ltm -ebv
TRANSCRIPT
-
8/12/2019 LTM -EBV
1/9
Epstein-Barr Virus
A. Struktur Virus
Virus Epstein-Barr ditemukan pada tahun 1964 oleh Michael Epstein dan Yvonne
Barr, bersama dengan Bert Achong ketika mengamati partikel mirip virus dengan mikroskop
elektron pada hasil biopsi pasien penderita limfoma Burkitt. 1 Virus Epstein-Barr (VEB)
merupakan anggota dari keluarga virus Herpes . Beberapa virus Herpes yang ada antara lain
Herpes simplex I dan Herpes simplex II , virus Varicella zoster ( subfamili alphavirus ),
Cytomegalo virus dan virus Human herpes 6 dan 7 ( subfamili betaherpesvirus ), virus Human
herpes 8 dan Virus Epstein-Barr ( subfamili gammaherpesvirus ).1,2
Virus Epstein-Barr adalah virus berselubung dan berisi inti DNA yang dikelilingi oleh
nukleokapsid ikosahedral dan tegument-a (protein yang terletak antara nukleokapsid dan
selubung) serta dilengkapi selubung luar yang mempunyai tonjolan glikoprotein eksternal. 1-5
VEB mempunyai kode genetik sepanjang 175-184 kbp, dengan double-stranded genom DNA
yang mengkode 100 protein. 1-4 Dua subtipe yang diketahui dapat menginfeksi manusiaadalah VEB-1 dan VEB-2 yang berbeda dalam pengorganisasian gen yang mengkode EBV
nuclear antigen (EBNA-2, EBNA-3a, EBNA-3b, dan EBNA-3c). 3
B. Infeksi Virus
VEB telah menginfeksi lebih dari 95% populasi orang dewasa di dunia. 5 Virus ini
dapat hidup didalam tubuh manusia dalam jangka panjang tanpa menimbulkan gejala klinik
yang jelas dan infeksi primer biasanya terjadi dalam beberapa tahun pertama kehidupan serta
pada beberapa individu, virus ini dapat terlibat langsung dalam proses keganasan. 5
Gambar 1. Struktur virus E stein-Barr.
-
8/12/2019 LTM -EBV
2/9
Setelah terinfeksi virus ini, tubuh akan terus membawa virus dan dapat menularkannya
melalui saliva. Infeksi VEB ini dapat bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan
sepanjang masa ( long life ).4 Pada proses infeksi akut, VEB akan menginfeksi epitel skuamosa
di daerah orofaring dan menyebabkan infeksi litik serta replikasi virus dengan menghasilkan
virion yang kemudian akan diikuti oleh infeksi laten pada limfosit B. 1,3,5 Limfosit B yang
terinfeksi VEB diperkirakan terdapat pada organ limfoid orofaringeal dan virus ini akan
menetap dalam memori sel limfosit B sehingga membuat sel ini menjadi imortal. 1
Sebelum virus memasuki sel limfosit B, selubung glikoprotein utama (gp350) akan
berikatan dengan reseptor virus yaitu molekul CD21 (reseptor komplemen C3d) pada
permukaan sel limfosit B. 3,4 Faktor-faktor lain selain CD21 yang penting untuk proses infeksi
ini adalah molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II yang berfungsisebagai kofaktor untuk infeksi sel limfosit B. 1 Setelah mengikat reseptor CD21 pada limfosit
B, VEB akan masuk ke sitoplasma sel host dalam waktu 1-2 jam yang mengakibatkan
partikel-partikel virus akan terurai dan genom-genom virus masuk ke dalam nukleus. Proses
ini merupakan bentuk VEB saat infeksi laten yang ditandai dengan aktivasi dan proliferasi sel
yang disebut sebagai VEB imortal pada sel limfosit B. 2
Proses ini melibatkan interaksi beberapa komplek glikoprotein virus termasuk
