logbook
TRANSCRIPT
Definisi
Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah.
Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk bertumbuh dengan
akurat dan saling bergabung satu sama lain.
Celah Bibir
- Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat
kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan.
- Bervariasi : ringan yaitu berupa sedikit takikan (notching) pada bibir, parah dimana celah atau
pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung
Celah Langitan/Palatum
- Celah langitan terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan
yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal.
- Meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak ke arah tenggorokan
- Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan
lainnya.
- Celah palatum adalah celah pada palatum yang terjadi akibat kegagalan penyatuan palatum yang
mempengaruhi baik jaringan lunak, komponen tulang bagian atas, alveolar ridge, serta palatum
keras dan lunak.
Gambar macam-macam celah bibir dan palatum
Gangguan
- Proses fungsional : penelanan dan bicara
- Estetik
- Mudah terjadi infeksi : akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung.
Contoh : pada saluran pernafasan, infeksi juga dapat berkembang sampai ke telinga.
Prevalensi
- Celah bibir dan celah langitan bisa terjadi secara bersamaan atau masing-masing dan tingkat
abnormalitas celah bibir dan langitan ini pun bervariasi
- Celah langitan yang disertai dengan celah bibir lebih sering terjadi, prevalensi : 45% dari
keseluruhan kasus, celah bibir : 25% dan celah langitan : 35%.
- Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki-laki sedangkan celah
langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan
Embriogenesis
Berhubungan dengan embriologi pembentukan palatum primer dan palatum sekunder. Palatum
primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian anterior langitan keras, meluas secara
anterior ke insisif foramen sampai ke lateral insisif kanan dan kiri, termasuk bagian alveolar ridge gigi-gigi
insisif maksila. Palatum sekunder terdiri dari sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak.
Gambar Palatum primer dan skunder
Menurut Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan
penampakan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomotodeum. Swelling ini disebut juga
‘facial processes’. Facial processes tersebut merupakan hasil akumulasi sel mesenkim yang berada di
bawah permukaan epitel.
1. frontonasal process : swelling yang berada diatas stomodeum, berkontribusi dalam perkembangan
hidung dan juga bibir atas.
2. mandibular processes : dua buah swelling pada bagian lateral bawah stomodeum yang
berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir
3. maxillary processes : swelling di atas mandibular processes yang berkontribusi dalam
perkembangan rahang atas dan bibir
4. nasal (olfactory) placodes : swelling pada sisi inferior frontonasal prosessus. Berperan dalam
pembentukan medial dan lateral nasal prosessus.
Gambar swelling pada pembentukan kepala danwajah
Hasil dari kegagalan embriogenesis dapat menyebabkan terbentuknya celah. Terdapat beberapa
poin penting pada perkembangan fetus saat penyatuan dan dari berbagai komponen sehingga membentuk
hidung, bibir dan palatum. Anomalu terjadi saat perkembangan normal komponen-komponen ini
terganggu. Setiap komponen dibentuk dari swelling yang telah disebutkan sebelumnya. Proses
pembentukan ini dikontrol oleh berbagai gen untuk migrasi, perkembangan dan aposisisehingga terbentu
perkembangan wajah yang normal.
Sekitar minggu ke-6 embrio manusia, perkembangan swelling medial nasal menyatu dengan lateral
nasal membentuk dasar hidung, bibir atas dan lubang hidung, swelling maksillari akan meneruskan
pertumbuhannya ke arah tengah dan menekan median nasal prosessus ke arah midline. Pertemuan dari
komponen-komponen ini membentuk primary palate. Saat kegagalan penyatuan komponen-komponen ini
maka terbentuklah celah bibir atas.
Dari swelling maksilari akan tumbuh dua shelflike yang disebut palatine shelves. Palatine shelves
akan terbentuk pada minggu ke-6. Sekitar minggu ke-8 embrio manusia, lempeng-lempeng platal tersebut
meninggi dan berfusi membentuk secondary palate yang utuh. Bagian anterior penyatuan dua shelf ini
dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisif. Saat salah satu shelf palatal gagal
menyatu dengan komponen lainnya maka terbentuk celah palatum unilateral. Proses ini terjadi hingga
minggu ke-10. Jika kedua shelves gagal menyatu yang terbentuk celah bilateral. Pada anak perempuan,
pembentukkan palatum sekunder ini terjadi 1 minggu kemudian, karena itu celah langitan lebih sering
terjadi pada anak perempuan.
