lp dm
DESCRIPTION
Laporan Pendahuluan sesuai bukuTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
Deabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan prnyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk beraksi terhadap insulin dapat
menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin.
Keadaan ini menimbulkan hipterglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi metabolik takut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemia hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangkanpanjang
dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit
ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit saraf). Diabetes juga
disertai dengan meningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang
mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
2. Tipe Diabetes
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda; penyakit ini
dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik, dan terapinya. Klasifikasi
diabetes yang utama adalah:
Tipe I: diabetes melitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes
mellitus (IDDM))
Tipe II: diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin dependent
diabetes mellitus (NIDDM))
Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes melitus (GDM))
1
Tabel Klasifikasi diabetes Melitus dan Intoleransi Glukosa yang Berhubungan
Klasifikasi sekarang Ciri-ciri Klinik
Tipe I Diabetes Melitus
tergantung insulin
Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia
muda (< 30 tahun)
Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis; dengan
penurunan berat yang baru saja terjadi
Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau
lingkungan (misalnya, virus)
Sering memiliki antibodi sel pulau Langerhans
Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum
pernah mendapat terapi insulin
Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan
hidup
Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasisdosis diabetik
Tiep II Diabetes
Melitus tidak
tergantung insulin
Awitan terjadi di segala usia, biasanya di atas 30 tahun
Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat diagnosis
Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau
lingkungan
Tidak ada antibodi sel pulau langerhana
Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan
resistensi insulin
Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar
glukosa darahnya melalui penurunan berat badan
Agens hipolikemia ogal dapat memperbaiki kadar glukosa
darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil
Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek
atau panjang untuk mencegah hiperglikemia
Ketosis jarang terjadi, kecuali bial dalam keadaan stres
atau menderita infeksi
Komplikasi akut; sindrom hiperosmoler nonketotik
2
Diabetes melitus yang
berkaitan dengan
keadaan atau sindrom
Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai
dapat menyebabkan penyakit: pankreastitis; kelainan
hormonal; obat-obat seperti glukokortikoid dan preparat
yang mengandung estrogen penyandang diabetes
Bergantung pada kemampuan pankreas untuk
menghasilkan insulin; pasien mungkin memerlukan terapi
dengan obat oral atau insulin
Diabetes gestasional Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester
kedua atau ketiga
Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan
menhambat kerja insulin
Tisiko terjadinya komplikasi perinatal di atas normal,
khususnya makrosomia (bayi yang secara abnormal
barukuran besar)
Diatasi dengan diet dan insulin (jika diperlukan) untuk
mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah
normal
Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan
Intolenransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tapi
dapat kambuh kembali
Pada kehamilan berikutnya
30% - 40% akan mengalami diabetes yang nyata
(biasanya tipe II) dalam waktu 10 tahun (khususnya
jika obesitas)
Faktor risiko mencakup obesitas, usia diatas 30 tahun,
riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi
yang besar (lebih dari 4,5 kg)
Permeriksaan skrining (tes toleransi glukosa) harus
dilakukan pada SEMUA wanata hamil dengan usia
kehamilan antara 24 hingga 28 minggu
3
3. Etiologi
a. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4. Patofisiologi Diabetes
Diabetes tipe I
Pada dibates tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
4
Hipterglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hari meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia prostprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
penihgkatan dalam berkemih (pulluria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menggaunggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makanan (polidipsia).
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunya simpanan kalori.
Gejala lainya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita darisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan Keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hipervertilasi, napas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektolit
sesuai kebutuhan akan memperbaikai dengan cepat kelaianan metabolik
terseut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan
5
latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reserptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam merabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikan insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, haus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan inslin, maka
kadar glukosa akan meningkatkan dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diaberik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (NHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas . akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
6
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%). Penyakit diabetes
tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat
pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyikt diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa kmplikasi diabetes jangka panjang ( misalnya, kelinan mata,
neuropati perifer, kalainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum
diagnosis ditegakkan.
Penangann primer diabetes tipe II adalah denang menrunkan berat
badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan
merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin.
Obat hipoglikemia oral dapat ditambakan jika diet dan latihan tidak berhasil
mengendalikan kadar glukosa dara. Jika pneggunaan obat oral dengan dosis
maksinal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat
memuaskan, makan insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan
insulin untuk sementara waktu selama periode stres fisiologik yang akut,
seperti selama sakit atau pembedahan.
Diabetes dan Kehamilan
Diabetes yang terjadi selama kehamilan perlu mendapat perhatian
khusus. Wanita yang sudah diketahui menderita diabetes sebelum terjadi
pembuahan harus mendapatkan penyuluhan atau konseling rentang
penatalaksanaan diabetes selama kehamilan. Pengendalian diabetes yang
buruk (hiperglikemia) pada saat pembuahan dapat disertai timbulnya
malformasi kengenital. Karena alasan inilah, wanita yang menderita diabetes
harus mengendalikan penyakitnya dengan baik sebelum konsepsinya terjadi
dan sepanjang kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita
diabetes sudah memulai program terapi yang intensif (pemeriksaan kadar
glukosa darah empat kali perhari dan pemberian suntikan insulin tiga hingga
empat kali perhari) dengan maksud untuk mencapai kadar hemoglobin A1C
yang normal tiga bulan sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan
pemeriksaan oleh dokter spesialis untuk kehamilan berisiko tinggi sangat
dianjurkan.
Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai
dengan peningkatan insidens makrosomia janini (bayi yang sangat besar),
7
persalinan dan kelahiran yang sulit, berdah Sesar serta kelahiran mati
(stillbierh). Di samping itu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
hiperglikemia dapat mengalami hipoglekemia pada saat lahir. Keadaan ini
dpat terjadi karena pankreas bayi yang normal telah mensekresikan insulin
untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Bayi ini membutuhkan
pemantauan yang ketat dalam kamar bayi, dan kadar glukosa darahnya hrus
sering diukur. Jika terjadi hipoglikemia, pemberian air gula harus segera
dilaksanakan.
Diabetes gestasional
Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada
usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan
diabetes. Penata laksanaan pendahuluan mencakup modifikasi diet dan
pemantauan kadar glukosa. Jika hiperglikemia tetap terjadi, preparat insulin
harus diresepkan. Obat hipoglikemia oral tidak boleh digunakan selama
kehamilan. Tujuan yang akan dicapai adalah kadar glukosa selama
kehamilan yang berkisar dari 70 hingga 100 mg/dl sebelum makan (kadar
nuchter) dan kurang dari 165 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (kadar gula 2
jam postprandinal).
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang
menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Walaupaun begitu,
banyak wanita yang mengalami diabetes gestasinal ternyata di kemudian hari
menderita diabetes tipe II. Oleh karena itu, semua wanita yang menderita
diabetes gestasional harus mendapatkan konseling guna mempertahankan
berat badan idealnya dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya
untuk manghindari awitan diabetes tipe II.
8
Patofisiologi/Pathways
Defisiensi Insulin
glukagon↑ penurunan pemakaian
glukosa oleh sel
glukoneogenesis hiperglikemia
lemak protein glycosuria
ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi
↓ pH Hemokonsentrasi
Asidosis Trombosis
Aterosklerosis
Kekurangan volume cairan
Mual muntah
Resti Ggn Nutrisi
Kurang dari kebutuhan
Koma Kematian
MikrovaskulerMakrovaskuler
Ggn Integritas Kulit
Resiko Injury
Gagal Ginjal
Nefropati
Ggn. Penglihatan
Retinopati diabetik
GinjalRetina
Miokard Infark GangrenStroke
SerebralJantung Ekstremitas
9
5. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Dari pasien diabetes mellitus sensiri, hal yang sering menyebabkan
pasien datang berobat kedokter dan kemudian didiagnosa sebagai diabetes
melitus ialah keluhan poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun,
kelainan kulit : gatal, bisul-bisul, kelebihan genekologis: keputihan,
kesemutan, rasa baal, kelemahan tubuh, luka atau bisul-bisul yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi saluran kemih, visus menurun.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapilerKadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 100
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110
10
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
8. Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi akut diabetes
1) Hipoglikemia (reaksi insulin)
2) Diabetes Ketoasidosis
3) Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik
b. Komplikasi jangka panjang diabetes
1) Komplikasi makrovaskuler
a) Penyekit arteri koroner
b) Penyakit serebro vaskuler
c) Penyakit vaskuler perifer/gangren
2) Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopatik diabetic
b) Nerfropati
c) Neuropati diabetes
11
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidak seimbangan metabolik dan
pengaruh pada fungsi organ.
Aktivitas/Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, otonus otot menurun. Gangguan tidur/istirahat.
Tanda: takikandia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Letargi/disorentasi, koma.
Penurunan kekuatan otot.
Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi; IM akut.
Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: Takikardia
Perubahan tekana darah postural; hipertensi
Nadi yang menurun/ tak ada.
Disritmia.
Krekels; DVJ
Kulit panas, kering, dan kemerahan; bola mata cekung.
Integritas Ego
Gejala: Stres; tergantung pada orang lain.
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda: Ansietas, peka rangsangan.
Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia.
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang
Nyeri tekan abdornen.
Diare.
Tanda: urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat).
Urine berkabut, bau busuk (infeksi).
Abdomen keras, adanya asites.
Bising usus lemah dan menurun: hiperaktif (diare).
12
Makanan/cairan
Gejala: hilang napsu makan.
Mual/muntah.
Tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat.
Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu.
Haus.
Penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda: Kulit kering/bersisik, tugor jelek.
Kekakuan/distensi abdomen, muntah.
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhhan metabolik dengan
peningkatan gula darah).
Bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton).
Neurosensori
Gejala: pusing/pening.
Sakit kepala.
Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan.
Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (rahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma).
Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda: lapar udara.
Batuk, dengan/tanpa sputum purulen (infeksi).
Frekuensi pernapasan.
Keamanan
Gejala: kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda: Demam. Diaforesis.
Kulit rusak, lesi/ulserasi.
13
Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menutun
dengan cukup tajam).
Seksualitas
Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria; kesulitan orgasme pada wanita.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor risiko keluarga; DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat.
Pengguanaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Pertimbangan DRG menunjukan rerata lawan dirawat: 5,9 hari.
Rencana Pemulangah:
Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih.
b. Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
e. Elektrolit:
Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
Fosfor: lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan konrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama
hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA
dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden (mis. ISK baru).
14
g. Gas darah arteri: biasanya menunjukan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asam metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres atau infeksi.
i. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan
fungksi ginjal).
j. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufiensi
insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi.
(autoantibodi).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkat glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine: gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kaltur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada kulit.
o. Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi:
1) Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
pembentukan kalus ”claw”.
2) Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3) Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang.
4) Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5) Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selullitis.
6) Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.
p. Ankle Brachial Pressure Index (ABPI):
test non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle)
dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik
diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held vascular
Doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau
aneroid). Pemeriksaan ABPI sebaiknya dilakukan pada pasien yang
15
mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri
sehingga dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer
atau mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk
ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau
edema.
