dm nefropati

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefropati diabetik didefinisikan sebagai proteinuria (albuminuria) yang menetap (>300 mg/24 jam) secara klinis pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG (laju filtrat glomerulus), telah dilaporkan terjadi pada 25-40% orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Orang dengan diabetes, khusunya yang terlibat dengan ginjal juga terjadi peningkatan mortalitas dan morbiditas oleh kardiovaskular. Oleh karena itu, identifikasi awal pada yang orang yang berisiko tinggi dan dibutuhkan pengobatan awal untuk melindungi ginjal dan kardiovaskular sangat penting.1,2 Diperkirakan satu pertiga pasien dengan diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan satu perenam pasien dengan DM tipe 2 akan berkembang menjadi nefropati diabetik. Ketika nefropati diabetik telah terjadi, interval menuju end stage renal disease (ESRD) bervariasi dari 4 tahun pertama pada penelitian awal hingga lebih dari 10 tahun pada penelitian baru-baru ini dan terjadi kemiripan antara DM tipe 1 dan tipe 2. Meskipun DM tipe 2 merupakan penyebab ESRD yang umum terjadi di negara Barat, orang dengan penyakit ginjal dan DM tipe 2 tidak mencapai ESRD karena mortalitas kardiovaskular meningkat dua kali lipat-empat kali lipat pada adanya masing-masing mikroalbuminuria atau nefropati.3 Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien nefropati diabetik adalah kontrol gula darah, tekanan darah, dislipidemia dan merokok. Pada faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodofikasi termasuk didalamnya jenis kelamin, lamanya diabetes, genetik keluarga dan faktor etnik.3 Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong

Upload: angela-nellyn-lim

Post on 04-Aug-2015

122 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dm Nefropati

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangNefropati diabetik didefinisikan sebagai proteinuria (albuminuria) yang menetap (>300 mg/24 jam) secara klinis pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG (laju filtrat glomerulus), telah dilaporkan terjadi pada 25-40% orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Orang dengan diabetes, khusunya yang terlibat dengan ginjal juga terjadi peningkatan mortalitas dan morbiditas oleh kardiovaskular. Oleh karena itu, identifikasi awal pada yang orang yang berisiko tinggi dan dibutuhkan pengobatan awal untuk melindungi ginjal dan kardiovaskular sangat penting.1,2

Diperkirakan satu pertiga pasien dengan diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan satu perenam pasien dengan DM tipe 2 akan berkembang menjadi nefropati diabetik. Ketika nefropati diabetik telah terjadi, interval menuju end stage renal disease (ESRD) bervariasi dari 4 tahun pertama pada penelitian awal hingga lebih dari 10 tahun pada penelitian baru-baru ini dan terjadi kemiripan antara DM tipe 1 dan tipe 2. Meskipun DM tipe 2 merupakan penyebab ESRD yang umum terjadi di negara Barat, orang dengan penyakit ginjal dan DM tipe 2 tidak mencapai ESRD karena mortalitas kardiovaskular meningkat dua kali lipat-empat kali lipat pada adanya masing-masing mikroalbuminuria atau nefropati.3

Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien nefropati diabetik adalah kontrol gula darah, tekanan darah, dislipidemia dan merokok. Pada faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodofikasi termasuk didalamnya jenis kelamin, lamanya diabetes, genetik keluarga dan faktor etnik.3 Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.4

1.2 Batasan MasalahReferat ini membahas definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisiologi, patologi, penatalaksanaan dan prognosis nefropati diabetik.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisologi, patologi, penatalaksanaan dan prognosis nefropati diabetik.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah kedokteran.3. Memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

1.4 Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.

