lapsobs kpd nda
DESCRIPTION
ketuban pecah diniTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Ketuban Pecah Dini
OLEH :Meylinda Komala Wardhani
H1A 009 037
PEMBIMBINGdr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYABAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAMRUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
karuniaNyalah sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
kelulusan dari Lab/ SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram/ RSUP NTB. Dalam penyusunan laporan yang
berjudul “Ketuban Pecah Dini” ini penulis memperoleh bimbingan, petunjuk
serta bantuan moral dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan
kepada penulis:
1. dr. H. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
2. dr. I Made Putra Juliawan Sp. OG, selaku ketua koordinator
pendidikan Bagian/SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP NTB
sekaligus pembimbing.
3. dr. H. Doddy A. K., SpOG (K), selaku supervisor
4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor
5. dr. Gede Made Punarbawa, Sp.OG (K), selaku supervisor
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan
kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktik sehari-hari sebagai dokter.
Mataram, Oktober2015
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Sistem reproduksi wanita lebih kompleks jika dibandingkan dengan pria,
karena fungsinya yang jauh lebih bervariasi. Pria hanya perlu memproduksi dan
mengirimkan gamet, sementara wanita harus menyediakan nutrisi yang cukup
serta aman bagi perkembangan fetus, hingga akhirnya melahirkan bayi. Salah satu
aspek yang paling menakjubkan dalam kehidupan manusia adalah perubahan dari
dari satu sel telur yang telah mengalami fertilisasi menjadi individu yang
independen dan berkembang sepenuhnya.Perkembangan plasenta penting untuk
kelangsungan hidup janin karena kepentingannya dalam transportasi ibu-janin.
Plasenta dan korion (membran luar) berasal dari lapisan trofoblas sel blastokista.
Jaringan ini mencakup amnion (membran dalam), yolk sac, alantois (struktur yang
umumnya merupakan sisa pada manusia) dan mesoderm ekstraembrionik.1
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel
epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen.
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan ketuban dan melindungi janin terhadap
infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaaan normal, 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.2
Komplikasi yang dapat rerjadi bila terjadi ketuban pecah dini meliputi
komplikasi maternal dan neonatal.Komplikasi neonatal bergantung pada usia
kehamilan, dapat terjadi sindrom distres pernapasan, infeksi intramniotik,
hipoplasia pulmoner fetal, deformitas skeletal, prolaps tali pusat, penekanan tali
pusat yang menyebabkan gawat janin dan meningkatnya kejadian seksio sesarea.
Komplikasi maternal meliputi infeksi intraamniotik, endometritis postpartum,
oligohidramnion berat, dan risiko seksio sesarea yang lebih tinggi akibat
kemungkinan malpresentasi pada bayi preterm yang lebih besar.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI dan FISIOLOGI REPRODUKSI WANITA
2.1.2 Anatomi alat reproduksi
Secara umum, anatomi alat reproduksi wanit terbagi menjadi dua, yakni organ
genitalia eksterna dan organ genitalia interna. Organ genitalia eksterna terdiri dari vulva,
mons veneris (mons pubis), labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum, bulbus vestibuli,
introitus vagina dan perineum. Organ genitalia interna terdiri atas vagina, uterus, tuba
falloppii dan ovarium.4,5
Gambar 2.1. Organ Genitalia Eksterna5
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Diafragma
pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua
otot ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus
transversus perinei profunda, otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang
menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah terutama dari arteria pudenda interna dan
cabang-cabangnya. Oleh sebab itu, dalam menjahit robekan perineum dapat dilakukan
anestesi blok pudendus. Otot levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah-tengah di antara
anus dan vagina yang diperkuat oleh tendon sentral perineum. Di tempat ini bertemu otot-otot
bulbokavernosus, muskulus transversus perinei superfisialis dan sfingter ani eksternal.
