lapsus - bronchopneumonia fix

45
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN Laporan Kasus UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA April 2015 BRONCHOPNEUMONIA Oleh: Raswinda 1102100089 Pembimbing: dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes Penguji: dr. Sri Asriyani, Sp.Rad DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Upload: nurulfitriantisah

Post on 17-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

anak

TRANSCRIPT

BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANLaporan KasusUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAApril 2015

BRONCHOPNEUMONIA

Oleh:Raswinda1102100089

Pembimbing:dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes

Penguji:dr. Sri Asriyani, Sp.RadDIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015

13

13

HALAMAN PENGESAHANYang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :Nama: RaswindaStambuk: 1102100121Judul Laporan Kasus: BronchopneumoniTelah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, April 2015Pembimbing Penguji

dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes dr. Sri Asriyani, Sp.Rad

Mengetahui,Ketua Bakordik RS IBNU SINA YW-UMI

dr. Anna Sari Dewi, Sp.OG

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH Subhanahu Wa Taala karena atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan penyusunan tulisan ini dapat terlaksana. Tak lupa pula penulis haturkan salawat dan salam yang tercurah pada junjungan Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wasallam yang telah membimbing manusia dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang.Tulisan ini berjudul LAPORAN KASUS BRONCHOPNEUMONI yang dibuat dan disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian radiologi.Berbagai kesulitan dan hambatan penulis temui, namun atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan.

Makassar, April 2015

PenulisDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..iHALAMAN PENGESAHAN..iiKATA PENGANTAR.iiiDAFTAR ISIivI. KASUS..11.1 Anamnesis..11.2 Pemeriksaan Fisik..21.3 Pemeriksaan Penunjang41.4 Diagnosis51.5 Rencana dan Terapi5II. TINJAUA PUSTAKA..72.1. Pendahuluan..72.2. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru..72.3. Epidemiologi92.4. Etiologi102.5. Klasifikasi112.6. Patogenesis112.7. Manifestasi Klinis132.8. Pemeriksaan Penunjang142.9. Diagnosis Banding182.10. Penatalaksanaan192.11. Prognosis212.12. Pencegahan22III. DISKUSI..25DAFTAR PUSTAKA27

BAB IKASUS

IDENTITAS PASIENNama Pasien:An. MSNo. RekamMedik:94771Umur:5,5 tahunJenis Kelamin:Laki-lakiAlamat :Rappokalling utaraTempat/Tanggal lahir:Makassar, 19 Oktober 2009Agama:IslamKebangsaan:IndonesiaPemeriksaan:23-03-2015Perawatan Bagian :Lt. III (Assafi) Rumah Sakit Ibnu Sina

1.1. Anamnesis : Keluhan utama:Sesak Anamnesis terpimpin:Sesak dirasakan 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit Ibnu Sina, telah mendapat terapi nebulisasi di UGD sebanyak 4 kali, tetapi sesak tidak berkurang. Riwayat sesak sebelumnya ada sekitar 3 bulan yang lalu.Keluhan batuk ada sejak 3 hari yang lalu, lendir ada warna putih. Tidak ada riwayat batuk darah. Tidak demam dan tidak kejang. Muntah ada 1 kali isi sisa makanan dan lendir. Belum buang air besar sejak 3 hari yang lalu. Buang air kecil kesan lancar warna kuning. Anamnesis Sistematis: Sakit kepala (-), pusing (-), penglihatan kabur (-), nyeri menelan (-), mual muntah (+), batuk (+), sesak (+), nyeri dada (-), BAK kesan lancar warna kuning. BAB belum sejak 3 hari yang lalu. Riwayat pengobatan: mendapat terapi nebulisasi 4 kali. Riwayat keluarga: Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.Riwayat ImunisasiSTATUS IMUNISASIBELUM PERNAH1234TIDAK TAHU

BCG

Hep B

POLIO

DPT

Campak

HIB

IPD/Pneumokokus

Varicella

Typhoid

Lain - Lain

1.2. Pemeriksaan Fisis- Keadaan umum: Keadaan sakit berat- Kesadaran: Compos mentis (GCS 15)- Status Gizi: Gizi kurang- Lingkar kepala: 49,5 cm- Tinggi Badan: 124 cm- Berat Badan: 18 kg- BB/U: 18/19,5 x 100% = 92,3% - TB/U: 124/112 x 100% = 110,7%- BB/TB: 18/24 x 100% = 75% (Gizi kurang)

