laporan tahunan 2003 balai penelitian pascapanen...

71
1 Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanian

Upload: vuongdiep

Post on 06-Mar-2019

272 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

1

Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanian

Page 2: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

2

I. PENDAHULUAN

Strategi pembangunan pertanian selama ini lebih banyak diarahkan pada usaha

meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan produktivitas belum menjamin terjadinya

peningkatan kesejahteraan petani, karena selama ini petani hanya mampu menjual hasil

panennya dalam bentuk bahan mentah. Pemasaran hasil dalam bentuk bahan mentah,

memiliki beberapa kelemahan diantaranya: nilai tambah rendah, mudah rusak, daya simpan

terbatas, dan konsistensi mutu sulit dijamin. Selain itu, penanganan hasil panen juga masih

lemah dengan tingginya tingkat kehilangan hasil panen. Data dari Ditjen BP2HP (2003)

menunjukkan tingkat kehilangan hasil panen padi selama tahun 1997-2002 masih tinggi yaitu

rata-rata mencapai 24,61% per tahun (Ditjen BP2HP).

Kegiatan pascapanen merupakan bagian integral dari pengembangan sistem pertanian

secara keseluruhan, yang dimulai dari aspek produksi bahan mentah hingga pemasaran

produk akhir. Peran kegiatan pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah

satu sub-sistem agribisnis yang mempunyai peluang besar dalam upaya meningkatkan nilai

tambah produk agribisnis. Sebagai gambaran, nilai PDB yang dihasilkan industri pengolahan

berbahan baku komoditas primer perkebunan adalah sebesar Rp. 1.666,6 triliun atau lebih

dari empat kali lipat nilai Product Domestic Bruto (PDB) komoditas primer perkebunan yang

besarnya Rp. 37,6 triliun (Saragih, 2000). Dibanding dengan produk segar, produk olahan

mampu memberikan nilai tambah yang sangat besar. Data BPS menunjukkan bahwa

perolehan devisa dari ekspor produk olahan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000

rata-rata sebesar US$ 4.638,2 juta per tahun, sementara ekspor produk segar hanya mencapai

US$ 119,2 ribu per tahun.

Walaupun Indonesia merupakan salah satu produsen utama produk pertanian dunia,

tetapi daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional masih lemah. Beberapa

komoditas ekspor unggulan seperti sawit, karet, kakao, kelapa, lada dan minyak atsiri, belum

mampu menguasai pangsa pasar maupun menjadi acuan harga internasional. Hal ini terjadi,

karena selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif dengan kelimpahan

sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik (factor–driven), sehingga produk yang dihasilkan

didominasi oleh produk primer atau bersifat natural recources-based dan unskilled-labor intensive

(Saragih, 2003). Mutu produk pertanian yang tidak konsisten dan tingginya cemaran (seperti

Page 3: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

3

aflatoxin dan bakteri salmonella, kotoran dan hama gudang) merupakan salah satu penyebab

rendahnya daya saing produk pertanian Indonesia.

Untuk kepentingan kebutuhan pasar di dalam negeri, Indonesia mengimpor cukup

besar produk maupun komponen bahan industri, bahan pangan, dan pakan yang bahan

bakunya tersedia cukup besar di Indonesia seperti pati dan produk turunan, konsentrat

pakan, parfum, aneka produk makanan, produk oleo-chemical, bahan kosmetika, dan farmasi.

Dilihat dari data impor, maka pada kurun waktu (tahun 1997-2000) rata-rata impor produk

olahan mencapai US$ 1.894,7 juta dan produk segar mencapai US$ 1.358,9 juta (BPS, 2000).

Besarnya nilai impor ini menunjukkan bahwa produksi pertanian dan industri pengolahannya

khususnya yang bahan bakunya tersedia di dalam negeri harus dipacu perkembangannya.

Pengembangan agribisnis dan agroindustri yang berdaya saing dalam menyongsong

perdagangan bebas memberi konsekuensi bahwa pengembangan agroindustri harus berbasis

pada inovasi teknologi. Pengolahan lebih lanjut dan pengembangan produk baru diharapkan

dapat meningkatkan nilai tambah produk dan memaksimalkan nilai ekonomi komoditas

pertanian, yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Dengan

memperhatikan issue dan tantangan dalam sistem dan usaha agribisnis, maka perakitan dan

pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan pendekatan serta strategi

penelitian dan pengembangan yang lebih komprehensif.

Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (Balitpasca) merupakan institusi baru di

lingkup Badan Litbang Pertanian. Berdirinya Balitpasca berdasarkan Kepmen No.

76/Kpts/OT.210/1/2002 tanggal 29 Januari 2002. Sebagai institusi penelitian eselon III,

tugas pokok Balitpasca melaksanakan kegiatan penelitian bidang pascapanen pertanian.

Berdasarkan Kepmen No. 632/Kpts/OT.140/12/2003 tanggal 30 Desember 2003,

Balitpasca ditingkatkan statusnya menjadi unit eselon IIB dengan nama Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB-Pascapanen). BB-Pascapanen mempunyai

tugas tidak hanya melaksanakan penelitian teknologi pascapanen termasuk juga

pengembangan dari teknologi pascapanen yang dihasilkan.

Selama periode tahun 2002 – 2004, telah ditetapkan Program Utama Penelitian

Pascapanen jangka menengah sebagai berikut: (1) program penelitian penyediaan teknologi

pangan alternatif, (2) program penelitian peningkatan pemanfaatan hasil dan limbah

pertanian, (3) program penelitian peningkatan daya saing produk segar dan olahan hasil

pertanian, (4) program penelitian mendukung sistem manajemen mutu dan keamanan

Page 4: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

4

pangan, dan (5) program diseminasi hasil penelitian untuk percepatan pengembangan

agroindustri. Berbagai pencapaian target keluaran kegiatan penelitian dari tahun 2002-2003

telah mulai memperlihatkan hasil, namun demikian diperlukan tindak lanjut dengan

kerjasama kemitraan untuk mempercepat komersialisasi dan transfer teknologi.

Page 5: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

5

II. PROGRAM PENELITIAN

2.1. VISI DAN MISI

Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (Balitpasca) mempunyai tugas pokok

melaksanakan penelitian. Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Balitpasca

menyelenggarakan fungsi :

a. Pelaksanaan penelitian karakterisasi bahan, pengembangan produk baru dan

pemanfaatan limbah hasil pertanian.

b. Pelaksanaan penelitian teknologi proses fisik, kimia dan mikrobiologi.

c. Pelaksanaan penelitian sistem mutu dan keamanan produk hasil pertanian.

d. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis bidang

pascapanen pertanian.

Departemen Pertanian, dalam koridor pembangunan pertanian di masa mendatang

mempunyai misi pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,

berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi. Sesuai dengan misi Departemen Pertanian

tersebut, Badan Litbang Pertanian telah menetapkan visinya, yaitu menjadi lembaga

penelitian, pengkajian dan pengembangan pertanian dengan citra proaktif dan partisipatif

dalam menciptakan, merekayasa dan mengembangkan IPTEK di sektor pertanian, untuk

mewujudkan pertanian tangguh yang modern dan efisien berbasis sumberdaya, Selaras

dengan hal itu, maka Balitpasca mengemban visi dan misi sebagai berikut :

VISI

Menjadi institusi terdepan dalam inovasi teknologi pascapanen untuk menunjang

pengembangan agroindustri yang berdaya saing.

MISI

Menghasilkan teknologi pascapanen untuk pembentukan produk baru bermutu tinggi

Merakit komponen teknologi pascpanen untuk menghasilkan model agroindustri pada

skala UKM

Menyusun pangkalan data karakteristik bahan/produk untuk pengembangan sistem

manajemen mutu pada proses produksi

Page 6: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

6

2.2. PENDEKATAN STRATEGIS

Kegiatan pascapanen merupakan bagian integral dari pengembangan sistem pertanian

secara keseluruhan, yang dimulai dari aspek produksi bahan mentah hingga pemasaran

produk akhir. Sejalan dengan hal itu, keberadaan Balitpasca sangat terkait dengan mandat

Balai Penelitian Komoditas dalam mengembangakan hasil pertanian yang berkualitas, dengan

Pusat Litbang Sosial Ekonomi Pertanian dalam penggalangan subsistem pasar (termasuk

aspek market intelligence), dengan Balai Besar Alsintan dalam diseminasi hasil penelitian.

Penelitan pascapanen pertanian pertanian diarahkan untuk dapat memecahkan

berbagai masalah yang berkaitan dengan rendahnya mutu dan daya saing produk pertanian,

besarnya kehilangan hasil akibat pengelolaan panen dan pascapanen yang kurang benar.

Langkah-langkah strategis yang akan ditempuh adalah :

Mengutamakan perakitan komponen teknologi pascapanen yang telah banyak dihasilkan

untuk menjadi suatu model agroindustri yang siap diimplementasikan dan lebih berdaya

guna dalam satu wilayah pembangunan pertanian.

Menyelaraskan model agroindustri dengan kebijakan pengembangan kawasan agribisnis

yang dicanangkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah (pengembangan

agropolitan) serta ketersediaan mitra usaha.

Mengembangkan sistem manajemen mutu untuk meningkatkan daya saing agroindustri,

khususnya bagi industri rakyat di bidang pengelolaan hasil pertanian komoditas lokal.

Menggali potensi produk, khususnya dari komoditas lokal, sebagai suatu penelitian yang

bersifat visioner, bioprospektif dan berorietansi HaKI untuk menghasilkan produk-

produk baru atau bahan pendukung yang mampu meningkatkan efisiensi proses.

2.3. PROGRAM PENELITIAN 2001-2004

a. Program penelitan menyediakan teknologi pangan alternatif.

Tujuan program penelitian adalah dapat memenuhi kebutuhan pangan melalui

diversifikasi produk, khususnya berbahan baku non-beras. Sasaran produk diarahkan pada

penyiapan bahan pangan untuk masyarakat kurang gizi, balita, kecukupan gizi dan pangan

untuk keadaan darurat (instan). Penelitian juga diarahkan untuk mengangkat bahan

pangan tradisional menjadi bahan pangan yang bermutu dengan citra tinggi.

Page 7: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

7

b. Progarm penelitian peningkatan pemanfaatan hasil dan limbah pertanian.

Program penelitian ini bertujuan untuk menampung berbagai penelitian yang bersifat

visioner dan eksploratif dalam usaha peningkatan nilai tambah komoditas pertanian, baik

dari produk yang sudah ada, maupun penanganan bahan baku dan limbah pertanian,

sehingga dapat lebih bermanfaat bagi industri pangan, kosmetik dan farmasi. Kegiatan

penelitian ini dapat dilakukan melalui pendekatan teknologi kimia, biofisika dan

bioproses.

c. Program penelitian peningkatan daya saing produk segar dan olahan hasil pertanian

Program penelitian ini bertujuan meningkatkan daya saing produk melalui perbaikan

mutu, efisiensi proses, penciptaan model agroindustri terpadu, perakitan dan peningkatan

skala komponen teknologi pascapanen. Kegiatan penelitian menyangkut pengamanan

terhadap aspek tekno-sosio-ekonomis bagi kelayakan operasi dan panduan komponen

teknologi pascapanen yang telah dihasilkan.

d. Program penelitian mendukung pengembangnan sistem mutu dan keamanan pangan

Penelitian ini bertujuan mengembangkan sistem manajemen mutu yang sesuai bagi

agroindustri berbasis komoditas unggulan Indonesia untuk dapat bersaing

sehubungandengan masuknya produk impor. Penelitian diarahkan pada pengembangan

model agroindustri yang menggunakan sistem mutu dan pengawasan terhadap keamanan

pangan.

e. Program diseminasi hasil penelitian untuk percepatan pengembangan agroindustri

Program ini merupakan upaya penyampaian inovasi teknologi pascapanen yang dihasilkan

kepada pengguna, seperti petani, pengusaha dan pemerintah yang dilakukan melalui

berbagai medium dan cara. Kerjasama internal unit penelitian lingkup Badan Litbang

Pertanian dan instansi terkait di daerah akan dilakukan untuk mendapatkan umpan balik

bagi teknologi yang diintroduksi.

Page 8: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

8

III. HASIL KEGIATAN PENELITIAN

3.1.

PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI TEPUNG KASAVA SKALA KECIL MENENGAH

Pengembangan agroindustri aneka tepung dari bahan sumber karbohidrat lokal

diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pangan dan mengurangi ketergantungan

terhadap beras. Teknologi pengolahan tepung kasava dapat memberikan nilai tambah sebesar

3,7 trilyun bila seluruh produksi ubi kayu (16 juta ton) diolah menjadi tepung kasava. Nilai

tambah tersebut disajikan pada Tabel 3.1. Tepung kasava berpotensi sebagai pengganti atau

substitusi terigu impor. Tepung kasava dapat menggantikan 20-80% terigu pada beragam

produk. Bila teknologi substitusi diterapkan, maka dapat dihemat devisa sebesar 1,84-7,36

trilyun rupiah (Tabel 3.2).

Tabel 3.1. Nilai tambah penerapan teknologi pengolahan tepung kasava

Tepung Kasava Ubi Segar

Produksi (ton) 16 juta 16 juta Rendemen (27%) 4,32 juta - Harga Produk (Rp/ton) 1,6 juta 200 ribu Nilai Produk (Rp) 6,9 trilyun 3,2 trilyun

Selisih nilai=(6,9-3,2)=3,7 trilyun

MMaallaanngg :: MMiittrraa KKooppeerraassii BBuummii

PPeerrttiiwwii IInnddoonneessiiaa

LLaammppuunngg :: MMiittrraa KKeell..TTaannii SSeettiiaa HHaarraappaann

ddaann CCVV PPaattrriicciiaa TTaannggeerraanngg

TTeekknnoollooggii yyaanngg ddiilliittkkaajjii::

TTeekknnoollooggii ppeennggoollaahhaann tteeppuunngg kkaassaavvaa

kkaappaassiittaass 11 ttoonn uubbiikkaayyuu//hhaarrii

KKeeuunngggguullaann tteekknnoollooggii::

RReennddeemmeenn 2277--3300%%

DDaayyaa ssiimmppaann bbaahhaann bbaakkuu lleebbiihh llaammaa

MMuuttuu tteeppuunngg kkaassaavvaa lleebbiihh bbaaiikk ddeennggaann kkaaddaarr

HHCCNN ddiibbaawwaahh 4400 ppppmm

Gambar 3.1. Model Agroindustri Tepung Kasava

Page 9: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

9

Tabel 3.2. Nilai substitusi tepung kasava terhadap tepung terigu

Nominal Impor terigu/tahun (ton) 4 juta

Harga/ton (Rp) 2,3 juta

Nilai impor terigu (Rp) 9,2 trilyun

Substitusi tepung kasava 20-80% (setara 0,8-3,2 juta ton)

Nilai substitusi (Rp) 1,84-7,36 Trilyun

Ubikayu (Manihot esculenta Crantzs. L) merupakan sumber karbohidrat lokal yang

jumlahnya melimpah dan harganya relatif murah. Untuk meningkatkan bargaining position

petani ubikayu serta meningkatkan ketersediaan bahan pangan sumber karbohidrat

pendamping beras dan terigu dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, maka

dikembangkan agroindustri tepung kasava. Beberapa kendala yang dihadapi dalam

pengembangan tepung kasava antara lain: (1) masyarakat mempunyai penilaian yang rendah

terhadap ubikayu; (2) tepung kasava merupakan produk yang belum memasyarakat; (3) flavor

spesifik ubikayu yang ada pada tepung kasava dan keterbatasan sifat kemekaran mengurangi

preferensi konsumen; dan (4) minimnya informasi penggunaan tepung kasava untuk produk

non pangan.

Penelitian ini bertujuan untuk memantapkan dan mengembangkan agroindustri

tepung kasava yang kompetitif, membantu meningkatkan ketersediaan pangan sumber

karbohidrat pendamping beras dan terigu maupun bahan baku untuk industri pangan dan

non pangan, mengembangkan produk olahan, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat,

khususnya petani ubikayu dan labu kuning.

Pada tahun 2003 dilakukan 3 kegiatan yaitu: (1) Pemantapan agroindustri tepung

kasava; (2) Karakterisasi, pengembangan produk dan pemanfaatan limbah; (3) Kelembagaan

dan pemasaran.

Pemantapan agroindustri tepung kasava

Berdasarkan keragaman di lapang dan prospek pengembangan, maka kegiatan

agroindustri tepung kasava difokuskan di daerah Lampung. Optimalisasi teknologi tepung

kasava di kelompok tani Setia Harapan, Desa Tambah Subur, Kec. Purbolinggo Utara, Kab.

Lampung Timur mempunyai tujuan antara lain: mengoptimalkan kapasitas produksi tepung

kasava, perbaikan kualitas tepung kasava sesuai dengan keinginan konsumen, konsistensi

terhadap produksi, kualitas dan harga tepung terjangkau oleh konsumen, dan kepercayaan

konsumen terhadap persyaratan higienitas selama proses produksi.

Page 10: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

10

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, telah dilakukan kegiatan antara lain:

a. Evaluasi terhadap kendala pada setiap tahap pengolahan. Kendala pengolahan

terutama terletak pada tahap pengeringan. Agar kapasitas produksi meningkat dapat

dilakukan dengan merubah sistem produksi. Pengeringan dilakukan tidak hanya

menggunakan alat pengering, tetapi juga dengan cara penjemuran. Selain itu

dilakukan pelatihan penggunaan alat pengering sistem bak, sehingga kapasitas

produksi meningkat dari 200 kg/6 jam menjadi 600 kg/6 jam.

b. Mengatasi keluhan konsumen terhadap mutu tepung yang kurang halus dan berbau

apek terutama disimpan dalam waktu lama. Untuk meningkatkan kehalusan tepung

dilakukan penambahan alat ayakan 100 mesh. Bau apek disebabkan tingginya kadar

air tepung kasava sehingga terjadi fermentasi dalam penyimpanan. Untuk mencegah

bau, kadar air tepung dipertahankan agar tidak lebih dari 14%.

c. Memberi jaminan mutu kepada konsumen dengan menerapkan sistem manajemen

mutu melalui kegiatan perbaikan sistem dokumentasi, sosialisasi pembinaan sumber

daya manusia yang terlibat dalam sistem produksi, penataan ruangan,

mengoptimalkan agar setiap tahap proses dicapai efisiensi yang akan mempengaruhi

biaya produksi dan harga produk lebih murah dan terjangkau.

Karakterisasi dan pengembangan produk dan pemanfaatan limbah

Tepung kasava mengandung karbohidrat 81,75%, kadar air 12%, kadar abu 0,75%,

kadar serat kasar 3,34%, lemak 0,32%, glutamat 2,01 mg/g, gliserin 0,01 mg/g dan kalori

395,86 kal/100 g. Selain itu tepung kasava juga mengandung beberapa jenis vitamin,

diantaranya vitamin A 5,97 mg/100 g, vitamin B 7,96 mg/100 g, dan vitamin C 5,95 mg/100

g. Granula tepung kasava mulai tergelatinisasi dalam waktu 29,0 menit pada suhu 65,0oC.

Granula tepung pecah dalam waktu 30,0 menit dengan suhu 94,0oC dan viskositas 700 B U.

Formula untuk tiap produk makanan dari bahan tepung kasava telah

direkomendasikan dan diuraikan dalam buku kumpulan resep makanan dari bahan tepung

kasava. Untuk produk non pangan, telah diadakan kerjasama dengan PT. Pachira sebagai

pembeli tepung kasava yang akan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri produk setengah

jadi “Texturiza”, yaitu produk pangan fungsional kaya serat.

Page 11: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

11

Kelembagaan dan pemasaran

Dalam kegiatan ini, di provinsi Lampung diusahakan terbentuk jaringan dengan

lembaga-lembaga yang terkait. Untuk bidang budidaya dan teknologi, bekerjasama dengan

Dinas Pertanian dan BPTP, bidang permodalan bekerjasama dengan Bappeda dan

perbankan, dan bidang koperasi dan perdagangan bekerjasama dengan Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi.

