ltm biomol_aplikasi_juan.docx

Upload: faraj-sungkar

Post on 01-Mar-2016

55 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGAPLIKASIAN ASAM NUKLEAT DALAM BERBAGAI BIDANGJUAN OCTAVIAN DANIEL SIDAURUK (1306449315)

ABSTRAKPengaplikasian salah satu molekul pembentuk tubuh, yaitu asam nukleat dilakukan untuk memberikan solusi dan manfaat terhadap kebutuhan kehidupan disegala aspek. Asam nukleat diaplikasikan pada beberapa bidang, seperti bidang lingkungan, kesehatan, farmasi, biosensor, forensik, pertanian, dan enzim. Aplikasi tersebut dilakukan menggunakan metode rekombinan DNA, RFLC-Restriction Fragment Lenght Polymorphism dengan Southern Blotting, serta reaksi rantai polimerase atau PCR-Polymerase Chain Reaction. Berdasarkan penggunaan metode tersebut dihasilkan produk asam nukleat berupa, bioremediasi, terapi gen, diagnosis penyakit (polimorfisme nukleotida tunggal), vaksin, aktivator plasminogen jaringan (TPA-Tissue Plasminogen Activator), biosensor DNA, DNA fingerprint, fingerprint, BGH-Bovine Growth Hormone, tanaman tahan hama dan virus, tanaman dan ternak transgenik serta rybozime.

Kata KunciAsam nukleat, DNA rekombinan, Restriction Fragment Lenght Polymorphism dengan Southern Blotting, bioremediasi,teapi gen, polimorfisme nukleotida tunggal, biosensor DNA, DNA fingerprint, fingerprint, Bovine Growth Hormone, Polymerase Chain Reaction, tanaman tahan hama, tanaman tahan virus, tanaman transgenik, ternak transgenik, rybozime.

PENDAHULUANAsam nukleat merupakan makromolekul yang tersusun dari polimer nukleotida. Asam nukleat memiliki fungsi utama dalam tubuh yaitu antara lain sebagai materi genetik dan juga koenzim. Asam nukleat yang berperan sebagai materi genetik adalah DNA dan RNA.Sedangkan yang berperan sebagai koenzim antara lain adalah adalah ATP atau Adenosine Triphospate, NAD atau Nicotinamide-adenine Dinucleotide, dan lain-lain. Asam nukleat ditemukan oleh Albrecht Kossel (1879) yang tersusun oleh suatu gugus gula, gugus fosfat, dan gugus basa. Asam nukleat adalah suatu polimer nukleotida yang berperanan dalam penyimpanan serta pemindahan informasi genetik (polinukleotida). Asam nukleat terdapat dalam 2 bentuk, yaitu asam deoksiribosa (DNA-Deoksirobosa Necleid Acid) dan asam ribosa (RNA-Ribosa Nucleid Acid). Keduanya merupakan polimer linier, tidak bercabang dan tersusun dari subunit-subunit yang disebut nukleotida. Pada sel eukariot, DNA terdapat di dalam nukleus, sedangkan pada sel prokariot, terdapat dalam sitoplasma atau nukleoid dan berfungsi sebagai molekul hereditas atau pewarisan sifat.Rekombinasi DNA pada awalnya dilakukan saat Watson dan Crick menduga bahwa susnan ini dapat diputus dengan beberapa cara Penemuan terkait kemampuan manusia memutus dan mereplikasi DNA ini mengawali berbagai macam inovasi dalam pengaplikasian DNA dan selanjutnya RNA untuk menunjang kesejahteraan manusia

I. Aplikasi DNA dalam Sistem Tubuh Manusia

Pada tubuh manusia, aplikasi DNA akan terbagi bagi menurut tipe DNA masing masing. Hal tersebut disebabkan setiap DNA memiliki karakteristik serta perannya masing masing dalam tubuh manusia. Pembagian DNA tersebut adalah sebagai berikut

DNA mitokondriaDNA mitokondria akan mengkode enzim dan protein - protein yang diperlukan untuk respirasi sel sebagai aktivitas mitokondria, selain pada mitokondria prinsip kerja pengkodean ini sama halnya terjadi untuk proses transkripsi dan translasi pada DNA nukleus serta untuk reaksi terang pada proses anabolisme pada DNA Kloroplas. DNA PlasmidpDNA adalah lingkaran DNA kecil yang dapat bereplikasi sendiri yang terdapat pada kromosom bakteri dan eukariotik uniseluler. Proses replikasi ini diperuntukan untuk memelihara sejumlah ciri ciri yang stabil dari generasi ke generasi. DNA polimeraseDNA polimerase akan membaca untaian DNA yang utuh sebagai cetakan yang kemudian digunakan untuk menyintesis untaian DNA baru DNA ligaseDNA ini akan menggabungkan fragmen Okazaki saat proses replikasi, serta menyambung potongan potongan DNA yang baru disintesis yang berperan dalam proses reparasi DNA

II. Genetically Modified Organism

Genetically Modified Organism adalah organisme yang telah diubah secara genetik. Telah banyak organisme yang dapat dimodifikasi secara genetik, contohnya jamur, insekta, tumbuhan, ikan, serta mamalia. Setiap makhluk hidup yang akan dimodifikasi menggunakan teknik ini harus mematuhi peraturan peraturan hasil dari kesepakatan internasional yang terdapat dalam Cartagena Protocol on Biosafety. Beberapa metode yang diterapkan dalam GMO serta aplikasinya dijelaskan dalam penjelasan berikut ini

a) Metode Simple Selecton

Metode ini diawali dengan mencari individu yang paling superior diantara populasi genetik yang superior. Setelah mendapatkan indivdu yang paling baik selanjutkanya akan dilakukan propagasi. Benih dari tumbuhan yang paling unggul akan ditaburkan untuk menghasilkan generasi baru tanaman yang unggul. Selanjutnya biji biji dari tanaman tersebut akan disimpan dan ditanam kembali untuk meningkatkan populasi dengan genotif yang unggul. Sayangnya, sifat sifat unggul yang dianggap menguntungkan bagi manusia maupun hewan pengkonsumsi lain tidak selalu menguntungkan tanaman tersebut dalam konteks ekologi dan evolusi. Ciri ciri tanaman yang sering dianggap bermanfaat bagi peternak terkadang merugikan tanaman dalam aspek lingkungan. Contohnya adalah peningkatan zat kimia yang membuat buah terasa lebih enak membuatnya tidak hanya menarik di mata manusia, namun juga untuk serangga dan hama lainnya. Hal ini membuat tanaman lebih rentan terserang hama dan akhirnya mati sehingga justru mengurangi populasinya sendiri.b) Mutation Breeding