PROSEDUR PENGUKURAN ABPI
1) Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan
posisi jantung.
2) Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45
derajat.
3) Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.
4) Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
5) Ulangi pada lengan yang lain.
6) Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri
tibilias dengan sudut 45 derajat.
7) Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg
diatas tekanan darah sistolik palpasi.
8) Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle.
9) Ulangi pada kaki yang lain.
10)Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan
dan kiri) dan tekanan darah systolic ankle teritnggi (diantara kaki kanan
dan kaki kiri).
Nilai ABPI = Tekanan darah sistolik brachialis/ Tekanan darah
sistolik ankle
INTERPRETASI NILAI ABPI MENURUT ADA
1) ABPI = > 1.3 : dugaan kalsifikasi arteri
2) 0,91-1,3 : normal
16
3) 0,9-0,8 : ringan
4) 0,79-0,5 : sedang
5) <0,50 : berat
Dalam penentuan nilai ABPI kadang ditemukan tekanan darah sistolik
false tinggi ditemukan pada pasien diabetic. Hal ini disebabkan tekanan
manset tidak mampu menekan pembuluh darah distal yang mengalami
kalsifikasi.
q. Pemeriksaan HbA1C
Pemeriksaan HbA1c merupakan pengukuran rata-rata konsentrasi
glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Hemoglobin terglikasi
(HbA1c) merupakan gugus heterogen yang terbentuk dari reaksi kimia
antara glukosa dan hemoglobin. Kecepatan pembentukan HbA1c
proporsional dengan konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan ini sangat
diperlukan dalam upaya manajemen DM yang optimal untuk memperkecil
risiko komplikasi diabetes.
Menilai kualitas pengendalian diabetes dengan tujuan untuk mencegah
komplikasi diabetes dan menilai efektivitas perubahan terapi setelah 2-3
bulan. Tidak direkomendasikan untuk skrining dan diagnosis diabetes.
Nilai Rujukan:
1) Orang normal : 4,0 – 6,0 %
2) DM terkontrol baik : kurang dari 7%
3) DM terkontrol lumayan : 7,0 – 8,0 %
4) DM tidak terkontrol : > 8,0 %
r. Gastropatik Diabetikum
Kondisi ini ditandai oleh perlambatan pengosongan lambung dan
dihubungkan dengan gejala gastrointestinal bagian atas tanpa adanya
obstruksi mekanik. Perlambatan pengosongan lambung pada pasien-
pasien diabetes diakibatkan oleh hiperglikemia yang tidak terkontrol, gizi
buruk, dan dehidrasi, yang akan menyebabkan kualitas hidup yang buruk,
perawatan lama di rumah sakit, dan menurunnya tingkat produktivitas.
Namun, mendiagnosis gastroparesis diabetik tidak semudah yang
dibayangkan, gejalanya tidak spesifik dan banyaknya diagnosis banding.
Begitu pula, penatalaksanaannya juga tak mudah, diagnosis umumnya
17
terlambat, pelayan kesehatan tidak mengenali gastroparesis diabetik
sebelum timbul komplikasi serta masih adanya bias terapi. Penelitian
terkontrol acak mengenai terapi gastroparesis diabetik pun masih sangat
sedikit. Sehingga, keterampilan menegakkan diagnosis serta
menatalaksana pasien gastroparesis diabetik penting diketahui dan
dikuasai oleh dokter umum.
Mengenai definisi gastroparesis diabetik belum ada konsensus yang jelas.
Bell et al. menjelaskan gastroparesis diabetik sebagai neuropati yang
terjadi di saluran cerna pada pasien diabetes. Talley menggunakan istilah
diabetik gastropati merujuk pada sindrom klinik dari gejala saluran cerna
atas yang memperlihatkan gangguan motilitas pada pasien diabetes
dengan atau tanpa keterlambatan pengosongan lambung. Namun,
seluruhnya setuju bahwa keterlambatan pengosongan lambung pada
gastroparesis diabetik terjadi tanpa adanya obstruksi mekanik. Pedoman
dari American Gastroenterological Association (AGA) tentang diagnosis
dan terapi gastroparesis menyatakan bahwa diagnosis gastroparesis
sebaiknya didasarkan pada adanya gejala dan tanda yang sesuai,
perlambatan pengosongan lambung, dan tidak adanya lesi obstruksi
struktural di lambung atau usus halus.
Tujuan pengobatan pasien gastroparesis diabetik adalah untuk menjaga
kadar glukosa darah terkontrol, mengontrol gejala saluran cerna atas,
menjamin hidrasi dan nutrisi yang cukup, meningkatkan pengosongan
lambung, dan mencegah komplikasi seperti dehidrasi, malnutrisi, dan
perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan medis dengan obat-obatan
prokinetik, agen antiemetik, dan analgesik dibutuhkan untuk mengontrol
gejala gastroparesis diabetik. Narkotika sebaiknya dihindari pada pasien
gastroparesis diabetik, sejak diketahui agen ini (seperti morfin) dapat
memperlambat pengosongan lambung. Pendekatan nonfarmakologi untuk
tatalaksana gastroparesis diabetik refrakter meliputi injeksi toksin
botulinum dan stimulasi elektrik lambung. Beberapa gejala dan komplikasi
dari gastroparesis diabetik berat dan refrakter dapat diatasi dengan bedah
melalui pyloroplasty dan antrectomy.
18
Prioritas Keperawatan
1. Memperbaiki ciaran/elektrolit dan keseimbangn asam-basa.
2. Memperbaiki metabolisme abnormal.
3. Mengidentifikasi/membantu penanganan terhadap penyebab/penyakit
yang mendasarinya.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis, perawatan diri,
dan kebutuhan pengobatannya.
