ltm hipersensitivitas type i (lokal)
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Tubuh manusia memiliki pertahanan sendiri dalam menghadapi agen asing pada
lingkungan eksternal seperti patogen (bakteri, jamur, virus, dan protozoa), produk
tumbuhan atau hewan (makanan tertentu, serbuk sari, bulu binatang) ataupun berupa zat
kimia dan polutan.1 Mekanisme pertahanan tubuh pada manusia ini lazim disebut sistem
imun. Sistem imun di dalam tubuh manusia bagaikan dua mata pedang dimana di satu sisi
tubuh sangat bergantung dengan adanya sistem imun karena berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh untuk menghadapi agen asing, namun disisi lain sistem
imun dalam tubuh manusia juga dapat menimbulkan kerugian seperti bila dihasilkan
imunitas yang hiperaktif dapat menyebabkan ketidak berdayaan bahkan menyerang
jaringan sendiri (autoimunitas).2 Gangguan keseimbangan mekanisme sistem imun tubuh
dapat menimbulkan kelaianan yang disebut imunopatologi. Terdapat tiga kategori utama
dalam imunopatologi yaitu hipersensitivitas, imunodefisiensi, dan penyakit autoimun.
Salah satu dari tiga kategori imunopatologi adalah hipersensitivitas.
Hipersensitivitas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk refleksi berlebihan yang
dihasilkan oleh sistem imun tubuh dalam melawan antigen. Secara umum reaksi
hipersensitivitas dapat terjadi pada dua kondisi yaitu yang pertama karena adanya respon
yang tidak terkontrol terhadap antigen yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
kemudian yang kedua hipersensitivitas dapat terjadi akibat dari gagalnya sel imun dalam
tubuh kita untuk mengenali diri sehingga yang terjadi adalah autologos (menyerang diri
sendiri) dimana hal ini lazim disebut sebagai autoimunitas.3
Reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi empat tipe; dimana tiga tipe
hipersensitivitas merupakan variasi pada cedera yang diperantai oleh antibodi, sedangkan
tipe keempat sendiri merupakan hipersensitivitas yang diperantari oleh sel. Keempat tipe
hipersensisitivitas ini pada awalnya dicetuskan oleh Coombs dan Gell pada tahun 1963
dimana pembagian dari reaksi hipersensitivitas tersebut hingga saat ini dianggap masih
LTM Immunologi Dasar (Hipersensitivitas I tipe lokal)
Nama : Ni Luh Rosvitha Amanda Dewi
NPM : 1206207395
relevan. Hipersensitivitas dapat dibagi menjadi hipersensitivitas tipe I, hipersensitivitas
tipe II, hipersensitivitas tipe III, dan hipersensitivitas tipe IV. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, pembagian dari hipersensitivitas tersebut berdasarkan imunologi
yang mengawali penyakit tersebut.2,4
Setelah disebutkan empat tipe reaksi hipersensitivitas, di kesempatan ini hanya
akan dibahas satu reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I. Dalam
kehidupan sehari-hari tentunya sudah banyak sekali dijumpai gejala-gejala penyakit
hipersensitivitas tipe I yang lazimnya disebut sebagai reaksi alergi. Dalam
hipersensitivitas tipe I, sering didengar istilah atopi. Atopi berasal dari bahasa yunani
yaitu “topos” yang berarti tempat. Atopi berarti bakat yang tidak pada tempatnya. Secara
lebih alamiah, atopi dapat diartikan sebagai kecenderungan genetik yang menyebabkan
seseorang untuk mengembangkan penyakit alergi.6 Seringkali atopi disamakan dengan
alergi. Pada dasarnya atopi merupakan suatu kecenderungan genetik dimana seseorang
tersebut memiliki bakat alergi, sehingga dapat diberikan contoh bila seseorang yang
memiliki atopi terhadap susu sapi belum dapat disebut alergi apabila beluma adanya
respon yang timbul.
