laporanfisiologi mata blok18

Upload: clara-sita

Post on 04-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    1/14

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI

    ORGAN MATA

    Nama : Clara Sita Rahmi Sekundarini

    NIM : 41100084

    Hari/Tanggal : Jumat, 14 September 2012

    Pembimbing : dr. Yanti Ivana, M. Sc

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

    YOGYAKARTA

    2012

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    2/14

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANGUntuk menikmati segala keindahan di dunia ini, Tuhan telah memberikan organ-

    organ yang memiliki kepekaan tertentu di tubuh kita. Organ-organ tersebut dinamakan

    organ indra. Dalam keadaan normal, terdapat lima indra pada tubuh kita : hidung sebagai

    indra penciuman / pembau, lidah sebagai indra pengecap, kulit sebagai indra peraba,

    telinga sebagai indra pendengaran, dan mata sebagai indra pengelihatan.

    Mata sebagai salah satu organ indra yang penting tentunya memiliki bagian-bagian

    hebat yang menyusunnya. Bagian-bagian itulah yang akan membantu untuk menjalankan

    fungsinya. Jika bagian-bagian mata tersebut dalam keadaan sehat dan normal tentunya

    fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, ada kalanya bagian-bagian

    tersebut menjadi berubah, terutama karena dampak dari kebiasaan kita, sehingga fungsi-

    fungsi mata dapat terganggu.

    Pada praktikum ini kita akan melakukan pemeriksaan-pemeiksaan untuk lebih

    memahami tentang fungsi serta sistem kerja mata dan kelainan yang terjadi jika fungsi-

    fungsi tersebut terganggu. Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan kita menjadi

    paham dan mengerti benar tentang fisiologi dan kelainan fisiologi mata sehingga kita

    dapat menerapkannya dalam dunia kedokteran dan dapat berguna bagi masyarakat di

    sekitar kita.

    B. TUJUAN Mengerti, memahami, dan dapat melakukan tes buta warna. Mengerti, memahami, dan dapat melakukan tes visus. Mengerti dan memahami anomali refraksi serta koreksi anomali refraksi.

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    3/14

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang

    memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan

    objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga

    orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan

    bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan

    suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan

    informasi visual ke otak(Junqueira, 2007 : 451).

    Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya

    karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin

    di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke

    bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu

    sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil

    mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk

    mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran

    pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang

    masuk(Sherwood, 2001 : 161).

    Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus

    dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan

    kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina

    dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot

    siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di

    sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk

    penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih

    cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi

    relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis

    menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001 : 165).

    Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda

    tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.

    Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu

    cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap

    dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    4/14

    3

    memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang

    gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang

    biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata,

    sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001 : 173).

    Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama

    cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar

    yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang

    gelombang yang terletak antara 440-700.

    Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat

    dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat

    membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.

    1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)

    2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)

    3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)

    Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari

    ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja

    dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta

    warna.

    Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan

    berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam

    tidak ada cahaya

    Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya

    pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara

    kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2009 : 83-88).

    Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan

    penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang

    mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata

    yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat

    dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur

    dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar.

    Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan

    kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu. Pemeriksaan

    tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata dan setiap mata diperiksa

    terpisah (Ilyas, 2009 : 64).

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    5/14

    4

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. ALATAlat :

    Alat Uji (Isiharas test for colourblindness, concise edition 1983) Optotip Snellen 1 set lensa optik untuk koreksi anomaly refraksi.

    Naracoba : Mahasiswa

    B. CARA KERJA1. Tes Buta Warna

    Memilih 2 anggota kelompok untuk menjadi naracoba dan pembanding (orang dengan

    persepsi warna normal).

    Meletakkan alat uji (Isiharas test for colourblindness, concise edition 1983) pada jarak 75

    cm dari naracoba dan orang pembanding pada penyinaran secara tidak langsung dan cukup;

    Alat diangkat sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan garis pengelihatan.

    Meminta penguji menunjukkan gambar nomor 1-14 (1 gambar 3 detik).

    Meminta naracoba untuk menyebutkan gambar yang dilihat dan meminta penguji untuk

    menyebutkan sesuai dengan pengelihatannya.

    Membandingkan dengan daftar jawaban pada alat uji.

    2. Tes Visus, Anomali Refraksi, dan Koreksi Anomali RefraksiMempersilahkan naracoba berdiri yang berjarak 6 m dari Optotip Snellen, menanyai

    ketajaman pengelihatan naracoba (sebelum diperiksa) dan catat jawabannya di lembar

    kerja.

