laptut 7

82
BLOK DIGESTIVUS LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 7 Pembimbing: dr. Ni Made Reditya Noviyani Kelompok 2 1. Diah Permatasari H1A011017 2. Fujiyani Sulistiawati Aqqad H1A011024 3. Husna Amalia Emha H1A011029 4. Lucia Kumalasari H1A011041 5. Maharani H1A011043 6. Ni Wayan Pariastini H1A011052 7. Novita Megawati H1A011055 8. Ramadhani Syafitri H1A011058 9. Syafitri Yuli Istiarini H1A011066 10. Umara Lani Anika H1A011067 11. Veny Rahmawati H1A011068

Upload: otonan

Post on 29-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jnfekjnrjcvnjef

TRANSCRIPT

BLOK DIGESTIVUSLAPORAN TUTORIAL SKENARIO 7Pembimbing: dr. Ni Made Reditya Noviyani

Kelompok 2

1. Diah Permatasari H1A0110172. Fujiyani Sulistiawati Aqqad H1A0110243. Husna Amalia EmhaH1A0110294. Lucia KumalasariH1A0110415. MaharaniH1A0110436. Ni Wayan PariastiniH1A0110527. Novita MegawatiH1A0110558. Ramadhani SyafitriH1A0110589. Syafitri Yuli IstiariniH1A01106610. Umara Lani AnikaH1A01106711. Veny RahmawatiH1A011068

Fakultas Kedokteran Universitas MataramNusa Tenggara Barat2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok Digestivus semester V ini. Pada skenario ketujuh ini, kami membahas masalah yang terkait dengan keadaan yang dapat menimbulkan peritonitis. Dari pemahaman tersebut kami beranjak untuk membahas kemungkinan diagnosis dan ciri khas masung-masing diagnosis bandingnya. Penyakit tersebut kami bahas mendalam mulai dari definisi hingga prognosis dan pencegahan.Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario ketujuh ini baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 24 November 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................1DAFTAR ISI ...............................................................................................................2SKENARIO 2...................................................................................................................3CONCEPT MAP .........................................................................................................4LEARNING OBJECTIVES........................................................................................5ANALISIS SKENARIO ...............6PERITONITIS ..........................................................................................................8ULKUS PEPTIKUM .......................................................................................................12PANKREATITIS AKUT ..................................................................................................21APENDISITIS ..........................................................................................................29DEMAM TIFOID. .............................................................................................................40TATALAKSANA SKENARIO ...............................................................................51KESIMPULAN .................................................................................................................53DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................54

SKENARIO

Skenario 7Seorang laki-laki, umur 35 tahun, dibawa ke UGD RSU Mataram dengan keluhan nyeri perut hebat sejak tadi malam. Keluhan pada perut diawal dengan rasa tidak nyaman di perut sejak 3 hari disertai mual dan beberapa kali muntah serta mencret. Ditanyakan awalnya dibagain mana awalnya nyeri dirasakan, pasien tidak dapat menjelaskan. Sebelumnya, pasien telah mengalami demam, naik-turun selama kurang lebih 7 hari. Pasien sudah berobat ke Puskesmas, tapi tidak sembuh membaik. Oleh kelurganya dianjurkan untuk minum jamu yaitu kunyit, karena ingin cepat sembuh, pasien meminum beberapa gelas perasan kunyit segar sehari sebelum MRS. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita sudah mengkonsumsi alkohol sejak usia 15 tahun. Pasien juga mempunyai riwayat sering nyeri ulu hati. Biasanya dia hanya mengkonsumsi obat yang dia beli di warung untuk mengetasinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/65 mmHg, nadi 106 x/menit, reguler dan amplitudo lemah; pernapasan 34 x / menit, suhu 38o C, KU lemah, pada palpasi abdomen terdapat nyeri dan tegang pada seluruh dinding perut dan aukultasi abdomen, peristaltik menurun. Dokter segara melakukan pentalaksanaan awal dan melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa sehingga dapat menetapkan penatalaksaan yang tepat untuk penyakit yang diderita oleh pasien.

