ltm hipersensitivitas type i (lokal)

12
PENDAHULUAN Tubuh manusia memiliki pertahanan sendiri dalam menghadapi agen asing pada lingkungan eksternal seperti patogen (bakteri, jamur, virus, dan protozoa), produk tumbuhan atau hewan (makanan tertentu, serbuk sari, bulu binatang) ataupun berupa zat kimia dan polutan. 1 Mekanisme pertahanan tubuh pada manusia ini lazim disebut sistem imun. Sistem imun di dalam tubuh manusia bagaikan dua mata pedang dimana di satu sisi tubuh sangat bergantung dengan adanya sistem imun karena berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk menghadapi agen asing, namun disisi lain sistem imun dalam tubuh manusia juga dapat menimbulkan kerugian seperti bila dihasilkan imunitas yang hiperaktif dapat menyebabkan ketidak berdayaan bahkan menyerang jaringan sendiri (autoimunitas). 2 Gangguan keseimbangan mekanisme sistem imun tubuh dapat menimbulkan kelaianan yang disebut imunopatologi. Terdapat tiga kategori utama dalam imunopatologi yaitu hipersensitivitas, imunodefisiensi, dan penyakit autoimun. Salah satu dari tiga kategori imunopatologi adalah hipersensitivitas. Hipersensitivitas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk refleksi berlebihan yang dihasilkan oleh LTM Immunologi Dasar (Hipersensitivitas I tipe lokal) Nama : Ni Luh Rosvitha Amanda Dewi NPM : 1206207395

Upload: rosvitha-amanda

Post on 04-Jan-2016

69 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

PENDAHULUAN

Tubuh manusia memiliki pertahanan sendiri dalam menghadapi agen asing pada

lingkungan eksternal seperti patogen (bakteri, jamur, virus, dan protozoa), produk

tumbuhan atau hewan (makanan tertentu, serbuk sari, bulu binatang) ataupun berupa zat

kimia dan polutan.1 Mekanisme pertahanan tubuh pada manusia ini lazim disebut sistem

imun. Sistem imun di dalam tubuh manusia bagaikan dua mata pedang dimana di satu sisi

tubuh sangat bergantung dengan adanya sistem imun karena berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan tubuh untuk menghadapi agen asing, namun disisi lain sistem

imun dalam tubuh manusia juga dapat menimbulkan kerugian seperti bila dihasilkan

imunitas yang hiperaktif dapat menyebabkan ketidak berdayaan bahkan menyerang

jaringan sendiri (autoimunitas).2 Gangguan keseimbangan mekanisme sistem imun tubuh

dapat menimbulkan kelaianan yang disebut imunopatologi. Terdapat tiga kategori utama

dalam imunopatologi yaitu hipersensitivitas, imunodefisiensi, dan penyakit autoimun.

Salah satu dari tiga kategori imunopatologi adalah hipersensitivitas.

Hipersensitivitas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk refleksi berlebihan yang

dihasilkan oleh sistem imun tubuh dalam melawan antigen. Secara umum reaksi

hipersensitivitas dapat terjadi pada dua kondisi yaitu yang pertama karena adanya respon

yang tidak terkontrol terhadap antigen yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan

kemudian yang kedua hipersensitivitas dapat terjadi akibat dari gagalnya sel imun dalam

tubuh kita untuk mengenali diri sehingga yang terjadi adalah autologos (menyerang diri

sendiri) dimana hal ini lazim disebut sebagai autoimunitas.3

Reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi empat tipe; dimana tiga tipe

hipersensitivitas merupakan variasi pada cedera yang diperantai oleh antibodi, sedangkan

tipe keempat sendiri merupakan hipersensitivitas yang diperantari oleh sel. Keempat tipe

hipersensisitivitas ini pada awalnya dicetuskan oleh Coombs dan Gell pada tahun 1963

dimana pembagian dari reaksi hipersensitivitas tersebut hingga saat ini dianggap masih

LTM Immunologi Dasar (Hipersensitivitas I tipe lokal)

Nama : Ni Luh Rosvitha Amanda Dewi

NPM : 1206207395

Page 2: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

relevan. Hipersensitivitas dapat dibagi menjadi hipersensitivitas tipe I, hipersensitivitas

tipe II, hipersensitivitas tipe III, dan hipersensitivitas tipe IV. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, pembagian dari hipersensitivitas tersebut berdasarkan imunologi

yang mengawali penyakit tersebut.2,4

Setelah disebutkan empat tipe reaksi hipersensitivitas, di kesempatan ini hanya

akan dibahas satu reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I. Dalam

kehidupan sehari-hari tentunya sudah banyak sekali dijumpai gejala-gejala penyakit