Page 2: Dm Nefropati

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiNefropati diabetik adalah sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG (laju filtrat glomerulus).1,2Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik.1

Diagram 2.1. Algoritma diagnosis albuminuria11

2.2. EpidemiologiInsidens kumulatif mikroalbuminuria pada pasien DM tipe 1 adalah 12.6% berdasarkan European Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study Group selama lebih dari 7,3 tahun dan hampir 33% pada follow-up selama 18 tahun pada penelitian di Denmark. Pada pasien dengan DM tipe 2, insidens mikroalbuminuria adalah 2% per tahun dan prevalensi selama 10 tahun setelah diagnosis adalah 25% di U.K. Prospective Diabetes Study (UKPDS). Proteinuria terjadi pada 15-40% dari pasien dengan DM tipe 1, dengan puncak insidens sekitar 15-20 tahun dari pasien diabetes. Pada pasien dengan DM tipe 2, prevalensi sangat berubah-ubah, berkisar antara 5 sampai 20%.5

Page 3: Dm Nefropati

Nefropati diabetik lebih umum di antara orang Afrika-Amerika, Asia, dan Amerika asli daripada orang Kaukasia. Di antara pasien yang memulai renal replacement therapy, insidens nefropati diabetik dua kali lipat dari tahun 1991-2001. Rata-rata peningkatan menjadi semakin menurun, mungkin karena pemakaian pada praktek klinis bermacam-macam langkah yang berperan pada diagnosis awal dan pencegahan nefropati diabetik, yang dengan cara demikian menurunkan perkembangan penyakit ginjal yang terjadi. Bagaimanapun, pelaksanaan langkah-langkah ini jauh dibawah tujuan yang diharapkan.5 

Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.4

2.3 Faktor risikoTidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor risiko antara lain:5

1. Kepekaan genetik2. Hiperglikemia3. Hipertensi4. Dislipidemia5. Hiperfiltrasi glomerular6. Merokok7. Tingkat proteinuria 8. Faktor diet seperti jumlah dan sumber protein dan lemak dalam makanan.

2.4 KlasifikasiMogensen membagi 5 tahapan nefropati diabetik, yaitu :1

a. Tahap 1Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.

b. Tahap 2 Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerolus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan mesangium fraksional.

c. Tahap 3Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

d. Tahap 4

Page 4: Dm Nefropati

Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah.

e. Tahap 5Timbulnya gagal ginjal terminal.

Table 2.1. Derajat Nefropati Diabetik: Cutoff Values dari Albumin Urin untuk Diagnosis dan Karakteristik Klinis yang Utama5,7

Derajat cutoff values Albuminuria Karakteristik KlinisMikroalbuminuria 20-199 µg/mnt   Nocturnal

  Peningkatan tekanan darah30-299 mg/24 jam         Peningkatan  trigliserida,

kolesterol total,  LDL, dan asam lemak jenuh

30-299 mg/g*    Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik

  Disfungsi endotel   Berhubungan dengan

retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskuler

  Peningkatan mortalitas kardiovaskuler

  LFG stabilMacroalbuminuria† ≥200 µg/mnt Hipertensi

≥300 mg/24 jam Peningkatan trigliserida kolesterol total dan LDL

>300 mg/g*     Asimptomatik    Iskemik miokardial    Penurunan LFG yang

progresif

* Sedikit sampel urin†Pengukuran proteinuria total (≥500 mg/24 jam atau ≥430 mg/l in sedikit sampel urin) dapat juga digunakan untuk menetapkan derajat ini.

2.5 PatofisiologiPatofisiologi, gambaran klinis, dan bentuk nefropati diabetik adalah mirip antara DM tipe 1 dan tipe 2, meskipun sejalannya waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih singkat. Hipertensi glomerular dan hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang paling awal pada hewan eksperimental dan manusia yang diabetes dan diobservasi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu diagnosis. Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.1,6 

Page 5: Dm Nefropati

Diagram 2.2 Patofisiologi Nefropati Diabetik9

Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.1,6

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.1,6,8,10 

Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.1,10

Page 6: Dm Nefropati

2.6 PatologiDiabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis klasik dicirikan sebagai penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus, hialinosis, mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial juga terjadi. Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul Kimmelstiel-Wilson atau ekspansi mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50% pasien yang terdapat proteinuria. Pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria memiliki lebih banyak struktur heterogenitas daripada pasien dengan DM tipe 1.5Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis, ekspansi mesangium yang kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus, hialinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.1,5,8

