infer ti lit as new

Upload: dracu-lee

Post on 07-Jul-2015

1.483 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

infertilitas

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Jika banyaknya pasangan infertile di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus Penduduk terdapat 12% baik di desa maupun di kota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertile di seluruh Indonesia. Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertile memperoleh anak yang diinginkannya. Itu berarti separuhnya lagi terpaksa bercerai. Berkat kemajuan teknologi kedokteran, beberapa pasangan telah dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan inseminasi buatan donor, bayi tabung, atau membesarkan janin di rahim wanita lain. Di Indonesia, masih langka sekali dokter yang berminat dalam Ilmu infertilitas. Kalaupun ada, masih terlampau sering dokter dan perawatnya belum menghayati duka nestapa pasangan yang ingin anak itu. Masih terlampau banyak pasangan yang terpaksa harus menahan perasaannya karena tidak merasa disapa, bahkan dilarang banyak bicara oleh dokternya. Mereka berobat dari satu dokter ke dokter lain karena kurang bimbingan dan penyuluhan tentang cara-cara pengelolaan pasangan infertile. Sesungguhnya Keluarga Berencana demi kesehatan tidak pernah lengkap tanpa penanggulangan masalah infertilitas. Ditinjau dari sudut kesehatan, Keluarga Berencana harus meliputi pencegahan dan pengobatan infertilitas, apalagi kalau kejadiannya sebelum pasangan memperoleh anakanak yang diinginkannya. Lagipula penanggulangan infertilitas berdampingan dengan pelayanan Keluarga Berencana itu membuat yang terakhir lebih mudah dapat diterima karena program seperti itu jelas memperhitungkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.

1.2. Lingkup Masalah 1.2.1. Batasan Masalah Penulis membatasi masalah dalam pembahasan ini yaitu pada infertilitas. Hal ini menunjukkan bahwa penulis hanya melakukan pembahasan yang mengarah pada infertilitas saja dan tidak menyimpang dari itu.

1.2.2.

Rumusan Masalah Adapun rumusan masalahnya antara lain sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Apakah definisi infertilitas itu? Apa sajakah etiologi infertilitas itu? Bagaimanakah diagnosis fertilitas itu? Apa saja pengobatan infertilitas itu? Bagaimanakah aspek-aspek psikologis infertilitas itu? Apa sajakah rancangan pemeriksaan pada infertilitas?

1.3. Tujuan Tujuan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Supaya pembaca dapat memahami infertilitas

2. Agar pembaca mengetahui infertilitas dan hal-hal yang berkaitan dengan

infertilitas. 3. Untuk mengobati dan mencegah infertilitas.

1.4. Manfaat Manfaat dari makalah yang penulis buat ini antara lain sebagai berikut: 1. Penulis dapat menjadikan makalah ini sebagai sarana berlatih. 2. Memberikan informasi tentang karya tersebut kepada pembaca 3. Pembaca dapat menambah ilmu pengetahuannya tentang penganalisasian karya tersebut.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi Infertilitas Fertilitas ialah kemampuan seseorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, infertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Sebelum dan sesudahnya tidak seorangpun tahu apakah pasangan ini fertile atau tidak. Riwayat fertilitas sebelumnya sama sekali tidak menjamin fertilitas di kemudian hari, baik pada pasangan itu sendiri maupun berlainan pasangan. Disebut infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder kalau istri pernah hamil, akan tetapi

kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Kira-kira 15 % pasangan mengalami infertilitas, yang dapat berasal dari subfertilitas atau serilitas (ketidakmampuan hamil kongenital) pada salah satu pasangan atau keduanya. Wanita menyebabkan 40% - 50% kasus infertilitas. Laki-laki menyebabkan 30% kasus dan menyumbang 20% - 30% kasus pada pasangan. Namun pening diingat bahwa 40% pasangan infertile ditemukan berbagai etiologi. Insiden infertilitas meningkat (sekitar 100% selama 20 tahun terakhir) di Negara-negara maju karena meningkatnya penyakit menular seksual (terutama gonore dan Klamidia yang kemudian menyebabkan kerusakan tuba). Meningkatnya jumlah mitra seksual (meningkatkan kemungkinan mendapat PMS), sengaja menunda kehamilan, penggunaan kontrasepsi dan merokok > 1 bungkus/hari menurunkan kesempatan hamil sebesar > 20%). Infertilitas menyebabkan 10% - 20% dari semua kunjungan ke bagian ginekologi. Angka fertilitas ditentukan dengan menggunakan fekundibilitas (kemungkinan hamil per bulan paparan). Hanya 25% pasangan muda sehat yang sering melakukan hubungan seks akan hamil per bulan (60% per 6 bulan, 75% per 9 bulan dan 90% per 18 bulan). Fekundibilitas menurun dengan meningkatnya umur, dan efeknya lebih jelas pada wanita dibanding pria. Pada umur 36-37 tahun, kemungkinan hamil kurang dari separuh dibanding pada umur 25-27 tahun.

2.2. Etiologi Infertilitas 2.2.1. Faktor Koitus Pria

Faktor-faktor ini meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi, gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan anatomi yang mungkin menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vas deferens kongenital, obstruksi vas deferens dan kelainan kongenital sistem ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, kriptorkidismus, terpajan bahan kimia atau radiasi atau varikokel. Motilitas abnormal terlihat dengan tidak adanya silia (sindrom Kartagener), varikokel dan pembentukan antibodi. Faktor gangguan endokrin pada pria meliputi gangguan tiroid, hiperplasia adrenal, androgen eksogen, disfungsi hipotalamus (sindrom Kallmann), kegagalan hipofisis (tumor, radiasi, pembedahan) dan hiperprolaktinemia (tumor, drug induced). Peningkatan FSH umumnya menunjukkan kerusakan parenkim testis karena inhibin yang dihasilkan oleh sel-sel Sertoli merupakan kontrol umpan balik utama sekresi FSH. 2.2.2. Faktor Ovulasi Sebagian besar wanita dengan haid yang teratur (setiap 22 sampai 35 hari) mengalami ovulasi, terutama kalau mereka mengalami molimina prahaid (misalnya perubahan payudara, kembung, dan perubahan suasana hati). Faktor ovulasi melibatkan sistem saraf pusat (SSP), penyakit metabolik atau defek perifer. Defek SSP meliputi anovulasi hiperandrogenemik kronis, hiperprolaktinemia (sella yang kosong, tumor, drug induced), insufisiensi hipotalamus dan insufisiensi hipofisis (trauma, tumor, kongenital). Penyakit-penyakit metabolik yang menyebabkan defek faktor ovulasi adalah penyakit tiroid, penyakit hati, ginjal, obesitas

dan kelebihan androgen (adrenal atau neoplastik). Defek perifer mungkin berupa disgenesis gonad, kegagalan ovarium prematur, tumor ovarium atau resistensi ovarium.

2.2.3.

Faktor Serviks Selama beberapa hari sebelum ovulasi, serviks

menghasilkan lendir encer yang banyak yang bereksudasi keluar dari serviks untuk berkontak dengan ejakulat semen. Untuk menilai kualitasnya, pasien harus diperiksa selama fase menjelang praovulasi (hari ke 12 sampai 14 dari siklus 28hari). Faktor serviks sebagai penyebab atau didapat (infeksi, terapi pembedahan). infertilitas wanita

mungkin kongenital (terpajan DES, kelainan duktus mulleri)

2.2.4.