Untuk memperoleh dukungan yang lebih luas lagi, harus bekerjasama dengan Badan

Ketahanan Pangan Daerah dan DPRD setempat, membuat jaringan pasar dengan para

pengguna/konsumen, baik konsumen industri maupun rumah tangga. Direncanakan pula

adanya sosialisasi pertemuan antara Balitpasca, BPTP Lampung, Pemda Kab. Lampung

Tengah dan Lampung Timur untuk membahas tentang kerjasama kemitraan dalam

pembinaan teknis dan pemasaran tepung kasava di Lampung.

Dalam upaya merintis pasar, telah dilakukan kerjasama dengan Dinas Perindustrian

Kota Bogor. Untuk mempelajari jalur pemasaran tapioka, yang diharapkan dapat juga

digunakan sebagai acuan tata niaga tepung kasava, telah dilakukan penjajagan dengan pabrik

Tapioka Kujang dan pabrik Tapioka Setia di Bogor.

Peluang pasar lainnya dengan PT. Pachira sedang dirintis kembali. Hasil pertemuan

kedua dengan PT. Pachira pada bulan Desember 2003 telah ada kesepakatan bahwa pada

pertengahan bulan Februari 2004 PT. Pachira akan membeli lagi tepung kasava dari

kelompok tani Setia Harapan (binaan BB-Pascapanen) sebanyak 4 ton.

Selain itu pada tahun 2003 juga dilakukan partisipasi 4 kali ekspose, yaitu: (1) Agro

Food Expo, Senayan, Jakarta; (2) Pameran Produksi Indonesia, Jakarta; (3) Ekspose Inovasi

Teknologi Pertanian Lahan Pasang-surut, Kalimantan Selatan; (4) Ekspose Inovasi

Teknologi Pertanian Lahan Irigasi, Sulawesi Selatan.

3.2. PENELITIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEPUNG SUKUN

Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia tidak sebanding dengan

produksi padi nasional, sehingga perlu dicari upaya lain untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Untuk memenuhi sumber karbohidrat sebagai bahan pangan, buah sukun merupakan salah

satu pilihan sebagai bahan pangan lokal potensial pengganti beras. Buah sukun telah lama

dimanfaatkan sebagai bahan pangan, berupa makanan pokok, makanan ringan maupun

makanan lainnya.

Page 12: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

12

Teknologi penepungan perlu dikembangkan karena dalam bentuk tepung

mempunyai beberapa keuntungan antara lain akan lebih mudah dicampur, dibentuk dan

lebih cepat masak menjadi berbagai bentuk produk olahan, serta lebih tahan lama disimpan.

Bentuk tepung merupakan produk setengah jadi, dan merupakan bahan baku utama dalam

diversifikasi pangan untuk menunjang program ketahanan pangan dan pengembangan

agribisnis.

Tujuan penelitian ini antara lain: (1) mengevaluasi sifat fisikokimia buah dan tepung

sukun dari seluruh Indonesia diharapkan dapat dirakit produk olahan tertentu yang sesuai

dan mendapatkan formula produk olahan (ekstrudat) dari tepung sukun, (2) melakukan uji

penerimaan konsumen tepung sukun dan produk olahannya untuk membuka peluang

pemasaran, dan (3) mengidentifikasikan potensi wilayah sentra produksi sukun untuk lokasi

pengembangan agroindustri tepung sukun.

Kegiatan penelitian pada tahun 2003 terdiri dari 3 kegiatan, yaitu: (1) Evaluasi

karakteristik sifat fisikokimia bahan mentah dan tepung sukun dari berbagai varietas di

Indonesia, serta uji fungsional produk olahannya, (2) Uji preferensi konsumen produk

tepung dan hasil olahannya, (3) Identifikasi potensi penerapan model agroindustri tepung

sukun.

Evaluasi karakteristik buah dan tepung sukun

Warna kulit buah sukun ada yang hijau, hijau kekuningan dan hijau kecoklatan,

tergantung varietas dan tingkat kematangan. Semakin tua buah sukun, semakin lebar lingkar

mata pada kulit buahnya. Warna daging juga tergantung dari varietas dan kematangan, ada

yang berwarna putih, putih kekuningan dan kuning. Semakin tua buah sukun, warna daging

buah semakin kuning.

Bentuk permukaan buah sukun ada yang berduri dan tidak berduri. Tingkat

kematangan buah sukun ditandai dengan keluarnya getah yang semakin lama permukaan

penuh dengan getah dan warna getah berubah dari warna putih menjadi coklat/hitam.

Semakin besar ukuran buah, semakin tua tingkat kematangan optimum. Buah sukun ada

yang berukuran kecil (lingkaran buah kurang dari 40 cm), sedang (lingkaran buah 40-44 cm)

dan besar (lingkaran buah lebih dari 45 cm).

Berat dan tingkat kekerasan buah sukun ditentukan oleh tingkat kematangan buah.

Semakin tua sampai tingkat kematangan optimum akan meningkatkan berat buah, tetapi

Page 13: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

13

kekerasannya semakin berkurang. Kekerasan buah sukun muda sebesar 0,4-1,7 kg/g dan

kekerasan buah sukun tua sebesar 0,04-1.0 kg/g. Berdasarkan berat, buah sukun

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu Kelompok I (berat buah 350-500 gram per

buah), Kelompok II (500-110 gram per buah), dan Kelompok III (berat buah lebih dari 110

gram per buah).

Rendemen tepung sukun sangat bervariasi antara 17-24,4%. Tingkat kemasakan buah

sangat menentukan rendemen tepung sukun. Semakin tua akan semakin tinggi rendemen

tepung sukun, karena semakin tua kadar patinya meningkat. Tingkat keputihan tepung sukun

antara 50-70%. Tepung paling putih dihasilkan dari buah sukun dengan tingkat kematangan

sedang. Sukun yang lewat matang akan dihasilkan tepung yang tinggi kadar gulanya, sehingga

tidak cepat kering.

Kadar air buah sukun segar antara 68-72%, abu antara 0,9-1.0%, protein antara 0,8-

1,0%, lemak antara 0,2-0,4% dan karbohidrat antara 26-33%. Nilai gizi tepung sukun

ditentukan oleh kadar air antara 2-6%, kadar abu antara 2,0-3,8%, kadar protein antara 2-

3,6%, kadar lemak antara 0,7-1,3% dan karbohidrat antara 87-91%.

Tepung sukun dengan kadar amilosa antara 11-17% menunjukkan tekstur produk

olahan yang sangat pulen, sedangkan yang berkadar amilosa 17-20% menghasilkan produk

olah yang pulen. Kandungan gula total pada sukun rendah yaitu antara 0,21-0,32%.

Kandungan pektin pada sukun Cilacap, Sukabumi dan Kediri cukup tinggi yaitu sekitar 20%,

sedangkan pada sukun Kulonprogo, P. Seribu, Bone dan Purworejo kandungan pektinnya

rendah (10%). Sukun Bone-Jumpie mengandung vitamin A (64 IU) dan vitamin C (9

mg/100 mg) tertinggi dibanding sukun lainnya.

Viskositas puncak tepung sukun lebih dari 1000 BU, berarti mempunyai daya

mengembang mekar dibandingkan terigu. Sifat fitokimia menunjukkan bahwa tepung sukun

mengandung senyawa aktif alkaloid dan saponin yang banyak digunakan dalam pengobatan.

Secara empiris sukun digunakan sebagai obat untuk menekan asam urat.

Rendemen hasil olahan sukun dari sukun segar sebagai berikut: sukun kupas sebesar

83,63%, kulit sukun 16,37%, bagian hati sukun sebesar 8,03%, rendemen sawut/chip kering

sebesar 20,82% dan rendemen tepung sukun sebesar 20,10%. Rendemen tepung sukun

tergantung pada varietas.

Komposisi tepung komposit sukun dengan formula 1 (tepung jagung : tepung sukun)

dengan penambahan tepung sukun sampai 40% dapat meningkatkan kadar protein 2% dan

Page 14: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

14

kadar lemak 1,5%. Pada formula 2 (tepung terigu : tepung sukun) dengan penambahan

tepung sukun sampai 40% dapat meningkatkan kadar protein 3%, tetapi tidak meningkatkan

kadar lemak. Penggunaan substitusi tepung jagung dan tepung terigu, disamping dapat

memperbaiki tekstur produk, juga memperbaiki nilai gizinya.

Pengembangan produk dan uji preferensi konsumen produk olahannya

Semakin meningkat konsentrasi tepung sukun, penambahan air agar adonan kalis

akan semakin banyak sehingga akan meningkatkan rendemen mie mentah. Rendemen mie

mentah dari campuran 30% tepung sukun dan 70% tepung terigu. Hasil uji organoleptik

menunjukkan bahwa warna, aroma, tekstur dan kesukaan mie mentah dan mie kering dengan

penggunaan tepung sukun sampai konsentrasi 40% masih disukai oleh konsumen.

Identifikasi potensi pengembangan agroindustri tepung sukun

Daerah-daerah sentra produksi sukun telah dilakukan identifikasi yaitu DKI Jakarta

(Kepulauan Seribu), Jawa Tengah (Kabupaten Cilacap dan Purworejo), DI. Yogyakarta

(Kabupaten Kulon Progo) dan Sulawesi Selatan (Kabupaten Bone).

Petani sukun (n=14) membudidayakan varietas sukun daging kuning (di Cilacap) dan

sukun gundul dengan cara stek, setelah tinggi bibit 30-50 cm dipindah. Pemupukan dengan

pupuk kompos sampai pohon mulai berbuah (3 tahun). Hama yang menyerang adalah uret

dan ulat busuk buah. Umur pohon sukun yang ada antara 8-10 tahun.

Saat panen optimum ditandai dengan buah sukun berwarna hitam karena tertutup

getah, duri kulit mulai gundul dan mata lingkar pada kulit melebar. Cara panen bervariasi di

tiap daerah antara lain dengan alat bambu/kayu/gantar dengan arit atau dengan alat

penampung kantong kain. Pada saat pengumpulan dan transportasi, banyak buah yang

memar dan tergores sehingga menurunkan harga. Penyimpanan sukun segar belum

ditemukan dan sangat dibutuhkan mengingat sukun adalah buah klimaterik.

Produksi buah/pohon 80-150 buah, dengan harga di petani untuk sukun ukuran

besar Rp 1200,- -Rp 1500,- per buah dan ukuran kecil Rp 700,- - Rp 1000,- per buah. Musim

panen dua kali per tahun yaitu Juli-Agustus dan Desember-Januari. Di tingkat petani buah

sukun dibuat kripik, digoreng, digetuk atau disayur.

Pedagang pengumpul (n=8) mengumpulkan buah sukun segar dari pengrampal

(pemanen). Masing-masing pengumpul mempunyai 13-40 orang tenaga pengrampal. Harga

Page 15: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

15

sukun segar ditentukan oleh ukuran biji, tingkat kemasakan buah, kerusakan mekanis dan

warna kulit buah.

Setiap pemanen memetik sekitar 100 buah per hari. Setiap 100 buah pemetikan, rata-

rata jatuh sebanyak 5-10%, dan buah muda ikut terpanen mencapai 5-30%. Berat rata-rata

buah sukun adalah 1 kg per buah. Distribusi sukun segar oleh pedagang diangkut

menggunakan truk, dengan sistem curah. Daya muat 3000 buah per truk setiap kali kirim.

Pengiriman ke Jakarta 2 hari sekali, pada musim kemarau (Juli-Agustus) selama 2 bulan, pada

musim penghujan (Desember-Januari) selama 4 bulan.

Produk olahan sukun yang sudah dikomersialkan terbatas pada produk kripik dan

stik. Produksinya masih berdasarkan pesanan, belum kontinyu. Bahan baku berasal dari

daerah setempat. Sukun yang dipilih untuk pembuatan kripik adalah sukun yang sudah tua,

berukuran besar, tidak ada bekas jatuhan, dan berdaging buah kuning. Setiap 3 kg sukun

dapat menghasilkan 0,5 kg stik sukun atau 1 kg kripik/ceriping sukun. Daya simpan kripik

sukun sekitar 1 bulan.

3.3. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PANGAN TRADISIONAL

PROSPEKTIF SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN POKOK Penelitian pengembangan teknologi pangan tradisional prospektif sebagai alternatif

pangan pokok bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi pangan tradisional.

Hal ini diharapakan dapat memacu konsumsi pangan pokok di luar beras dan tercapainya

ketahanan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sagu tergolong sebagai sumber

karbohidrat yang potensial di wilayah Kawasan Timur Indonesia. Produk olahan sagu yang

teridentifikasi memiliki prospek sebagai bahan pangan pokok alternatif adalah mi sagu dan

sagu bakar. Mi merupakan produk olahan pangan yang mudah penerimaannya bagi

masyarakat.

Kajian jenis pangan pokok

Pangan pokok adalah sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi atau secara teratur

dikonsumsi sebagai makanan utama, selingan, sebagai sarapan atau sebagai makanan

pembuka atau penutup. Beras, jagung, ubi kayu dan ubi jalar merupakan sumber karbohidrat

utama bagi penduduk Indonesia. Hasil pengamatan di lokasi penelitian dan studi literatur

menunjukkan bahwa sagu berperan sebagai sumber karbohidrat di beberapa daerah. Di

daerah Jawa Barat terutama Bogor, Sukabumi dan Cianjur sagu sebagai pangan pokok

Page 16: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

16

dikonsumsi dalam bentuk mi yang dikenal dengan sebutan mi gleser (Bogor) atau mi leor

(Sukabumi) dan sebagian kecil dalam bentuk bubur sagu. Mi sagu biasanya disajikan dengan

bumbu kacang. Mi merupakan bentuk makanan yang sudah populer, bersifat fleksibel dan

tidak menimbulkan kesan inferior.

Sagu bakar merupakan makanan tradisional di Kawasan Indonesia Timur seperti

Ambon, Papua dan sebagian Sulawesi Selatan. Di Luwu (Sulsel), sagu bakar disebut dange

atau sagu lempeng. Sagu bakar juga dikenal di daerah Bogor, Jawa Barat dengan nama sang

rangi. Dange dimakan dengan cara dicelupkan dalam teh panas atau air panas atau dinikmati

dengan lauk seperti ikan bakar. Biasanya dange dijadikan bekal melaut karena tahan lama. Di

Jawa, sagu rangi diolah lebih lanjut menjadi bubur dengan menambahkan gula merah dan

santan. Sagu rangi merupakan makanan padat seperti bubur kacang hijau atau bubur

sumsum. Sagu bakar meskipun dapat dikonsumsi secara fleksibel namun justru kurang

populer.

Di daerah Sulawesi Selatan, sebagai pangan pokok sagu dikonsumsi dalam bentuk

kapurung. Gel sagu merupakan keunikan dalam makanan tersebut. Abubakar (2003,

komunikasi pribadi) menyatakan bahwa kapurung merupakan hidangan khas Kabupaten

Luwu, Sulawesi Selatan yang memiliki nilai gizi lengkap karena di dalamnya sudah tersedia

karbohidrat (sagu), protein dan lemak (ikan, udang atau daging ayam) serta vitamin dan

mineral (sayur-sayuran). Salah satu kelemahan kapurung adalah perlu waktu relatif lama

untuk menyajikan, karena gel sagu harus dibuat dalam keadaan segar.

Pangan pokok berbasis beras, jagung, ubi jalar dan ubi kayu telah banyak dikaji dan

diteliti. Sebaliknya kajian terhadap pangan pokok berbasis sagu masih relatif terbatas. Di lain

pihak pangan tersebut memiliki peluang untuk dikembangkan.

Abner dan Miftahorrahman (2000) menyebutkan bahwa potensi sagu sebagai salah

satu sumber karbohidrat belum dimanfaatkan secara maksimal. Indonesia memiliki areal sagu

sekitar 1128 juta ha atau 51,3% dari luas areal sagu dunia. Diperkirakan 90% areal sagu

Indonesia berada di Irian Jaya. Saat ini peranan sagu sebagai sumber bahan pangan pokok

telah digeser oleh beras. Konsumsi sagu di tingkat rumah tangga untuk wilayah KTI

cenderung berkurang dengan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Agar peran

sagu sebagai sumber karbohidrat utama dapat dipertahankan maka produk olahannya perlu

dikembangkan sesuai dengan permintaan konsumen dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Oleh karena itu pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada pangan pokok berbasis sagu.

Page 17: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

17

Kajian proses

Kajian proses yang dilaksanakan dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

acuan dalam menyusun Standart Operating Procedure (SOP) bagi produk yang bersangkutan,

agar dapat memberikan jaminan kualitas bagi konsumen pada taraf komersialisasinya.

Ekstraksi sagu

Ekstraksi sagu terdiri dari beberapa tahap: pemarutan, filtrasi, pengendapan dan

pengeringan. Tingkat aplikasi teknologi dinilai sangat rendah. Peralatan semi mekanis yang

digunakan berupa alat pemarut sederhana, sedangkan filtrasi masih dikerjakan secara manual.

Hasil filtrasi diendapkan dalam bak penampung sederhana (dari kulit batang sagu) atau

permanen (dari semen). Pati hasil ekstraksi dijemur. Di daerah palopo, pati sagu umumnya

dijual dalam keadaan pati basah yang dikemas dalam kemasan tradisional yang disebut

tumang. Rendemen pati sagu sekitar 20%. Karena jenis sagu dan proses ekstraksinya

beragam maka dapat dipahami jika karakteristik sagupun beragam. Sudradjat (1985)

melaporkan bahwa rendemen dan kualitas pati sagu yang diekstrak secara mekanis lebih

bagus kualitasnya dibanding cara ekstraksi tradisional atau cara fermentasi. Menurut Sanusi

(1991) dengan menggunakan larutan kaporit 0,5-6% dapat meningkatkan warna putih pati

sagu.

Mi sagu

Pembuatan mi sagu terdiri dari beberapa tahap yaitu pembuatan biang, pembentukan

adonan, pencetakan, pemasakan, perendaman dan penirisan. Sebagian besar proses

dikerjakan secara manual dengan peralatan sederhana yang dirakit oleh bengkel lokal. Proses

diawali dengan membuat ”biang” dengan cara menambahkan air mendidih ke dalam suspensi

pati sagu yang telah ditambah dengan pewarna dan bahan pengeras hingga terbentuk gel.

Selanjutnya ke dalam biang ditambah sagu sambil terus diaduk hingga adonan kalis dan siap

cetak. Setelah dicetak, mi dimasak dalam air mendidih hingga terapung, diangkat dan

direndam dalam air mengalir selama beberapa jam. Mi diangkat, ditiriskan dan diberi minyak

agar tidak lengket. Setelah beberapa saat mi dikemas untuk dipasarkan.

Dari hasil observasi tampak bahwa yang dimaksud biang adalah pati yang

tergelatinisasi sempurna dan berfungsi sebagai pengikat (binder) sehingga adonan menjadi

lebih mudah ditangani. Oleh karena itu binder dapat dianalogikan dengan gluten pada mi

terigu.

Page 18: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

18

Sagu bakar

Proses pembuatan sagu bakar pada dasarnya adalah merupakan aplikasi perlakuan

panas pada tingkat kadar air tertentu terhadap pati yang dikenal dengan HMT (Heat Moisture

Treatment). Proses pembuatan sagu bakar di Palopo (Sulawesi Selatan) sedikit berbeda dengan

proses serupa di Bogor. Di Palopo sagu bakar biasanya berasal dari pati sagu segar dicampur

dengan pati sagu kering untuk mendapatkan adonan dengan kadar air yang sesuai (adonan

berbentuk hablur) kemudian dimasukkan ke dalam cetakan (dari tanah liat) yang telah

dipanaskan terlebih dahulu dan dibiarkan selama beberapa menit agar matang. Bahan

kemudian dikeluarkan dari cetakan, dibiarkan dingin kemudian dikemas.