Tanda Vital - Tekanan darah: 110/80 mmHg- Nadi: 130 kali/menit- Pernafasan:52 kali/menit- Suhu:36,5oCMata Kelopak mata:Edema (-) Konjungtiva:Anemis (-/-) Sclera:Ikterus (-) Kornea:Jernih Pupil:Bulat, isokorLeher: Pembesaran tonsil (-), kaku kuduk (-), massa (-), nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-)Thorax:Inspeksi: Simetris, retraksi (+) subcostal, intercostal, dan suprasternal. Palpasi: Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-)Perkusi: Batas paru hepar ICS VI dextraAuskultasi: Bunyi pernapasan bronkial Bt: Ronchi -Wheezing:+--++--++Jantung:Inspeksi:`Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Pekak (+) Batas jantung :Batas jantung kiri linea medioclavicularis kiriBatas jantung kanan linea parasternalis kananBatas jantung basal ICS IIBatas jantung apex ICS VAuskultasi : S1 dan S2 murni, reguler, bising (-), kesan normalAbdomen:Inspeksi : Datar ikut gerak nafasAuskultasi : Bunyi peristaltik (+), kesan normalPalpasi:NT (-), MT (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)Perkusi: TympaniEkstremitas:Deformitas(-)Udem (-)Fraktur (-)

1.3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium (01/02/2015)PemeriksaanHasilNilai rujukanSatuan

RBC4,57 x 1064,00 - 6,20 x 103/mm3

WBC8,2 x 1034 12 x 103u/L

Hemoglobin12,211-17g/dl

HCT38,135.0-55.0%

MCV83,480-100m3

MCH26,726.0-34.0Pg

MCHC32,031.0-35.5g/dl

PLT253150-40010^3/mm3

GDS100140Mg/dl

Pemeriksaan RadiologiFoto Thorax PA (23/3/2015) :

Hasil Pemeriksaan : Bercak-bercak infiltrat pada parahilar dan basal kedua paru Pemadatan hilus sinistra Cor : bentuk , ukuran dan letak dalam batas normal Kedua sinus costophrenicus dan diafragma baik Tulang-tulang intakKesan : Bronchopneumonia bilateral

1.4. DiagnosisBerdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, maka diagnosis dari kasus ini adalah Bronchopneumoni bilateral.

1.5. Rencana Dan Terapi- Oksigen 6 L/menit (masker nonrebreathing)- IVFD Ringer Laktat 40 tetes/menit- Nebulisasi ventolin 1 ampul/ 8 jam- Dexametason 0,5 mg/8 jam/ intravena- Salbutamol 3x1 cth- Ambroxol 3x1 cthBAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. 1 PENDAHULUANPneumonia adalah peradangan atau infeksi paru-paru yang menyebabkan paru berfungsi abnormal. Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai tipikal atau atipikal, meskipun presentasi klinis seringkali sama. Beberapa gejala umum hadir pada pasien dengan pneumonia.1Bronkopneumonia adalah proses multifokal yang dimulai pada bronkiolus terminal dan pernapasan bronkial yang cenderung menyebar secara segmental. Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, dan menghasilkan konsolidasi merata. Penyebab utamanya adalah S.aureus dan bakteri gram negatif.2

2. 2 ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.3

Gambar 2.1 Sistem Respirasi4Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan.3

Gambar 2.2Segmen brochopulmonum.5

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi paru-paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah, (3) pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh, dan (4) pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.6 Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan melalui dua cara: (1) gerakan naik-turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2) dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.6

Gambar 2.3 Mekanisme ventilasi paru.7

2. 3 EPIDEMIOLOGIMenurut UNICEF dan WHO (tahun 2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten killer of children). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia.Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai 1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus.8

2. 4 ETIOLOGIPneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteria, virus dan jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteria. Sulit untuk membedakan penyebab pneumonia karena virus atau bakteria. Seringkali terjadi infeksi yang didahului oleh infeksi virus dan selanjutnya terjadi tambahan infeksi bakteri. Kematian pada pneumonia berat, terutama disebabkan karena infeksi bakteria. 8Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah Haemophilus influenzae (20%) dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri penyebab lain adalah Staphylococcus aureaus dan Klebsiella pneumoniae. Sedangkan virus yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan influenza. Jamur yang biasanya ditemukan sebagai penyebab pneumonia pada anak dengan AIDS adalah Pneumocystis jiroveci (PCP).8Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik pneumonia anak-balita adalah Streptococcus pneumoniae/pneumococcus (30-50% kasus) dan Hemophilus influenzae type b/Hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di samping bakteri Gram positif seperti S pneumoniae, grup b streptokokus dan S aureus.9

2. 5 KLASIFIKASIa. Berdasarkan klinis dan epideologisnya, pneumonia dibedakan menjadi:10 Pneumonia komuniti (community acquired pneumonia) Pneumonia nosokomial (hospital acquired pneumonia) Pneumonia aspirasi Pneumonia pada penderita immunocompromisedb. Berdasarkan bakteri penyebab:10 Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Chlamydia Pneumonia virus Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder . Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).c. Berdasarkan predileksi infeksi10 Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Bronkhopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Pneumonia intertisiel.

