lesson learned 2010-2014

32
Pelatihan Agent of Change Revolusi Mental Badan POM Badan POM RI 4 September 2015

Upload: phungdan

Post on 30-Dec-2016

240 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lesson Learned 2010-2014

Pelatihan Agent of Change Revolusi Mental Badan POM

Badan POM RI

4 September 2015

Page 2: Lesson Learned 2010-2014

OUTLINE

DEFINISI

REVOLUSI MENTAL

RUANG LINGKUP BADAN POM

KINERJA PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

PENUTUP

Page 3: Lesson Learned 2010-2014

DEFINISI

Page 4: Lesson Learned 2010-2014
Page 5: Lesson Learned 2010-2014

DEFINISI:

Gerakan kolektif yang melibatkan seluruh bangsa dengan MEMPERKUAT peran semua INSTITUSI PEMERINTAHAN dan pranata sosial-budaya masyarakat(1)

MODAL DASAR:

1. SDM unggul dengan pendidikan, keahlian, kerja keras, dan etos kemajuan

2. Lingstra termasuk posisi geo-ekonomi dan geo-politik Indonesia yang strategis

TIGA SASARAN:

1.Mengubah mindset dalam pelayanan publik dimana ASN sebagai representasi pemerintahan hadir setiap rakyat membutuhkan

2. Struktur organisasi yang efisien

3. Kultur budaya kerja yang lebih disiplin, bertanggungjawab, dan gotong royong

(1): Pra-Musrenbangnas, Revolusi Mental: Paparan Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan,16-24 April 2015

Page 6: Lesson Learned 2010-2014

REVOLUSI MENTAL

Page 7: Lesson Learned 2010-2014

Revolusi Mental agenda penting pemerintahan Presiden Joko Widodo. Reformasi yang dilaksanakan di Indonesia paska Orde Baru , masih sebatas

melakukan perombakan yang sifatnya institusional. Belum menyentuh paradigma, mindset, atau budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa (nation building).

Nation building tidak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusional tanpa melakukan perombakan manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem ini. Sehebat apa pun kelembagaan yang diciptakan, selama ditangani oleh manusia dengan salah kaprah tidak akan membawa kesejahteraan.

Agar perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan, sesuai dengan cita-cita Proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur, maka perlu melakukan revolusi mental, terutama revolusi mental birokrasi sebagai motor penggeraknya.

LATAR BELAKANG

Page 8: Lesson Learned 2010-2014

PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI BIROKRASI DI

ERA REFORMASI BIROKRASI

Birokrasi merupakan ujung tombak pelaksana pemerintahan dan kunci keberhasilan dalam pembangunan, karena birokrasi secara langsung berhadapan dengan masyarakat, serta merupakan perwujudan dan perpanjangan tangan pemerintah. Birokrasi mempunyai peran besar dalam pelaksanaan urusan publik. Tugas dan fungsi birokrasi adalah: 1. Memberikan pelayanan umum (Services) yang bersifat rutin kepada

masyarakat seperti memberikan pelayanan perizinan, perlindungan, pemeliharaan fasilitas umum, pemeliharaan kesehatan, dan penyediaan jaminan keamanan bagi masyarakat;

2. Melakukan pemberdayaan (Empowerment) terhadap masyarakat untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan yang lebih baik, seperti melakukan pembibingan, pendampingan, konsultasi, menyediakan modal dan fasilitas usaha, serta melaksanakan pendidikan.

3. Menyelengarakan pembangunan (Development) di tengah masyarakat, seperti membangun infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, perdagangan dan sebagainya.

Page 9: Lesson Learned 2010-2014

KONDISI KINERJA BIROKRASI

1. Peran dan fungsi birokrasi masih belum optimal. 2. Masih adanya keluhan masyarakat terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik

di berbagai sektor kehidupan, maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta rendahnya akuntabilitas kinerja aparatur.

3. Rendahnya indikator tingkat kepercayaan masyarakat kepada birokrasi. 4. Rendahnya kualitas pelayanan publik, mengakibatkan masyarakat sebagai

pengguna jasa harus membayar biaya yang mahal (high cost economy) untuk mendapatkan pelayanan publik.

5. Ketidakpastian (uncertainty)waktu dan biaya, menjadikan masyarakat enggan berhubungan dengan birokrasi.

6. Merupakan gambaran dari ciri sebuah birokrasi tradisional. Birokrasi tradisional dicirikan antara lain sikap minta dilayani, mahal biaya, mempersulit dan Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berkepanjangan dan harus diubah agar menjadi lebih baik, yaitu birokrasi mau melayani dengan sepenuh hati (willing to give good services), murah biayanya (cheaper), serta mempercepat (faster) layanan dan bukan sebaliknya.