Sagu bakar di Bogor dibuat dari pati sagu kering. Sagu ditambah air hingga kadar air

tertentu (35-45%) selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan (dari plat baja) dan dipanaskan

selama beberapa detik, dikeluarkan dari cetakan dan dijemur kemudian dikemas. Penggunaan

plat baja diduga menyebabkan produk mengalami case hardening sehingga produk menjadi

keras dibagian luar karena baja menghantar panas lebih cepat dibanding tanah liat. Gejala case

hardening tidak tampak pada sagu bakar yang diproses di Palopo.

Kajian sifat produk

Hasil analisis menunjukka bahwa sifat fisik dan kimia pati sagu yang diperoleh dari

pengrajin mi di Sukabumi sangat bervariasi. Hal ini dapat dipahami karena proses ekstraksi

pati juga beragam. Nilai L (?), a (?) dan b (?) pada pengukuran warna dengan chromameter

rata-rata adalah 96,90; 0,39; dan 4,39. Nilai pH suspensi pati 5,20-6,88 sedangkan kadar

amilosa bervariasi antara 20-33%. Angka ini berada dalam kisaran kadar amilosa pati sagu

yang dilaporkan oleh Ahmed et. al., (1999).

Sifat fungsional pati sagu dievaluasi dengan alat brabender. Pati sagu mulai

tergelatinisasi pada suhu sekitar 70oC dan tidak lama kemudian (sekitar 3-7 menit) pati

tergelatinisasi sempurna. Gel pati sagu tidak stabil dalam proses pemanasan. Gel pati sagu

mengeras pada proses pendinginan, seperti yang ditunjukkan oleh nilai setback positif.

Keragaman sifat ini dapat dipahami karena contoh berasal dari sumber yang berbeda dan

diolah dengan cara yang bervariasi pula. Keragaman sifat pasta sagu tentunya akan

berpengaruh terhadap sifat produk yang dihasilkan. Berdasarkan klasifikasi Schoch dan

Maywald (1968), pati sagu termasuk tipe A yang ditandai dengan tingginya viskositas puncak

dan viskositas tersebut berkurang selama proses pemanasan. Lii dan Chang (1981)

Page 19: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

19

menyatakan pati tipe A kurang sesuai untuk diolah menjadi mi, namun hal ini dapat diatasi

dengan cara menambahkan aditif yang sesuai. Pengrajin mi menambahkan tawas (potas

alum). Hingga saat ini tawas masih diijinkan sebagai bahan aditif pangan.

Selain ditentukan oleh sifat bahan baku, karakteristik mi juga sangat ditentukan oleh

proses pengolahannya. Hasil analisis di laboratorium dan uji organoleptik menunjukkan

adanya variasi yang sangat beragam pada sifat/mutu mi sagu. Nilai L, a dan b pada

pengukuran warna berturut-turut adalah 69 sampai 82, 4-17 dan (-38) sampai (-23). Variasi

warna yang sangat tajam terjadi karena setiap pengrajin menambahkan pewarna yang

jumlahnya berbeda-beda. Mi yang diuji memiliki nilai kekerasan 10-45 kg dengan kelengketan

200-273 g.cm. Kadar air mi dan lemak masing-masing berkisar antara 73-81% dan 3-5%.

Tingginya kadar lemak karena ada penambahan minyak untuk mencegah lengketnya untaian

mi. Hingga saat ini belum ada acuan atau standar mutu untuk mi sagu. SNI yang ada masih

terbatas untuk mi terigu, bihun maupun soun. Warna, tekstur dan aroma mi dinyatakan suka

oleh panelis.

Seperti halnya mi, karakteristik sagu bakar juga sangat bervariasi. Ditinjau dari tingkat

kekerasannya, sagu bakar Palopo lebih lunak (0,98 kg) dibanding sagu bakar Bogor yang

diperoleh dari supermarket dan pasar tradisional masing-masing yaitu 2,98 kg dan 1,37 kg.

Sagu bakar Palopo kurang mampu mengembang dibanding dua jenis sagu bakar lainnya.

Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, sagu bakar diolah melalui aplikasi

perlakuan panas HMT pada sagu. Stute (1992), Hoover dan Savanthan (1994) melaporkan

perlakuan HMT mengakibatkan perubahan sifat fisiko-kimia pati. Perubahan yang terjadi

tergantung jenis pati dan kondisi HMT. Perubahan tipe pati akibat perlakuan HMT

dilaporkan oleh Collado dan Corke (1999) pada pati ubi jalar.

Sifat pasta sagu bakar sangat berbeda dengan sifat pasta pati sagu yang alami (native

starch). Berdasarkan klasifikasi Schoch dan Maywald (1968), sagu bakar cenderung

menunjukkan karakter tipe B, sedangkan sagu alami termasuk dalam tipe A.

Kajian sosial ekonomi

Kajian aspek ekonomi hanya diterapkan pada industri pengolahan mi. Usaha

pengolahan mi sagu yang dikaji merupakan usaha kecil skala rumah tangga, yang lokasi

usahanya menyatu dengan tempat tinggal pemiliki usaha. Pengetahuan teknologi pengolahan

sagu diperoleh secara turun menurun.

Page 20: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

20

Tenaga kerja pada usaha ekstraksi sagu dan pembuatan mi sagu termasuk kelompok

usia produktif dengan tingkat pendidikan lulus sekolah dasar (>6 tahun). Mereka berasal dari

lingkungan keluarga dan beberapa orang berasal dari luar keluarga. Jam kerja rata-rata pada

usaha mi sagu masih dibawah standar yaitu kurang dari 8 jam/hari. Pada usaha mi sagu upah

yang diterima sekitar Rp 11.875,- (tenaga keluarga) dan Rp 14.500,- (tenaga luar). Kajian

ekonomi disusun dengan asumsi:

Kapasitas produksi normal yaitu sekitar 600 kg mi gleser ( dari sagu ) perhari

Rendemen 350%

Tenaga kerja 8 orang per hari kerja

Jam kerja 8 jam/hari, 30 hari per bulan

Produksi dilakukan di tempat yang disewa dengan harga Rp 1.500.000,-/tahun

Harga sagu Rp 2200,-/kg

Harga mi di tingkat pengrajin Rp 950,-/kg

Tidak ada beban pajak

Tidak ada pinjaman modal komersial dari pihak lain

Usaha mi gleser memerlukan modal tetap sekitar 40 juta rupiah untuk pengadaan

sarana produksi. Modal kerja yang diperlukan sekitar 51 juta rupiah. Biaya tetap dan biaya

variabel masing-masing mencapai 44 juta rupiah dan 52 juta rupiah. Berdasarkan indeks

keuntungan tampak bahwa usaha mi gleser secara ekonomis tidak memberi keuntungan

cukup besar (B/C rasio 1,06). Nilai tambah ekonomi juga relatif kecil, hanya sekitar Rp 186,-

/kg bahan baku. Namun demikian ada keuntungan sosial yang bisa diperoleh yaitu

terbukanya lapangan kerja.

Pembuatan mi sagu di laboratorium

Mi sagu dibuat di laboratorium berdasarkan hasil kajian dan penelitian lapang.

Tujuannya untuk mempelajari pengaruh jenis bahan baku dan formula terhadap sifat produk

yang dihasilkan. Dengan demikian akan diperoleh informasi dasar yang diperlukan untuk

mengembangkan mi berbasis sagu di wilayah lain. Pati yang digunakan terdiri dari pati sagu

yang diperoleh dari Palopo ( Sulawesi Selatan ), pati sagu dari pengrajin mi gleser di Pancasan

Bogor ( Jawa Barat ) dan pati sagu aren yang dibeli dari pasar di Bogor. Formula yang diuji

meliputi penambahan aditif berupa tawas, minyak sayur dan campuran antara tawas dan

Page 21: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

21

minyak sayur. Minyak sayur dipilih karena mampu berkompetisi dengan air pada proses

gelatinisasi dan hal ini diharapkan akan memberi keuntungan tertentu.

Hasil uji analisis laboratorium menunjukkan a sagu aren tampak lebih cerah

dibanding sagu Palopo dan Pancasan di Bogor. Sedangkan sifat lainnya tidak terlalu

bervariasi. Kadar amilosa antara 24-26%. Meskipun demikian tampak sifat pastanya sangat

berbeda. Sifat pasta pati sagu aren sangat berbeda dengan sifat pati sagu asal Palopo maupun

Pancasan Bogor. Meskipun disebut dengan sagu aren, hal ini belum dapat dipastikan bahwa

pati yang bersangkutan berasal dari pohon aren (Arenga pinnata). Berbeda dengan dua jenis

sagu lainnya, sagu aren termasuk dalam tipe B.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan baku dan formula secara terpisah

maupun bersama-sama mempengaruhi rendemen mi dan sifat/mutu lainnya. Rendemen mi

dari pati sagu Palopo dan Pancasan relatif sama ( sekitar 300% ), sedangkan pati aren

memberikan rendemen rendah (sekitar 260%). Pada saat gelatinisasi, pati aren dari pasar

Bogor kurang mampu mengembang dibanding dua jenis pati lainnya seperti ditunjukkan oleh

rendahnya nilai viskositas puncak pada kurva brabendernya. Hal ini merupakan salah satu

kemungkinan yang menyebabkan rendahnya rendemen mi yang bersangkutan. Formula

adonan dengan tambahan berupa minyak sayur juga menghasilkan rendemen mi rendah

(270%) dibanding formula yang mengadung tawas. Kekerasan mi bervariasi antara 20-42 kg

tergantung formula, sedangkan kelengketan antara 196-234 g.cm tergantung pada jenis

sagunya. Losses pada saat pemasakan, warna dan komposisi kimia mi ditentukan oleh

kombinasi antara jenis sagu dan formula mi. Tingkat kehilangan (losses) berkisar antara 1.5-

7%. Nilai L,a dan b pada pengukuran warna berkisar antara 44 sampai 73, -0,44 sampai 1,6

dan –0,2 sampai 3. Mi yang dibuat di laboratorium tidak diberi pewarna. Kadar air dan kadar

lemak masing-masing adalah 67-76% dan 5-7%. Angka ini sebanding dengan nilai yang ada

pada mi gleser yang beredar di pasar. Panelis menyatakan suka hingga sangat suka terhadap

warna, aroma dan tekstur mi pati sagu yang dibuat di laboratorium.

3.4.

PENELITIAN PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI PADI BERDAYA SAING

Kegiatan penelitian ini diarahkan untuk membangun model agroindustri padi terpadu

berbasis inovasi teknologi dan bersifat komersial, dengan memaksimumkan nilai tambah dari

produk utama (beras) dan produk sampingnya. Model yang dibangun ini berlokasi di

Page 22: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

22

Laboratorium Karawang, selanjutnya akan menjadi rujukan untuk pembangunan agroindustri

padi terpadu. Inovasi teknologi pada model agroindustri padi ini adalah dihasilkannya

teknologi pengolahan beras (beras kepala, beras kristal, dan beras slip) dan teknologi

pengolahan hasil samping (tepung beras dari beras pecah dan menir, briket arang sekam, dan

dedak awet). Model yang dikembangkan ini memiliki kapasitas produksi 1,2 ton GKG/jam.

Produk yang dihasilkan adalah beras super (44-48%), beras kristal (11-12%), tepung beras (8-

10%), dedak awet (8-10%) dan briket arang sekam 8%. Nilai jual dari produk samping

tersebut dapat menutup biaya produksi, sedangkan nilai jual dari produk utama merupakan

keuntungan, sehingga model agroindustri ini dapat meningkatkan pendapatan usaha

penggilingan. Telah dilakukan MoU antara BB-Pascapanen dengan Dinas Pertanian

Kabupaten Subang dan implementasi model agroindustri padi terpadu telah dilakukan pada

tahun 2003.

Peningkatan mutu beras dilakukan dengan cara: (1) memilah beras kepala dari beras

pecah (menir), sesuai dengan standar mutu, (2) penampakan visual beras ditingkatkan dengan

cara refining dengan refiner untuk menghasilkan beras kristal, sehingga didapatkan hasil beras

yang mempunyai kenampakan lebih bersih dan cemerlang. Penggunaan beras berkadar

amilosa tinggi dan alat penepung disk mill menghasilkan tepung yang lebih halus dan lebih

putih.

Penggilingan beras dengan bahan bakar sekam akan diperoleh beras hasil giling

dengan persentase beras kepala sebesar 93%, beras patah 5%, dan menir 1%. Efisiensi

pembuatan arang sekam sistem cerobong (diameter 20 cm) dengan kapasitas pembakaran

mencapai 15 kg/jam menghasilkan rendemen arang sekam mencapai 75,45% dan kadar abu

1%. Proses pemanfaatan dedak menggunakan metoda penyangraian menghasilkan produk

dedak dan bekatul awet. Produk dedak dan bekatul awet dapat dimanfaatkan menjadi bahan

pangan dan pakan.

Gambar 3.2. Pengolahan padi terpadu dan produknya (a). beras kristal, (b). tepung beras, (c). dedak awet dan (d). briket arang sekam.

a b d

c

Page 23: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

23

Produk samping dari penggilingan padi perlu diolah dan ditangani dengan baik

sehingga dapat menghasilkan produk olahan bernilai ekonomi tinggi dan mampu

meningkatkan pendapatan bagi usaha penggilingan padi. Produk samping berupa beras

pecah, menir dan bekatul jumlahnya semakin meningkat, karena konsumen beras

menghendaki beras dengan kadar beras kepala tinggi dan derajat sosoh seratus persen.

Pada tahun 2003 dilakukan pengembangan model sistem agroindustri padi terpadu di

Penggilingan Padi (PP) Laboratorium Karawang, PP Intisari, Rengasdengklok, Karawang,

dan penerapan sistem manajemen mutu di PP Gapoktan Pancasari, Subang. Tujuan

penelitian sistem agroindustri padi terpadu 2003 adalah :

1. Penerapan model teknologi penggilingan padi dengan pengolahan hasil samping dan

pemanfaatan limbahnya secara terpadu.

2. Implementasi model sistem agroindustri padi terpadu di lokasi petani untuk

mengembangkan manajemen mutu sebagai pilot percontohan.

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Penerapan teknologi pengolahan beras

b. Penerapan teknologi pengolahan hasil samping

c. Penerapan teknologi pemanfaatan limbah

d. Penerapan model sistem agroindustri terpadu

Parameter yang digunakan antara lain:

a. Unjuk kerja paket teknologi, sinergi proses dalam kelembagaan dalam sistem agroindustri

dan pemasaran

b. Kelengkapan unit proses dengan panduan prosedur kerja dan prosedur pengolahan

c. Kelayakan ekonomi dalam hal operasional dan pengelolaan

Unjuk kerja paket teknologi

PP. Lab. Karawang mempunyai fasilitas peralatan yang lengkap untuk menerapkan

model sistem agroindustri padi terpadu. Sistem kelembagaan internal telah terbentuk,

operator peralatan telah terlatih dan telah tersusun buku panduan prosedur pengelolaan.

Namun masih ada kendala kurangnya sosialisasi pemanfaatan produk samping dan produk

sisa sehingga pemasarannya sulit.

Di PP. Intisari Rengasdengklok, seluruh paket teknologi model agroindustri padi

terpadu telah dilatihkan. Dari 3 macam teknologi yang disosialisasikan, 2 teknologi telah

Page 24: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

24

diadopsi oleh PP. Intisari secara komersial yaitu teknologi pengolahan produk utama dan

teknologi pemanfaatan produk sisa.

Pada PP. Gapoktan Pancasari, telah dilakukan sosialisasi mengenai sistem

manajemen mutu. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Subang memberikan pembinaan

aspek pra panen dengan memperhatikan GAP. Balitpasca berperan memberikan supervisi

dan konsultasi unit proses penggilingan, sosialisasi tentang GMP, serta melakukan uji

preferensi pasar produk beras yang mengacu pada SNI dengan responden rumah tangga dan

pedagang.

Uji model sistem agroindustri padi terpadu

Dari gabah kering giling (GKG) sebanyak 4624 kg yang digiling di penggilingan padi

Laboratorium Karawang, dihasilkan beras giling 2979 kg sebagai produk utama, 54,5 kg

beras menir dan 384,5 kg dedak atau bekatul sebagai produk samping, serta 1103.5 kg sekam

sebagai produk sisa atau limbah.

Produk samping berupa beras menir sebanyak 44.5 kg diolah lebih lanjut menjadi

tepung, sedangkan sisanya diolah lebih lanjut menjadi karak legendar. Produk samping

lainnya berupa dedak diolah lebih lanjut menjadi dedak awet. Produk sisa atau limbah diolah

menjadi arang sekam dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin pengering gabah .

Tanpa menggunakan model agroindustri terpadu penggilingan 4624 kg GKG→

menjadi beras hasil giling, akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 357.450,-. Bila

menggunakan model sistem agroindustri terpadu mendapatkan keuntungan sebesar Rp

624.687,- atau ada nilai tambah sebesar Rp 267.237,-. Dengan meningkatkan mutu produk

juga akan terjadi peningkatan keuntungan. Dengan memproduksi beras poles dan

menerapkan agroindustri padi terpadu, keuntungan yang didapat mencapai Rp 1.400.426,-

dengan nilai tambah mencapai Rp 741.734,- .

Dalam satu kali proses dengan menggunakan bahan awal GKG, lebih

menguntungkan daripada bahan awal dalam bentuk GKP (gabah kering panen). Hal ini

dikarenakan harga jual GKG/GKS di tingkat petani sering lebih rendah dari harga jual GKP.

Disamping itu, pengusaha penggilingan yang membeli GKP harus keluar biaya tambahan

untuk proses pengeringan GKP menjadi GKG. Biaya pengeringan dengan cara penjemuran

mencapai Rp 12-15,- per kg GKP dengan mesin pengering gabah BBS dapat mencapai Rp

40-50,-/kg GKP dan dengan pengering gabah BBM dapat mencapai Rp 60,-/kg GKP.

Page 25: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

25

Pengeringan GKP menjadi GKG dapat mengakibatkan susut bobot mencapai 10-15%

tergantung pada kadar air GKP pada awal pengeringan.

Penggilingan gabah di PP. Intisari dengan membeli gabah berupa 14 ton GKP,

kemudian dijemur menjadi GKG selanjutnya digiling menjadi beras poles, tanpa menerapkan

model agroindustri terpadu, diperoleh keuntungan sebesar Rp 378.800,-. Keuntungan ini

relatif kecil dibanding bila memproses langsung dari GKG. Meskipun demikian penggilingan

padi umumnya lebih menyukai membeli dalam bentuk GKP daripada GKG, karena lebih

mudah mendapatkan gabah untuk memenuhi kapasitas giling dan mutu produk lebih

terjamin. Petani menjual GKG dalam jumlah kecil dan gabah berasal dari penjemuran

dengan fasilitas yang tidak memadai sehingga mutunya rendah. Meskipun dengan

peningkatan mutu dapat meningkatkan nilai jual beras, tidak otomatis penggilingan beras

memproduksi beras dengan mutu tinggi, karena tidak ada artinya memproduksi beras

berkualitas tinggi bila tidak ada permintaan pasar.

3.5.

PENELITIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PUREE MANGGA MENDUKUNG AGROINDUSTRI BUAH-BUAHAN

Puree merupakan produk antara dari pengolahan buah-buahan, dan merupakan bahan

baku industri jus, sirup serta industri pangan lainnya. Produk berbentuk puree akan

memudahkan dalam transportasi, mutu produk lebih konsisten, dan daya simpan lebih lama,

sehingga kontinuitas bahan baku untuk industri lanjutan dapat terjamin. Kegiatan penelitian

ini diarahkan untuk membangunan model agroindustri puree mangga berbasis inovasi

teknologi dan bersifat komersial. Model agroindustri yang dibangun berlokasi di Kabupaten

Cirebon. Model ini akan menjadi rujukan untuk pembangunan agroindustri puree mangga.