Struktur ini membentuk perineal body yang memberikan dukungan bagi perineum. Dalam
persalinan sering mengalami laserasi, kecuali dilakukan episiotomi yang adekuat.4,5
3
2.1.3 Fisiologi
Setelah mengalami fertilisasi, zigot akan masuk ke stadium pre-embrionik. Stadium
pre-embrionik terjadi pada 2 minggu awal perkembangan dan penting untuk menopang
kehidupan embrio.Secara umum, dibagi menjadi 3 tahapan, yakni cleavage atau tahapan
pembelahan sel, implantasi dan plasentasi.Pada perkembangan awal terjadi pembelahan sel
dari satu menjadi dua, empat dan seterusnya, hingga dalam 72 jam akan terbentuk 16 sel atau
lebih yang disebut morula. Morula ini selanjutnya membentuk rongga dan berubah menjadi
bentuk blastokista, sel gepeng yang melapisi rongga disebut trofoblas dan sel di dalam rongga
disebut embrioblas.1Trofoblas selanjutnya mengalami implantasi pada dinding uterus dan
berlanjut pada fase plasentasi dan embriogenesis.1,6
Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta, prosesnya
berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Pada 2 minggu pertama, terjadi proses
invasif oleh trofoblas, terbentuk sinus intertrofoblastik yang berisi darah maternal dari
pembuluh darah yang dihancurkan. Selanjutnya akan timbul ruangan interviler yang
menyebabkan vili korialis seolah terapung di antara ruangan tersebut sampai terbentuk
plasenta.6
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam
selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya
ektoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III
dan IV. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan
kuat serta menghasilkan sitokin yang bermanfaat untuk melawan bakteri. Di samping itu,
selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin, sehingga berfungsi mengatur
peredarah darah dan tonus pembuluh lokal.6
Gambar 2.2. Formasi Amnion, Lapisan Germinal dan Yolk Sac5
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada
perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan selaput sehingga pecah. Sejak awal
kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan
4
untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan dan merupakan hasil difusi dari ibunya.
Cairan amnion mengandung banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa). Fungsi cairan
amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat
dan seng.6
Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-rata ialah 800 ml, cairan amnion
mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu, produksi cairan berasal dari
urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga banyak berasal dari rembesan kulit, selaput
amnion dan plasenta. Janin juga meminum cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain
itu, cairan ada yang masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya. Cairan amnion
yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 liter) yang mungkin berkaitan dengan
diabetes atau trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang
berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin.
Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion kurang dari 2 x 2 cm atau
indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu volume akan berkurang,
tetapi pada postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur
mekonium.6
Gambar 2.3 Lapisan-lapisan (mikroskopik) selaput ketuban
5
2.2 KETUBAN PECAH DINI
2.2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal
persalinan (tanpa melihat umur kehamilan). Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur.Ketuban pecah
dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan
perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti
infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matrix degrading enzym”.2
2.2.2 Epidemiologi dan Etiologi
Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling sering
dijumpai. Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%, dimana
sekitar 20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10%
pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval antara
ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30
hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu
minggu lebih dini dari jadwal.7
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah:8
1. Infeksi. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden
dari vagina yang menyebabkan infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
2. Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri.
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemeli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat
misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
6
4. Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
5. Faktor lain
- Faktor golongan darah. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai
dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit
ketuban.
- Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
- Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
- Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
Beberapa etiologi dari ketuban pecah dini antara lain:8
- Kehamilan multipel: kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
- Riwayat persalinan preterm sebelumnya: risiko 2 – 4 kali
- Tindakan senggama: tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk,
predisposisi terhadap infeksi
- Perdarahan pervaginam: trimester pertama (risiko 2 kali), trimester kedua/ketiga (20
kali)
- Bakteriuria: risiko 2 kali (prevalensi 7%)
- pH vagina di atas 4.5: risiko 32% (prevalensi 16%)
- Serviks tipis / kurang dari 39 mm: risiko 25% (prevalensi 7%)
- Flora vagina abnormal: risiko 2-3x
- Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress
psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm)
2.2.3 Mekanisme ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.2
Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah: (1) berkurangnya asam
askorbik sebagai komponen kolagen; (2) kekurangan tembaga dan asam askorbik yang
7
berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan
spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan
TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin.
Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.2
2.2.4 Penentuan Diagnosis KPD
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi perubahan
biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks dan solusio plasenta.2
Diagnosis ketuban pecah dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan
ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5; bila
ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikkan pH
vagina. Dengan pemeriksaan ultrasound adanya ketuban pecah dini dapat dikonfirmasikan
dengan adanya oligohidramnion.2
Pemeriksaan Penunjang. Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan
ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah
janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan
pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu
lebih dari 38oC serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang
mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda
persalinan dengan skoring pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).2
Diagnosis Banding13
Gejala dan Tanda Gejala dan Tanda Diagnosis Mungkin
8
Yang Selalu Ada Yang Kadang Ada
Keluar cairan
ketuban
Ketuban pecah tiba-tiba
Cairan tampak di introitus
Tidak ada his dalam 1 jam
KPD
Cairan vagina
berbau
Demam/
menggigil
Nyeri perut
Riwayat keluar air
Uterus menyempit
Denyut jantung janin cepat
Perdarahan pervaginam
sedikit2
Amnionitis
Cairan vagina
berbau
Tidak ada riwayat
ketuban pecah
Gatal
Keputihan
Nyeri perut
Disuria
Vaginitis / Servisistis
Cairan vagina
berdarah
Nyeri perut
Gerak janin berkurang
Perdarahan banyak
Perdarahan
Ante Partum
Cairan berupa
darah dan lendir
Pembukaan dan pendataran
serviks
Ada his
Awal persalinan aterm
atau preterm
2.2.5 Penatalaksanaan KPD
Sebelum menentukan tatalaksana yang dilakukan, terlebih dahulu harus dipastikan
mengenai hal-hal yang terkait dengan kehamilan pasien. Hal utama yang perlu diketahui
antara lain pastikan diagnosa, tentukan umur kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi
maternal ataupun infeksi janin dan apakah dalam keadaan inpartu terdapat kegawatan janin.
