latihan seminar proposal revisi

54
PROPOSAL SKRIPSI HUBUNGAN KUALITAS UDARA TERHADAP INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS DI KONSTRUKSI RSP. UNS Mikhael Andre Juan Kurniawan R.0212030

Upload: mikhael-andre-juan-kurniawan

Post on 26-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Latihan, SP, Prop, Proposal, Revisi, D4, Keselamatan, Kesehatan, Kerja,

TRANSCRIPT

Page 1: Latihan Seminar Proposal Revisi

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN KUALITAS UDARA TERHADAP INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS DI

KONSTRUKSI RSP. UNS

Mikhael Andre Juan KurniawanR.0212030

PROGRAM DIPPLOMA 4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA2014

Page 2: Latihan Seminar Proposal Revisi

PROPOSAL SKRIPSI

I. Nama Peneliti : Mikhael Andre Juan Kurniawan

II. NIM : R0212030

III. Judul Penelitian : Hubungan Kualitas Udara Terhadap Infeksi

Saluran Pernafasan Atas di Konstruksi RSP.UNS.

IV. Bidang Ilmu : Ilmu Kesehatan Kerja

V. Latar Belakang Masalah

Perkembangan pembangunan menuju industrialisasi dapat

membawa berbagai resiko positif maupun negatif yang mempengaruhi

para pekerja dan keluarganya. Resiko positifnya antara lain pembangunan

gedung bertingkat dan penataan kota menjadi rapi, terbukanya lapangan

kerja sehingga kemakmuran dapat dinikmati oleh masyarakat. Sedangkan

resiko negatif dari pembangunan industrialisasi antara lain kemungkinan

terjadinya penyakit akibat kerja (occupational disease), penyakit akibat

hubungan kerja (work related disease) dan kecelakaan akibat kerja

yang dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Resiko timbul

akibat adanya lingkungan kerja yang tidak memenuhi persyaratan

sehingga menjadi bahaya potensial bagi kesehatan pekerja.

Kemajuan teknologi dunia telah membawa dampak berupa

perubahan peradapan dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri.

Dan pada era globalisasi sekarang ini juga telah menunjukkan perubahan

yang sangat cepat dari masyarakat industri menuju masyarakat

informasi. Salah satu ciri dari masyarakat informasi adalah

menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja didalam gedung

moder n dengan menggunakan ventilasi buatan seperti Air Conditioning

(AC). Namun demikian didalam masyarakat kita juga masih berkembang

suatu pola pikir dimana pekerjaan yang dilakukan didalam ruangan suatu

gedung modern merupakkan pekerjaan yang tidak mempunyai resiko atau

paling nyaman dan aman dari pengaruh negatif lingkungan kerja.

Page 3: Latihan Seminar Proposal Revisi

Kenyataannya bahwa kualitas udara dalam suatu ruangan merupaka faktor

yang signifikan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan tenaga kerja.

Hal tersebut disebabkan oleh keadaan- keadaan sebagai berikut :

1. Semakin meningkatkan jumlah orang yang menghabiskan

waktunya didalam ruangan.

2. Konstruksi-konstruksi bangunan gedung yang dirancang tidak

menggunakan jendela yang dapat dibuka.

3. Meningkatkan penggunaan teknologi baru dan bahan-bahan

sintetis.

4. Sarana energi konversi yang dapat menurunkan jumlah udara

dari luar yang disirkulasikan.

Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada di

sekitar pekerja atau berhubungan dengan tempat kerja yang dapat

mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas yang dibebankan,

lingkungan kerja yang baik mempengaruhi kesehatan pekerja, kesehatan

pekerja yang baik meningkatkan produktivitasnya. Berdasarkan teori

Blum, yang menyatakan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor

terbesar yang dapat mempengaruhi status kesehatan individu disamping

faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan yang terkecil pengaruhnya adalah

faktor keturunan. Oleh karena itu, faktor lingkungan di tempat kerja

memberikan pengaruh yang besar terhadap kesehatan pekerja yang

meliputi kesehatan fisik dan psikis. (Tesis. Paryati, 2012)

Komite Organisasi Kesehatan Dunia 1986 dalam laporannya

menyatakan bahwa hingga 30 persen gedung baru dan bangunan renovasi

di seluruh dunia mungkin menjadi subjek keluhan berlebihan terkait

dengan kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality). Seringkali

kondisi ini bersifat sementara, tetapi beberapa bangunan yang memiliki

masalah jangka panjang. (EPA, 1998)

Aktivitas di gedung perusahaan PT. X bagian kantor dan

lingkungan sekitarnya yang padat dan dekat jalan raya meningkatkan

jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko

Page 4: Latihan Seminar Proposal Revisi

terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi,

namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu

peneliti tertarik untuk mengetahui efek kualitas udara pada ruangan ber-

AC terhadap kejadian Sick Building Syndrome (SBS) pada tingkatan

stress kerja karena kondisi lingkungannya.

VI. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan

antara suhu, kelembaban, kecepatan gerak udara, kadar partikulat dan

mikrobiologi (Kualitas Udara) dalam ruang pada kejadian Sick

Building Syndrome pada pekerja di PT.X Surakarta.

VII. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Menganalisis kualitas udara dalam ruang terhadap kejadian Sick

Building Syndrome dengan pekerja di kantor PT.X Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur faktor-faktor fisika, kimia dan biologi yang

menyebabkan sick building syndrome.

b. Mengidentifikasi kejadian Sick Building Syndrome pada pekerja

kantor PT. X Surakarta.

c. Menganalisis kualitas udara dengan stress kerja.

VIII. Manfaat Penelitian

1. Bagi PT. X

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kualitas udara ruangan kantor terhadap kejadian Sick Building

Syndrome pada pekerja sehingga perusahaan-perusahaan di Surakarta

dapat mengambil tindakan pengendalian dan upaya perbaikan aktif

pada lingkungan kerjanya.

Page 5: Latihan Seminar Proposal Revisi

2. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman langsung bagi penulis dalam melaksanakan

penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang

didapat dibangku perkuliahan, khususnya mengenai ddan keselamatan

kerja dan menuliskan hasil penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah.