Tujuan Pemulangan
1. Homeostasis dapat dipertahankan.
2. Faktor-faktor penyebab/pencetus dapat dikontol/dikoreksi.
3. Komplikasi dapat dicegah/dapat diminimalkan.
4. Proses penyakit/prognosis, kebutuhan akan perawatan diri dan
pengobatannya dapat dipahami.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa Keperawatan:
Dapat dihubungkan
dengan:
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
Kekurangan Volume Cairan
Diuresis osmotik (dari hiperglikemia).
Kehilangan gastrik berlebihan: Diare, muntah.
Masukan dibatasi: Mual, kacau mental.
Peningkatan haluaran urine, urine encer.
Kelemahan; haus, penurunan barat badan tiba-tiba.
Kulit/membran mukosa kering, tugor kulit buruk.
Hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler.
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria
Evaluasi-Pasien akan:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, tugor kuit
dan pnegisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara
individual, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
19
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan
lamanya/intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang sangat
berlebihan.
Rasional
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumya (beberapa jam sampai
beberapa hari). Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air tidak kasatmata.
2. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan
berat tingan hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien
turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisis duduk/berdiri.
Catatan: Neuropati jantunga dpat memutuskan refleks-refleks yang secara
normal meningkatkan denyut jantung.
3. Pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.
Rasional
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kopensasi alkalosis res piratoris terhadap keadaan
ketoasisdosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan pemecahan
asam aseto-asetat dan harus berkurang bila kotosis barus terkoreksi.
4. Frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas dan
adanya periode apnea dan muculnya sranisis.
Rasional
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akana menyebabkan pola dan grekuensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan;
pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan munculnya sianosis mungkin
merupakan infikasi dari kelelahan pernapasan dan/atau mungkin pasien itu
kehilangan kemampuanya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
5. Suhu, warna kulit, atau kelembabanya.
Rasional
20
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi
pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin
sebagai cerminan dari dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, tugor kulit, dan membran murkosa.
Rasional
Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine
Rasional
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
8. Ukur berat banda setiap hari
Rasional
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
9. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikti 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan
Rasional
Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
10.Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulakan rasa nyaman. Selimuti
pasien dengan selimut tipis.
Rasional
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap pasien lebih lanjut akan
dapat menimbulkan kehilangan cairan.
11.Kaji adanya perubahan mental/sensori.
Rasional
Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau yang
rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia), elektrolit yang abnormal, asidosis,
penutunan perfusi serebral, dan berkembangnya hipoksia. Penyebab yang
tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat menjadi predisposisi (perncetus)
aspirasi pada pasien.
12.Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan
distensi lambung.
21
Rasional
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung yang seringkali
akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan
kekurangan cairan ata elektrolit.
13.Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat peningkatan berat
badan, nadi tidak teratur, dan adanya distensi pada vaskuler.
Rasional
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangatg berptensi
menimbulkan kelebihan beban cairan dan GJK.
Tindakan/Intervensi Kolaborasi
1. Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi;
Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional
Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respons pasien secara individual.
Albumin, plasma, atau dekstran.
Rasional
Plasma ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan tersebut
mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal
dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
2. Pasang/pertahankan keteter urine tetap terpasang.
Rasional
Memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran haluaran urine
terutama jika neuropati atonom menimbulkan gangguan katung kemih (retensi
urine/inkontenensia). Dapat dilepas jika pasien berada dalam keadaan stabil
untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi.
3. Pemeriksaan laboratorium seperti:
Hematokrit (Ht).
Rasional.
Mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali meningkat akibat hemokonsentrasi yang
terjadi setelah dieresis osmotik.
BUN/Kreatinin.
Rasional
22
Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau
tanda awitan kegagalan ginjal.
Osmolalitas darah.
Rasional.
Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi.
Natrium.
Rasional.
Mungkin menurut yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intresel
(dieresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam bersepons terhadap
sekresi aldosteron.
Kalium.
Rasional
Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespons pada asidosis, namun
selanjutnya kalium ini akan hilang melalui urine, kadar kalium absolut dalam
tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi, kekurangan kalium
serum justru akan telihat.
4. Berikankan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV atau melalui oral sesuai
indikasi.
Rasional.
Kalium harus ditambah pada IV (segera aliran urine adekuat) untuk mencegah
hipokalemia. Catatan: kalium fosfat dapat diberikan jika cairan IV mengandung
natrium klorida untuk mencegah kelebihan beban klorida.
5. Berikan bikarboat jika pH kurang dari 7,0.
Rasional.
Diberikan dengan hari-hari untuk membantu memperbaiki asidosis pada adanya
hipotensi atau syok.
6. Pasang selang NG dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
Rasional.
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
Diagnosa Keperawatan:
Dapat dihubungkan
Nutrisi, Perubahan: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan
23
dengan:
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan
metabolisme protein/lemak).
Penutunan masukan oral; anoreksia, mual, lambung
penuh nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Status hipermetabolisme: Pelepasan hormone stress
(mis., epinefrin, kortisol, dan hormone pertumbuhan),
proses infeksius.
Melaporkan masukan makanan takadekuat, kurang
minat pada makanan.
Penurunan berat badan; kelemahan, kelelahan, tonus
otot buruk.
Diare.
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria
Evaluasi-Pasien akan:
Mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat.
Menunjukan tingkat energy biasanya.
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau
penambahan ke arah rentang biasanya/yang diinginkan
dengan nilai laboratorium normal.
