laporan traumatologi skenario 1 fk uns

71

Upload: zayd-jayadisastra

Post on 05-Dec-2015

420 views

Category:

Documents


67 download

DESCRIPTION

Laporan Trauma 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS
Page 2: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

LAPORAN TUTORIAL

BLOK TRAUMATOLOGI

“ Sesak Napas dan Patah Tulang Setelah Kecelakaan”

Kelompok A6

1.Afrinda Darmawan G0012005

2.LD Mukhlis A G0012113

3.Raka Aditya Pradana G0012175

4.Zakka Zayd Z J G0012241

5.Monica Fradisha Zukhri G0012135

6.Aulia Zhafira G0012035

7.Asti Swari P G0012031

8.Lusiani Puspita G0012117

9.Rahmi Syuadzah G0012173

10.Noni Kartika Sari G0012151

11.Arini Hidayati G0012027

12.Umi Hani’ Vismayanti L G0012223

Tutor :

Briandani S., dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN

Page 3: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

Page 4: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO I

SESAK NAPAS DAN PATAH TULANG SETELAH KECELAKAAN

Saat sedang bertugas jaga IGD, dokter jaga TRIAGE mendapat pasien korban

kecelakaan lalu lintas seorang laki- laki berusia 35 tahun diantar oleh patroli polisi

lalu lintas.

Pasien sadar, mengeluh nyeri dada, sesak napas yang semakin bertambah, dan

bahu kiri terasa nyeri. Dokter dibantu perawat segera melakukan primary survey,

dan secondary survey.

Menurut keterangan pengantar, 3 jam SMRS pasien membonceng sepeda motor

dengan kecepatan tinggi, menabrak pohon ketika menghindari hewan yang

melintas. Penderita terjungkal dan jatuh dari motor, dada terbentur stang motor

dan nyeri pada bahu sebelah kiri.

Dari pemeriksaan fisik, kesadaran GCS 15. Napas cepat dan dangkal, suara

tambahan tidak didapatkan (gurgling -, snoring -), Vital sign: nadi 120x/menit,

tekanan darah 90/70 mmHg, suhu 37,0°C, RR 32x/menit.

Terdapat jejas pada hemithorax kanan, pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi

hipersonor, auskultasi vesiculer menurun, emfisema subkutis (+).

Regio bahu kiri terdapat jejas (+), perdarahan aktif (-), oedem (+), deformitas (+),

nyeri tekan (+), dan krepitasi (+). Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan

imobilisasi.

Dokter IGD menduga adanya pneumothorax ventil kanan dan berencana

melakukan thorakosintesis segera. Keluarga pasien belum ada yang dating. Sambil

Page 5: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

menunggu keluarga, dokter melakukan informed consent, permintaan cek lab

darah, dan radiologi.

Page 6: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

BAB II

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

A. Jump 1 : Klarifikasi istilah dan konsep

a. Triage: klasifikasi yang digunakan pada korban perang/bencana/pasien

untuk menentukan prioritas keperluan dan tempat yang tepat untuk

melakukan terapi (Dorland, 2010).

b. Gurgling: Suara yang menyerupai gelembung udara yang keluar dari

air

c. Snoring : Suara seperti mendengkur yang disebabkan oleh menutupnya

jalan nafas karena lidah yang menempel ke pallatum (Sjamsuhidajat

dan Jong, 1995)

d. Primary Survey: Penilaian awal terhadap pasien, bertujuan untuk

identifikasi secara cepat dan sistematis serta untuk mengambil

tindakan dari permasalahan yang mengancam jiwa pasien. Dilakukan

dalam waktu 2-5 menit.

e. Secondary Survey: Penilaian lanjutan secara holistik yang dilakukan

setelah pasien stabil untuk melihat jejas dan kelainan yang ada pada

pasien

f. Emfisema Subkutis: Adanya udara yang masuk ke jaringan subkutis

yang disebabkan oleh tingginya tekanan udara di dalam dinding dada.

g. Pneumothorax: Sebuah kejadian dimana masuknya udara ke dalam

cavum pleura

B. Jump 2 : Menetapkan dan mendefinisikan masalah

Berikut adalah masalah yang ditetapkan dari skenario

1. Apa bedanya penjaga triage dengan dokter biasa?

2. Mengapa dilakukan primary survey dan secondary survey?

3. Mengapa pasien mengeluh sesak napas yang semakin berat?

4. Apakah hubungan dada terbentur stang dengan nyeri bahu?

Page 7: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

5. Apakah hubungan jejas pasien dengan kejadian trauma?

6. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan klinis dan imobilisasi?

7. Mengapa dokter menduga pneumothorax ventil dan melakukan

thoracosentesis?

8. Apakah penatalaksanaan awal pasien emergency?

9. Mengapa dokter melakukan informed concent?

10.Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisiknya?

11 .Apa akibatnya bila thoracosintesis tdk segera dilakukan?

12.Bagaimana cara melakukan dan urutan triage (primary dan secondary

survey)?

C. Jump 3 : Analisis masalah

1. Anatomi thorax dan bahu

2. Fisiologi dan patofisiologi jejas

3. Trauma Mekanik

4. Mekanisme keluhan

a.nyeri dada

b.sesak napas

c.bahu kiri nyeri

5. Interpretasi pemeriksaan fisik dan penunjang

D. Jump 4 : Menginventarisasi secara sistematik berbagai penjelasan yang

didapatkan pada langkah 3

1. Anatomi Thorax

a) Dinding Thorax

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding

dada adalah tulang iga, columna vertebralis Thoracalis, sternum, tulang

clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah

Page 8: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan

Thoracalis interna

Costae:

Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan

tulang jenis osseokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus,

dengan diameter penampang yang lebih kecil pada iga teratas dan makin

melebar di iga sebelah bawah. Di bagian posterior lebih petak dan makin

ke anterior penampang lebih memipih.

Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang

bersesuaian, dan di sebelah anterior ke sternum. Iga VIII-X merupakan iga

palsu (false rib) yang melekat di anterior ke rawan kartilago iga diatasnya,

dan 2 iga terakhir merupakan iga yang melayang karena tidak berartikulasi

di sebelah anterior. Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan

corpus (shaft). Dan memiliki 2 ujung : permukaan artikulasi vertebral dan

sternal.

Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil.

Sedangkan bagian anterior lebih rata dan halus. Tepi superior iga terdapat

krista kasar tempat melekatnya ligamentum costotransversus anterior,

sedangkan tepi inferior lebih bulat dan halus.

Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat

tuberculum. Tuberculum terbagi menjadi bagian artikulasi dan non

artikulasi.

Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2

permukaan (eksternal dan internal), serta 2 tepi (superior dan inferior).

Permukaan eksternal cembung (convex) dan halus; permukaan internal

cekung (concave) dengan sudut mengarah ke superior. Diantara batas

inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat berjalannya

arteri-vena-nervus interkostal.