Mutasi pembiakan melibatkan tanaman atau benih untuk mutagen (misalnya, radiasi pengion) atau mutagen kimia (misalnya, etil methanesulfonate) untuk menginduksi perubahan dalam urutan DNA. Peternak dapat menyesuaikan dosis irrevocably sehingga cukup untuk menyebabkan mutasi dari beberapa bagian, tetapi tidak cukup untuk dapat mematikan. Biasanya sejumlah besar tanaman atau benih yang telah termutasi akan tumbuh menjadi dewasa, reproduksi dan akhirnya menghasilkan keturunan. Keturunan akan mengekspresikan sifat fenotip, sifat-sifat baru yang berpotensi dan berharga. Akan tetapi terdapat variasi somaklonal yang mayoritas mutasi yang dihasilkannya merugikan. Selain melalui berbagai dosis, cara untuk mengontrol efek dari irrevocably yaitu dengan menargetkan ciri-ciri dari gen tertentu. Efek mutagenik tampaknya acak untuk seluruh genom, akan terdapat mutasi mutasi yang berguna maupun merugikan

c) Microprojectile Bombardment

Klein dan rekan-rekan (1987) menemukan bahwa DNA bisa dikirim ke sel tanaman dengan menembakkan mereka dengan pelet mikroskopis sehingga DNA akan melekat. Ini adalah metode yang kasar secara fisik tapi efektif untuk pengiriman DNA, terutama pada spesies seperti jagung, beras, dan lain biji-bijian sereal, yang tidak memiliki Agrobacterium secara alami. Banyak tanaman hasil modifikasi genetika diproduksi secara komersil menggunakan teknik ini.

d) Elektroporasi

Dalam elektroporasi, protoplas tanaman mengambil makromolekul dari cairan disekitar mereka yang difasilitasi oleh impuls listrik. Sel-sel yang tumbuh di medium kultur akan kehilangan dinding pelindung mereka dan menyisakan protoplas. DNA yang dikenal akan diproduksi didalam medium kultur protoplast, kemudian tekanan listrik akan diberikan sehingga membuat membran tidak stabil dan memungkinkan DNA untuk memasuki sel. Transformasi sel akan meregenerasi dinding sel secara keselurahan sehingga terbentuklah tanaman yang fertil. Elektroporasi dibatasi oleh minimnya tingkat efisiensi kebanyakan spesies tumbuhan dalam meregenerasi diri mereka dari protoplas.

e) Transposons/Transposable Elements

Gen dari mayoritas tumbuhan dan beberapa spesies hewan misalnya serangga dan ikan, membawa transposon, yaitu suatu yang membawa DNA didalamnya yang memiliki kemampuan untuk berpindah dari satu genom ke genom lain. Barbara McClintock adalah yang pertama kali dapat mendeskripsikan transposable element tersebut yang terdapat pada tanaman jagung. Hal ini dapat membuat gen gen unggul dapat berpindah dan disatukan menjadi tanaman atau hewan yang unggul. Akan tetapi, metode ini masih dalam tahap penelitian sehingga belum ada aplikasi yang telah dilakukan.

f) Aplikasi dari GMO

GMO telah banyak diaplikasikan sehingga menghasilkan tumbuhan serta hewan ransgenik yang kebih bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hasil - hasil tersebut adalah tanaman transgenik, modifikasi genetik pada hasil panen yang menghasilkan bibit -bibit unggul yang tahan dari gangguan hama serta memiliki rasa yang enak, tanaman cisgenik, serta modifikasi genetik dari mamalia dan mikroba. Salah satu modifikasi hewan secara genetika dapat menghasilkan hewan peliharaan dengan hypo-allegenic yang dapat meningkatkan interaksi antara manusia dan hewan peliharaannya, selain itu pada tanaman dapat meningkatkan kualitas pangan dengan menghasilkan hewan dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi dan penyerapan dalam pencernaan yang efektif, serta keuntungan keuntungan lain yang dapat dimodifikasi. Selanjutnya, akan dibahas lebih lanjut mengenai pengaplikasian GMO pada bidang pertanian, pangan, farmasi dan kesehatan.

Pertanian dan PanganModifikasi genetik pada hasil pertanian khususnya makanan bukanlah suatu hal baru. Saat ini, produksi makanan hasil rekayasa genetik masih berasal dari tanaman saja. Salah satu makanan hasil modifikasi geneti yang pengembangannya telah disetujui FDA (Food and Drug Administration) untuk konsumsi adalah tomat yang direkayasa dengan gen antisens yang dapat memperlambat proses pembusukan. Produksi tomat tersebut dilakukan dengan mengklon gen tomat yang mengkode enzim pematangan dan disiapkan gen dengan untai cetakan yang komplementer dengan gen normal. Ketika disambungkan ke dalam DNA tomat, antisens gen akan ditranskripsi menjadi RNA komplementer dengan gen pematangan mRNA. RNA antisens terikat dengan mRNA normal yang menghalangi sintesis dari enzim tersebut. hasilnya, tomat jarang sekali matang sebelum sampai di tempat pemasaran sehingga waktu pembusukan akan melambat.Selain tomat, banyak sekali produksi peranian dan pangan yang telah dikembangkan dengan modifikasi genetik. Beberapa di antaranya adalah jagung, beras, canola, kentang, kedelai, dan kapas. Tanaman-tanaman tersebut dimodifikasi agar resistan terhadap serangga dan virus serta herbisida yang digunakan para petani untuk mengontrol gulma.

Gambar 1. Contoh produk pangan hasil GMO (Sumber: bodyunburdened.com)

Studi lanjutan tentang bahan pangan yang telah mengalami modifikasi gen oleh peneliti China menunjukkan bahwasannya ditemukan sebagian kecil RNA nasi pada darah dan organ manusia yang memakan nasi produk GM. Tim peneliti dari Universitas Nanjing menunjukkan bahwasannya materi genetik tersebut dapat mengikat reseptor dalam sel hati manusia dan memengaruhi peningkatan kolesterol dalam darah. RNA temuan tersebut merupakan jenis MiRNA yang telah teridentifikasi menjadi penyebab beberapa penyakit pada manusia, termasuk di dalamnya adalah kanker, Alzheimers, dan diabetes.