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional.
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan
utilasasinya).
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Rasional.
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan kebutuhan terapeutik.
3. Auskkultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,
muntah makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
Rasional.
24
Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi. Catatan: kesulitan jangka panjang dengan
penurunan pengosongan lambung dan motilitas usus yang rendah
mengisyaratkan adanya neuropati atonom yang mempengaruhi saluran
percernaan dan memerlukan pangobatan secara simptomatik.
4. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian
cairan melalui oral. Dan selanjutnya terus mengupayakan pemberian
makanan yang lebih sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik/cultural.
Rasional.
Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukan dalam perncanaan
makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan ini sesuai dengan
indikasi.
Rasional.
Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. Catatan: Berbagai metode
bermanfaat untuk perencanaan diet meliputi pergantien daftar menu, system
perhitungan kalori, indeks glikemik atau seleksi awal menu.
7. Observasi tanda-tanda hipoglikemia. Seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar. Peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan.
Rasional.
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang,
dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi. Jika
pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Ini secara potensial dapat
mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui
25
tindakan protocol yang direncanakan. Catatan: DM tipe I yang telah
berlangsung lama mungkin tidak akan menunjukan tanda-tanda hipoglikemia
seperti biasanya karena respons normal terhadap gula darah yang rendah
mungkin dikurangi.
Tindakan/Intervensi Kolaborasi
1. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
Rasional
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akura (menunjukan keadaan
saat dilakukan pemeriksaan) dari pada memantau gula dalam urine (reduksi
urine) yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan
dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau adanya
retensi urine/gagal ginjal. Catatan: beberapa penelitian telah menemukan bahwa
glukosa urine 20% berhubungan dengan gula darah antara 140-360 mg/dl.
2. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aston, pH, dan HCO3.
Rasional
Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi
insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa kemudian
dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini
terjadi, kadar aseton akan menutun dan asidosis dapat dikoreksi.
3. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV secara intermiten
atau secara kontinu. Seperti bolus IV diikuti dengan tetesan yang kontinu melalui
alat pompa kira-kira 5-10 UI/jam sampai glukosa darah mencapai 250 mg/dl.
Rasional
Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dpat
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV
merupakan rute pilihan utama karena absorpsi dari jaringan subkutan mungkin
tidak mennetukan/sangat lambat. Banyak orang percaya/berpendapat bahwa
metode kontinu ini merupakan cara yang optimal untuk mempermudah transisi
pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia.
4. Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setangah salin normal.
Rasional
26
Larutan glukosa ditambakan setelah insulin dan cairan membawa darah kira-kira
250 mg/dl. Dengan metabolisme karbohidrat mendekati normal, perawatan
harus diberikan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.
5. Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
Rasional
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien: menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu
pasien atau orang terdekat dalam mengembangkan perencanaan makan.
6. Berikan kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein dan 20% lemak dalam penataan
makanan/pemberian makanan tambahan.
Rasional
Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel, bucis, gandum, dll) menurunkan
kadar glukosa/kebutuhan insulin, menurunkan kadar kolesterol darah, dan
meningkatkan rasa kenyang. Pemasukan makanan akan dijadwalkan sesuai
karakteristik insulin yang spesifik.(missal efek puncaknya) dan respon pasien
secara individual. Catatan: makanan tambahan yang komplek karbohidrat
terutama sangat penting (jika insulin diberikan dalam dosis terbagi) untuk
mencegah hipoglekemia selama tidur dan potensial respons somogyi.
7. Berikan obat metaklopramid (reglan); tetrasiklin.
Rasional
Dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala yang berhubungan dengan neuropati
otonomi yang mempengaruhi saluran cerna, yang selanjutnya meningkatkan
pemasukan melalui oral dan absorpsi zat makanan (nutrien).
Diagnosa Keperawatan:
Faktor risiko meliputi:
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
Infeksi, Risiko Tinggi Terhadap (Sepsis)
Kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan pada sirkulasi.
Infeksi pernapasan yang ada sebelumnya, atau ISK.
Tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda dan
gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/
27
Evaluasi-Pasien akan: menurunkan risiko infeksi.
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup
untuk mencegah terjadinya infeksi.
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
Rasional
Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya mencetuskan keadaan
ketosisdosis atau dapat mengakibatkan infeksi nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik
pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya
sendiri.
Rasional
Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial)
3. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasive (seperti pamasangan
unfus, kateter folley dan sebagainya), pemberian obat intravena dan
memberikan perawatan pemeliharaan. Lakukan pengobatan melalui IV sesuai
indikasi.
Rasional
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
pertumbuhan kuman.
4. Pasang keteter/lakukan perawatan perineal dengan baik. Ajarkan pasien
wanita untuk membersihkan daerah perinealnya dari depan kearah belakang
setelah eliminasi.
Rasional
Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih. Pasien koma memiliki
risiko yang khusus jika terjadi tensi urine pada saat awal dirawat. Catatan:
pasien wanita lansia merupakan kelompok utama yang berisiko terjadi infeksi
saluran kemih/vagina.
5. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang
(tidak berkerut).
Rasional
28
Sirkulasi perifer bisa teganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan
risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
6. Kultasi bunyi napas.
Rasional
Ronki mengindikasikan adanya akumulasi sekret yang mungkin berhubungan
dengan pneumonia/bronchitis (mungkin sebagai pencetus dari DKA). Edeman
paru (bunyi krekels) mungkin sebagai akibat dari pemberian cairan yang
terlalu cepat/berlebihan atau GJK.