2. 6 PATOGENESISGejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi. Meskipun lebih dari seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus. Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.11Empat stadium anatomik dari pneumonia lobar telah dijelaskan secara klasik: kongesti, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi. Terapi yang efektif seringkali mengurangi atau menghentikan kemajuan perjalanan penyakit, sehingga pada autopsi perubahan-perubahan anatomik tidak sesuai dengan stadium/derajat klasik yang lebih lanjut.12Stadium pertama yaitu kongesti, terdiri dari proliferasi cepat dari bakteri dengan peningkatan vaskularisasi dan eksudasi serius. Sehingga lobus yang terkena akan berat, merah dan penuh dengan cairan (boggy). Rongga alveolar mengandung cairan edema yang berprotein neutrofil yang menyebar dan banyak bakteri. Susunan alveolar masih tampak.12Stadium hepatisasi merah terjadi oleh karena rongga udara dipenuhi dengan eksudat fibrinosupuratif yang berakibat konsolidasi kongestif yang menyerupai hepar pada jaringan paru. Rongga alveolar dipenuhi dengan neutrofil, sel darah merah yang ekstravasasi dan presipitat fibrin. Benang-benang fibrin dapat mengalir dari satu alveolar melalui pori-pori Kohn ke alveoli yang berdekatan, sehingga mengaburkan arsitektur paru yang dibawahnya pleuritis fibrinosa atau fibrinosupuratif yang menyertai, hampir selalu didapatkan.12Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi) melibatkan desintegrasi progresif dari leukosit dan eritrosit bersamaan dengan penumpukan terus-menerus dari fibrin di antara alveoli. Sekarang fibrin terlihat menggumpal dan amorf, dan secara klasik berkontraksi meninggalkan daerah jernih yang berdekatan dengan dinding alveoli, yang memperlihatkan arsitektur asli yang terpelihara. Parenkim paru kering dan menyerupai hepar kecuali pada infeksi yang disebabkan oleh pneumokoki tipe 3 dan Klebsiella, yang menghasilkan eksudat musinus yang tebal yang melekat pada alat-alat. Pada semua agen penyebab, reaksi pleura pada stadium ini adalah paling hebat.12Stadium akhir yaitu resolusi, mengikuti kasus-kasus tanpa komplikasi. Eksudat yang mengalami konsolidasi diantara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan (boggy) dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal. Reaksi pleura dapat membaik juga atau mengalami organisasi, meninggalkan penebalan fibrosis atau perlekatan yang menetap.12

2. 7 MANIFESTASI KLINISa. AnamnesisGambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.10Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu.8b. Pemeriksaan fisikTemuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.10