Page 9: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi

tempat melintasnya plexus brachialis, arteri dan vena subklavia.

M.scalenus anterior melekat di bagian anterior permukaan internal iga I

(tuberculum scalenus), dan merupakan pemisah antara plexus brachialis di

sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah medial dari otot tersebut.

Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis

externus dan internus. Lebih dalam dari m. intercostalis internus terdapat

fascia transversalis, dan kemudian pleura parietalis dan rongga pleura.

Pembuluh darah dan vena di bagian dorsal berjalan di tengah sela iga

(lokasi untuk melakukan anesteri blok), kemudian ke anterior makin

tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan berurutan dari atas ke

bawah vena, arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris anterior

pembuluh darah dan syaraf bercabang dua dan berjalan di bawah dan di

atas iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera pembuluh interkostalis

meningkat pada tindakan pemasangan WSD.

Vertebrae

Vertebra Thoracalis pertama (T 1)mempunyai satu persendian yang

lengkap dengan iga I dan setengah persendian dengan iga II. Selanjutnya

T2-T8 mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebra

(untuk iga II sampai dengan VIII). Sedang dari T9-T12 hanya mempunyai

satu persendian dengan iga. Semua ini penting untuk melepaskan iga dari

korpus vertebra pada waktu melakukan torakotomi.

Yang perlu juga diketahui adalah ligamentum longitudinalis anterior;

di depan ligamentum ini terdapat suatu ruangan (space) dengan susunan

jaringan ikat yang longgar dan merupakan “jalan” untuk descending

infection dari daerah leher menuju mediastinum. Susunan thorax

memperlihatkan susunan metameri (tembereng), terutama pada lapisan-

lapisan dalam seperti: saraf dan pembuluh antar iga, iga-iga, Mm

intercostals dalam spatial intercostalis.

Page 10: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Lapisan-lapisan dinding thorax terdiri atas:

Lapisan luar: kulit, jaringan lemak bawah kulit, dan fascia-fascia

otot.

Lapisan tengah: otot-otot, saraf, pembuluh darah

o Otot-otot dinding depan dan sisi thorax:

M. pectoralis major dan minor

M. serratus anterior

M. rectus abdominis

M. obliquus abdominis externus

o Otot-otot dinding dorsalis thorax:

M. latissimus dorsi

M. Trapezius

Mm. rhamboides major dan minor

M. serratus posterior, superior, inferior

Mm. sacrospinales, spinales, semispinales

o Nervi :

Rami dorsales Nn. Intercostals

N. accessories XI

Nn. Thoracici ventralis

N. Subscapularis

Cabang-cabang Nn. Intercostales

o Arteria:

A. Thoracoacromialis

A. thoracica lateralis

A. Thoracodorsalis

Rami dorsales Aa. Intercostals

o Vena: sesuai dengan arteiae.

Lapisan dalam:

Thorax bagian tulang, Otot-otot antar iga.

Page 11: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

o Musculi:

o Mm. intercostals interni

o Mm. intercostals externi

o Pembuluh antar iga:

o A. Thoracica

o A. subclavia:

A. thoracica interna

Rami intercostales A. Musculophrenica

Truncus costocervicalis

o Saraf antar iga: Nn. intercostales I-XII

b) Dasar Thorax

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus.

Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta

esofagus

c) Isi rongga Thorax.

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh

pleura visceralis dan parietalis. Rongga Mediastinum dan isinya terletak di

tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius,

posterior dan superior. Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu:

Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )

Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)

Rongga dada tengah (mediastinum).

Rongga Mediastinum secara anatomi dibagi menjadi:

o Mediastinum superior dengan batas:

Atas : bidang yang dibentuk oleh VTH1, kosta 1

dan jugular notch.

Page 12: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal

ke Vth4

Lateral : Pleura mediastinalis

Anterior : Manubrium sterni.

Posterior : Corpus Vth1 – 4

o Mediastinum inferior terdiri dari:

Mediastinum anterior

Mediastinum medius

Mediastinum Posterior

o Mediastinum Anterior memiliki batas:

Anterior : Sternum (tulang dada)

Posterior : Pericardium ( selaput jantung

Lateral : Pleura mediastinalis

Superior : Plane of sternal angle

Inferior : Diafragma

o Mediastinum Medium memiliki batas:

Anterior: Pericardium

Posterior: Pericardium

Lateral: Pleura mediastinalis

Superior: Plane of sternal angle

Inferior: Diafragma

o Mediastinum posterior, batasnya :

Anterior : Pericardium

Posterior : Corpus VTh 5 – 12

Lateral : Pleura mediastinalis

Superior : Plane of sternal angle

Inferior : Diafragma.

d) Batas-batas Thorax

Page 13: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Thorax adalah daerah antara sekat rongga badan (diafragma) dan leher.

Batas bawah thorax:

Arcus costarum

Processus xyphoideus

Garis penghubung antara puncak-puncak ketiga iga terakhir dan

processus spinalis thoracal XII

Batas atas thorax:

Incisura jugularis ossis sterni

Clavicula

Garis penghubung antara articulus acromioclavicularis dan

processus spinalis cervical VII

Bentuk thorax ditentukan oleh:

Rangka dada bagian tulang

letak scapula

otot-otot yang berjalan dari thorax ke anggota gerak atas: Mm

pectoralis major dan minor, Mm latissimus dorsi

2. Anatomi Paru-paru

Pleura terdiri atas:

o Pleura visceralis, yang meliputi paru-paru dengan erat.

o Pleura parietalis:

o Pleura costalis (pars costovertebralis pleura).

o Pleura mediastinalis ( pars diaphragmatica pleura).

o Pleura mediastinalis ( pars mediastinalis pleura).

o Cupula pleura (pleura cervicalis).

Page 14: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Persarafan pleura:

o Pleura parietalis oleh:

o N. phrenicus.

o Nn. Intercostales.

o Pleura visceralis oleh: saraf-saraf symphaticus.

Pada paru-paru terdapat beberapa facies, yaitu:

o Facies diaphragmatica ( basis pulmonis), yang berhadapan dengan

pleura diaphragmatica.

o Facies costalis, yang berhadapan dengan pleura costalis.

o Facies mediastinalis, yang berhadapan dengan pleura mediastinalis.

Nama-nama “Broncho Pulmonary Segments”

Pulmo Dextra Pulmo Sinistra

Lobus Segmentum Lobus Segmentum

Superior Apicale Superior Apicoposterius

Posterius Anterius

Anterius Lingulare posterius

Medius Laterale Lingulare inferius

Mediale Inferior Apicale

Inferior Apicale Antero-mediobasale

Mediobasale Laterobasale

Anterobasale Posterobasale

Laterobasale

Posterobasale

Pembuluh darah paru:

o Aa. dan Vv. Pulmonales yang berhubungan dengan faal

pernafasan.

Page 15: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

o Aa. Dan Vv. Bronchiales, yang berhubungan dengan pertukaran

zat di jaringan paru.