Terapi GenTerapi gen merupakan suatu teknik yang menggunakan gen untuk menyembuhkan atau mencegah suatu penyakit. Dengan mengganti gen yang cacat, terapi gen dapat membantu jaringan maupun organ yang rusak untuk dapat kembali bekerja dengan baik. Pendekatan terapi gen berbeda dengan pengobatan biasa yang hanya meredam gejala tanpa menangani permasalahan genetik. Gen yang diinsersikan ke dalam sel secara langsung biasanya tidak akan berfungsi. Untuk itu dibutuhkan suatu vektor pembawa gen, umumnya adalah virus, untuk mengirimkan gen ke dalam sel secara tepat. Virus tertentu biasa digunakan sebagai vektor dikarenakan memiliki kemampuan untuk mengirimkan gen dengan cara menginfeksi sel target. Vektor virus sebelumnya telah dimodifikasi terlebih dahulu sehingga tidak dapat menimbulkan penyakit ketika digunakan pada manusia. Beberapa tipe virus, seperti retrovirus, menggabungkan materi genetiknya (termasuk gen normal yang telah diselipkan) ke dalam kromosom pada sel manusia. Tipe virus lainnya, seperti adenovirus, memperkenalkan DNA-nya pada inti sel target tanpa menggabungkannya pada kromosom sel target. Keunggulan dari penggunaan virus sebagai vektor adalah kemampuannya dalam menarget dan memasuki sel bahkan sel yang spesifik. Virus juga dapat dimodifikasi sehingga tidak dapat melakukan replikasi dan merusak sel target. Sayangnya, virus hanya dapat membawa materi genetik dalam jumlah terbatas serta masih dapat memicu respon imun pada tubuh pasien.Virus dapat secara efektif mengirimkan materi genetik ke dalam sel manusia, namun ia memiliki keterbatasan tertentu. Keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat ditangani dengan menggunakan vektor non-viral. Salah satu contoh vektor tipe ini adalah plasmid. Di alam, bakteri menggunakan plasmid untuk mentransfer gen dengan satu lainnya. Untuk mempermudah plasmid memasuki sel, vektor plasmid biasanya dibungkus dengan liposom yang merupakan miniatur dari paket berbasis lipid menyerupai membran sel. Liposom tersebut mengirimkan plasmid DNA di dalamnya dengan cara melebur pada sel membran. Kekurangan dari vektor berupa plasmid dan liposom adalah kemampuannya memasukkan gen ke dalam sel masih kurang efektif dibandingkan dengan virus. Meskipun begitu, liposom dapat membawa gen dalam jumlah besar dan umumnya tidak memicu respon imun. Beberapa tipe liposom dapat beracun. Secara umum liposom lebih tepat digunakan untuk terapi gen ex vivo.Vektor sintetik yang biasa disebut dengan verosom merupaka liposom yang diselimuti protein viral pada permukaannya. Vektor ini mengkombinasikan keunggulan masing-masing dari plasmid dan virus. Protein viral akan berinteraksi dengan protein pada permukaan sel target, hal ini menyebabkan virosom dapat melebur ke dalam membran sel dan menginsersikan isiannya ke dalam sel. Tipe protein viral yang berbeda juga dapat menarget sel-sel yang spesifik.

Gambar 2. Terapi gen dengan menggunakan vektor adenovirus

Selain dengan menggunakan vektor, gen dapat dimasukkan ke dalam tubuh manusia dengan dua cara. Pertama, dengan metode in vivo, yakni menginjeksikan vektor secara langsung ke dalam tubuh dengan menyasar pada sel yang menjadi target. Kedua, yakni dengan melakukan metode ex vivo, dengan cara menyelipkan gen ke dsalam sel yang telah dikeluarkan dari tubuh dan merupakan sel yang dapat memperbanyak diri selama masa hidup pasien, sperti sumsum tulang belakang. Setelah gen dimasukkan dan teraktivasi, barulah sel tersebut dikembalikan ke dalam tubuh si pasien. Pendekatan dengan cara ex vivo ini jarang sekali memicu respon imun dikarenakan tidak adanya virus yang dimsukkan ke dalam tubuh pasien. Metode ini juga memungkinkan ilmuwan untuk memastikan bahwa sel dapat berfungsi dengan baik sebelum dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien.Terapi gen telah berkembang sejak tahun 70-an. Telah dilakukan suatu percobaan untuk menyembuhkan sindrom kerusakan arginase pada dua gadis muda menggunakan teknik in vivo dengan virus wild-type Shope papilloma sebagai vektornya. Harapannya, arginase viral dapat menggantikan enzim yang hilang dari tubuh pasien. Meskipun begitu, tidak diketahui tingkat keberhasilan dari percobaan ini setelah diberhentikan. Pada tahun 1990, dilakukan terapi gen yang diakui secara internasional di Amerika Serikat. Terapi gen metode ex vivo dilakukan dengan menggunakan retrovirus dalam upaya menyembuhkan kerusakan enzim dan melanoma. Percobaan terapi gen ini mengalami kegagalan. Upaya-upaya peneliti untuk mengoptimalkan terapi gen mengalami keterpurukan pada tahun 1999, yakni ketika seorang pasien meninggal saat menjalani terapi gen untuk penyakit liver. Terapi gen dalam perkembangannya memang masih terus memunculkan berbagai pertanyaan teknis maupun etis untuk dapat menjadi jawaban dalam memperbaiki kelainan genetik suatu individu.

SNPs untuk Diagnosis PenyakitSingle nucleotide polymorphisms, biasa disingkat SNPs, merupakan suatu jenis variasi genetik yang sering terjadi pada manusia. Tiap-tiap SNP merepresentasikan suatu perbedaan pada urutan basa nukleotida DNA.Terdapat dua macam substitusi basa nukleotida yang disebabkan oleh SNPs, yaitu 1) transisi yang terjadi antar purin (A,G) maupun antar pririmidin (C,T) dan 2) transversi yang terjadi antara satu basa purin dengan satu basa pirimidin. Secara umum, substitusi transisi oleh SNPs lebih banyak terjadi pada manusia dibandingkan dengan transversi.

Gambar 3. Substitusi yang oleh SNP pada basa nuleotida suatu DNA

SNPs tidak terdistribusi secara merata dalam genom manusia juga pada kromosom dalam tubuh. Variasi genetik ini muncul secara alami pada DNA manusia. Secara kasar, jumlah SNPs dalam genom manusia mampu mencapai 10 juta SNPs, yang berarti terdapat sedikitnya 1 SNP dalam setiap 300 nukleotida. Dalam daerah coding terdapat 1/3 jumlah SNPs dalam genom apabila dibandingkan dengan keberadaan SNPs pada daerah non-coding. Diketahui pula bahwasannya variasi urutan DNA tidak terlalu banyak terjadi pada kromosom seks. Dalam suatu kromosom tunggal, SNPs dapat terkonsentrasi pada suatu daerah spesifik yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan genotyping test. Pengujian genetik yang didasarkan pada SNPs memanfaatkan DNA suatu individu untuk menentukan nukleotida gen yang diuji. Dengan begitu, akan didapatkan identitas SNP yang dapat digunakan sebagai penanda biologis untuk membantu para ilmuwan dalam menemukan gen yang berkaitan dengan penyakit tertentu.Terdapat dua macam SNPs, yakni coding region SNPs dan non-coding region SNPs. Sebuah SNP pada daerah coding memiliki dua efek berbeda pada protein yang dihasilkan. Pada SNP sinonim, substitusi yang dihasilkan menyebabkan tidak ada asam amino yang berubah menjadi protein. Kejadian ini juga biasa disebut sebagai mutasi diam. SNP non-sinonim menyebabkan perubahan asam amino yang akan dikodekan. Kebanyakan SNPs tidak memiliki pengaruh pada kesehatan maupun pertumbuhan. Sebagian variasi genetik justru malah menjadi penemuan yang sangat penting bagi studi tentang kesehatan manusia. Ilmuwan juga telah menemukan SNPs yang dapat membantu memprediksi respon individu pada obat tertentu, racun, dan resiko perkembangan suatu penyakit.