7. Posisikan pasien pada posisi semi-Fowler.
Rasional
Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan risiko
terjadinya aspirasi.
8. Lakukan perubahan posisi dan anjurkan pasien untuk batuk napas dalam jika
pasien sadar dan kooperatif. Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas
dengan menggunakan teknik steril sesuai keperluan.
Rasional
Membantu dalam memventilasikan semua daerah paru dan memobilisasi
sekret. Mencegah agar sekret tidak statis dengan terjadinya peningkatan
terhadap risiko infeksi.
9. Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampung sputum atau sekret yang dihasilkanya.
Rasional
Mengurangi penyebaran infeksi.
10.Membantu pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional
Menurunkan risiko terjadinya penyakit mulut dan gusi.
11.Memberikan untuk makan dan minum adekuat (pemaukan makanan dan
cairan yang adekuat) (kira-kira 3000 ml/hari tidak ada kontraindikasi)
Rasional
Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk
mencegah urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan
pH/keasaman urine, yang menurunkan pertumbuhan bakteri dan
pengeluarkan organism dari system organ tersebut.
29
Tindakan/Intervensi Kolaborasi
1. Memberikan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan fungsi.
Rasional
Untuk mengidentifikasi organism, sehingga dapat memilih/memberikan terapi
antibiotic yang berbaik.
2. Memberikan obat antibiotik yang sesuai.
Rasional
Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
Diagnosa Keperawatan:
Faktor risiko meliputi:
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
Perubahan Sensori-Perseptual: (Uraikan), Risiko
Tinggi Terhadap
Perubahan kimia endogen: ketidakseimbangan
glukosa/insulin dan/atau elektrolit.
(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan
gejala-gejala membuat diagnose actual)
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria
Evaluasi-Pasien akan:
Mempertahankan tingkat mental biasanya.
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan
sensori
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional
Sebagian dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
2. Pangil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang, dan waktu. Berikan
penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas.
Rasional
Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak
dengan realitas.
3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak menggangu waktu istirahat
pasien.
Rasional
Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir.
30
4. Perlihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional
Membantu memelihara pasien tetap berhubunan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
5. Lindungi pasien dari cedera (gunakan pangikat) ketika tingkat kesadaran
pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan
berikan jalan napas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan mengalami
kejang.
Rasional
Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya
cedera, terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.
Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi,
dsb.
6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.
Rasional
Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak, atau paralisis otot ekstraokuler
sementara mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif
dan/atau perawatan penyokong.
7. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada
paha/kaki. Lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan,
kehilangan denyut nadi perifer.
Rasional
Neuropati perifer dapat mengkibatkan rasa tidak nyaman yang berat,
kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai tisiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. Catatan: mononeuropati
mempengaruhi saraf tunggal (paling sering pada daerah femoralis dan otak)
yang menyebabkan nyeri tiba-tiba dan kehilangan fungsi motorik/sensorik
sepanjang jaras saraf uang terkena tersebut.
8. Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/tangan, hindari
terpajan terhadap air panas atau dingin ata penggunaan bantalan/pemanas.
Rasional
31
Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit
karena panas. Catatan: munculnya dingin yang tiba-tiba pada tangan/kaki
dapat mencerminkan adanya hipoglikemia, yang perlu untuk melakukan
pemeriksaan terhadap kadar gula darah.
9. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional
Meningkatkan keamanan pasin terutama ketika rasa keseimbangan
dipengaruhi.
Tindakan/Intervensi Kolaborasi
1. Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan untuk mengatasi
DKA sesuai indikasi.
Rasional
Gangguan dalam poses pikir/potensial terhadap aktivitas kejang biasanya
hilang bila keadaan hiperosmolasitas teratasi.
2. Pantau nilai laboratorium, seperti glukosa darah, osmolalita darah, Hb/Ht,
ureum kreatinin.
Rasional
Ketidakseimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi mental.
Catatan: jika cairan diganti dengan cepat, kelebihan cairan dapat masuk ke sel
otak dan menyebabkan gangguan pada tingkat kesadaran (intoksidasi air).
3. Bantu dengan memblok saraf setempat, mempertahankan unit TENS.
Rasional
Dapat memberikan resa nyaman yang berhubungan dengan neuropati.
Diagnosa Keperawatan:
Dapat dihubungkan:
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
Kelelahan
Penurunan produksi energy metabolic.
Perubahan kimia darah: insutisiensi insulin.
Peningkatan kebutuhan energi: status
hipermetabolik/infeksi
Kurung energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja,
kecenderungan untuk kecelakaan.
Hasil yang Mengungkapakn peningkatan tingkat energi.
32
Diharapkan/Kriteria
Evaluasi-Pasien akan: Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpatisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan.
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal
perencanaan dengan pasien dan indentifikasi aktivitas yang menimbulkan
kelelahan.
Rasional
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2. Berikan aktivitas alternative dengan periode instirahat yang cukup/tanpa
diganggu.
Rasional
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3. Pantau nadi, frekuansi pernapasan dan tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya.
Rasional
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan
kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
5. Tingkat partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-ha sesuai dengan
yang dapat ditoleransi.
Rasional
Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi pasien.
Diagnosa Keperawatan:
Dapat dihubugkan
dengan:
Ketidakberdayaan
Penyakit jangka panjang/progesif yang tidak dapat
diobati
33
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
Ketergantungan pada orang lain
Penolakan untuk mengekspresikan perasaan
sebenarnya; ekspresi tentang mengalami situasi tidak
terkontrol
Apatis, menarik diri, marah.
Tidak memantau kemajuan, tidak berpartisipasi dalam
perawatan/pembuatan keputusan.