Persarafan paru:

Serabut symphaticus, yang berasal dari truncus symphaticus (Th.

III, IV, V).

Serabut parasymphaticus dari N vagus.

3. Anatomi Bahu

Bahu dibentuk oleh ossa beserta ligamenta dan musculinya. Ossanya ada

os humeri, os scapula dan os clavicula. Ossa tersebut akan membentuk suatu

hubungan yang disebut articulation humeri yang terdiri dari caput humeri dan

cavitas glenoidalis scapula dengan tipe globoidea. Nantinya hubungan ini akan

difiksasi oleh ligamenta dan musculinya.

4. Jejas

Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau

sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawah

ini merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel.

Etiologi jejas:

Hipoksia

a. Daya angkut oksigen berkurang: anemia, keracunan CO

b. Gangguan pada sistem respirasi

c. Gangguan pada arteri: aterosklerosis

Jejas fisik

A. Trauma mekanis: ruptura sel, dislokasi intraseluler

b. Perubahan temperatur: vasodilatasi, reaksi inflamasi

Page 16: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

c. Perubahan tekanan atmosfer

d. Radiasi

Jejas kimiawi

a. Glukosa dan garam-garam dalam larutan hipertonis yang dapat

menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan elektrolit

b. Oksigen dalam konsentrasi tinggi

c. Zat kimia, alkohol, dan narkotika

Agen biologik: virus, bakteri, fungi, dan parasit

Reaksi imunologik

a. Anafilaktik

b. Autoimun

Faktor genetik: sindroma Down, anemia sel sabit

Gangguan nutrisi: defisiensi protein, avitaminosis

Jenis-jenis jejas:

1. Jejas Reversible (oedem, cloudy swelling)

Contoh: degenerasi hidropik.

Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraselular, yaitu adanya

peningkatan kandungan air pada rongga-rongga sel selain peningkatan

kandungan air pada mitokondria dan retikulum endoplasma. Pada mola

hidatidosa telihat banyak sekaligross (gerombolan) mole yang berisi cairan.

Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen,

karena adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik.

2. Jejas Irreversible

Page 17: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apotosis dan

nekrosis. Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram. Sedangkan

nekrosis merupakan kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup di luar dari

kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan kemudian hancur dan

lisis pada suatu daerah yang merupakan respons terhadap inflamasi

(Lumongga, 2008). Jadi, perbedaan apoptosis dan nekrosis terletak pada

terkendali atau tidaknya kematian sel tersebut.

5. Trauma Mekanik

1. Trauma Tumpul

LUKA TRAUMA TUMPUL

Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam

berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat

manusia seperti kampak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Benda tumpul

yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,

lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah

:

Tidak bermata tajam

Konsistensi keras / kenyal

Permukaan halus / kasar

Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata

yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain

orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak.

Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau

kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka

tekan.

Luka Akibat Trauma Tumpul

Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.

2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.

Page 18: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan

lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Derajat luka,

perluasan luka serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh benda

tumpul bergantung kepada:

Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh

Waktu dari benda yang mengenai tubuh

Bagian tubuh yang terkena

Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena

Jenis benda yang mengenai tubuh

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan

kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan

berbagai tipe luka. Luka Akibat trauma tumpul dibagikan menurut beberapa

kategori:

Abrasi

Laserasi

Kontusio

Abrasi (Luka Lecet)

Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas

hanya pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari

lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi

perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan

luka.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang

mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata

telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik.

Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini

(beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai

beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Sesuai dengan

mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet

Page 19: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

gores (Scratch), luka lecet serut (Scrape), luka lecet tekan (impact

abrasion) dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).

a. Luka lecet gores ( Scratch)

Diakibatkan oleh benda runcing ( misalnya kuku jari yang menggores

kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan

mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah

kekerasan yang terjadi.

b. Luka lecet serut (Scraping )

Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan

permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak

tumpukan epitel.

c. Luka lecet tekan ( Impact abrasion)

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah

jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan

bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan

identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya

kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet

tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan

warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan

yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

Karakteristik luka lecet :

1. Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis

2. Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan

kasar dan tumpul

3. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

4. Timbul reaksi radang (Sel PMN)

5. Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak

meninggalkan jaringan parut.

Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan

Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

Page 20: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru

Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM

Coklat kemerahan

Terdapat sisa sisa-sisa epitel

Tanda intravital (+)

Sembarang tempat

Kekuningan

Epidermis terpisah sempurna dari

dermis

Tanda intravital (-)

4.  Pada daerah yang ada

penonjolan tulang

b. Kontusio (Luka Memar)

Kontusio Superfisial

Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.

Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat

menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.

Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan

yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah

kapiler akibat kekerasan benda tumpul.

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi

mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah “perdarahan tepi” (marginal

haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada

tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan

menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk

celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar

berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi

tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk

menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Page 21: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial

(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas ( Patterned/

imprint).

a. Luka memar superfisial

Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan

oleh akumulasi darah secara subkutan.

b. Luka memar dalam

Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan

lebih dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini

memerlukan 1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.

c. Luka memar berbekas

Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh,

biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan

kulit.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan

pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin

lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat

luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang

dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum

kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun

bergantung pada keahlian pemeriksa.

Memperkirakan umur luka memar :

o Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

o Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman

o Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat

o > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka

memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan  pada area

Page 22: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah

kecil secara gravitasi.

Lebam mayat biasanya terjadi yang terbentuk 30 menit sampai 2 jam setelah

kematian dan perubahan warna mencapai puncaknya pada 8 sampai 12 jam

setelah kematian.( Dikutip dari kepustakaan injury and death investigation pdf)

Lebam mayat dapat dibedakan dengan luka memar (Dikutip dari kepustakaan

kepustakaan injury and death investigation pdf).

Tanda-tanda dan tipe trauma yang khas, sering di dapat pada trauma

tumpul karena kecelakaan:

a. Tabrakan kendaraan dimana penderita adalah penumpang atau

pengemudi

b. Tabrakan pejalan kaki

c. Tabrakan sepeda motor

d. Trauma yang disengaja (serangan)

e. Jatuh (Falls)

f. Trauma Ledakan (Blast Injury)

Trauma tabrakan kendaraan roda dua

Trauma sepeda dan sepeda motor di amerika serikat merupakan penyebab

utama trauma, dengan lebih dari 600.000 kejadian pertahun. Angka kematian

kaerena sepeda adalah 1200 setiap tahun, dan sepeda motor lebih dari 5000 setiap

tahunnya. Pengendara maupun penumpangnya dapat mengalami kompresi,

akselerasi/ deselerasi dan trauma tipe robekan. Pengendara tidak dilindungi oleh

perlengkapan pengaman sebagaimana halnya pengendara mobil. Mereka hanya

dilindungi oleh pakaian dan perlengkapan pengaman yang dipakai langsung pada

badannya, helm, sepatu atau pakaian pelindung. Hanya helm yang memiliki

kemampuan untuki mendestribusi transmisi energy dan mengurangi intensitas

benturan, inipun sangat terbatas. Jelas bahwa semakin sedikit alat pelindung

semakin besar resiko terjadinya trauma. Mekanisme trauma yang mungkin terjadi

Page 23: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

pada tabrakan motor atau sepeda meliputi benturan frontal, lateral, terlempar  dan

‘laying the bike down’. Disamping itu pengendara mungkin mengalami trauma

karena jatuhn dari sepeda/ motor atau terrperangkap oleh komponen-komponen

mekanik.

a. Benturan Frontal

Sumbu kendaraan terutama ialah sumbu depan dan titik berat

kendaraan adalah diatas titik ini dekat dengan kursi. Bila roda depan

bertabrakan dengan suatu obyek dan berhenti maka kendaraan akan

berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu depan.