hipersensitivitas tipe I yang lazimnya disebut sebagai reaksi alergi. Dalam

hipersensitivitas tipe I, sering didengar istilah atopi. Atopi berasal dari bahasa yunani

yaitu “topos” yang berarti tempat. Atopi berarti bakat yang tidak pada tempatnya. Secara

lebih alamiah, atopi dapat diartikan sebagai kecenderungan genetik yang menyebabkan

seseorang untuk mengembangkan penyakit alergi.6 Seringkali atopi disamakan dengan

alergi. Pada dasarnya atopi merupakan suatu kecenderungan genetik dimana seseorang

tersebut memiliki bakat alergi, sehingga dapat diberikan contoh bila seseorang yang

memiliki atopi terhadap susu sapi belum dapat disebut alergi apabila beluma adanya

respon yang timbul.

Reaksi hipersensitivitas tipe I lazim disebut immediate hypersensitivity karena

reaksinya yang berjalan cepat. Namun tidak selamaya reaksi hipersensitivitas bereaksi

dengan cepat, terdapat dua macam reaksi hipersensitivitas tipe I berdasarkan waktu

terjadinya respon yaitu early allergenic reaction dan late allergenic reaction.7 Early

allergenic reaction sesuai dengan namanya merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang

cenderung cepat yang melibatkan mediator seperti histamin, PGD2, trytase, dan TNF

sedangkan late allergenic respons melibatkan mediator yaitu leukotrien.7 Reaksi

hipersensitvitas tipe I sering diikuti oleh profess inflamasi. Beberapa contoh reaksi

hipersensitivitas ini adalah hay fever, food allergies, bronchial asthma, dan anafilaksis.2

Secara umum reaksi hipersensitivitas tipe I ini distimulasi oleh ikatan oleh IgE.

IgE merupakan salah satu immunoglobulin spesifik yang berperan penting dalam reaksi

parasit.5 IgE dapat menstimulasi reaksi hipersensitivitas ini karena dapat berikatan

Page 3: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

dengan sel mast dimana nantinya sel mast dapat mengeluarkan mediator-mediator yang

dapat menyebabkan reaksi alergi. Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, manifestasi reaksi

klinisnya dapat terbagi menjadi dua yaitu lokal dan sistemik, dimana yang sistemik ini

dapat dibagi menjadi dua kategori lagi yaitu anafilaksis dan pseudoalergi dimana

sejatinya pembagian dua jenis reaksi hipersensitivitas tersebut berdasarkan luas daerah

pajanannya.

KOMPONEN REAKSI

Sebelum membahas mekanisme hipersensitivitas tipe I, walaupun komponen-

komponen yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas cenderung saama namun juga

perlu dibahas lebih lanjut agar dapat lebih mudah membedakan antar reaksi

hipersensitivitas. Beberapa komponen penting reaksi hipersensitivitas yaitu:

1. Sel Limfosit T

Sel limfosit T merupakan sel yang

berasal dari thimus dimana di dalam

limfosit pada sirkulasi darah terdapat

dalam jumlah sekitar 60%-70%. Sel T

memiliki reseptor yang disebut T-cell

receptor (TCR) yang berfungsi untuk

mengenali antigen. TCR tersusun atas

rantai alpha dan beta yang diikat

dengan ikatan disulfida. Sel T

mengeluarkan beberapa jenis molekul diantaranya CD3, dimana bersama dengan

rantai zeta mengikat peptida antigen dengan sebelumnya menempel pada tempat yang

tetap pada TCR sehingga dapat mentransduksikan sinyal intrasel. Selain CD3,

terdapat molekul penyerta lain yaitu CD4 dan CD8 dimana masing-masing molekul

ini akan berperan pada saat pengenalan antigen dimana molekul CD4 akan berikatan

dengan MHC kelas II pada APC tertentu dan molekul CD8 akan berikatan dengan

MHC kelas I. Sel T bekerja dengan 2 sinyal hipotesis yaitu dimana sinyal pertama

berguna untuk mengenali antigen sedangkan sinyal kedua berguna untuk apoptosis sel

Page 4: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

T sehingga tidak terjadinya autoreaktivitas. Perbandingan jumlah CD4 dan CD8

dalam tubuh manusia yang normal adalah 2:1 dimana sel T yang mengeluarkan CD4

dan CD8 masing-masing disebut dengan CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ merupakan

sel T helper yang dibagi menjadi dua sub kelompok yang dibedakan dengan profil

sitokinnya. Sel CD4+ TH1 (T helper 1) berfungsi untuk menyekresikan sitokin yang

membantu mengarahkan respon imun yang diperantari oleh makrofag yang meliputi

IL-2, IFN-gamma dimana sel T helper 1 ini biasanya terdapat dalam jumlah yang

massif di dalam tubuh akibat adanya infeksi bakeri patogen. Sel CD4+ TH2 (T helper

2) yang menyekresikan sitokin yaitu berupa IL-4, IL-5, IL-10meningkatkan aspek

imunitas humoral diIgE, juga asma bronchial.2

2. Sel Limfosit B

Sel limfosit B merupakan limfosit yang berasal dari sumsum tulang dimana

populasinya di limfosit perifer sebanyak 10%-20%. Sel B terletak pada folikel

limpoid pada korteks kelenjar getah bening dan pulpa putih limpa. Stimulasi pada

infeksi lokal menyebabkan terbentuknya zona yang disebut sentrum greminativum.