MAPPING CONCEPT

Pemeriksaan PenunjangTatalaksanaPerforasi ulkus gasterPankreatitis AkutApendisitisDemam TiphoidPeritonitisIdentitas: Laki-laki, 35 tahunKU: nyeri perut hebatRPS: nyeri perut hebat sejak tadi malam. Keluhan diawal dengan rasa tidak nyaman di perut sejak 3 hari disertai mual, muntah, mencret. Letak awal rasa nyeri tidak dapat dijelaskan. Pasien telah mengalami demam, naik-turun selama kurang lebih 7 hari. RPO: berobat ke Puskesmas, tapi tidak membaik, konsumsi jamu kunyit. RPD: konsumsi alkohol sejak usia 15 tahun, sering nyeri ulu hatiPemeriksaan FisikTekanan darah 100/65 mmHg; nadi 106 x/menit reguler dan amplitudo lemah; pernapasan 34 x / menit; suhu 38o C; KU lemah; nyeri palpasi; defans muskular pada seluruh dinding perut, hipoperistaltik.DIAGNOSIS BANDING

LEARNING OBJEKTIF

1. Pembahasan kemungkinan diagnosis (DD) yaitu peritonitis akibat:a) Perforasi ulkus gasterb) Pankreatitis Akutc) Apendisitisd) Demam Tiphoida)

ANALISIS SKENARIO

SkenarioAnalisis

Laki-laki, 35 tahunKU : Nyeri hebat di perut semalamRPS : nyeri perut dengan lokasi tidak jelas sejak 3 hari yang lalu,

muntah +, mual +, mencret,

demam + sejak 7 hari.

RPD : nyeri di ulu hati sudah sejak lama

RPK : -

RPO : minum obat dari puskesmas, beli sendiri di warung, dan minum jamu kunyit.

RK : alkoholisme sejak umur 15 tahun

TD : 100/65 mmHgHR : 106X/mntRR : 34X/mntT : 38 derajat CKU : lemah

Nyeri dan ketegangan di seluruh abdomen

Peristaltik menururnNyeri hebat gawat abdomen banyak penyebab nyeri yang berangsur2 menghebat peradangan curiga peritonitis (karena sakit di seluruh perut)

Infeksi saluran pencernaan

Curiga ke typhoid

Gangguan organ di ulu hati (hepatobilier, gastroduodenal, pankreas)

Kunyit / rempah2 dapat memicu sekresi asam lambung salah satu pencetus KU

Faktor resiko tinggi terjadinya tukak gaster dan pankreatitis akut

TD : normal rendahTakikardiaTakipneuDemam ringan

Defans muskular mekanisme refleks dari otot2 abdomen sbg proteksi karena adanya iritasi pada organ di bawahnya.

Hipoperistaltik paralisis sementara usus pada keadaan adanya iritasi atau nyeri yang sangat.

Kesimpulan Analisis Skenario :Diagnosis Banding yang pertama adalah peritonitis karena perforasi ulkus gaster, dan kemudian peritonitis karena pankreatitis akut. Hal ini berawal dari riwayat penyakit dahulu pasien mempunyai riwayat nyeri ulu hati sudah lama jadi ulkus gaster dan pankreatitis memungkinkan, nyeri yang menghebat disebabkan oleh adanya rangsangan pada peritoneum yang iritasi diduga karena keluarnya isi lambung (perforasi) atau keluarnya enzim2 pankreas. Selain faktor resikonya adalah alkoholisme sejak remaja. Demam, mual dan muntah bisa saja gejala ikutan dari DD 1 dan 2, namun kemungkinan lainnya adalah demam typhoid. Demam thypoid juga dapat menyebabkan perforasi setelah lewat minggu pertama walaupun sangat jarang. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan yang mengarah ke syok (bisa hipovol / sepsis). Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mulai dari anamnesis yang lebih detail tentang demamnya, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti test widal, DL, rontgen, dan USG untuk menegakkan diagnosis pastinya. Namun tentu saja pmeriksaan penunjang dapat dilakukan ketika pasien stabil setelah dilakukan penatalaksanaan awal.

PERITONITIS

DEFINISIPeritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut sebelah dalam. Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya, apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Dalam istilah peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala, di antaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muskular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Peritoneum bereaksi terhadap stimulus patologik dengan respon inflamasi bervariasi, tergantung penyakit yang mendasarinya.

ETIOLOGIBila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal). Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan strangulasi kolon asendens.

PATOFISIOLOGIReaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).MANIFESTASI KLINIKGejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit.

DIAGNOSISDiagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus, nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi, hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga memang tegang karena iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat apendisitis yang biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat abses yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.PENATALAKSANAANPrinsip pengobatan peritonitis adalah dengan pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran gastrointestinal dengan penyedotan intestinal atau nasogastrik, penggantian cairan dan elektrolit secara intravena., tirah baring dalam posisi Fowler, pembuangan fokus septik (apendiks dsb) atau penyebab inflamasi lainnya dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.

PROGNOSISBaik pada bentuk peritonitis lokal dan ringan dan mematikan pada peritonitis umum akibat organisme virulen.

ULKUS PEPTIK

DEFINISIUlkus gaster adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat atau oval, ukuran >5 mm kedalam sub mucosal pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas atau integritas mukosa lambung. Ulkus gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir edema diserati indurasi dengan dasar ulkus ditutupi debris.