glikoprotein gH dan gL yang merupakan homolog dari molekul gp42 dengan MHC kelas II pada limfosit B. Sel limfosit B yang terinfeksi VEB akan menghindari apoptosis dengan
mengekspresikan Latent Membrane Protein (LMP) 1 dan 2a. 5
Genom VEB terdiri dari molekul DNA linear yang mengkode hampir 100 protein
virus. Pada proses replikasi virus, protein ini penting untuk mengatur ekspresi gen virus,
replikasi DNA virus, membentuk komponen struktural dari virion dan modulasi respon imun
host. Infeksi sel epitel oleh VEB menghasilkan replikasi aktif, produk-produk virus dan
infeksi litik. 3 Sebaliknya, infeksi sel limfosit B oleh VEB menyebabkan infeksi laten dengan
terbentuknya sel yang imortal. 3,4 Replikasi virus secara spontan diaktifkan hanya dalam
persentase kecil dari sel limfosit B yang terinfeksi secara laten. Pada orang dewasa normal,
dari 1-50 /1 juta sel limfosit B dalam sirkulasi tubuh telah terinfeksi VEB dan jumlah sel yang
terinfeksi secara laten akan tetap stabil selama bertahun-tahun. 4,7
Pada kondisi normal, infeksi VEB dapat terkontrol dan masuk ke fase laten, dimana
hanya sedikit sel limfosit B yang terinfeksi. Setelah infeksi primer dan pembentukan fase
laten, ekspresi gen VEB dibatasi hanya untuk LMP-2A yaitu protein yang mempertahankan
-
8/12/2019 LTM -EBV
3/9
fase laten dengan memberikan sinyal kelangsungan hidup dan menghambat aktivasi sel
limfosit B sehingga nantinya masuk fase litik. 5 Fase litik dapat terjadi baik di epitel rongga
mulut maupun di sel limfosit B yang terletak berdekatan dengan epitel rongga mulut. 1,8,9
VEB dapat menginfeksi individu lainnya yang rentan ketika memasuki fase litik.
C. Produk Virus
VEB menghasilkan produk yang akan berinteraksi ke berbagai molekul antiapoptotic
dan sitokin sehingga menyebabkan infeksi VEB dapat bertahan lama dan bertransformasi.
Infeksi Laten
Pada infeksi laten VEB akan diekspresikan beberapa gen, yaitu:
Epstein -Bar r Vi ru s Nuclear Antigen-1 (EBNA-1)
EBNA-1 adalah urutan spesifik DNA binding phosphoprotein yang diperlukan untuk
replikasi dan pemeliharaan gen VEB serta memiliki peran sentral dalam mempertahankan
infeksi laten virus ini. 1,3 EBNA-1 mengikat sumber replikasi plasmid, yang terdiri dari dua
elemen EBNA-1 yang berbeda. Setelah EBNA-1 mengikat sumber replikasi plasmid, VEB
akan menggunakan enzim host sebagai mediasi pada semua langkah saat proses replikasi. 1
Epstein -Bar r Vi ru s Nuclear Antigen-2 (EBNA-2)
EBNA-2 adalah co-activator transkripsi yang mengkoordinasikan ekspresi gen virus
pada latensi III dan juga transaktivasi gen pada banyak sel sambil memainkan peran penting
dalam mempertahankan sel. EBNA-2 (dan EBNA-LP) adalah protein laten pertama kali yang
terdeteksi setelah infeksi VEB. Ada dua jenis EBNA-2 yang dapat diidentifikasi secara
serologis dimana kedua tipe serologis EBNA-2 sesuai dengan jenis virus VEB-1 dan VEB-2. 1
EBNA-2 berfungsi terutama untuk mengatur peningkatan ekspresi gen virus dan
seluler, diantaranya CD23 (penanda permukaan sel limfosit B yang teraktivasi), c-myc
(protein onkogen-seluler) dan promotor virus EBNA-C. 4 EBNA-2 juga dikenal dapat
berinteraksi dengan faktor transkripsi lain.