3. Bagi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sebagai tambahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu di

dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

IX. Tinjauan Pustaka

A. Sick Building Sindrome

1. Pengertian Sick Building Sindrome

Istilah S indrom gedung sakit (Sick Buiding Syndrome)

pertama dikenalkan oleh para ahli di Negara Skandinavia di awal

tahun 1980 – an. Istilah S BS dikenal juga dengan TBS (Tigh

Buiding Syndrome) atau Nen Spesific Building -Related Symptoms

(BRS). Karena sindrom ini umumnya dijumpai dalam ruangan

gedung – gedung pencakar langit. (Joshi SM, 2008)

EPA mendefenisikan sindrom gedung sakit merupakan istilah

untuk menguraikan situasi di mana penghuni gedung atau

bangunan mengalami gangguan kesehatan akut atau efek timbul

saat berada dalam bangunan, tetapi tidak ada penyebab yang

spesifik. Menurut Tjandra Yoga Aditama (2002) Istilah S BS

mengandung dua maksud yaitu:

a. Kumpulan gejala (sindroma) yang dikeluhkan

seseorang atau sekelompok orang meliputi perasaan-

perasaan tidak spesifik yang mengganggu kesehatan

berkaitan dengan kondisi gedung tertentu,

b. Kondisi gedung tertentu berkaitan dengan keluhan atau

gangguan kesehatan tidak spesifik yang dialami

penghuninya, sehingga dikatakan “gedung yang sakit”.

Page 6: Latihan Seminar Proposal Revisi

SBS adalah gejala-gejala gangguan kesehatan, umumnya berkaitan

dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi

oleh orang yang bekerja di gedung atau di rumah yang ventilasinya

tidak direncanakan dengan baik, SBS merupakan kategori

penyakit umum yang berkaitan dengan beberapa aspek fisik

sebuah gedung dan selalu berhubungan dengan sistem

ventilasi.Faktor resiko yang terjadi pada manusia, karakteristik

biologik dan praktek kerja atau lingkungan kerja sangat

berhubungan dengan gejala Sick bulding syndrome. faktor resiko

individual adalah dermatitis seborrheic, gatal-gatal yang sangat

luas pada kulit dan adanya atopy merupakan faktor resiko yang

terbesar. Pada individu yang terpapar oleh pencemaran bahan

kimia dilingkungan kerja akan mengalami gejala iritasi mata,

saluran pernafasan sampai adanya perasaan lelah dan lesu yang

menaun akibat adanya anemia dan beberapa kelainan pada sistem

Hematopoietik. Faktor resiko yang lain adalah faktor individiual

dimana stress kerja juga merupakan suatu faktor resiko yang besar

untuk terjadinya Sick Building Syndrome.

2. Gejala Sick Building Syndrome

Pada umumnya gejala dan gangguan S BS berupa penyakit

yang tidak spesifik, tetapi menunjukkan pada standar tertentu,

misal berapa kali seseorang dalam jangka waktu tertentu

menderita gangguan saluran pernafasan. Keluhan itu hanya

dirasakan pada saat bekerja di gedung dan menghilang secara

wajar pada akhir minggu atau hari libur, keluhan tersebut lebih

sering dan lebih bermasala h pada individu yang mengalami

perasaan stress, kurang diperhatikan atau kurang mampu dalam

mengubah situasi pekerjaannya. (EPA, 1991)

Keluhan S BS yang diderita oleh pekerja antara lain sakit

kepala, iritasi mata, iritasi hidung, iritasi tenggorokan, batuk

kering, kulit kering atau iritasi kulit, kepala pusing, sukar

Page 7: Latihan Seminar Proposal Revisi

berkonsentrasi, cepat lelah atau letih dan sensitif terhadap bau

dengan gejala yang tidak dikenali dan kebanyakkan keluhan

akan hilang setelah meninggalkan gedung. (EPA, 1991)

Membagi keluhan atau gejala dalam tujuh kategori sebagai berikut:

a. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan

berair

b. Iritasi hidung. Seperti iritasi tenggorokkan, sakit

menelan, gatal, bersin, batuk kering

c. Gangguan neorotoksik (gangguan saraf/gangguan

kesehatan secara umum), seperti sakit kepala, lemah,

capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi

d. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi,

sesak nafas, rasa berat di dada

e. Gangguan kulit, seperti kulit kering,

kulit gatal f. Gangguan saluran

cerna, seperti diare

f. Gangguan lain- lain, seperti gangguan perilaku, gangguan

saluran kencing dll

Orang dinyatakan menderita SBS apabila memiliki

keluhansejumlah kurang lebih 2/3 dari sekumpulan gejala

seperti lesu, hidung tersumbat, kero ngkonggan kering, sakit

kepala, mata gatal- gatal, mata pedih, mata kering, pilek – pilek,

mata tegang, pegal-pegal, sakit leher atau punggung, dalam kurun

waktu bersamaan.8 Untuk menegakkan adanya syndrome

gedung sakit (SBS ) maka berbagai keluhan tersebut harus

dirasakan oleh sekitar 20%-50% pengguna suatu gedung, dan

keluhan- keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua

minggu.

3. Penyebab Sick Building Syndrome

Page 8: Latihan Seminar Proposal Revisi

Fenomena SBS berkaitan dengan kondisi gedung, terutama

rendahnya kualitas udara ruangan. Berbagai bahan pencemar

(kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam

gedung ( Indoor Air Environment) melalui empat mekanisme

utama, yaitu gangguan sistem kekebalan tubuh (Immunologik),

terjadinya infeksi; bahan pencemar yang bersifat racun (toksik);

bahan pencemar yang mengiritasi dan menimbulkan gangguan

kesehatan. (EPA,1991) Gangguan sistem kekebalan tubuh

dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi. Sehingga meningkatkan

ketahanan fisik dan meningkatkan produktifitas kerja, di samp

ing membantu mengurangi infeksi. (Depkes RI, 1990) Sedangkan

bahan kimia yang bersifat racun (Toksik) lebih banyak diserap

oleh orang usia muda dan tua di banding pada orang dewasa.

(Frank C. Lu, 1995) Biasanya sulit untuk menemukan suatu

penyebab tunggal dari syndrome gedung sakit atau S BS.