ANATOMI EPITEL GASTEREpitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits atau lekukan yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel-sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5 % kelenjar gaster mengandung mukus dan sel-sel endokrin. Sebagian terbesar kelenjar gaster (75%) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel-sel gastrin) dan didapati di daerah antrum. Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Sel parietal yang tidak terangsang, mempunyai sitoplasma dan kanalikuli intraseluler yang berisi mikrovili ukuran pendek sepanjang permukaan atas. Enzim H, K-ATPase didapati didaerah membran tubulovesikel. Bila sel dirangsang, membran ini dan membran atas/apikal lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanalikuli intraseluler apikal yang mengandung mikrovili ukuran panjang.

EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, peptic ulcer disease (PUD) mempengaruhi sekitar 4,5 juta orang setiap tahun dengan 20% disebabkan H. Pylori. Prevalensi tukak gaster pada laki-laki adalah 11-14% dan prevalensi pada wanita adalah 8-11%. Di Indonesia, ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun. Sekitar 3000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh tukak gaster. Ada bukti bahwa merokok, penggunaan rutin aspirin, dan penggunaan steroid yang lama menyebabkan tukak gaster. Faktor genetik memainkan peranan penyebab tukak gaster.

ETIOLOGI1. Faktor asam lambung (difusi balik ion H+)Bahan iritan akan menimbulkan defek mukosa barier dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut / kronis, dan ulkus gaster.2. Disfungsi pilorik (refluks empedu dan motilitas antrum)Bila mekanisme penutupan sfingter pilorus tidak baik, artinya tidak cukup berespon terhadap rangsangan sekretin atau kolesistokinin, akan terjadi refluks empedu dari duodenum ke antrum lambung, sehingga terjadi defek pada mukosa barier yang menimbulkan difusi balik ion H+. Ulkus gaster yang letaknya dekat dengan pilorus biasanya memperlambat gerakan antrum, memperlambat pengosongan lambung melalui gerakan propulsif antrum.3. Helycobacter pyloriTelah lama diketahui tukak gaster mempunyai hubungan dengan infeksi H. pylori. H. pylori merupakan penyebab utama terjadi tukak gaster. Banyak terjadi pada orang kulit gelap di bandingkan dengan kulit putih. Prevalensi infeksi H. pylori dalam ulserasi komplek misalnya perdarahan dan perforasi, sangat rendah jika dibandingkan penemuan dalam penyakit ulserasi yang tidak komplek. Menurut suatu penelitian, 70% tukak gaster adalah karena infeksi kuman H. pylori. Infeksi kuman ini akan menimbulkan pan gastritis kronik atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal dan hipoasiditas.4. NSAIDPenggunaan NSAID merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini mengganggu peresapan mukosa, menghancurkan mukosa dan menyebabkan kerusakan mukosa Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAID mempunyai GI yang kurang baik. Selain itu adalah faktor usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAID, penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan dan severe comorbid illness. Sebuah kajian prospektif jangka panjang mendapati pasien dengan arthritis yang usia diatas 65 tahun yang secara teratur menggunakan aspirin pada dosis rendah berisiko terjadi dispepsia apabila berhenti menggunakan NSAID. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAID harus dikurangkan.Walaupun prevalensi penggunaan NSAID pada anak tidak diketahui, tetapi sudah menampakkanpeningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat dengan NSAID. Laporan menunjukkan terjadi ulserasi pada penggunaan ibuprofen dosis rendah, walau hanya 1 atau 2 dosis.5. Genetik: Lebih dari 20% pasien mempunyai sejarah keluarga tukak gaster.Ada pula faktor risiko dari ulkus gaster, antara lain faktor jenis kelamin. Jenis kelamin lelaki adalah yang banyak terkena tukak gaster. Selain itu adalah faktor umur. Faktor risiko yang lain adalah penggunaan obat nyeri yang sering, status sosioekonomi yang rendah dan juga penggunaan alkohol dan rook.

PATOFISIOLOGIMenurut Shay and Sun dalam Balance Theory 1974, tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif atau asam dan pepsin dengan defensif yaitu mukus, bikarbonat, aliran darah dan bias faktor agresif. Tukak gaster terjadi akibat multifaktor yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresif tebagi menjadi faktor endogen (HCl, pepsinogen/pepsin) dan faktor agresif eksogen (obatobatan, alkohol, infeksi). Faktor defensive meliputi mukus bikarbonat dan prostaglandin. Keadaan dan lingkungan individu juga memberikan kontribusi dalam terjadinya tukak yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi asam lambung atau melemahnya barier mukosa. H. pylori hidup di lapisan dalam mukosa terutama mukosa antrum menyebabkan kelemahan pada sistem pertahanan mukosa dengan mengurangi ketebalan lapisan mukosa dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti urease, lipase, protease dan posfolipase dan mengeluarkan berbagai macam sitotoksin (vacuolating cytotoxin/ Vac A gen) yang dapat menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea dalam lambung menjadi ammonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan mukosa menurun, lalu merusak lapisan kaya lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel-sel ini asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga terjadi tukak gaster.Asam lambung dalam kondisi yang normal akan membantu dalam pencernaan dengan produksi yang sesuai dengan keperluan sehingga akan berfungsi secara fisiologis tapi dalam keadaan sekresi yang berlebihan akan menjadikan lambung teriritasi atau walaupun sekresi asam lambung normal tapi daya tahan mukosa lambung rendah juga akan menyebabkan iritasi.