Epstein -Bar r Vir us Nuclear An tigen L eader Pr otein (EBNA-LP )
EBNA-LP yang juga dikenal sebagai EBNA-5 merupakan salah satu protein virus
pertama yang diproduksi selama infeksi VEB pada sel limfosit B. EBNA-LP berinteraksi
dengan EBNA-2 untuk mengaktivasi limfosit B yang berbeda dalam keaadaan istirahat
-
8/12/2019 LTM -EBV
4/9
masuk ke fase G1 pada siklus sel dengan cara mengikat dan menonaktifkan p53 seluler dan
produk supresor gen protein tumor retinoblastoma. 1,4 EBNA-LP juga berinteraksi dengan
faktor transkripsi lain. 1
Epstein -Bar r Vi ru s Nuclear An tigen -3A, 3B, 3C (EBNA-3A, EBNA-3B, dan EBNA-3C )
Secara in vitro EBNA-3A, EBNA-3B, dan EBNA-3C adalah regulator transkripsi
dimana EBNA-3A dan EBNA-3C s a n g a t penting untuk proses transformasi sel limfosit
B.1,3,4 Terdapat perbedaan pada EBNA-3A, EBNA-3B, dan EBNA-3C diantara dua subtipe
VEB. EBNA-3A dan EBNA-3C telah terbukti penting dalam mempertahankan sel limfosit B
yang terinfeksi. EBNA-3C berperan pada retinoblastoma dengan mengurangi produk gen
supresor tumor retinoblastoma pada fase G1 dari siklus sel. EBNA-3C juga telah terbukti
meningkatkan produksi LMP-1 dalam beberapa kondisi dimana LMP-1 akan memfasilitasi
transformasi dan pertumbuhan sel dan menghambat apoptosis. 1,3
L atent M embrane Protein (LMP-1 )
LMP-1 adalah protein membran yang terdiri dari enam membran hidrofobik. LMP-1
diagregasi pada membran plasma dan sangat penting untuk membuat sel menjadi imortal. 1,3,5
LMP-1 secara langsung terkait dengan onkogenesis berdasarkan kemampuannya untuk
merubah susunan gen seluler dan juga menghambat apoptosis dengan meninggikan tingkat bcl-2. 5,7
LMP-1 merupakan produk virus yang dapat mencegah sel yang terinfeksi VEB dari
apoptosis dengan menginduksi dan meningkatkan protein anti- apoptotik seperti bcl-2, dan
a20. LMP-1 juga terlibat dalam pengaturan proliferasi sel dengan memicu progresifitas dan
proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. 4
L atent M embrane Protein -2A, 2B (LMP-2A dan LMP-2B )
LMP-2 terdiri dari dua protein yaitu LMP-2A dan LMP-2B yang berfungsi untuk
mencegah reaktivasi VEB pada infeksi laten di dalam sel limfosit B yang sudah terinfeksi. 3,4
LMP-2 berperan dalam memodifikasi pertumbuhan sel limfosit B normal yang dapat
mendukung pemeliharaan latensi VEB didalam sumsum tulang. Ekspresi LMP-2A pada
penyakit Hodgkin dan KNF menunjukkan adanya pengaruh fungsi protein ini pada
onkogenesis yang saat ini belum diketahui. 1
-
8/12/2019 LTM -EBV
5/9
Epstein -Bar r Vir us Encoded RNAs -1 dan 2 (EBERs 1 dan 2 )
EBERs-1 dan 2 merupakan suatu non-polyadenylated , noncoding RNA dari
nukleotida 167 dan 172. 3,4 EBERs banyak terdapat di hampir semua sel yang terinfeksi VEB
kecuali lesi oral berupa leukoplakia pada pasien AIDS. EBERs-1 dan 2 (selain dua LMPs)terdapat dalam segala bentuk proses latensi. 1,3 Meski begitu, rekombinan VEB dengan