Inovasi teknologi pada model puree mangga ini menghasilkan teknologi pengolahan puree

mangga skala kecil-menengah yang sesuai untuk dikembangkan di pedesaan. Selain aspek

teknologi, juga dilakukan pembinaan manajemen usaha agroindustri, sehingga diharapkan

petani tidak hanya memperoleh pendapatan dari usaha taninya (on farm) tetapi juga dari usaha

pengolahan puree-nya. Model yang dikembangkan ini memiliki kapasitas 500 kg buah mangga

per jam dengan rendemen puree 45 – 50 %. Telah disusun MoU dengan Pemda Kabupaten

Cirebon dan CV. Promindo Utama, yang akan mendukung pendanaan untuk pembangunan

pabrik mini pada tahun 2004. Pihak Kementerian Negara Riset dan Teknologi juga telah

Page 26: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

26

bersedia menyediakan dana ventura (start-up capital) untuk mendukung pengembangan model

agroindustri puree mangga tersebut pada tahun 2004.

Tabel 3.3. Nilai tambah penerapan teknologi pengolahan puree mangga (tahun)

Puree Mangga Mangga Segar Jumlah Produksi (30%) (ton) 300.000 300.000 Rendemen (50%) 150.000 - Harga (Rp/ton) 12 juta 2,5 juta Nilai Produk (Rp) 1,8 trilyun 0,75 trilyun

Selisih nilai akibat pengolahan puree=(1,8-0,75)=1,05 trilyun rupiah/tahun

Pengembangan model pengolahan puree pada agroindustri rakyat dapat menghemat

devisa Rp. 1,8 trilyun/tahun, karena produk puree selama ini masih diimpor. Teknologi ini

dapat diterapkan untuk komoditas buah-buahan yang lain seperti sirsak, jeruk, jambu dan

sebagainya.

Pengembangan unit pengolahan puree mangga dan sirsak

Penyediaan alat untuk proses pasteurisasi telah diselesaikan yakni pembuatan

pasteurisasi tipe hidro dengan bahan bakar gas. Alat ini dilengkapi dengan kontrol suhu agar

suhu relatif stabil. Alat ini juga dilengkapi dengan batu api sehingga panas yang ada didalam

sistem menjadi lebih stabil dan dapat ditinggikan.

Rendemen puree sirsak dengan menggunakan mesin rata-rata sebesar 42%.

Rendemen ini adalah lebih rendah dibanding kinerja manual namun demikian pengolahan

dengan mesin akan lebih cepat dibanding dengan pengolahan manual.Waktu yang

dibutuhkan untuk mengupas dan pulper sirsak adalah 46 menit tiap 20 kg sirsak dengan

kecepatan mengupas 1,3 menit per 20 kg.

Optimalisasi pembuatan puree mangga untuk mendukung pabrik mini yang telah

dilaksanakan di laboratorium. Puree mangga kweni setelah 1 minggu, 60% produk (20 oBrix)

rusak, sedangkan produk (40 oBrix), semuanya masih bagus. Pada pengamatan setelah 2

minggu semua produk rusak. Hasil

Demikian juga pada percobaan buah mangga kemang, dengan meningkatkan masa

pasteurisasi mengunakan kemasan gelas aqua, tampak bahwa peningkatan konsentrasi gula

hanya sedikit meningkatkan daya simpan. Namun demikian dengan meningkatkan masa

pasteurisasi hingga 2 menit, nampak menimbulkan kerusakan warna yang sangat nyata

walaupun daya simpannya sedikit bertambah. Penyimpanan lanjutan pada 22 oC, seminggu

sesudahnya terjadi kerusakan pada semua produk. Daya simpan perlakuan ini masih jauh

Page 27: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

27

dari harapan referensi, sehingga masih perlu dicari perlakuan untuk memperpanjang daya

simpan terutama tanpa menggunakan pengawet.

3.6.

TEKNOLOGI EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI MINYAK ATSIRI BERBASIS BUNGA

Minyak melati merupakan bahan baku untuk industri kosmetika, parfum, farmasi,

sabun, dan produk pewangi lainnya. Prospek industri minyak atsiri berbasis bunga di

Indonesia cukup kompetitif, dengan beragam keuntungan seperti terbukanya lapangan kerja,

peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh melalui diversifikasi hasil olahannya, dan

dapat membuka peluang investasi agroindustri. Teknologi ekstraksi minyak melati terdiri dari

rangkaian alat leaching apparatus, evaporator dan distiller. Teknologi ekstraksi yang

dikembangkan dapat menekan kehilangan produk dan pelarut, sehingga dapat diperoleh

rendemen dan mutu minyak yang tinggi. Dengan waktu ekstraksi 20 menit (satu kali

ekstraksi), rendemen minyak melati kasar mencapai 0,383%. Pencucian ampas yang diikuti

ekstraksi lanjutan mampu meningkatkan rendemen hingga 0,408%.

Gambar 3.3. Puree mangga dan unit pengolahannya

Page 28: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

28

A. Perbaikan teknologi ekstraksi minyak bunga melati

Perbaikan teknologi dilakukan pada leaching apparatus untuk meningkatkan recovery

pelarut, dan produksi minyak pada musim kemarau untuk mendapatkan rendemen minyak

yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa recovery pelarut meningkat dari 74%

menjadi 84%. Rendemen absolut yang dihasilkan adalah 0,108%. Perbaikan yang dilakukan

adalah penambahan keranjang peniris dalam leaching apparatus, dan lubang pengeluaran

ampas yang lebih besar, serta tangki yang dapat dimiringkan sehingga memudahkan operasi.

Leaching apparatus juga ditingkatkan kapasitasnya menjadi skala pilot yang dapat mengolah

bunga melati hingga 20-30 kg. Dengan kapasitas yang lebih besar tersebut dapat langsung

diaplikasikan untuk skala usaha kecil menengah.

Rendemen concrete

Concrete hasil ekstraksi minyak bunga melati yang dihasilkan meningkat terus dari

bulan Juni dan pada bulan Agustus-September 2003 dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

Perlakuan ekstraksi satu tahap dan dua tahap tidak memberikan perbedaan pada rendemen

concrete. Teknik pencucian ternyata menghasilkan rendemen paling rendah pada semua

bulan perlakuan. Hal ini terjadi karena banyaknya pelarut yang hilang terserap ampas pertama

dan kadar minyak dalam ampas sudah sangat rendah. Rendemen concrete yang dihasilkan

dari ekstraksi bulan Juni-September 2003 ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4: Rendemen concrete yang dihasilkan dari ekstraksi bulan Juni-September 2003

Perlakuan Bulan

Juni Juli Agustus September

Ekstraksi satu tahap

Ekstraksi dua tahap

Pencucian

8,36 g cd

0,278% ab

11,74 g abc

0,205% abcd

2,85 g e

0,123% cd

8,15 g cd

0,272% ab

13,75 g ab

0,242% abc

3,53 g de

0,152% bcd

8,71 g c

0,29% a

13,65 g ab

0,242% abc

2,69 g e

0,109% d

10,14 g bc

0,338% a

15,25 g a

0,267% ab

3,02 g e

0,113% d

Keterangan: Notasi huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada kategori data berat concrete dan persentase concrete

Rendemen absolut

Concrete selanjutnya diproses menjadi absolut untuk mendapatkan rendemen absolut.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian pada bulan Desember 2002, Januari dan Maret

2003, maka terlihat bahwa Agustus dan September 2003 terjadi peningkatan rendemen

absolut yang dihasilkan. Pasa bulan September memperoleh absolut 0,191, sementara pada

Page 29: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

29

bulan sebelumnya lebih rendah. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian terdahulu bahwa

rendemen absolut yang diperoleh lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan musim

hujan seperti pada perolehan absolut bulan Desember 2002 dan Januari 2003. Rendemen

absolute yang dihasilkan dari ekstraksi bulan Juni-September 2003 ditunjukkan pada Tabel

3.5.

Tabel 3.5: Rendemen absolute yang dihasilkan dari ekstraksi bulan Juni – September 2003

Perlakuan Rendemen absolute hasil ekstraksi (berat dan persen)

Juni Juli Agustus September

1. Ekstraksi satu tahap 2. Ekstraksi dua tahap 3. Pencucian

4,622 g a

0,155% abc 5,407 g a

0,094% bcd 1,507 g a

0,065% d

4,43 g a

0,148% abc 8,84 g a

0,156% ab 3,10 g a

0,132% abcd

4,747 g a

0,158% ab 9,527 g a

0,169% a 1,587 g a

0,065% d

6,92 g a

0,191% a 9,50 g a

0,170% a 2,66 g a

0,087% cd

Keterangan: Notasi huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada kategori data berat concrete dan persentase concrete

Recovery pelarut

Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi proses

ekstraksi adalah jumlah pelarut yaitu heksan murni yang dapat diambil kembali dari proses.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa recovery heksan yang paling tinggi pada perlakuan

pencucian, dan yang paling rendah pada perlakuan ekstraksi dua tahap. Perlakuan ekstraksi

dua tahap yang berarti flitrat yang telah mengandung minyak ditambahkan bunga segar lagi,

mengakibatkan banyak kehilangan pelarut. Kehilangan heksan disebabkan terserap pada

bunga yang jumlahnya lebih banyak pada perlakuan ekstraksi dua tahap daripada perlakuan

ekstraksi satu ekstraksi maupun perlakuan pencucian. Recovery pelarut berkisar antara 67,45-

81,69%. Kisaran yang cukup besar pada recovery pelarut antar perlakuan, selain disebabkan

oleh perlakuan, juga disebabkan oleh peralatan. Percobaan ini menggunakan unit ekstraksi

yang dirancang pada TA 2002, dan hasil perbaikan unit ekstraksi TA 2003 sudah berhasil

meningkatkan recovery pelarut dengan adanya penambahan alat peniris pada leaching

apparatus.

Page 30: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

30

Tabel 3.6: Persentase pelarut murni yang dapat diperoleh kembali dari proses ekstraksi bulan Juni-September 2003

Perlakuan Rendemen absolute hasil ekstraksi (berat dan persen)

Juni Juli Agustus September

1. Ekstraksi satu tahap 2. Ekstraksi dua tahap 3. Pencucian

79,22 70,99 83,60

77,68 69,01 79,97

70,83 65,36 75,42

76,06 64,36 87,77

B. Mutu minyak melati yang dihasilkan

Analisis fisik dan kimiawi dilakukan terhadap minyak melati yang diperoleh untuk

mengetahui mutunya. Parameter yang digunakan untuk menentukan mutu minyak melati

adalah indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester serta komponen penyusunnya. Hasil

analisis indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester dari absolute yang dihasilkan

ditunjukkan pada Tabel 3.7

Tabel 3.7: Indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester absolute melati hasil ekstraksi

Nilai tiap unsur mutu

Juni Juli Agustus September

1. Indeks bias

Ekstraksi satu tahap

Ekstraksi dua tahap

Pencucian

1,733 1,729 1,683

1,4787 1,4606 1,4612

1,2778 1,4511 1,3742

1,4553 1,4880 1,4576

2. Bilangan asam

Ekstraksi satu tahap

Ekstraksi dua tahap

Pencucian

11,2 10,9 14,10

11,2 8,8 11,3

9,8 8,8 11,7

7,8 7,8 10,7

3. Bilangan ester

Ekstraksi satu tahap

Ekstraksi dua tahap

Pencucian

97,8 116,5 10,8

189,8 132,8 93,8

90,3 98,7 39,3

112,9 147,9 184,5

C. Perhitungan bianya ekstraksi dan harga kasar absolute melati

Proses ekstraksi satu tahap, biaya prosesnya sekitar Rp. 87.380,- dan menghasilkan

concrete rata-rata 8 gram atau absolute rata-rata 4 gram, maka harga dasar concrete adalah

Rp. 9.255,- atau absolute Rp. 21.845,- tiap gram. Pada ekstraksi dua tahap, dengan biaya

proses Rp. 127.880,- menghasilkan concrete 13 gram atauabsolut 6 gram, maka harga dasar

concrete adalah Rp. 8.793,- atau absolute Rp. 21.314,-. Sementara, untuk teknik pencucian,

ternyata membutuhkan biaya yang lebih besar yaitu Rp. 63.250,- menghasilkan concrete 3

gram atau absolute 2 gram, maka harga dasar concrete adalah Rp. 16.650,- dan absolute

adalah Rp. 31.625,-.Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka absolute melati paling

Perlakuan

ekstraksi

Unsur

mutu

Page 31: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

31

murah dihasilkan dari ekstraksi dua tahap atau satu tahap, sedangkan proses pencucian

membutuhkan biaya proses yang lebih besar.

D. Teknologi ekstraksi untuk menghasilkan minyak bunga mawar

Bahan yang digunakan adalah bunga mawar tabor merah dan putih yang dicampur

dengan perbandingan 1 : 1. Percobaan yang telah dikerjakan adalah penentuan waktu lama

ekstraksi. Perlakuan yang diterapkan adalah 20, 30, 40, 50, dan 60 menit. Hasil pengamatan

disajikan pada Tabel 3.8. Dengan membandingkan perolehan persen absolute mawar akan

dapat ditentukan waktu proses yang paling sesuai.

Tabel 3.8: Hasil ekstraksi bunga mawar pada berbagai lama proses

Perlakuan Concrete, % Absolut, % Recovery heksan, %

Kehilangan pelarut, %

1. Ekstraksi selama 20 menit 2. Ekstraksi selama 30 menit 3. Ekstraksi selama 40 menit 4. Ekstraksi selama 50 menit 5. Ekstraksi selama 60 menit

0,1290 0,1840 0,2200 0,1850 0,2200

0,100 0,109 0,108 0,108 0,120

74,7920 79,0830 82,8020 79,6880 67,9690

25,2080 20,9170 17,1980 20,3130 32,0310

Berdasarkan hasil percobaan penentuan waktu ekstraksi, maka untuk penelitian

selanjutnya digunakan waktu ekstraksi 20 menit. Perlakuan yang diterapkan untuk ekstraksi

minyak mawar adalah: ekstraksi satu tahap, dua tahap dan tiga tahap. Hasil percobaan

menghasilkan concrete 0,156% dengan hasil absolute 0,067% pada perlakuan ekstraksi satu

tahap dengan recovery heksan 79,70%. Untuk perlakuan ekstraksi dua tahap menghasilkan

concrete 0,112% dengan absolute 0,0345% dengan recovery pelarut sebesar 77,89%.

Selanjutnya untuk perlakuan pencucian menghasilkan concrete 0,272% dengan absolute

0,0675% dan recovery pelarut 78,39%. Mutu absolute mawar yang dihasilkan ditunjukkan

pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9: Hasil analisa mutu absolute mawar

Perlakuan Mutu absolut

Indeks bias Bilangan asam Bilangan ester

1. Ekstraksi satu tahap 2. Ekstraksi dua tahap 3. Pencucian

1,3745 1,3742 1,3755

9,62 9,45 9,70

82,95 84,40 71,36

Page 32: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

32

3.7.

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBUATAN PASTA CABAI DAN TOMAT SKALA PILOT

Cabai merah (Capsicum annum L.) dan tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan

komoditas hortikultura yang dikenal sebagai bahan makanan sehari-hari maupun sebagai

bahan baku industri pangan dan obat-obatan. Sebagaimana produk pertanian pada

umumnya, cabai merah yang mengandung air 80-90% mudah rusak akibat aktivitas kimia dan

biologi, demikian juga halnya dengan tomat. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan teknik

pengolahan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu.

Tujuan jangka pendek penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi terbaik

dalam pembuatan bubuk cabai/pasta kering dalam skala pilot, pasta cabai dalam skala

laboratorium dan pasta tomat dalam skala laboratorium dan pilot. Sedangkan tujuan jangka

panjangnya adalah untuk mengembangkan pasta cabai dan tomat dalam suatu model

agroindustri.

Bubuk cabai merah dibuat dengan mengeringkan cabai merah dalam alat pengering

Through Flow Air Dryer (TFAD) yang berkapasitas 100 kg. Dalam penelitian ini telah dicoba

mengeringkan 30 kg cabai merah dengan tiga kali ulangan. Proses pengeringan berlangsung

selama 10-15 jam, dengan rendemen 10%. Cabai kering yang diperoleh kemudian digiling

untuk mendapatkan bubuk cabai dengan ukuran 60 dan 120 mesh. Analisa yang dilakukan

adalah pengukuran kadar air, warna, dan uji organoleptik. Perlakuan pada percobaan ini

adalah penyimpanan dan penambahan asam akorbat pada pasta basah yang dibuat dari pasta

kering.

Bubuk cabai kering mempunyai kadar air 10,2%, dengan tekstur, warna, dan aroma

yang disukai oleh panelis. Perlakuan penyimpanan dan penambahan asam askorbat sedang

dalam proses. Pasta cabai dan tomat dibuat dengan perlakuan perbedaan varietas, blansing

dan penambahan bahan pengental. Produk pasta dianalisa sifat fisik dan kimianya, selain itu

juga dilakukan pengukuran warna dan uji organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga varietas cabai besar, yaitu TW,

Tanjung dan Victory, yang mempunyai rendemen pasta tertinggi adalah varietas Victory

(26%). Pasta cabai dengan perlakuan tanpa blansing lebih baik dari, pada pasta cabai dengan

perlakuan blansing dalam hal kadar air dan warna.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pembuatan pasta tomat dari ketiga varietas

tomat yang digunakan, yaitu Arthaloka, Marta, dan Idola pada prinsipnya semua dapat

Page 33: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

33

diterima panelis. Perlakuan tanpa blansing ternyata juga lebih baik dalam hal tingkat kadar air

dan warna daripada perlakuan dengan blansing.

Dalam skala pilot telah diuji coba sebanyak 15 kilogram bubur tomat dan cabai yang

dievaporasi pada suhu 90oC dan tekanan vakum 60 cmHg. Dari uji coba ini, diketahui bahwa

kinerja evaporator vakum belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya kerak

pasta pada dinding tangki evaporator dan pasta belum mencapai tingkat kekentalan yang

diinginkan. Untuk itu, diperlukan modifikasi berupa penambahan batang pengaduk pada

tangki evaporator untuk mencegah pengkerakan pasta tomat.

3.8.

PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI SKALA KECIL MENENGAH MINYAK NILAM TERPADU

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas perdagangan Indonesia yang

digunakan sebagai bahan penting untuk industri obat-obatan, flavor, fragrance, dan parfum.

Guna meningkatkan ekspor, memenuhi kebutuhan di dalam negeri, dan mengantisipasi

persaingan di pasar dunia, diperlukan perbaikan sistem agroindustri penyulingan minyak

atsiri yang meliputi aspek: teknologi proses penyulingan, rekayasa alat penyuling, dan

manajemen kelembagaan petani minyak atsiri. Salah satu model penyulingan SBCS-1000

telah diuji coba sebagai pilot plant di Desa Cikondang Kec. Cingambul Kab. Majalengka.

Model ini telah menarik perhatian Pemda Jawa Barat dengan disediakannya dana APBD

untuk pengembangan areal tanaman nilam.

Minyak atsiri (essential oil) merupakan salah satu komoditas perdagangan yang

digunakan sebagai bahan penting untuk industri obat-obatan, flavor, fragrance, dan parfum.

Di Indonesia tercatat 14 jenis minyak atsiri yang sudah diekspor, salah satu diantaranya yaitu

minyak nilam (patchouli oil). Pada tahun 2000 volume ekspor minyak nilam Indonesia sekitar

1052 ton dengan nilai US $ 16.24 juta, sedangkan impornya sekitar 8.1 ton dengan nilai US $

123 ribu.

Pada tahun 2001-2002, telah dilakukan penelitian perbaikan sistem penyulingan

minyak atsiri dan pengembangannya. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan

bahwa limbah penyulingan daun nilam serta ekstrak limbahnya mengandung senyawa

alkaloid, saponin, glikosida, dan flavonoid yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan

produk pestisida dan pewangi ruangan. Berdasarkan hasil kegiatan tahun 2002, maka pada

tahun 2003 dilakukan pengembangan kelembagaan dan aplikasi sistem manajemen mutunya.

Page 34: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

34

Selain itu dilaksanakan pembuatan produk pewangi ruangan (dupa dan lilin) dari limbah

minyak nilam pada skala laboratorium serta uji efektifitas produk.

