laporanfisiologi mata blok18
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
1/14
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI
ORGAN MATA
Nama : Clara Sita Rahmi Sekundarini
NIM : 41100084
Hari/Tanggal : Jumat, 14 September 2012
Pembimbing : dr. Yanti Ivana, M. Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2012
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
2/14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGUntuk menikmati segala keindahan di dunia ini, Tuhan telah memberikan organ-
organ yang memiliki kepekaan tertentu di tubuh kita. Organ-organ tersebut dinamakan
organ indra. Dalam keadaan normal, terdapat lima indra pada tubuh kita : hidung sebagai
indra penciuman / pembau, lidah sebagai indra pengecap, kulit sebagai indra peraba,
telinga sebagai indra pendengaran, dan mata sebagai indra pengelihatan.
Mata sebagai salah satu organ indra yang penting tentunya memiliki bagian-bagian
hebat yang menyusunnya. Bagian-bagian itulah yang akan membantu untuk menjalankan
fungsinya. Jika bagian-bagian mata tersebut dalam keadaan sehat dan normal tentunya
fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, ada kalanya bagian-bagian
tersebut menjadi berubah, terutama karena dampak dari kebiasaan kita, sehingga fungsi-
fungsi mata dapat terganggu.
Pada praktikum ini kita akan melakukan pemeriksaan-pemeiksaan untuk lebih
memahami tentang fungsi serta sistem kerja mata dan kelainan yang terjadi jika fungsi-
fungsi tersebut terganggu. Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan kita menjadi
paham dan mengerti benar tentang fisiologi dan kelainan fisiologi mata sehingga kita
dapat menerapkannya dalam dunia kedokteran dan dapat berguna bagi masyarakat di
sekitar kita.
B. TUJUAN Mengerti, memahami, dan dapat melakukan tes buta warna. Mengerti, memahami, dan dapat melakukan tes visus. Mengerti dan memahami anomali refraksi serta koreksi anomali refraksi.
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
3/14
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga
orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan
bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan
informasi visual ke otak(Junqueira, 2007 : 451).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya
karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin
di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke
bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu
sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil
mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran
pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang
masuk(Sherwood, 2001 : 161).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan
kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina
dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot
siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di
sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih
cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001 : 165).
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda
tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.
Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu
cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap
dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
4/14
3
memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang
gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang
biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata,
sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001 : 173).
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama
cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar
yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang
gelombang yang terletak antara 440-700.
Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat
dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat
membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari
ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja
dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta
warna.
Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan
berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam
tidak ada cahaya
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya
pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara
kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2009 : 83-88).
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan
penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata
yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat
dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur
dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar.
Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan
kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu. Pemeriksaan
tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata dan setiap mata diperiksa
terpisah (Ilyas, 2009 : 64).
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
5/14
4
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. ALATAlat :
Alat Uji (Isiharas test for colourblindness, concise edition 1983) Optotip Snellen 1 set lensa optik untuk koreksi anomaly refraksi.
Naracoba : Mahasiswa
B. CARA KERJA1. Tes Buta Warna
Memilih 2 anggota kelompok untuk menjadi naracoba dan pembanding (orang dengan
persepsi warna normal).
Meletakkan alat uji (Isiharas test for colourblindness, concise edition 1983) pada jarak 75
cm dari naracoba dan orang pembanding pada penyinaran secara tidak langsung dan cukup;
Alat diangkat sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan garis pengelihatan.
Meminta penguji menunjukkan gambar nomor 1-14 (1 gambar 3 detik).
Meminta naracoba untuk menyebutkan gambar yang dilihat dan meminta penguji untuk
menyebutkan sesuai dengan pengelihatannya.
Membandingkan dengan daftar jawaban pada alat uji.
2. Tes Visus, Anomali Refraksi, dan Koreksi Anomali RefraksiMempersilahkan naracoba berdiri yang berjarak 6 m dari Optotip Snellen, menanyai
ketajaman pengelihatan naracoba (sebelum diperiksa) dan catat jawabannya di lembar
kerja.
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
6/14
5
Meminta naracoba menutup mata kiri dan memintanya membaca huruf-huruf pada Optotip
Snellen dengan mata kanan (sesuai panduan petunjuk penguji; pembacaan huruf dimulai
dengan deretan huruf yang terbesar sampai ke deretan huruf yang masih bisa dibaca tanpa
kesalahan), mencatat jarak deretan huruf yang masih dapat dibaca tanpa kesalahan (tertera
di Optotip Snellen).