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-kadang
disertai tanda-tanda lain dari persalinan.Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini
harus masuk rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban
berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala
aktif, korioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi. Bila ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif.2
Konservatif. Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur
9
kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu,
tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.Kortikosteroid harus diberikan pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan
24-31 minggu untuk mengurangi risikokematian perinatal, sindrom gangguan pernapasan,
dan morbiditas lainnya.11
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan
32-37 minggu berikan steroid untuk memacu pematangan paru janin dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.2
Aktif. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal, seksio sesaria.
Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila
ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor
pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
persalinan dengan seksio sesaria. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.2
KPD dengan Kehamilan Aterm12 KPD dengan Kehamilan Preterm12
1. Diberikan Antibiotik profilaksis
Ampicillin 2 gr (dosis awal)
2. Dilanjutkan dengan Ampicillin oral
3 x 500 mg
3. Observasi temperatur tiap 4 jam
4. Jika temperatur tidak meningkat,
dilakukan observasi selama 12 jam
5. Jika ada kecendrungan temperatur
meningkat, ≥37,6’C maka segera
lakukan terminasi
6. Jika setelah 12 jam tidak ada tanda-
tanda inpartu maka dilakukan
terminasi dengan induksi persalinan
1. Penanganan di RS
2. Diberikan Antibiotik profilaksis
Ampicillin 1gr/6jam, diilanjutkan
dengan Ampicillin oral 3 x 500 mg
3. Dilakukan USG untuk menilai
biometri janin dan kesejahteraan
janin
4. Untuk merangsang maturasi paru
diberikan kortikosteroid (pada UK
28-34 minggu) digunakan
deksametason 2 x 6 mg IM selama 2
hari
5. Observasi di kamar bersalin, tirah
10
7. Batasi pemeriksaan dalam,
dilakukan hanya berdasarkan
indikasi
8. Bila dilakukan terminasi, lakukan
evaluasi PS (skor pelvik). Bila PS ≥
5 dilakukan induksi dengan oksitosin
dan CTG. Bila PS ≤ 5, dilakukan
pematangan serviks
baring selama 24 jam, selanjutnya di
rawat di ruang obstetri
6. Dilakukan observasi temperatur tiap
6 jam, bila ada kecendrungan
meningkat atau ≥ 37,6’C dilakukan
terminasi di ruang obstetri
7. Dilakukan pemeriksaan, leukosit dan
LED setiap 3 hari
Tata Cara Perawatan Konservatif12 Terminasi Kehamilan pada KPD13
1. Dilakukan sampai janin viable
2. Selama perawatan konservatif, tidak
dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam
3. Dalam observasi selama 3 hari,
dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban
4. Bila air ketuban cukup, kehamilan
diteruskan
5. Bila air ketuban kurang
(oligohidramnion) dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan
6. Pada perawatan konservatif, ICA >
5, pasien dipulangkan pada hari ke 3
dengan saran : tidak boleh koitus,
tidak boleh melakukan manipulasi
vagina, segera ke RS bila air keluar
lagi
7. Bila masih keluar air, perawatan
konservatif dipertimbangkan dengan
melihat pemeriksaan lab. Bila
terdapat leukositosis/peningkatan
LED, lakukan terminasi.
