lessons learned form the earthquake and tsunami emergency

8
Gempa berkekuatan dahsyat dan gelombang tsunami yang menghantam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias, Indonesia, pada bulan Desember 2004 dan Maret 2005 menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan menelan ratusan ribu korban. Lebih dari setengah juta penduduk kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Disamping itu, sarana umum banyak yang hancur. Pemerintah Indonesia menanggapi situasi ini dengan menyusun satu Rencana Induk untuk rehabilitasi dan rekonstruksi serta mendirikan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh- Nias untuk mengkoordinasikan semua upaya bantuan, termasuk bantuan yang berasal dari lembaga donor asing. Sejauh ini dana yang dikerahkan mencapai sekitar $6 milyar. Proyek Bantuan Darurat Bencana Tsunami dan Gempa Bumi (Earthquake and Tsunami Emergency Support Project), atau ETESP, yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Asian Development Bank (ADB) pada bulan April 2005 menyediakan dana sebesar $329 juta untuk bantuan di 12 sektor. BRR ditunjuk sebagai Badan Penanggung Jawab (Executing Agency) sekaligus bertindak sebagai instansi pelaksana untuk sebagian besar sub-proyek. Kantor Manajemen Proyek pun didirikan di dalam lingkungan BRR. Pelaksanaan proyek ETESP dimulai pada bulan April 2005 dan dijadwalkan selesai pada bulan Desember 2008. Untuk memfasilitasi administrasi proyek, ADB mendirikan kantor perwakilan di Banda Aceh dan Medan (Extended Mission in Sumatra /EMS) pada bulan Juli 2005. Para konsultan asing dan lokal bekerjasama dalam mengkoordinasi dan memantau pelaksanaan komponen ETESP bersama dengan ADB-South East Asia Regional Department dan Indonesia Resident Mission. ADB juga melibatkan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama Bina Swadaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dan mengorganisir berbagai kegiatan di sektor pertanian, perikanan, dan irigasi. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini meliputi pendirian asosiasi petani dan pengguna air, memfasilitasi diskusi masyarakat, dan menyediakan peningkatan kapasitas untuk lembaga asosiasi berbasis masyarakat. Proyek ETESP juga merekrut enam LSM lainnya dibawah komponen perumahan. Latar Belakang Proyek dan Kesepakatan Kelembagaannya Pengalaman Yang Didapat dari Proyek Bantuan Darurat Gempa Bumi dan Tsunami di Indonesia

Upload: votu

Post on 02-Jan-2017

257 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Gempa berkekuatan dahsyat dan gelombang tsunami yang menghantam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias, Indonesia, pada bulan Desember 2004 dan Maret 2005 menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan menelan ratusan ribu korban. Lebih dari setengah juta penduduk kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Disamping itu, sarana umum banyak yang hancur. Pemerintah Indonesia menanggapi situasi ini dengan menyusun satu Rencana Induk untuk rehabilitasi dan rekonstruksi serta mendirikan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias untuk mengkoordinasikan semua upaya bantuan, termasuk bantuan yang berasal dari lembaga donor asing. Sejauh ini dana yang dikerahkan mencapai sekitar $6 milyar. Proyek Bantuan Darurat Bencana Tsunami dan Gempa Bumi (Earthquake and Tsunami Emergency Support Project), atau ETESP, yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Asian Development Bank (ADB) pada bulan April 2005 menyediakan dana sebesar $329 juta untuk bantuan di 12 sektor. BRR ditunjuk sebagai Badan Penanggung Jawab (Executing Agency) sekaligus bertindak sebagai instansi pelaksana untuk sebagian besar sub-proyek. Kantor Manajemen Proyek pun didirikan di dalam lingkungan BRR.

Pelaksanaan proyek ETESP dimulai pada bulan April 2005 dan dijadwalkan selesai pada bulan Desember 2008. Untuk memfasilitasi administrasi proyek, ADB mendirikan kantor perwakilan di Banda Aceh dan Medan (Extended Mission in Sumatra /EMS) pada bulan Juli 2005. Para konsultan asing dan lokal bekerjasama dalam mengkoordinasi dan memantau pelaksanaan komponen ETESP bersama dengan ADB-South East Asia Regional Department dan Indonesia Resident Mission.