menghapus gen EBERs dapat mengubah limfosit dan menunjukkan bahwa EBERs tidak
penting untuk proses transformasi sel, oleh karena itu, peran EBERs dalam transformasi
masih menjadi pertanyaan. 1
Infeksi Litik
Pada infeksi litik, telah diekspresikan kurang lebih 90 protein yang diklasifikasikan
menjadi:
I mmediate-Ear ly Protein
Protein utama VEB yang digolongkan ke dalam kelompok ini antara lain BZLF1 yang
disebut juga protein Z Epstein-Barr Replication Activator (ZEBRA) atau Zta dan BRLF1
yang dikenal Rta. Keduanya merupakan protein aktif transkripsi gen virus dimana BZLF1
merupakan protein inhibitor transkripsi dari EBNA Cp promotor dan akan memfasilitasi
perubahan sel dari infeksi laten menjadi infeksi litik. 3
Ear ly Protein
Early protein VEB termasuk enzim yang berperan penting pada replikasi DNA,
penghambat apoptosis, reseptor sitokin yang terlarut dan protein yang mengaktifkan ekspresi
gen lainnya. 3 Enam protein virus telah diidentifikasi sebagai protein replikasi yang terdiri
dari replikasi DNA virus polymerase (dikode oleh BALF5), DNA polimerase processivity
factor (dikode oleh BMRF1), single- stranded DNA- binding protein homolog (dikode olehBALF2), homolog primase (dikode oleh BSLF1), yang homolog helicase (dikode oleh
BBLF4) dan homolog helikase-primase (dikode oleh BBLF2 / 3). 3
Early Protein virus lainnya yang penting untuk replikasi DNA virus adalah protein
reductase ribonucleotide yang dikode oleh BORF2 dan BaRF1 serta glycosylase DNA uracil
yang dikode oleh BKRF3. 3 BHRF1 dan BALF1 adalah homolog dari bcl-2 yang merupakan
protein seluler yang dapat menghambat apoptosis sel. BHRF1 berinteraksi dengan bcl-2
-
8/12/2019 LTM -EBV
6/9
dalam mitokondria dan menghambat apoptosis baik pada sel limfosit B maupun sel-sel epitel,
sedangkan efek BALF1 dapat memodulasi efek BHRF1 pada sel epitel. 1
L ate Protein
Late Protein VEB termasuk glikoprotein virus, protein nukleokapsid dan sitokin virus.
Sebagian besar Viral Capsid Antigen (VCA) terdiri dari protein nukleokapsid utama yang
dikodekan oleh BCLF1. Antibodi terhadap VCA dapat digunakan dalam diagnosis infeksi
virus ini. VEB dikode oleh beberapa glikoprotein termasuk gp350, gp110, gp85, gp42, dan
gp25. 3 Glikoprotein gp350 yang dikodekan oleh BLLF1 yang merupakan protein selubung
virus yang besar dan dapat mengikat reseptor CD21 pada sel limfosit B. Penghilangan gp350
dari virus secara nyata dapat mengurangi virulensi virus tetapi tidak menghilangkannya. 3
Glikoprotein gp110 VEB oleh BALF4 yang merupakan homolog dari glikoprotein virus
herpes simplex B (HSV) yang diperlukan HSV untuk masuk ke dalam sel. 3 Glikoprotein gp85
VEB yang dikodekan oleh BXLF2 merupakan homolog dari glikoprotein HSV H (GH) yang
penting untuk fusi virus ke dalam sel limfosit B dan penyerapan ke sel epitel.
Glikoprotein gp25 adalah produk dari BKRF2 yang merupakan homolog dari HSV gL
dan bertindak sebagai pengantar virus untuk mengangkut gp85 ke dalam membran sel.