Sel B terlebih dahulu distimulasi sehingga membentuk sel plasma yang menyekresi

imunoglobulin. Imunoglobulin memiliki 5 isotop yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD

yang memiliki fungsi dan peranan masing-masing. Immunoglubolin IgE adalah

immunoglobulin yang berperan pada rekasi hipersensitivitas I, namun selain berperan

dalam reaksi alergi IgE juga berperan dalam infeksi cacing parasit. Sel B mengenali

antigen permukaan karena memiliki reseptor yang disebut BCR yang bertanggung

jawab terhadap transduksi sinyal untuk membantu aktivitas sel B. Sel B akan

mensekresikan antobodi IgE apabila berikatan dengan molekul sel T CD154 yang

tekah teraktivasi.2

3. Makrofag dan Sel Dendrit

Makrofag dan sel dendrit berperan penting dalam sistem imun tubuh kita.

Makrofag bersama dengan sel dendrit memproses dan menyajikan antigen kepada sel

T Helper CD4+. Selain bekerja sama dengan sel dendrit untuk untuk pemrosesan dan

penyajian antigen, makrofag juga dapat menghasilkan sitokin dalam jumlah

Page 5: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

berlebihan yang berperan dalam hipersensitivitas tipe lambat. Makrofag tentunya juga

berperan dalam proses fagositosis mikroba yang telah diikat oleh antibodi dengan

proses endositosis. Sel dendrit merupakan sel non fagositosik yang terdiri dari dua

tipe yang berbeda secara fungsional. Sel dendrit yang pertama adalah sel dendrit

intredigitans yang berfungsi untuk mengeluarkan MHC kelas II dimana persebaran

molekul permukaaan sel dendrit ini memungkinkan antigen untuk dipresentasikan

pada sel T Helper CD4+. Tipe sel dendrit yang kedua adalah sel dendrit folikular

yang membawa reseptor Fc untuk IgG sehingga dapat menjerat antigen yang akan

diikat oleh antibody.2

4. Sel Mast

Sel mast merupakan sel yang berasal

dari sumsum tulang dan tersebar secara

luas melalui jaringan. Sitoplasmanya

mengandung granula yang dilapisi oleh

mediator-mediator. Sel mast lebih

dominan ditemukan pada daerah yang

dekat dengan pembuluh darah dan saraf.

Dalam menjalankan fungsinya, sel mast

tidak dapat aktif secara sendiri namun harus diakivasi oleh IgE melalui reseptor Fc.

Selain IgE, banyak faktor yang dapat merancang sel mast diantaranya adalah

komponen komplemen C5a dan C3a serta obat-obatan seperti morfin dan kodein.2

MEKANISME REAKSI

Pada dasarnya reaksi

hipersensitivitas I tipe lokal dan

sistemik memiliki mekanisme yang

sama, namun yang menjadi

pembeda adalah luas daerah respon

yang terjadi. Hipersensitivitas lokal

Figure 1 Sel Mast

Page 6: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

dikategorikan sebagai reaksi alergi yang tidak parah. Pada manusia reaksi

hipersensitivitas tipe I dapat dibagi menjadi tiga fase utama yaitu (1) Fase sensitisasi, (2)

Fase aktivasi, (3) Fase efektor kemudian dari proses tersebut akan dihasilkan manifestasi

klinis.

Fase sensitisasi

Fase sensitisasi merupakan fase awal dari adanya

sebuah alergi yaitu dimulai dengan adanya pajanan

terhadap antigen tertentu yang lazim disebut alergen.

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika alergen

masuk ke dalam tubuh manusia, alergen tersebut akan

dipresentasikan oleh APC (Antigenic Presenting Cell)

dimana APC ini merupakan makrofag dan sel dendrit.