ADB juga melibatkan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama Bina Swadaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dan mengorganisir berbagai kegiatan di sektor pertanian, perikanan, dan irigasi. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini meliputi pendirian asosiasi petani dan pengguna air, memfasilitasi diskusi masyarakat, dan menyediakan peningkatan kapasitas untuk lembaga asosiasi berbasis masyarakat. Proyek ETESP juga merekrut enam LSM lainnya dibawah komponen perumahan.

Latar Belakang Proyek dan Kesepakatan Kelembagaannya

Pengalaman Yang Didapat dari Proyek Bantuan Darurat Gempa Bumi dan Tsunami di Indonesia

Page 2: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Alasan Dasar Dibentuknya Mekanisme PengaduanProyek ETESP dirancang dengan menyertakan mekanisme pengaduan yang bertujuan untuk membantu menyelesaikan perselisihan dan konflik yang timbul selama pelaksanaan proyek, khususnya selama persiapan dan pelaksanaan sub-proyek; untuk memastikan agar sumberdaya yang disediakan oleh Proyek digunakan untuk tujuan yang telah ditetapkan; dan untuk membantu memastikan adanya komunikasi terbuka dan umpan balik antara pelaksana proyek, masyarakat, dan penerima manfaat. Dasar hukum pembentukan mekanisme pengaduan ini tercantum dalam Kesepakatan Hibah ETESP yang mewajibkan Pemerintah Indonesia untuk membentuk satu mekanisme untuk meninjau dan menyelesaikan pengaduan dalam lingkup BRR.1

Membentuk Mekanisme Pengaduan

Ada beberapa langkah yang perlu diambil dalam membentuk mekanisme pengaduan, yaitu: menetapkan cakupan, prinsip, dan jenis pengaduan; dan menjelaskan secara rinci proses penanganan pengaduan, termasuk kapan pengaduan resmi dicatat, pengolahannya, tindakan yang diambil, dan pemberian tanggapan. Secara teknis, untuk membentuk suatu mekanisme pengaduan, diperlukan satu bagan alur yang menggambarkan jalur penerimaan pengaduan, unit-unit yang menangani pengaduan, dan alur tanggapan. Tanggung jawab untuk mencatat pengaduan (mendaftar pengaduan yang masuk dan mencatat perkembangan) petugas yang menangani pengaduan (menyortir, memberitahu bahwa pengaduan telah diterima, merujuk, memberikan panduan, dan memantau perkembangan), dan staf yang berwenang ditunjuk dengan jelas. Manajemen proyek bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menangani pengaduan dan memberikan ketrampilan kepada stafnya untuk memfasilitasi pengaduan.

Aspek-aspek Penting dari Mekanisme Pengaduan Proyek ETESPAda beberapa jalur yang bisa digunakan untuk menyampaikan pengaduan dan pertanyaan yang terkait dengan proyek ETESP. Unit-unit dan staf proyek memiliki informasi tentang jadwal pelaksanaan dan anggaran, persyaratan untuk menerima bantuan, dan desain infrastruktur yang akan dibangun. Mereka bisa menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan sederhana. Jika pelapor tidak puas dengan tanggapan atau tindakan yang diambil, dia dapat mengajukan pengaduan ke tingkat yang lebih tinggi yang ada dalam mekanisme pengaduan. Disamping itu, masyarakat umum dapat mengakses sistem pengaduan dan anti korupsi eksternal yang ada di bawah BRR. Siapapun yang memiliki pengaduan, masukan, atau pertanyaan yang terkait dengan barang, pekerjaan umum, staf proyek, konsultan, dinas terkait di tingkat kabupaten atau provinsi, dan pihak lainnya yang terlibat dalam proyek ETESP memiliki hak untuk menyampaikan pengaduan atau pertanyaan.