2.7 Penatalaksanaan Evaluasi Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin.1 Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *)72 x kreatinin serum*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2.2. Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes 1Derajat cutoff values Albuminuria Karakteristik Klinis

Mikroalbuminuria 20-199 µg/mnt   Nocturnal  Peningkatan tekanan darah

30-299 mg/24 jam         Peningkatan  trigliserida, kolesterol total,  LDL, dan asam lemak jenuh

30-299 mg/g*    Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik

  Disfungsi endotel   Berhubungan dengan

retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskuler

  Peningkatan mortalitas kardiovaskuler

  LFG stabilMacroalbuminuria† ≥200 µg/mnt Hipertensi

≥300 mg/24 jam Peningkatan trigliserida kolesterol total dan LDL

>300 mg/g*     Asimptomatik    Iskemik miokardial    Penurunan LFG yang

progresif

Page 7: Dm Nefropati

Terapi Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :

1. Pengendalian gula darah dengan olahraga, diet, obat anti diabetes.2. Pengendalian tekanan darah dengan diet rendah garam, obat antihipertensi.3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB).4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain seperti pengendalian kadar lemak,

mengurangi obesitas.1,3

Terapi non farmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat meliputi olah raga rutin, diet, menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam 4-5 g/hari, serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.1

Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB. Walaupun pasien diabetik nefopati memiliki tekanan darah normal, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah, penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, ekspansi matriks, sitokin dan sintesa growth factor, disamping hambatan aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas terhadap insulin.1 Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10-15 ml/menit dianjurkan untuk memulai dialisis.3

RujukanAmerican Diabetes Association menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/menit/1.73m2 atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi dan hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30 ml/menit/1.73m2 atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.1

2.8 PrognosisSecara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada kedua tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%. Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum sekurang-kurangnya 10 tahun pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan NIDDM yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th) biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun.9

Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria meningkatkan mortalitas dari bermacam-macam penyebab dalam diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga memperkirakan coronary and peripheral vascular disease dan kematian dari penyakit kardiovaskular pada populasi umum nondiabetik. Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat lebih tinggi tingkat relatif

Page 8: Dm Nefropati

mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan proteinuria memiliki karakteristik hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas relatif, dengan mortalitas relatif maksimal pada interval umur 34-38 tahun (dilaporkan pada 110 wanita dan 80 pria).9

ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian pada pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah onset proteinuria, dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah onset proteinuria pada pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga penyebab utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan IDDM, meskipun terjadi pada usia yang relatif muda.9

BAB IIISIMPULAN DAN SARAN 3.1

Simpulan 1.Nefropati diabetik ditandai oleh terjadinya albuminuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. 2. Faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik adalah:

Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl [7,7-8,8 mmol/l]); AIC >7-8%

Faktor-faktor genetis Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus,

peningkatan tekanan intraglomerulus) Hipertensi sistemik Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik) Keradangan Perubahan permeabilitas pembuluh darah Asupan protein berlebih Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation

end products, peningkatan produksi sitokin) Pelepasan growth factors Kelainan metabolisme karbohidrat/ lemak/ protein Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

membrane basalis glomerulus) Gangguan ion pumps (peningkatan Na+ -H+ pump dan penurunan Ca2+- ATPase

pump) Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia) Aktivasi protein kinase C

3. Prinsip tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui pengendalian gula darah, tekanan darah, perbaikan fungsi ginjal dan pengendalian faktor komorbid.

3.2 Saran1. Perlu dilakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus untuk mengetahui adanya penurunan fungsi ginjal.2. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai nefropati diabetik agar diketahui data insidensi nefropati diabetik di Indonesia.

Page 9: Dm Nefropati

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendromartono. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. 1898-1901.

