lp fistel enterokutan

16
I. DEFINISI Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh.Fistula enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara organ gastrointestinal dan kulit. Fistel berarti adanya hubungan abnormal antara ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Jadi Fistel enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal antara usus dengan kulit abdomen. Berdasarkan atas hubungan dengan dunia luar, maka fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistel external dan fistel internal. Fistel eksternal dimaksudkan pada fistel yang salurannya menghubungkan antara organ dalam tubuh dengan dunia luar, contohnya fistel enterokutaneus, fistel umbilikalis. Sedangkan fistel internal adalah fistel yng menghubungkan dua bagian tubuh yang kedua-duanya masih berada dalam tubuh, contohnya fistel vesicorectal, fistel rektovaginal, fistel vesikokolik (Brunner & Suddarth, 2002)

Upload: uzzy-lintang-savitri

Post on 11-Apr-2016

351 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Fistel Enterokutan

I. DEFINISI

Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua

organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan

tubuh.Fistula enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang

menghubungkan antara organ gastrointestinal dan kulit. Fistel berarti adanya

hubungan abnormal antara ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Jadi

Fistel enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal antara usus

dengan kulit abdomen. Berdasarkan atas hubungan dengan dunia luar, maka

fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistel external dan fistel internal. Fistel

eksternal dimaksudkan pada fistel yang salurannya menghubungkan antara

organ dalam tubuh dengan dunia luar, contohnya fistel enterokutaneus, fistel

umbilikalis. Sedangkan fistel internal adalah fistel yng menghubungkan dua

bagian tubuh yang kedua-duanya masih berada dalam tubuh, contohnya fistel

vesicorectal, fistel rektovaginal, fistel vesikokolik (Brunner & Suddarth, 2002)

Gambar 1. Fistula enterokutaneous

Page 2: Lp Fistel Enterokutan

II. KLASIFIKASI

Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi,

fisiologi yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu

fistula internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan

antara dua viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang

menghubungkan antara viscera dengan kulit.

2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-

output, moderate-output dan low output.

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan

intestinal ke dunia luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit,

mineral dan protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu

terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan malnutrisi pada

pasien.Fistula dengan high-output apabila pengeluaran cairan intestinal sebanyak

>500ml perhari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan low-output

sebanyak <200 ml per hari.

III. ETIOLOGI

Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu

fistula yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi postoperasi.

Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh

fistula enterokutaneous.Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama

pada kanker dan penyakit radang pada usus.Selain itu dapat juga disebabkan oleh

radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskhemi pada

usus.

Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi

postoperasi (sekitar 75-85%).Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous

akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor tehnik.Faktor

pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia.Sedangkan

faktor tehnik yaitu pada tindakan-tindakan preoperasi. Sebelum dilakukan

operasi, harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena

Page 3: Lp Fistel Enterokutan

kehilangan 10-15% berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya

kadar transferin dan total limposit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula

enterokutaneous. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh

kurangnya vaskularisasi pada daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih

pada anastomosis, dan membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat.Untuk

mengurangi resiko timbulnya fistula, keadaan pasien harus normovolemia / tidak

anemis agar aliran oksigen menjadi lebih optimal.Selain itu pada saat operasi

harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi dan abses

yang dapat menimbulkan fistula.

IV. GEJALA/MANIFESTASI KLINIS

Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis,

prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka. Diagnosis

menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di abdomen.

Penyempitan lumen usus tadi mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor

produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan akhirnya

mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh

makana, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk menghindari nyeri ini,

maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi

jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi.

Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder (Brunner &

Suddarth, 2002).

Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat

terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke

kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan

nutria juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya adalah individu

menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara

terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami

demam dan leukositosis (Brunner & Suddarth, 2002).

Page 4: Lp Fistel Enterokutan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut:

a. Test methylen blue

Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula

enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk

mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.

b. USG

USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan

penimbunan cairan pada saluran fistula

c. Fistulogram

Tehnik ini menggunakan water soluble kontras.Kontras disuntikkan

melalui pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan

menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu :

Sumber fistula, jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi

di bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi)

dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.

d. Barium enema

Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung,

usus halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula

seperti penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma

e. CT scan

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan,

yaitu stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.