Semua pengaduan dan masukan akan dijamin kerahasiaannya. Pelapor dapat mengungkapkan ataupun merahasiakan identitasnya. Pengaduan, keluhan, masukan atau pertanyaan tentang proyek ETESP dapat disampaikan melalui surat, SMS, laporan lisan (dari pelapor yang datang langsung), telpon, atau faks. Kepala Kantor Perwakilan ADB-EMS mendukung dibentuknya mekanisme pengaduan dan memperjelas pelaksanaannya melalui surat memo yang dikeluarkannya.

Manfaat Mekanisme Pengaduan

Dengan adanya pengaduan, pelaksana proyek sedari awal bisa mengetahui masalah yang terjadi. Disamping itu, pengaduan juga dapat memberikan gambaran apakah desain dan pelaksanaan proyek sudah memadai dan memenuhi standar kualitas. Mekanisme pengaduan mengutamakan kebutuhan klien dan meningkatkan transparansi. Semakin kompleks suatu proyek, semakin besar kemungkinan timbulnya pengaduan. Oleh karena itu, penting bagi proyek untuk menggunakan cara yang efisien untuk menanganinya. Dengan membentuk mekanisme pengaduan, proyek dapat memiliki panduan yang jelas untuk menangani pengaduan dengan lebih efisen.

1 Kesepakatan Hibah ETESP menetapkan bahwa Pemerintah Indonesia wajib membentuk mekanisme yang menangani pengaduan masyarakat. Mekanisme tersebut dimaksudkan untuk meninjau dan menanggapi pengaduan masyarakat, penerima manfaat, dan para pemegang kepentingan lainnya yang terkait dengan proyek ETESP, dan menetapkan batas kriteria dan prosedur untuk menangani pengaduan, menanggapinya dengan proaktif dan konstruktif, dan memberitahukan kepada masyarakat tentang keberadaan mekanisme tersebut, termasuk mengumumkannya di surat kabar. Penjelasan lebih lanjut tentang mekanisme ini dapat dibaca di www.adb.org/Documents/RRPs/INO/rrp-ino-39127.pdf hal 31–32.

Page 3: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Lessons Learned 3

Assure proper functioningMekanisme pengaduan proyek ETESP dibuat sesuai dengan prosedur pelaksanaan serta sumber daya manusia (SDM) yang tersendiri di masing-masing unit dan sektor. Oleh karena itu bagan alur yang dipakai pun berbeda. Namun demikian, kesemuanya merupakan bagian dari satu sistem penanganan pengaduan yang luas. Mekanisme pengaduan proyek ETESP juga dibagi menjadi beberapa bagian: untuk persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan di tingkat desa dirujuk ke tingkat selanjutnya, dan ke tingkat ketiga bila perlu. Pelapor yang tidak setuju dengan tindakan atau keputusan yang diambil sehubungan dengan pengaduan yang disampaikannya dapat mengajukannya ke tingkat yang lebih tinggi yang ada dalam sistem penanganan pengaduan. Di tingkat desa, pengaduan diselesaikan dengan menggunakan sistem adat yang ada bila memungkinkan. Di sektor perumahan, lembaga asosiasi berbasis masyarakat (paguyuban) yang ada di bawah proyek ETESP juga bertindak sebagai unit penerimaan pengaduan dan fasilitator. Posko pengaduan tingkat kecamatan yang diorganisir dan didanai oleh Transparency International juga membantu memfasilitasi pengaduan.

Pelapor yang tidak setuju dengan tindakan atau keputusan yang diambil sehubungan dengan pengaduan yang disampaikannya dapat mengajukannya ke tingkat yang lebih tinggi yang ada dalam sistem penanganan pengaduan.

Contoh Bagan Alur Penanganan Pengaduan untuk Komponen Perumahan

Sumber: Hasan, Izziah, dan Jose Tiburcio Nicolas. 2008. Proyek Bantuan Darurat Gempa Bumi dan Tsunami Mekanisme Pengaduan. Manila: ADB.

Mas

yara

kat CHU+CF

RegistrasiPengaduan

PIC+PPC+OCDiskusi untuk

solusi

BRRMemfinalkan

Solusi

Mulai

Pertemuan masyarakat &

narasumber jika diperlukan

Pemda/PU

PAM/Telkom/PLN

Proyek

Civil administrasi

Perdata

Pidana

Pengadilan TataUsaha Negara

Selesai

Selesai

Selesai

Selesai

Selesai

Selesai

PIC

/PPC

/OC

BR

R

Penanganan Pengaduan Penyelesaian Sengketa

PengadilanPidana

Selesai

Solusi PengadilanPerdata/Agama

BRRMemfinalkan

Solusi

tidaktidak

ya

ya

tidak

tidak

ya

ya

Ada jalankeluar?

