis hati, kehamilan, dan gagal jantung kongesti Pemeriksaan protein fase akut Protein fase akut sebenarnya ada 3 macam, yaitu: CRP, ESR, dan SAA. Pada topik ini akan dibahas lebih mendalam mengenai protein fase akut CRP (batas normal 6 mg/L). Batas normal adalah sekitar 6 mg/dL. Protein ini muncul di plasma pasien yang mengalami infeksi dan kondisi inflamasi. Karena kondisi tersebut, CRP merupakan indikasi untuk menentukan inflamasi akut. Pada orang yang mengalami penyakit akut, sitokin IL-6 akan menstimulasi produksi CRP dari hati hingga kadarnya dalam plasma mencapai 300 mg/L. Peningkatan dari CRP bervariasi untuk setiap penyakit, termasuk infeksi bakteri, vaskulitis, kerusakan jaringan, artritis. Sesuai dengan namanya, protein CRP hanya bertahan dalam beberapa jam setelah inflamasi dan segera turun kadarnya setelah diberikan pengobatan tertentu. Karenanya, penggunaan pemeriksaan dengan menggunakan CRP digunakan sebagai alat diagnosis secara cepat dan untuk memonitor respon penderita terhadap pengobatan. Tabel 1. Interpretasi hasil tingkat CRP Level of CRP Common associations Little or no change: (200mg/L) Severe bacterial sepsis Legionella Active vasculitis (Wegener's,

jofelizio

3

White Blood Count Kadar leukosit yang rendah disebut leukopenia dan kadar leukosit yang tinggi disebut leukositosis. Neutrofil Kadar neutrofil yang meningkat disebabkan oleh: Infeksi: gonorhea, otitis media, chickenpox Nekrosis iskemik Kelainan metabolik: uremia, eklampsia Respons stres (karena perdarahan akut, bedah) Penyakit inflamasi Kadar neutrofil yang rendah disebabkan oleh: Depresi sumsum tulang Infeksi (tifus, hepatitis) SLE Kekurangan asam folat atau vitamin B12 Eosinofil Kadar eosinofil yang meningkat disebabkan oleh: Infeksi parasit: trichiuris, amoeba Kelainan alergi Kolitis ulseratif Kadar eosinofil yang rendah disebabkan oleh: Respons stres (terhadap trauma) Basofil Limfosit Monosit Kadar monosit yang meningkat disebabkan oleh: Infeksi ; endokarditis, hepatitis SLE, karsinoma Kadar limfosit yang rendah tidak diketahui penyebabnya. Kadar limfosit yang meningkat disebabkan oleh: Infeksi pertusis, sifilis, TBC, hepatitis hipoadrenal Kadar limfosit yang rendah disebabkan oleh: debilitating ilness kortikosteroid yang tinggi Kadar basofil yang meningkat disebabkan oleh: Polisitemia vera Kolitis ulseratif Kadar basofil yang rendah disebabkan oleh: Hipertiroidisme Kehamilan

5.

Double contrast i. Melena ii. Diare kronik iii. Inflammatory bowel disease iv. diverticulosis CT Scan: untuk melihat adanya tumor atau kanker, seperti kanker kolon, tumor caecum, tumor rektal.

b.

Interpretasi Air-Fluid LevelPada obstruksi mekanis, air-fluid levels dapat ditemukan pada posisi upright. Air-fluid levels yang pendek dapat terlihat pada masing-masing tungkai (bentuk seperti hairpin pada usus halus). Ketinggian level cairan ini berbeda pada dua tungkai pada satu loop (menyerupai permen). Pada ileus paralitik, terdapat beberapa atau sejumlah besar air-fluid levels yang tersebar di seluruh bagian abdomen. Obstruksi ditandai dengan banyaknya air-fluid levels yang berdilatasi, sedangkan ileus ditandai dengan air-fluid levels yang lebih 7 sedikit dan tidak berdilatasi.

PEMERIKSAAN INTUSSUSEPSI

4

PEMERIKSAAN RADIOLOGIPemeriksaan radiologi yang digunakan dalam diagnosis gangguan gastrointestinal meliputi: 1. Sialografi: modalitas untuk pemeriksaan rongga mulut, menggunakan kontras yang larut air. 2. Barium meal: untuk pemeriksaan esofagus, lambung, duodenum, terdiri dari single contrast (hanya suspensi barium, untuk observasi peristaltik dan adanya fistula atau obstruksi) dan double contrast barium meal (suspensi barium dan distensi oleh gas, untuk menunjukkan detail dari mukosa). 3. Foto polos abdomen: salah satu kegunaannya untuk mendiagnosis obstruksi usus halus mekanikal, yang ditandai dengan: a. Herring bone appearance; b. Gas kolon negatif; c. Penebalan dinding usus; d. Dilatasi usus kecil. 4. Barium enema: untuk pemeriksaan rutin kolon (colon in loop); terdiri dari: a. Single contrast: untuk indikasi: i. Intusussepsi ii. Duvertikulosis iii. Polip kolon iv. Penyakit Crohn v. Karsinoma kolon dan rektal

Pada kasus tipikal, terdapat awitan mendadak, pada anak yang sebelumnya sehat, dari nyeri kolik paroksismal (serangan hebat) kronis yang berulang pada interval yang sering dan disertai dengan kesulitan untuk meregangkan tubuh (kaki dan lutut dalam posisi fleksi dan anak menangis kencang). Balita pada awalnya dapat terlihat tidak bermasalah dengan nyeri tersebut, tapi bila intussusepsi tidak berkurang, maka balita secara progresif melemah dan dalam keadaan letargi. Pada waktunya, letargi ini bisa berkembang menjadi tanda abdominal (abdominal signs). Terkadang kondisi menyerupai syok dapat berkembang dengan demam. Denyut nadi melemah dan sangat lemah (hampir tak terdengar), pernapasan menjadi dangkal dan ada bunyi mendengkur, dan rasa nyeri dapat dimanifestasikan hanya dengan suara mengerang (moaning). Muntah terjadi pada banyak kasus dan biasanya pada frekuensi yang sering pada awal intussusepsi. Pada fase berikutnya, muntahan ini berwarna kehijauan (bile stained). Tinja normal dapat dikeluarkan selama beberapa jam pertama dari gejala. Kemudian eksresi feses menjadi kecil atau tidak terjadi dan tak ada flatus. 60% balita mengekskresikan tinja yang mengandung darah dan lendir (currant jelly stool). Palpasi abdomen menunjukkan adanya pembengkakan massa halus berbentuk seperti sosis (sausage-shaped mass) yang terkadang nyeri, yang ukuran dan ketegasannya dapat meningkat selama serangan nyeri hebat dan seringkali di abdomen regio kanan atas, dengan sumbu sefalokaudal. Jika nyeri terasa di epigastrium, maka sumbunya transversal. Sekitar 30% pasien tidak memiliki massa yang teraba. Adanya lendir dan darah pada pemeriksaan rektal menunjang diagnosis intussusepsi. Distensi abdominal dan bengkak berkembang ketika obstruksi intestinal menjadi lebih akut. Pada kejadian yang jarang, intestinal prolaps ke anus. Intussusepsi kronik, yang mana gejala timbul dalam bentuk yang lebih ringan pada interval berulang, lebih sering terjadi dengan atau setelah enteritis akut dan dapat berkembang pada anak yang lebih tua seperti pada balita.

jofelizio

4

Untuk pemeriksaan radiografi bisa dilakukan foto polos abdomen. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kepadatan di area intussusepsi. Barium enema menunjukkan defek pengisian atau pelekukan di kepala barium dimana terdapat intussusepsi. Kolom linear sentral barium dapat terlihat pada lumen intussuseptum yang terkompresi, dan lingkaran tipis barium dapat terlihat terjebak di sekitar usus halus yang mengalami invaginasi pada lipatan mukosa di sekitar intusussipien (coiled-spring sign), khususnya setelah pengeluaran feses. Retrogresi instussuseptum di bawah tekanan enema dan distensi bergas intestinal dari obstruksi juga berguna sebagai penanda radiografis. Intusussepsi ileoileal tidak dapat ditunjukkan dengan barium enema tapi dicurigai karena distensi bergas dari intestinal di atas lesi. Ultrasonografi (USG) sangat sensitif untuk mendiagnosis intussusepsi. Penemuan diagnostik intusussepsi termasuk massa tubular pada sudut pandang longitudinal dan kenampakan donat pada gambaran transversal.

5.

Shiel WC. Hematocrit. Diambil dari: http://www.medicinenet.com/hematocrit/article.htm (diunduh pada 23 Februari 2010, pk. 21.45) Pincus MR, Tierno P, Dufour R. Evaluation of Liver Function. st 21 ed. Mcpherson RA, Pincus MR, editors. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2006. Chan-Nishina CC, Tim-Sing PML. Radiology cases in pediatric emergency medicine. Diambil dari: http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pemxray/v3c1 8.html (diunduh pada 24 Februari 2010, pk. 21.55)

6.7.

Daftar Pustaka 1. Gayatri P. Gastroenterologi Anak In: Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta; Media Aesculapius; 2000. 2. Immanuel S, Dharma R, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan tinja. Cermin Dunia Kedokteran No. 30. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSCM. P. 32-34. 3. Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. P. 304. 4. Wyllie R. Ileus, adhesions, intussusception, and closed-loop th obstructions. In: Nelson textbook of pediatrics 17 ed. Philadelphia: Saunders; 2003.

jofelizio

5