Penyebab utama SBS adala h bahan kimia yang digunakan

manusia, jamur pada sirkulasi udara serta faktor fisik seperti

kelembaban, suhu dan aliran udara dalam ruangan, sehingga

makin lama orang tinggal dalam sebuah gedung yang sakit akan

mudah menderita SBS. (P.S Burge,2004)

a. Penyebab lain dari S BS yaitu :

1) Kualitas Ventilasi

Ventilasi merupakan salah satu faktor yang

penting dalam menyebabkan terjadi S BS. Standar

ventilasi pada gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk

kubus sehingga udara luar dapat masuk dan

menyegarkan penghuni didalamnya, terutama tidak

semata- mata untuk melemahkan dan memindahkan

bau. Dengan ventilasi yang tidak cukup, maka proses

pengaturan suhu tidak secara efektif mendistribusikan

Page 9: Latihan Seminar Proposal Revisi

udara pada penghuni ruangan sehingga menjadi faktor

pemicu timbulnya SBS. Ventilasi yang paling ideal

untuk suatu ruangan apabila ventilasi dalam keadaan

bersih, luas memenuhi syarat, sering dibuka, adanya

cross ventilation. Ketidak seimbangan antara ventilasi

dan pencemaran udara merupakan salah satu sebab

terbesar gejala S BS. (P.S Burge, 2004)

Ventilasi dalam lingkungan kerja ditujukan untuk

mengatur kondisikenyamanan, memperbaruhi udara

dengan pencemaran udara ruangan pada batas

normal, menjaga kebersihan udara dari

kontaminasi berbahaya. Ventilasi ruangan secara

alami didapatkan dengan jendela terbuka yang

mengalirkan udara luar kedalam ruangan, namun

selama beberapa ta hun terakhir AC menjadi salah satu

pilihan terbaik .

b. Zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan

Polusi udara dalam ruangan bersumber dari dalam ruangan

itu sendiri, seperti gas bahan pembersih karpet, mesin

fotocopy, tembakau dan termasuk formaldehid merupakan

gas yang tidak berwarna dengan bau yang cukup tajam.

Partikel-partikel yang biasanya terdapat dalam ruangan

udara meliputi; partikel hasil pembakaran dari proses

memasak, dan merokok, debu dari pakaian, kertas dan karpet,

serat asbes dari bahan bangunan, serat fiberglass yang

terdapat dalam saluran pipa AC. Secara umum kadar partikel

yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi seperti

mata kering, problem kontak lensa mata, iritasi

hidung, tenggorokan dan kulit, batuk-batuk dan sesak nafas.

Pada gedung perkantoran rerata partikel debu pada

ruangan non-smoking area adalah 10 μg/m3 sedangkan

Page 10: Latihan Seminar Proposal Revisi

pada smoking area berkisar antara 30 – 100 μg/m3.

Standar maksimum partikel debu untuk ruang kerja

perkantoran ternyata beragam, WHO menetapkan rerata

kadar debu dalam setahun 40 μg/m3 dan kadar maksimum

24 jam adalah 120 μg/m3. NH&MRC menetapkan rerata

kadar dalam setahun adalah 90 μ g/m3. Sedangkan S

AA(1980) menetapkan kadar dalam setahun adalah 60 μ

g/m3 dan kadar maksimum 24 jam adalah 150 μg/m3.2

c. Zat pencemar kimia bersumber dari luar

gedung

Udara yang masuk pada suatu bangunan biasa merupakan

suatu sumber polusi udara dalam gedung, seperti pengotor

dari kendaraan bermotor, pipa ledeng, lubang angin dan

semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat

masuk melalui lubang angin atau jendela dekat sumber

polutan. Bahan – bahan polutan yang mungkin ada dalam

ruangan dapat berupa gas karbon monoksida, nitrogen

dioksida dan berbagai bahan organik lainnya. Kadar CO

yang tinggi akan berakibat buruk pada jantung dan otak.

d. Zat pencemar biologi

Bakteri, virus dan jamur adalah jenis pencemar biologi

yang berkumpul di dalam pipa saluran udara dan alat

pelembab udara serta berasal dari alat pembersih.

e. Faktor fisik lingkungan

Temperatur yang tidak cukup, kelembaban dan

pencahayaan merupakan faktor fisik pendorong timbulnya S

BS. Pada kelembaban tinggi (di atas 60-70%) dan dalam

temperatur hangat, keringat hasil badan tidak mampu untuk

menguap sehingga temperatur ruangan dirasakan lebih panas

Page 11: Latihan Seminar Proposal Revisi

dan akan merasa lengket. Ketika kelembaban rendah (di

bawah 20%), temperatur kering, embun menguap dengan

lebih mudah dari keringat, sehingga selaput lendir dan kulit,

kerongkongan serta hidung menjadi mengering,

akibatnya kulit menjadi gatal serta ditandai dengan sakit

kepala, kekakuan dan mata mengering.

Iklim kerja merupakan faktor lingkungan fisik yang berperan

dalam perlindungan bagi tenaga kerja terhadap bahaya

kesehatan dan keselamatan Kerja. NAB terendah untuk iklim

kerja adalah 21 – 30 oC pada kelembaban nisbi 65 – 95%

(SE Menaker No. 01/Men/1978). Comfort zone pada

negara dengan dua musim seperti Indonesia, Grandjean

(1993) memberikan batas toleransi suhu tinggi sebesar 35-

40OC; kecepatan gerak udara 0,2 m/detik; kelembaban antara

40-50%; perbedaan suhu permukaan <4oC.

Tabel Kecepatan gerak udara yang direkomendasikan

untuk ruang kerja yang disesuaikan dengan suhu

dan kelembaban ruangan setempat.