Reaksi hipersensitivitas tipe I lazim disebut immediate hypersensitivity karena
reaksinya yang berjalan cepat. Namun tidak selamaya reaksi hipersensitivitas bereaksi
dengan cepat, terdapat dua macam reaksi hipersensitivitas tipe I berdasarkan waktu
terjadinya respon yaitu early allergenic reaction dan late allergenic reaction.7 Early
allergenic reaction sesuai dengan namanya merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
cenderung cepat yang melibatkan mediator seperti histamin, PGD2, trytase, dan TNF
sedangkan late allergenic respons melibatkan mediator yaitu leukotrien.7 Reaksi
hipersensitvitas tipe I sering diikuti oleh profess inflamasi. Beberapa contoh reaksi
hipersensitivitas ini adalah hay fever, food allergies, bronchial asthma, dan anafilaksis.2
Secara umum reaksi hipersensitivitas tipe I ini distimulasi oleh ikatan oleh IgE.
IgE merupakan salah satu immunoglobulin spesifik yang berperan penting dalam reaksi
parasit.5 IgE dapat menstimulasi reaksi hipersensitivitas ini karena dapat berikatan
dengan sel mast dimana nantinya sel mast dapat mengeluarkan mediator-mediator yang
dapat menyebabkan reaksi alergi. Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, manifestasi reaksi
klinisnya dapat terbagi menjadi dua yaitu lokal dan sistemik, dimana yang sistemik ini
dapat dibagi menjadi dua kategori lagi yaitu anafilaksis dan pseudoalergi dimana
sejatinya pembagian dua jenis reaksi hipersensitivitas tersebut berdasarkan luas daerah
pajanannya.
KOMPONEN REAKSI
Sebelum membahas mekanisme hipersensitivitas tipe I, walaupun komponen-
komponen yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas cenderung saama namun juga
perlu dibahas lebih lanjut agar dapat lebih mudah membedakan antar reaksi
hipersensitivitas. Beberapa komponen penting reaksi hipersensitivitas yaitu:
1. Sel Limfosit T
Sel limfosit T merupakan sel yang
berasal dari thimus dimana di dalam
limfosit pada sirkulasi darah terdapat
dalam jumlah sekitar 60%-70%. Sel T
memiliki reseptor yang disebut T-cell
receptor (TCR) yang berfungsi untuk
mengenali antigen. TCR tersusun atas
rantai alpha dan beta yang diikat
dengan ikatan disulfida. Sel T
mengeluarkan beberapa jenis molekul diantaranya CD3, dimana bersama dengan
rantai zeta mengikat peptida antigen dengan sebelumnya menempel pada tempat yang
tetap pada TCR sehingga dapat mentransduksikan sinyal intrasel. Selain CD3,
terdapat molekul penyerta lain yaitu CD4 dan CD8 dimana masing-masing molekul
ini akan berperan pada saat pengenalan antigen dimana molekul CD4 akan berikatan
dengan MHC kelas II pada APC tertentu dan molekul CD8 akan berikatan dengan
MHC kelas I. Sel T bekerja dengan 2 sinyal hipotesis yaitu dimana sinyal pertama
berguna untuk mengenali antigen sedangkan sinyal kedua berguna untuk apoptosis sel
T sehingga tidak terjadinya autoreaktivitas. Perbandingan jumlah CD4 dan CD8
dalam tubuh manusia yang normal adalah 2:1 dimana sel T yang mengeluarkan CD4
dan CD8 masing-masing disebut dengan CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ merupakan
sel T helper yang dibagi menjadi dua sub kelompok yang dibedakan dengan profil
sitokinnya. Sel CD4+ TH1 (T helper 1) berfungsi untuk menyekresikan sitokin yang
membantu mengarahkan respon imun yang diperantari oleh makrofag yang meliputi
IL-2, IFN-gamma dimana sel T helper 1 ini biasanya terdapat dalam jumlah yang
massif di dalam tubuh akibat adanya infeksi bakeri patogen. Sel CD4+ TH2 (T helper
2) yang menyekresikan sitokin yaitu berupa IL-4, IL-5, IL-10meningkatkan aspek
imunitas humoral diIgE, juga asma bronchial.2
2. Sel Limfosit B
Sel limfosit B merupakan limfosit yang berasal dari sumsum tulang dimana
populasinya di limfosit perifer sebanyak 10%-20%. Sel B terletak pada folikel
limpoid pada korteks kelenjar getah bening dan pulpa putih limpa. Stimulasi pada
infeksi lokal menyebabkan terbentuknya zona yang disebut sentrum greminativum.