2. Shaw KM, Cummings MH. Diabetes Chronic Complications. 2nd edition. 2005. West Sussex: John Wiley and Sons,Ltd.

3. Boner G, Cooper ME. Management of Diabetic Nephropathy. 2005. London: Martin Dunitz, Ltd.

4. Adam JMF. Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama Penderita Diabetes dan Upaya Pencegahan. Supl 26:3;2005. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/9-John%20Adam.pdf [Diakses 7 Februari 2010]

5. Gross JL, de Azevedo MJ, Silveiro SP, Canani LH, Caramori ML, Zelmanovitz T. Diabetic Nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment: Stages, Clinical Features, and Clinical Course. http:/medscape.com [Diakses 6 Februari 2010]

6. Brenner B, Brady HR, O'Meara YM. Nefropati Diabetik. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine. 2001. New York: McGraw-Hill.

7. Kariadi SH. Diabetes? Siapa Takut!! Panduan Lengkap untuk Diabetisi, Keluarganya, dan Profesional Medis. 2009. Bandung: Qanita.

8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Ed 7. 2006. Jakarta: EGC.

9. Soman SS. Diabetic Nephropathy. Henry Ford Hospital. Nov 19, 2009. http:/emedicine.medscape.com [Diakses 26 Februari 2010]

10. Dronavalli S, Duka I, Bakris GL. The Pathogenesis of Diabetic Nephropathy. 2008. http:/cme.medscape.com [Diakses 26 Februari 2010]

11. National Kidney Foundation KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for Diabetes and Chronic Kidney Disease.2007.http://www.kidney.org/Professionals/kdoqi/guideline_diabetes/guide1.htm [Diakses 6 Februari 2010]

Page 10: Dm Nefropati

Dosis Optimal Candesartan untuk Proteksi Ginjal Penderita Diabetik Nefropati ADVERTORIAL - Edisi Januari 2009 (Vol.8 No.6)

Diabetik nefropati dialami oleh 30-40% pasien diabetes melitus tipe 2, dan bisa berakhir dengan komplikasi serius. Penyakit ini menjadi penyebab utama gagal ginjal tahap akhir dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Di seluruh penjuru dunia, kejadian diabetik nefropati dikhawatirkan meningkat mengikuti peningkatan kasus diabetes. Oleh karena itu, strategi-strategi terapi untuk mencegah perkembangan dan memburuknya diabetik nefropati menjadi amat penting.

Beberapa uji klinis menunjukkan manfaat obat-obat antihipertensi pada pasien diabetes yang mengalami proteinuria. Terapi antihipertensi bisa mengurangi proteinuria, memperlambat penurunan fungsi ginjal, dan menurunkan risiko gagal ginjal tahap akhir, serta meningkatkan angka kelangsungan hidup.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa proteinuria pada penderita nefropati, diabetik maupun non-diabetik, sebisa mungkin harus dikurangi. Ada beberapa alasan. Pertama, penurunan sejak awal proteinuria saat pasien memulai terapi dengan antihipertensi bisa menjadi menjadi prediktor proteksi ginjal dalam jangka panjang. Semakin besar penurunan proteinuria sejak dini, maka semakin baik outcome untuk ginjal dalam jangka panjang. Kedua, proteinuria residual selama terapi dengan antihipertensi sebanding dengan hilangnya kekuatan filtrasi ginjal.

Setidaknya ada tiga studi landmark pada penderita diabetes tipe 2 dengan penyakit ginjal tahap awal atau lanjut yang menerima manfaat proteksi ginjal dengan obat-obat antihipertensi. Dalam hal ini antihipertensi yang memiliki mekanisme kerja menghambat renin-angiotensin system (RAS) melalui reseptor antagonis angiotensin II. Pada studi-studi ini, manfaat proteksi ginjal dari angiotensin II reseptor antagonis atau angiotensin reseptor blocker (ARB) tidak terkait dengan efek terhadap penurunan darah. Dan ARB ini lebih superior diibandingkan agen antihiperteni konvensional yang tidak menghambat RAS dalam menurunkan albuminuria serta gabungan end point termasuk gagal ginjal dan kematian.