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    6/14

    5

    Meminta naracoba menutup mata kiri dan memintanya membaca huruf-huruf pada Optotip

    Snellen dengan mata kanan (sesuai panduan petunjuk penguji; pembacaan huruf dimulai

    dengan deretan huruf yang terbesar sampai ke deretan huruf yang masih bisa dibaca tanpa

    kesalahan), mencatat jarak deretan huruf yang masih dapat dibaca tanpa kesalahan (tertera

    di Optotip Snellen).

    Mengulang percobaan tersebut untuk mata kiri (mata kanan ditutupi), lalu catat hasilnya

    pada lembar kerja.

    Mengolah hasil yang diperoleh dengan rumus V = d/D yang menunjukkan ketajaman

    pengelihatan (Visus) sebelum koreksi (V = 6/6 kemungkinan menunjukkan emetrop).

    Menentukan emetrop atau tidaknya dengan memasang lensa sferis (+) 0,5 D, lalu menguji

    ketajaman pengelihatan mata kanan dan kiri secara bergantian seperti pada langkah

    sebelumnya.

    Mencatat masing-masing harga D, mengolah ladi denag rumus V = d/D (Ketajaman

    pengelihatan membesar atau mengecil dari 6/6; Jika tetap 6/6 berarti naracoba menderita

    hipermetrop fakultatif, jika < 6/6 berarti naracoba emetrop).

    Memilih naracoba penderita astigmatisme; setelah dikoreksi dengan lensa sferis ang

    terbaik (nilai visus terbaik), naracoba diminta melihat kartu uji astigmat atau bagian dari

    Optotip Snellen yang berupa garis-garis, jika ditemukan kekaburan terhadap kelompok

    garis itu maka terdapat kelainan pembiasan akibat kelainan kelengkungan kornea pada arah

    (meridian) tertentu; Untuk memperbaiki, pasang lensa silindris di depan lensa sferis yang

    menghasilkan nilai visus teresar dengan lensa tegak lurus terhadap arah kelengkungan

    garis yang kabur, dipasang berurutan (seperti percobaan sebelumnya) sampai ditemukan

    visus 6/6; lensa silindris ini merupakan lensa koreksi astigmatisme.

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    7/14

    6

    BAB IV

    ANALISIS

    A. HASILJawaban tes uji (Isiharas test for colourblindness, concise edition 1983)

    Gambar

    No.

    Jawaban

    Orang NormalOrang dengan Defisiensi merah-

    hijau

    Orang dengan

    Buta Warna

    Total & Parsial

    1 12 12 12

    2 8 3 X

    3 5 2 X

    4 29 70 X

    5 74 21 X

    6 7 X X

    7 45 X X

    8 2 X X

    9 X 2 X

    10 16 X X

    11 Dapat Merunut X X

    Protan Deutan

    Kuat Sedang Kuat Sedang

    12 35 5 (3) 5 3 3 (5)

    X13 96 6 (9) 6 9 9 (6)

    14Dapat merunut

    dua lintasanungu

    Ungu

    (merah)Merah

    Merah

    ungu

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    8/14

    7

    1.Hasil tes buta warnaNama orang coba : Irene S.

    No. Mahasiswa : 41090019

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Umur orang coba : 21 tahun

    Fakultas : Kedokteran

    Periksa buta warna sebelumnya : pernah, 3 tahun yang lalu.

    Gambar

    No.Terlihat oleh Naracoba Terlihat oleh Pembanding

    1 12 12

    2 8 8

    3 5 5

    4 29 29

    5 74 74

    6 7 7

    7 45 45

    8 2 2

    9 X X

    10 16 16

    11 Dapat Merunut Dapat Merunut

    12 35 35

    13 96 96

    14 Dapat merunut dua lintasan Dapat merunut dua lintasan

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    9/14

    8

    2. Hasil tes visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksiNama orang coba : Clara Sita Rahmi Sekundarini

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Umur : 20 tahun

    Pengakuan orang coba refraksi mata sebelum periksa :

    Mata kanan/ occulus dexter (OD) : Emetrop.

    Mata kiri/ occulus sinister (OS) : Emetrop.

    Visus

    Sebelum dikoreksi, Visus : OD = 6/6 ; OS = 6/6

    Setelah dikoreksi dengan lensa sferis (+) 0,5 D, visus :

    OD = 6/6 ; OS = 5/6

    Nama orang coba : Deta Intan Herdian.