Sel B terlebih dahulu distimulasi sehingga membentuk sel plasma yang menyekresi
imunoglobulin. Imunoglobulin memiliki 5 isotop yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD
yang memiliki fungsi dan peranan masing-masing. Immunoglubolin IgE adalah
immunoglobulin yang berperan pada rekasi hipersensitivitas I, namun selain berperan
dalam reaksi alergi IgE juga berperan dalam infeksi cacing parasit. Sel B mengenali
antigen permukaan karena memiliki reseptor yang disebut BCR yang bertanggung
jawab terhadap transduksi sinyal untuk membantu aktivitas sel B. Sel B akan
mensekresikan antobodi IgE apabila berikatan dengan molekul sel T CD154 yang
tekah teraktivasi.2
3. Makrofag dan Sel Dendrit
Makrofag dan sel dendrit berperan penting dalam sistem imun tubuh kita.
Makrofag bersama dengan sel dendrit memproses dan menyajikan antigen kepada sel
T Helper CD4+. Selain bekerja sama dengan sel dendrit untuk untuk pemrosesan dan
penyajian antigen, makrofag juga dapat menghasilkan sitokin dalam jumlah
berlebihan yang berperan dalam hipersensitivitas tipe lambat. Makrofag tentunya juga
berperan dalam proses fagositosis mikroba yang telah diikat oleh antibodi dengan
proses endositosis. Sel dendrit merupakan sel non fagositosik yang terdiri dari dua
tipe yang berbeda secara fungsional. Sel dendrit yang pertama adalah sel dendrit
intredigitans yang berfungsi untuk mengeluarkan MHC kelas II dimana persebaran
molekul permukaaan sel dendrit ini memungkinkan antigen untuk dipresentasikan
pada sel T Helper CD4+. Tipe sel dendrit yang kedua adalah sel dendrit folikular
yang membawa reseptor Fc untuk IgG sehingga dapat menjerat antigen yang akan
diikat oleh antibody.2
4. Sel Mast
Sel mast merupakan sel yang berasal
dari sumsum tulang dan tersebar secara
luas melalui jaringan. Sitoplasmanya
mengandung granula yang dilapisi oleh
mediator-mediator. Sel mast lebih
dominan ditemukan pada daerah yang
dekat dengan pembuluh darah dan saraf.
Dalam menjalankan fungsinya, sel mast
tidak dapat aktif secara sendiri namun harus diakivasi oleh IgE melalui reseptor Fc.
Selain IgE, banyak faktor yang dapat merancang sel mast diantaranya adalah
komponen komplemen C5a dan C3a serta obat-obatan seperti morfin dan kodein.2
MEKANISME REAKSI
Pada dasarnya reaksi
hipersensitivitas I tipe lokal dan
sistemik memiliki mekanisme yang
sama, namun yang menjadi
pembeda adalah luas daerah respon
yang terjadi. Hipersensitivitas lokal
Figure 1 Sel Mast
dikategorikan sebagai reaksi alergi yang tidak parah. Pada manusia reaksi
hipersensitivitas tipe I dapat dibagi menjadi tiga fase utama yaitu (1) Fase sensitisasi, (2)
Fase aktivasi, (3) Fase efektor kemudian dari proses tersebut akan dihasilkan manifestasi
klinis.
Fase sensitisasi
Fase sensitisasi merupakan fase awal dari adanya
sebuah alergi yaitu dimulai dengan adanya pajanan
terhadap antigen tertentu yang lazim disebut alergen.
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika alergen
masuk ke dalam tubuh manusia, alergen tersebut akan
dipresentasikan oleh APC (Antigenic Presenting Cell)
dimana APC ini merupakan makrofag dan sel dendrit.