Page 10: Lesson Learned 2010-2014

PARADIGMA NEW PUBLIC MANAGEMENT

(NPM)

• Masyarakat saat ini semakin berpendidikan, semakin kritis serta lebih mengetahui hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas.

• Indonesia telah masuk menjadi salah satu anggota Kelompok G-20 bersama dengan banyak negara maju lainnya yang kualitas birokrasinya sudah sangat efektif dan efisien.

Sudah saatnya birokrasi di Indonesia dikelola dengan paradigma New Public Management (NPM).

Page 11: Lesson Learned 2010-2014

Ciri-ciri paradigma birokrasi New Public Management (NPM) : 1. Pemerintah berorientasi pada publik 2. Pemerintah berorientasi pada misi 3. Pemerintahan yang tanggap 4. Pemerintah berorientasi pada hasil (outcome) dan bukan sekedar

input 5. Pemerintah kompetitif 6. Pemerintah berjiwa wirausaha 7. Pemerintah terdesentralisasi 8. Pemerintah milik masyarakat 9. Pemerintah katalis 10. Pemerintah berorientasi pada pasar. Birokrasi dgn pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) yang produktif, efisien dan efektif, transparan dalam memberikan pelayanan publik perlu sebuah revolusi mental aparatur birokrasi secara nyata.

Page 12: Lesson Learned 2010-2014

PENGERTIAN REVOLUSI MENTAL BIROKRASI

Secara tekstual revolusi mental berarti perubahan mendasar dalam

cara berfikir dan cara merasa yang diterjemahkan dalam

perilaku dan tindakan nyata keseharian dalam kehidupan

dalam berbagai aspek baik perilaku politik, perilaku ekonomi,

perilaku pendidikan, perilaku kerja, perilaku sosial

kemasyarakatan. Makna dari perubahan yang mendasar ini memiliki arti yang positif dan

merupakan gerakan yang cepat yaitu sebuah perubahan yang cepat dari cara,

perilaku dan tindakan yang kurang baik atau salah menuju cara, perilaku dan

tindakan yang baik atau benar.

Page 13: Lesson Learned 2010-2014

Dalam konteks birokrasi, revolusi mental harus dimaknai adanya sebuah

perubahan cara berfikir, berperilaku dan bertindak dari setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya sebagai pelaku utama dalam birokrasi pemerintahan. 1. dari cara berfikir dan perilaku ingin dilayani menjadi mau melayani; 2. dari cara berfikir dan berperilaku tidak/kurang produktif menjadi produktif; 3. dari cara berfikir dan perilaku koruptif menjadi tidak koruptif, Sehingga akan tumbuh dan berkembang perilaku bekerja dengan etos kerja yang baik dengan ukuran dan target kinerja yang jelas; bersih yaitu tidak melakukan perbuatan yang mengandung unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN); profesional dalam melayani yaitu mampu memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan yang baik kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

Page 14: Lesson Learned 2010-2014

STRATEGI MELAKUKAN REVOLUSI MENTAL BIROKRASI

Ada 3 fase untuk melakukan revolusi mental birokrasi secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan, yaitu: 1. Fase Melihat, yaitu dengan mengidentifikasikan faktor yang

menjadi penyebab mental aparatur yang masih belum baik 2. Fase Bergerak, yaitu dengan melakukan perubahan perbaikan

mental aparatur birokrasi yang kongkrit dan melaksanakannya secara konsisten

3. Fase Menyelesaikan, yaitu memastikan bahwa program perubahan yang dilakukan telah dapat menjawab hasil yang diharapkan dengan melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program perubahan untuk memberikan umpan balik perbaikan perencanaan dan pelaksanaan program perubahan berikutnya.

Page 15: Lesson Learned 2010-2014

A. Penerapan Sistem Manajemen SDM Aparatur berbasis sistem merit Perilaku ASN sangat dipengaruhi oleh penerapan sistem manajemen SDM aparatur di lingkungan Birokrasi Pemerintah. Penerapan sistem ini akan berkontribusi besar dalam membentuk perilaku ASN dalam bekerja, karena secara langsung mengatur pengelolaan manajemen ASN sejak proses perencanaan kebutuhan; rekruitmen dan seleksi dalam pengadaan; pengaturan pangkat dan jabatan; pengembangan kompetensi dan pola karier; pola mutasi dan promosi; sistem penilaian kinerja; pengaturan disiplin dan sanksi; sistem penggajian dan penghargaan sampai pada jaminan pensiun ASN. Penerapan Sistem Manajemen SDM Aparatur selama ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 beserta berbagai aturan pelaksanaannya. Hasil implementasi sistem ini masih dirasakan banyak kelemahan baik dalam pengaturan maupun dalam penerapannya, sehingga masih banyak keluhan masyarakat terkait dengan integritas, pola pikir (mind-set) dan perilaku budaya kerja (culture-set) serta akuntabilitas kinerja ASN yang masih rendah.

