lit rev kebutuhan spiritual care term illness patients
TRANSCRIPT
Literature review
KEBUTUHAN SPIRITUAL CARE PADA PASIEN
DENGAN TERMINAL ILLNESS
Disusun Oleh : Aan NuraeniNPM : 220120100039
PROGRAM PASCA SARJANAFAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN2011
1 | P a g e
KEBUTUHAN SPIRITUAL CARE PADA PASIEN
DENGAN TERMINAL ILLNESS
ABSTRAK
Tujuan --- Literatur review ini dilakukan untuk mengetahui spirituality needs
pada pasien-pasien dengan penyakit terminal melalui berbagai bukti dari hasil-
hasil penelitian.
Desain dan Metode Penelitian
Penulis melakukan literature review berdasarkan pada jurnal-jurnal yang
didapatkan dari medline search untuk mempelajari tentang kebutuhan spiritualitas
pasien dengan penyakit terminal.
Hasil
Kebutuhan spiritual pasien pada kondisi terminal illness ini meliputi kebutuhan
jawaban tentang arti dan tujuan kehidupannya serta kebutuhannya untuk dicintai
dan kebutuhan yang berhubungan dengan transcendence baik itu pada pasien
yang menyatakan percaya akan adanya Tuhan ataupun tidak. Pada awalnya pasien
akan mengalami spiritual pain kemudian atas bantuan caregivers maupun orang-
orang yang berarti disekitar pasien dengan cara being present, opening eyes dan
cocreating pasien dapat mencapai spiritual comfort.
2 | P a g e
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia yang menjadi sumber kajian dan subjek yang mendapatkan
pelayanan keperawatan merupakan mahluk dengan berbagai macam keunikan
dan dimensi, dimana menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1992) dikatakan
bahwa manusia adalah makhluk bio – psiko – sosial dan spiritual yang utuh,
dalam arti merupakan satu kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani serta
unik karena mempunyai berbagai macam kebutuhan sesuai tingkat
perkembangannya. Dalam pandangan holistic care pun lebih jauh dikatakan
bahwa untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakitnya, manusia tidak
hanya membutuhkan intervensi medis atau fisik semata melainkan intervensi
yang mencakup aspek lain seperti psikologi, rohani atau jiwa manusia itu
sendiri, terlebih pada pasien-pasien yang mengalami sakit yang sangat berat,
atau kronis atau terminal dimana pengobatan sudah tidak dapat berbuat
banyak untuk kesembuhan pasien.
Spiritual care pada pasien dengan penyakit terminal dirasakan oleh
pasien sebagai hal yang penting, hal ini seperti dinyatakan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Murray, A Scott (2004) pada pasien dying yang
menderita gagal jantung dan kanker paru, hal ini dinyatakan oleh sebagian
besar responden baik yang memiliki keyakinan agama ataupun tidak. Namun
demikian dalam penelitian yang sama juga dinyatakan bahwa sebagian besar
pemberi layanan kesehatan kurang memiliki waktu dan kemampuan dalam
memberikan spiritual care. Banyak dari pemberi layanan kesehatan masih
mengesampingkan spiritual care ini dibandingkan dengan mengatasi masalah
3 | P a g e
fisik pasien. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam penelitian Mcgrath
(2004) bahwa hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan spiritualitas masih di
marginalkan dalam system pelayanan kesehatan yang masih berpegang teguh
dengan paradigm biomedis.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan penulis
terhadap perawat yang memberikan layanan keperawatan kepada pasien-
pasien dengan penyakit terminal diketahui bahwa selama ini spiritual care
yang biasa dilakukan masih sangat terbatas, dan tidak semua pasien
mendapatkannya. Pemahaman yang berkembang mengenai spiritual care di
Indonesia sangat kental dengan praktek-praktek religious keagamaan
Beberapa perawat mempertanyakan kebutuhan spiritual seperti apa yang
sebenarnya dibutuhkan oleh pasien dying atau pasien dengan penyakit
terminal. Selama ini yang tergambar mengenai spiritual care dalam
pemahaman perawat-perawat ini adalah mentalkinkan pasien dying,
membacakan ayat-ayat Al-Quran ataupun kitab suci lainnya dan berdoa.