Gambaran frontal kepala embrio usia 6-10 minggu
Dasar dari terjadinya celah palatum adalah karena gagalnya mesoderm berproliferasi melintasi garis
fusi, yaitu sesudah tepi dari komponen-komponen berhubungan. Dan bisa juga terjadi karena adanya atrofi
daripada ikatan-ikatan epitel yang melintasi daerah celah dan tidak adanya pertumbuhan otot pada daerah
tersebut, sebagai adanya tanda hipoplasia mesoderm.
Etiologi Celah Bibir dan Palatum
1. Faktor Herediter
Terjadinya celah palatum sebagian besar karena faktor keturunan. Biasanya salah satu dari pihak
orangtuanya baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Herediter merupakan dasar genetik untuk
terjadinya celah oral yang signifikan, tetapi tidak dapat dipastikan sepenuhnya. Faktor ini terbukti
berpengaruh sebesar 25% sampai 30% sebagai penyebab celah oral diseluruh dunia. Ditemukan teori-teori
yang menyatakan bahwa terjadinya celah karena hal-hal berikut:
- Kesalahan dalam masa peralihan dalam suplai darah pada masa embrio, juga bertambahnya umur
si ibu yang dapat memberikan ketidakkebalan embrio terhadap terjadinya celah.
- Adanya abnormalitas dari kromosom yang menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang
multipel.
- Adanya tripel sindrom termasuk juga celah di sekitar rongga mulut yang selalu diikuti oleh anomali
kongenital lain.
2. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor yang berperan pada waktu persatuan bibir dan palatum yaitu:
a. Defisiensi nutrisi
Pada masa kehamilan, nutrisi yang kurang merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan
terjadinya celah palatum. Defisiensi vitamin A, defisiensi vitamin Riboflavin, vitamin B kompleks yang
dibutuhkan untuk beberapa enzim yang vital dalam tubuh dan keadaan ini dapat memacu terjadinya
celah palatum.
b. Stres
Strean dan Peer melaporkan bahwa psikologis, emosi dan stres merupakan faktor yang signifikan
terhadap terjadinya celah palatum. Stres yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang
untuk melepaskan sekresi hidrokortison dan jika hal ini sering terjadi dalam trimester pertama
kehamilan akan dapat menjurus kepada terjadinya suatu malformasi.
c. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin, dan obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan
congenital abnormality dan facial cleft seperti thalidomide, phenytoin, antibiotika, transqualizer, obat
untuk aborsi dan obat untuk infeksi virus, serta penggunaan kafein dan injeksi steroid, karena
penggunaan obat-obatan ini akan melalui palsenta sehingga menghambat pertumbuhan janin.
d. Mekanik
Obstruksi lidah memungkinkan terjadinya celah pada embrio. Perkembangan yang tidak sejalan atau
posisi janin dalam rahim dapat menyebabkan retrusi lidah dan hidung diantara palatum itu sendiri.
e. Anemia malnutrisi
Anemia dan kesehatan yang buruk dari si ibu akan dapat menyebabkan congenital cleft, karena
kurangnya darah yang mengangkut oksigen dimana oksigen diperlukan untuk pertumbuhan jaringan
mesenkim.
f. Infeksi
Infeksi yang terjadi dalam trimester pertama kehamilan dapat mengganggu fetus, karena infeksi yang
terjadi dapat menghalangi pembentukan jaringan baru.
g. Radiasi
Bahan-bahan teratogenik yang potent, dimana radioterapi yang dilakukan pada tumor dapat
menghambat pertumbuhan janin.
h. Anoksia
Kadar O2 menurun akibatnya O2 yang diperlukan pertumbuhan jaringan mesenkim menjadi berkurang
sehingga terjadi celah palatum.