FAKTOR PENYEBAB DOMINAN YANG MEMPENGARUHI MINDSET & CULTURE-SET ASN

Page 16: Lesson Learned 2010-2014

Salah satu langkah melakukan revolusi mental birokrasi adalah dengan melakukan percepatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Bidang Manajemen SDM Aparatur pada tingkat makro dan mikro. 1. Pada tingkat makro, penyusunan regulasi nasional berbagai aturan pelaksanaan yang

diamahkan dalam UU Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara terkait implementasi sistem merit, yang dalam hal ini dimandatkan pada Kementerian PANRB harus segera diselesaikan.

2. Pada tingkat mikro, setiap KL harus mengimplementasikan UU Nomor 5 tahun 2014 yang merupakan landasan hukum bagi pembentukan pegawai ASN yang berintegritas, profesional, dinamis dan berkinerja tinggi. Terdapat dua hal penting yang menjadi prinsip dasar dalam Undang-Undang ASN, yaitu :

a. menjalankan asas dan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar serta tidak ada unsur politik; b. Sistem merit diimplementasikan dalam seleksi dan promosi secara adil dan kompetitif, penggajian, reward dan punishment berbasis kinerja, integritas dan kode etik perilaku, bebas dari intervensi politik, serta efektif dan efisien dalam manajemen SDM.

Page 17: Lesson Learned 2010-2014

B. Penguatan kepemimpinan pada masing-masing Instansi Perilaku ASN juga akan dapat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan pada masing-masing instansi. Bawahan cenderung berperilaku mengikuti arahan, contoh atau teladan,konsistensi dan komitmen dari para pemimpinnya. Ada kecenderungan apa yang dilakukan para pemimimpinnya akan mempengaruhi perilaku para aparatur dibawahnya. Oleh karena itu komitmen kepemimpinan di masing-masing instansi juga akan berkontribusi dalam pembentukan perilaku ASN. Komitmen kepemimpinan yang kuat akan dapat mempengaruhi perilaku para aparatur dibawahnya akan mengikuti menjadi baik, demikian sebaliknya komitmen kepemimpinan yang lemah akan dapat membawa perilaku bawahannya menjadi kurang baik.

Page 18: Lesson Learned 2010-2014

Revolusi mental birokrasi adalah dengan penguatan penerapan sistem akuntabilitas

kinerja organisasi dan individu pegawai di masing-masing kementerian/lembaga/pemda. Dengan penerapan sistem ini secara benar akan dapat membentuk budaya kinerja pada setiap level pimpinan instansi. Dengan penerapan sistem ini, pimpinan pada

setiap level harus merencanakan kinerja, membuat kontrak kinerja, memonitor kinerja, dan mempertanggungjawabkan kinerja organisasi yang dipimpinnya. Apabila budaya kinerja pada tingkat pimpinan sudah terbangun dengan baik, maka

sudah dapat dipastikan akan mempengaruhi budaya kerja para aparatur bawahannya. Hal ini dapat menumbuhkan budaya malu yang dapat ditanamkan dilingkungan organisasi birokrasi. Malu jika tidak dapat mencapai kontrak kinerja, malu jika tidak dapat memberikan pelayanan publik terbaik, malu jika berperilaku menyimpang dari kode etik dan sumpah jabatan.

Page 19: Lesson Learned 2010-2014

C. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di setiap instansi pemerintah akan dapat membangun budaya kerja aparatur menjadi yang lebih cepat, akurat, efisien dan efektif jika. Cara yang harus dilakukan dalam melakukan revolusi mental birokrasi adalah membangun dan menerapkan budaya kerja di setiap Kementerian/Lembaga/Pemda untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Implementasi ini sering dikenal dengan istilah penerapan sistem elektronik pemerintah atau e-government yang meliputi berbagai sistem aplikasi antara lain misalnya e-ice; e-Planning; e-Budgetting; e-Procurement; e-Performance; e-Audit, dan lainnya

Page 20: Lesson Learned 2010-2014

D. Transparansi Pengelolaan Pelayanan Publik Transparansi pengelolaan pelayanan publik setiap KL memberikan pengaruh yang

besar terhadap perilaku aparat. Manajemen pelayanan diterapkan dengan baik, dilengkapi dengan sistem pengelolaan

pengaduan, penerapan maklumat dan standar pelayanan yang jelas, prosedur yang sederhana, penerapan etika pelayanan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan, akan membuat perilaku aparatur terbentuk dan terkendali pada batas-batas yang diinginkan oleh organisasi.

Memperkuat unit-unit pelayanan yang ada di lingkungan K/L/Pemda untuk menerapkan prinsip-prinsip pelayanan yang baik sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Membuka customer care/service/help desk bagi para stakeholder-nya.D

Masyarakat dapat menyampaikan keluhan, kritik atau bahkan pengaduan penyimpangan.