Faktor tuba - rahim Kelainan pada rongga rahim jarang merupakan penyebab dari infertilitas. Miomata submukosa yang besar atau polip endometrium mungkin jarang menyebabkan infertilitas tetapi biasanya menimbulkan aborsi spontan pada trimester-pertama. Peran miomata intramural tidak jelas, meskipun miomektomi telah berkaitan dengan konsepsi pada 40 sampai 50 persen pasangan dalam serangkaian uji yang tak terkontrol. Penyumbatan tuba dapat terjadi pada tiga lokasi: akhir fimbriae, pertengahan segmen, atau pada istmus-kornu. Penyumbatan fimbria sejauh ini adalah yang terbanyak ditemukan. Salpingitis yang sebelumnya dan penggunaan spiral adalah penyebab yang lazim, meskipun sekitar separonya tidak

berkaitan

dengan

riwayat

semacam

itu.

Penyumbatan

pertengahan segmen hampir selalu diakibatkan oleh sterilisasi tuba. Penyumbatan semacam itu, bila tak ada riwayat ini, menunjukkan tuberkulosis. Penyumbatan isthmus-kornu dapat bersifat bawaan atau akibat endometriosis, adenomiosis tuba, atau infeksi sebelumnya. Pada 90 persen kasus, penyumbatan terletak organ. Faktor uterus-tuba merupakan kelainan struktur yang paling lazim (misalnya terpajan DES, mioma, kegagalan penyatuan normal saluran reproduksi, kehamilan ektopik sebelumnya). pada istmus dekat tanduk (kornu) atau dapat melibatkan bagian dangkal dari lumen tuba di dalam dinding

2.2.5.

FAktor Peritonium atau Pelvis Dua faktor peritoneum atau pelvis yang paling lazim adalah endometriosis dan sekuele infeksi (misalnya apendisitis, penyakit radang panggul). Paling sedikit pada 30% pasien, laparoskopi pada wanita dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan akan memperlihatkan patologi yang tidak dicurigai sebelumnya. Endometriosis menyebabkan efek yang lebih memperburuk fertilitas dibanding efek yang dapat dijelaskan berdasarkan perubahan fisik. Laparoskopi dapat mengenali patologi yang tak disangkasangka sebelumnya pada 30 sampai 50 persen wanita dengan infertilitas yang tak dapat diterangkan. Endometriosis adalah penemuan yang paling lazim. Perlekatan periadneksa dapat ditemukan, yang dapat menjauhkan fimbria dari permukaan ovarium atau menjebak oosit yang dilepaskan.

Endometriosis beberapa cara.

akan

mengganggu mengganggu

fertilitas pergerakan

dengan tuba,

Ini dapat

menyebabkan sumbatan tuba, atau menyebabkan perlekatan yang langsung mengganggu pengangkatan oosit itu oleh fimbria. Radang yang disebabkan oleh haid retrograd dan endometrium yang ektopik menyebabkan meningkatnya jumlah makrofag peritoneum, yang masing-masing lebih aktif dalam menelan sperma, karena itu mengurangi jumlah sperma yang akan memasuki juga kompleks oosit kumulus. Adanya insidensi endometriosis menyebabkan meningkatnya

sindroma folikel tak ruptur yang mengalami luteinisasi, di mana, meskipun ada tanda-tanda tak langsung yang lazim dari ovulasi, oosit tidak dilepaskan dari folikel. Adanya endometrium ektopik dalam rongga pelvis juga menginduksi perubahan fungsi luteum secara halus dengan kenaikan progesteron yang lambat dan singkat. Cacat fase luteum mungkin lebih sering ditemukan pada wanita dengan endometriosis. Ini masih kontroversial apakah insidensi abortus spontan meningkat bila terdapat endometriosis aktif atau tidak.