Mengulang percobaan tersebut untuk mata kiri (mata kanan ditutupi), lalu catat hasilnya
pada lembar kerja.
Mengolah hasil yang diperoleh dengan rumus V = d/D yang menunjukkan ketajaman
pengelihatan (Visus) sebelum koreksi (V = 6/6 kemungkinan menunjukkan emetrop).
Menentukan emetrop atau tidaknya dengan memasang lensa sferis (+) 0,5 D, lalu menguji
ketajaman pengelihatan mata kanan dan kiri secara bergantian seperti pada langkah
sebelumnya.
Mencatat masing-masing harga D, mengolah ladi denag rumus V = d/D (Ketajaman
pengelihatan membesar atau mengecil dari 6/6; Jika tetap 6/6 berarti naracoba menderita
hipermetrop fakultatif, jika < 6/6 berarti naracoba emetrop).
Memilih naracoba penderita astigmatisme; setelah dikoreksi dengan lensa sferis ang
terbaik (nilai visus terbaik), naracoba diminta melihat kartu uji astigmat atau bagian dari
Optotip Snellen yang berupa garis-garis, jika ditemukan kekaburan terhadap kelompok
garis itu maka terdapat kelainan pembiasan akibat kelainan kelengkungan kornea pada arah
(meridian) tertentu; Untuk memperbaiki, pasang lensa silindris di depan lensa sferis yang
menghasilkan nilai visus teresar dengan lensa tegak lurus terhadap arah kelengkungan
garis yang kabur, dipasang berurutan (seperti percobaan sebelumnya) sampai ditemukan
visus 6/6; lensa silindris ini merupakan lensa koreksi astigmatisme.
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
7/14
6
BAB IV
ANALISIS
A. HASILJawaban tes uji (Isiharas test for colourblindness, concise edition 1983)
Gambar
No.
Jawaban
Orang NormalOrang dengan Defisiensi merah-
hijau
Orang dengan
Buta Warna
Total & Parsial
1 12 12 12
2 8 3 X
3 5 2 X
4 29 70 X
5 74 21 X
6 7 X X
7 45 X X
8 2 X X
9 X 2 X
10 16 X X
11 Dapat Merunut X X
Protan Deutan
Kuat Sedang Kuat Sedang
12 35 5 (3) 5 3 3 (5)
X13 96 6 (9) 6 9 9 (6)
14Dapat merunut
dua lintasanungu
Ungu
(merah)Merah
Merah
ungu
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
8/14
7
1.Hasil tes buta warnaNama orang coba : Irene S.
No. Mahasiswa : 41090019
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur orang coba : 21 tahun
Fakultas : Kedokteran
Periksa buta warna sebelumnya : pernah, 3 tahun yang lalu.
Gambar
No.Terlihat oleh Naracoba Terlihat oleh Pembanding
1 12 12
2 8 8
3 5 5
4 29 29
5 74 74
6 7 7
7 45 45
8 2 2
9 X X
10 16 16
11 Dapat Merunut Dapat Merunut
12 35 35
13 96 96
14 Dapat merunut dua lintasan Dapat merunut dua lintasan
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
9/14
8
2. Hasil tes visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksiNama orang coba : Clara Sita Rahmi Sekundarini
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Pengakuan orang coba refraksi mata sebelum periksa :
Mata kanan/ occulus dexter (OD) : Emetrop.
Mata kiri/ occulus sinister (OS) : Emetrop.
Visus
Sebelum dikoreksi, Visus : OD = 6/6 ; OS = 6/6
Setelah dikoreksi dengan lensa sferis (+) 0,5 D, visus :
OD = 6/6 ; OS = 5/6
Nama orang coba : Deta Intan Herdian.
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Astigmat
Dengan lensa sferis (-) 1 D ; Visus OD = 6/60
Dengan lensa sferis (-) 1 D ; Visus OS = 6/60
Kelompok garis yang kabur pada kartu uji astigmat :
OD jam : tidak terbaca ; OS jam : tidak terbaca
Setelah dikoreksi dengan lensa silindris (-) 2,75 D, aksis : 150
Visus OD = 6/6
Setelah dikoreksi dengan lensa silindris (-) 2,75 D, aksis : 150
Visus OS = 6/6
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
10/14
9
B. PEMBAHASANDari hasil tes buta warna di atas, naracoba dapat menebak uji tes Isihara dengan
benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa naracoba tidak mengalami buta warna.