GAMBARAN KLINISUlkus gastrikum cenderung menyebabkan pembengkakan jaringan yang menuju ke usus halus, sehingga bisa menghalangi lewatnya makanan yang berasal dari lambung. Hal ini bisa menyebabkan perut kembung, mual atau muntah setelah makan. Disamping itu perangsangan makanan terhadap ulkus akan menyebabkan stimulasi pengeluaran gastrin untuk merangsang reseptor saraf aferen 5-HT3 yang merupakan pusat mual dan muntah yang banyak pada gaster. Gejala ulkus gastrikum seringkali tidak memiliki pola yang sama dengan ulkus duodenalis. Makan bisa menyebabkan timbulnya nyeri, bukan mengurangi nyeri. Sakit perut timbul setelah makan, rasa sakit dirasakan sebelah kiri perut, rasa tidak nyaman.

DIAGNOSISPada pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pada pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus. Diagnosis tukak gaster juga dapat ditegakkan dengan endoskopi. Endoskopi dapat juga digunakan untuk biopsi untuk mendiagnosis H. pylori. Gambaran endoskopi suatu tukak gaster dapat berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom Zollinger-Ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. pylori dapat ditentukan dengan biopsi dan histologi melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibodi pada antigen H. pylori.

TERAPIBeberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan. Penurunan stress dan istirahat.

a. Non Medikamentosa Istirahat yang cukup dapat mengurangkan refluks empedu dan stres. Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak. Perubahan gaya hidup. Diet juga dapat membantu menghilangkan dan mencegah kekambuhan tukak gaster. Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu adalah makanan yang baik karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai dan makanan yang mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien tukak. Penghentian merokok. Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak. Obat-obatan seperti NSAID. Penggunaan obat-obatan NSAID juga sebaiknya dihindari. Bila diperlukan dosis NSAID bias diturunkan.

b. Medikamentosa AntasidaUntuk menghilangkan keluhan rasa sakit atau dispepsia. Antasida tidak dianjurkan pada pasien gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi bila kombinasi kedua komponen saling menghilangkan efek samping sehingga tidak terjadi diare ataupun konstipasi. Sukralfat adalah suatu komplek garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Sukralfat melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Juga tidak dianjurkan pada pasien gagal ginjal kronik. Prostaglandin mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Tidak dianjurkan pada wanita hamil. Digunakan sebagai pencegah ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS. Antagonis Reseptor H2 (ARH2) yaitu simetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine memblokir efek histamine pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Proton pump inhibitor (PPI) yaitu Omeprazol, Lansoprazol, Pantoprazol, Rabeprazol dan Esomesoprazol. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KHATPase yang akan memecah KHATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen lambung. Pada terapi infeksi Helicobacter pylori diberikan terapi dual dengan antibiotik. Tidak dianjurkan memberikan terapi dual antara PPI/ARH2 dengan salah satu antibiotik karena efek eradikasi sangat minimal kurang dari 80% dan cepat menimbulkan resisten kuman. Regimen terapi diberikan terapi tripel. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah Bismuth, Metranidazol, Tetrasiklin. Regimen terbaik dengan gabungan PPI 2x1 + Amoxicilin 2x1000 + Klaritromisin 2x500. Bila alergi terhadap klaritromisin diberikan PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500. Terapi kuadrel diberikan jika gagal terapi tripel yaitu PPI 2 x sehari, Bismuth Subsalisilat 4x2 tab, MNZ 4x250, Tetrasiklin 4x500. Bila Bismuth tidak tersedia diganti dengan terapi tripel. Koloid bismuth digunakan untuk membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, mempunyai efek bakterisidal terhadap H. Pilory.

Tindakan operasi dilakukan bila pengobatan gagal, terdapat komplikasi seperti pendarahan dan perforasi dan dicuriga tukak gaster dengan keganasan. Tidakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa dan endoskopi terapi.