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1). Mengembangkan model agroindustri minyak

nilam pada skala komersial di sentra produksi dan pnataan manajemen kelembagaan serta

penerapan sistem manajemen mutunya; (2). Memperoleh teknologi proses pengolahan

limbah penyulingan nilam yang aplikatif pada skala industri kecil. Sasaran dari penelitian ini

yaitu: (1). Mendapatkan model agroindustri minyak nilam yang efisien dan aplikatif di

lapangan; (2). Mendapatkan teknologi proses pengolahan limbah penyulingan nilam dan

formulanya untuk pewangi ruangan.

Kegiatan penelitian pengembangan model agroindustri skala kecil menengah minyak

nilam terpadu terdiri atas pengembangan metode dan teknologi proses penyulingan minyak

nilam, serta teknologi pemanfaatan limbah penyulingan nilam. Dalam upaya pengembangan

metode dan teknologi proses penyulingan minyak nilam dengan menggunakan alat SBCS 100

dilakukan pelatihan bagi petani, kelompok tani dan pengrajin, serta pembentukan

kelembagaan agribisnis minyak nilam di sentra produksi (di Cikondang-Majalengka). Selain

itu diterapkan sistem manajemen mutu dan prosedur standar operasional, yang meliputi:

prosedur panen, perlakuan bahan baku setelah panen, dan prosedur penyulingan.

Dalam kegiatan penelitian teknologi pengolahan limbah penyulingan nilam, dilakukan

pendekatan karakteristik limbah termasuk analisis bahan aktif, pengolahan limbah menjadi

produk pewangi ruangan (dupa dan lilin), serta pengujian produk.

Penelitian teknologi penyulingan diarahkan pada penerapan sistem manajemen mutu

dalam penyulingan minyak nilam di tingkat kelompok tani dan pengrajin minyak atsiri, serta

pembinaan kemitraan. Berdasarkan data yang terkumpul akan dilakukan penyusunan

prosedur standar operasional. Penelitian teknologi pengolahan limbah diarahkan pada

kegiatan perbaikan metode pengolahan limbah penyulingan nilam menjadi produk pestisida

dan pewangi ruangan, serta pengujian bahan baku/produknya.

Hasil percobaan penyulingan minyak nilam dengan alat SBCS-1000 di Cikondang

ditunjukkan pada Tabel 3.10.

Page 35: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

35

Tabel 3.10: Hasil percobaan penyulingan minyak nilam dengan alat SBCS-1000

Bobot bahan (kg) Lama penyulingan

(jam) Rendemen Minyak

Nilam (%) Kadar Patchouly

Alkohol (%)

80 6 2,46 30

90 6 2,52 31

100 6 2,28 30

80 7 2,56 32

90 7 2,63 33

100 7 2,36 32

80 8 2,67 33

90 8 2,78 34

100 8 2,48 32

Revisi rancangan SNI Nilam oleh BSN dan Deperindag mengusulkan agar kadar

patchouli alcohol minimum 31%. Dibandingkan dengan hasil percobaan, maka lama

penyulingan nilam dengan alat SBCS-1000 harus lebih dari 7 jam.

Analisis biaya penyulingan minyak nilam menunjukkan bahwa harga jual minyak

nilam minimal yang dapat menguntungkan penyuling/petani nilam yaitu Rp 175.000,-/kg

dengan rendemen minyak paling sedikit 1,8%. bila rendemen minyak mencapai 2,4% harga

jual minimal adalah Rp 150.000,-/kg. Kenyataannya rata-rata petani/penyuling nilam hanya

mampu mencapai rendemen 2,0%. hal itu antara lain dipengaruhi oleh kualitas bahan baku

terna nilam, lama penyulingan dan cara penyulingan yang dipakai.

Identifikasi masalah pengembangan agroindustri minyak atsiri di Garut dan Bandung

Minyak atsiri yang sudah berkembang di Garut yaitu akar wangi. Minyak atsiri yang

potensial untuk dikembangkan adalah nilam. Kendala yang dihadapi petani/pengrajin nilam

yaitu: (1) fluktuasi harga minyak nilam; (2) kesulitan air untuk pendingin (karena musim

kemarau); (3) tanaman rusak/mati akibat penyakit dan kemarau. Petani/pengrajin nilam

mengharapkan adanya bantuan dari instansi terkait berupa bantuan modal kerja, unit

penyulingan yang terbuat dari plat SS, informasi pasar, serta diharapkan ada standar harga

yang sama-sama menguntungkan baik, bagi petani/pengrajin, maupun pedagang dan

eksportir.

Minyak atsiri yang sudah berkembang di Bandung yaitu serai wangi. Minyak nilam

belum dikembangkan. Namun pedagang pengumpul minyak nilam banyak berdomisili di

Bandung, sasaran pengumpulannya adalah Majlengka, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya.

Page 36: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

36

Identifikasi masalah pengembangan agroindustri minyak nilam di Purbalingga

Di lapangan mulai nampak masalah hama/penyakit, terutama penyakit buduk (akibat

virus) dan hama trips. Masalah pascapanen yang menonjol adalah rendemen minyak rata-rata

1,5%, kadar patchouli alcohol 28-33% dan kadar Fe yang tinggi.

Identifikasi masalah pengembangan agroindustri minyak nilam di Bengkulu

Kondisi tanaman di lapangan tidak terawat baik, kurang pupuk, dan ada gejala

terserang hama/penyakit. Di beberapa tempat terlihat tanaman rusak/mati karena pengaruh

kemarau. Penyulingan dilakukan dengan cara dikukus dan uap langsung menggunakan ketel

dari plat besi. Rendemen minyak nilam 1,5-2,5% tergantung mutu dan lama penyulingan.

Penyulingan dilaksanakan selama 10-12 jam dengan bahan bakar kayu bakar.

Identifikasi masalah pengembangan agroindustri minyak nilam di Lampung

Kondisi tanaman nilam kurang terawat baik, kurang pupuk dan ada gejala

hama/penyakit. Sebagian pembeli mempersyaratkan kadar patchouli alcohol di atas 32%

dengan harga yang tidak berbeda dengan yang di bawah 32%. Petani/pengrajin minyak nilam

mengharapkan adanya kerjasama dan koordinasi dengan petani/pengrajin minyak nilam di

Jawa, terutama dalam menghadapi masalah fluktuasi harga minyak nilam.

Rencana kerjasama pengembangan agribisnis minyak nilam

Dalam rangka mensosialisasikan teknologi dan mencari mitra untuk pemasaran

produk minyak nilam, telah dilakukan Gelar Teknologi dan Temu Usaha Minyak Atsiri pada

tanggal 16-17 Desember 2002 di Majalengka. Sebagai tindak lanjut dari Gelar Teknologi dan

Temu Usaha, telah diadakan pertemuan pada tanggal 5 Februari 2003 di Bandung yang

difasilitasi oleh Dinas Perkebunan Jawa Barat, antara Balitpasca, Balittro, BPTP Jawa Barat,

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Majalengka, PT. Bioekstrak Agroindustri dan Kelompok

Tani nilam. Pada pertemuan tersebut telah dilahirkan beberapa kesepakatan antara lain:

a. Unit instalasi penyulingan minyak atsiri yang telah dibangun oleh Balitpasca di desa

Cikondang, Kab. Majalengka akan dijadikan sebagai model pengembangan sstem

agribisnis minyak nilam.

b. PT. Bioekstrak Agroindustri bersedia menjadi mitra sebagai penjamin pasar minyak

nilam produksi unit instalasi penyulingan binaan Balitpasca, dengan harga di atas

pasar lokal.

Page 37: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

37

c. Pemerintah Daerah khususnya Kab. Majalengka, akan mendorong dan memfasilitasi

pengembangan tanaman nilam maupun mengkondisikan iklim usaha agribisnis

minyak nilam yang sehat.

d. Balitpasca akan berperan dalam pembinaan teknologi, sehingga pengoperasian unit

instalasi penyulingan sesuai standar prosedur penyulingan dan kualitas minyak dapat

dijamin.

Penyiapan dan penataan kelembagaan unit usaha

Rancangan bentuk kelembagaan unit usaha tani nilam disusun berdasarkan skala

usaha tani, kondisi sosial ekonomi petani/kelompok tani dan dengan melibatkan unsur-unsur

terkait. Unsur-unsur kelembagaan yang telah ada yaitu kelompok tani nilam mekar, unit

pengolahan, pemerintahan Desa Cikondang, pembina teknis serta kelembagaan pemasaran.

Kelompok tani memasok bahan baku ke unit usaha pengolahan yang dimiliki oleh

Balitpasca, kelompok tani dan Pemerintah desa. Unit usaha pengolahan dibina oleh

Balitpasca, Balittro, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan

Pemerintah Desa. Minyak nilam yang dihasilkan akan dipasarkan ke koperasi dan pihak

swasta.

Penerapan Sistem Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu pada dasarnya dibangun oleh 5 pilar utama, yaitu pasar,

sumber daya manusia, sistem atau prosedur, aspek produksi dan infrastruktur. Upaya

penerapan sistem manajemen mutu yang dilaksanakan pada penelitian ini sampai dengan

Desember 2003 antara lain penerapan prosedur cara panen dan penanganan pascapanen

yang tepat.

Penggunaan ketel penyuling yang efisien dan terbuat dari stainless steel merupakan

salah satu syarat agar rendemen dan mutu yang dihasilkan dapat memenuhi SNI No. 06-

2385-1998. Untuk penyulingan nilam usaha skala kecil menengah (luas areal tanaman nilam

15-25 ha) dianjurkan menggunakan penyulingan secara dikukus (metode uap dan air).

Fasilitas di Desa Cikondang telah tersedia 2 unit. Salah satunya adalah alat penyuling

SBCS-1000 yang mempunyai volume ketel 1000 liter serta dilengkapi dengan fasilitas

pengembangan dan sarana pendukung lainnya. Selain itu pada tahun 2002 telah dibuat alat

penyuling minyak atsiri dengan cara uap langsung kapasitas 1000 liter yang diberi nama SD-

1000.

Page 38: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

38

Analisis Sosial Ekonomi Petani Nilam

Dari hasil analisis ekonomi diperoleh angka pendapatan bersih dengan tingkat bunga

50% dan harga jual minyak nilam Rp 150.000,-/kg adalah Rp 65.000.000,-. Usaha tani dan

penyulingan nilam di Desa Cikondang, Kec. Cingambul secara sosial disambut baik oleh

petani dan tokoh masyarakat setempat.

Diseminasi Hasil Penelitian

Diseminasi hasil penelitian akan diadakan pada Februari-Maret 2004. Bentuk acara

diseminasi tersebut antara lain temu usaha antara petani dan pengusaha, kunjungan lapang ke

lokasi pembibitan dan penyulingan minyak nilam di Cikondang, serta penandatanganan MoU

antara pihak-pihak yang terkait seperti kelompok tani dengan mitra swasta, atau Koperasi

Tani Nilam dengan Kantor Menristek, atau Balitpasca dengan kelompok tani dan Kantor

Menristek, atau Balittro dengan Pemda Kab. Majalengka.

Teknologi Pemanfaatan Limbah Penyulingan Minyak Nilam

Ekstrak limbah nilam dengan konsetrasi 20% masih dapat membunuh serangga S

litura sampai 40% secara semprot serangga, sedangkan terhadap O purnacalis dapat

membunuh sampai 40% dengan cara semprot pakan. Limbah penyulingan nilam serta

ekstrak limbahnya masih mengandung senyawa alkaloid, saponin, glikosida dan flavonoid.

Alkaloida piperin yang terdapat dalam lada dapat berfungsi sebagai antibakteri dan pestisida.

Senyawa lain yang berguna sebagai pestisida antara lain tanin dan triterpenoid. Saponin dan

flavonoid dapat digunakan selain sebagai antibakteri juga sebagai antikanker.

Kegiatan tahun 2003 dikonsentrasikan kepada pembuatan produk lilin dan dupa dari

limbah penyulingan minyak nilam dalam skala laboratorium. Dari hasil kegiatan tahun 2002,

ekstrak limbah nilam mempunyai kemampuan membunuh serangga pertanian sampai 40%.

Hal ini berarti untuk meningkatkan daya bunuh limbah tersebut harus ditambahkan bahan

aktif kedua. Pemilihan bahan aktif kedua tersebut yaitu minyak serai wangi atau minyak

cengkeh.

Pembuatan Lilin Blanko

Berdasarkan sifat-sifat dari lilin blanko yang telah dibuat, lilin yang terbaik akan

digunakan sebagai basis lilin pada pembuatan lilin aromatik. Lilin dengan campuran bahan

parafin, stearin dan cera alba dengan perbandingan 6:1:3 adalah lilin yang terpilih sebagai

Page 39: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

39

basis lilin. Karakteristik dari lilin tersebut cukup baik, yaitu sumbu, fisik lilin, dan uji nyalanya

cukup stabil selama pembakaran.

Pembuatan Lilin Aromatik

Dari pengamatan terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan aktif maka kondisi

saat lilin menyala kurang baik, sumbu lilin cepat habis dan nyala tersebar ke semua

permukaan lilin. Demikian juga dengan aromanya, semakin tinggi konsentrasi bahan aktif

aroma minyak atsiri saat menyala sangat menyengat terutama yang menggunakan sereh

wangi.

Pembuatan Dupa/Obat Nyamuk Bakar

Penelitian pembuatan dupa/obat nyamuk bakar terdiri atas percobaan pendahuluan

dan percobaan utama. Dalam percobaan pendahuluan produk pewangi ruangan bentuk

dupa/obat nyamuk bakar meliputi:

a. Penentuan jumlah penambahan air, gom, dan bahan aktif. Setelah dilakukan trial and error,

diperoleh hasil sebagai berikut: (1) penambahan air 120 ml; (2) penambahan gom 19.5 g

setelah produk jadi dan dapat terbakar secara kontinyu; (3) penambahan bahan aktif

minimal 4 g, dan maksimal 12 g, yang ditentukan berdasarkan hasil adonan yang baik.

b. Uji daya bakar bahan pengisi. Bahan pengisi yang memiliki daya bakar paling lama adalah

tepung batok, dan daya bakar paling singkat adalah tepung akar wangi.

Percobaan utama pembuatan produk pewangi ruangan bentuk dupa/obat nyamuk bakar

meliputi pengamatan karakteristik produk dan uji efektifitas.

Gambar 3.4. Model pilot penyulingan minyak atsiri dan minyak nilam hasil penyulingan

3.9

PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI TERPADU BERBASIS PENGOLAHAN KULIT-BULU DAN DAGING KELINCI EKSOTIS

Kelinci mempunyai karakteristik daging dan kulit bulu serta bulu yang bernilai tinggi.

Olahan daging kelinci berupa sosis dapat meningkatkan nilai jual hampir Rp. 50.000,-,

Page 40: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

40

padahal harga daging mentahnya hanya Rp 20.000,- - Rp. 25.000,- per kilogram. Melihat

peluang usaha yang besar dari produk olahan komoditas kelinci, maka telah dilakukan

penelitian pengembangan model agroindustri terpadu berbasis pengolahan kulit-bulu dan

daging kelinci eksotik yang sasaran akhirnya membentuk model agroindustri kemitraan.

Hasil identifikasi lokasi di beberapa daerah dengan memperhatikan potensi dan

karakteristik wilayah untuk pengembangan pengolahan daging dan kulit-bulu kelinci maka

ditetapkan lokasi penelitian di Desa Kepakisan-Dieng, Kabupaten Banjarnegara dan

Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Pertimbangan penentuan kedua kabupaten tersebut

selain adanya perusahaan yang dapat dijadikan mitra kerjasama, juga adanya kelompok tani

yang diharapkan dapat membantu pengembangan model agroindustri ini. Kehadiran breeding

centre yang dikelola PT Dirra Farm (Dieng Rex Rabbit Farm) yang berlokasi di desa

Kepakisan Kabupaten Banjarnegara, memungkinkan dikembangkannya model inti-plasma di

lokasi tersebut. Sementara di Kabupaten Wonosobo, adanya PT Lembu Aji Perkasa

memungkinkan dijalinnya kerjasama untuk pengembangan agroindustri kelinci. Kelompok

Tani yang terdapat pada kedua lokasi terpilih yaitu Kelompok Tani Toto Raharjo di desa

Kepakisan Kab. Banjarnegara dan Kelompok Tani di desa Kejajar Kab. Wonosobo.

Penelitian ini mencakup kegiatan introduksi model teknologi pengolahan daging kelinci

(sosis, nugget, kornet, bakso, dendeng, dan abon) dan teknologi penyamakan kulit bulu.

A. Introduksi model teknologi pengolahan daging kelinci menjadi berbagai produk

olahan

Kegiatan sosialisasi dan pelatihan teknologi pengolahan produk kelinci merupakan

tahap pertama. Kegiatan introduksi dilakukan dengan kooperator, swasta dan Dinas

Peternakan/Perikanan Kab. Wonosobo serta Sub Dinas Peternakan Kab. Banjarnegara.

Materi pelatihan yang diberikan meliputi pengolahan daging kelinci menjadi sosis, bakso,

nugget, dan burger. Peralatan yang diintroduksi untuk pengolahan daging adalah food processor

dan stuffer sosis serta alat-alat pendukung lainnya seperti kompor gas, panci pengukus, dan

pressure cooker. Modul pengolahan daging dan pengolahan kulit-bulu kelinci yang dibuat berisi

prosedur pembuatan produk-produk daging dan penyamakan kulit, dan dibagikan kepada

peserta.

Produk pengolahan daging (sosis, nugget, kornet, bakso, dendeng, dan abon) yang

dihasilkan selama 2 hari berturut-turut ternyata habis dikonsumsi oleh seluruh peserta dan

Page 41: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

41

tak terkendala dengan preferensi daging, sehingga para peserta pengolahan daging memiliki

keyakinan untuk mencoba menjual sendiri produknya.

B. Introduksi model teknologi penyamakan kulit/kulit-bulu kelinci

Introduksi teknologi penyamakan kulit/kulit-bulu kelinci dilakukan bersamaan

dengan introduksi pengolahan daging. Untuk memperlancar introduksi teknologi ini maka

pihak PT Dirra sebagai breeding centre telah siap untuk menggunakan teknologi yang

dikembangkan. Produksi kelinci potong PT Dirra masih relatif kecil yaitu sekitar 30-50 ekor

per bulan. PT Dirra bersedia memberikan imbalan jasa penyamakan kulit sebesar Rp. 6.500

per lembar kulit bulu (> 1 ft persegi/lembar), dengan ketentuan teknologi dan bahan kimia

disediakan Balitpasca. Nilai ini Rp. 1.500 lebih besar dari biaya penyamakan di Balai Kulit,

Karet dan Plastik Yogyakarta. PT Dirra telah mulai melakukan penyamakan dengan

menggunakan teknologi dan bahan kimia yang disediakan Balitpasca. Terhitung selama tahun

2003, pihak PT Dirra telah melakukan penyamakan sebanyak 285 lembar, dengan kontribusi

ke Balitpascca sebesar Rp. 1.852.500.

Untuk pengolahan penyamakan kulit bulu kelinci, dilakukan kerjasama penelitian

dengan Balai Penelitian Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta dengan tujuan meningkatkan

mutu kulit samak dan pengolahan limbah kulit secara sederhana.

C. Pengembangan Teknologi

Selain berbagai kegiatan pengembangan, juga dilakukan penelitian Laboratorium,

yang merupakan lanjutan dari kegiatan TA. 2002. Penelitian yang dilakukan adalah

pengolahan daging menjadi sosis, karage, nugget, dan kornet, dengan variabel perlakuan

adalah tingkat dan jenis bahan pengisi (kentang, maizena atau tapioka) dan bahan pengikat

ISP (isolate soybean protein dan susu skim).

a. Sosis

Kadar susu skim atau isolat protein yang digunakan 4,4%, sedangkan tepung tapioka,

maizena ataupun tepung kentang digunakan sebanyak 3,36%. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penggunaan ISP maupun skim sebagai bahan pengisi dan tapioka, maizena ataupun

tepung kentang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali pada tepung kentang pada

parameter stabilitas emulsi, daya ikat air, kekerasan dan intensitas warna merah. Penggunaan

ISP meningkatkan biaya produksi yang cukup tinggi dan lebih sukar diperoleh terutama

Page 42: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

42

untuk pengolahan skala rumah tangga, sehingga disarankan untuk menggunakan susu skim.