Nucleic Acid Enzyme (Ribozyme)Penemuan RNA katalis alami membuat para ilmuwan melakukan penelitian untuk mengembangkan asam nukleat buatan yang mampu melakukan aktivitas katalitik. Enzim asam nukleat buatan meliputi RNA (ribozyme) dan DNA (deoxyribozyme). Dalam tulisan ini akan lebih dijelaskan mengenai ribozyme.Pada tahun 1982, Kruger et al. melaporkan adanya aktivitas katalitik oleh RNA. Sejak saat itu, kata ribozyme mulai digunakan untuk mendefinisikan RNAs katalitik, baik alami maupun buatan. Kita tidak dapat merancang enzim asam nukleat yang benar-benar memiliki aktivitas katalitik berbeda dari aslinya maupun melalui modifikasi enzim yang telah diketahui. Sehingga, digunakanlah teknik pencarian kombinasi untuk mengidentifikasi fungsi urutan RNA dengan cara menukar urutan rantai RNA dalam jumlah besar melalui strategi yang tepat. Proses ini dinamakan seleksi in vitro yang telah terbukti dapat mengidentifikasi enzim asam nukleat dengan jangkauan aktivitas katalitik yang luas. Ribozyme buatan pertama ditemukan pada tahun 1990. Sejak saat itu, seleksi in vitro digunakan untuk meneliti berbagai kemungkinan aktivitas katalitik untuk ribozyme buatan. Ribozyme alami diketahui dapat mengkatalis perpecahan fosfodiester atau ligasi, dengan pengecualian ribosom, dibuat dengan menggunakan RNA dan protein, dapat mengkatalis pembentukan ikatan peptida. Sampai sekarang, aktivitas katalitik yang dapat dilakukan ribozyme maupun deoxyribozyme masih terbatas pada rekasi tertentu saja.

Nucleic Acid Enzyme (NAE) Based SensorSensor merupakan sebuah alat yang dapat merespon stimulus baik berupa fisik maupun kimiawi dan memproduksi sinyal yang dapat terdeteksi. Sensor setidaknya memiliki dua komponen, yakni pengenalan target dan transduksi sinyal. Elemen yang berfungsi untuk pengenalan target dapat berupa entitas biologi maupun kimia seperti molekul organik, peptida, protein, asam nukleat, karbohidrat, bahkan sel secara utuh.idealnya, elemen ini haruslah memiliki afinitas yang tinggi, spesifikasi yang tinggi, jangkauan yang luas, waktu respon yang cepat, ketahanan pakai yang lama, dan kemampuan deteksi analit yang baik. Antibodi biasa digunakan untuk elemen pengenalan target karena memiliki kemampuan sepeti yang telah disebutkan. Elemen transduksi sinyal bertanggung jawab terhadap konversi molekul yang terdeteksi menjadi sinyal. Beberapa elemen yang sering digunakan adalah warna, sinyal elektrokimia, perubahan resonansi magnetik, dan pendaran cahaya (fluorescence).Telah diketahui bahwasannya semua enzim merupakan protein, pandangan ini diperkuat dengan adanya penemuan ribozyme oleh Cech dan Altman. Sejauh ini, ribozyme alami telah dapat digunakan untuk mengkatalisis beberapa reaksi, salah satunya adalah pembentukan rantai peptida pada ribosom. Di sisi lain, seleksi in vitro berhasil mengidentifikasi ribozyme buatan yang dapat digunakan untuk mengkatalisis berbagai macam reaksi seperti fosforilasi, reduksi aldehid, polimerisasi, reaksi Diels-Alder, reaksi aldol, dan sintesis amida. Karena NAEs dapat melalui seleksi in vitro, memiliki stabilitas yang baik, dan dapat disiapkan serta dimodifikasi dengan sintesis kimiawi dengan harga yang efisien, sehingga dapat digunakan sebagai komponen dalam berbagai aplikasi bioteknologi, seperti agen anti-viral, biosensor untuk ion logam dan molekul organik, juga komponen untuk nanomotor.Untuk sensor berbasis enzim asam nukleat (NAE), molekul target biasanya merupakan kofaktor yang dapat mengakselerasi reaksi katalisis atau merupakan inhibitor dari suatu reaksi. Hal ini menunjukkan bahwasannya tekanan seleksi dapat digunakan pada proses seleksi sehingga reaksi yang diinginkan hanya dapat terjadi ketika ada analit target. Akibat reaksi katalisis NAE, ion-ion metal biasanya digunakan sebagai kofaktor sehingga sensor berbasis NAE merupakan sensor yang baik untuk mendeteksi logam-logam. Dalam penggunaan NAE sensor untuk metal sensing, DNAzyme lebih dipilih daripada ribozyme dikarenakan stabilitasnya relatif tinggi, harga rendah, dan mudah untuk melakukan sintesis. Adanya NAE sensor ini memudahkan penelitian dalam melakukan deteksi logam berat yang biasanya dilakukan dengan menggunakan analisis elektrokimawi dan spektrometri. Beberapa jenis NAE sensor antara lain adalah fluorescense NAE sensor dan coloring NAE sensor.

ForensikDalam lingkup forensik, teknologi DNA juga digunakan untuk memudahkan proses identifikasi korban maupun pelaku kejahatan. Pengujian DNA dapat melakukan identifikasi terhadap individu dengan tingkat ketelitian yang tinggi karena urutan DNA setiap orang yang cenderung spesifik. Analisis RFLP dengan metode southern blotting biasa digunakan untuk mendeteksi kemiripan dan perbedaan sampel DNA dengan hanya membutuhkan jumlah sampel darah yang sedikit. Selain metode RFLP, metode deteksi DNA lainnya yang biasa digunakan adalah dengan simple tandem repeat (STR) berbasis lokus genetik poliformik yakni keunikan pasangan basa berulang yang dimiliki tiap-tiap individu dalam lokus genom yang dimiliki. Yang membedakan metode ini dengan RFLP adalah perbedaan panjang STR yang menyebabkan fragmen restriksi yang mengandung STR memiliki ukuran yang bervariasi. Tidak seperti RFLP yang disebabkan oleh perbedaan jumlah tempat restriksi dalam daerah genom.

Gambar 4. Diagram prosedur analisis RFLP

Selain kedua cara yang telah disebutkan, identifikasi sidikjari DNA dapat juga dilakukan dengan metode PCR (polymerase chain reaction). Prosedur identifikasi PCR memiliki tiga tahapan agar dapat menghasilkan salinan DNA dalam jumlah banyak. Tahapan-tahapan tersebut adalah 1) denaturasi, 2) hibridisasi, dan 3) sintesis DNA. PCR sering digunakan untuk memperkuat hasil identifikasi STR karena tingkat kepekaannya yang tinggi.