Fungsi APC disini penting karena Sel T tidak akan dapat mengetahui adanya antigen

tanpa bantuan dari APC. Setelah menerima sinyal dari APC melalui T-Cell Receptor

(TCR), Sel T CD4+ tipe TH2 akan terinduksi dan melepaskan sitokin yang berupa IL-4,

IL-3, IL-5, dan GM-CSF. Interleukin-4 akan merangsang sel limfosit B untuk

memproduksi antibodi IgE, sedangkan sitkokin yang lain yaitu IL-3, IL-5, dan GM-CSF

akan merangsang rekrutmen eusinofil. Kembali pada jalur pertama, antibodi IgE yang

dilepaskan oleh sel limfosit B akan berikatan denga Sel Mast dan basofil. IgE memiliki

sifat homositotropik yaitu memiliki sifat senang berikatan, dimana IgE memiliki Fc

receptor yang akan berikatan dengan Sel Mast dan basofil yang memiliki reseptor FceRI

yang memiliki afinitas yang kuat. Pada dasarnya IgE juga berikatan dengan neutrofil,

limfosit, dan lain-lain, namun molekul FceR yang dimiliki merupakan jenis FceRII yang

dimiliki memiliki afinitas yang lebih rendah.2,3,8

Fase Aktivasi

Fase Aktivasi yang dimaksud disini merupakan fase pengaktifan sel mast karen

adanya cross linking atau bridging dari molekul FcRI oleh ikatan antigen dengan IgE

yang menempati molekul tersebut. Dapat dilihat pada gambar IgE dan sel mast akan

berikatan dimana minimal ada 2 IgE yang berikatan dengan sel mast karena bentuk dari

Page 7: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

antigen yang besar sehingga dibutuhkan lebih dari satu IgE. Semakin banyak antigen

yang dipajankan, semakin banyak juga IgE yang berikatan pada sel mast sehingga

menyebabkan sel mast akan melepaskan mediator primer dan mediator sekunder.

Mediator primer di dalam granula dilepaskan untuk memulai reaksi alergi. Histamin

merupakan mediator primer yang paling penting. Mediator sekunder yang dihasilkan

dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu mediator lipid dan sitokin. Mediator

sekunder merupakan penanggung jawab dari reaksi tipe lambat yang dimiliki oleh reaksi

hipersensitivitas tipe I. Mediator lipid menyebabkan pecahnya membran sel mast

sehingga menghasilkan asam arakhidonat. 2,8

Fase Efektor

Fase efektor merupakan fase terakhir dalam mekanisme hipersensitivitas tipe I

dimana dalam fase ini mediator-mediator yang dilepaskan oleh sel mast akan

mempengaruhi respon tubuh. Histamin yang merupakan mediator primer dapat

menyebabkan meningkatnya permeabilitas membran vaskular, vasodilatasi,

bronkokonstriksi, dan sekresi mukus. Mediator lainnya adalah adenosin yan dapat

menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi platelet. Asam arakhidonat

merupakan senyawa yang dapat menyintesis prostaglandin dan leukonutrien. Dimana

sesuai dengan bagan, leukotrien berasal dari jalur lipooksigenase diaman leukotrien C4

dan D4 merupakan agen vasoaktif yang paling poten, seribu kali lebih aktif dari pada

histamin. Leukotrin memiliki mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran

vascular, kontraksi otot bronkus. Prostaglandin sendiri merupakan mediator yang

dihasilkan dalam jalur siklooksigenase yang dapat menyebabkan bronkospasme serta

meningkatkan sekresi mukus. 2,8

Manifestasi Klinis

Reaksi hipersensitivitas tipe I dapat digolongkan menjadi reaksi lokal maupun

sistemik yang bergantung terhadap rute pajanan. Reaksi hipersensitivitas I tipe lokal

terjadi apabila antigen terdapat terbatas hanya pada tempat tertentu sesuai dengan jalur

pemajanan. Contohnya adalah kulit (kontak, urtikaria), traktus gastrointestinal (diare),

paru (inhalasi, bronkokonstriksi).2

Page 8: LTM Hipersensitivitas Type I (Lokal)

REFERENSI

1. Sloane, E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.

2. Kumar, Cotran, Robbins. Asorrudin M., Hartatanto H., Darmaniah N., editors. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.

3. Abbas A.K., Lichtman A.H. Basic Immunology: Function and Disorder of Immune System. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier; 2009.

4. Coico R., Sunshine G. Immunology: A Short Course. 6th ed. Canada: John Wiley and Sons; 2009.

5. Anonymous. Imunoserologi. [serial on internet]. 2009 December 25; [cited 2013 April 9]. Available from: http://www.docstoc.com/docs/13729210/Imunoserologi.

6. Anonymous. Atopi. [serial on internet]. [cited 2012 April 9]. Available from: http://kamuskesehatan.com/arti/atopi/.

7. Munazir Z. Basic of Alergy. [slide kuliah imunologi dasar].8. Merijanti L.T. Peran Sel Mast dalam Reaksi Hipersensitivitas tipe I.[serial on

internet]. September-December 1999; [cited 2013 April 9]; 145:[about 9 screens]. Availablefrom:http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/Vol.18_no.3_5.pdf.