KOMPLIKASI1. Hemoragi gastrointestinal atas2. PerforasiPerforasi gaster merupakan komplikasi dari ulkus peptikum. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang buruk. Manifestasi klinis dari perforasi gaster adalah abdominal pain, hilangnya gerak perisaltik dan rigid abdominal wall. Pada pemeriksaan didapatkan masuknya rongga udara pada peritoneum, gaster berbentuk seperti bulan sabit karena terakumulasi diantara hati dan diafragma. Prognosis dari perforasi gaster biasanya mortilitas mencapai 5-50% dan biasanya meningkat pada usai tua. 3. Penetrasi4. Obstruksi pilorik (obtruksi jalan keluar lambung)

PROGNOSISTerapi medikamentosa saja memberi kesembuhan > 85 %. Jika tidak diterapi, penyakit ulkus dapat menimbulkan obstruksi saluran keluar lambung sebagai akibat peradangan kronis dan jaringan parut. Terdapat risiko transformasi maligna pada ulkus lambung

PANKREATITIS AKUTDEFINISIMerupakan peradangan pankreas yang hampir selalu berkaitan dengan cedera sel asinus. Terjadi karena pengeluaran lipase pankreas yang menyebabkan nekrosis di dan sekitar pankreas. Dapat juga terjadi perdarahan karena kerusakan yang mencapai pembuluh darah.

EPIDEMIOLOGIDi negara Barat, penyakit ini seringkali ditemukan dan berhubungan erat dengan penyalahgunaan pemakaian alkohol dan penyakit hepatobilier. Frekuensi berkisar antara 0,14-1% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk. Di negara Barat, pankreatitis lebih sering terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Kelompok remaja berusia 10-20 tahun cukup banyak, yakni 16,1% sedangkan terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 21,8%.Frekuensi dan PenyebabInsidens pankreatitis sangat bervariasi dari satu negara ke negara yang lain dan juga di satu tempat dengan tempat lain di dalam negara yang sama. Hal ini disebabkan selain karena faktor-faktor lingkungan yang sebenarnya (alkoholisme, batu empedu, dll ), juga karena tidak adanya keseragaman pengumpulan dan pencatatan data, serta perbedaan kriteria diagnosis yang dipakai, misalnya pencampuradukan antara diagnosis pankreatitis akut dan kekambuhan yang akut dari pankreatitis kronik.Di negara Barat penyebab utama adalah pemakaian alkohol (80-90% pada pria) dan batu empedu ( 75% pada perempuan). Kelompok ke-3 ( 25%) penyebabnya tidak diketahui (idiopatik, mikrolitiasis ?). Ketiga penyebab ini merupakan 90% penyebab pankreatitis akut. Sisanya 10% (8) antara lain karena trauma pada pankreas (tumpul atau tajam atau pada pembedahan abdomen), tukak peptik yang menembus pankreas, obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema, penyakit-penyakit metabolik antara lain hiperlipoproteinemia, hiperkalsemia (sarkoidosis, metastasis tulang, hiperparatiroidisme), diabetes, gagal ginjal, hemokromatosis, pankreatitis herediter, kehamilan (0,025%), pemakaian obat-obat tertentu (tiazid, furosemid, kontrasepsi (?), steroid, azatioprin, isoniasid, tetrasiklin, salazopirin, asparginase, indometasin), infeksi virus, penyakit vaskular primer (misalnya SLE, periarteritis nodosa), akibat ERCP.Di negara Barat, pankreatitis jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan kebanyakan disebabkan oleh infeksi (parotitis, infeksi parasit misalnya askaris, giardia, klonorkis), trauma tumpul abdomen, kelainan bilier bawaan atau obat-obatan.

ETIOLOGIDi negara Barat, penyebab utama pankreatitis akut adalah pemakaian alkohol (80-90% pada pria) dan batu empedu (75% pada perempuan). Sedangkan sisanya (25%) penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Ketiga penyebab ini merupakan 90% penyebab pankeratitis. Berikut adalah etiologi dari pankreatitis akut:1. Alkohol2. Batu empedu3. Paska bedah4. Pasca ERCP5. Trauma terutama trauma tumpul6. Metabolik, antara lain:7. Hipertrigliseridemia.8. Hiperkalsemia.9. Gagal ginjal.10. Infeksi: virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris , mikoplasma.11. Berhubungan dengan obat-obatan, antara lain azatioprin, 6 merkaptopurin, sulfonamid, tiasid, furosemid, tetrasiklin.12. Penyakit jaringan ikat antara lain lupus eritematosus sistemik.13. Idiopatik