Pengelihatan warna naracoba masih berperan dengan baik, dalam hal ini khususnya padasel kerucutnya, di mana setiap jenis sel kerucut tersebut memiliki kemampuan
membedakan gelombang sinar. Sel kerucut tersebut diaktifkan secara efektif oleh
panjang gelombang sinar warna primer ( yang terdiri dari merah, hijau, dan biru).
Persepsi kita mengenai berbagai warna dunia bergantung pada berbagai rasio
stimulasi ketiga jenis sel kerucut sebagai respon terhadap berbagai panjang gelombang.
Misalnya : (1) Suatu panjang gelombang yang tampak sebagai biru tidak merangsang sel
kerucut merah atau hijau sama sekali (karena benda yang tampak biru menyerap panjang
gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang
gelombang biru yang lebih pendek, sehingga panjang gelombang biru yang dipantulkan
oleh benda itulah yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru) tetapi
merangsang sel kerucut biru secara maksimal (presentase stimulasi maksimum untuk
merah, hijau dan biru masing-masing 0 : 0 : 100); (2) Untuk sensasi warna kuning,
sebaliknya, berasal dari rasio stimulasi 83 :83 : 0, dengan sel kerucut merah dan hijau
masing-masing dirangsang sebesar 83 % dari maksimum, sedangkan sel kerucut birutidak dirangsang sama sekali. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya,
sedangkan hitam tidak ada cahaya.
Orang yang tidak memiliki salah satu, sebagian, ataupun seluruh jenis sel kerucut
itulah yang disebut dengan buta warna. Para individu yang mengalami gangguan
pengelihatan warna tidak hanya mempersepsikan warna tertentu secara berbeda, tetapi
mereka juga tidak mempu membedakan banyak variasi warna. Sebagai contoh, seseorang
dengan defek warna tertentu tidak mempu membedakan antara warna merah dan hijau.Pada lampu lalu lintas, mereka dapat menyebutkan lampu mana yang menyala
berdasarkan intensitasnya, tetapi merea harus mengandalkan posisi cahaya yang terang
untuk mengetahui apakah mereka dapat berjalan atau harus berhenti.
Pada pemeriksaan visus naracoba II, didapatkan visus sebelum dikoreksi adalah
OD 6/6 dan OS 6/6. Hasil 6/6 tersebut berarti naracoba dapat membaca huruf (yang
dalam keadaan normal dapat dibaca dalam jarak 6m) dalam jarak 6 m, hal itumenunjukkan ada kemungkinan mata naracoba merupakan emetrop (normal). Hal itu
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
11/14
10
masih berupa kemungkinan karena dalam keadaan emetrop seharusnya orang dapat
membaca huruf tersebut dalam jarak 6 meter dengan mata yang tidak berakomodasi,
tetapi ada kemungkinan mata untuk berakomodasi dalam pembacaan huruf tersebut dan
jika mata berakomodasi kekuatan lensa mata akan bertambah sehingga ia dapat
memfokuskan sumber cahaya yang dekat maupun yang jauh sehingga huruf masih dapat
dilihat, dengan begitu mata dapat terlihat normal.
Untuk meyakinkan apakah mata naracoba benar-benar emetrop maka dipasang
lensa sferis positif sebesar 0,5 D. Lensa ini berfungsi untuk mengumpulkan cahaya
(konvergen) sehingga cahaya dapat jatuh tepat di retina, terutama untuk cahaya yang
jatuh di belakang retina, dengan begitu ia dapat memendekan jarak jatuhnya cahaya.
Dengan lensa ini diharapkan mata dapat melihat huruf tersebut tanpa harusberakomodasi. Tetapi kebalikannya, mata yang tadinya dapat melihat huruf tersebut
tanpa harus berakomodasi (emetrop) malahan menjadi tidak dapat melihat dengan jelas
karena cahaya menjadi jatuh di depan retina karena jarak jatuh cahaya tersebut
memendek. Dengan begini dapat diketahui mana mata yang benar-benar emetrop dan
mana yang tidak.