1. Induksi persalinan dengan drip
oksitosin
2. Seksio sesarea bila persyaratan
induksi oksitosin tidak terpenuhi atau
bila induksi oksitosin gagal
3. Bila skor pelvik jeek, dilakukan
pematangan dan induksi persalinan
11
Induksi dan Akselerasi. Induksi merupakan upaya untuk melakukan inisiasi
persalinan sehingga timbul tanda-tanda persalinan, sedangkan akselerasi meningkatkan
frekuensi, lama serta kekuatan his dalam persalinan yang sebelumnya sudah ada namun
belum adekuat. Adapun indikasi dilakukannya induksi maupun akselerasi pada kasus-kasus
seperti berikut : postterm, ketuban pecah dini, inersia uteri sekunder, preeklampsia,
pertumbuhan janin terhambat, dan lain-lain.9
Manajemen induksi maupun akselerasi dibagi menjadi mekanis dan medikamentosa:9
1. Mekanik
- Laminaria
- Folley catheter, stripping
- Untuk akselerasi dapat dilakukan amniotomi saat timbul his
2. Medikamentosa
- Oxytocin. Diberikan per infus larutan 500 cc Dextrose 5 % ditambahkan oksitosin
5 IU dengan tetesan mulai 8 tetes/menit dinaikkan bertahap 4 tetes setiap 30 menit
sampai his adekuat, maksimal 40 tetes/menit. Bila belum tercapai his adekuat dapat
dilanjutkan dengan botol kedua. Harus dilakukan pemantauan yang ketat karena
dapat terjadi hiper stimulasi rahim, sehingga timbul gawat janin atau ruptura uteri.
- PGE1 (misoprostol 25 ug per 6 jam), kontra indikasi pada bekas SC atau parut
uterus (miomektomi).
Prinsip dasar9
1. Tujuannya karena ada ancaman untuk ibu dan janin, apabila kehamilan atau
persalinan yang berlangsung lebih lama tidak diintervensi.
2. Induksi persalinan tanpa melakukan pematangan serviks akan memberi angka
keberhasilan kelahiran yang lebih rendah, terutama pada skor pelvis rendah (15%
banding 85%). Walaupun pada saat pematangan serviks bisa langsung terjadi
persalinan.
3. Pastikan tidak ada kontraindikasi:
- Kelainan letak,plasenta previa, Cephalo-Pelvic Disproportion (CPD)
- Bekas seksio, miomektomi, atau operasi lainnya (kontraindikasi relatif)
12
4. Angka keberhasilan akan meningkat bila skor pelvis (Bishop’s Score :>5)
5. Monitoring yang baik pada ibu dan janin merupakan syarat utama untuk dilakukannya
induksi persalinan atau akselerasi.
Tabel 2.1. Bishop’s Score untuk Status Serviks9
Skor 0 1 2 3Pembukaanserviks 0 1-2 3-4 5+
Panjangserviks (cm) 3 2 1 0Station -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang LunakPosisi Posterior Mid anterior
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal.Ketuban pecah dini memberikan risiko bagi
ibu untuk mendapatkan infeksi intrauterin. Risiko bagi bayi dengan adanya KPD adalah
penekanan tali pusat dan infeksi asending.10
Persalinan prematur. Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umum kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.2
Infeksi. Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi
lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.2
Hipoksia dan asfiksia. Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.2
Sindrom deformitas janin. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasi pulmonar.
13
BAB 3
STATUS OBSTETRI
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny.S
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Suku : Sasak
Alamat : Sandubaya, Mataram
Rekam Medik : 123698
Tanggal Masuk : 26 Oktober 2015
3.2 ANAMNESIS
3.2.1 Keluhan Utama
Keluar air dari jalan lahir.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari Puskesmas Gunungsari dengan G2P0A1H0 39 minggu T/H/IU
presentasi kepala, keadaan umum ibu dan janin baik dengan KPD > 11 jam. Pasien mengeluh
keluar air dari jalan lahir sejak hari Senin (25 Oktober 2015) pukul 21.00 WITA, hingga
membasahi ± 1 kain. Air yang keluar sedikit-sedikit dan sering. Keluhan nyeri perut dan
lendir yang disertai bercak darah dari jalan lahir disangkal. Gerakan janin masih dirasakan.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-).
3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-).
3.2.4 Riwayat Alergi
Riwayat alergi terhadap obat-obatan (-), makanan (-).
14
3.2.5 Riwayat Sosial
Riwayat haid pertama kali usia 15 tahun, siklus 1 bulan teratur. Lama haid 7 hari.
Pernikahan pertama, lama menikah 1 tahun, menikah usia 26 tahun.
3.2.6 Riwayat Obstetri
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut:
1. Abortus, 2 bulan
2. Hamil ini
HPHT : 25 Januari 2015
HTP : 01 November 2015
Usia Kehamilan : 39-40 minggu
Riwayat ANC : 10 kali di Polindes
Terakhir : 26Oktober 2015
Hasil : TD 100/80 mmHg, BB 43 kg, TFU 26 cm, letak kepala, DJJ 144
kali/menit
Riwayat USG : 2 kali di Sp.OG
- 4 Juni 2015 Hasil : T/H/IU UK.18-20 minggu, TBJ : 284 gr. HTP :
30/10/2015.