PATOGENESISPatogenesis penyakit ini berdasarkan pada aktivasi enzim di dalam pankreas yang kemudian mengakibatkan autodigesti organ. Dalam keadaan normal pankreas terlindungi dan efek enzimatik enzim digestifnya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptik secara enzimatik. Enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, elastase) dan fosfolipase A termasuk dalam kelompok ini. Enzim digestif yang lain seperti amilase dan lipase disintesis dalam bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh membran fosfolipid di dalam sel asini.Selain itu, terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam proses aktivasi enzim di dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen pankreas yang terlihat dalam proses autodigesti (kimotripsinogen, proelastase, fosfolipase A).Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung pada tripsin. Aktivasi zimogen secara normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas.Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, aktifasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan. Isi duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu menginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktifasi lipase dan fosfolipase A. memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak serta menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen sehingga berikutnya mengaktivasi proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya, perfusi asam empedu ke dalam duktus pankreatikus yang utama menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik pankreatitis tipe edema ke tipe hemoragik.Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah nekrosis koagulasi parenkim dan piknosis inti atau kariolisis yang cepat diikuti oleh degradasi asini yang nekrotik dan absorpsi debris yang timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis menunjukkan kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan. Alkohol bisa menyebabkan pankreatitis, namun mekanisme yang jelas belum diketahui. Mungkin alcohol mempunyai efek toksik yang langsung pada pancreas pada orang-orang tertentu yang mempunyai kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori lain adalah bahwa selain merangsang sfingter Oddi sehingga terjadi spasme dan meningkatkan tekanan di dalam saluran bilier dan saluran-saluran di dalam pancreas, alcohol juga merangsang sekresi enzim pancreas sehingga mengakibatkan pankreatitis. Alkohol mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga pancreas menjadi lebih mudah dirusak tripsin. Selanjutnya sekresi pancreas yang pekat yang ditemukan pada pasien-pasien alkoholik, seringkali mengandung small protein plugs, yang berperan pada pembentukan batu di dalam saluran-saluran pancreas. Obstruksi saluran-saluran pancreas yang kecil oleh plug ini dapat merusak asinus pancreas.Pankreatitis Akut Tipe Nekrosis HemoragikSecara makroskopis, tampak nekrosis pada jaringan pankreas disertai dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding sehingga menjadi temapat perkembangan bakteri yang akan menimbulkan abses purulenta. Gambaran mikroskopis berupa adanya nekrosis lemak dari jaringan pankreas, kantong-kantong unfiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan jaringan-jaringan yang mati. Pembuluh darah di dalam dan sekitar daerah yang nekrosis menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskuler, vaskulitis, hingga trombosis pembuluh darah.

GEJALA KLINIS Nyeri abdomen merupakan tanda utama pada pancreatitis, bisa ringan atau sampai membuat pasien tak berdaya, lokasinya bisa di epigastrium yang menyebar ke punggung. Nekrosis dan perdarahan penkreas. Syok bisa terjadi karena perdarahan pancreas dan pembebasan zat vasodilator, seperti bradikinin dan prostaglandin. Ikterus Glikosuria (10,4% pasien)DIAGNOSIS1) Anamnesis Pada anamnesis yang perlu diperdalam adalah bagaimana keluhan nyeri perut yang dirasakan dan konsumsi alcohol ataupun penyakit-penyakit yang dapat menjadi etiologi dari pankreatitis, seperti penyakit-penyakit saluran empedu, penyakit jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik), dan penyakit-penyakit infeksi seperti hepatitis, askariasis, mikoplasma, infeksi virus parotitis. Riwayat konsumsi obat-obatan juga perlu digali. Keadaan tertentu juga perlu digali, seperti pasca bedah dan ERCP.2) Pemeriksaan Fisik Pasien distres, gelisah Demam tidak terlalu tinggi, takikardi, hipotensi. Syok : hipovolemik, vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, efusi sistemik enzim proteolitik dan lipolitik. Jaundice namun ini jarang terjadi, bila ada karena penekanan common bile duct oleh edema caput pankreas. Nodul eritematosus pada kulit Pada paru : rales, atelektasis, efusi pleura (biasanya sebelah kiri). Pada abdomen : ketegangan, kekakuan namun tidak bersesuaian dengan nyeri yang dialami. Bising usus menurun atau menghilang Pankreas teraba Cullens sign : warna biru pucat disekitar umbilkus atau hijau kecoklatan di punggung karena hemoperitonium. Turners sign : warna biru keunguan atau hijau kecoklatan dipinggang karena katabolisme hemoglosin dijaringan). Cullens dan turners menunjukan adanya pankreatitis nekrotik berat.3) Pemeriksaan Laboratorium Peningkatan serum amylase lebih dari 3 kali lipat nilai normal Peningkatan serum lipase lebih dari 3 kali lipat nilai normal Lekositosis (15.000-70.000/L) Hematokrit >44% Hiperglikemia Hipokalcemia Hiperbilirubinemia AST dan ALP meningkat sementara Lactate dehydrogenase > 500 u/dL (prognosis buruk) Albumin 3 g/dL Hipertrigliseridemia Hipoksemia (PO2 60 mmHg)4) Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan EKG : terjadi abnormalitas pada segmen ST dan gelombang T (iskemia miokard) jika terjadi komplikasi. Pemeriksaan CT scan merupakan konfirmasi klinis pankreatitis meskipun kadar amylase normal dan untuk mengevaluasi komplikasi.