Padahal dalam berbagai penelitian keperawatan pengertian spiritual care
ternyata lebih luas dari hanya praktek keagamaan saja melainkan arti yang
lebih luas yang berhubungan dengan arti dari keberadaan manusia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas peneliti tertarik untuk mencari tahu
mengenai kebutuhan spiritual dari pasien dengan penyakit-penyakit terminal.
4 | P a g e
B. TUJUAN PENULISAN LITERATURE REVIEW
Tujuan dilakukannya literature review ini adalah untuk mengetahui
spirituality needs pada pasien-pasien dengan penyakit terminal melaui
berbagai bukti yang diberikan oleh hasil-hasil penelitian.
II. METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan jawaban mengenai kebutuhan spiritual care
pada pasien dying ataupun pada pasien dengan penyakit terminal, dilakukan
pencarian dengan menggunakan ebscohost medline searching. Penulis
menuliskan kata kunci spiritual care and critical care or dying or terminal
illness. Dari pencarian tersebut didapatkan sebanyak 42 buah jurnal dan
hanya tiga jurnal yang memenuhi kriteria full text dan masuk ke dalam
spirituality care and needs dengan pendekatan kualitatif. Jurnal tersebut
berbicara tentang spirituality needs baik dari sisi perjalanan spiritual pasien
dengan serious illness selain itu jurnal yang lain juga berbicara tentang
kebutuhan spirituality care at the end of life baik berdasarkan pada persepsi
pasien maupun persepsi caregivers.
III. HASIL
A. PERJALANAN SPIRITUAL PADA PASIEN DENGAN SERIOUS
ILLNESS
Menurut Mcgrath (2004) dalam artikel penelitiannya yang
dilakukan dengan metode kualitatif tentang refleksi pada penyakit serius atau
terminally illness sebagai perjalanan spiritual dikatakan bahwa pada fase
5 | P a g e
awal seseorang didiagnosa menderita penyakit yang mengancam jiwanya
kemudian menjalani berbagai treatment pengobatan yang menyakitkan dan
menghadapi resiko yang besar dengan tindakan medis yang dijalaninya
tersebut, Dia sedang berkonfrontasi dengan kematian. Kondisi ini
menimbulkan suatu keadaan yang disebut dengan “spiritual pain” dimana
menurut mereka hidup ini tidak memiliki arti bahkan dapat membuat
seseorang berpikir untuk melakukan bunuh diri.
Namun demikian masih menurut Mcgrath (2004) seiring dengan
perjalanan spiritualnya kondisi ini akan mendorong seseorang untuk dapat
mengeksplorasi kehidupannya dan menyadari betapa rapuhnya dirinya dan
ini akan mendorong seseorang untuk berpikir lebih jauh lagi tentang arti dan
tujuan hidup mereka. Jika koping yang dilakukan berhasil maka perjalanan
ini akan berakhir pada ditemukannya “spiritual comfort” dimana pada
kondisi ini pasien telah menemukan bahwa “Illness as Journey”. Adapun
urutan perjalanan spiritual sampai pada ditemukannya spiritual comfort ini
adalah sebagai berikut : dari spiritual pain seseorang akan mulai berpikir
tentang kehidupannya kemudian menilai bahwa : 1) Segala sesuatu terjadi
untuk sebuah alasan, 2) dipilih atau diselamatkan untuk sebuah alasan, 3)
penyakit dan kondisinya sebagai challenge, 4) perlu untuk mengambil
tanggung jawab terhadap perjalanannya ini, 5) penyakitnya merupakan
suatu hal yang masuk akal terjadi, 6) kebanggaan dalam mengatasi
perjalanan penyakit, 7) keluaran yang positif, 8) personal growth, 9) dan
merasa beruntung telah melalui perjalanan spiritual ini.