Kadar lemak yang cukup tinggi berasal dari suplemen omega-3 dan omega-6 sebanyak 9,5%,

dengan asumsi konsumsi 100 g sosis per hari cukup untuk memenuhi kebutuhan harian

kedua senyawa ini.

b. Nugget

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung tapioka dianggap yang

paling memungkinkan untuk diolah pada skala kecil, selain biaya produksi yang lebih rendah,

rasa dan tekstur secara organoleptik lebih disukai. Kadar bahan kimia pada umumnya tidak

jauh berbeda. Seperti pada sosis, kadar lemak tinggi berasal dari suplemen omega-3 dan

omega-6, sedangkan tambahan lainnya berasal dari minyak yang digunakan saat menggoreng

produk.

c. Kornet

Penelitian pengolahan kornet dilakukan dengan menguji peubah bahan pengisi (aren

dan tapioka) dalam kombinasinya dengan campuran bahan pengisi (skim dan isolate soybean

protein). Kandungan campuran bahan pengisi umumnya berkisar antara 10-15% dalam

produk olahan. Dalam penelitian ini digunakan kombinasi skim: ISP = 1:3 dan 3:1. Dari hasil

analisis kimia, analisis fisik dan rendemen produk, tidak terdapat perbedaan yang nyata,

kecuali tepung aren dalam kombinasi dengan skim konsentrasi rendah, memberikan nilai

kekerasan yang lebih rendah dari perlakuan lainnya.

D. Model agroindustri

Model agroindustri merupakan tujuan akhir dari penelitian ini, karena diharapkan

dengan pengujian model, adopsi teknologi dapat terlaksana. Dari beberapa daerah yang

menjadi sasaran, hanya Banjarnegara dan Wonosobo yang saat ini menunjukkan potensi

terciptanya agroindustri. Model agroindustri yang ditawarkan untuk lokasi Banjarnegara dan

Dieng adalah model inti plasma. Inti berfungsi sebagai penyedia dan/atau pemasar bahan

baku bagi anggotanya. Diharapkan pada akhirnya anggota itu sendiri dapat belajar untuk

memasarkan produknya tanpa bergantung pada intinya, sehingga nilai tambah tetap dapat

diperoleh oleh pengolah. Inti dapat berupa perusahaan (dalam hal ini PT Dirra), atau

Kelompok maupun Koperasi.

Page 43: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

43

Gambar 3.6: Diversifikasi produk olahan daging kelinci

Dari 15 kg daging, dengan nilai Rp. 450.000 dan biaya tenaga produksi (Rp. 75.000)

serta bumbu dan campuran pelengkap (Rp. 75.000) diperoleh hasil Rp. 1.125.000, sehingga

margin keuntungan adalah Rp. 525.000. Dari keuntungan ini, Balitpasca memperoleh 20%

senilai Rp. 105.000 yang disetor sebagai sisa hasil usaha.

Model agroindustri kulit, belum dapat berjalan seperti yang diharapkan karena

ketersediaan bahan baku yang terbatas. Namun demikian, beberapa peternak yang

memperoleh pelatihan, telah dapat melakukan pengolahan sendiri.

Model agroindustri daging di Banjarnegara dan Wonosobo, dibentuk dalam bentuk

kelompok, dengan harapan masing-masing anggota kelompok pada akhirnya dapat berdiri

sendiri dan/atau dapat dibantu kelompoknya, terutama dalam pengadaan bahan baku dan

pemasaran. Nengingat ketersediaan modal dan bahan baku yang sangat terbatas, maka usaha

pemanfaatan teknologi secara individual belum dapat dilakukan. Produk olahan yang sudah

dipasarkan adalah bakso. Sebagai bantuan awal untuk pengolahan dan pemasaran produk

daging kelinci, kooperator memperoleh 15 kg daging dari kegiatan penelitian ini. Keuntungan

Gambar 3.5. Produk kulit bulu kelinci eksotik, (A) hasil olahan tradisional, (B) hasil

penelitian

A B

Page 44: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

44

yang diperoleh dibagi sesuai perjanjian yaitu 70% untuk pengolah, 20% untuk Balitpasca, dan

10% untuk Dinas.

3.11. TEKNOLOGI PENGOLAHAN MENTE

Pengolahan kacang mete di tingkat petani selama ini menghasilkan rendemen kacang

sebesar 25% dengan kadar kacang belah yang sangat tinggi (± 40%), sementara kacang

utuhnya relatif rendah (60%). Pengembangan teknologi pengolahan mete melalui proses

pengukusan dan introduksi alat bantu pengupas tipe MM-99, mampu meningkatkan

presentasi kacang utuh hingga 90%. Melalui teknologi ini, petani mete dapat memperoleh

nilai tambah sebesar Rp 687,5 untuk setiap kilogram gelondong mente yang diolah lebih

besar. Pendapatan yang diperoleh dari penerapan teknologi mi sebesar Rp 3.237,50/kg,

dibandingkan yang diperoleh petani dengan teknologi yang selama ini dikuasainya.

Minyak kulit biji mete (CNSL) merupakan produk samping dari pengolahan kacang

mente, yang mengandung senyawa fenolik. Pemisahan kardanol dari CNSL dapat dilakukan

melalui tahapan proses: (1) dekarboksilasi CNSL untuk mengkonversi asam anakardat di

dalam CNSL menjadi kardanol, dan (2) pemisahan kardanol dari CNSL dengan distilasi

vakum. Dekarboksilasi dapat dilakukan dengan pemanasan. Kondisi optimum dicapai

dengan pemanasan 140oC selama 1 jam. Kardanol dipisahkan dari CNSL dengan distilasi

vakum (4-8 mmHg) pada suhu tinggi. Temperatur optimum dicapai pada suhu distilasi 280oC

dengan rendemen destilat (kardamal) 74%. Karakteristik destilat CNSL yang diperoleh sesuai

dengan karakteristik kardanol. Kardanol merupakan senyawa fenolik sehingga dapat dipakai

untuk mensubtitusi fenol dalam berbagai produk industri seperti cat, vernis, coating, dan

perekat kayu lapis.

3.12.

PENELITIAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN MUTU AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KEDELAI

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keragaan teknis dan manajemen

agroindustri pengolahan kedelai. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan jaminan mutu

produk olahan kedelai (tahu). Perbaikan ini penting, mengingat melalui pendekatan

agroindustri skala kecil-menengah tersebut diharapkan dapat diperoleh selling point tersendiri

yang mungkin dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing dan memenangkan pasar.

Secara makro, penerapan sistem mutu pada agroindustri ini juga dapat dipakai sebagai bukti

Page 45: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

45

atau acuan dalam penetapan kebijakan yang terkait dengan kemungkinan masuknya produk

serupa (khususnya tahu) dari negara lain, seiring dengan perkembangan pasar global.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem manajemen mutu pada

industri tahu UD Cinta Sari di DI Yogyakarta mampu memberikan jaminan terhadap

konsistensi mutu tahu. Dengan memperhatikan kualitas bahan baku (kedelai), kadar protein

tahu meningkat menjadi 19,21% dibandingkan sebelum diterapkan sistem manajemen mutu

(17,13%). Penataan peralatan dan alur proses memberikan efektifitas dan efisiensi selama

proses produksi. Efisiensi lahan yang dicapai sebesar 17,06% dan penghematan waktu

mencapai 20% ( 1,5 jam) dalam satu batch produksi (32 kg). Penerapan sistem manajemen

mutu meningkatkan B/C rasio dari 1,063 menjadi 1,37.

3.13. LITKAJI PENGEMBANGAN MODEL PENGOLAHAN PADI

Penelitian Litkaji Pengembangan Model Pengolahan Padi dilaksanakan di Kabupaten

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat sebagai lokasi pengkajian kegiatan PFI3. Tujuannya

adalah meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan mutu gabah dan beras. Sebagai

tahap pertama penelitian, telah dilakukan survai identifikasi lokasi, penerapan teknologi

pascapanen, dan keadaan mutu gabah dan beras yang dihasilkan oleh petani maupun

penggilingan padi. Survey dilakukan semi terstruktur dengan pendekatan PRA. Dari 20

responden diperoleh kesimpulan petani belum menerapkan teknologi pascapanen dengan

benar, sehingga mutunya rendah. Kandungan hampa dan kotoran di atas 5%, beras pecah

lebih 30%, menir > 5%. Penggilingan padi umumnya menerapkan satu pass (80%), sehingga

derajat sosohnya hanya mencapai 80-85% dengan rendemen giling 60-62%. Tataniaga beras

belum lancar, sehingga nilai tawar gabah petani sangat rendah. Pendapatan petani berpeluang

ditingkatkan melalui perbaikan mutu hasil panen padinya, dalam suatu kelembagaan.

3.14. PENELITIAN PRODUKSI SAYURAN INSTAN MELALUI TEKNOLOGI FAR INFRARED (FIR)

Komoditas sayuran merupakan produk yang mudah rusak. Kerusakan yang terjadi

diantaranya disebabkan oleh mikroba akibat kontaminasi yang terjadi selama proses

pengolahan atau penanganan pascapanen. Untuk itu diperlukan suatu teknologi yang dapat

mengatasi masalah yang terjadi, sehingga dapat menekan kerusakan dan aman untuk

dikonsumsi.

Page 46: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

46

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi status teknologi pengeringan

sayuran yang sudah ada dan mengembangkan teknologi far infra red (FIR) untuk

meningkatkan nilai tambah komoditas sayuran melalui produk sayuran instan berkualitas.

Keluaran dari penelitian ini adalah model teknologi FIR untuk menghasilkan sayuran kering

wortel, seledri, bayam, daun bawang, dan jamur.

Sasaran penelitian ini adalah tercapainya percepatan penerapan dan pengembangan

teknologi FIR untuk produksi sayuran instan sebagai salah satu proses dalam pengembangan

agroindustri yang memiliki nilai tambah dan nilai komersial. Hasil yang telah dicapai adalah

model teknologi FIR, informasi status teknologi sayuran kering, karakteristik fisiko-kimia

sayuran segar dan sayuran kering melalui teknologi FIR pada skala laboratorium.

Tabel 3.11: Kondisi kadar air dan waktu proses pengeringan pada jarak sumber radiasi FIR 18 cm

No. Sayuran Kadar air, (%)

Waktu, (menit) Awal Akhir

1. 2. 3. 4. 5.

Wortel Bayam Seledri Brokoli Jamur

91,90 87,94 84,08 87,20 89,45

8,53 11,96 16,01 12,71 10,49

21 9 9 15 21

Percobaan terhadap lima jenis sayuran (Tabel 3.11), menunjukkan bahwa pada jarak

sumber radiasi FIR dengan bahan sejauh 18 cm pada suhu 95-110oC, memerlukan waktu

pengeringan beragam dengan kisaran 9-21 menit. Kandungan vitamin C pada sayuran kering

yang dihasilkan melalui teknologi FIR ditunjukkan pada Tabel 3.12. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa secara signifikan sayuran instan yang diproses menggunakan teknologi

FIR menghasilkan kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan produk kering hasil

sinar matahari. Sedangkan kandungan vitamin A sayuran instan menggunakan teknologi FIR

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk kering hasil sinar matahari.

Tabel 3.12 : Kandungan vitamin C pada sayuran kering

No. Jenis Sayur Vitamin C, (mg)

FIR Sinar Matahari 1. 2. 3. 4. 5.

Wortel Bayam Seledri Brokoli Jamur

3,443 6,593329

7,711 6,829 6,809

4,003 5,784 6,965 5,777 7,549

Page 47: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

47

Tabel 3.13: Kandungan vitamin A pada sayuran kering

No. Jenis Analisis Vitamin A, (ppm)

FIR Sinar Matahari

1.

Retinol I II III

Rata-rata

95,957 102,17 99,411 99,17

69,414 68,112 69,112 68,879

2.

Beta karoten I II III

Rata-rata

96,415 97,503 89,911 94,609

49,447 49,754 49,903 49,701

114,97 77,16

3.15. TEKNOLOGI ISOLASI EUGENOL DAN SINTESIS ISO-EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH SKALA KECIL

Sebagian besar minyak daun cengkeh Indonesia diekspor dan dikenal di pasar dunia

sebagai Indonesian clove-leaf oil, sebagian kecil diolah menjadi eugenol. Minyak daun

cengkeh Indonesia diolah menjadi beberapa produk isolat dan derivatnya seperti eugenol,

eugenol asetat, isoeugenol, vanilin, dan etil vanilin yang mempunyai harga jual lebih tinggi

dan banyak digunakan dalam industri flavor makanan, minuman, dan industri farmasi.

Eugenol sebagai komponen terbesar dari minyak daun cengkeh dapat diisolasi dengan

metode fisik dan kimia. Isolasi secara kimia relatif lebih mudah dan murah karena tidak

memerlukan peralatan yang mahal seperti halnya isolasi secara fisik, sehingga dapat

diusahakan oleh industri kecil menengah.

Hasil penelitian isolasi iso-eugenol dari minyak daun cengkeh dihasilkan produk iso-

eugenol kasar berupa cairan berwarna gelap dan mempunyai aroma harum seperti bunga

cengkeh. Suhu dan waktu reaksi isomerisasi berpengaruh nyata terhadap rendemen dan sifat

fisiko-kimia iso-eugenol kasar yang dihasilkan. Senyawa alkaloid, saponin, dan glikosida

terdapat pada bonggol, batang dan daun, sedangkan ampas penyulingan mengandung

saponin.

Isolasi eugenol pada skala laboratorium menghasilkan rendemen eugenol 67,8-68,3%

dengan tingkat kemurnian 99,3-99,5%, bobot jenis 1,0919-1,1670, warna kuning kecoklatan.

Uji proses isolasi eugenol pada skala proses 20 liter dengan peralatan hasil rancang bangun

menghasilkan rendemen eugenol 66,9-67,6% dengan kemurnian 93,2-98,5%. Biaya pokok

isolasi eugenol pada skala proses 20 liter adalah Rp. 91.726,2/liter dan harga minimal agar

proses tersebut masih menguntungkan adalah Rp. 98.846,-/liter sedangkan titik impas

Page 48: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

48

produksinya 170,3 liter/tahun dengan asumsi harga eugenol Rp. 90.000,-/liter dan harga

minyak cengkeh Rp. 50.000,-/liter. Dalam kondisi pasar saat ini dimana harga eugenol lebih

rendah, usaha produksi pada skala 20 liter belum menguntungkan. Pada proses sintesis iso-

eugenol, perlakuan dengan KOH 60%, lama pemanasan 120 menit pada suhu 190oC

menghasilkan rendemen 99,8% dengan tingkat kemurnian 45,95%. Perlakuan dengan NaOH

30% menghasilkan rendemen 75,42% tapi dengan tingkat kemurnian 51,32%. Karakteristik

mutu eugenol dan iso-eugenol umumnya sudah memenuhi syarat, kecuali warnanya yang

masih gelap kuning kecoklatan.

A. Isolasi Eugenol

Percobaan verifikasi pendahuluan metode isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh

berdasarkan metode yang dikembangkan sebelumnya, telah dilaksanakan pada skala proses 2

liter bahan baku minyak daun cengkeh dengan menggunakan peralatan gelas di laboratorium.

Rendemen, sifat fisiko-kimia dan kemurnian eugenol hasil isolasi dari minyak daun cengkeh

disajikan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14: Sifat fisiko-kimia eugenol hasil isolasi dari minyak daun cengkeh

Ulangan Rendemen

eugenol, (%)

Kemurnian eugenol,

(%)

Bobot jenis

(25oC)

Indeks bias (25oC)

Kelarutan dalam

alkohol Warna

1 2 3

68,0 67,8 68,3

99,3 99,5 99,4

1,067 1,067 1,069

1,5377 1,5374 1,5379

Larut 1:1 Larut 1:1 Larut 1:1

Kuning coklat Kuning coklat Kuning coklat

Hasil percobaan pendahuluan isolasi eugenol menunjukkan bahwa rendemen

eugenol dan persentase kandungan eugenol dalam larutan eugenol hasil isolasi (yang

menunjukkan tingkat kemurnian eugenol) dan karakteristik sifat fisiknya telah memenuhi

persyaratan standar perdagangan yang berlaku (Standar EOA, 1970). Walaupun demikian,

warna larutan eugenol hasil isolasi masih agak gelap (kuning kecoklatan) yang mungkin

disebabkan karena warna minyak daun cengkeh sebagai bahan bakunya juga kuning

kecoklatan (agak gelap). Warna gelap tersebut juga disebabkan larutan NaOH teknis yang

digunakan dalam reaksi saponifikasi masih mengandung ion besi (Fe3+) yang akan bereaksi

dengan senyawa eugenol membentuk cairan berwarna gelap. Untuk mendapatkan eugenol

yang berwarna kuning muda seperti disyaratkan dalam standar mutu, mungkin perlu

dilakukan destilasi eugenol pada tekanan vakum. Walaupun demikian, larutan eugenol

Page 49: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

49

dengan kondisi warna seperti tersebut di atas, sudah dapat diperdagangkan dengan harga

lebih rendah dibanding eugenol berwarna kuning jernih. Eugenol berwarna kuning jernih

umumnya diproduksi dengan metode fraksinasi yang membutuhkan peralatan lebih mahal.

Metode isolasi eugenol tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam proses scale-up dengan

menggunakan peralatan yang telah dirancang bangun pada skala proses 20 liter.

B. Sintesis iso-eugenol

Percobaan pendahuluan sintesis iso-eugenol pada skala laboratorium dengan

menggunakan bahan baku eugenol hasil proses isolasi dari minyak daun cengkeh telah

dilaksanakan dengan melakukan modifikasi metode Bedoukian (1967) dalam

Laksmanahardja et al., (2002), yaitu dengan menggunakan larutan KOH teknis sebagai basa

pada proses saponifikasi eugenol. Hal ini dilakukan karena penggunaan larutan NaOH teknis

pada penelitian sebelumnya menghasilkan rendemen iso-eugenol yang masih dianggap

rendah yaitu rata-rata 75,42% dengan tingkat kemurnian 51,32%. Dibandingkan dengan

penggunaan NaOH dalam reaksi saponifikasi eugenol sebagai bagian dari reaksi sintesis iso-

eugenol sebagaimana dilakukan pada penelitian sebelumnya, penggunaan KOH ternyata

dapat meningkatkan rendemen iso-eugenol yang dihasilkan.

C. Rancang bangun peralatan proses

Rancang bangun peralatan proses meliputi: (a) satu unit ketel reaksi berpengaduk

mekanik, (b) satu unit ketel pemisah, dan (c) satu unit autoclave bertekanan yang dilengkapi

pengaduk mekanis sebagai ketel reaksi proses isomerisasi eugenol menjadi iso-eugenol. Ketel

reaksi dan ketel pemisah telah selesai dibuat, dengan spesifikasi: (1) bahan kontruksi ketel

besi tahan karat (SS) 2 mm, (2) kapasitas masing-masing ketel 20 liter cairan, (3) pengaduk

ketel digerakkan motor listrik 1 HP dengan sirip pengaduk berbentuk V, (4) kecepatan

putaran pengaduk bersifat tetap yaitu 300 rpm, (5) peralatan untuk proses batch. Ketel reaksi

dan ketel pemisah akan digunakan dan diuji untuk proses isolasi eugenol dari minyak daun

cengkeh. Eugenol yang dihasilkan digunakan sebagai bahan baku untuk proses isolasi iso-

eugenol yang reaksi isomerisasinya dari eugenol menjadi iso-eugenol dilakukan dalam ketel

autoclave bertekanan. Ketel autoclave bertekanan dirancang berkapasitas 20 liter, dapat

dioperasikan sampai tekanan 12 bar, dilengkapi klep pengaman tekanan, jaket pemanas listrik

dengan panel pengontrol suhu dan pengaduk mekanis dengan tenaga motor listrik 1,5 HP.