2.3. Diagnosis Infertilitas 2.3.1. Faktor Koitus Pria Pemeriksaan awal untuk infertilitas pria adalah analisis semen karena analisis semen yang normal biasanya dapat menyingkirkan faktor pria yang penting (Tabel 27-1). Spesimen harus diambil setelah 2-3 hari tidak melakukan

hubungan seks dan diperiksa di laboratorium dalam waktu 3060 menit setelah ejakulasi. Seringnya faktor pria sebagai penyebab, disamping risiko yang kecil dan biaya yang cukup murah, mengharuskan untuk terlebih dulu menentukan diagnosis pada pria sebagai fase awal penyelidikan infertilitas. Riwayat medis infertilitas karena faktor pria harus meliputi frekuensi hubungan seks, kesulitan ereksi atau ejakulasi, paternitas sebelumnya, riwayat infeksi saluran genital sebelumnya (misalnya orkitis karena mumps atau prostatitis kronis), kelainan kongenital, pembedahan atau trauma (misalnya perubahan hernia, trauma langsung pada testis), terpapar toksin (obat-obaran, timbal, kadmium atau radiasi), diet, olahraga, konsumsi alkohol, merokok > 1 bungkus/hari, penggunaan obat terlarang, terpajan DES sewaktu dalam kandungan dan pajanan yang luar biasa terhadap lingkungan yang sangat panas. Pemeriksaan fisik harus mempertimbangkan bentuk badan dan penyebaran rambut (misalnya efek testosteron). Meatus uretra harus berada di tempat yang normal. Ukuran testis dapat dibandingkan varikokel. dengan ovoid prostat yang standar. Melakukan biasanya perasat akan Valsalva pada posisi berdiri akan membantu mendeteksi Pijatan transrektal cukup mengeluarkan sekresi untuk pemeriksaan

mikroskopis. Leukosit yang banyak dalam sekret ini atau dalam analisis semen menunjukkan adanya infeksi. Jika hasil analisis semen abnormal atau borderline, harus ditinjau kembali riwayat medis pria selama 2-3 bulan sebelumnya, mengingat spermogenesis memerlukan waktu 74 hari. Analisis semen ulangan harus dilakukan 1-2 minggu kemudian untuk perbandingan. Jika terdapat kelainan bermakna

yang menetap, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli urologi yang mengkhususkan diri dalam bidang infertilitas. Karena sperma harus mencapai ovum sebelum dapat terjadi fertilisasi, infertilitas pada kondisi nilai semen normal menunjukkan kemungkinan adanya pengurangan sperma yang luar biasa tinggi. Pemeriksaan lendir serviks akan menjelaskan masalah ini. Evaluasi endokrin pada pria dengan kualitas air mani dibawah normal dapat menemukan suatu penyebab khusus. Hipotiroidisme dapat menyebabkan infertilitas, tetapi tidak ada tempat untuk penggunaan empirik tiroksin. Tingkat gonadotropin dan testosteron yang rendah dapat menunjukkan kegagalan hipotalamus-hipofisis. Meningkatnya konsentrasi prolaktin menunjukkan adanya tumor hipofisis penghasil-prolaktin. (FSH) Meningkatnya kadar hormon kerusakan perangsang-folikel biasanya menunjukkan

parenkim yang besar pada testis, karena inhibin, yang dihasilkan oleh sel Sertoli pada tubulus seminiferus, memberikan kendali umpan balik utama pada sekresi FSH. Respons terhadap terapi tak mungkin terjadi bila kadar FSH meningkat.

Nilai normal analisis semen Parameter Volume Nilai normal 2 5 ml

Viskositas Jumlah Motilitas Morfolgi normal Sperma yang mati Sel darah putih 2.3.2. Faktor Ovulasi

Mencair seluruhnya < 60 menit 40 250 M/ml (mula-mula, kemudian turun hingga 20 M/ml) 1 jam pertama > 60%, 2 3 jam kemudian > 50% > 60 % < 35 % < 10/lapang pandang besar