Sebelumnya, penelitian telah menentukan dosis ARB dengan mengikuti efek maksimal terhadap tekanan darah. Tetapi, kaitan antara dosis dan efek terhadap proteksi ginjal dengan mengukur albuminuria, belum banyak dilakukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan nefropati. Salah satu studi yang meneliti hal itu adalah studi oleh Rossing dkk. Studi ini mengevaluasi efek proteksi ginjal jangka pendek, yang dinilai dengan penurunan albuminuria, dengan menaikkan dosis candesartan pada pasien diabetes tipe 2 yang menderita nefropati.

Dalam studi ini, ada 23 pasien diabetes tipe 2 yang menderita nefropati yang dilibatkan. Studi didisain double-blind randomized cross-over trial dengan empat periode terapi, masing-masing berlangsung 2 bulan. Masing-masing pasien secara acak menerima plasebo dan candesartan 8, 16, dan 32 mg setiap hari. Pengobatan dengan antihipertensi apapun dihentikan sebelum perekrutan kecuali furosemide aksi-panjang, di mana semua pasien menerimanya selama studi dengan dosis rata-rata 40 mg (30-160 mg) per hari. End point studi adalah albuminuria yang diukur dengan turbidimeter, tekanan darah selama 24 jam dan filtrasi glumerular.

Page 11: Dm Nefropati

Hasilnya, ada penurunan albuminuria dan tekanan darah secara signfikan pada penerima candesartan dalam 3 dosis berbeda dibandingkan plasebo. Rata-rata penurunan albuminuria adalah 33% untuk candesartan 8 mg, 59% untuk candesartan 16 mg, dan 52% untuk candesartan 32 mg, dibandingkan plasebo. Albuminuria berkurang secara signifikan pada dua dosis tertinggi candesartan dibandingkan dosis terendah.

Tekanan darah sistolik 24 jam berkurang rata-rata 9 mmHg untuk candesartan 8 mg, 9 mmHg untuk candesartan 16 mg, dan 13 untuk candesartan 32 mg. Sedangkan tekanan darah diastolik 24 jam berkurang 5 mm Hg, 4 mmHg, dan 6 mmHg masing-masing untuk dosis 8, 16, dan 32 mg. Penurunan tekanan darah berlanjut di malam hari. Tidak ada perbedaan signifikan pada penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik di antara tiga dosis candesartan.

Glomerular filtration rate (GFR) berkurang rata-rata 5 ml/menit/1,73 m2 dengan candesartan 8 mg dibandingkan plasebo. Tidak ada perbedaan signifikan dengan dua dosis yang lebih besar. Plasma renin dan konsentrasi angiotensin II meningkat dengan 3 dosis candesartan, dibandingkan plasebo dan tidak ada perbedaan statistik yang bermakna diantara ketiga dosis. Konsentrasi aldosterone plasma cenderung menurun selama terapi dengan ketiga dosis candesartan. Tetapi penurunan hanya berbeda signifikan jika dibandingkan placebo dengan terapi 32 mg sehari. Selama studi, protein dan asupan garam serta kadar kolesterol dan HbA1c tidak berubah.

Secara umum terapi dengan candesartan bisa ditolerir dengan baik tanpa ada efek samping. Ditemukan peningkatan kadar potasium tetapi tidak sampai terjadi hiperkalemia pada pasien-pasien ini yang secara umum normal atau hanya mengalami penurunan fungsi ginjal sedang. Selain itu tidak ada insiden hipotensi, meskipun ada penggantian dosis, misalnya dari plasebo mendapat candesartan 32 mg sehari.

Dari studi tadi terlihat bahwa dosisi optimal candesartan untuk proteksi ginja adalah 16 mg sehari. Hal itu terlihat dengan perubahan albuminuria janga pendek berdasarkan tiga pemeriksaan urin tiga kali berturut-turut pada pasien diabetes tipe 2 yang menderita hipertensi dan mengalami nefropati. Ketiga dosis candesartan sama-sama menurunkan albuminuria dan tekanan darah 24 jam. Tetapi penurunan paling signifikan didapatkan dengan penggunaan candesartan 16 dan 32 mg dibandingkan 8 mg sehari tanpa ada perbedaan di antara dua dosis tertinggi.