Gambar 5. Teknolgi PCR

III. Finger Print

Seperti halnya sidik jari (fingerprint) yang telah lama digunakan oleh detektif dan laboratorium kepolisian sejak tahun 1930. pada tahun 1989 telah ditemukan mengenai sidk DNA yang terdapat pada setiap individu/orang yang lazim disebut DNA Fingerprint yang unik dan selalu berbeda untuk setiap orang atau individu. Tidak seperti sidik jari biasa atau fingerprint konvensional yang terdapat pada ujung jari seseorang dan dapat dirubah dengan operasi, DNA fingerprint mempunyai kesamaan pada setiap sel, jaringan dan organ pada setiap individu. DNA Fingerprint tidak dapat dirubah oleh siapapun dan dengan alat apapun. Oleh karena itu DNA Fingerprint adalah metoda yang sangat akurat untuk mengidentifikasi perbedaan diantara satu orang dengan orang lainnya. Aplikasi teknologi DNA fingerprint merupakan diagnosis yang kuat untuk penyakit keturunan pada orang dewasa, anak dan bayi yang belum dilahirkan. Teknologi tersebut sangat bagus sekali dan dapat dilakukan pada sampel sekecil apapun dan dalam selang waktu yang lama, misalnya pada pewarnaan darah beku presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln dapat dianalisis adanya kelainan genetik yang disebut Marfans disesease.

a) Mekanisme DNA Finger PrintCiri khas dari makhluk hidup termasuk manusia adalah terdapat informasi biologik yang terdapat didalam DNAnya, yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Struktur molekul dari DNA dapat digambarkan seperti resliting yang gigi-giginya saling bertaut disimbulkan sebagai huruf dari 4 huruf yaitu C,G,A dan T, dimana gigi yang berlawanan terbentuk satu atau dua pasang, baik A-T atau G-C. Huruf A,C,G dan T adalah singkatan dari asam amino Adenin, Cytosin, Guanin dan Thymin, yang terbentuk merupakan bangunan dasar dari DNA. Dimana Adenin dan Guanin adalah kelompok purine, sedangkan Thymin dan Cytosin adalah kelompok pyrimidin Informasi yang ada dalam DNA dideterminasi primer oleh sequens dari huruf sepanjang untaian tersebut. Misalnya sequen ACGCT menunjukkan informasi yang berbeda dengan sequen AGTCC. Seperti pada kata POST artinya berbeda dengan STOP atau POTS walaupun kata-kata tersebut menggunakan huruf yang sama. Ciri khas pada DNA orang adalah informasi yang mengandung kode DNA. Bangunan dasar dari DNA adalah nukleotida, yang komposisinya terdiri dari : gula desoksiribosa, kelompok fosfat dan 4 nitrogen dasar (Adenin, Cytosin, Guanin dan Thymin/ ACGT). Komposisi dasar tersebut berkombinasi pada jalur yang sangat spesifik. Pasangan Adenin (A) hanya berkombinasi dengan Thymim (T) yaitu A-T. Sedangkan Guanin (G) hanya berpasangan dengan Cytosin (C) yaitu G-C. Informasi dalam DNA dapat dideterminasi oleh sequen pasangan dasar sepanjang kerangka gula fosfat tersebut. Perbedaan sequen DNA akan membedakan diantara makhluk hidup atau karakter mereka, karena mereka menyediakan perbedaan bangunan asam amino yang membentuk protein. Makhluk hidup yang tampak berbeda atau berbeda karakternya juga akan berbeda pula sequen DNA nya. Makin bervariasi suatu organisme maka makin bervariasi pula sequen DNAnya. DNA Fingerprint adalah suatu cara untuk membedakan sequen DNA tersebut

Prosedur pemeriksaan DNA Fingerprint adalah sebagai berikut. Uji DNA Fingerprint adalah menunjukkan pekerjaan laboratorium yang mengikuti beberapa prosedur yang dilakukan melalui 6 tahapan.

Tahap 1: Isolasi DNA DNA harus diperoleh dari sel atau jaringan tubuh. Hanya dalam jumlah sedikit jaringan seperti darah, rambut atau kulit yang bila perlu dapat dilakukan penggandaan dengan Polimerase Chain Reaction (PCR). Tetapi biasanya satu helai rambut sudah cukup untuk uji DNA fingerprint ini.

Tahap 2: Memotong, mengukur dan mensortir Enzim yang khusus disebut enzim restriksi digunakan untuk memotong bagian-bagian tertentu. Misalnya enzim Eco Ri, yang ditemukan dalam bakteri akan memotong DNA yang mempunysi sequen GAATT. Potongan DNA disortir menurut ukuran dengan teknik penyaringan disebut elektrophoresis. Potongan DNA dilewatkan gel yang dibuat dari agarose (diproduksi dari rumput laut). Teknik ini adalah setara dengan bioteknologi untuk screening memisahkan pita-pita menurut berat molekulnya

Tahap 3: Transfer DNA ke nylon Distribusi potongan DNA ditransfer pada sehelai nylon dengan menempatkan nylon diatas gel dan direndam selama 1 malam.

Tahap 4 dan 5:Probing Dengan menambahkan radioaktiv atau pewarna probe pada sehelai nylon menghasilkan DNA fingerprint, Setiap probe seperti batang pendek (pita) hanya 1 atau 2 tempat yang khas pada helaian nylon tersebut.

Tahap 6:DNA Fingerprint Tahapan akhir DNA fingerprint dibuat dengan menggunakan beberapa probe (5-10 atau lebih), biasanya menyerupai pita-pita DNA yang komposisinya akan berbeda untuk setiap inividu sehingga dijadikan pengkode.

b) Aplikasi DNA Fingerprint

DNA Fingerprint banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu baik untuk kesehatan manusia, penelitian biologi, dunia medis dan untuk pembuktian peristiwa kriminal/ forensik.1. Untuk mendiagnosis kelainan keturunan

Suatu program penelitian kelainan genetik yang diturunkan dapat dilakukan pada janin yang belum dilahirkan maupun bayi yang baru dilahirkan, telah dikembangan pada berbagai rumah sakit didunia. Kelainan tersebut meliputi kejadian cystik fibrosis, haemophilia, Huntingtons disease, famili alzhemers, sickle cell anemia, thalasemia dan lain-lainnya.Pendeteksian kelainan tersebut lebih awal akan memudahkan dokter atau ahli medis untuk melakukan pengobatan padak anak yang menderita kelainan tersebut. Suatu program pengobatan kelainan genetik menggunakan DNA fingerprint sebagai informasi untuk orang tuanya mengenai resiko dari kelainan tersebut pada anaknya. Pada program lain informasi pada orang tuanya mengenai DNA fingerprint pada bayi yang masih dalam kandungan mengalami kelainan genetik dan tindakan apa yang akan dilakukan.