Ada jalankeluar?

Ada jalankeluar?

Ada jalankeluar?

Peng

adila

n T

ata

Usa

ha N

egar

aPe

ngad

ilan

Neg

ri/A

gam

aPe

ngad

ilan

Pida

na

BPN

?

Page 4: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Unit Fasilitasi PengaduanUnit Fasilitasi Pengaduan dibentuk untuk menyediakan mekanisme pengaduan eksternal yang independen sebagaimana ditetapkan dalam Kesepakatan Hibah. Cakupan kerja Unit Fasilitasi Pengaduan meliputi semua sektor dan tingkatan yang ada. Unit ini menerima pengaduan langsung dari penerima manfaat dan masyarakat umum melalui SMS, telpon, kunjungan kantor, dan selama kunjungan lapangan. Fasilitator desa juga meneruskan pengaduan yang mereka terima dari masyarakat yang tidak tidak terkait langsung dengan kegiatan atau sub-proyek mereka, dan kantor perwakilan ADB-EMS kadang-kadang merujuk kasus ke unit yang berwenang agar ditindak-lanjuti. Unit Fasilitasi Pengaduan memantau laporan media tentang persoalan atau pengaduan yang terkait dengan kegiatan proyek atau staf ETESP dan melakukan kunjungan lapangan untuk memastikan kebenaran laporan tersebut sebagai bagian dari tanggung jawabnya untuk secara proaktif mencegah timbulnya pengaduan.

Kantor Unit Fasilitasi Pengaduan mulai bekerja secara aktif pada bulan Juni 2007 dan dimotori oleh satu Ahli Fasilitasi yang dibantu oleh satu staf teknis dan satu staf admin. Perlengkapan kantor mereka disediakan oleh Badan Pengawas. Keberadaan Unit Fasilitasi Pengaduan dan alamat yang bisa dihubungi diumumkan di surat kabar setempat, dan unit ini juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Selama pertemuan sosialisasi dan kerja lapangan, unit ini membagi-bagikan brosur yang berisi penjelasan tentang sistem penanganan pengaduan yang mereka miliki.

Fungsi Unit Fasilitasi Pengaduan meliputi mengelola pangkalan data tentang kasus pengaduan dan pertanyaan tentang proyek ETESP; menyusun dan mengawasi jalannya sesi orientasi; mengkoordinasi, memverifikasi, dan menindak-lanjuti pengaduan yang terkait dengan proyek ETESP dan berkoordinasi dengan mekanisme akuntabilitas eksternal lainnya (misalnya lembaga ombudsman multi donor , atau Komisi Pemberantasan Korupsi); menganalisis tren dan persoalan serta mengusulkan tindakan untuk mengatasinya; dan bertindak sebagai fasilitator atau mediator untuk menyelesaikan konflik.

Desain dan Pelatihan Yang Partisipatif Staf dari berbagai sektor yang ada bersama-sama menyusun mekanisme pengaduan mereka lewat serangkaian lokakarya yang bertujuan untuk : mendukung pendekatan penanganan pengaduan yang lebih efisien diantara para pemegang kepentingan yang terlibat dalam pelaksanaan proyek ETESP; menyusun bagan alur untuk menangani pengaduan dan membahas tautan (link) ke berbagai mekanisme pengaduan eksternal yang ada; menjelaskan tanggung jawab dan fungsi para pihak yang terlibat dalam penanganan pengaduan ETESP; dan melatih staf untuk memfasilitasi pengaduan dengan tepat. Ada lima sesi pelatihan yang diadakan bagi kelompok sasaran yang berbeda, yaitu:

Manajemen Proyek, para konsultan bidang desain dan pelaksanaan dari semua komponen proyek ETESP, dan Bina Swadaya;

pelaksana proyek;

yang terlibat dalam komponen perumahan;

satu hari) bagi fasilitator penggerak desa dan tenaga penggerak masyarakat dari Bina Swadaya

Sebuah modul orientasi siap pakai bagi Kantor Manajemen Proyek kemudian disusun untuk memudahkan proyek ETESP memberikan pengarahan lebih lanjut kepada fasilitator penggerak desa dan tenaga penggerak masyarakat.