Momentum ke depan akan tetap, sampai pengendara dan

kendaraannya dihentikan oleh tanah atau benda lain. pada saat

gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara mungkin

membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas

melewati stang kemudi maka tungkainya dapat membentur stang

kemudi dan dapat terjadi fraktur femur bilateral. Derajat trauma yang

dialami selama tabrakan sekunder bergantung pada tempat benturan,

energy kinetik dari pengendara/motornya dan interval waktu

(lamanya) energy ini bekerja.

b.      Benturan Lateral

Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau

tertutup tungkai bawah, Crush Injury padatungkai bawah sering dijumpai.

Kalau pengendara sepeda/ sepeda motor ditabrak oleh kendaraan bergerak,

maka pengendara akan rawan untuk mengalami tipe trauma yang sama

dengan pemakai mobil yang mengalami tabrakan samping. Tidak seperti

penumpang dalam mobil, pengendara sepeda/motor tidak memiliki

struktur kompartemen bagi penumpang yang dapat mengurangi

pemindahan energy kinetic benturan. Pengendara menerima energy

benturan secara penuh. Sebagaiman halnya dalam benturan frontal,

Page 24: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

tabrakan trauma yang dialami selama benturan sekunder yaitu benturan

dengan tanah atau obyek-obyek statis lainnya.

c.       Laying The bike down

Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan

ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke

samping, membiarkan kendaraannya bergeser dan ia sendiri bergeser

dibelakangnya. Strategi ini dimaksudkan untuk memprlambat pengendara

dan memisahkan pengendara dari sepeda/motor. Disamping jenis-jenis

trauma yang telah di uraikan sebelumnya, bila jatuh dengan cara ini akan

dapat terjadi trauma jaringan lunak yang parah.

d. Helm

Helm yang digunakan oleh pengendara sepeda (bermotor maupun

bukan bermotor) telah terbukti secara meyakinkan dapat menurunkan

angka kematian, kejadian trauma kepala berat, pemendekan waktu

perawatan, mengurangi biaya rumah sakit, dan mungkin berhubungan

dengan berkurangnya kebiasaan mengambil resiko. Baik pada pengendara

sepeda maupun sepeda motor, trauma kepala akan terjadi pada lebih dari

1/3 kasus trauma dan 66% akan dirawat. Trauma kepala juga merupakan

kematian nomor 1 (85%) diantara penyebab kematian lain pada

pengendara sepeda/ sepeda motor. Walaupun kemampuan helm untuk

melindungi kepala agak terbatas namun penggunaannya jangan

diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai

kepala dengan cara mengubah energy kinetic benturan melalui kerja

deformasi dari bantalannya dan di ikuti dengan mendistribusikan

(menyebarkan) kekuatan yang menimpa tersebuta melalui area yang

seluas-luasnya. Secara nyata  helm mampu mengurangi energy transfer

dengan cara tranlasi. Secara umum di anggap bahwa yang sangat sering

menyebabkan trauma otak adalah akselerasi angular atau rotasional. Helm

akan mengurangi gaya rotasional dan benturan

Page 25: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

2.Trauma Tajam

LUKA TRAUMA TAJAM

Luka benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan

karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing.

Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang

disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.

Luka yang disebabkan oleh beda yang berujung runjing dan bermata tajam

dibagi menurut beberapa kategori:

1. Luka tusuk (stab wound)

2. Luka Iris (Incised wounds)

3. Luka Bacok (Chop wounds)

Ciri-ciri luka benda tajam sering dibandingkan dengan luka benda tumpul:

Trauma Tumpul Tajam

g. Bentuk luka Tidak teratur Teratur

h. Tepi Luka Tidak rata Rata

i.  Jembatan Jaringan Ada Tidak ada

j.  Rambut Tidak terpotong Terpotong

k. Dasar Luka Tidak teratur Teratur

l.  Sekitar Luka Ada luka lecet atau

memar

Tak ada luka lain

a. Luka tusuk (Stab wounds)

Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul

yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh.

Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbau.Selain itu, pada luka

Page 26: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah

berupa pisau bermata satu atau bermata dua.

Karakteristik dari luka tusuk:

o Tepi luka rata

o Dalam luka lebih besar dari panjang luka

o Sudut luka tajam

o Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam

o Sering ada memar / echymosis di sekitarnya

Identifikasi senjata pada luka tusuk:

Panjang Luka : ukuran maksimal dari lebar senjata

Dalam luka : Ukuran minimal dari panjang senjata

Untuk luka tusuk pada bagian dada stabil

Untuk luka tusuk di perut tidak dapat diambil kesimpulan

panjang senjatanya karena perut sangat elastis.

Cara menentukan luka tusuk disebabkan oleh pembunuhan atau bunuh diri:

Pembunuhan Bunuh Diri

Lokalisasi di sembarang tempat, juga di

daerah tubuh yang tak mungkin dicapai

tangan korban

Lokalisasi pada daerah tubuh yang

mudah

dicapai tubuh korban (dada, perut)

Jumlah luka dapat satu/lebih Jumlah luka yang mematikan biasanya

satu

Didapatkan tanda perlawanan dari korban

yang menyebabkan luka tangkisan

Tidak ditemukan “Luka Tangkisan”

Pakaian ikut terkoyak Bila pada daerah yang ada pakaian, maka

pakaian disingkirkan lebih dahulu,

sehingga

tidak ikut terkoyak

Ditemukan “Luka Tusuk Percobaan” Tidak ditemukan “Luka Tusuk

Percobaan”

2.Luka Iris ( Incised wounds)

Page 27: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Luka iris adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka

oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian

digeserkan sepanjang kulit.