2. Pengembangan penelitian mengenai kelainan genetik

Program penelitian difokuskan pada gangguan kelainan yang diturunkan pada kromosom, hal ini perlu diinformasikan apa yang terdapat pada DNA fingerprint. Dengan mempelajari DNA fingerprint pada orang yang menderita kelainan tertentu atau membandingkan dengan kelompok orang noraml atau penderita kelainan akan dapat diidentifikasi bentuk DNA yang berhubungan dengan kelainan tersebut.

3. Bukti biologis

Barang bukti DNA Fingerprint telah sering digunakan pada laboratorium kriminal kepolisian yaitu darah, rambut, semen dan sebagainya. Seperti peristiwa teror bom Bali banyak bukti bahan biologik telah diuji DNA fingerprintnya untuk menentukan korban dan identifikassi korban. DNA fingerprint juga dapat untuk identifikasi korban pembunuhan maupun pelaku pembunuhan ataupun perkosaan.

IV. Biosensor

Biosensor adalah suatu metode analitik yang digunakan untuk mendeteksi analit. Metode ini mengkombinasikan komponen biologis dan detektor kimiafisik. DNA sendiri digunakan untuk menjadi sensor deteksi suatu bioreseptor tertentu.Hal ini disebabkan DNA telah memiliki kode genetik tersendiri yang dimanfaatkan untuk kemampuan mendeteksi yang selanjutnya akan disampaikan oleh suatu alat transduksi.Salah satu pengaplikasiannya adalah untuk mendeteksi senyawa hydrazine. Elektroda karbon yang melapisi rantai ganda DNA bekerja sebagai biosensor yang sangat sensitif untuk mendeteksi senyawa hydrazine. Sensor bergantung pada pemantauan perubahan dalam respon anodik intrinsik DNA yang terbatas pada permukaan yang dihasilkan dari interaksinya dengan senyawa hydrazine dan tidak memerlukan label atau indikator. Satu kali reaksi singkat cukup untuk memantau tingkat bagian per miliar hydrazine yang berbeda - beda.

Gambar 6. Mekanisme Biosensor DNA

V. Pembersih limbah (bioremediasi)Permasalahan lingkungan yang semakin menjadi-jadi membutuhkan suatu solusi penanganan yang dapat membuat pencemaran lingkungan berkurang tanpa memberi efek buruk pada lingkungan. Perlu alternatif lain selain bahan kimia. Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.Untuk menghasilkan pembersih limbah (bioremediasi) menggunakan metode rekayasa genetik melalui metode DNA rekombinan atau kloning DNA dengan teknik palsmid.Manfaat dari bioremediasi untuk membantu menanggulangi beberapa masalah lingkungan, mendegradasi limbah beracun menjadi tidak beracun, ataupun mentransformasikan bahan kimiawi yang mencemari lingkungan menjadi bahan kimiawi yang lebih berguna. Instrumentasinya menggunakan DNA plasmid mikroorganisme seperti bakteri yang menguntungkan dan DNA pembawa sifat yang diinginkan dari sel organisme lain. Mekanisme DNA rekombinan dalam metode bioremediasi adalah sebagai berikut:1. Mula-mula dilakukan isolasi DNA plasmid dari bakteri dan DNA pembawa sifat yang diinginkan dari sel organisme lain, seperti hewan atau manusia. 2. Potongan DNA yang mengandung gen pembawa sifat yang diinginkan disisipkan ke dalam DNA plasmid bakteri, sehingga akan dihasilkan DNA rekombiann. 3. Plasmid dengan DNA rekombinan dikembalikan lagi ke dalam sel bakteri. 4. Sel bakteri yang telah mengandung plasmid DNA rekombinan tersebut, kemudian dikembangbiakan dalam kultur yang akan membentuk klon dari sel-sel bakteri tersebut. DNA asing yang disisipkan dalam plasmid bakteri direplikasikan, dan selanjutnya plasmid tersebut oleh bakteri akan dilipat gandakan. Sekarang, gen dengan pembawa sifat yang diinginkan sudah dikloning. 5. Kemudian dilakukan identifikasi bakteri kloning yang mengandung gen yang diinginkan. 6. Setelah identifikasi berhasil, bakteri kloning dapat diaplikasikan sesuai dengan tujuan awal, misalnnya untuk mendegradasi racun di air.Gambar 7. Mekanisme DNA Rekomninan

VI. Aplikasi RNA dalam Sistem Tubuh Manusia

Seperti halnya DNA, aplikasi RNA dalam tubuh manusia juga tak lepas dari setiap tipe RNA yang pada dasarnya mempunyai peran masing masing dalam aplikasinya sebagai sintesis protein. Setiap prinsip kerja dari tipe - tipe RNA tersebut adalah sebagai berikut mRNA membawa informasi dari DNA di dalam sel ke ribosom, organel penyintesis protein snRNA memproses hnrna, yaitu seutas RNA yang mengandung kodon dan merupakan transkripsi dari DNA genomik, menjadi mrna melalui proses splicing rrna menyediakan daerah katalitik pada ribosom dan membantu mempercepat atau mengkatalis protein penyusun utama ribosom tRNA menjembatani antara 3 sekuen basa spesifik (kodon) pada mrna dan asam amino, selain itu juga mengenal kode yang ada pada kodon dan mentranslasinya menjadi asam amino dan menyusunnya menjadi sebuah protein miRNA meregulasi ekspresi gen pada tingkat translasi dengan cara mengadakan base pairing dengan mRNA sehingga memblok proses translasinya oleh ribosom siRNA meregulasi ekspresi gen pada tingkat translasi, menyebabkan mRNA didegradasi