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Umur : 20 tahun

    Astigmat

    Dengan lensa sferis (-) 1 D ; Visus OD = 6/60

    Dengan lensa sferis (-) 1 D ; Visus OS = 6/60

    Kelompok garis yang kabur pada kartu uji astigmat :

    OD jam : tidak terbaca ; OS jam : tidak terbaca

    Setelah dikoreksi dengan lensa silindris (-) 2,75 D, aksis : 150

    Visus OD = 6/6

    Setelah dikoreksi dengan lensa silindris (-) 2,75 D, aksis : 150

    Visus OS = 6/6

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    10/14

    9

    B. PEMBAHASANDari hasil tes buta warna di atas, naracoba dapat menebak uji tes Isihara dengan

    benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa naracoba tidak mengalami buta warna.

    Pengelihatan warna naracoba masih berperan dengan baik, dalam hal ini khususnya padasel kerucutnya, di mana setiap jenis sel kerucut tersebut memiliki kemampuan

    membedakan gelombang sinar. Sel kerucut tersebut diaktifkan secara efektif oleh

    panjang gelombang sinar warna primer ( yang terdiri dari merah, hijau, dan biru).

    Persepsi kita mengenai berbagai warna dunia bergantung pada berbagai rasio

    stimulasi ketiga jenis sel kerucut sebagai respon terhadap berbagai panjang gelombang.

    Misalnya : (1) Suatu panjang gelombang yang tampak sebagai biru tidak merangsang sel

    kerucut merah atau hijau sama sekali (karena benda yang tampak biru menyerap panjang

    gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang

    gelombang biru yang lebih pendek, sehingga panjang gelombang biru yang dipantulkan

    oleh benda itulah yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru) tetapi

    merangsang sel kerucut biru secara maksimal (presentase stimulasi maksimum untuk

    merah, hijau dan biru masing-masing 0 : 0 : 100); (2) Untuk sensasi warna kuning,

    sebaliknya, berasal dari rasio stimulasi 83 :83 : 0, dengan sel kerucut merah dan hijau

    masing-masing dirangsang sebesar 83 % dari maksimum, sedangkan sel kerucut birutidak dirangsang sama sekali. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya,

    sedangkan hitam tidak ada cahaya.

    Orang yang tidak memiliki salah satu, sebagian, ataupun seluruh jenis sel kerucut

    itulah yang disebut dengan buta warna. Para individu yang mengalami gangguan

    pengelihatan warna tidak hanya mempersepsikan warna tertentu secara berbeda, tetapi

    mereka juga tidak mempu membedakan banyak variasi warna. Sebagai contoh, seseorang

    dengan defek warna tertentu tidak mempu membedakan antara warna merah dan hijau.Pada lampu lalu lintas, mereka dapat menyebutkan lampu mana yang menyala

    berdasarkan intensitasnya, tetapi merea harus mengandalkan posisi cahaya yang terang

    untuk mengetahui apakah mereka dapat berjalan atau harus berhenti.

    Pada pemeriksaan visus naracoba II, didapatkan visus sebelum dikoreksi adalah

    OD 6/6 dan OS 6/6. Hasil 6/6 tersebut berarti naracoba dapat membaca huruf (yang

    dalam keadaan normal dapat dibaca dalam jarak 6m) dalam jarak 6 m, hal itumenunjukkan ada kemungkinan mata naracoba merupakan emetrop (normal). Hal itu

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    11/14

    10

    masih berupa kemungkinan karena dalam keadaan emetrop seharusnya orang dapat

    membaca huruf tersebut dalam jarak 6 meter dengan mata yang tidak berakomodasi,

    tetapi ada kemungkinan mata untuk berakomodasi dalam pembacaan huruf tersebut dan

    jika mata berakomodasi kekuatan lensa mata akan bertambah sehingga ia dapat

    memfokuskan sumber cahaya yang dekat maupun yang jauh sehingga huruf masih dapat

    dilihat, dengan begitu mata dapat terlihat normal.

    Untuk meyakinkan apakah mata naracoba benar-benar emetrop maka dipasang

    lensa sferis positif sebesar 0,5 D. Lensa ini berfungsi untuk mengumpulkan cahaya

    (konvergen) sehingga cahaya dapat jatuh tepat di retina, terutama untuk cahaya yang

    jatuh di belakang retina, dengan begitu ia dapat memendekan jarak jatuhnya cahaya.

    Dengan lensa ini diharapkan mata dapat melihat huruf tersebut tanpa harusberakomodasi. Tetapi kebalikannya, mata yang tadinya dapat melihat huruf tersebut

    tanpa harus berakomodasi (emetrop) malahan menjadi tidak dapat melihat dengan jelas

    karena cahaya menjadi jatuh di depan retina karena jarak jatuh cahaya tersebut

    memendek. Dengan begini dapat diketahui mana mata yang benar-benar emetrop dan

    mana yang tidak.