Perbedaan antara luka iris pada pembunuhan dan bunuh diri:

Pembunuhan Bunuh Diri

Sebenarnya sukar membunuh seseorang

dengan irisan, kecuali kalau fisik korban

jauh lebih lemah dari pelaku atau korban

dalam

keadaan/dibuat tidak berdaya

Lokalisasi luka pada daerah tubuh yang

dapat

dicapai korban sendiri:

leher

pergelangan tangan

lekuk siku, lekuk lutut

pelipatan paha

Luka di sembarang tempat, juga pada

daerah

tubuh yang tidak mungkin dicapai tangan

korban sendiri

Ditemukan “Luka Iris Percobaan”

Ditemukan “ Luka tangkisan”/ tanda

perlawanan

Tidak ditemukan “Luka Tangkisan”

Pakaian ikut koyak akibat senjata tajam

tersebut

Pakaian disingkirkan dahulu/tidak ikut

robek

3.Luka Bacok ( Chop Wounds)

Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau

agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar.

Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal. Kehadiran luka iris yang

terdapat pada kulit, dengan fraktur comminuted mendasari atau terdapat alur yang

dalam pada tulang, menunjukkan bahwa disebabkan oleh senjata yang bersifat

membacok.

Karakteristik pada luka bacok:

Luka biasanya besar

Page 28: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Pinggir luka rata

Sudut luka tajam

3. LUKA TEMBAK

Senapan dan pistol memiliki amunisi dan kartrij yang terdiri dari primer,

mesiu atau propellant dan peluru atau projektil. Apabila picu dari senjata

menghentam primer maka ledakan yang tercetus akan membakar mesiu. Mesiu,

primer yang tervaporisasi dan metal dapat menempel pada kulit dan/atau pakaian

korban. Kehadiran dan lokasi dari elemen primer pada tangan dapat membantu

dalam mengenalpasti suspek yang telah melepaskan tembakan.

Mesiu yang keluar dari mncung senjata terdiri dari dua jenis:

a. Mesiu yang terbakar sepenuhnya, juga disebut sebagai ‘soot’ atau ‘fouling’

yang dapat dicuci dari permukaan kulit.

b. Partikel dari mesiu yang terbakar atau tidak terbakar yang dapat tertanam

di permukaan kulit atau memberikan gambaran ‘tattooing’ atau ‘stippling’

b. Ada atau tidaknya mesiu pada pakaian atau kulit mengindikasikan apakah

tembakan merupakan tembakan kontak kencang

c. semua mesiu ditemukan pada tepi atau dalam luka. Dapat juga ditemukan

luka bakar pada tepi luka atau kemerahan pada sekitar luka yang

disebabkan oleh karbon monoksida : tembakan kontak longgar

d. mesiu keluar dari barrel dan tertanam di sekitar tepi luka :tembakan jarak

dekat

e. tembakan jarak dekat ditemukan pada jarak kurang lebih enam sampai

dengan dua belas inci. Kedua ‘fouling’ dan ‘stipling’ dapat ditemukan :

tembakan jarak intermediet

f. tembakan jarak dekat ditemukan pada jarak kurang lebihdua belas sampai

tiga kaki. Tidak ditemukan ‘fouling’ tapi Cuma ditemukan ‘stipling’ atau

deposit partikel pada pakaian : tembakan jarak jauh

g. luka tembak masuk dan luka tembak keluar mudah dibedakan. Luka

tembak masuk lebih sering berbentuk sirkuler dengan abrasi berbentuk

cincin yang diakibatkan oleh geseran peluru dan perforasi kulit. Luka

Page 29: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

tembak masuk pada wajah dapat memberikan gambaran berbeda oleh

karena permukaanya yang tidak rata.

h. Luka tembak keluar dapat berbentuk sirkuler seperti luka tembak masuk

namun lebih sering berbentuk irregular. Luka dapat memberikan gambaran

tepi yang tidak rata, tidak memiliki cincin abrasi seperti luka

tembakmasuk kecuali sekiranya kulit korban menempel dengan objek lain.

i. Kulit pada luka tembak keluar dapat ditemukan perubahan warna oleh

karena perdarahan pada jaringan lunak.

4. Aspek Medikolegal dalam Kegawatdaruratan

Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena

mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis

khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan

keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah,

karena dispensasi di bidang ini sulit dilakukan.

Karakteristik Pelayanan Gawat Darurat

Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda

dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus.

Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan

hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda

dengan keadaan bukan gawat darurat.

Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat Pada keadaan gawat darurat

medik didapati beberapa masalah utama yaitu:

- Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat

- Perubahan klinis yang mendadak

- Mobilitas petugas yang tinggi

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat,

maka ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang

melanjutkan pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi.

Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong dapat

digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan korban untuk

memperoleh pertolongan lain (loss of chance).

Page 30: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

5. Interpretasi pemeriksaan fisik

6. Mekanisme keluhan

a. Nyeri dada

trauma dada-> tembus hingga ke pleura-> peregaangan pleura-> nyeriTrauma

dada-> kerusakan jaringan -> impuls nyeri pada daerah yang luka (kulit, otot)

b. Sesak napas yang semakin bertambah

Akibat penurunan fungsi paru:menurunnya compliance paru yang mengalami

penumothoraks-> pertukaran udara tidak adekuat -> hipoxemia ->hipoksia-

> sesak napasserta paru sebelahnya yang terdorong menyebabkan sesak

napas.Selain itu peningkatan kerja pernapasan: hipoksia -> takipneu-> sesak

napas

c.Bahu kiri terasa nyeri

Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak

jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur

neuromuskuler atau organ-organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan

terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpulan atau bekuan

fibrin, osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang besar untuk membentuk

suatu metrix baru antara fragmen-fragmen tulang.

Mekanisme rasa nyeri atau sakit dimulai dari stimulasi nociceptor oleh

stimulus noxious pada jaringan, yang nantinya akan dirubah menjadi potensial

aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktifasi reseptor. Selanjutnya potensial

aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang

berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls

dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu

dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat.

Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju

Page 31: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara

thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon

persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan

nociceptif tidak selalu menimbulakn persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi

nyeri tidak bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat prose modulasi

sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi

sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis.

Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri direlai menuju ke otak dan

menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Setiyohadi et al, 2009).

.

E. Jump 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran

Berikut pertanyaan yang menjadi tujuan pembelajaran

1. Bagaimana cara melakukan triage, primary survey dan secondary survey

pada kasus?

2. Bagaimanakah patofisiologi dari pneumothorax dan macamnya?

3. Bagaimanakah indikasi dilakukannya thoracosintesis?

4. Bagaimanakah bioetika kasus emergency?

5. Apa itu emfisema subkutis dan bagaimakah patofisiologinya?

6. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan klinis dan imobilisasi?

7.

F. Jump 6 : Belajar Mandiri

Kegiatan belajar mandiri dan diskusi tanpa tutor.

G. Jump 7 : Melakukan sintesis dan pengujian informasi yang telah

terkumpul

Berikut hasil sintesis setelah pengumpulan informasi

A. TRIAGE

Page 32: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Triage adalah suatu proses untuk menentukan pasien mana yang harus ditangani

terlebih dahulu berdasarkan seberapa parah atau serius trauma yang terjadi.