Temperatur Kelembapan Kecepatan Udara

Suhu

Kering

Suhu

Basah

(%) Minimum

(m/det)

Maksimum

(m/det)oC oC

21 19 8

0

0,15 0,3024 16 4

0

0,15 0,30

24 18 6

0

0,25 0,40

24 21 8

0

0,25 0,50

27 16 3

0

0,25 0,50

27 19 5

0

0,40 0,50

27 23 7

5

0,50 0,80

29 16 2

5

0,40 0,80

29 19 4

5

0,50 0,80

29 23 6

5

0,80 0,80

32 17 2

0

0,50 0,80

32 22 4

0

0,80 0,80

32 26 6 1,00 1,00

Page 12: Latihan Seminar Proposal Revisi

Sumber : Tarwaka & Bakri 2004

f. Pencahayaan

Cahaya merupakan pancaran gelombang

elektromagnetik yang melayang melewati udara.

Illuminasi merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang

jatuh kesuatu permukaan. Apabila suatu gedung tingkat

illuminasinya tidak memenuhi syarat maka dapat

menyebabkan kelelahan mata, sehingga dapat

menimbulkan terjadinya kesalahan dalam melakukan

pekerjaan serta kelelahan pada indra mata yang terus

menerus dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada

mata. NAB surat edaran permenkes No.SE-01/MEN/1987

tentang besarnya illuminasi yaitu 300-900 Lux.

g. Kebersihan Udara

Kebersihan lingkungan berkaitan dengan keberadaan

kontaminan udara baik kimia maupun mikrobiologi.

Sistem ventilasi AC umumnya dilengkapi dengan

Page 13: Latihan Seminar Proposal Revisi

saringan udara untuk mengurangi atau menghilangkan

kemungkinan masuknya zat-zat berbahaya kedalam

ruangan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sick Building Syndrom.

a. Usia

Pada usia yang meningkat akan diikuti dengan proses

regenerasi dari organ sehingga kemampuan organ akan

menurun. Dengan adanya penurunan kemampuan organ,

maka hal ini akan menyebabkan daya tahan tubuh

menurun sehingga akan lebih mudah terserang Sick

Building Syndrome.

b. Lama Kerja

Pada pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang

lama, maka dapat menyebabkan kemampuan dan

stamina menurun sehingga lebih mudah terserang

Sick Building Syndrome.

c. Status Gizi

Status gizi adalah salah satu faktor kapasitas kerja

dimana keadaan gizi baik maka pekerja akan dapat

bekerja dengan baik pula. Pada keadaan gizi buruk bisa

menurunkan efisiensi kerja sehingga lebih mudah

terserang Sick Building Syndrome.

5. Upaya Pencegahan Sick Building Syndrome

Pencegahan Sick Building Syndrome harus dimulai dari sejak

perencanaan sebuah gedung untuk suatu pekerjaan atau

kegiatan tertentu, penggunaan bahan bangunan mulai dari

pondasi bangunan, dinding, lantai, penyekat ruangan sampai

operasional peralatan. Perlu kewaspadaan dalam penggunaaan

bahan bangunan terutama yang berasal dari hasil tambang

terutama Asbes. Dianjurkan agar bangunan di disain

berdinding tipis serta memiliki sistem ventilasi yang baik,

Page 14: Latihan Seminar Proposal Revisi

pengurangan konsentrasi sejumlah gas/partikel dan

mikroorganisme didalam ruangan dapat dilakukan dengan

pemberian tekanan yang cukup besar didalam ruang,

peningkatan sirkulasi udara sering kali menjadi upaya yang

sangat efektif untuk mengurangi polusi dalam ruangan.

Dalam kondisi tertentu yaitu konsentrasi polutan sangat

tinggi, dapat diupayakan dengan ventilasi pompa keluar.

Bahan kimia tertentu yang merupakan polutan sumbernya

dapat berada didalam ruanga n itu sendiri. Bahan polutan

sebaiknya diletakkan didalam ruangan-ruangan khusus yang

berventilasi dan diluar area kerja. Sedangkan karpet yang

dipergunakan untuk pelapis dinding maupun lantai secara

rutin perlu dibersihkan dengan penyedot debu dan apabila

dianggap perlu dalam jangka waktu tertentu dilakukan

pencucian. Demikian juga dengan AC secara rutin harus

selalu dilakukan pembersihan. Tata letak peralatan

elektronik pemegang peranan penting. Tata letak yang

terkait dengan jarak pajanan peralatan penghasil radiasi

elektromagnetik ini tidak hanya dipandang dari segi

ergonomik tetapi juga kemungkinan memberikan andil

dalam menimbulkan Sick Building Syndrome. Kebutuhan

para penghuni ruangan untuk merokok tidak dapat dihindari,

perlu disediakan ruangan khusus yang berventilasi cukup, jika

tidak memungkinkan untuk meninggalkan gedung. Hal ini

untuk mencegah komulasi asap rokok yang mempunyai

andil dalam menimbulkan Sick Building Syndrome.

B. Pencemaran Udara dan Kesehatan

1. Pengertian Pencemaran Udara

Akibat perkembangan industri dan teknologi, udara yang di

hirup manusia menjadi tercemar. Menurut UU RI No. 23

Tahun 1997, pencemaran dalam arti luas adalah masuknya

Page 15: Latihan Seminar Proposal Revisi

dan dimasukkannya mak hluk hidup, zat, energi dan atau

komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya

tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses

alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak

dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.

Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfir, di mana

satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan

konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup,

merusak properti, mengurangi kenyamanan di udara,15

Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas dan

cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman

yang di sebut polutan udara, sedangkan yang di maksud

pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau subtansi

fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang

mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat di deteksi oleh

manusia (atau ya ng dapat di hitung dan di ukur)

serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang,

vegetasi dan material karena ulah manusia (Man Made).

2. Macam-macam pencemaran udara

Pencemaran udara dapat dibedakan menjad i dua yaitu

pencemaran udara bebas dan pencemaran udara di

dalam ruangan (Indoor Air Pollution). Bahan atau zat

yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan

partikel. Berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa

partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, Nox, Sox,

H2S) dan energi (suhu kebisingan, sedangkan menurut

kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang

dieliminasikan langsung oleh sumber) dan pencemar

Page 16: Latihan Seminar Proposal Revisi

sekunder yang terbentuk karena reaksi diudara antara berbagai

zat).