6 | P a g e
B. SPIRITUAL NEEDS MENURUT PERSEPSI PASIEN DAN
CAREGIVERS
Untuk mendapatkan spiritual comfort bukanlah merupakan suatu
hal yang mudah. Sebagai contohnya di Belanda ada sekitar 1500 orang
pasien bunuh diri per tahunnya. Hal ini terjadi pada penderita penyakit yang
tidak bisa disembuhkan, pasien psikiatris kronis dan pengidap penyakit
pikun demensia usia dini (republika.co.id, 2011). Begitu pula di Indonesia
kondisi ini terjadi tidak jauh berbeda, seperti yang banyak diberitakan dalam
media televisi beberapa bulan yang lalu tentang maraknya bunuh diri yang
terjadi pada pasien dengan penyakit serius dan kronis. Perawat berperan
untuk menjembatani konflik yang terjadi pada saat seorang pasien
mengalami spiritual pain ini sampai mendapatkan spiritual comfort dan pada
akhirnya menyadari bahwa mereka beruntung telah mendapatkan perjalanan
ini dan siap menghadapi kematian dengan penuh kedamaian.
Hasil penelitian Murray (2004) mengenai spiritual needs pada
pasien dying yang menderita kanker paru dan gagal jantung yang dilakukan
dengan pendekatan kualitatif pada 149 responden menunjukkan hal yang
sama dengan hasil penelitian Mcgrath (2004) bahwa pasien-pasien ini sedang
mencari tentang arti dan tujuan kehidupannya namun lebih jauh penelitian
Murray ini juga menyebutkan bahwa pasien-pasien ini juga mengungkapkan
kebutuhannya akan dicintai dan kehidupan yang berhubungan dengan
transcendence baik itu pada pasien yang menyatakan percaya akan adanya
Tuhan ataupun tidak, Mcgrath (2004) pun menyatakan demikian, bahwa
7 | P a g e
pasien yang tidak yakin terhadap keberadaan Tuhan pun berdoa pada saat dia
berada dalam situasi yang mengancam jiwanya.
Menurut Murray (2004) pasien menyatakan depresi ketika
hidupnya dirasakan tidak berguna lagi, dan malah menjadi beban bagi orang
lain. Hal yang menolong mereka keluar dari perasaan sedih dan merasa jauh
lebih kuat adalah hubungan yang baik dengan keluarga dimana dalam
hubungannya tersebut, pasien memiliki kesempatan untuk mengekspresikan
cinta dan dan mendapatkan cinta, selain itu merasa terhubung dengan dunia
sosialnya pun membuat mereka jauh lebih dan merasa berguna. Pada
sebagian pasien yang religious, dukungan yang dapat menguatkan mereka
pun datang dari gereja dan dari doa yang dipanjatkan.
Tentang bagaimana spiritual care pada pasien di akhir
kehidupannya dipersepsikan dan diberikan oleh pemberi pelayanan
kesehatan, hal ini diungkapkan dalam hasil penelitian Daaleman, et.al (2008).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan desain semi
structured interview terhadap 12 orang responden yang terdiri dari pemberi
layanan kesehatan dan dipilih oleh pasien dying ataupun keluarganya.
Berdasarkan hasil penelitian ini diidentifikasi tiga hal yang harus dilakukan
oleh para pemberi layanan kesehatan, yaitu :
1. Being Present
Hal ini ditandai dengan kedekatan secara fisik antara caregivers
dengan pasiennya. Dalam hal ini caregivers memberikan tindakan
keperawatan diluar tindakan medis, dan secara sengaja memberi perhatian
8 | P a g e
secara penuh terhadap pasien menyangkut kebutuhan emosional pasien,
sosial dan spiritualnya. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa pasien
juga membutuhkan kedekatan dengan anggota keluarganya untuk
membangkitkan semangatnya (Murray, 2004), penelitian lain
menyebutkan bahwa pasien kebanyakan mengidentifikasi pemberi
layanan spiritual baginya adalah keluarga atau sahabat dekatnya (Hanson,
et.all, 2008). Sehingga being present keluarga terhadap pasien ini juga
perlu dikuatkan dan difasilitasi oleh perawat sebagai bagian dari
spirituality care.