1. Stabilization

Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,

nutritional support, control of fistula drainage

a. Identification

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan

fistula enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien menunjukkan

tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka.

Page 5: Lp Fistel Enterokutan

Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan

usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang disebabkan karena sedikit atau

tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi,

anemis, dan kadar albumin yang rendah.

b. Resuscitation

Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi.Pada tahap

ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi.

Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen

dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.

c. Control of sepsis

Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan

pemberian obat antibiotik.

d. Nutritional support

Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous

merupakan komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization.Fistula

enterokutaneous dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake

nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus

kaya protein yang keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula enterokutaneous

membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-

nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian

nutrisi ini dilakukan melalui parenteral.Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan

vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat.

e. Control of fistula drainage

Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase

fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction

catheter.Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat cairan

fistula, dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau glyserin.Beberapa

penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum Assisted Closure (VAC)

system untuk penatalaksanaan fistula enterokutaneous.Obat-obatan

(Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga diberikan untuk

menghambat sekresi asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan traktus

biliaris.

Page 6: Lp Fistel Enterokutan

2. Investigation

Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:

a. Test methylen blue

b. USG

c. Fistulogram

d. Barium enema

e. CT scan

3. Decision

Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu

pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari

sepsis.Penutupan spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus.Fistula yang

terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan

yang rendah untuk menutup secara spontan.Hal ini berlaku juga pada fistula

dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus,

diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila

fistula tidak menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat

direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan

operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan

nutrisi dengan memberikan nutrisi secara adekuat, kemungkinan terjadinya

penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan digunakan.

4. Definitive therapy

Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula

enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang

tepat.Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas

dari sepsis.

Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru.Insisi secara

transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan.Tujuan

tindakan operasi selanjutnya adalah membebaskan usus sampai

Page 7: Lp Fistel Enterokutan

rektumdariligamentum Treiz.Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk

menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan

dalam melakukan anastomosis.

Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada

segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat.Pada kasus-kasus yang berat,

dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal

patches.Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang

optimal.Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted, end-to-end anastomosis

menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan

anastomosis yang aman.

5. Healing

Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi

harus terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan

penutupan dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus

postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan

protein yang adekuat untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan

luka.

VII. KOMPLIKASI

Edmund et al mengidentifikasi trias klasik untuk komplikasi yang dapat

ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis, malnutrisi, serta

berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses local,

infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat

meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta

elektrolit sehingga dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit

dan cairan tubuh. Pemberian nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan, karena TPN

dapat meningkatkan penutupan fistula secara spontan. Pada pasien yang

membutuhkan penutupan fistula dengan operasi, TPN dapat meningkatkan status

nutrisi sehingga dapat mempertahankan kontinuitas usus dengan cara meningkatkan

proses penyembuhan luka dan meningkatkan system imun.

Page 8: Lp Fistel Enterokutan

ASUHAN KEPERAWATAN/ASKEP

A. Pengkajian Keperawatan

Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi dan

karakteristik nyeri abdomen, adanya diare atau dorongan fekal, mual,

anoreksia atau penurunan berat badan dan riwayat keluarga tentang penyakit

usus inflamasi. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter, frekuensi

dan adanya darah, pus, lemak, atau mucus. Alergi penting untuk dokumnetasi,

khususnya intoleransi usus atau lactose. Pasien menunjukkan gangguan pola

tidur bila diare atau nyeri terjadi padamalam hari.

Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan

karakteristiknya, palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan, atau nyeri

dan inspeksi kulit terhadap bukti adanya saluran fistula atau gejala dehidrasi.

Feses di inspeksi terhadap adanya darah dan mucus. Gejala paling utama

adalah nyeri intermitten yang terjadi pada diare tetapi tidak hilang setelah

defekasi. Nyeri pada daerah periumbilikal biasanya menunjukkan keterlibatan

ileum terminalis (Brunner & Suddarth, 2002).