2. Pencemaran udara dalam ruang

Kualitas udara dalam suatu ruang atau di kenal dengan

istilah Indoor Air Quality adalah salah satu aspek keilmuan

yang memfokuskan perhatian pada mutu udara dalam suatu

ruang dan udara yang akan dimasukkan ke dalam ruang atau

gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang

dipergunakan dalam ruang atau gedung tersebut memenuhi

syarat kese hatan atau sebaliknya.

Pengertian udara dalam ruang atau indoor air menurut

NHMRC (National Health Medical Researt Counsil) adalah

udara yang berada di dalam suatu ruangan gedung yang

ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat

kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Pada

suatu ruangan kerja, dimana ditempati oleh banyak orang

dengan kondisi kesehatan yang berlainan maka kemungkinan

untuk dapat terpapar oleh resiko infeksi melalui kontak

dengan orang lain sangat besar. Ruang kerja yang terlalu

padat penghuninya dan AC yang kurang terawat dengan

sirkulasi udara yang kurang memadai kemungkinan dapat

meningkatkan resiko timbulnya gangguan kesehatan. Ruang

gedung yang di maksud dalam pengertian ini meliputi

rumah, sekolah, restoran, gedung untuk umum, hotel, rumah

sakit dan perkantoran.

Pada dasarnya ada tiga syarat utama yang berhubungan

dengan kualitas udara dalam suatu ruangan atau Indoor Air

Quality adalah:

a. Level suhu atau panas dalam suatu ruang atau

gedung masih dala m batas- batas yang dapat diterima.

Page 17: Latihan Seminar Proposal Revisi

b. Gas-gas hasil pernafasan dalam

konsentrasi normal

c. Kontaminan atau bahan-bahan pencemar udara berada

di bawah level ambang batas kesehatan.

3. Penyebab Pencemaran Udara dalam ruangan

Bahan pencemar udara atau polutan di bagi menjadi dua,

polutan primer dan polutan sekunder. Polutan primer

merupakan polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber

tertentu dan dapat berupa polutan gas, seperti senyawa

karbon, sulfur, nitrogen dan lain – lain serta berupa

partikel yang memp unyai karakteristik yang spesifik,

dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di

atmosfir misalnya asap (smog), sedangkan polutan sekunder

biasanya terjadi akibat reaksi dari dua atau lebih bahan

kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Berdasarkan

sumbernya, jenis polutan dibedakan atas sumber titik yang

merupakan sumber diam berupa cerobong asap, sumber

mob il atau sumber yang bergerak misal berasal dari

kendaraan bermotor dan sumber area atau sumber yang

berasal dari pembakaran terbuka di daerah pemukiman,

terminal kendaraan bermotor dan lain- lain.

Kualitas udara dalam ruangan menurut EPA, 2-5 kali lebih

buruk dari pada udara di luar, sedangkan sumber utama

pencemaran udara di dalam gedung berdasarkan penelitian

The National Institute For Occupational Safety and Health

(NIOSH), yaitu pencemaran alat – alat di dalam gedung

(17%), pencemaran dari luar gedung (11%), pencemaran

bahan bangunan (3%), pencemaran mikroba (5%),

gangguan ventilasi (52%) dan sumber yang tidak di ketahui

(12%).

Page 18: Latihan Seminar Proposal Revisi

Beberapa kondisi yang potensial menyebabkan polusi

udara didalam gedung adalah kepadatan manusia, bahan

material dan dekorasi interior, sistem ventilasi dan

pemanasan, keberadaan jamur dan bakteri, gas berbahaya,

radiasi, benzene – bahan kimia penyebab leuke mia yang

berasal dari bahan baka r, produk – produk rumah tangga dan

asap tembakau. Di lihat secara kimiawi, bahan pencemar

utama udara (Major Air Pollution) adalah golongan oksida

karbon (CO,CO 2), oksida belerang (SO2, SO3), partikel

(asap, debu, metal, garam sulfat), senyawa inorganik,

hidrokarbon, energi panas (suhu) dan kebisingan.

4. Model Proses Pemasukkan Udara Ke Dalam Gedung

Dalam menjalankan program manajeman atau pengaturan

Indoor Air Quality di suatu gedung perlu mengetahui

proses pengaturan udara yang diterapkan, sehingga akan

memudahkan dalam mengenali, mengevaluasi dan

mengo ntrol aspek-aspek yang berhubungan dengan udara

dalam ruangan.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara dalam

Ruangan

Kualitas udara dalam ruangan suatu gedung dapat dipengaruhi

oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam gedung

sendiri ma upun dari luar gedung. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas udara dalam ruang adalah:

a. Faktor fisik

1) Suhu/temperatur (tekanan udara)

2) Kelembaban

3) Kecepatan gerakkan udara (air movement)

b. Faktor kimia

1) Partikulat

Page 19: Latihan Seminar Proposal Revisi

a) Asbestos, fiber glass, debu cat, debu

kertas, partikel shoot

b) Debu bangunan atau konstruksi,

partikel ETS

2) Produk-produk pernapasan, seperti uap air,

karbondioksida

c. Gas-gas produk kebakaran

1) Karbondioksida, CO,NO2

2) Poliaromatik hidrokarbon

3) ETS fase gas

4) Ozone (sumber dari fotocopy, lampu UV, printer

laser, ionizer)

5) Formaldehida (sumber: Plywood, partikel board,

karpet, bahan isolasi foam yang terbuat dari urea

formaldehid)

6) Zat- zat organik mudah menguap, seperti:

alkohol, aldehid, hidrokarbon, alipatik, aromatik,

ester, kelompok halogen. S umber: material

bangunan gedung, kosmetik, asap rokok, zat

pembersih, purnish, bahan adesif atau perekat dan

cat.

7) Radon dan produk peluruha nnya

8) ETS (Environtmental Tobacco Smoke)

9) Mikrobiologi (virus, bakteri dan jamur)

6. Akibat Pencemaran Udara dalam ruangan

Secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau

manusia dapat berupa sakit baik akut maupun kronis,

mengganggu fungsi fisiologi (paru, syaraf, transport oksigen,

hemoglobin), iritasi sensorik, kemunduran penampilan dan

rasa tidak nyaman. Efek terhadap saluran pernapasan

antara lain iritasi pada saluran pernafasan yang dapat

Page 20: Latihan Seminar Proposal Revisi

menyebabkan pergerakkan silia menjadi lambat sehingga

tidak dapat membersihkan saluran pernafasan, peningkatan

produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar,

rusaknya sel pembunuh bakteri disaluran pernafasan,

membengkaknya saluran pernafasan dan merangsang

pertumbuhan sel. Akibat dari semua hal tersebut akan

menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas, sehingga benda

asing termasuk bakteri atau mikroorganisme lain tidak

dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan akibatnya

memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.