Berdasarkan “CDC Guideline for Field Triage of Injured Patients” pada tahun

2011, triaging dibagi menjadi 4 tahap:

1. Step 1: kriteria fisiologi.

Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara cepat pasien trauma

yang kritis dengan menilai level kesadaran (Glasgow Coma Scale [GCI])

dan mengukur tanda vital (systolic blood pressure [SBP] dan respiratory

rate [RR]).

2. Step 2: kriteria anatomi

Pada tahap ini, dilakukan penilaian mengenai cedera anatomi yang

mungkin memerlukan perawatan yang intensif pada beberapa pasien yang

pada presentasi awal memiliki fisiologi normal. Transport ke fasilitas yang

menyediakan level tinggi perawatan trauma harus dilakukan apabila

ditemukan cedera anatomi (gambar 1).

3. Step 3: mekanisme trauma

Pasien yang tidak memenuhi kriteria pada step 1 dan 2 harus dievaluasi

tentang mekanisme terjadinya trauma untuk menentukan apabila trauma

mungkin parah akan tetapi tidak terlihat.

4. Step 4: special consideration

Menentukan apakah pasien yang tidak masuk kriteria fisiologis, anatomic,

atau mekanisme trauma memiliki kondisi yang mendasari atau faktor-

faktor komorbid yang menyebabkan pasien dalam risiko tinggi mengalami

cedera atau yang membantu mengidentifikasi pasien yang cedera parah.

Label warna pada triage

1. Merah: merupakan prioritas utama, perlu pengobatan yang segera karena

dalam kondisi yang sangat kritis yaitu tersumbatnya jalan nafas, dyspnea,

pendarahan, syok, hilang kesadaran.

Page 33: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

2. Kuning: bisa menunggu pengobatanpengobatan dapat ditunda untuk

beberapa jam dan tidak akan berpengaruh terhadap nyawanya, dan tanda-

tanda vital stabil.

3. Hijau: dapat dilakukan rawat jalan.

4. Hitam: korban sudah meninggal dunia atau tanda vital menghilang.

Page 34: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Gambar 1. Guidelines CDC tahun 2011 menentukan triage pada pasien yang

mengalami trauma (Sasser et al., 2012).

B.Primary Survey, Adjunct Primary Survey, dan Secondary Survey

1. Primary Survey

a. Airway dengan kontrol servikal

1) Penilaian

a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2) Pengelolaan airway

a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal

in-line immobilisasi

b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning

dengan alat yang rigid

c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal dan pasang airway

definitif sesuai indikasi

3) Fiksasi leher

4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada

setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan

kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

5) Evaluasi

b. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi

1) Penilaian

a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan

kontrol servikal in-line immobilisasi

b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali

Page 35: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks

simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-

tanda cedera lainnya.

d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

e) Auskultasi thoraks bilateral

2) Pengelolaan

a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-

12 liter/menit)

b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask

c) Menghilangkan tension pneumothorax

d) Menutup open pneumothorax

e) Memasang pulse oxymeter

3) Evaluasi

c. Circulation dengan kontrol perdarahan

1) Penilaian

a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

b) Mengetahui sumber perdarahan internal

c) Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus

paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar

merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.

d) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

e) Periksa tekanan darah

2) Pengelolaan

a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah

serta konsultasi pada ahli bedah.

c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil

sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes

kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-

match serta Analisis Gas Darah (BGA).

d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan

Page 36: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

cepat.

e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada

pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

f) Cegah hipotermia

3) Evaluasi

d. Disability

1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya

dan awasi tanda-tanda lateralisasi

3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan

circulation.

e. Exposure/Environment

1) Buka pakaian penderita

2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan

pada ruangan yang cukup hangat.

RESUSITASI

a. Re-evaluasi ABCDE

b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada

dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat.

c. Evaluasi resusitasi cairan

1) Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal.

2) Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin )

serta awasi tanda-tanda syok

d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian

cairan awal.

1) Respon cepat

- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance

- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau

pemberian darah

- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan

- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif

Page 37: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

mungkin masih diperlukan

2) Respon Sementara

- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian

darah

- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

- Konsultasikan pada ahli bedah.

3) Tanpa respon

- Konsultasikan pada ahli bedah

- Perlu tindakan operatif sangat segera

- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade

jantung atau kontusio miokard

- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya

2. Adjunct Primary Survey

a. Periksa vital sign: nadi, tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi napas

b. Pasang EKG

1) Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole

harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi

2) Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia

c. Pasang kateter uretra

1) Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi

pemasangan kateter urine

2) Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra

atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi,

segera konsultasikan pada bagian bedah

3) Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine

4) Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai

perfusi ginjal dan hemodinamik penderita

5) Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang

dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam

pada bayi

d. Pasang kateter lambung

Page 38: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

1) Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma

maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan

nasogastric tube, gunakan orogastric tube.

2) Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung,

karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.

e. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium

Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas,

tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output

urine dan pemeriksaan laboratorium darah.

f. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST

1) Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral,

menggunakan mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat

kecurigaan trauma abdomen.

2) Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai

menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat

dilakukan pada saat secondary survey.

3) Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap

harus dilakukan.

3. Secondary Survey

a. Anamnesis

Anamnesis yang harus diingat :

A : Alergi

M : Mekanisme dan sebab trauma

M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)

P : Past illness

L : Last meal (makan minum terakhir)

E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian

perlukaan.

b. Pemeriksaan Fisik (Pemeriksaan dilakukan dari head to toe)

1. HEENT (Head, eyes, ears, nose and throat)

Page 39: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Nilai bukti fraktur basila → adanya Battle’s sign (ekimosis

pada mastoid), raccoon eyes ( ekimosis pada mata) atau

hemotimpani ( darah di belakang eardrum)

Nilai adanya depresi fraktur tengkorak dengan palpasi hati-

hati, benda asing dan fragment tulang, jangan dimanipulasi!

Nilai cedera wajah dengan palpasi tulang wajah

Lihat adanya laserasi

Tentukan kemampuan visual dan nilai fungsi dan ukuran

pupil, cedera pada struktur mata

Nilai septum nasal jika mungkin ada hematoma

2. Cervical Spine/Neck

Palpasi cervical spine

Cari adanya penetrating injury

Evaluasi emfisema subkutis

3. Chest

Palpasi sternum, klavikula dan costae untuk adanya krepitasi

atau tenderness, emfisema subkutis

Cari adanya memar atau deformitas

4. Abdomen

Nilai adanya distensi, nyeri, rebound tenderness

Ekimosis pada pinggul→ mungkin perdarahan retroperitoneal

Adanya seat belt sing→ resiko injury intraperitoneal

5. Back

Page 40: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Palpasi vertebra untuk kemungkinan adanya nyeri pada

prosesus

Nilai adanya cedera tersembunyi di aksila, di bawah cervical

collar dan di regio gluteal

Pelvis

Palpasi simfisis pubis -> krepitasi atau pelebaran

Ada fraktur atau tidak

6. Perineum

Ada tidaknya ekimosis, fraktur atau urethral disruption

7. Urethra

Ada tidak darah di urethral meatus

8. Rectum

pemeriksaan rectal diperlukan untuk menilai tonus sfingter

selama pemeriksaan neurologist

fraktur pelvis mungkin menyebabkan laserasi dinding rectal

dan perdarahan rectal

jika pada pemeriksaan dengan jari didapat darah maka curiga

ada perdarahan usus

9. Vagina

Untuk mencarai adanya fraktur, laserasi dan darah

Page 41: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

10. Ekstremitas

Re-check status vaskuler dari masing-masing ekstremitas,

termasuk pulsasi, warna, pengisian kapiler, dan temperatur

Inspeksi setiap inci dan palpasi setiap tulang dan cek gerakan

sendi.