Efek baik terhadap albuminuria dan tekanan darah didapat meskipun ada asupan garam yang amat tinggi, yang menyebabkan penurunan aktivitas RAS dan merusak efek agen yang menghambat sintesa dan efek angiotensin II. Tetapi ini semua bisa dikembalikan dengan penambahan diuretik, seperti pada studi ini.

Page 12: Dm Nefropati

Penurunan GFR selama terapi yang tidak terkait dosis candesartan, kemungkinan merupakan hemodinamik reversibel sebagai konsekuensi penurunan tekanan darah seberti yang diduga sebelumnya.

Dalam studi ini 18 pasien secara klinis menderita diabetik nefropati koeksisten dengan albuminuria dan diabetik nefropati. Sekitar sepertiga dari lima pasien tersisa yang tidak mengalami diabetik nefropati kemungkinan mengalami nefropati non-diabetik.

Bagaimanapun, penurunan albuminuria setelah terapi sebanding antara penderita nefropati diabetes maupun non-diabetes. Nampaknya masih dibutuhkan observasi lanjutan untuk mengevaluasi efek proteksi ginjal dari terapi antihipertensi terhadap ginjal, misalnya terkait peningkatan kreatinin, gagal ginjal tahap akhir, dan kematian. Namun perubahan albuminuria jangka pandek sudah bisa menunjukkan prediksi hilangnya GFR jangka panjang baik pada nefropati diabetes maupun non-diabetes, misalnya semakin besar penurunan albumunuria maka semakin lambat progresivitas penyakit ginjal.

16 mg lebih baik

Data dari studi Reduction of End Points in Type 2 Diabetes With the Angiotensin II Antagonist Losartan (RENAAL) pada pasien diabetes tipe 2 yang menderita nefropati secara jelas menunjukkan bahwa penurunan sejak awal proteinuria sebagai dampak terapi antihipertensi dengan atau tanpa ARB, bisa dengan tepat memprediksi efek proteksi ginjal jangka panjang.

Dalam studi Rossing ini, efek masing-masing dosis dievaluasi setelah 8 minggu. Tetapi penurunan maksimal albuminuria dan tekanan darah tidak dicapai dalam waktu 8 minggu. Padahal di studi terdahulu, baik pada nefropati diabetes maupun non-diabetes, menunjukkan efek maksimal antiproteinurea dan antihipertensi maksimal dengan penghambat RAS bisa dicapai dalam waktu 3-4 minggu setelah terapi. Kemungkinan perbedaan ini berasa dari desian studi yang berbeda, yakni studi silang sehingga ada efek yang masih terbawa.

Selain itu, studi-studi terdahulu pada pasien diabetes nefropati menunjukkan peningkatan albuminuria hanya 1 bulan setelah penghentian terapi penghambat RAS yang sudah berlangsung lama (> 1 tahun). Hal ini berkaitan dengan penurunan maksimal mendekati 50% yang bisa didapat dengan terapi ACE inhibitor atau ARB.

Dengan variasi dosis candesartan yang direkomedasikan pada studi ini, memang tidak semua pasien mencapai target tekanan darah sehingga perlu mendapat tambahan antihipertensi jenis lain. Untuk meningkatkan penghambatan RAS, kombinasi ACE inhibitor dan ARB akan bermanfaat.

Sebagai kesimpulan, studi ini menyarankan bahwa dosis dosis optimal candesartan untuk proteksi ginjal, yang ditunjukkan dengan penurunan albumuinuria, pada pasien hipertensi dengan diabetes nefropati adalah 16 mg per hari.

Page 13: Dm Nefropati

Nefropati Diabetik

 

Nefropati diabetik adalah salah satu komplikasi diabetes yang menyerang ginjal. Komplikasi ini cukup

penting mengingat ginjal merupakan organ yang memiliki banyak fungsi vital. Selain itu kerusakan

ginjal baru bergejala jika kerusakannya sudah serius.

 

Ginjal memiliki beberapa fungsi:

1. Menyaring darah untuk menghasilkan urin (air kencing). Pengeluaran urin penting untuk

keseimbangan cairan, pembuangan produk sisa metabolisme, dan pembuangan garam-

garam tertentu.