- 4 September 2015 Hasil : Tunggal, Letak kepala. UK 30-32 minggu.
Plasenta di fundus gr II. Amnion cukup. TBJ : 1582 gr. JK : laki-laki.
Kelainan (-). AFI : Jernih. HTP : 07/11/2015
Riwayat KB : tidak pernah
Rencana KB : suntik 3 bulan
Kronologis di Puskesmas Gunungsari
26/10/2015 (08.40 WITA)
Subyektif:
Pasien hamil 9 bulan dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak tanggal
25/10/2015 pukul 21.00 WITA. Mules (-), lendir darah (-), gerakan janin (+).
Obyektif:
KU : Baik
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
15
Suhu : 36,4oC
Abdomen : TFU 28 cm, puki, letkep Ɵ 4/5 bagian
DJJ 136 kali/menit
VT : Ø (-), eff (-), ket (-)
Assessment:
G2P0A1H0UK 39 minggu T/H/IU presentasi kepala, K/U ibu dan janin baik dengan
KPD > 11 jam
Planning:
- Skin test ampicillin (03.15)
- Injeksi Ampicillin 1 gr/IM (03.30 WITA)
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 84 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu :36,8oC
Tinggi badan : 154 cm
Berat badan : 43 kg
3.3.2 Status Lokalis
- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : membesar sesuai umur kehamilan, bekas luka operasi (-),
striae gravidarum (+), linea nigra (+)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
+ ++ +
16
3.3.3 Status Obstetri
Leopold : (1) bokong; (2) punggung kiri; (3) kepala; (4) 4/5
TFU : 28 cm
TBJ : 2636 gram
HIS : -
DJJ : 11-11-11 (132 x/menit)
VT : Ø 1 cm, effacement 10%, ketuban (-) jernih, teraba kepala, H1,
denominator belum jelas, tak teraba bagian terkecil janin dan tali
pusat
Pelvic Examination:
- Promontorium tidak teraba
- Spina ischiadika tidak prominen
- Os coccygeus mobile
- Arcus pubic > 90o
PS :
- Dilatasi cervix 1 cm : 1
- Panjang cervix 3cm: 1
- Kosistensi cervix: 1
- Posisi cervix: 1
- Stasion H1: 1
Total: 5
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium(26/10/2015, pukul 12.57)
- HGB : 9,3 g/dl
- RBC :3,33 x 106/µL
- HCT : 29,0 %
- WBC : 14,27 x 103/µL
- PLT : 324 x 103/µL
- HbSAg :(-)
3.5 DIAGNOSIS
G2P0A1H0 UK 39-40 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD > 12 jam.
17
3.6 PLANNING
3.6.1 Rencana diagnostik
- Laboratorium (DL, HbsAg, BT,CT)
- CTG (Cardio-Toco-Graphy)
3.6.2 Rencana terapi
Observasi kesra ibu dan janin
Injeksi Ampisilin 2gram/IV dilanjutkan dengan ampicillin oral 3x500 mg
DM konsul ke dokter umum: pro terminasi kehamilan drip oksitosin. Supervisor
acc terminasi dengan drip oksitosin bila CTG reaktif.
3.6.3 Rencana KIE
- Menjelaskan keadaan ibu dan bayi pada keluarga
- Menjelaskan terapi yang akan diberikan dan komplikasi yang mungkin terjadi serta
meminta persetujuan
- Menganjurkan ibu untuk makan/minum serta miring kiri dan tidak mengedan dulu
sebelum waktunya
3.7 BAYI LAHIR
Jenis persalinan : Spontan B (dengan induksi oxytocin)
Indikasi : Ketuban Pecah Dini
Lahir tanggal, jam : 26/10/2015, pukul 19.00 WITA
Jenis kelamin : Laki-laki
APGAR Score : 7-9
Lahir : Hidup
Berat : 2600 gram
Panjang badan : 46 cm
Amnion : Jernih
Kelainan kongenital : (-)
3.8 PLASENTA
Lahir : Spontan
Lahir tanggal, jam : 26/10/2015, pukul 19.05WITA
Berat : 500 gr
Lengkap : Ya
Perdarahan : +150 cc
18
3.9 KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,5ºC
Kontraksi uterus : (+)baik
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Perdarahan aktif : -
DOKUMENTASI HOME VISIT (29 Oktober 2015, pukul 16.30 WITA)