Page 5: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Dalam 9 bulan yang pertama, Unit Fasilitasi Pengaduan berhasil mencatat 91 kasus dalam pangkalan data pengaduan yang dikelolanya. Lebih dari separuhnya (51%) diterima melalui SMS dan 31% lewat telpon. Sedangkan selebihnya diterima lewat laporan langsung (7%), surat (1%), dan selama kunjungan lapangan/lokakarya oleh Unit Fasilitasi Pengaduan (6%) atau dirujuk oleh kantor perwakilan ADB-EMS (3%).

Ketika Unit Fasilitasi Pengaduan memasang iklan di surat kabar lokal, jumlah pengaduan yang diterima dari masyarakat umum meningkat (lihat grafik). Hal ini menunjukkan bahwa iklan melalui media massa sangat penting dalam mensosialisaikan keberadaan Unit Fasilitasi Pengaduan.

Lebih dari separuh kasus yang ada (49 kasus atau 54%) adalah pengaduan yang berkaitan dengan staf dan pelaksana proyek. Sedangkan 36 kasus lainnya (40%) berupa pertanyaan dan komentar. Selebihnya (6%) adalah dugaan korupsi atau penyimpangan yang terkait dengan pengadaan. Sebagian besar pengaduan dan pertanyaan berasal dari penerima manfaat (36%) atau masyarakat dan tetangga yang peduli (21%). Sebagian kecil berasal dari kepala desa (6%) atau pelaksana proyek, staf, atau pekerja (4%). Sebagian besar pertanyaan dan pengaduan diterima oleh Unit Fasilitasi Pengaduan dari pengirim dan penelpon rahasia yang tidak menyebutkan identitasnya atau orang yang minta dirahasiakan identitasnya. Unit Fasilitasi Pengaduan berusaha sebisa mungkin untuk menanggapi, memvalidasi, atau menjawab telpon dan laporan yang masuk dari pelapor yang merahasiakan identitasnya.

Pengaduan dan pertanyaan yang diterima berkisar tentang permasalahan mutu, keterlambatan dalam pelaksanaan atau dana, tidak dilibatkannya masyarakat penerima manfaat atau dugaan bahwa pemberian bantuan tidak tepat sasaran, dugaan korupsi atau penyimpangan, dampak negatif yang ditimbulkan sub proyek, gaji staf/karyawan proyek, perubahan/perbedaan dalam anggaran, dan persoalan lainnya.

Dalam hal lokasi, sebagian besar kasus (77%) terjadi di Provinsi NAD. Sebanyak 11% terjadi di Pulau Nias, sedangkan 11% sisanya bersifat umum atau tidak jelas. Pengaduan dan pertanyaan berasal dari 13 kecamatan. Namun, sebagian besar dari kecamatan tersebut terletak di Pidie (14%), Aceh Barat (14%), Banda Aceh (13%), Aceh Besar (10%), dan Bireuen (10%).

Tipe A: Pertanyaan, komentar, dan saranTipe B: Dugaan pelanggaran hak atau kinerja buruk

yang ditunjukkan oleh konsultan, kontraktor, staf, pejabat pemerintah, atau LSM

Tipe C: Dugaan penyimpangan dan/atau korupsi Tipe D: Dugaan pelanggaran hukum dan kegiatan

melanggar hukum

Unit Fasilitasi Pengaduan yang Independen:

Hadirnya Unit Fasilitasi Pengaduan yang independen mendorong masyarakat untuk berani mengemukakan dan menyampaikan pengaduan mereka, serta mempercepat penyelesaian kasus. Meskipun masing-masing sektor proyek ETESP memiliki mekanisme penanganan pengaduan tersendiri, sebagian pelapor merasa lebih nyaman untuk menghubungi Unit Fasilitasi Pengaduan untuk menyampaikan persoalan yang menjadi keprihatinan mereka. Pelapor lainnya yang tidak puas dengan tanggapan atau tindakan yang diambil oleh konsultan proyek atau unit pelaksana proyek dapat menghubungi Unit Fasilitasi Pengaduan untuk mendapatkan bantuan. Disamping itu, penyelesaian kasus menjadi lebih lancar ketika Unit Fasilitasi Pengaduan membantu menindak-lanjuti dengan unit pelaksana proyek atau tim konsultan yang bersangkutan.