2. Opening eyes
Proses ini adalah dimana caregivers peduli akan jalan kehidupan pasien
dan pengalaman sakit pasien saat ini. caregivers mencoba memahami
persepsi pasien tentang sakitnya diman sumber informasi dapat pula
berasal dari keluarga ataupun sahabat pasien. Menurut responden opening
eyes ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi sumber-sumber
kekuatan pasien baik dari dalam diri mereka maupun di liar diri mereka.
3. Cocreating
Cocreating adalah terminology yang digunakan untuk menggambarkan
sebuah hubungan antara pasien, caregiver dan anggota keluarga dalam
membuat wholistic care plan yang berfokus pada menjaga kemanusiaan
dan dignity pasien dalam menghadapi kematian.
Ketiga tema ini menurut Daaleman (2008) merupakan suatu
rangkaian proses interpersonal yang harus terus mengalir atau dinamis dalam
konteks mengenali nilai-nilai kemanusiaan dan pengalaman.
9 | P a g e
IV. KESIMPULAN
Perjalanan spiritual pasien pada penyakit-penyakit serius pada
awalnya akan menimbulkan spiritual pain pada pasien tersebut, pasien kemudian
akan berkonfrontasi dengan kematian dan mencoba mencari tahu tentang arti dan
tujuan kehidupan jika proses ini berjalan dengan baik dibantu oleh orang-orang
yang berarti dengan pasien serta caregivers. Dimana orang-orang ini senantiasa
ada (being present) pada saat ini perawat harus mampu memfasilitasi hubungan
mereka dengan keluarga, sahabat atau orang-orang berarti lainnya untuk
mendapatkan kekuatan dari dicintai dan mencintai serta memfasilitasi kehidupan
keagamaan mereka. Kemudian membuka mata dan mencoba memahami kondisi
pasien dengan pengalaman sakitnya (opening eyes) serta melakukan sesuatu
bersama-sama dengan pasien dalam menyusun rencana perawatannya secara
keseluruhan (cocreating), maka pada akhirnya perjalanan spiritual pasien akan
mencapai spiritual comfort. Pada saat ini pasien akan mendapatkan mampu
menerima keadaannya bahkan bersyukur telah melalui perjalanan spiritual ini, dan
akhirnya pasien akan siap dengan kematiannya dan pasien akan dapat meninggal
dengan damai serta bermartabat.
10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Daaleman, P, Usher,M, William W, Rawlings J, Hanson C. (2008). An Exploratory Study of Spiritual Care at the End of Life. Annals of Family Medicine. Vol 6 No 5 pp 406 – 411<http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=0acfdb5c-8ad0-4964-9b02-d2963eb2580c%40sessionmgr110&vid=1&hid=111>
Doosey M, Keegan L, Guzzetta C.(2004). Holistic Nursing a handbook For Practic. United State of America. American Holistic Nurses’ association
Hansn C laura, Usher M Barbara, Rawlings Jim. (2008). Providers and Types of Spiritual Care During Serous Illness. Journal of Palliative Medicine Vol 11 pp 907-914<http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=bc285882-5a5c-4f12-adf0-733095ccbd74%40sessionmgr14&vid=1&hid=24>
Mcgrath (2004). Reflections on serious illness as spiritual journey by survivors of haematological malignancies. European Journal of Cancer Care. Vol 13 227 - 237 <http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=39548172-9b27-4037-9250-68e6f9f458df%40sessionmgr111&vid=1&hid=111>
Murray, A, Scott. (2004). Exploring the Spiritual Needs of People Dying of Lung Cancer or Heart failure: A Prospective Qualitative Interview Study of patients and Their carers.Journal of Palliative Medicine Vol 18 pp 39 – 45<http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=1ff8192e-5834-4ddd-a6e2-1293d281ae39%40sessionmgr112&vid=1&hid=111>
11 | P a g e