19
TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING26/10/15
12.30 WITA
Pasien rujukan dari Puskesmas Gunungsari dengan G2P0A1H0 39 minggu T/H/IU presentasi kepala, keadaan umum ibu dan janin baik dengan KPD > 11 jam. Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak hari Senin (25 Oktober 2015) pukul 21.00 WITA, hingga membasahi ± 1 kain. Air yang keluar sedikit-sedikit dan sering. Keluhan nyeri perut dan lendir yang disertai bercak darah dari jalan lahir disangkal. Gerakan janin masih masih dirasakan.Riwayat DM, HT, asthma (-)
HPHT : 25/01/2015HTP : 01/11/2015
Riwayat ANC : 10 kali di PolindesTerakhir : 26/10/2015Hasil : tekanan darah 100/80 mmHg, BB 43 kg, TFU 26 cm, letak kepala, DJJ 132 kali/menit
Status Generalis Keadaan umum: baikKesadaran : E4V5M6 Tanda Vital- TD:110/60 mmHg- Nadi : 92 x/menit - Respirasi: 18 x/menit - Suhu : 36,8oC
Pemeriksaan Fisik Umum- Mata : anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1S2 tunggal reguler,
murmur (-), gallop (-) - Paru : vesikuler +/+, ronki (-),
wheezing (-) - Abdomen : bekas luka operasi (-),
striae gravidarum (+)- Ekstremitas :
Edema - - Hangat + +- - + +
Status ObstetriL1 : bokongL2 : punggung kiriL3 : kepalaL4 : 4/5TFU : 28 cm
G2P0A1H0 39-40 mingguT/H/IU, presentasi kepala dengan Ketuban Pecah Dini >12 jam
DM planning :Diagnostik-Laboratorium (DL, HbsAg, BT,CT)-CTGTerapi-Observasi kesra ibu dan janin-Injeksi Ampisilin 2gram/IV dilanjutkan Ampicillin PO 3X500mg-DM konsul ke dokter umum: pro terminasi kehamilan drip oksitosin. Supervisor acc terminasi dengan drip oksitosin bila CTG reaktif.KIE-Menjelaskan keadaan ibu dan bayi pada keluarga-Menjelaskan terapi yang akan diberikan dan komplikasi yang mungkin terjadi serta meminta persetujuan-Menganjurkan ibu untuk makan/minum serta miring kiri dan tidak mengedan dulu
20
Riwayat USG : 2x di Sp.OG
Terakhir 04/09/2015 : T/H/IU presntasi kepala, laki-laki, UK 30-32 mg, plasenta di fundus, AFI jernih, TBJ 1582 gr
Riwayat Obstetri:
1. Abortus, 2 bulan
2. IniRiwayat KB : tidak pernahRencana KB : suntik 3 bulan
Kronologis di Puskesmas Gunungsari26/10/2015 (08.40 WITA)Subyektif:
Pasien hamil 9 bulan dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak tanggal 25/10/2015 pukul 21.00 WITA. Mules (-), lendir darah (-), gerakan janin (+).Obyektif:KU : baikTensi : 120/80 mmHgNadi : 84 x/menit
TBJ : 2636 gramHIS : -DJJ : 11-11-11 (132 x/menit)VT : Ø 1 cm, eff 10%, ketuban (-)
jernih, teraba kepala, H1 denominator belum jelas, tak teraba bagian kecil janin dan tali pusat
Pelvic ExaminationPromontoriumtidakterabaSpina ischiadica tidak prominenOs coccygeus mobileArcus pubis > 90Pelvic Score ( Bishop’s Score ) Dilatasi serviks (1)Panjang serviks (1)Konsistensi lunak (1)Posisi mid (1)Station HI : (1)Total: 5Pemeriksaan Laboratorium HGB : 9,3 g/dl RBC : 3,33 x 106/µL HCT : 29,0 % WBC : 14,27 x 103/µLPLT : 324 x 103/µL
sebelum waktunya
21
RR : 22 x/menit Suhu : 36,4 oCAbdomen : TFU 28 cm, letkep, puki Ɵ
4/5 bagianHis : -DJJ 136 kali/menitVT : Ø (-), eff (-), ket (-)Assessment:G2P0A1H0 39 minggu T/H/IU presentasi kepala, keadaan umu ibu dan janin baik dengan KPD > 11 jam Planning:
- Skin test ampicillin (03.15)- Injeksi Ampicillin 1 gr/IM
(03.30 WITA)
HbSAg :(-)
13.30WITA -
HIS : -DJJ : 12-11-12 (144 x/menit)
Drip oxytocin 5 IU dalam RL 500cc, 8 tpm. Flash pertama.