2. Pengaturan tekanan darah.

3. Aktivasi provitamin D menjadi vitamin D, yang penting untuk kesehatan tulang.

4. Perangsangan sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.

 

Diabetes adalah penyakit yang ditandai kelebihan glukosa dalam sirkulasi darah oleh karena

gangguan pada insulin. Nefropati diabetik adalah kondisi di mana terjadi kerusakan pada kedua ginjal

akibat diabetes. Komplikasi ini dapat timbul pada semua penderita diabetes. Biasanya nefropati

diabetik ini menyerang penderita yang mengidap diabetes selama 10 tahun atau lebih. Pada sebagian

orang yang diagnosis diabetesnya terlambat, rentang waktu antara diagnosis diabetes dan nefropati

tentunya akan lebih singkat.

 

Lalu apakah semua pasien diabetes akan terkena nefropati? Ternyata tidak. Hanya 1 dari 4 pasien

diabetes yang akan mengalami nefropati. Kecenderungan seseorang terkena nefropati diabetik

tergantung pada faktor genetik dan penyakit penyerta, terutama hipertensi.

 

Nefropati diabetik umumnya dicurigai dari hasil pemeriksaan urin rutin. Adanya proteinuria ataupun

mikroalbuminuria; yang menunjukkan adanya protein dalam urin; merupakan tahap awal dari

nefropati. Meskipun demikian proteinuria bukanlah tanda khas untuk nefropati diabetik. Penyebab lain

misalnya infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan sebagainya. Untuk memastikan bahwa gangguan

fungsi ginjal ini disebabkan oleh diabetes, dokter akan melakukan beberapa jenis pemeriksaan

lanjutan.

Page 14: Dm Nefropati

 

Tanpa terapi, nefropati diabetik akan memburuk, tetapi kecepatannya tidak sama antara satu

penderita dengan penderita lainnya. Pertama-tama akan terjadi kebocoran protein dari ginjal,

sehingga tubuh akan kekurangan protein dan terjadilah edema (pembengkakan), dimulai dari kaki.

Bersamaan dengan kejadian ini, tekanan darah akan naik. Kondisi ini dapat berbahaya bagi ginjal

karena tingginya tekanan darah sendiri akan merusak ginjal dan meningkatkan kecenderungan

timbulnya komplikasi jantung dan pembuluh darah. Jika ini terjadi terus menerus, maka ginjal akan

semakin rusak dan pada akhirnya ginjal tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kondisi

akhir inilah yang disebut gagal ginjal. Pada saat seseorang sudah menderita gagal ginjal, gejala pun

mulai bermunculan: mual, gatal-gatal pada kulit, tulang keropos, sesak napas, pucat akibat anemia,

dan sebagainya.

 

Pengobatan terhadap nefropati diabetik sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis,

agar pengobatannya lebih efektif.

 

Apa yang akan dilakukan dokter terhadap pasien nefropati diabetik?

1. Pengendalian tekanan darah sangat penting. Dokter mungkin akan memberikan obat

penurun tekanan darah baik tunggal ataupun kombinasi. Obat pilihan utama yang umumnya

akan diberikan dokter adalah Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB). Obat-obat ini dapat mengurangi kadar protein yang

bocor lewat ginjal.

2. Pengendalian kadar gula darah. Mengendalikan kadar gula darah dapat mencegah

perburukan fungsi ginjal lebih lanjut, sekaligus dapat mencegah atau memperlambat

timbulnya komplikasi diabetes yang lain.

3. Memperbaiki faktor risiko penyakit jantung dengan mengendalikan kadar kolesterol.

4. Mencegah komplikasi diabetes lainnya. Untuk upaya ini dokter akan menganjurkan pasien

diabetesnya untuk kontrol setiap jangka waktu tertentu.

Disarikan dari:

University Hospitals of Leicester. A Patients' Guide: Diabetic Nephropathy. British Kidney Patient

Association / Clinical Governance and Renal Shared Governance Council.

Page 15: Dm Nefropati