Cek adanya deformitas, krepitasi, nyeri

11. Neurologic

Ulangi penialain GCS, reevaluasi pupil, pemeriksaan nervus

sensoris dan motorik, refleks tendon dan respon plantar

B.Thoracosentesis

Indikasi:

1. Efusi parapneumonik yang mengalami komplikasi/empiema

2. Mengurangi sesak nafas

3. Evaluasi dasar dari penyakit paru kronik

Hasil:

1. Normal: jumlah fluidanya sedikit, tidak berwarna/kuning pucat, kurang

dari 20 mL

2. Abnormal: jumlah fluidanya banyak, terdapat transudat (sel darah putih

jumlahnya sedikit, LDH sedikit, jumlah protein turun karena sirosis, gagal

jantung, sindrom nefrotik) / eksudat (karena penyakit infeksi, trauma dada,

emboli paru)

Page 42: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

5. Diagnosis banding

a. Pneumothorax dan Emfisema sub kutis

Pneumothorax terjadi karena ada hubungan terbuka antara rongga

dada dan dunia luar. Hubungan mungkin melalui luka di dinding dada

yang menembus pleura parietalis atau melalui luka dijalan nafas yang

sampai ke pleura viseralis. Jika luka penyebab tetap terbuka, paru akan

mneguncup karena jaringan paru bersifat elastic karena jaringan paru

bersifat elastic dan karena tidak ada tekanan negative yang menyedot

(kolaps). Gejala dan tanda klinisnya adalah nyeri dan sesak nafas.

Pemeriksaan fisik didapatkan dada tampak asimetris, suara fremitus

menurun atau menghilang.

Jika terjadi mekanisme katup pada luka di dinding thoraks atau

luka di pleura visceralis, timbul pneumothorax desak. Tekanan didalam

rongga pleura akan semakin tinggi karena penderita memaksakan diri

inspirasi kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi ketika ekspirasi udara

tidak dapat keluar. Inspirasi paksaan ini akan menambah tekanan sehingga

makin mendesak mediastinum ke sisi yang sehat dan memperburuk

keadaan umum karena paru sehat tertekan. Karena pembuluh darah besar,

terutama vena cava superior et inferior terdorong atau telipat sehingga

darah tidak bisa kembali ke jantung yang bisa menyebabkan kematian.

Pada pneumothorax desak traumatik dapat terjadi emfisema.

Karena tekanan tinggi di rongga pleura, udara ditekan masuk ke jaringan

lunak melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan wajah membengkak

seperti pada udem hebat. Pada perabaan terdapat krepitasi yang mungkin

meluas ke jaringan sub kutis thorax

b. Fraktur costae

Page 43: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Fraktur costae dibagi menjadi dua yaitu fraktur tunggal dan fraktur

multiple. Pada fraktur multiple dibagi menjadi gerakan dan bentuk yang

masih memadai atau tidak yang sering disebut dada gail. Kriteria dada

gail yaitu :

a. Beberapa costae pada dua tempat yang berurutan dengan

dinding luka terbuka

b. Ketika menarik nafas, rongga dada mengembang dan

dindingnya meluas. Segmen yang terlepas tidak turut

mengembang bahkan tertarik ke dalam oleh daya tarik elastic

jaringan paru yang mneyebabkantekanan negative rongga

pleura. Oleh karena itu, mediastinum akan tertarik ke sisi yang

sehat

c. Ketika ekspirasi, dinding thorax kembali ke sikap istirahat dan

segmen yang lepas cenderung menonjol keluar, apalagi jika

ekspirasi diusahakan aktif karena sesak nafas dan hipoksemia.

Mediastinum bergerak kembali ke sisi yang cedera. Jadi,

segmen yang lepas menunjukkan gerak paradox, sedangkan

mediastinum menunjukkan gerak undulasi

d. Pada patah tulang sternum yang disertai patahnya tulang rawan

atau terlepasnya hubungan osteokondral iga, terjadi juga

pelepasan segmen sehingga terjadi dada gail

Diagnosis fraktur ditentukan berdasarkan gejala dan tanda

nyeri local. Nyerinya berupa nyeri local dan nyeri kompresi kiri-

kanan atau muka-belakang dan nyeri pada gerakan nafas. Penyulit

pada fraktur costae adalah pneumonia, pneumothoraks dan

hemothorax. Pneumonia disebabkan oleh gangguan gerakan nafas

dan gangguan batuk. Pneumothoraks dan hemothoraks terjadi

karena tusukan patah tulang pada pleura parietalis dan/atau pleura

visceralis. Luka pada pleura visceralis menyebabkan hemothoraks

dan/atau pneumothorax sedangkan luka pada pleura parietalis

Page 44: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

mneyebabkan hemothoraks. Costae I dan II jarang oatah karena

letaknya di atas dan tunganya pendek, lebar dan kuat. Apabila

kedua ini patah, pasti penderita mengalami cedera berat

6. Diagnosis

Kemungkinan pasien dalam skenario ini mengalami Tension

Pneumothorax

Page 45: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 35 tahun, 3 jam sebelum masuk rumah sakit , ia

mengendarai sepada motor dengan kecepatan tinggi dan menabrak pohon ketika

menghindari hewan yang melintas, ia terjatuh dengan dada terbentur stang motor

dan nyeri pada bahu kiri. Dari pemeriksaan fisik, kesadaran GCS 15, nafas cepat

dan dangkal, tidak ada suara tambahan seperti gurgling atau snoring. Vital sign:

RR 32x/mnt, nadi 120x/mnt, TD 90/70 mmHg, suhu 370C.

Waktu kurang lebih 3 jam disini menunjukkan distribusi kematian

trimodal penanganan pada pasien trauma yaitu pada puncak periode kedua yang

harus segera memerlukan penilaian dan tindakan resusitasi yang cepat harus

dilakukan pada jam-jam pertama yang merupakan prinsip penanggulangan pada

kasus trauma. Tidak adanya riwayat pingsan dan muntah berarti pasien tidak

mengalami trauma pada kepala yang menyebabkan peningkatan tekanan intra

kranial ataupun trauma pada abdomen yang mengenai gaster pasien sehingga bisa

menyebabkan muntah.