14.00WITA Nyeri perut (+)
HIS : 2x/10’ ~ 35”DJJ : 12-12-13 (148 x/menit)VT : Ø 2 cm, eff 25%, ketuban (-)
jernih, teraba kepala,H1 denominator belum jelas, tak teraba bagian kecil janin dan tali pusat
Inpartu kala I fase laten + RKA
-Drip oxytocin 12 tpm-Observasi KU, His, Djj-Inj.Ampicilin 1 gr/IV
14.30 Nyeri perut (+) HIS : 2x/10’ ~ 30” Drip oxytocin 16 tpm
22
WITA DJJ : 11-12-12 (140 x/menit)15.00
WITANyeri perut (+) HIS : 3x/10’ ~ 30”
DJJ : 12-12-12 (144 x/menit)Drip oxytocin 20 tpm
15.30WITA
Nyeri perut (+) HIS : 3x/10’ ~ 30”DJJ : 12-12-13 (148 x/menit)
Drip oxytocin 24 tpm
16.00WITA
Nyeri perut (+) HIS : 3x/10’ ~ 30”DJJ : 12-12-12 (144 x/menit)
Drip oxytocin 28 tpm
16.30WITA
Nyeri perut (+) HIS : 3x/10’ ~ 30”DJJ : 12-12-11 (140 x/menit)
Drip oxytocin 32 tpm
17.00WITA
Nyeri perut (+) HIS : 3x/10’ ~ 35”DJJ : 12-12-12 (144 x/menit)
Drip oxytocin 36 tpm
17.30WITA
Nyeri perut (+) HIS : 3x/10’ ~ 35”DJJ : 12-12-12 (144 x/menit)
- Drip oxytocin 40 tpm- Obs kesra ibu dan janin
18.00WITA
Pasien mengeluh nyeri perut dirasa semakin sering dan semakin kuat
KU: baik/ Kes : CMTanda Vital- TD:100/60 mmHg- Nadi: 96 x/menit - Respirasi: 20 x/menit - Suhu : 37oC
HIS : 4x/10’ ~ 40”DJJ : 11-12-12 (140 x/menit)VT : Ø 7 cm, eff 80%, ketuban (-) jernih, teraba kepala, HII denominator UUK kadep, tak teraba bagian kecil janin dan tali pusat
Inpartu kala I fase aktif + RKA
- Drip oxytocin 40 tpm- Observasi kesra ibu dan janin- Observasi persalinan dengan
partograf
23
18.30 WITA
Nyeri perut (+) HIS : 4x/10’ ~ 45”DJJ : 11-12-13 (144 x/menit)
- Drip oxytocin 40 tpm- Obs kesra ibu dan janin
18.55 WITA Ibu mengatakan ingin mengedan
HIS : 4x/10’ ~ 45”DJJ : 11-13-13 (148 x/menit)Inspeksi : doran (+), perjol (+), vulka (+)
Inpartu kala II- Observasi kesra ibu dan janin- Pimpin persalinan
19.00 WITA - - -
- Bayi lahir laki-laki, hidup, berat 2600 gr, panjang 46 cm, AS 7-9, kelainan kongenital (-), anus (+)
19.05 WITA
-Kontraksi uterus baik
TFU : 2 jari dibawah umbilikus-
- Plasenta lahir lengkap, spontan, berat 500 gr, panjang 50 cm
- Perdarahan (+) ± 150 cc
21.00WITA
-
KU : Baik, Kes: CMTanda Vital- TD:110/80 mmHg- Nadi: 88 x/menit - Respirasi: 20 x/menit - Suhu : 36.7 oC
Kontraksi uterus : (+) baik TFU : 2 jari dibawah umbilikusPerdarahan aktif : (-)
2 jam post partum
- Obs kesejahteraan ibu- Mobilisasi- Menganjurkan ibu untuk
makan/minum, memberikan ASI eksklusif
27-10-2015 -KU : Baik, Kes: CM
1 hari post partum - Obs kesejahteraan ibu
24
07.00WITA
Tanda Vital- TD:120/80 mmHg- Nadi: 80 x/menit - Respirasi: 20 x/menit - Suhu : 36.5oC
Kontraksi uterus : (+) baik TFU : 2 jari dibawah umbilikusPerdarahan aktif : (-)
- Mobilisasi- Menganjurkan ibu untuk
makan/minum, memberikan ASI eksklusif
29-10-2015
16.30 WITA
Tidak ada keluhan pada ibu, makan minum baik, BAB BAK (+) normal.
Bayi menyusu kuat, muntah (-), demam (-), BAB kuning lembek 1-2x sehari.