Sumber: Hasan dan Nicolas. op. cit.

0

5

10

15

20

25 Iklan di surat kabar tentang Unit Fasilitasi Pengaduan dispanang pada bulan-bulan ini

Jum

lah

pen

gad

uan

yan

g d

iter

ima

Bulan

AgtJul Sep Okt Nov Des Jan Feb

Page 6: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Pengalaman Yang Didapat 1

Membentuk mekanisme penanganan pengaduan yang efektif

Pengalaman Yang Didapat 2

Menghindari atau meminimalisir pengaduan lewat komunikasi yang tepat pada waktunya

Page 7: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Pengalaman Yang Didapat 3

Memastikan pelaksanaan yang tepat

“Agar penanganan pengaduan dapat berhasil dalam satu proyek yang kompleks seperti ETESP, setiap orang harus benar-benar memahami peran dan tanggung jawab masing-masing. Penanganan pengaduan juga membutuhkan waktu dan sumberdaya. Biasanya hal ini tidak disadari ketika desain proyek dibuat.”

2 Penjelasan lebih lanjut tentang Mekanism Pengaduan ETESP dapat dilihat di: www.adb.org/documents/reports/etesp/ETESP-Grievance-Mechanism.pdf

- Pieter M. Smidt Kantor Perwakilan ADB-EMS

Perubahan PerilakuPenanganan pengaduan ditentukan oleh sikap pelaksana proyek dalam menerima dan melaporkan pengaduan. Selama tahap awal, sebagian perwakilan unit pelaksana proyek dan konsultan melihat pengaduan sebagai rapor merah atas kinerja mereka. Oleh karena itu, ada rasa enggan untuk melaporkan dan menanggapi pengaduan yang mereka terima dari masyarakat penerima manfaat. Sebagian dari mereka bahkan menganggap penanganan pengaduan sebagai beban tambahan yang hanya akan memperlambat persiapan dan pelaksanaan sub-proyek. Oleh karena itu pelaksana proyek harus mendapat pengarahan yang tepat tentang penanganan pengaduan agar mereka melihat penanganan pengaduan sebagai kesempatan untuk meningkatkan desain, pelaksanaan dan hasil proyek.2

Page 8: Lessons Learned form the Earthquake and Tsunami Emergency

Tentang Bank Pembangunan Asia Visi ADB adalah kawasan Asia dan Pasifik yang bebas kemiskinan. Misinya adalah membantu negara berkembang yang menjadi anggotanya untuk mengurangi kemiskinan secara substansial dan meningkatkan kualitas hidup warganya. Meskipun banyak menorehkan kisah sukses, kawasan ini tetap dihuni oleh dua pertiga penduduk miskin dunia. Enam ratus juta penduduk di kawasan ini hidup dengan $1 atau kurang per hari. ADB bertekad untuk mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang melibatkan semua pihak, pertumbuhan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dan integrasi regional.

Kantor pusat ADB berada di Manila. ADB dimiliki oleh 67 anggota, termasuk 48 negara dari kawasan ini. Instrumen utama yang dimiliki ADB untuk membantu negara-negara anggotanya adalah dialog kebijakan, pinjaman, penyertaan modal, jaminan, hibah dan bantuan teknis. Tahun 2007, ADB menyetujui total pinjaman sebesar $10,1 miliar, proyek yang dibiayai dengan hibah sebesar $673 juta, dan bantuan teknis berjumlah $243 juta.

Asian Development Bank6 ADB Avenue, Mandaluyong City1550 Metro Manila, Philippineswww.adb.orgStok Publikasi No.: 071008

Dicetak di Filipina