Penekanan terhapa penyimpangan/komplikasi fisik
meskipun pasien berkerja sama dengan aturan.
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria
Evaluasi-Pasien akan:
Mengakui perasaan putus asa.
Mengidentifikasikan cara-cara sehat untuk menghadapi
perasaan.
Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk
aktivitas perawatan diri.
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaan tentang
perawatan di rumah sakit dan pneyakitnya secara keseluruhan.
Rasional
Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan
masalah.
2. Akui normalitas dari persamaan.
Rasional
Pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk
memecahkan maslah dan mencari bantuan sesuai kebutuhan. Control
terhadap DM merupakan pekerjaan yang terus-menerus yang bertindak
sebagai pengikat konstan terhadap munculnya penyakit serta ancaman
terhadap kehidupan/kesehatan pasien.
3. Kaji bagiamana pasien telah mengalami masalahnya di masa lalu.
Indentifikasi lokus control.
Rasional
Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan
terhadap tujuan penanganan. Pasien yang mempunyai lokus pusat konrol
34
internal biasanya memperlihatkan cara utnuk meningkatkan control terhadap
program pengobatan sendiri. Pasien yang bertindak dengan lokus eksternal
ingin dirawat oleh orang lain atau mungkin akan mgnendalikan faktor-faktor
eksternal yang mempergaruhinya.
4. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan
diskusikan cara mereak dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien.
Rasional
Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk
memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya (kambuhnya)
penyakit pada pasien tersebut.
5. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga
Rasional
Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri
sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi/kehilangan control diri dan
mungkin mengganggu kemampuan koping.
6. Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan orang terdekat.
Rasional
Tenaga dan pikiran yang konstan diperlukan untuk mengendalikan
diabeticpati visceral yang seringkali memindahkan focus hubungan.
Perkembangan psikologis/neuropati visceral mempengaruhi konsep diri
(terutama fungsi peran seksual) mungkin menambah keadaan stress.
7. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya, seperti ambulasi, waktu berkativitas, dan seterusnya.
Rasional
Mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih
pda saat perawatan dilakukan.
8. Berikan dukudngan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan
diri sendiri dan beriakn umpan balik positif sesuai dengan usaha yang
dilakukannya.
Rasional
Meningkatkan perasaan konrol terhadap situasi.
Diagnosa Keperawatan: Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar), Mengenai
35
Dapat dihubungkan
dengan:
Kemungkinan
dibuktikan oleh:
Penyakit, Prognosis, dan Kebutuhan Pengobatan
Kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
Tidak mengnal sumber informasi.
Pertanyaan/meminta informasi, mengungkapkan
masalah
Ketidakakuratan mengikuti instruksi, terjadinya
komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria
Evaluasi-Pasien akan:
Mengungkapkan pemahaman tentand penyakit.
Mengidentifikasi buugan tanda/gejala dengan proses
penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor
penyebab.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan
menjelaskan rasional tindakan.
Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Tindakan/Intervensi Mandiri
1. Ciptakan lingkungan saling percya dengan mendengarkan penuh perhatian,
dan selalu ada untuk pasien.
Rasional
Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia
mengambil bagian dalam proses belajar.
2. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
Rasional
Partisipasi dalam perencanaan meningkatakn antusias dan kerja sama pasien
dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
3. Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik demonstrasi yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang, gabungkan
keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari.
Rasional
36
Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan
pencerapan pada individu yang belajar.
4. Diskusikan topic-topik utama, seperti:
Apakah kadar glukosa noal itu dan bagaimana hal tersebut dibandingkan
dengan kadar gula darah pasien, tipe DM yang dialami pasien, hubungan
antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi.
Rasional
Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
Rasional terjadinya serangan ketoasidosis.
Rasional
Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari
kambuhnya serang tersebut.
Komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan penglihatan
(retinopati), perubahan dalam neurosensori dan kardiovaskuler,
perubahan fungsi ginjal/hipertensi.
Rasional
Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk lebih
konsisten terhadap perawatannya dan mencegah/mengurangi awitan
komplikasi tersebut.
5. Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger
stick” dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikan kembali.
Instruksikan pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika glukosa darah
lebih tinggi dari 250 ml/dL.
Rasional
Melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali atau lebih dalam
setiap harinya memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri,
meningkatkan kontrol kadar gula darah dengan lebih ketat (misal 60-150
mg/dl) dan dapat mencegah/mengurangi perkembangan komplikasi jangka
panjang.
6. Diskusikan tentang rencana diet, pneggunaan makanan tinggi serat dan cara
untuk melakukan makan di luar rumah.
Rasional
37
Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam
merencanakan makan/mentaati program. Serat dapat memperlambat
absorpsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah,
tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran cerna, flatus
meningkat, dan mempengaruhi absorpsi vitamin/mineral.
7. Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis
insulin yang diresepkan, bila di sesuaikan dengan pasien atau keluarga.
Rasional
Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan
penggunaan yang tepat. Algoritme dosis dibuat, yang masuk dalam
perhitungan dosis obat yang dibuat selama evaluasi rawati inap: jumlah dan
jadwal aktiivitas fisik biasanya, perencanaan makan. Dengan melibatkan
orang terdekat/sumber untuk pasien.
8. Tinjau kembali pemberian insulin oleh pasien sendiri dan perawtan terhadap
peralatan yang digunakan. Berikan kesempatan pada pasien untk
mendemonstrasikan prosedur tersebut (mis., menentukan daerah
penyuntikan dan cara menyuntik atau penggunaan alat suntik pompa
kontinu).