    Setelah dilakukan pemasangan lensa sferis positif sebesar 0,5 D didapatkan hasil

    pembacaan Optotip Snellen seperti berikut : visus OD 6/6 dan visus OS 5/6. Dari sinidapat dinyatakan bahwa dengan menggunakan lensa sferis (+) 0,5 D mata kanan

    naracoba tetap dapat melihat dengan jelas huruf tersebut dan ini bisa disimpulkan bahwa

    sebelumnya mata kanan naracoba menggunakan daya akomodasi untuk membaca huruf

    ini, dengan diberikannya lensa tersebut dapat membuat matanya beristirahat dalam

    berakomodasi (tidak berakomodasi) dan dapat melihat dengan jelas huruf tersebut.

    Sedangkan pada mata kiri naracoba menjadi tidak dapat melihat dengan jelas, dengan

    begitu dapat dikatakan mata naracoba benar-benar emetrop.

    Mata kanan naracoba mengalami kelainan mata yang disebut hipermetrop

    fakultatif, di mana dalam kelainan ini titik fokus cahaya yang masuk ke mata jatuh di

    belakang retina, tetapi kelainan ini masih bisa diimbangi dengan akomodasi atau pun

    lensa sferis (+). Seseorang yang memiliki hipermetropi fakultatif akan melihat normal

    tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata (+) yang memberikan pengelihatan normal

    maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    12/14

    11

    Jika pada orang hipermetropi absolut, bola matanya terlalu pendek atau pun

    lensanya terlalu lemah. Titik fokus cahaya jatuh dibelakang retina tetapi titik fokus

    tersebut tetap tidak dapat jatuh tepat di retina walaupun mata melakukan akomodasi.

    Kelainan ini hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis (+) / biconcave yang merupakan

    lensa konvergen (pengumpul cahaya) sebingga titik fokus cahaya dapat diperpendek

    sehingga titik fokus cahaya bisa jatuh tepat di retina.

    Sedangkan miopi adalah kebalikan dari hipermetropi, di mana titik fokus cahaya

    jatuh di depan retina walaupun mata melakukan akomodasi, baik karena lensa yang

    terlalu kuat maupun karena kelainan bawaan bola mata yang terlalu panjang. Kelainan

    ini hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis (-) / biconvex yang merupakan lensa

    divergen (penyebar cahaya) sebingga titik fokus cahaya dapat diperpanjang sehingga titikfokus cahaya bisa jatuh tepat di retina.

    Pada pemeriksaan astigmatisme naracoba III yang memiliki visus OD dan OS

    sama-sama (-) 1 D (yang menyatakan miopi), didapatkan hasil bahwa naracoba dapat

    melihat dengan jelas menggunakan lensa silindris (-) 2,75 D baik bagi OD (mata kanan)

    maupun OS (mata kiri) pada aksis 150. Artinya, selain naracoba membuuhkan lensa

    sferis (-) 1 D untuk memperjelas pengelihatannya, ia juga membutuhkan lensa silinder (-)ukuran 2,75 dioptri dengan orientasi silinder 15

    0karena kedua mata naracoba memiliki

    kecenderungan silinder ke arah 150

    (dari sudut 00-180

    0searah jarum jam).

    Pada penderita astigmatisme, kelengkungan korneanya tidak merata, sehingga

    berkas-berkas cahaya mengalami refraksi yang tidak merata pula. Berkas sinar tersebut

    tidak difokuskan pada 1 titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api

    yang saling tegak lurus. Pada keadaan ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu

    antara 00

    -1800

    untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi.

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    13/14

    12

    BAB V

    KESIMPULAN

    Pada percobaan ditemukan bahwa naracoba I memiliki pengelihatan

    warna yang normal, naracoba II mata kanan mengalami hipermetropi fakultatif

    dan mata kiri emetrop, naracoba III dengan kedua mata mengalami miopi (-) 1 D

    serta astigmatisme 2,75 D dengan kecenderungan silinder ke arah 150, dan dari

    pemeriksaan-pemeriksaan visus tersebut kita dapat mendiagnosis keadaan dan

    kelainan mata, yaitu emetrop (normal), hipermetropi fakultatif maupun absolut,

    miopi, serta astigmatisme.

  • 7/31/2019 LaporanFisiologi Mata Blok18

    14/14

    13

    BAB VI

    DAFTAR PUSTAKA

    Guyton and Hall. 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

    Ilyas S. 2009.Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

    Junquiera, Luiz Carlos dan Jose Cerneiro. 2007.Histologi Dasar Teks dan Atlas,

    Edisi 10. Jakarta : EGC.

    Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.