TATALAKSANATujuan terapi pada pankreatitis adalah menghentikan proses peradangan dan autodigesti atau menstabilkan keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit tersebut. 1. Tindakan konservatif : Pemberian analgesik yang kuat seperti petidin berapa kali sehari, morfin tidak dianjurkan karena menimbulkan spasme sfingter Oddi. Pankreas diistirahatkan dengan cara pasien berpuasa. Diberikan nutrisi parentral total berupa cairan elektrolit, nutrisi, dan cairan protein plasma. Penghisapan cairan lambung pada kasus berat untuk mengurangi pelepasan gastrin dari lambung dan mencegah isi lambung memasuki duodenum untuk mengurangi rangsangan pada pankreas. Pemakaian antikolinergik, glukagon, antasida, penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton diragukan khasiatnya. Demikian pula Aprotinin (Trasylon) untuk menghambat tripsin. Penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton mungkin bermanfaan untuk mencegah terjadinya ulkus akibat stres. Antibiotik tidak rutin diberikan dan diberikan bila pasien panas tinggi selama lebih dari 3 hari atau bila pasien menderita pankreatitis karena batu empedu atau pada pankreatitis yang berat. Terapi medis pada pankreatitis yang berat

1. Pemindahan ke Unit Perawatan Intensif2. Resusitasi cairan3. Perawatan pernapasan4. Pipa nasogastrik5. Terapi infeksi6. Pembuangan enzim pankreas yang aktif7. Anti nyeri8. Terapi pada penyulit metabolik9. Dukungan gizi

2. Tindakan PembedahanIndikasi tindakan bedah adalah bila dicurigai adanya infeksi dari pankreas yang nekrotik atau infeksti terbukti dari aspirasi dangan jarum halus atau ditemukan adanya pengumpulan udara pada pankreas atau peripankreas pada pemeriksaan CT-scan.Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan beberapa waktu (biasanya 2-3 minggu setelah perawatan intensif) bilamana timbul penyulit berupa pembentukan abses atau pseudokista, pembentukan fistel, ileus karena obstruksi pada duodenum atau kolon, ikterus obstruksi dan pada perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.Tindakan bedah yang dilakukan adalah laparatomi dan nekrositomi, diikuti dengan strategi membuka abdomen atau dengan lavase pasca bedah terus menerus dan nekrositomi dengan prosedur invasif minimal.

APENDISITISDEFINISIApendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain. Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

EPIDEMIOLOGIUsus buntu terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun. Beberapa kecenderungan keluarga ada. Insiden appendicitis lebih rendah pada orange-orang dengan asupan tinggi serat. Diet serat diperkirakan menurunkan viskositas kotoran, mengurangi waktu transit usus, dan mencegah pembentukan fekalis.Angka kematian keseluruhan 0,2-0,8% disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Tingkat kematian naik di atas 20% pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik. Tingkat Perforasi lebih tinggi di antara pasien lebih muda dari 18 tahun dan pasien yang lebih tua dari 50 tahun, mungkin karena keterlambatan dalam diagnosis. Appendiks perforasi dikaitkan dengan kenaikan tajam pada tingkat morbiditas dan kematian.Insiden appendicitis adalah sekitar 1,4 kali lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. Insiden appendektomi primer kira-kira sama pada kedua jenis kelamin. Insiden apendisitis meningkat secara bertahap sejak lahir, puncak di tahun-tahun remaja akhir, dan secara bertahap menurun pada tahun-tahun geriatri. Median usia pada usus buntu adalah 22 tahun.

ETIOLOGIPenyebab paling umum merupakan obstruksi lumen yang mengeras (fekalis) dan hiperplasia folikel limfoid. Fecalis terbentuk ketika kalsium garam dan puing-puing fekal menjadi berlapis-lapis di sekitar nidus bahan tinja inspissated terletak di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan inflamasi dan infeksi termasuk penyakit Crohn, gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernafasan, campak, dan mononukleosis.Obstruksi lumen appendiks yang kurang umum dikaitkan dengan parasit (misalnya, Schistosomes spesies, Strongyloides jenis), bahan asing (misalnya, pelet senapan, alat kontrasepsi, stud lidah, arang aktif), TBC, dan tumor.

FAKTOR RISIKOApendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.

PATOGENESISPatologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

MANIFESTASI KLINISPasien pada abdomen akut akibat apendisitis ini tampil dengan nyeri akut abdomen yang merupakan keluhan utama. Lokasi nyeri bergantung pada stadium penyakit dan lokasi appendiks vermiformis. Pada peradangan awal, pasien akan mendaptkan perasaan kurang nyaman pada daerah epigastrium, seperti nyeri kolik. Ketika peradangan telah mengenai mukosa apendiks, maka akan dapat menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen pasien yang samar-samar, dan ketika radang telah mengenai seluruh struktur diindingg apendiks, nyeri akan benar-benar terlokalisasi pada daerah kuadran kanan bawah abdomen. Ketika apendisitis telah terjadi secara komplit, maka akan dapat terjadi radang peritoneum parietalis, sehingga akan merangsang peritoneum secara lokal (menyebabkan nyeri somatis), pasien akan merasakan nyari pada gerak aktif maupun gerak pasif dan akan didapati suatu defans muskular pada abdomen pasien yang sifatnya menyeluruh. Bila posisi apendiks pada cavum abdomen adalah retroperitoneal, dimana posisi apendiks terlindungi oleh sekum, maka yang didaptkan pada manifestasi klinis adalah nyeri perut kanan bawah yang tidak khas. Nyeri yang muncul akan berada pada perut sisi kanan atau nyeri timbul karena kontrkasi muskulus psoas yang menegang di sisi dorsal.Gejala lain yang dapat muncul pada pasien apendisitis adalah gejala mual muntah, umunya mulai timbul ketika proses radang telah mengenai seluruh dinding apendiks. Demam akan terjadi ketika apendisitis memasuki stadium gangrenosa, demam yang terjadi adalah demam ringan sampai sedang, atau pasien dapat memiliki suhu tubuh normal. Selain itu dapat terjadi takikardi. Dehidrasi, syok, hingga kondisi toksis menjadi tanda kondisi peradangan pasien yang berat.

DIAGNOSISGambaran KlinisGejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis: Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.a) Pada anak-anakGejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.b) Pada orang tua berusia lanjutGejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.c) Pada wanitaGejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

Pemeriksaan1. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri, dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign), dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika. 2. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.

TATALAKSANABila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.Apendektomi bias dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pada apendisitis perforate, perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotic untuk kuman Gram negative dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomy dengan insisi yang panjang, agar dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi. Rongga abdomen bisa dibilas dengan mudah. Dilaporkan hasilnya tidak berbeda dibandingkan dengan laparotomy terbuka, tetapi keuntungannya lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.

PROGNOSISUmumnya baik jika tidak terjadi peradangan organ sekitar akibat perforasi apendiks. Kejadian perburukan dari kondisi apendisitis ini umumnya disebabkan oleh komplikasi akibat tindakan operatif yang dapat menyebabkan kematian. Selain itu appendicitis akut dapat berlanjut menjadi kronis dan dapat menyebabkan perforasi yang berlanjut menjadi peritonitis generalisata.

KOMPLIKASIKomplikasi yang paling sering adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.1. Massa periapendikulerMassa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa apendikuler yang pendinginannya belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuit oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh sebab itu massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah hal tersebut. Pada anak selalu dipersiapkan untuk operasi dalam 2-3 hari. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang mengalami pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal penderita boleh pulang dan apendektomi dapat dikerjakan pada 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa serta bertmbahnya leukosit.Riwayat klasik apendisitis akut diikuti dengan adanya massa dan nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam mengarahkan ke diagnosis massa atau abses periapendikuler. Kadang sulit dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, dan amuba. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.TatalaksanaApendektomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, sekitar 6-8 minggu dilakukan apendektomi. Pada anak kecil dan wanita hamil dan penderita usia lanjut jika secara konservatif tidak tidaak membaik atau berkembang menjadi abses dapat diperyimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.2. Apendisitis perforataAdanya fekalit, umur, dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi berupa penyempitan apendiks, arteriosklerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang diagnosis, proses pendinginan yang kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum yang belum berkembang.DiagnosisPerforasi apendiks akan mengakibatkan peritoniitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, perut menjaddi tegang dan kembung, nyeri tekan dan defaaans muskuler di seluruh perut mungkin dengan punctum maksimum diregio iliaka kanan, peritalsis usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses peritoneum biasa terjadi bilaman pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal atau efusi pleura. USG dan Foto Rontgen dada akan membantu membedakannya.TatalaksanaPerbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparaskopi apendektomi. Rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbeda dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan drainage subfacia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang drainage intraperitoneal karena justru akan menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.

DEMAM TIFOID

DEFINISIDemam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul 1- 3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan ,sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.

ETIOLOGIDemam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

EPIDEMIOLOGISejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (