lp ns.docx

16
LAPORAN PENDAHULUAN NEPROTIK SYNDROM 1. DEFINISI Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan, ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum (Ramali, 2003, hal 230). Nefrotik sindrom berkaitan erat dengan proteinuria(Tisher, 1997, hal 37). Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba- tiba, biasanyan berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat. Tanda yang terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal 525). Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang – kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997, hal 304) 2. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO Mansjoer (1999, hal 525) menyatakan bahwa penyebab sindrom nefrotik pada orang dewasa adalah : A. Glomerulonefritis primer ( sebagian besar tidak diketahui sebabnya ) Glomerulonefritis membranosa Glomerulonefritis kelainan minimal

Upload: warsusi-susilowati

Post on 02-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP NS.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

NEPROTIK SYNDROM

1. DEFINISI

Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan,

ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum (Ramali, 2003,

hal 230).

Nefrotik sindrom berkaitan erat dengan proteinuria(Tisher, 1997, hal 37).

Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan berupa oliguria

dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat. Tanda yang

terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal 525).

Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan

hiperkolesterolemia, kadang – kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi

ginjal (Ngastiyah, 1997, hal 304)

2. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Mansjoer (1999, hal 525) menyatakan bahwa penyebab sindrom nefrotik pada orang dewasa

adalah :

A. Glomerulonefritis primer ( sebagian besar tidak diketahui sebabnya )

Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis kelainan minimal

Glomerulonefritis membranoproliperatif

Glomerulonefritis pascastreptokokok

B. Glomerulonefritis sekunder

Lupus Eritemotosus Sistemik (LES)

Obat (emas, pensilalanin, anti inflamsi nonsteroid)

Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)

Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulus (diabetes, amiloidosis).

Page 2: LP NS.docx

3. PATOFISIOLOGI

Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar untuk

menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran

dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).

Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif dapat rusak

sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus. Proses penyaringan pun

menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya mampu tersaring oleh glomerulus, tidak

dapat tersaring. Sehingga urine mengandung protein(Tisher, 1997, hal 37).

Sebagian besar protein dalam urine adalah albumin. Dengan banyaknya albumin yang

keluar bersama urine, mengakibatkan kandungan albumin dalam darah menjadi rendah yang

disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)

Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuria sampai sindrom nefrotik

tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.hipoalbuminemia mengurangi

tekanan onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan intravaskular ke

ruang interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume cairan intravaskular

menurun, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke ginjal / volume darah efektif

menurun(Soeparman, 1990, hal 286).

Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin - angiotensin dan

sekresi aldosteron yang kemudian mengakibatkan retensi natrium dan air. Kejadian ini

menimbulkan edema perifer, anasarka dan asites. Kondisi hipoalbuminemia juga

mempengaruhi respon imun seseorang.faktor imun Ig G menurun sehingga penderita

nefrotik sindrom lebih peka terhadap semua macam infeksi (Soeparman,1990)

4. MANIFESTASI KLINIS

Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan gejala klinik yang menonjol. Kadang -

kadang mencapai 40 % dari pada berat badan dan didapatkan edema anasarka. Pasien sangat

rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria,

azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%)

sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin

berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin,

granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap

Page 3: LP NS.docx

normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan

fungsi ginjal pada fase nefrotik.

Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga

terdapat perbandingan albumin - globulin yang terbalik. Didapatkan pula

hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal. Pada

keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia(Ngastiyah, 1997, hal 306).

Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa gejala utama yang ditemukan pada penderita

nefrotik sindrom adalah :

A. proteinuria > 3,5 g / hari

B. hipoalbuminemia < 30 g / l

C. edema anasarka

D. hiperlipidemia / hiperkolesterolemia

E. hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

F. hematuria, hipertensi

5. KOMPLIKASI

Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal

6. PENATALAKSANAAN

Ngastiyah(1997, hal 306) menjelaskan penatalaksanaan penderita Sindrom Nefrotik adalah

sebagai berikut:

A. Medis

Pengobatan :

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.

b. Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal bila edema masih

berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.

c. Diuretik

d. Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan dosis awitan 60 mg/hari/luas

permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per

oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu minggu

dengan dosis maksimum 60 mg/hari.

e. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi

Page 4: LP NS.docx

f. Berikan obat digitalis bila ada indikasi gagal jantung.

B. Keperawatan

Penderita sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawaan

dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema

anasarka, diet, risiko terjadi komplikasi dan pengawasan mengenai

pengobatan/gangguan rasa aman dan nyaman.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk memastikan

adanya proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Biasanya ditemukan

hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit /luas permukaan badan. Pemeriksaan darah

lengkap juga diperlukan untuk mencari mikroangiopati, pemeriksaan imunologi untuk

menentukan adanya Lupus Eritematosus Sistemik(Mansjoer, 1999, hal 528).

Selain itu, untuk menunjang diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal berupa

urin mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, dan protein urin(Tisher, 1997, hal 40).

Untuk pengawasan kemajuan penderita Sindrom Nefrotik, dilakukan pengukuran dan

pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan serta berat badan( Mansjoer,

1990)

8. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan nefrotik sindrom, penulis menggunakan format

pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini dikarenakan format ini

menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data focus.

Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual

Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000, hal 20) dan Carpenito(2001).

a. Persepsi kesehatan

Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan

utama, riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat

kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.

Page 5: LP NS.docx

b. Pola nutrisi metabolik

Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi

klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta

observasi adanya oedema anasarka.

c. Pola eliminasi

Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi

perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.

d. Pola aktivitas

Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda

kelelahan.

e. Kebutuhan istirahat tidur

Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit

f. Pola persepsi kognitif

Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di

deritanya.

g. Pola persepsi diri

Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri,

konsep diri.

h. Pola hubungan sosial

Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.

i. Pola seksualitas

Kaji kebutuhan seksual klien

j. Pola mekanisme koping

Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya

k. Pola spiritual

Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa

penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.

Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang tampak,

bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.

Page 6: LP NS.docx

B. Analisis Data

No Data Problem Penyebab

1

2.

No

DS : klien mengatakan kulit terasa

meregang

DO : - kaki, tangan, wajah dan genitalia

oedema

- perut membesar

- urine tampung 500 mL selama 2 jam.

- hitung albumin 2, 1 gr/100mL

- penampilan umum gemuk akibat edema

DS : - klien mengatakan dipasang kateter

sudah 10 hari belum diganti

- klien mengatakan tidak nyaman pada

derah infus.

DO : - terpasang DC, kotor.

- kasa pembungkus infus kotor.

- hitung albumin 2,1 gr /100mL

Data

Kelebihan

volume cairan

Resiko terjadi

infeksi

Masalah

Mekanisme regulator

ginjal dengan retensi

air dan natrium

Penurunan respon

imun, prosedur

invasive dan

kateterisasi

Penyebab

Page 7: LP NS.docx

3.

4

DS : Klien mengatakan tubuhnya lemas

DO : - aktivitas dibantu keluarga

- aktivitas terbatas hanya duduk dan

berbaring.

- wajah tampak lesu

- konjungtiva anemis

- TD : 110 / 70 mmHg, S : 37 °C, N : 64

x / mnit, RR : 20 X permenit

DS : - klien mengatakan mulut terasa

asam

- klien mengatakan tubuhnya lemas.

DO : - muluit kotor

- gigi kotor

- aktivitas dibantu keluarga

Intoleransi

aktivitas

Defisit

perawatan diri

Kelemahan fisik

Kelemahan fisik

C. Diagnosis Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan

retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan keluaran urine tepat dengan hasil laboratorium mendekati

normal.

2) BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.

3) Keseimbangan masukan dan pengeluaran.

Page 8: LP NS.docx

Intervensi :

1) Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna

Rasional : keluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi.

2) Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24

jam.

Rasional : terapi diuretik dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tiba - tiba

berlebihan meskipun edema masih ada.

3) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional : posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan

produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

4) Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk.

Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi

dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.

5) Kaji TTV terutama tekanan darah.

Rasional : hipertensi menunjukkan kelebihan natrium, serta dapat menunjukkan

terjadinya kongesti paru, gagal jantung.

6) Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai indikasi.

Rasional : asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi edema.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif dan

kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)

Kriteria hasil:

Tak mengalami tanda / gejala infeksi.

Intervensi :

1) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat.

Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.

2) Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang

berhubungan dengan area invasive dan kateterisasi.

Rasional : membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.

3) Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse.

Page 9: LP NS.docx

Rasional : Meningkatkan rasa nyaman klien serta mencegah kontaminasi

bakteri ke tubuh.

4) Kaji intregitas kulit.

Rasional : ekskorisi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.

5) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia(Engram,

1999, hal 131)

Kriteria hasil :

Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh klien,

bebas edema.

Intervensi :

1) Kaji / catat pemasukan diet.

Rasional : membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.

2) Berikan makanan sedikit tapi sering.

Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.

3) Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan .

Rasional : meningkatkan nafsu makan .

4) Timbang BB tiap hari.

Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan

keseimbangan cairan.

5) Berikan diet tinggi protein dan rendah garam.

Rasional : memenuhi kebutuhan protein, yang hilang bersama urine.

Mengurangi asupan garam untuk mencegah edema bertambah.

D. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).

Kriteria hasil :

1) Terjadi peningkatan mobilitas.

2) Melaporkan perbaikan rasa berenergi.

Intervensi :

Page 10: LP NS.docx

1) Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas.

Rasional : sebagai pengkajian awal aktivitas klien.

2) Tingkatkan tirah baring / duduk.

Rasional : meningkatkan istirahat dan keteenangan klien, posisi telentang

meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga

meningkatkan diuresis.

3) Ubah posisi dengan sering.

Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi

dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.

4) Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap.

Rasional : melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.

5) Ajarkan teknik penghematan energi contoh duduk, tidak berdiri.

Rasional : menurunkan kelelahan.

6) Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien.

Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi

aktivitas.

9. DAFTAR PUSAKA

Carpenito, L. J. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis, 8/E (Buku Saku Diagnosa Keperawatan, E/8, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.

Doengoes, M. E, Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2000). Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, 3/E (Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien E/3, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.

Engram,B. (1999). Medical-Surgical Nursing Care Plans, 1/V (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, V/1, alih bahasa oleh Suharyati samba). Jakarta: EGC.

Gunawan, A. C. (2000). Nefrotik Sindrom: Patogenesis dan Penatalaksanaan. (on-line): http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ (15 Juni 2006).

Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Ramali, A. & Pamoentjak, K. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.

Page 11: LP NS.docx

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Swearingen. (2001). Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing, 2/E (Seri Pedoman Praktis Keperawatan Medikal Bedah, E/2, alih bahasa oleh Monica Ester). Jakarta: EGC.

Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.

Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient Care Standards; Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E (Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5). Jakarta: EGC