Page 50: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

50

D. Uji proses isolasi eugenol dan sintesis iso-eugenol

Uji proses isolasi eugenol dilakukan dengan menggunakan peralatan ketel reaksi

(pengaduk) dan ketel pemisah hasil rancang bangun yang masing-masing berkapasitas 20

liter/proses. Hasil uji proses isolasi eugenol menunjukkan bahwa rendemen eugenol yang

dihasilkan masih di bawah kandungan eugenol minyak daun cengkeh sebagai bahan bakunya

yaitu 76,0%. Dengan kisaran rendemen 66,9-67,3%, berarti tingkat recoverynya 88,03-88,5%.

Masih rendahnya tingkat recovery ini, disebabkan masih belum sempurnanya proses

pemisahan cairan sehingga masih terjadi loss (kehilangan cairan eugenol karena masih ikut

dengan cairan non-eugenol pada proses pemisahan). Walaupun demikian tingkat recovery

tersebut masih cukup memadai, walaupun idealnya mendekati 100%.

Ditinjau dari segi mutu, tingkat kemurnian eugenol yang disyaratkan USP (United

States Pharmacopea) adalah minimal 98,0%. Ada dua ulangan percobaan yang menghasilkan

kemurnian eugenol lebih rendah dari 98,0%. Hal ini mungkin disebabkan (1) bahan baku

minyak daun cengkeh tidak homogen, (2) pengadukan yang tidak sempurna karena pada

waktu uji ada penundaan pengerjaan. Karakteristik bobot jenis eugenol yang dihasilkan agak

lebih tinggi dibandingkan standar, walaupun karakteristik indeks biasnya memenuhi standar.

Walaupun warna eugenol yang dihasilkan berwarna agak gelap (kuning coklat) namun warna

seperti ini dapat diterima dalam perdagangan eugenol kasar (crude eugenol), karena pada

proses lanjutannya akan dimurnikan dengan cara destilasi vakum.

3.16. TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA MURNI

2 Penggunaan produk minyak kelapa murni lebih diutamakan untuk kesehatan dan

kosmetika, sedangkan minyak kelapa biasa digunakan untuk minyak goreng. Spesifikasi

produk minyak kelapa murni pada Tabel 3.7 menunjukkan bahwa produk minyak kelapa

murni yang dihasilkan mempunyai kadar air dan asam lemak bebas (FFA) berturut-turut

adalah 0,114% dan 0,010%. Berdasarkan hasil tersebut produk minyak kelapa murni

memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (Rev. 2-1999). Produk minyak kelapa murni

disajikan pada Gambar 3.8.

Kadar asam lemak minyak kelapa murni pada Gambar 3.8., menunjukkan besarnya

kandungan asam laurat (48%) dari minyak kelapa murni yang dihasilkan. Asam laurat

merupakan komponen penting penyusun dari produk minyak kelapa murni. Minyak kelapa

murni memiliki kandungan asam laurat yang sangat tinggi (45-50%), yang membedakannya

Page 51: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

51

dengan minyak kelapa biasa (konvensional). Kondisi proses pengeringan yang digunakan

dalam proses scale-up adalah suhu pengeringan 75oC dan lama pengeringan 45 menit.

Gambar 3.7: Produk minyak kelapa murni

Tabel 3.15: Spesifikasi produk minyak kelapa murni

Karakteristik Kadar

a. Kadar air (%) b. Asam lemak bebas (%) c. Densitas (60oC) d. Bilangan iod e. Bilangan penyabunan

0,114 0,010 0,910

10 251

marat

Gambar 3.8: Kadar asam lemak minyak kelapa murni

48%

21%

10%

6%

11%

1%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

As. Laurat

As. Miristat

As. Palmitat

As. Stearat

As. Oleat

Gugus < C12

Kadar asam lemak, (%)

Asa

m lem

ak

Page 52: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

52

Keunggulan teknologi proses yang dikembangkan waktu proses produksi minyak

lebih singkat ± 3 jam (tradisional 24-26 jam), kebutuhan air relatif sedikit (ekstraksi kering),

dan hemat energi. Teridentifikasi proses pengembangan untuk produk samping yakni

pemanfaatan ampas kelapa dengan mengisolasi senyawa galaktomannan yang dapat

meningkatkan nilai tambah dari produk-produk berbasis kelapa. Dalam ampas kelapa

terdapat galaktomannan 61%, mannan 26%, dan selulosa 13%. Telah terbentuk kerjasama

penelitian dengan pola kemitraan antara Badan Litbang Pertanian dengan Disperindag

Kabupaten Cianjur dan Koperasi Mutiara Baru Cianjur Selatan.

3.17 PENGEMBANGAN MODEL AGROINDUSTRI BERBASIS PENGOLAHAN DAGING DAN BULU ITIK

Itik merupakan komoditas ternak yang memiliki peluang pengembangan, termasuk

sebagai komoditas ekspor, melalui industri pengolahan hasil ternak. Daging itik dapat diolah

menjadi sosis, abon, dan dendeng bermutu tinggi, sedangkan pengolahan yang populer

adalah pengasapan, yang dipengaruhi oleh jenis bahan dan lama pengasapan. Harga itik asap

dapat mencapai antara Rp. 40.000 – 50.000,-. Bulu itik yang bermutu dengan warna putih

(bersih), setelah mengalami proses separasi dengan rendemen down-feather tinggi (> 10%),

diekspor ke Eropa dengan harga Rp. 90.000 – 100.000,- per kg. Kegiatan ini ditujukan untuk

meningkatkan nilai tambah itik melalui agroindustri terpadu berbasis pengolahan daging dan

bulu itik. Peningkatan nilai tambah itik tersebut dilakukan melalui teknologi pengasapan

daging dan teknologi separasi bulu. Hasil identifikasi lokasi di beberapa daerah dengan

memperhatikan potensi pemotongan, pengolahan, dan aktivitas pengolah didaerah lokasi

maka ditetapkan lokasi penelitian dan pengembangan agroindustri berbasis pengolahan

daging dan bulu itik di desa Nglengis – Banyurejo Kec. Tempel Kab. Sleman, DIY.

Page 53: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

53

IV. KEGIATAN KERJASAMA KEMITRAAN

Kegiatan kerjasama kemitraan pada tahun 2003 merupakan kelanjutan dari kegiatan

yang telah dimulai pada tahun 2001 dan 2002, selain kegiatan baru pada tahun 2003.

Kegiatan kerjasama kemitraan tersebut sebagai berikut:

1. Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam

Kegiatan pengembangan agroindustri minyak nilam dengan mitra kerjasama

Pemda Kab. Majalengka, Jawa Barat, yang dalam pelaksanaannya melibatkan (1) Koperasi

Tani Nilam Mekar Mulya, berlokasi di Desa Cikondang, Kec. Cingambul, Kab. Majalengka,

(2) PT Bioekstrak Agroindustry, produsen dan eksportir minyak atsiri berkedudukan di

Jakarta (kantor pusat) dan Desa Cimahi, Kec. Cicantayan, kabupaten Sukabumi (lokasi

pabrik).

Status dan perkembangan kerjasama:

a. Kerangka Acuan Kerjasama Penelitian dan Naskah Kesepakatan Kerjasama

Penelitian antara Balai Penelitian Pascapanen Pertanian dan Pemda Kabupaten

Majalengka (cq. Dinas Kehutanan dan Perkebunan) telah ditandatangani pada tanggal

27 Mei 2003.

b. Telah dilakukan pembuatan bangunan pabrik/unit pengolahan minyak nilam lengkap

dengan 1 unit ketel penyuling kapasitas 1000 liter dan telah dilakukan uji produksi

penyulingan minyak nilam. Telah dilakukan pelatihan/bimbingan kepada tenaga

operator yang merupakan karyawan Koperasi. Selama 2003 telah dilakukan produksi

minyak nilam, dan minyaknya telah dipasarkan selain ke PT Bioekstrak juga ke

pembeli lainnya.

c. Telah dilakukan Gelar Teknologi Agroindustri Minyak Nilam di Majalengka , bekerja

sama dengan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Majalengka, dihadiri

oleh pengusaha, petani, pengrajin minyak nilam, Badan Litbang Pertanian, Pemda

Propinsi Jabar dsb.

Page 54: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

54

2. Pengembangan Model Agroindustri Tepung Kasava Skala Kecil Menengah

Kegiatan pengembangan model agroindustri tepung kasava dengan mitra kerjasama

Kelompok Tani Setia Harapan, Kabupaten lampung Timur, Lampung, Koperasi Bumi

Pertiwi, Lampung dan CV Pacira, Tanggerang.

Status dan Perkembangan:

a. Telah dibuat Kerangka Acuan dan Naskah Kerjasama yang disepakati bersama.

b. Telah dibuat unit pengolahan tepung kasava dengan bangunannya.

c. Telah dilaksanakan proses produksi pengolahan tepung kasava.

d. Telah dilakukan proses pembelian tepung kasava oleh mitra( CV. Pacira ).

e. Kerjasama berlanjut pada tahun 2004

3. Teknologi Ekstraksi Minyak Bunga Melati

Kegiatan penelitian teknologi ekstraksi minyak bunga melati dengan mitra kerjasama:

PT. Rezki Fortuna Andama, produsen dan pedagang minyak atsiri di Yogyakarta.

Status dan Perkembangan:

a. Telah dilakukan penjajagan kerjasama dan pembuatan peralatan ekstraksi serta uji

produksi di Jakarta.

b. Peralatan akan segera dipasang di Yogyakarta dilanjutkan dengan uji produksi.

c. Pemasaran produk akan dilakukan oleh PT Rezki Fortuna Andama.

d. Kegiatan dilanjutkan pada tahun 2004.

4. Teknologi Pengolahan Puree Mangga

Kegiatan penelitian teknologi pengolahan puree mangga dengan mitra kerjasama

Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon dan CV Promindo Utama, Cirebon.

Status dan Perkembangan:

a. Pada tahun 2003 telah dimulai penjajagan kerjasama , pembuatan unit pengolahan

dan bangunan pabrik serta uji produksi.

b. Kegiatan kerjasama ini mendapat bantuan dana “start-up capital” dalam program

Technopreneurship dari Kementerian Ristek dan Teknologi.

c. Kegiatan dilanjutkan pada tahun 2004.

Page 55: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

55

5. Teknologi Agroindustri Padi Terpadu

Kegiatan penelitian teknologi agroindustri padi terpadu dengan mitra kerjasama

Pemda Kabupaten Subang dan Karawang, Jabar, Perusahaan Penggilingan Padi Intisari

Karawang & Gapoktan, Subang

Status dan Perkembangan:

a. Kerangka Acuan dan Naskah Kerjasama Pengembangan Agroindustri Padi Melalui

Penerapan Sistem Manajemen Mutu telah ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2003

dengan Pemda Kabupaten Subang.

b. Kerangka Acuan dan Naskah Kerjasama Penerapan Teknologi Sistem Agroindustri

Terpadu telah ditandatangani dengan Perusahaan Penggilingan Padi Intisari,

Karawang pada tanggal 22 Oktober 2002 dan kegiatannya dilanjutkan pada tahun

2003.

c. Kegiatan telah berjalan dalam bentuk penyediaan dan supervisi teknologi serta

produksi beras melalui penerapan sistem manajemen mutu untuk menghasilkan beras

bermutu yang dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani.

d. Kegiatan dilanjutkan pada tahun 2004.

6. Teknologi Pengolahan Kulit Bulu dan Daging Kelinci Eksotis.

Kegiatan penelitian teknologi pengolahan kulit bulu daging kelinci eksotis dengan

mitra kerjasama PT Dieng Rex Rabbit Farm, Wonosobo dan Pemda Kabupaten Wonosobo.

Status dan Perkembangan:

a. Kerangka Acuan dan Naskah Kerjasama dengan Kel. Tani Toto Raharjo, Dieng,

Wonosobo telah ditandatangani tanggal 1 april 2003, diketahui oleh Dinas Pertanian,

Peternakan & Perikanan Kabupaten. Wonosobo.

b. Uji produksi telah dilakukan di lokasi dan telah dilakukan uji pemasaran. Kendala

utama adalah bahan baku kelinci belum mencukupi, masih sangat terbatas sehingga

diperlukan unit peternakan kelinci yang dapat memasok bahan baku.

c. Diperlukan pengembangan kelembagaan yang terintegrasi mulai dari pasokan bahan

baku sampai pemasaran.

d. Kegiatan akan dilanjutkan dan disempurnakan pada 2004.

Page 56: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

56

7. Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa Murni Secara Terpadu

Kegiatan penelitian teknologi pengolahan minyak kelapa murni dengan mitra

kerjasama Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur dan Koperasi Mutiara Baru,

Agrabinta, Kabupaten Cianjur.

Status dan Perkembangan:

a. Kerangka Acuan dan Naskah Kerjasama telah ditandatangani pada tanggal 23

Oktober 2003

b. Kerjasama bertujuan mengembangkan teknologi pengolahan minyak kelapa murni,

pembinaan kemitraan dan penyediaan sarana dan prasarananya.

c. Peralatan proses telah dibuat dan diuji coba, menunggu pemasangan dan uji coba

produksi di Agrabinta, kabupaten Cianjur.

d. Kegiatan akan dilanjutkan pada tahun 2004.

8. Teknologi Pengawetan Bunga Kering

Kegiatan penelitian pengawetan bunga kering dengan mitra kerjasama PT. Florina,

Jakarta.

Status dan Perkembangan:

a. PT Florina sebagai mitra telah berminat membeli formula pengawetan bunga kering.

b. Kesepakatan selanjutnya akan dirundingkan pada tahun 2004 termasuk kelanjutan

kerjasamanya.

Page 57: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

57

V. KEGIATAN ESKPOSE BALAI PENELITIAN PASCAPANEN

Badan Litbang Pertanian mempunyai peranan yang penting dan strategis untuk

menghasilkan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas

secara berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat dalam upaya mendukung dan

mengembangkan ketahanan pangan dan agribisnis. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut,

penyampaian informasi dan teknologi hasil pertanian kepada para pengguna dalam bentuk

promosi teknologi dan hasil penelitian merupakan tugas pokok dari Badan Litbang

Pertanian

Melalui kegiatan promosi hasil penelitian dan penyebarluasan informasi berupa

ekspose, diharapkan teknologi dan hasil penelitian yang telah dihasilkan oleh masing-masing

unit kerja termasuk Balitpasca dapat sampai dan diadopsi oleh masyarakat pengguna serta

pada gilirannya dapat meningkatkan citra Balitpasca sebagai penghasil teknologi di bidang

pascapanen pertanian.

Keragaan promosi dan diseminasi serta komunikasi hasil penelitian dengan

memberdayakan open show room berfungsi sebagai sarana membangun citra Balitpasca dan

sebagai media promosi hasil penelitian menuju komersialisasi hasil penelitian. Keragaan

promosi dan diseminasi yang bersifat eksternal diawali dengan perkenalan organisasi dan

Tupoksi Balitpasca, kemudian ditindaklanjuti dengan promosi hasil-hasil kegiatan baik dari

aspek penelitian, pengembangan maupun penerapan dan pembinaan dalam rangka adopsi

teknologi dan menjaring mitra kerja.

Beberapa kegiatan diseminasi dan komunikasi hasil penelitian yang berupa ekspose,

gelar teknologi maupun seminar telah dilakukan oleh Balitpasca. Berdasarkan jaring kegiatan

ekspose dapat dipilah menjadi dua jenis kegiatan yaitu : a) Ekspose yang dikoordinir oleh

Sekretariat Badan Litbang serta b) Ekspose diluar agenda Sekretariat Badan Litbang.

I. Ekspose Koordinasi Sekretariat Badan Litbang

Pelaksanaan kegiatan promosi di Badan Litbang Pertanian dilaksanakan melalui

beberapa kegiatan diantaranya pameran atau ekspose. Kegiatan ini melibatkan semua unit

kerja lingkup Badan Litbang Pertanian dengan koordinasi Sekretariat Badan Litbang dalam

hal ini Bagian Kerjasama, Iptek dan Humas.

Page 58: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

58

Tabel 3.18. : Kegiatan Diseminasi dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Balitpasca melalui Koordinasi Sekretariat Badan Litbang

No Topik/Penyelenggara Waktu Tempat

1. Sewindu BPTP Jawa Timur, BPTP Jawa Timur 4-6 Juni 2003 Malang, Jawa Timur

2. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian di Soropadan, Ungaran, Puslitbang Sosek Pertanian

15 Juli 2003 Ungaran, Jawa Tengah

3. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian di Lahan Rawa Pasang Surut, Balitra Kalsel

30-31 Juli 2003 Kalimantan Selatan

4. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian di Lahan Irigasi, Puslitbangtan 6-7 Agustus 2003 Sulawesi Selatan

5. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian, BBP Mektan 12 Agustus 2003 BBP Mektan

6. Ekspose Inovasi Teknologi Lahan Kering dan Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Sawit-Sapi 9-10 September 2003

Kantor Gubernur Bengkulu

7. Pekan Biogen Pertanian 2003 dan Seminar Peraturan dan Kebijakan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

8-12 Desember 2003 Balitbiogen Bogor

1. Ekspose Sewindu BPTP Jawa Timur

Penyelenggaraan kegiatan Sosialisasi dan Ekspose Teknologi Unggulan dilakukan

dengan harapan masyarakat agribisnis dan pengguna teknologi pertanian khususnya di Jawa

Timur dapat memperoleh informasi teknologi terbaru untuk mendorong pengembangan

kreatifitas dan inovasi bagi kepentingan agribisnis yang lebih menguntungkan secara

berkelanjutan. Tema ekspose adalah : “Sewindu pengabdian Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian kepada petani. Manfaat yang diharapkan dari terselenggaranya kegiatan ekspose ini

adalah terjadinya arus timbal balik informasi pengembangan teknologi pascapanen, sehingga

dapat memperkaya dan mempertajam arah pengembangan sistem dan usaha agribisnis.

Pelaksanaan ekspose yang berlangsung pada tanggal 4-6 Juni 2003, kegiatan Sosialisasi dan

Ekspose Teknologi Unggulan dikemas dalam bentuk :

a. Ekspose

Dalam Ekspose tersebut ditampilkan teknologi-teknologi tepat guna dalam rangka

peningkatan produktivitas, efisiensi, kualitas, pengolahan hasil dan alat mesin pertanian.

Page 59: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

59

b. Seminar Nasional

Seminar Nasional yang difokuskan pada topik yang berkaitan dengan „‟Daya Saing

Sektor Pertanian menghadapi AFTA” 2003, yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2003.

materi yang disampaikan oleh Balitpasca ditunjukkan pada Tabel 3.19

Tabel 3.19. : Materi ekspose Balitpasca pada ekspose sewindu BPTP Jawa Timur

2. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian di Soropadan, Ungaran

Materi yang disampaikan oleh Balitpasca pada kegiatan ekspos inovasi teknologi

pertanian di Soropadan, ditunjukkan pada Tabel 3.20

Tabel 3.20. : Materi ekspose Balitpasca pada inovasi teknologi pertanian di Soropadan

No. Judul Leaflet Panel Produk

1. Teknologi Aneka Tepung * * - Aneka kue kering

- Aneka kue basah

- Buku resep

2. Model Agroindustri Pengolahan Mangga dan Sirsak

* * - Puree sirsak

- Puree mangga

3. Teknologi Pewarnaan Bunga Sedap Malam

* - - Formula pewarnaan

- Bunga segar

4. Teknologi Proses Bunga Kering * - - Rangkaian Bunga Kering

5. Model Sistem Agroindustri Padi Berdaya Saing

- - - Beras merah

No. Judul Leaflet Panel Produk

1. Teknologi Aneka Tepung * * - Aneka kue kering

- Aneka kue basah

- Buku resep

2. Model Agroindustri Pengolahan Mangga dan Sirsak

* * - Puree sirsak

- Puree mangga

3. Teknologi Pemurnian Minyak Nilam * * - Minyak Nilam

4. Teknologi Proses Bunga Kering * - Rangkaian bunga kering

5. Teknologi Pengolahan Mente * - Mente

Page 60: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

60

3. Ekspose Nasional Teknologi Lahan Rawa/Pasang Surut

Luas lahan Indonesia diperkirakan sekitar 190 juta ha yang terbagi atas 3 ekosistem,

yaitu ekosistem lahan irigasi, lahan kering dan lahan rawa. Ekosistem lahan rawa diperkirakan

luasnya 30 juta ha dan masih belum dimanfaatkan secara optimal yang tersebar di Pulau

Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Dibandingkan dengan ekosistem lahan irigasi dan lahan

kering, lahan rawa/pasang surut memerlukan penanganan yang lebih seksama karena kondisi

lahannya yang labil, terutama masalah tata air dan timbulnya zat-zat beracun.