Rasional
Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau maslah
yang potensial dapat terjadi ( seperti penglihatan, daya ingat dan sebagainya)
sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk memberikan insulin tersebut.
9. Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari,
waktu dan dosis obat, diet, aktivitas, perasaan/sensasi dan peristiwa dalam
hidup.
Rasional
Membantu dalam menciptakan gamabarn nyata dari keadaan pasien untuk
melakukan konrol penyakitnya dengan lebih baik dan meningkatkan
perawatan diri/kemandiriannya.
10.Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM tersebut,
seperti latiahn (aerobik versus isometrik), stres, pembedahan dan penyakit
tertentu. Lihat kembali aturan “Sick Day”.
Rasional
38
Informasi ini akan meningkatkan pengendalian terhadap DM dan dapat
sangat menurunkan berulangnya kejadian ketosidosis. Catatan: latihan
aerobik (seperti bejalan, berenang) meningkakan keefektifan penggunaan
insulin yang menurunkan kdadar gual dara dan memperkuat sistem
kardiovaskuler. Perencanaan penangan “Sick Day” membantu
mempertahankan keseimbangan selama sakit, bedah minor, stres emosi
yang berat atau beberapa keadaan yang mungkin meningkatkan gula darah.
11.Tinjau ulang pangaruh rokok pada penggunaan insulin. Anjurkan pasien untuk
menghentikan merokok.
Rasional
Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorpsi insulin diperlambat
selama pembuluh darah ini mengalami konstriksi. Catatan: absorpsi insulin
dapat diturunkan sampai batas 30% dibawah normal dalam 30 menit pertama
setelah merokok.
12.Buat jadwal latihan/aktivitas yang teratur dan identifikasi hubungan dengan
penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Rasional
Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin.
Makanan kedapan ahrus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai
kebutuhan dan rotasi injeksi harus menghindari kelompok otot yang akan
digunakan untuk aktivitas (mis., daerah abdomen lebih dipilih daripada paha
atau lengan sebelum melakukan jogging atau berenang) untuk mencegah
percepatan ambilan insulin.
13. Identifikasi gejal hipoglikemia (mis., lemah, pusing, letargi, lapar, peka
rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tremor, sakit kepala, dan perubahan
mental) dan jelaskan penyebabnya.
Rasional
Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan
mencegah/mengurangi kejadinnya. Catatan: Hiperglikemia saat bangun tidur
dapat mencerminkan fenomena fajar (indikasi perlunya insulin tambahan)
atau respons balik pada hipoglikemia selama tidur (efek Somogyi) yang
memerlukan penutunan dosis insulin atau perubahan diet (mis., pemberian
makanan kudapan pada malam hari). Pemeriksaan kadar gual darah pada
jam 3 pagi membantu dalam mengidentifikasi masalah spesifik.
39
14. Instruksi pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki
tersebut. Demonstrasikan cara pemeriksaan kaki tersebut; inspeksi sepatu
yang ketat dan perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk. Anjurkan
penggunaan stoking dengan bahan serat alamiah.
Rasional
Mencegah/mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan neuropati
perifer dan/atau gangguan sirkulasi terutama selulitis, ganggren, dan
amputasi.
15.Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien
yang telah mengalmi DM tipe I selama 5 tahun lebih.
Rasional
Perubahan dalam penglihatan dapat terjadi secara perlahan dan lebih sering
pda pasien yang jarang mengorol DM. Masalah yang mungkin terjai termasuk
perubahan dalam ketajaman penglihatan dan mungkin berkembang kearah
retinopati dan kebutaan.
16.Susun alat bantu penglihatan ketika diperlukan, mis., memperbesar garis
kalal pada jarum insulin, instruksi dengan cetakan besar, pengukur glukosa
darah sekali sentuh.
Rasional
Alat bantu adaptif telah dikembangkan 5 tahun terakhir untuk membantu
individu dengan gangguan penglihatan DM-nya sendiri dengan lebih efektif.
17.Diskusikan mengnai funsi seksual dan jawab semua pertanyaan pasien atau
orang terdekat.
Rasional
Seringkali, terjadi impoten (mungkin gejala pertama dari serangan DM).
Catatan: konseling dan/atau pneggunaan penis prostese mungkin
bermanfaat.
18.Tekankan pentingnya penggunaan dari gelang bertanda khusus.
Rasional
Dapat mempercepat masukan kedalam pusat-pusat sistem kesehatan dan
perawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang lebih kecil pada
keadaan darurat.
40
19.Rekomendarikan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dujual bebas
tanap konsultasi dengan tenaga kesehatan/tidak boleh memakai obat tanpa
resep.
Rasional
Produktivitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat
yang diresepkan.
20.Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional
Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat dan
mecegah eksaserbasi DM, menurunkan perkembangan komplikasi sistemik.
21.Lihat kembali tanda/gejala yang memerlukan evaluasi secara medis, seperti
demam, pilek/gejala flu, urine keruh/berwarna pekat, nyeri saluran kemih,
penyembuhan panyakit yang lama, perubahan sensori (nyeri/kesemutan)
pada ekstremitas bawah, perubahan pada kadar gula darah, dan muculnya
keton pada urine.
Rasional
Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih
serius atau komplikasi yang mengancam kehidupan.
22.Demonstrasikan teknik penanganan stes, seperti latihan napas dalam,
bimbingan imajinasi, mengalihkan perhatian.
Rasional
Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhapa respons stres yang dapat
membantu utnuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin.
23. Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
Rasional
Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang perubahan gaya hidup
dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.
41