Polutan udara dapat menjadikan sumber penyakit virus,

bakteri dan beberapa jenis cacing. Dampak yang diakibatkan

oleh polutan udara yang buruk dapat mengakibatkan seseor

ang menjadi alergi yang selanjutnya menjadi pintu masuk

bagi bakteri yang dapat berpotensi terjadinya infeksi.

Gangguan- gangguan tidak spesifik tetapi khas yang di

derita individu atau manusia selama berada di dalam gedung

tertentu di kenal dengan istilah Sick Building Syndrome (SBS).

7. Kualitas Mikrobiologi dalam ruangan

Mikrobiologi adalah organisme yang dapat dilihat hanya

dengan bantuan pembesaran mikroskop berdaya tinggi,

berukuran sangat kecil (mikro) sehingga mudah dihembuskan

angin dan menempel pada debu (bioaerosol). Sejak tahun

1870 peranan mikroorganisme sebagai penyebab penyakit

mulai dimengerti dan diterima oleh para ilmuwan, hingga saat

ini dikenal ada lima kelompok Mikroorganisme yaitu :

Bakteri, Protozoa, Virus, Algae dan cendawan mikroskopis.

Peranan didasarkan pada perbedaan ciri morfologis dan

struktural serta keadaan lingkungan. Mikroorganisme terdapat

dalam jumlah sangat besar dan beragam, merupakan bentuk

kehidupan yang penyebarannya paling luas daripada lautan

Page 21: Latihan Seminar Proposal Revisi

hingga puncak gunung es, mata air panas, tanah berdebu,

bahkan tubuh manusia, dalam rongga mulut, hidung dan

setiap rongga tubuh. Habitat mikroorganisme adalah tempat

yang mengandung nutrient, kelembaban, dan suhu yang

sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan.

Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya tidak

berbahaya bagi kesehatan manusia, namun bakteri, virus

dan parasit yang kadang dapat menimbulkan penyakit.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi potensi

mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit yaitu

tempat masuknya mikroorganisme, jumlahnya cukup

banyak, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan

kemampuan berpindah pada Host yang baru. Potensi juga

masih bergantung pada pathogenesitas mikroba dan daya

tahan tubuh Host. Hanya 5 % dari Investigasi penyebab

Sick Building Syndrome digedung – gedung karena

konsentrasi Mikrobiologi. Mikroba seperti bakteri, fungi dan

protozoa masuk melalui sistem ventilasi, berkembang

didalam gedung, dikarpet yang lembab, furnuture dan

genangan air pada sistem ventilasi. kondisi demikian

memicu penurunan kondisi kesehatan yang biasa dikena l

sebagai humidifier fever, hipersensitivity pneomonitis, allergic

rhinitis dan conjunctivitis terutama pada orang-orang yang

rentan ( Suscep tible individual ).

X.Kerangka Pemikiran

Variabel Bebas

Faktor Fisika Faktor Kimia Faktor Biologi

Variabel Terikat

Sick Building Syndrome

Variabel Perancu

UmurJenis Kelamin

Page 22: Latihan Seminar Proposal Revisi

Hipotesis dari penelitian ini peneliti merumuskan

Hipotesis Nol (H0) sebagai berikut yaitu : Ada hubungan

kualitas udara dalam ruangan tertutup terhadap kejadian Sick

Building Syndrome dengan pekerja di PT. X Surakarta.

XII. Metode Penelitian

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Observasional dengan

pendekatan Cross Sectional untuk melihat gambaran kejadian

SBS dan faktor-faktor lingkungan yang diduga berhubungan.

Untuk itu dilakukan studi observasi (survei) serta pengukuran

terhadap beberapa parameter kualitas fisik, kimia udara (debu),

dan kualitas mikroorganisme (biologi). Penentuan kasus

SBS berdasarkan gambaran sakit dan keluhan yang dirasakan

responden selama bekerja di ruang kerjanya.

Studi analitik adalah studi untuk menentukan fakta dengan

interpretasi yang tepat, dan secara akurat melukiskan sifat-sifat

dari beberapa fenomena kelompok atau individu, sedangkan yang

di maksud pendekatan Cross Sectional adalah pendekatan yang

bersifat sesaat untuk melihat gambaran kejadian pada suatu

waktu dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi : PT. X Surakarta

Waktu Penelitian : November 2014 – Januari 2015

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah semua karyawan di kantor PT. X

Surakarta

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud

untuk diselidiki. Populasi dibatasi dengan sejumlah

penduduk atau individu yang paling sedikit

Variabel Perancu

UmurJenis Kelamin

Page 23: Latihan Seminar Proposal Revisi

mempunyai sifat yang sama. Pengertian tersebut

mengandung mengandung maksud bahwa populasi

seluruh individu yang akan dijadikan obyek penelitian

dan keseluruhan dari individu yang paling baik, sedikit

memiliki satu sifat sama.