Fungsi APC disini penting karena Sel T tidak akan dapat mengetahui adanya antigen
tanpa bantuan dari APC. Setelah menerima sinyal dari APC melalui T-Cell Receptor
(TCR), Sel T CD4+ tipe TH2 akan terinduksi dan melepaskan sitokin yang berupa IL-4,
IL-3, IL-5, dan GM-CSF. Interleukin-4 akan merangsang sel limfosit B untuk
memproduksi antibodi IgE, sedangkan sitkokin yang lain yaitu IL-3, IL-5, dan GM-CSF
akan merangsang rekrutmen eusinofil. Kembali pada jalur pertama, antibodi IgE yang
dilepaskan oleh sel limfosit B akan berikatan denga Sel Mast dan basofil. IgE memiliki
sifat homositotropik yaitu memiliki sifat senang berikatan, dimana IgE memiliki Fc
receptor yang akan berikatan dengan Sel Mast dan basofil yang memiliki reseptor FceRI
yang memiliki afinitas yang kuat. Pada dasarnya IgE juga berikatan dengan neutrofil,
limfosit, dan lain-lain, namun molekul FceR yang dimiliki merupakan jenis FceRII yang
dimiliki memiliki afinitas yang lebih rendah.2,3,8
Fase Aktivasi
Fase Aktivasi yang dimaksud disini merupakan fase pengaktifan sel mast karen
adanya cross linking atau bridging dari molekul FcRI oleh ikatan antigen dengan IgE
yang menempati molekul tersebut. Dapat dilihat pada gambar IgE dan sel mast akan
berikatan dimana minimal ada 2 IgE yang berikatan dengan sel mast karena bentuk dari
antigen yang besar sehingga dibutuhkan lebih dari satu IgE. Semakin banyak antigen
yang dipajankan, semakin banyak juga IgE yang berikatan pada sel mast sehingga
menyebabkan sel mast akan melepaskan mediator primer dan mediator sekunder.
Mediator primer di dalam granula dilepaskan untuk memulai reaksi alergi. Histamin
merupakan mediator primer yang paling penting. Mediator sekunder yang dihasilkan
dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu mediator lipid dan sitokin. Mediator
sekunder merupakan penanggung jawab dari reaksi tipe lambat yang dimiliki oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I. Mediator lipid menyebabkan pecahnya membran sel mast
sehingga menghasilkan asam arakhidonat. 2,8
Fase Efektor
Fase efektor merupakan fase terakhir dalam mekanisme hipersensitivitas tipe I
dimana dalam fase ini mediator-mediator yang dilepaskan oleh sel mast akan
mempengaruhi respon tubuh. Histamin yang merupakan mediator primer dapat
menyebabkan meningkatnya permeabilitas membran vaskular, vasodilatasi,
bronkokonstriksi, dan sekresi mukus. Mediator lainnya adalah adenosin yan dapat
menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi platelet. Asam arakhidonat
merupakan senyawa yang dapat menyintesis prostaglandin dan leukonutrien. Dimana
sesuai dengan bagan, leukotrien berasal dari jalur lipooksigenase diaman leukotrien C4
dan D4 merupakan agen vasoaktif yang paling poten, seribu kali lebih aktif dari pada
histamin. Leukotrin memiliki mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran
vascular, kontraksi otot bronkus. Prostaglandin sendiri merupakan mediator yang
dihasilkan dalam jalur siklooksigenase yang dapat menyebabkan bronkospasme serta
meningkatkan sekresi mukus. 2,8
Manifestasi Klinis
Reaksi hipersensitivitas tipe I dapat digolongkan menjadi reaksi lokal maupun
sistemik yang bergantung terhadap rute pajanan. Reaksi hipersensitivitas I tipe lokal
terjadi apabila antigen terdapat terbatas hanya pada tempat tertentu sesuai dengan jalur
pemajanan. Contohnya adalah kulit (kontak, urtikaria), traktus gastrointestinal (diare),
paru (inhalasi, bronkokonstriksi).2
REFERENSI
1. Sloane, E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
2. Kumar, Cotran, Robbins. Asorrudin M., Hartatanto H., Darmaniah N., editors. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
3. Abbas A.K., Lichtman A.H. Basic Immunology: Function and Disorder of Immune System. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier; 2009.
4. Coico R., Sunshine G. Immunology: A Short Course. 6th ed. Canada: John Wiley and Sons; 2009.
5. Anonymous. Imunoserologi. [serial on internet]. 2009 December 25; [cited 2013 April 9]. Available from: http://www.docstoc.com/docs/13729210/Imunoserologi.
6. Anonymous. Atopi. [serial on internet]. [cited 2012 April 9]. Available from: http://kamuskesehatan.com/arti/atopi/.
7. Munazir Z. Basic of Alergy. [slide kuliah imunologi dasar].8. Merijanti L.T. Peran Sel Mast dalam Reaksi Hipersensitivitas tipe I.[serial on
internet]. September-December 1999; [cited 2013 April 9]; 145:[about 9 screens]. Availablefrom:http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/Vol.18_no.3_5.pdf.