Pada primary survey, airway bebas tidak ada obstruksi karena pasien

masih bisa bernapas bebas. Pada pemeriksaan breathing, terdapat peningkatan

RRnya 32x/mnt tetapi tidak ditemukan suara gurgling ataupun snoring yang

menandakan tidak ada timbunan cairan pada jalan napas. Jika airway tidak ada

masalah maka masalah breathing ini dipastikan karena ada gangguan dari paru

ataupun organ dalam. Pemeriksaan circulation dilakukan untuk menilai sirkulasi

/ peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas dan

pernafasan cukup.

Dari pemeriksaan paru didapatkan jejas di hemithorax dextra, akibat

trauma, maka jejas ini nantinya akan mengganggu pernapasan pasien. Terbukti

dengan pergerakan dada kanan yang tertinggal. Kemudian berdasarkan perkusi

yang hipersonor menunjukkan bahwa paru terisi dengan udara yang banyak

karena normal perkusi paru adalah sonor. Pada auskultasi suara dasar vesikuler

peumothorax akibat adanya jejas dada kanan akibat tebentur stang sepeda motor.

Page 46: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Tension pneumothorax menyebabkan cavum pleura terisi udara, akibatnya

adalah jejas mengenai pleura sehingga ada jalan udara masuk ke dalam cavum

pleura, menyebabkan parunya kolaps dan mengecil. Masuknya udara yang cukup

banyak ini akan menggeser letak jantung dan trachea ke sisi yang kontralateral.

Kemudian dokter melakukan needle thoracocentesis untuk mengeluarkan

akumulasi udara dari cavum pleura.

Regio bahu kiri terdapat jejas, edema, deformitas, nyeri tekan dan

krepitasi. Tidak didapatkan perdarahan aktif. Kemungkinan terdapat fraktur

tertutup pada bahu kiri sehingga tindakan imobilisasi diperlukan untuk mencegah

pergerakan dan mengurangi nyeri pada bahu kiri. Penanganan lebih lanjut pada

regio dilakukan setelah dokter dapat mengatasi keadaan tension penumothorax

pasien.

Pemeriksaan disability didapatkan GCS 15 yang menunjukkan kondisi

kesadaran pasien tidak terganggu dan menyingkirkan kecurigaan adanya trauma

pada kepala. Pada pemeriksaan environment/exposure semua pakaian pasien

dibuka agar dapat dinilai kelainan yang mungkin terlewat pada saat inspeksi

keadaan umum pasien pertama kali. Dinilai adanya kelainan yang sifatnya life

threatening. Pada adjunct primary survey dilakukan pemeriksaan foto rontgen

Cervikal lateral untuk menyingkirkan kecurigaan cidera cervical, Thorax AP

untuk mengetahui ada atau tidak trauma tulang belakang, dan keadaan cavum

thorax. Pemeriksaan radiologi ini dapat dilakukan setelah keadaan emergency

teratasi.

Pada secondary survey dilakukan head to toe examination yaitu

pemeriksaan yang dilakukan dari kepala sampai kaki untuk melihat adanya

kelainan. Pemeriksaan ini dilakukan ketika airway, breathing, dan circulation

pasien sudah stabil. Penatalaksanaan awal pasien di ruang resusitasi pada

umumnya sesuai dengan tata cara penanganan pasien trauma yaitu mulai dari

tahapan primary survey, resusitasi, secondary survey dan pemeriksaan penunjang.

Masalah yang pertama kali dihadapi (primary survey) adalah tension

pneumothorax dan fraktur pada regio bahu. Setelah tindakan resusitasi dilakukan

Page 47: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

maka masuk tahapan secondary survey guna menentukan diagnosis pasti dengan

melakukan pemeriksaan fisis yang menyeluruh diikuti dengan pemeriksaan

laboratorium dan radiologis yang memerlukan informed consent dari pasien atau

keluarga pasien. Pemeriksaan laboratorium dilakukan setelah secondary survey

dikerjakan termasuk pemeriksaan analisis gas darah. Analisis gas darah

diperlukan untuk menetukan apakah pasien dengan trauma thoraxs harus

dilakukan intubasi atau tidak.

Page 48: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Pasien mengalami tension pneumothorax sehingga perlu penanganan yang

cepat dan tepat

2. Tindakan dokter umum dalam skenario sudah tepat dalam mengatasi pasien

trauma

B. SARAN

1. Saran untuk skenario

a. Perlunya penanganan yang sesegera mungkin setelah terjadi trauma akibat

kecelakaan

b. Kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas cukup tinggi, sehingga

disarankan bagi pengendara untuk lebih berhati-hati lagi agar bisa

menekan angka kecelakaan dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas.

2. Saran untuk kelompok:

a. Pelaksanaan tutorial juga sudah cukup baik. Namun disarankan peran

serta lebih aktif dari mahasiswa sehingga semua Learning Objective

dapat diselesaikan dengan baik.

b. Ketua kelompok sebaiknya mengatur jalannya diskusi dan

memperingatkan anggotanya apabila ada yang kurang aktif atau kurang

memperhatikan jalannya diskusi.

c. Anggota kelompok sebaiknya saling menghargai dan memberikan

kesempatan anggota yang lain untuk mengutarakan pendapat

Page 49: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

DAFTAR PUSTAKA

Anderson SP, Wilson LM (200). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: EGC.

Auckland District Health Board (2011). Secondary Survey For Trauma.

http://www.adhb.govt.nz/trauma/T_guidelines/secondary_survey.htm.

Diakses April 2015.

Barnawi H dan Eko B (2006). PneumoThoraxs spontan. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu

penyakit dalam jilid II. Edisi ke 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Brandler ES (2010). Cardiogenic shock in emergency medicine.

http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment. Diakses April

2015

Demetriades D. 2009. Assessment and management of trauma 5th edition.

Department of surgery university of southern california.

Doegoes LM (2009). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian

Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak CM (2009). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Jain DG, Gosavi SN, Jain DD (2008). Understanding and Managing Tension

Pneumothorax. JIACM ;9(1): 42-50

Khan AN .(2008). Thorax and Trauma.

http://emedicine.medscape.com/article/357007-overview. Diakses April

2015.

Pusponegoro AD (2007) . Ilmu Bedah. Jakarta : FKUI.

Page 50: Laporan Traumatologi Skenario 1 FK UNS

Sasser SM, Hunt RC, Faul M, Sugerman D, Pearson WS, Dulski T, et al. (2012).

Guidelines for Field Triage of Injured Patients: Recommendations of the

National Expert Panel on Field Triage, 2011. CDC MMWR, 61:1.

Sjamsuhidajat R, De Jong (2010). Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke 3. Jakarta: EGC