Populasi dari penelitian ini adalah semua karyawan

bagian admininstrasi publik, baik laki- laki maupun

perempuan yang berjumlah 50 tenaga kerja dengan

menempati lantai dalam gedung. Sesuai dengan syarat-

syarat populasi yang dipakai dalam penelitian dibatasi

sejumlah atau individu yang paling sedikit mempunyai

satu sifat yang sama. Maka populasi yang akan dipakai

oleh peneliti mempunyai persamaan sebagai berikut:

a. Sama-sama berada didalam ruangan yang

dengan sistem ventilasi AC sentral,

pencahayaan buatan, dekorasi dan penyekat

ruang minimal

b. Sama-sama memiliki pola kerja sejenis

yang bertugas non shift.

c. Sudah bekerja selama tiga bulan atau

lebih di PT. X Surakarta. Berdasarkan

alasan tersebut maka populasi yang

diambil telah memenuhi persyaratan

sebagai populasi, dimana populasi harus

memiliki satu sifat yang sama.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah semua karyawan

bagian administrasi sebanyak 50 orang, sedangkan

tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan

tehnik Total Sampling. persyaratan yang ditetapkan

oleh peneliti untuk sampel adalah sebagai berikut

Page 24: Latihan Seminar Proposal Revisi

masa kerja responden minimal 3 bulan, responden

berada dite mpat penelitian saat penelitian

berlangsung, responden berada pada ruangan yang

menggunakan AC. Adapun karakteristik bangunan

terdapat 3 lantai yang semua ruangan menggunakan

ventilasi dengan sistem Air Conditioner (AC).

3. Krite ria ink lusi dan eksklusi

a. Kriteria Inklusi.

Kriteria inklusi adalah syarat-syarat yang harus

dipenuhi agar responden dapat menjadi sampel.

kriteria inklusi menjadi sampel penelitian

meliputi:

1) Karyawan yang bekerja di PT.X

Surakarta, minimal 3 bulan kerja.

2) Umur pekerja : 20 – 55 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah syarat – syarat yang tidak

bisa dipenuhi oleh responden supaya dapat sampel.

kriteria eksklusi menjadi sampel penelitian

meliputi :

1) Karyawan yang menderita penyakit anemia.

2) Karyawan dengan riwayat penyakit saluran

pernafasan, TBC, penyakit mata.

3) Karyawan yang mempunyai penyakit

yang berhubungan dengan metabolisme

tubuh ( penyakit Hati dan Ginjal ) dan

atau sedang mengalami infeksi, atau pernah

mengalami infeksi dalam 1 bulan

4) Karyawan yang tidak bersedia sebagai

responden.

D. Rancangan (desain) penelitian

Page 25: Latihan Seminar Proposal Revisi

E. Identifikasi variabel penelitian

1. Definisi operasional

Variabel Bebas

N

oVariabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 SuhuSuhu ruangan yang

diukur pada saat

penelitian

PengukuranTermometer

Ruang0C Interval

2. Kelembaban Kandungan uap a ir Pengukuran Higrometer

%

Rasio

Populasi

Sample

Pengukuran

Total Populasi

Mengalami Sick Building

Syndrome

Tidak mengalamiSick Building

Syndrome

Analisis data dan hasil

Kuisioner dan wawancara

Faktor FisikSuhu

KelembapanKecepatan aliran

udara

Faktor KimiaPartikulat debu

BiologiMikroorganisme

Pengukuran

Page 26: Latihan Seminar Proposal Revisi

Udara dalam ruangan

3.Kecepatan

Gerak Udara

Kecepatan gerakan

udara yang diukur

pada saat penelitian

Pengukuran Anemometer m/dt Rasio

4.Kadar Debu

Kadar debu

ruangan yang

diukur pada tempat

penelitian

Pengukuran

Low

Volume

Air

Sampler

µg/m3 Rasio

5 Mikr obiologi

Jumlah bakteri

yang terdapat

dalam ruangan pada

saat penelitian

PengukuranNutrient

Agar

Jumlah

BakteriRasio

Page 27: Latihan Seminar Proposal Revisi

Variabel Terikat

1. Sick

Building

Syndrome

Kumpulan gejala

yang diakibatkan

oleh kualitas

udara indoor yang

buruk dan

didiagnosis

dengan adanya min

20% karyawan dan

Wawancara Lembar

Tanya Positif

Negatif

Nominal

2 Stress Kerja Tekanan dari

factor lingkungan

terhadap psikis

pekerja

Wawancara Lembar

Tanya

Positif

Negatif

Nominal

Variabel Pengganggu

1 Umur Jumlah usia

responden yang

dihitung semenjak

lahir sampai

penelitian dilakukan

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

2 Jenis Kelamin Jenis kelamun

responden baik laki-

laki dan perempuan

Wawancara Kuesioner Laki-laki

Perempuan

Nominal

3 Pendidikan Pendidikan

responden yang

bertugas pada

Wawancara Kuesioner D3

S1

Ordinal

Page 28: Latihan Seminar Proposal Revisi

tempat penelitian

4 Lama Kerja Lama bekerja

responden pada

tempat penelitian

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

5 Status Gizi Kondisi responden

yang merupakan

hasil asupan gizi

dalam tubuh yang

dapat dijelaskan

dengan pertumbuhan

fisik dan dihitung

dengan IMT

IMT = BB/

(TB/100)2

Timbangan

berat badan

dan

meteran

Kurus

< 18,5

Normal

18-23

Gemuk

> 23

Ordinal

2. Cara kerja penelitian

a. Tahap Persiapan

1) Peneliti membuat surat pengantar untuk melakukan

survey awal penelitian yang ditujukan kepada

pimpinan perusahaan PT. X Surakarta.

2) Peneliti mengajukan surat pengantar ke PT. X

Surakarta.

3) Peneliti melakukan survey awal berupa observasi

disekitar perusahaan dan data sekunder perusahaan

PT. X Surakarta.

4) Peneliti membuat proposal penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Peneliti menetapkan sampel penelitian yang beerupa

total populasi dalam kantor PT. X

2) Observasi dan wawancara yang dilakukan oleh

peneliti.

3) Pengukuran

Page 29: Latihan Seminar Proposal Revisi

Macam dan prosedur pengukuran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Suhu dan kelembaban

Pengukuran suhu dan kelembaban

udara dilakukan dengan menggunakan

metode pembacaan langsung dan alat

Termometer serta Higrometer

Prosedur Kerja

(1) Hygro meter terdiri dari dua

termometer yaitu termometer suhu

kering dan termometer suhu basah

(2) Pada ujung termometer suhu basah

terdapat sumbu yang dicelupkan ke

dalam aquadest

(3) Tempatkan alat tersebut di tempat

yang akan diukur suhu basah, suhu

kering, dan kelembabannya selama 30

menit.

(4) Untuk ruangan yang terdapat tenaga

kerja, pada tenaga kerja duduk

tempatka n alat setinggi 0,6 m dan

untuk pekerja berdiri tempatkan alat

setinggi 1,2 m.