KU: BaikTD : 110/80 mmHgN : 86 x/menitRR : 19x/menitT : 36,7 0CKontraksi uterus : (+) baikTFU: 2 jari bawah umbilikusPerdarahan aktiv pervaginam: (-)Bayi :
Nadi : 146x/menitRR : 40x/menitSuhu : 36,6oC
4 hari post partum - Edukasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif
- Edukasi untuk imunisasi bayi
25
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus diajukan satu kasus seorang wanita berusia 27 tahun dengan
G2P0A1H039-40 minggu dengan Ketuban Pecah Dini > 12 jam. Ketuban pecah dini
merupakan pecahnya ketuban tanpa diikuti tanda-tanda persalinan. Pasien biasanya
mengeluhkan keluarnya air yang tidak dapat ditahan. Pada pasien ini, keluhan tersebut
muncul sudah sejak (25/10/2015) PUKUL 21.00 WITA. Selain itu, pecahnya ketuban
pada pasien tidak langsung diikuti tanda-tanda persalinan. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyebab, yang membuat selaput ketuban menjadi lebih lemah
dibanding seharusnya dan pecah sebelum waktunya.
Saat datang ke RSUP NTB di vk teratai, pasien tidak dalam kondisi
inpartu.Tanda-tanda inpartu adalah keluarnya darah bercampur lendir, terdapat his yang
adekuat (minimal 2 kali dalam 10 menit dengan durasi 20 detik), dan adanya dilatasi
serviks minimal 2 cm.
Penyebab yang paling ditakutkan dari ketuban pecah dini adalah infeksi. Infeksi
ini dapat menyebar ke dalam dan menyebabkan terjadinya komplikasi pada ibu dan
janin. Faktor resiko yang mungkin ada pada pasien masih belum dapat diketahui.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan protap KPD aterm.
Pada pasien diberikan injeksi antibiotik (Ampicillin) sejak dari puskesmas,
sebagaiantibiotikaprofilaksisterhadapinfeksi, mengingatselaputketuban (-)
sehinggamemungkinkanterjadinyainfeksidarijalanlahirterhadapjanin. Pada pasien ini
diberikan induksi persalinan dengan drip oksitosin (setelah dilakukan pemeriksaan CTG
dan Bishop’s Score dengan hasil sesuai indikasi). Dengan perkembangannya pada
akhirnya pasien dapat melahirkan secara spontan.
26
BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapatditarikdarilaporankasusiniadalahsebagaiberikut:
1. Diagnosa awal pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yaitu G1P0A1H039-40 minggu/tunggal/hidup/intrauterin/letak
kepala dengan KPD > 12 jam.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu diberikan
antibiotika serta dilakukan terminasi dengan induksi oksitosin drip karena belum
ada tanda-tanda inpartu.
3. Setelah dilakukan induksi oksitosin, pasien menunjukkan tanda-tanda inpartu,
sampai timbulnya persalinan pervaginam.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Saladin KS. Anatomy & physiology: the unity of form and function. 3rd ed.
Philadelphia: The McGraw-Hill Companies; 2003. p. 1050, 1090.
2. Suwarto S. Ketuban pecah dini. Dalam: Saifuddin AB, editor. Ilmu kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. p. 677-81.
3. Caughey, AB. Contemporary diagnosis & Management of Preterm Premature
Rupture of The Membrane. 2008. p. 11-22.
4. Rachimhadhi T. Anatomi alat reproduksi. Dalam: Saifuddin AB, editor. Ilmu
kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 115-28.
5. Seeley R, Stephens TD & Tate P. Anatomy and physiology. Sixth ed. United
States: The McGraw-Hill Companies; 2004. p. 1038-9.
6. Wiknjosastro GH. Plasenta dan cairan amnion. Dalam: Ilmu kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2009. p. 148-56.
7. Prawirahardjo S. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka;2007.
8. Hobel CJ. Obstetric complications: preterm labor, PROM, IUGR, postterm
pregnancy, and IUFD. In: Hacker, Moore& Gambone. Essentials of obstetrics and
gynecology. Fourth edition. United States: Elsevier Saunders; 2007.
9. Kumboyo, DA. Standar pelayanan medik SMF Obstetri dan Ginekologi.
Mataram:RSUP NTB.2010.
10. Alabama Perinatal Excellence Collaborative (APEC). Guidelines Premature
Rupture of the Membrane.2013.
11. American Collage of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Guidelines on
Premature Rupture of Membranes. Obstetrics and Gynecology. 2008.
12. Panduan Praktek Klinik (PPK) Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. SMF Obstetri
dan Ginekologi. Mataram:RSUP NTB.2015.
28
13. Doddy, AK. Diagnosis Banding Ketuban Pecah Dini. Dalam : Kuliah Pakar
Ketuban Pecah Dini. 2003.
29