Glikoprotein gp42 (dikodekan oleh BZLF2), mengikat molekul MHC kelas II dan berfungsi
sebagai ko-reseptor untuk masuknya virus ke dalam sel limfosit B dan tidak diperlukan VEB
untuk menginfeksi sel epitel. 3
D. Infeksi Virus Epstein-Barr Pada Karsinoma Nasofaring
Mekanisme patogenesis VEB yang menyebabkan KNF masih kontroversi tetapi ada
beberapa kenyataan yang menyebutkan hampir semua kasus KNF berkeratinisasi positif VEB
dihubungkan dengan kebiasaan merokok pada geografi tertentu. Secara khusus peranlangsung VEB dalam karsinogenesis KNF masih diperdebatkan, namun sel nasofaring telah
terbukti terinfeksi VEB sebelum mengalami transformasi karena sel-sel epitel dewasa yang
membawa CD21 dapat terinfeksi oleh virus ini. Oleh karena itu dinyatakan bahwa VEB
menginfeksi sel nasofaring yang telah dirangsang oleh faktor lingkungan lainnya yang
meliputi diet karsinogenik seperti produk ikan asin dan makanan yang diawetkan yang kaya
N- nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospyrroliden e (NPYR) dan N-nitrospiperidine
(NPIP). 10 Paparan polusi asap atau kimia, termasuk nikel adalah beberapa faktor lingkungan
yang juga telah dilaporkan terkait dengan pertumbuhan KNF.
-
8/12/2019 LTM -EBV
7/9
Infeksi VEB dihubungkan dengan kejadian KNF secara jelas ditunjukkan dengan
adanya peningkatan antibodi terhadap antigen VEB pada kebanyakan pasien KNF,
terdapatnya DNA dan RNA VEB pada semua sel tumor dan pembentukan prekursor pada
lesi KNF. 2 Pada KNF, VEB akan menginfeksi terutama sel-sel epitel nasofaring posterior
pada fosa Rosenmuller. Meskipun reseptor VEB pada sel-sel epitel belum ditemukan,
kemungkinan virus ini masuk ke epitel nasofaring melalui protein permukaan yang
merupakan antigen terhadap sel limfosit B dengan cara IgA- mediated endositosis. 5 Temuan
ini menunjukkan bahwa infeksi VEB terjadi sebelum proses neoplasia dan penting untuk
perkembangan fenotipe ganas. Perubahan genetik yang paling umum adalah hilangnya
kromosom regional 9p21 (p16, p15, dan p14ARF) dan 3p (RASSF1A) yang terjadi pada awal
perkembangan tumor. Frekuensi kehilangan tertinggi ditemukan pada kromosom 3p (95%)
dan 9p (85%) pada tumor invasif. Mengingat target gen p16 dan RASSF1A menyimpang,
perubahan genetik abnormal pada kromosom 3p dan 9p muncul untuk mempengaruhi sel
nasofaring dalam mempertahankan infeksi laten VEB. Perubahan genetik tersebut terdeteksi
di epitel nasofaring bahkan mungkin mendahului infeksi VEB. Infeksi VEB di epitel
nasofaring premaligna dapat menyebabkan sel nasofaring diubah secara genetik,
bertransformasi menjadi sel-sel ganas. Perubahan ini hanya terlihat pada sel-sel KNF tetapi
tidak terlihat pada sel-sel di jaringan sekitar nasofaring. 5
Beberapa produk yang berbeda-beda dari virus mempunyai korelasi dengan tahapan
siklus infeksi litik dan dapat diidentifikasi dan dikategorikan menjadi: Early Membrane
Antigen (EMA), Early Intra-Celulair Atigen (EA), Viral Capcid Antigen (VCA) dan Late
Membrane Antigen (LMA). Pada infeksi laten virus terjadi ekspresi dari beberapa protein