2. 8 PEMERIKSAAN PENUNJANGa) Pemeriksaan LaboratoriumLeukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukositosis normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negarif atau S. Aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.13b) Pemeriksaan RadiologiBakteri pneumonia terdiri dari dua tipe utama: Lobar (non-segmental) pneumonia dan bronkopneumonia (lobular pneumonia). Manifestasi lain termasuk pembentukan abses, pneumatocele, emboli septik, efusi pleura, dan empiema.14Pneumonia lobaris ditandai dengan gambaran histologis berupa pengisian rongga udara alveolar oleh eksudat cairan edema dan neutrofil. Konsolidasi ini biasanya dimulai di perifer paru-paru yang berdekatan dengan pleura visceral dan menyebar secara sentripetal melalui pori-pori interalveolar (pori-pori Kohn) dan saluran udara kecil. Pengisian udara biasanya meluas di segmen paru (konsolidasi nonsegmental), kadang-kadang melibatkan seluruh lobus. Lobar pneumonia ditandai pada radiograf dan computed tomography (CT) scan dengan adanya konsolidasi udara homogen yang melibatkan segmen yang berdekatan dari lobus. Konsolidasi cenderung terjadi awalnya di pinggiran paru bawah pleura visceral dan biasanya berbatasan sebuah fisura interlobar. Konsolidasi menyebar terpusat melintasi batas-batas segmental dan akhirnya dapat melibatkan seluruh lobus. Bronkus biasanya tetap paten, sehingga bronkogram udara dalam area konsolidasi. Pada resolusi tinggi CT scan, bidang kekeruhan tanah-kaca menunjukkan pengisial lengkap dari alveoli sering terlihat berdekatan dengan konsolidasi udara. Kebanyakan kasus pneumonia lobar yang disebabkan oleh bakteri, paling sering oleh S. pneumoniae dan kurang umum oleh Klebsiella pneumoniae, Legionella pneumophila, H. influenzae, dan M. Tuberkulosis.14Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) ditandai oleh gambaran histologis berupa peradangan terutama pada peribronchiolar. Peradangan peribronchiolar ini awalnya tercermin dengan adanya pola nodular atau retikulonodular kecil di radiografi dan nodul centrilobular dan bercabang kekeruhan (pola tree-in-bud) pada CT scan resolusi tinggi. Ekstensi lebih lanjut ke hasil parenkim yang berdekatan dalam nodul udara merata (lesi centrilobular dengan margin buruk didefinisikan berukuran 4 sampai 10 mm). Ini fokus kecil penyakit dapat berlanjut menjadi lobular, subsegmental, atau area konsolidasi segmental. Bidang konsolidasi mungkin tambal sulam atau konfluen, melibatkan satu atau lebih segmen lobus tunggal, dan mungkin multilobar, unilateral atau bilateral. Pertemuan pneumonia pada lobulus yang berdekatan dan segmen dapat mengakibatkan pola simulasi lobar pneumonia; Perbedaan dari kedua dapat dibuat dalam banyak kasus oleh adanya distribusi segmental atau lobular dari kelainan di daerah lain. Kavitasi adalah umum terutama pada pasien dengan konsolidasi yang luas. Karena melibatkan saluran udara, bronkopneumonia sering mengakibatkan hilangnya volume segmen yang terkena dampak atau lobus. Air bronkogram jarang terlihat pada radiograf tetapi sering dapat dilihat pada CT scan resolusi tinggi.14

Gambar 2.4 Bronchopneumonia. Ada bercak konsolidasi yang luas terutama kedua lobus paru kiri dan lobus bawah paru kanan. 15

Gambar 2.5 Bronkhopneumonia. Bercak kasar di kedua lapang paru.16

Gambar 2.6 Foto Bronkopneumonia. Foto thorax menunjukkan kekeruhan nodular (panah) di lobus kanan atas dan fokus bilateral kecil konsolidasi . Pasien adalah seorang pria 37 tahun dengan Escherichia coli pneumonia.14

Gambar 2.7 Bronchopneumonia. Foto thorax menunjukkan area konsolidasi di kanan atas dan kiri lobus bawah . Pasien adalah seorang pria 23 tahun dengan bronkopneumonia.14

Gambar 2.8 Bilateral Bronchopneumonia: terlihat densitas berupa bercak-bercak yang difus di seluruh paru. Bronchopneumonia bisa bilateral, seperti pada kasus ini, tetapi bisa juga hanya terbatas pada satu bagian paru saja.17

Gambar 2.9 Bronchopneumonia: CT Scan resolusi tinggi menunjukkan nodul kontrilobular (tanda panah) dan konsolidasi lobular.14

2. 9 DIAGNOSIS BANDING2.9.1 Tuberculosis Paru

Gambar 2.10TB Post-primer dengan perkembangan penyakit pada seorang pria 30 tahun. Foto thorax awal yang diperoleh menunjukkan konsolidasi berupa cavitas di lobus kanan atas dan beberapa nodul (panah) di kedua paru-paru.14

Gambar 2.11 TB primer dengan konsolidasi dan limfadenopati pada wanita berusia 26 tahun . Foto thorax menunjukkan konsolidasi udara di paru kanan tengah dan bawah. Terdapat pula limfadenopati paratrakeal kanan dengan trakea terkait fokus penyempitan (panah).14

2.9.2 Pneumonia

Gambar 2.12Pneumonia Lobaris. Menunjukkan konsolidasi yang luas pada lobus kanan atas. Konsolidasi melintasi batas-batas segmental.14

Gambar 2.13 Pneumonia lobaris akibat Streptococcus pneumoniae. Foto thorax menunjukkan konsolidasi lobus tengah yang luas pada dada kanan. Pasien adalah seorang wanita 29 tahun dengan pneumokokus pneumonia.14

2. 10 PENATALAKSANAANPengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu:10

Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.Pada awal era antibiotik, pneumonia dirawat selama 5 hari. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa dosis tunggal penicillin G prokain adalah kuratif. Durasi standar perawatan kemudian berkembang ke 5 sampai 7 hari. Sebuah studi meta-analisis membandingka jangka waktu pengobatan selama 7 hari dengan jangka waktu selama 8 hari atau lebih tidak menunjukkan perbadaan hasil, dan studi prospektif telah menunjukkan bahwa terapi selama 5 hari sama efektifnya dengan terapi selama 10 hari, dan terapi selama 3 hari seefektif terapi selama 8 hari.18