Setelah dilakukan pemasangan lensa sferis positif sebesar 0,5 D didapatkan hasil
pembacaan Optotip Snellen seperti berikut : visus OD 6/6 dan visus OS 5/6. Dari sinidapat dinyatakan bahwa dengan menggunakan lensa sferis (+) 0,5 D mata kanan
naracoba tetap dapat melihat dengan jelas huruf tersebut dan ini bisa disimpulkan bahwa
sebelumnya mata kanan naracoba menggunakan daya akomodasi untuk membaca huruf
ini, dengan diberikannya lensa tersebut dapat membuat matanya beristirahat dalam
berakomodasi (tidak berakomodasi) dan dapat melihat dengan jelas huruf tersebut.
Sedangkan pada mata kiri naracoba menjadi tidak dapat melihat dengan jelas, dengan
begitu dapat dikatakan mata naracoba benar-benar emetrop.
Mata kanan naracoba mengalami kelainan mata yang disebut hipermetrop
fakultatif, di mana dalam kelainan ini titik fokus cahaya yang masuk ke mata jatuh di
belakang retina, tetapi kelainan ini masih bisa diimbangi dengan akomodasi atau pun
lensa sferis (+). Seseorang yang memiliki hipermetropi fakultatif akan melihat normal
tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata (+) yang memberikan pengelihatan normal
maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
12/14
11
Jika pada orang hipermetropi absolut, bola matanya terlalu pendek atau pun
lensanya terlalu lemah. Titik fokus cahaya jatuh dibelakang retina tetapi titik fokus
tersebut tetap tidak dapat jatuh tepat di retina walaupun mata melakukan akomodasi.
Kelainan ini hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis (+) / biconcave yang merupakan
lensa konvergen (pengumpul cahaya) sebingga titik fokus cahaya dapat diperpendek
sehingga titik fokus cahaya bisa jatuh tepat di retina.
Sedangkan miopi adalah kebalikan dari hipermetropi, di mana titik fokus cahaya
jatuh di depan retina walaupun mata melakukan akomodasi, baik karena lensa yang
terlalu kuat maupun karena kelainan bawaan bola mata yang terlalu panjang. Kelainan
ini hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis (-) / biconvex yang merupakan lensa
divergen (penyebar cahaya) sebingga titik fokus cahaya dapat diperpanjang sehingga titikfokus cahaya bisa jatuh tepat di retina.
Pada pemeriksaan astigmatisme naracoba III yang memiliki visus OD dan OS
sama-sama (-) 1 D (yang menyatakan miopi), didapatkan hasil bahwa naracoba dapat
melihat dengan jelas menggunakan lensa silindris (-) 2,75 D baik bagi OD (mata kanan)
maupun OS (mata kiri) pada aksis 150. Artinya, selain naracoba membuuhkan lensa
sferis (-) 1 D untuk memperjelas pengelihatannya, ia juga membutuhkan lensa silinder (-)ukuran 2,75 dioptri dengan orientasi silinder 15
0karena kedua mata naracoba memiliki
kecenderungan silinder ke arah 150
(dari sudut 00-180
0searah jarum jam).
Pada penderita astigmatisme, kelengkungan korneanya tidak merata, sehingga
berkas-berkas cahaya mengalami refraksi yang tidak merata pula. Berkas sinar tersebut
tidak difokuskan pada 1 titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api
yang saling tegak lurus. Pada keadaan ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu
antara 00
-1800
untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi.
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
13/14
12
BAB V
KESIMPULAN
Pada percobaan ditemukan bahwa naracoba I memiliki pengelihatan
warna yang normal, naracoba II mata kanan mengalami hipermetropi fakultatif
dan mata kiri emetrop, naracoba III dengan kedua mata mengalami miopi (-) 1 D
serta astigmatisme 2,75 D dengan kecenderungan silinder ke arah 150, dan dari
pemeriksaan-pemeriksaan visus tersebut kita dapat mendiagnosis keadaan dan
kelainan mata, yaitu emetrop (normal), hipermetropi fakultatif maupun absolut,
miopi, serta astigmatisme.
-
7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18
14/14
13
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Ilyas S. 2009.Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Junquiera, Luiz Carlos dan Jose Cerneiro. 2007.Histologi Dasar Teks dan Atlas,
Edisi 10. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.