virus antara lain Epstein Barr Nucleus Antigen 2 & 5 (EBNA 2 & 5) yang dapat dideteksi 2-
5 jam setelah infeksi, Latent Membrane Protein 1 & 2 (LMP 1 dan 2) yang dapat dideteksi 5-
7 jam setelah infeksi. Bentuk laten infeksi VEB pada KNF termasuk tipe II dengan
karakteristik terekspresinya protein LMP disamping protein EBERs dan EBNA-1. 11
Mekanisme pasti bagaimana VEB dapat menginduksi terjadinya kanker masih belum bisa
dipastikan. Akan tetapi penelitian tentang ekspresi dari gen LMP menunjukkan bisa
mengubah sel epitel nasofaring secara invitro dan diperkirakan bahwa LMP pada sel yang
terinfeksi VEB memproteksi sel tersebut dari program kematian sel atau apoptosis. Sedangkan
pada penelitian lainnya ditemukan juga LMP pada 65% penderita KNF. Hal yang serupa
dinyatakan oleh Hutajulu dkk 12 yang menyebutkan bahwa dari 50 kasus KNF yang dianalisis
-
8/12/2019 LTM -EBV
8/9
secara kuntitatif untuk mendeteksi DNA VEB dengan cara brushing pada nasofaring,
terdeteksi positif EBNA pada 49 kasus (98%).
Daftar Pustaka
1. Thompson MP, Kurzrock R. Epstein Barr Virus and Cancer. Clin Cancer Res J 2004; 10:803-21
2. Hausen HZ. Gammaherpesvirinae (Lymphocryptoviruses). In: Infection Causing HumanCancer. Germany: Wyley-VCH Verlag GmbH and Co; 2006. p.65-117.
3. Cohen JI. Virology and Molecular Biology of Epstein-Barr Virus. In: Tselis A, Jenson H.B,editors. Epstein-Barr Virus, New York: Taylor and Francis Group; 2006. p.21-37
4. Cohen JI. Epstein Barr Virus Infection. The New England Journal of Medicine 2000;343(7): 481-92
5. Korcum AF, Ozyar E, Ayhan A. Epstein-Barr Virus Gene and Nasopharyngeal Cancer.Turkish Journal of Cancer 2006; 36: 97-107
6. Epstein-Barr Virus. (imaged on internet) cited on March 14 th 2013. Available from:
http://www.cullenlab.duhs .7. Zheng H, Li L, Hu D, Deng X, Cao Y. Role of Epstein-Barr Virus Encoded LatentMembrane Protein-1 in the Carcinogenesis of Nasopharyngeal Carcinoma. J Cellular andMolecular Immunology 2007; 4(3): 185-96.
8. Gullo C, Low W.K, Teoh G. Association of Epstein-Barr Virus with NasopharyngealCarcinoma and Current Status of Development of Cancer-Derived Cell Lines. AnnalsAcademy of Medicine J 2008; 37(9): 769-77.
9. Niedobitek G. Epstein-Barr Virus Infection in The Pathogenesis of NasopharyngealCarcinoma. J Clin Pathol 2000; 53: 248-54.
10. Ocheni S, Olusina DB, Oyekunle AA, Ibegbulam OG, Kroger N, Bacher U, Zander AR. EBV-Associated Malignancies. The Open Infectious Diseases Journal. 2010;4: 101-12
11. Paschale MD, Clerici P. Serological Diagnosis of Epstein-Barr Virus Infection: Problems
and Solutions. World J Virol 2012; 12(1): 31-4312. Hutajulu SH, Indrasari SR, Indrawati LP, Harijadi A, Duin S, Haryana SM, et al. EpigeneticMarkers for Early Dettection of Nasopharyngeal Carcinoma in a High Risk Population.Molecular Cancer Journal. 2011; 10(48): 1-9
http://www.cullenlab.duhs/http://www.cullenlab.duhs/http://www.cullenlab.duhs/http://www.cullenlab.duhs/ -
8/12/2019 LTM -EBV
9/9
Lampiran