Tabel 1 Terapi antibiotika untuk CAP.1

2. 11 PROGNOSISDengan pengobatan, sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri dapat diobati dalam satu sampai dua minggu. Pneumonia karena virus mungkin berakhir lama, pneumonia karena mycoplasma memerlukan empat sampai lima minggu untuk memutuskan sama sekali. Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.10, 11

2. 12 PENCEGAHANPencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia.8Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu:81. Pencegahan Non spesifik, yaitu: a) Meningkatkan derajat sosio-ekonomi Menurunkan angka kemiskinan Meningkatkan pendidikan Menurunkan angka penderita kurang gizi Meningkatkan derajat kesehatan Mengurangi angka morbiditas dan mortalitasb) Lingkungan yang bersih, bebas polusi 2. Pencegahan Spesifik a) Cegah BBLR b) Pemberian makanan yang baik/gizi seimbangc) Berikan imunisasi Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi. 1. Vaksin Campak Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih menyerang 30 40 juta anak.2. Vaksin Pertusis Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 390.000 anak pertahun. 3. Vaksin Hib Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara berkembang. 4. Vaksin Pneumococcus Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine (PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan kematian pada anak karena pneumonia.

BAB IIIDISKUSI

3.1 RESUME KASUS BRONKOPNEUMONIASeorang anak laki-laki 5,5 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama sesak dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit Ibnu Sina, telah mendapat terapi nebulisasi di UGD sebanyak 4 kali, tetapi sesak tidak berkurang. Riwayat sesak sebelumnya ada sekitar 3 bulan yang lalu.Keluhan batuk ada sejak 3 hari yang lalu, lendir ada warna putih. Tidak ada riwayat batuk darah. Tidak demam dan tidak kejang. Muntah ada 1 kali isi sisa makanan dan lendir. Belum buang air besar sejak 3 hari yang lalu. Buang air kecil kesan lancar warna kuningPada pemeriksaan fisis, tanda vital tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 130 kali/menit, pernafasan 52 kali.menit, suhu 36,5C. Wheezing positif serta pernapasan bronchial. Yang lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksan radiologi foto thorax posisi PA ditemukan bronchopneumonia.

3.2 PEMBAHASANBronkopneumonia adalah proses multifokal yang dimulai pada bronkiolus terminal dan pernapasan bronkial yang cenderung menyebar secara segmental. Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, dan menghasilkan konsolidasi merata. Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah Haemophilus influenzae (20%) dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri penyebab lain adalah Staphylococcus aureaus dan Klebsiella pneumoniae. Sedangkan virus yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan influenza.Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu.Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1.Lutfiyya MN, Henley E, Chang LF. Diagnosis and Treatment of Community-Acquired Pneumonia. American Academy of Family Physicians. 2006.2.Padley SPG, Rubens MB. Pulmonary Infections. In: Sutton D, ed. Textbook of Radiology and Imaging. Vol 1. 7th ed. London: Churchill Livingstone; 2003:131-139.3.Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. In: Price SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Jakarta: ECG; 2006.4.Ross, Wilson. Anatomy and Physiology in Health and Illness. 9th ed. Spain: Churchill Livingstone; 2004:240.5.putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 21th ed. Jakarta: ECG; 2003.6.Guyton SC, Hall JE. Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology). 11th ed. Jakarta: ECG; 2012:496-500.7.Fox S. Human Physiology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2003:490.8.Kartasasmita CB. Pneumonia Pembunuh Balita. Vol 3. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010:22-26.9.Said M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4 Vol 3. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010:16-21.10.Indonesia PDP. Pneumonia komuniti Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia; 2003.11.Fransisca. Pneumonia. Surabaya: Fak. Kedokteran Wijaya Kusuma; 2000.12.Alsagaff JH, Sandika W. Sistem Pernapasan. 4 ed. Jakarta: ECG; 1995.13.Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2007:964-970.14.Muller NL, Franquet T, Lee KS. Imaging of Pulmonary Infections. Canada: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.15.Armstrong P, Wastie ML. X-Ray Diagnosis. Singapore: Blackwell Scientific Publications; 1984:56-57.16.Sutarto AS, Budyatmoko B, Darmiati S. Radiologi Konvensional pada Anak. In: Ekayuda I, ed. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta: FK UI; 2005.17.Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta: ECG; 1995.18.Musher DM, Thorner AR. Community-Acquired Pneumonia. The New England Journal of Medicine. 2014:1619-1628.