VII. Aplikasi RNA pada terapi antisense

Prinsip terapi antisense RNA merupakan pemikiran yang brilian yang sebenarnya mengadopsi kondisi alamiah seperti di dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap virus, dan suatu mekanisme yang sama pada nematodaCaenorhabditiselegans(Pfeffer, 2004). Ketika itu ditemukan suatu RNA untai ganda (double strandRNA = dsRNA) yang menunjukkan kemampuan menghambat ekspresi gen (Lieberman, 2003). Prinsip ini lebih cocok untuk diimplementasikan dalam terapi gen untuk mengatasi penyakit tertentu dimana terjadi ekspresi gen-gen abnormal yang menimbulkan penyakit, seperti misalnya pada penyakit kanker.Mekanisme kerja antisense RNA adalah sebagai berikut (Dale, 1994; Glick & Pasternak, 1994). Untai RNA yang ditranslasi disebut sebagai untaisense. Sementara itu, untai yang mempunyai sekuens basa nukleotida komplemen dengan untaisensedisebutantisense. Jika untaisenseberikatan dengan untaiantisensemembentuk dupleks, maka terjadi pemblokiran proses translasi yang mengakibatkan terjadinya penghambatan ekspresi gen (Penman, 2002). Hal ini dapat terjadi disebabkan ribosom tidak memperoleh akses ke pada nukleotida pada untai mRNA, atau yang dapat pula terjadi adalah disebabkan bentuk duplex RNA sangat mudah terdegradasi oleh enzim pendegradasi ribonukleat,ribonuclease, di dalam sel. Penggunaan metode DNA rekombinan daripada RNA rekombinan, lebih memungkinkan untuk menghantarkan gen sintetis yang menyandikan molekul RNA antisense ke dalam suatu organisme dengan relatif lebih stabil.Suatu antisense mRNA (aRNA) jika dimasukkan ke dalam sel suatu organisme, maka aRNA akan berikatan dengan mRNA yang ada di dalam sel tersebut sehingga membentuk suatu dupleks (Gambar 1). Terbentuknya dupleks RNA ini akan menyebabkan terjadinya penghambatan ekspresi gen pada tahap translasi. Untuk berlangsungnya proses translasi, selain ribosom sebagai mesin pensintesis protein, maka diperlukan pula mRNA untai tunggal, juga diperlukan tRNA yang membawa asam amino-asam amino, serta protein protein kecil khusus yang terkandung di dalam ribosom (Thenawijaya, 1994). Sebenarnya sel mengandung gen-gen yang secara alami ditranslasikan menjadi RNA antisense yang mempunyai kemampuan menghalangi translasi gen-gen lainnya di dalam sel (Agrawal, et al., 2003).Baru-baru ini beberapa kasus ditemukan, dan tampaknya hal ini dapat mewakili metode regulasi ekspresi gen yang lain. Pada tikus dan manusia, gen-gen untuk reseptorinsulinlike growth factor 2 receptor(Igf2r) yangdiwariskan dari bapak mensintesissuatu RNA antisense yang tampaknyabekerja menghalangi sintesismRNA Igf2r (Kawasaki & Taira, 2004). Perbedaan dalam ekspresi suatu gen tergantung pada apakah gen tersebut diwariskan atau tidak dari ibu atau dari bapak yang disebut sebagaigenomicatauparental imprinting. Dalam praktiknya, terapi gen dengan prinsip antisense tidaklah semudah teorinya. Dimulai dari proses pemasukan molekul RNA antisense ke dalam sistem biologis sel organisme. Molekul ini harus berhadapan dengan kondisi adanya enzim nuklease dimana-mana, baik di dalam sel maupun di dalam sirkulasi darah (Agrawal, et al., 2003).Untuk menghindari degradasi ini, asam nukleat (dalam hal ini RNA) dimodifikasi secara kimia dengan memodifikasi gugus di dalam struktur asam nukleat. Setelah berhasil mengatasi enzim nuklease, molekul asam nukleat harus mampu menembus sel membran yang merupakan lapisan lemak ganda. Padahal, asam nukleat terbangun atas gugus fosfat sebagai tulang punggungnya yang menghasilkan muatan negatif bersifat hidrofilik. Di dalam sel, asam nukleat harus dialokasikan dengan benar dan tepat ke tempat kerjanya yaitu di nukleus. Namun, sebelum dapat masuk ke dalam nukleus, di dalam sitoplasma sel, asam nuklet terapetik ini harus berhadapan dengan berbagai penghalang. Setelah melalui rintangan rintangan dan masuk ke dalam nukleus dengan menembus pori-pori membran nukleus, belum dapat begitu saja melaksanakan tugasnya.Seringkali DNA dan RNA nukleus merupakan bentuk yang berlipat secara kompak dan diselubungi oleh protein nukleus. Bahkan, dalam hal RNA, struktur terlipatnya belum begitu banyak dipahami, dan masih sedikit informasi mengenai hal ini, sehingga pada kenyataannya terapi antisense masih merupakan pekerjaantrial and errorpada berbagai lokasi dari suatu gen yang dipilih berdasarkan apakah itu pada lokasi awal, pada bagian tengah atau pada bagian lain yang esensial bagi proses ekspresi gen tersebut.

VIII. Aplikasi RNA menggunakan enzim reverse transcription

Enzim reverse transkriptase berperan pada infeksi sel normal menjadi sel tumor bahkan sel kanker, ketika RNA virus masuk ke dalam sel, RNA memberikan enzim transkriptasenya. Enzim ini mensintesis DNA-RNA yang dobel heliks yang kemudian secara enzimatis diubah menjadi DNA-DNA yang dobel heliks yang dapat menggabungkannya ke dalam kromosom sel inangnya. Setelah penggabungan, DNA di transkripsikan menjadi RNA yang sama-sama ditranslasikan dan dikemas dalam partikel virus yang baru yang kemudian dilepaskan dari sel untuk menginfeksi sel inang lainnya dan mengulang proses transkripsi balik ini kembali.Enzim reverse transcriptaseumumnya digunakan dalam riset untuk menerapkan teknikpolymerase chain reactionuntuk RNA dalam teknik yang disebutreverse transcription polymerase chain reaction(RT-PCR). Teknik PCR klasik dapat diterapkan hanya pada untai DNA, tetapi dengan bantuan enzimreverse transcriptase, RNA dapat ditranskripsi menjadi DNA sehingga membuat analisis PCR molekul RNA dapat dilakukan. Misalnya dalam bidang kessehatan, yakni analisa suatu penyakit yang disebabkan oleh virus atau protein tertentu (alergen) yang dapat diketahui dari susunan mRNA yang dihasilkan. Selain itu, RT-PCR juga digunakan dalam mempelajari genom genom virus yang terdiri dari RNA seperti Influenzavirus A dan retrovirus seperti HIV.Reverse transcriptasejuga digunakan untuk membuat perpustakaan cDNA dari mRNA. Ketersediaan komersial enzimreverse transcriptase, dapat menyokong penemuan ilmu pengetahuan dalam bidang biologi molekular seperti kloning,sequencingDNA, dan hibridisasi DNA.Dari proses tersebut dapat dilihat bahwa RNA dapat menjadi cetakan untuk membuat kopi DNA untai ganda. Adanya enzim transcriptase ini menguntungkan dalamrekayasa gen. Semula, untuk mencari gen dimulai dengan mengisolasi seluruh DNA genomnya baru kemudian dipotong-potong menjadi ratusan potong kemudian mempelajarinya satu-persatu. Hal ini tentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan adanya enzim transcriptase ini, yang diperlukan adalah mengisolasi mRNA yang kemudian menjadi cetakan untuk membuat DNA yang dobel heliks.Reverse transcription polymerase chain reaction(RT-PCR) adalah varian dariPolymeraseChainReaction(PCR), teknik laboratorium yang biasa digunakan dalam molekuler biologi untuk menghasilkan banyak salinan sekuen DNA, suatu proses yang disebut amplifikasi. Pada RT-PCR, untai RNA ditranskripsi balik ke dalam DNA komplemen (DNA komplementer, atau cDNA) menggunakan enzim reverse transkriptase, dan cDNA yang dihasilkan diperkuat menggunakan input ataureal-timePCR.RT-PCR menggunakan sepasang primer, yang melengkapi urutan yang ditetapkan pada masing-masing dari kedua untai cDNA. Primer ini kemudian diperpanjang oleh enzim DNA polimerase dan salinan dari rantai tersebut dibuat setelah setiap siklus, menuju logaritmik amplifikasi. RT-PCR mencakup tiga langkah utama, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Transkripsi balik (RT), di mana RNA ditranskripsi balik untuk cDNA menggunakan enzimreverse transcriptasedan primer. Langkah ini sangat penting dalam rangka untuk melakukan polimerisasi DNA. Langkah RT dapat dilakukan baik dalam tabung yang sama dengan PCR (one step PCR) atau dengan memisahkan satu (two step PCR) menggunakan suhu antara 40 C dan 50 C, tergantung pada sifat-sifat reverse transcriptase digunakan. One Step PCR yaitu enzimreverse transcriptasedigabung dalam satu tube bersama reagen-reagen PCR, sedangkan untuktwo stepPCR, proses transkipsi balik dan amplifikasi dilakukan secara terpisah.

2. Langkah ini melibatkan denaturasi dari dsDNA pada 95 C, sehingga kedua untai primer terpisah dan dapat mengikat lagi pada suhu yang lebih rendah dan memulai reaksi berantai baru. Kemudian, suhu menurun hingga mencapai temperatur anil yang dapat bervariasi tergantung pada set primer yang digunakan, konsentrasi sampel, dan konsentrasi kation. Pertimbangan utama, tentu saja, ketika memilih temperatur anil optimal adalah temperatur leleh (Tm) dari primer dan probe (jika digunakan). Anil suhu yang dipilih untuk PCR langsung tergantung pada panjang dan komposisi primer. Ini adalah hasil dari perbedaan ikatan hidrogen antara AT (2 obligasi) dan GC (3 obligasi). Anil temperatur sekitar 5 derajat di bawah temperatur terendah dari sepasang primer biasanya digunakan.

3. Langkah akhir amplifikasi PCR DNA perpanjangan dari primer. Hal ini dilakukan dengan DNA polimerase Taq tahan panas, biasanya pada suhu 72 C, suhu di mana enzim bekerja secara optimal. Panjang inkubasi pada setiap suhu, perubahan suhu, dan jumlah siklus dikendalikan oleh pengendara sepeda diprogram termal. Analisis produk PCR tergantung pada jenis PCR diterapkan. Jika PCR konvensional digunakan, produk PCR dideteksi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa dan ethidium bromida (atau lainnya menodai asam nukleat).

RT-PCR konvensional adalah teknik PCR yang memakan waktu dengan keterbatasan tertentu jika dibandingkan dengan teknik Real-Time PCR. Hal ini, dikombinasikan dengan fakta bahwa bromida ethidium memiliki sensitivitas rendah, hasil tidak selalu dapat diandalkan. Selain itu, terdapat peningkatan resiko kontaminasi silang dari sampel sejak deteksi dari produk PCR memerlukan pengolahan pasca-amplifikasi sampel. Selanjutnya, spesifisitas dari assay ditentukan oleh primer, yang dapat memberikan hasil positif palsu. Namun, yang paling penting mengenai kelemahan RT-PCR konvensional adalah fakta bahwa ia adalah semi-atau bahkan merupakan teknik kuantitatif rendah sehingga memerlukan teknik Real-Time PCR sebagai pendukung.

KesimpulanAsam nukleat memiliki banyak fungsi yang dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Teknologi DNA yang masih terus dalam pengembangan dengan produk utama penelitiannya adalah GMO (Genetically Modified Organism) menghasilkan kemajuan yang signifikan khususnya di bidang kesehatan, pertanian, dan pangan. Beberapa contoh organisme hasil modifikasi genetik di bidang pertanian adalah tomat, jagung, dan kapas. Pada bidang kesehatan, penemuan antibodi monoklonal, asam nuleat antisens, dan vektor ekspresi cukup mampu menjadi solusi permasalahan kesehatan di dunia. Selain dari segi pengobatan, teknologi DNA juga dikembangkan dalam bidang kesehatan untuk mengoptimalkan tindakan diagnosis dan prevensi suatu penyakit dengan ditemukannya SNPs. Penemuan asam nukleat enzim juga memiliki beragam fungsi dalam pengaplikasiannya, yakni sebagai enzim katalisis dan dapat pula digunakan sebagai biosensor. Aplikasi asam nukleat juga dapat ditemukan dalam bidang forensik yakni sebagai basis uji deteksi DNA.

ReferensiCampbell N.A, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell, 2000. Biologi. Edisi 5, jilid I. Jakarta: Erlangga.Genetic Home Reference, 2014. Handbook : Help Me Understand Genetics Gene Therapy [pdf] Lister Hill National Center for Biomedical Communications, U.S. National Library of Medicine, National Institutes of Health, Department of Health & Human Services. Terdapat pada: < http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/therapy.pdf> [diakses pada 23 Februari 2015]Genetic Home Reference, 2014. What are single nucleotide polymorphisms (SNPs)?. [online] Terdapat pada: < http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/genomicresearch/snp> [diakses pada 23 Februari 2015]Genetic Science Learning Center University of Utah, 2014. What is Gene Therapy?. [online] Terdapat pada: [diakses pada 23 Februari 2015]Iowa State University, [n.d.]. Marker Assisted Selection [pdf] Iowa State University Extension and ISU Office of Biotechnology. Terdapat pada: [diakses pada 24 Februari 2015]Levaux, Ari., 2012. The Very Real Danger of Genetically Modified Foods, [online] 9 Januari. Terdapat pada: [diakses pada 24 Februari 2015]Liu, Juewen., Cao, Z. and Lu, Yi., 2009. Functional Nucleic Acid Sensors [pdf] NIH Public Access. Terdapat pada < http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2681788/pdf/nihms-104431.pdf> [diakses pada 25 Februari 2015]Silverman, Scott K., 2008. Nucleic Acid Enzymes (Ribozymes and Deoxyribozymes): In Vitro Selection and Application [pdf] University of Illinois. Terdapat pada: < http://www.scs.illinois.edu/silverman/docs/SilvermanPub52.pdf> [diakses pada 24 Februari 2015]Smith, Kaleigh., 2002. Genetic Polymorphism and SNPs : Genotyping, Haplotype Assembly Problem, Haplotype Map, Functional Genomics and Proteomics [pdf]. Terdapat pada: < http://www.cs.mcgill.ca/~kaleigh/compbio/snp/snp_summary.pdf> [diakses pada 25 Februari 2015]Sudjadi, 2004. PERKEMBANGAN OBAT PRODUK BIOTEKNOLOGI: Peran Teknologi DNA Rekombinan dalam Pengembangan Biopharmaceuticals [pdf] Universitas Gajah Mada. Terdapat pada: < http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/949_pp0911112.pdf> [diakses pada 25 Februari 2015]Zhang, Lin., et. Al, 2011. Exogenous plant MIR168a specifically targets mammalian LDLRAP1: evidence of cross-kingdom regulation by microRNA. Cell Research, [online] Terdapat pada: [diakses pada 24 Februari 2015]10