Tidak menerima pengaduan dengan gaya birokrat yang kaku, tetapi harus mencerminkan penerimaan yang baik, ramah, sabar, berkompeten, dan memberikan solusi.

Page 21: Lesson Learned 2010-2014

E. Penguatan Fungsi Pengawasan Perilaku aparatur dapat dipengaruhi oleh adanya peran pengawasan yang dibangun, baik pengawasan fungsional yang berada dalam lingkungan birokrasi maupun pengawasan masyarakat dan pemangku kepentingan yang berada dalam lingkaran birokarasi. Rendahnya sistem pengawasan terhadap birokrasi mengakibatkan kinerja birokrasi tidak maksimal, dan KKN pun semakin marak. Sistem pengawasan melekat (Pengawasan Atasan Langsung dan Sistem Pengendalian Internal) dalam praktiknya tidak berjalan dengan baik. Perlu dibangun sistem pengawasan yang efektif terhadap birokrasi, agar penyimpangan dapat dicegah sedini mungkin. Pengawasan fungsional yang berintegritas dan peran aktif pengawasan masyarakat dapat mempengaruhi perilaku aparatur dalam melakukan tugas dan fungsinya dengan baik.

Page 22: Lesson Learned 2010-2014

RUANG LINGKUP BPOM

Page 23: Lesson Learned 2010-2014

Ruang Lingkup

Page 24: Lesson Learned 2010-2014

KINERJA PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

Page 25: Lesson Learned 2010-2014

PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS?

KONDISI YANG DIHARAPKAN?

KONDISI SAAT INI

25

Keamanan, mutu, khasiat/manfaat Obat dan

makanan meningkat

• Kesehatan masyarakat meningkat • Daya saing OM nasional meningkat

Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong

• BPOM yang mampu mengawal keamanan, mutu dan khasiat/manfaat OM beredar

• Produsen/pelaku usaha yang bertanggung jawab

• Masyarakat yang berdaya untuk melindungi diri

MASYARAKAT

PEMERINTAH SEBAGAI REGULATOR

PRODUSEN / PELAKU USAHA

PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KONDISI YANG DIHARAPKAN

Globalisasi, persaingan dagang dan perkembangan IPTEK

Page 26: Lesson Learned 2010-2014

1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan

Makanan berbasis risiko untuk melindungi

masyarakat

2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam

memberikan jaminan keamanan Obat dan

Makanan serta memperkuat kemitraan dengan

pemangku kepentingan.

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM

1. Meningkatnya jaminan

produk Obat dan

Makanan aman,

berkhasiat/ bermanfaat,

dan bermutu dalam

rangka meningkatkan

kesehatan masyarakat

2. Meningkatnya daya

saing Obat dan Makanan

di pasar lokal dan global

dengan menjamin mutu

dan mendukung inovasi

STRATEGI BPOM DALAM MENCAPAI OBAT DAN MAKANAN AMAN

MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN DAYA SAING BANGSA

STRATEGI BPOM TUJUAN

Page 27: Lesson Learned 2010-2014

Perkuatan Revolusi Mental Meningkatkan POM

Page 28: Lesson Learned 2010-2014

PENUTUP

Page 29: Lesson Learned 2010-2014

Budaya organisasi BPOM berupa PIKKIR (Profesional, Integritas, Kredibel, Kerjasama, Inovatif, dan Responsif) merefleksikan nilai revolusi mental untuk mengabdi.

Revolusi mental harus menjadi komitmen setiap warga BPOM karena kinerja yang mumpuni akan menghasilkan outcome yang baik untuk BPOM khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Page 30: Lesson Learned 2010-2014

NOW

Page 31: Lesson Learned 2010-2014

KESIMPULAN

ASN dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya menjadi lebih melayani, berkinerja produktif, akuntabilitas, profesional dan menjaga diri dari perilaku sesuai kode etik dan sumpah jabatan demi kepentingan bangsa dan masyarakat sebagai stakeholder utamanya.

Langkah melakukan revolusi mental birokrasi harus dilakukan dengan strategi

yang tepat, konsisten, bertahap dan komprehensif melalui instrumen penerapan sistem manajemen SDM Aparatur yang berbasis sistem merit, penguatan kepemimpinan pada masing-masing instansi, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, transparansi pengelolaan pelayanan public, dan penguatan fungsi pengawasan.

Cara revolusi mental birokrasi adalah dengan memperkuat peran pengawasan

fungsional (quality assurance) sebagai serta peran pengawasan masyarakat dengan membangun sistem dan penanganan pengaduan masyarakat yang efektif. Email: [email protected]

Page 32: Lesson Learned 2010-2014