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama mencakup (Doengoes Marylynn, 2002):

1. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

pembatasna diet, mual dan malabsorbsi.

2. Nyeri abdomen berhubungan dengan peningkatan peristaltic dan

inflamasi

3. Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan anoreksia mual

dan diare

4. Perubahan suhu tubuh : hipertermia berhubungan dengan inflamasi.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan demam dan nyeri

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa I : Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pembatasan diet, mual dan malabsorbsi.

Intervensi:

1. Kaji pola makan klien.

Page 9: Lp Fistel Enterokutan

2. Buat jadwal masukan tiap jam. Anjurkan cairan / makanan dan minum

sedikit demi sedikit.

3. Beri makanan yang bervariasi.

4. Anjurkan klien untuk makan makanan lunak dengan porsi sedikit tapi

sering.

5. Mengukur BB tiap hari dengan timbangan yang sama.

6. Berikan Health Education tentang pentingnya nutrisi.

7. Pantau status nutrisi melalui nilai laboratorium khususnya albumin dan Hb

8. Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein

untuk klien.

Diagnosa 2 : Nyeri abdomen berhubungan dengan peningkatan peristaltic dan

inflamasi

Intervensi :

1. Minta pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0 – 10 ( 0

= tidak ada nyeri, 10 = nyeri yang sangat)

2. Gunakan lembar alur nyeri untuk memantau pengurangan nyeri dari

analgesik dan kemungkinan efek sampingnya

3. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan dan lingkungan terhadap nyeri

dan respon pasien

4. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristis,

waitan/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan

faktor presipitasinya

5. Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal, khususnya pada mereka

yang tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif.

6. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi misalnya teknik relaksasi,

imajinasi terbimbing, kompres dan masase.

7. Kolaborasikan dengan pemberian obat analgesic

Diagnosa 3 : Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

anoreksia mual dan diare

Intervensi:

1. Kaji pasien tentang adanya tanda kekurangan volume cairan : kulit dan

membrane mukosa kering, penurunan turgor kulit, oliguria, kelelahan,

Page 10: Lp Fistel Enterokutan

penuruanan suhu, peningkatan hematokrit, peningkatan berat jebis urin,

dan hipotensi.

2. Anjurkan paisen untuk meningkatkan intake cairan peroral

3. Catat intake dan output cairan tubuh seperti cairan oral, muntah, drainase

luka dan cairan yang dikeluarkan melalui fistel

4. Timbanglah berat badan klien stiap hari karena hal ini dapat menunjukkan

adanya penambahan atau kehilangan cairan yang terjadi secara cepat.

5. Berikan tindakan yang dapat menurunkan frekuensi diare seprti

pemberian obat antidiare, pengurangan stress.

Diagnosa 4 : Perubahan suhu tubuh : hipertermia berhubungan dengan

inflamasi.

Intervensi :

1. Pantau terjadinya aktifitas kejang

2. Pantau adanya hidrasi pada klien dengan mengkaji turgor kulit,

kelembapan membran mukosa

3. Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan

4. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan peroral

5. Anjurkan keluarga untuk membantu menurunkan demam klien dengan

memberikan kompres hangat

6. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotik

Diagnosa 5 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan demam dan nyeri

Intervensi :

1. Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam, berikan

lingkungan yang tenang, damai, dan minimalkan gangguan.

2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin

menyebabkan kurang tidur seperti ketakutan, masalah yang tak

terselesaikan dan konflik.

3. Ajarkan pasien untuk menghindari makanan dan minuman pada jam tidur

yang dapat mengganggu tidur

4. Berikan tidur siang, jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tidur

5. Lakukan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi, dan sentuhan afektif.

Page 11: Lp Fistel Enterokutan

Daftar Pustaka

Mansjoer, Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Medika Aesculapius FKUI : Jakarta

Medeiros, Aldo Cunha.,dkk. 2004. Perawatan Postoperative Enterocutaneous Fistulas oleh High-Pressure Vacuum dengan lisan Diet Normal. http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?Doi=82317

Price A, Sylvia., Loraiine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6 EGC : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C.,Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart edisi 8. Vol. 2, EGC : Jakarta