Wanita yang mengalami ovulasi biasanya mempunyai siklus yang teratur (22-35 hari). Gejala-gejala yang muncul mungkin berguna, terutama premensturasi (perubahan payudara, perut kembung dan perubahan suasana hati). Pemeriksaan fisik dan saat yang tepat, bersama dengan pemeriksaan lendir serviks dapat menentukan terjadinya ovulasi. Uji skrining yang biasa digunakan untuk memastikan terjadinya ovulasi adalah temperatur tubuh basal (BBT) dan progesteron serum midluteal. BBT diukur saat bangun tidur sebelum melakukan aktivitas apapun. Setelah ovulasi, terjadi kenaikan temperatur 0,4F karena efek termogenik progesteron. Kadar progesteron serendah 5 ng/ml dapat menunjukkan terjadinya ovulasi tetapi kadar midluteal biasanya > 10 ng/ml. Meskipun terjadi ovulasi, tidak cukupnya fase luteal dapat bertanggung jawab atas infertilitas. Kalau terdapat petunjuk kemungkinan adanya cacat face luteal (BBT yang abnormal, riwayat aborsi yang spontan atau endometriosis, lendir serviks yang buruk), suatu biopsi endometrium harus diambil dari aspek anterior fundus rahim bagian atas dan perkembangan histologi dicatat dengan hatihati. Kalau hari biopsi itu, secara retrospektif ditentukan berdasarkan hubungannya dengan permulaan haid berikutnya, kelambatan lebih dari 2 hari sekurang-kurangnya dalam dua siklus, menandakan

adanya kelainan fase luteal. Penentuan saat prospektif dari puncak LH akan membantu mengurangi hasil-hasil positif-palsu. Menstruasi yang tidak teratur, tidak adanya molimina premenstrualia, lendir serviks kering yang terus menunjukkan gambaran daun pakis, kadar progesteron midluteal yang rendah dan tidak adanya peningkatan BBT pada pertengahan siklus, semuanya pengobatan. menunjukkan BBT dan yang kemungkinan tidak normal, kegagalan abortus ovulasi. spontan, dapat Penatalaksanaan kegagalan ovulasi dibicarakan dalam bagian endometriosis diperoleh lendir serviks yang buruk

menunjukkan adanya defek fase luteal. Konfirmasi diagnosis ini melalui pemeriksaan histologis endometrium, termasuk penentuan tanggal biopsi endometrium (paling baik diambil dari bagian superior dan anterior fundus uteri) sesuai menstruasi. Jika tanggal biopsi histologis ketinggalan lebih dari 2 hari dalam dua siklus, diagnosis dapat dipastikan. Abnormalitas ovulasi lainnya adalah sindrom luteinized unruptured fillicle (LUF). Pada LUF, oosit terperangkap atau tidak dikeluarkan dari folikel (ditunjukkan melalui laparaskopi) meskipun terdapat tanda-tanda ovulasi yang tidak langsung .

2.3.3.

Faktor Serviks Faktor-faktor serviks dinilai melalui pemeriksaan fisik dan uji lendir pascakoitus pada waktu yang tepat. Riwayat terpajan DES intrauterin, apusan Pap abnormal, krioterapi, perdarahan pasta koitus atau konisasi mengarah ke masalah serviks yang menetap. Lendir serviks yang normal pada fase preovulasi adalah tipis, encer dan aseluler dan mengering membentuk gambaran daun pakis. Lendir pada fase ini menyediakan tempat penyimpanan sperma. Lendir serviks paling balk dinilai pada hari 12-14 dari siklus 28 hari.

Jumlah dan kejernihan lendir dicatat dan pH harus > 6,5. Spinnbarkeit ( daya regang lendir) ditentukan dengan menarik lendir pada arah vertikal (harus dapat meregang hingga > 6 cm). Uji Sims-Huhner menilai interaksi awal sperma dengan lendir serviks. Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam interval periovulasi. Penentuan saat pemeriksaan dapat lebih dipastikan dengan ultrasonografi vagina untuk menentukan ada tidaknya folikel yang dominan. Lendir dikumpulkan 2-4 jam setelah hubungan seks. Lendir diletakkan di atas gelas obyek yang bersih dengan kaca penutup dan diamati. Harus ada > 20 sperma/lapang pandang besar dan sejumlah besar sperma aktif yang akan terlihat dalam lendir tipis yang aseluler. Jumlah sperma motil yang rendah (