(5) Baca suhu pada termometer suhu

basah dan kering. Untuk angka

kelembaban dapat memutar panel

bundar pada bagian bawah hygrometer,

disesuaikan dengan angka pada suhu

basah dan kering sehingga didapatlah

angka kelembaban.

b) Kecepatan Gerak Udara

Page 30: Latihan Seminar Proposal Revisi

Pengukuran kecepatan gerak udara

dilakukan dengan menggunakan metode

pembacaan langsung dan memakai alat Stop

Watch serta Kata Thermometer

Adapun langkah- langkah pengukurannya

adalah:

(1) Celupkan reservator bawah kata

thermometer dalam air panas untuk

menaikkan alkohol sampai pada

reservaor atas

(2) Catat temperatur dan waktu

penurunan alkohol dari batas A-B.

batas temperatur ini disebut range

temperatur. Waktu penurunan disebut

waktu pendinginan (Cooling Time)

(3) Pengukuran dilakukan 3-5 kali,

nilai cooling time merupakan nilai

rata-rata

(4) Perhitungan gerak udara menggunakan

rumus.

c) Pengukuran Kadar debu dalam Ruangan

Pengukuran debu ruangan digunakan alat

Low Volume Air Sampler atau High Volume

Air Sampler

Adapun langkah- langkah

pengukurannya adalah:

(1) Pasang filter pada sampler holder

lalu sambungkan dengan pompa isap

(2) Atur kecepatan alir sebesar 10 menit

Page 31: Latihan Seminar Proposal Revisi

(3) Pasang sampler holder setinggi

zona pernapasan (tinggi sekitar 1,5-

1,6 m dari lantai dudukan)

(4) Lakukan pengambilan sampel selama

untuk masing- masing filter

(5) Lakukan pencatatan yang benar untuk

masing- masing lokasi (lokasi dan

nomor filter agar jelas)

(6) Pada saat pengujian di lapangan filter-

filter blanko juga harus dibawa

(7) Setelah selesai pengukuran, lipat filter-

filter dengan baik agar tidak ada debu

yang tumpah atau tertinggal

(8) Segera masukkan filter-filter ini ke

dalam desikator begitu tiba kembali

ke laboratorium

d) Pengukuran Mikroorganisme ruang kerja

Mikroorganisme ruang kerja adalah

adanya sejumlah jasad renik (bakteri dan

jamur) yang ditemukan didalam ruang

kerja. Parameter yang digunakan adalah

jumlah CFU/m3 , pengukuran

menggunakan Nutrient Agar atau alat

Biotest Hycon Air Sampler RCS. Menurut

Mentri Kesehatan RI nomor

1405/MENKES /SK/XI/2002 tentang

Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran

dan Industri, Kualitas udara dalam ruang

dikatakan baik apabila angka kuman dalam

Page 32: Latihan Seminar Proposal Revisi

ruang kurang dari 700 koloni/m3 udara dan

bebas kuman pathogen.

c. Tahap Penyelesaian

1) Analisis data serta penulisan laporan penelitian.

3. Teknik analisis data (statistik atau non statistik).

1. Analisa Data

Tek nik analisa data dalam penelitian ini adalah :

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat adalah analisa dengan menampilkan

gambaran variabel- variabel yang diteliti dengan

menghitung frekuensi dan prosentase masing-

masing subjek penelitian meliputi :

1) Variabel Bebas

a) Kualitas udara suhu, kelembaban udara,

kecepatan gerak udara dan kadar debu,

mikroorganisme , umur, kebiasaan /

mobolitas kerja, status gizi

b) Variabel terikat

(1) Sick Building Syndrome

b. Analisa Bivariat

Untuk menguji hipotesis dilakukan analisis analitik

terhadap variabel bebas dan variabel terikat sesuai

skala data yang dipakai. Analisis dilakukan dengan

menggunakan bantuan komputer. Sedangkan uji

statistik yang digunakan adalah Chi Square dengan

tingkat kesalahan/level signifikansi () = 5 % dengan

tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui adanya

hubungan, dimana rumus chi Square yang digunakan

adalah sebagai berikut :

X2 = ∑ ( O – E )2

Page 33: Latihan Seminar Proposal Revisi

E

Keterangan :

X2 = Chi Square

O = Frekuensi Observasi (Observed)

E = Frekuensi Harapan (Expected)

Pengamatan dan pengukuran menggunakan model

tabel 2 X 2, berarti 2 baris dan 2 kolom seperti berikut

:

Tabel Hasil Pengamatan pada uji Chi Square

Faktor

Efek Ris iko

Ya Tidak Jumlah

Ya A B a + bTidak C d c + dJumlah a + c b +d a + b + c + d

Dimana :

a = Subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek.

b = Subyek dengan faktor risiko yang tidak mengalami

efek.

c = Subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek.

d = Subyek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami

efek.

2. Analisis Multivariat

Analisis bertujuan untuk mengeta hui kekuatan hubungan

antara variabel utama dengan variabel dependen lainnya.

Analisis yang digunakan adalah Regresi logistik ganda,

Pemilihan regresi logistik ganda dikarenakan variabel

dependen penelitian ini dikotomus, dan variabel independen

lainnya lebih dari satu.

XIII. Daftar Pustaka

Page 34: Latihan Seminar Proposal Revisi

Joshi SM. 2008. The sick building syndrome. Indian J Occup Environ Med.12:61-

64

PS Burge. 2004. Sick Building Syndrome. Occup Environ Med. 61:185-190

Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. 2004. Ergonomi Untuk

Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press,

Surakarta.

Paryati, Paryati (2012) Kajian Kualitas Udara Dalam Ruang Dan Kejadian Sick

Building Syndrome (Sbs) Di Kantor Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Kalimantan Barat. Masters Thesis, Program Pascasarjana

Undip.

United States Environmental Protection Agency. 1991.Indoor Air Facts No.4

(Revised) Sick Building Syndrome. MD-56

Frank C. Lu. 1995, Toksikologi Dasar (Azas, Organ Sasaran dan Penilaian.

Resiko) Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.