Tabel 3.21. : Materi Balitpasca pada ekspose nasional teknologi lahan rawa/pasang surut No. Topik/Tema Poster Leaflet Olahan/Produk Keterangan

1. Tepung Labu Kuning Alabio

Olahan berbentuk mie basah & kue kering

2. Puree Jeruk Olahan dalam bentuk puree segar

3. Agroindustri padi terpadu Produk berupa beras, briket arang sekam, dan dedak awet

4. Kacang-kacangan:

a. Kacang kedelai b. Kacang merah c. Kacang hijau

- - -

- - -

Olahan susu Olahan susu Olahan susu

5. Buku Resep Aneka Olahan Tepung Non-Beras

- - - Berupa buku

6. Tepung Ubi Alabio - Kue kering, kue basah, mie, jam

7. Tepung Pisang -

8. Tepung Talas -

9. Tomat - Saus

10. Pisang segar (masak) - Jam, keripik

11. Nanas - Keripik

12. Nangka - Keripik

Teknologi pengelolaan lahan rawa telah dihasilkan melalui kegiatan penelitian. Hasil-

hasil penelitian tersebut perlu disebarluaskan kepada pengguna seperti petani, dunia usaha,

dan pengambil kebijakan antara lain melalui Pameran Nasional Teknologi Lahan

Rawa/Pasang Surut. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil

penelitian yang telah dihasilkan selama ini serta mendapatkan umpan balik dari pengguna

Page 61: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

61

untuk memperbaiki kinerja penelitian di masa yang akan datang. Tema kegiatan ini adalah

inovasi teknologi lahan rawa/pasang surut. Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan

kegiatan ini adalah terjadinya arus timbal balik informasi pengembangan teknologi

pascapanen, sehingga dapat memperkaya dan mempertajam arah pengembangan sistem dan

usaha agribisnis. Materi yang ditampilkan oleh Balitpasca pada kegiatan tersbut ditunjukkan

pada Tabel 5.4.

4. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian di Lahan Irigasi

Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi, baik berupa

varietas unggul, teknologi produksi, alsintan, pascapanen, maupun rekayasa sosial komoditas

pertanian. Teknologi yang tersedia perlu disebarluaskan kepada pengguna dalam upaya

meningkatkan produksi dan pendapatan melalui efisiensi dan nilai tambah, serta memberikan

kontribusi bagi pembangunan pertanian.

Salah satu upaya penyebarluasan teknologi dilakukan melalui Ekspose Teknologi

Pertanian di lahan irigasi. Hal ini dikaitkan dengan adanya kompetisi penggunaan lahan irigasi

untuk non pertanian serta upaya optimalisasi lahan untuk meningkatkan ketahanan pangan

nasional dan kesejahteraan petani. Tema ekspose adalah “Pertanian Lahan Irigasi Tulang

Punggung Ketahanan Pangan Nasional untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan

Pelestarian Lingkungan”. Materi ekspose di lahan irigasi adalah rancang bangun

pembangunan sistem dan usaha agribisnis di lahan irigasi yang terbagi dalam 3 subsistem

yaitu subsistem agribisnis hulu (pembenihan, varietas unggul inbrida, varietas unggul hibrida,

dan ideal), on farm (pengelolaan tanaman terpadu/PTT), integrasi sistem padi ternak/ISPT,

komponen teknologi penunjang PTT seperti varietas, pemupukan, pengendalian hama dan

penyakit, penggunaan alsintan, serta pengelolaan panen), dan hilir (sistem pengembangan

alsintan, pascapanen, permodalan, dan pemasaran), untuk dapat dikembangkan di beberapa

daerah spesifik lokasi ataupun dikembangkan oleh swasta. Materi ekspose yang ditampilkan

dalam acara ekspose adalah gelar teknologi di lapang, ekspose di dalam ruangan, temu usaha

antara peneliti dan dunia usaha, serta temu wicara peneliti/penyuluh dengan petani

Page 62: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

62

5. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian Lahan Kering dan Seminar tentang Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi di Bengkulu

Kegiatan Ekspose dan Seminar dilaksanakan di Bengkulu pada tanggal 9-10

September 2003 yang dikoordinir oleh Puslitbang Peternakan. Acara berlangsung di halaman

Kantor Gubernur Bengkulu dengan tema “Inovasi Teknologi Lahan Kering untuk

Meningkatkan Kesejahteraan Petani”. Selain kegiatan Ekspose dan Seminar diadakan juga

acara kegiatan Temu Bisnis dan kunjungan lapang serta dialog interaktif untuk lebih

memperjelas dan membuktikan keberhasilan Sistem Integrasi Sapi di perkebunan Kelapa

Sawit Agricinal

Keikutsertaan Balitpasca untuk menginformasikan produk teknologi dengan tujuan

sebagai salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah. Materi yang ditampilkan berupa

poster dan produk. Materi Poster meliputi poster teknologi pascapanen kelinci, teknologi

proses bunga kering, teknologi pengolahan puree mangga, teknologi tepung kasava, dan

teknologi olahan ternak. Produk yang ditampilkan meliputi produk pengolahan kelinci (

baso, nugget, kornet, dan sosis), bunga kering, formula bunga kering, puree mangga, abon,

dendeng dan yoghurt.

II. Ekspose diluar agenda Sekretariat Badan Litbang Pertanian

Selain mengikuti ekspose yang dikoordinir oleh Sekretariat Badan Litbang Pertanian,

Balitpasca juga mengikuti kegiatan pameran lainnya baik yang tingkat nasional maupun

internasional. Beberapa kegiatan pameran yang diikuti disajikan pada Tabel 3.22.

Tabel 3.22. : Kegiatan Diseminasi dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian diluar Agenda Sekretariat Badan Litbang

1. Pameran Inovasi Teknologi Agro & Food Ekspo 2003

1-4 Mei 2003 Jakarta

2. Pameran Produksi Indonesia 8-11 Mei 2003 Jakarta

3 Seminar APEC Agustus 2003 Bali

4. Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional V 5-9 Oktober 2003 GOR Sidoarjo Jawa Timur

5. Hari Pangan Sedunia Tahun 2003 24-26 Oktober 2003 Lap. Turangga Seta, Semarang, Jateng

6. Peringatan 100 tahun Pendidikan Pertanian

17-21 Desember 2003 Kampus Cibalagung, Cikaret, STTP Bogor

Page 63: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

63

1. Agro & Food Ekspo 2003

Pameran Agro & Food Ekspo merupakan agenda tetap penyelenggaraan pameran

inovasi dibidang pertanian dan industri serta bidang pendidikan, sehingga

penyelenggaraannya selalu dilaksanakan pada tanggal 2 Mei bertepatan dengan Hari

Pendidikan Nasional. Pada pelaksanaan penyelenggaraan Agro & Food Expo tahun 2003

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bergabung dengan sebagian besar unit kerja

dibawahnya menjadi satu stand besar Departemen Pertanian. Tema kegiatan ini adalah

“Inovasi teknologi pertanian untuk pengembangan usaha agribisnis”. Manfaat yang

diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah terjadinya arus timbal balik informasi

pengembangan teknologi pascapanen, sehingga dapat memperkaya dan mempertajam arah

pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Kegiatan pameran ini dikemas dalam bentuk

acara pameran dan demonstrasi teknologi. Materi pameran Balitpasca pada Agro & Food

Ekspo 2003 disajikan pada Tabel 3.23.

Tabel 3.23. : Materi pameran Balitpasca pada Agro & Food Ekspo 2003

No. Judul Leaflet Panel Produk

1. Teknologi Aneka Tepung * * - Aneka kue kering dan kue basah

- Buku resep

2. Model Agroindustri Pengolahan Mangga dan Sirsak

* * - Puree sirsak

- Puree mangga

3. Agroindustri Terpadu Pengolahan Kulit dan Daging Kelinci

* * - Sosis

- Nugget

- Bakso

- Kornet

- Gantungan kunci

4. Teknologi Pewarnaan Bunga Sedap Malam

* - Formula pewarnaan

- Bunga segar

5. Teknologi Proses Bunga Kering * - Rangkaian Bunga Kering

6. Model Sistem Agroindustri Padi Berdaya Saing

- Beras merah

a. Pameran

Pameran Agro & Food Ekspo 2003 menampilkan panel-panel teknologi unggulan

yang didukung display produk, alat-mesin pertanian dan pengolahan pangan, benih, bibit,

dan brosur. Pada arena ini diperkenalkan situs Badan Litbang Pertanian.

Page 64: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

64

b. Demonstrasi teknologi

Demonstrasi teknologi dilaksanakan di arena pameran untuk mendemonstrasikan

teknologi unggulannya. Demontrasi teknologi dilaksanakan pada tanggal 2 Mei - 4 Mei 2003

dengan melibatkan pengusaha, peneliti/perekayasa dengan nara sumber di bidang penelitian,

yaitu Ir. Sri Widowati, MappSc, Suyanti, BSc dan Dr. Setyadjit, MAppSc.

2. Pameran Produksi Indonesia

Bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional yang ke-75 ini, Pemerintah RI

menggelar Pameran Produksi Indonesia 2003 (PPI 2003). Pameran ini diselenggarakan untuk

menumbuhkembangkan kembali kebanggaan, kecintaan dan kepercayaan pemerintah, dunia

usaha dan masyarakat terhadap produksi Indonesia dalam rangka mewujudkan kebangkitan

nasional di bidang ekonomi. Tema pameran Pameran Produksi Indonesia 2003 adalah

“Indonesia bangkit! Membangun Produk Nasional Unggulan: Berjaya di Pasar Lokal,

Bersaing di Pasar Global”. Melalui kegiatan Pameran Produksi Indonesia 2003 maka

diharapkan terjadinya arus timbal balik informasi pengembangan teknologi pascapanen,

sehingga dapat memperkaya dan mempertajam arah pengembangan sistem dan usaha

agribisnis. Kegiatan pameran ini dikemas dalam bentuk acara pameran.

Pameran Produksi Indonesia 2003 menampilkan panel-panel teknologi unggulan

yang didukung display produk, alat-mesin pertanian dan pengolahan pangan, benih, bibit,

dan brosur. Pada arena ini diperkenalkan situs Badan Litbang Pertanian.

Tabel 3.24. : Materi pameran Balispasca pada Pameran Produksi Indonesia 2003

No. Judul Leaflet Panel Produk

1. Teknologi Aneka Tepung * * - Aneka kue kering

- Aneka kue basah

- Buku resep

2. Model Agroindustri Pengolahan Mangga dan Sirsak

* * - Puree sirsak

- Puree mangga

3. Teknologi Pewarnaan Bunga Sedap Malam

* - Formula pewarnaan

- Bunga segar

4. Teknologi Proses Bunga Kering * - Rangkaian Bunga Kering

5. Model Sistem AI Padi Berdaya Saing - Beras merah

Page 65: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

65

3. Seminar Internasional APEC ke-3 Pelaksanaan seminar yaitu di Inna Putri Bali Hotel, Nusa Dua Bali, 23-26 Agustus

2004. Pada kegiatan ke-21 ASEAN atau ke-3 Seminar APEC tentang Teknologi Pascapanen

ini dihadiri oleh peneliti, pengusaha industri pangan dan pejabat struktural Departemen

terkait. Isu utama yang dibahas adalah : Manajemen pascapanen produk pertanian yang

mudah rusak, perikanan dan biji-bijian, keamanan pangan pada produk pertanian, penerapan

standar mutu, persepsi dan penerimaan konsumen, manajemen lingkungan, akses pasar dan

strategi pemasaran, manajemen rantai pemasaran dan nilai tambah produk pertanian. Tema

Seminar APEC ke-3 adalah “Keamanan Pangan, Jaminan Mutu dan Keberlanjutan

Lingkungan Hidup Terhadap Peluang Pengembangan Sektor Pascapanen”. Materi pameran

Balitpasca yang ditampilkan pada seminar tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.25.

Tabel 3.25. : Materi pameran Balitpasca pada Seminar APEC ke-3

No. Topik/Tema Poster Leaflet Olahan/Produk Keterangan

1. Hiasan Bunga Kering Bunga segar yang diawetkan

2. Puree Mangga Olahan dalam bentuk puree segar

3. Agroindustri padi terpadu Produk berupa beras, briket arang sekam, dan dedak awet

4. Pasta Cabai dan Tomat -

5. Teknologi Olahan Mente -

6. Tepung Labu Kuning -

7. Teknologi Degreening Jeruk -

8. Teknologi Sayuran Kering -

4. Hari Pangan Sedunia di Ambarawa

Fungsi strategis pangan bagi kehidupan manusia oleh FAO diperingati setiap tahun

dalam kegiatan Hari Pangan Sedunia (HPS). Berdasarkan hasil KTT Pangan pada bulan Juli

2002, yang menyatakan bahwa kelaparan merupakan penyebab sekaligus dampak dari

kemiskinan maka mengikis kelaparan serta pembangunan pertanian dan pedesaan merupakan

langkah yang sangat vital dalam mengentaskan kemiskinan. Pada tahun 2003 telah

ditetapkan “International Alliance Against Hunger” sebagai tema internasional peringatan

HPS dan tema nasionalnya “Menggalang Peran Serta Masyarakat Memerangi Kelaparan

untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga”.

Page 66: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

66

Peringatan HPS ke-23 dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang arahnya

mengacu pada upaya pemantapan ketahanan pangan. Berbagai kegiatan dalam rangka

peringatan tersebut diantaranya: seminar, perlombaan, pameran, dan bazar. Badan Litbang

Pertanian ikut serta dalam kegiatan pameran, dimana dalam pelaksanaannya terbagi dalam

dua yaitu pameran inti dan pameran pada acara puncak peringatan HPS yang keduanya sama-

sama bernama Pameran Ketahanan Pangan. Materi pameran Balitpasca pada HPS 2003

ditunjukkan pada Tabel 3.26.

Tabel 3.26. : Materi pameran Balitpasca pada Hari Pangan Sedunia 2003

Panel Produk display Produk olahan

Teknologi Proses Tepung Sukun

Tepung Labu Kuning

Teknologi Pascapanen Kelinci

Tepung dan Sawut Sukun, Labu Kuning

Produk Kulit Kelinci: Gantungan kunci, tas, dan kulit kelinci

Sukun: Keripik sukun segar, kue gabus, kue keju

Daging Kelinci: Sosis, nugget, kornet, bakso

5. Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional V di Propinsi Jawa Timur

Sesuai dengan arah Kebijakan Pembangunan Nasional, berbagai upaya dalam rangka

pemberdayaan masyarakat telah banyak dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat.

Perkembangan lingkungan strategis Nasional dan Global menuntut upaya tersebut perlu

terus ditingkatkan dengan berbagai program yang melibatkan masyarakat untuk berperan

aktif sesuai dengan potensi yang dimiliki. Berkenaan dengan itu salah satu pendekatan yang

dipandang dapat meningkatkan proses memberdayakan masyarakat adalah melalui

pendekatan teknologi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat yaitu teknologi yang

dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara ekonomis dan sederhana atau yang disebut

Teknologi Tepat Guna. Teknologi Tepat Guna yang dikembangkan sesuai kemampuan

masyarakat merupakan teknologi yang dapat bertumpu pada sumber daya yang ada, baik itu

sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Hal inilah yang menjadi latar belakang

dilaksanakannya Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional V di Propinsi Jawa Timur. Tema

Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional V “Pemanfaatan inovasi teknologi pertanian tepat

guna menjawab tantangan pembangunan sistem dan usaha agribisnis”. Materi pameran

Balitpasca yang ditampilkan pada Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional V ditunjukkan pada

Tabel 3.27.

Page 67: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

67

Tabel 3.27 : Materi pameran Balitpasca pada Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional V

Panel Produk

Teknologi Proses Tepung Sukun

Teknologi Puree mangga dan sirsak

Teknologi pengembangan model pengolahan mente

Tepung Sukun, dan produk olahannya

Puree mangga dan sirsak

Bunga sedap malam

Bunga kering

6. Pameran dan Bazar Peringatan 100 Tahun Pendidikan Pertanian, Bogor

Dalam rangka memperingati 100 tahun Pendidikan Pertanian, Sekolah Tinggi

Penyuluhan Pertanian (STPP) Bogor mengadakan kegiatan Pameran dan Bazaar yang

dilaksanakan pada tanggal 17-21 Desember 2003, bertempat di Kampus STPP Cibalagung,

Bogor. Pada kesempatan tersebut Balitpasca ikut berpartisipasi dengan menampilkan poster,

leaflet, dan beberapa produk yang dijual diantaranya produk olahan kelinci (bakso, nugget,

kornet, dan gantungan kunci), formula pewarnaan bunga sedap malam, formula bunga

kering, beras pandan wangi, dan puree mangga.

Page 68: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

68

VI.

VII. MANAJEMEN PENELITIAN

A. Sumber Daya Manusia (SDM)

Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (Balitpasca) didirikan berdasarkan

Keputusan Menteri Pertanian No. 76/KPTS/OT.210/1/2002 tanggal 29 Januari

2002 sebagai unit eselon III. Balai ini telah mulai berfungsi menghasilkan teknologi

pascapanen mendukung pengembangan agroindustri yang berdaya saing

Dalam implementasi tupoksinya, Balitpasca harus melayani keluaran dari 12 Bali

Komoditas di bawah 4 Puslitbang, untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi

produk yang bernilai tambah tinggi yang kemudian disalurkan kepada 27 BPTP di

seluruh Indonesia. Tugas dan fungsi tersebut sukar dilaksanakan dalam posisi

Balitpasca sebagai eselon III.

Tenaga SDM yang berada di Balitpasca telah cukup untuk peningkatan kapasitas

kerja Balitpasca. Saat ini telah aktif 127 orang yang terdiri atas 54 orang tenaga

peneliti, teknisi 38 orang dan administrasi 35 orang. Kualifikasi tenaga peneliti

tersebut beserta pengelompokkannya berdasarkan jabatan fungsionalnya dapat

dilihat pada Tabel 3.28.

Tabel 3.28. : Kualifikasi Peneliti Berdasarkan Jabatan Fungsionalnya No. Jabatan Fungsional Jumlah

1. Ahli Peneliti 8 orang

2. Peneliti 13 orang

3. Ajun Peneliti 15 orang

4. Asisten Peneliti 1 orang

5. Non Fungsional 17 orang

Ketiga laboratorium (Pasarminggu, Bogor dan Karawang) mampu mendukung

penelitian melalui proses kimia, mikrobiologi, fisik, dan manajemen mutu.

Page 69: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

69

B. Keuangan

1. Dana Rutin dan Pembangunan

Untuk TA. 2003 Balitpasca belum memperoleh dana rutin. Pada tahun

tersebut alokasi yang tersedia bagi kegiatan Balitpasca pada tahun 2003 adalah

Dana Pembangunan masih melekat pada Balai Penelitian Tanaman Hias dan Balai

Penelitian Padi. Dana yang tersedia adalah Dana Pembangunan sebesar Rp.

6.429.534.000,-. Hingga bulan Desember 2003 TA. 2003 DIP tahun 2003 Bagian

Proyek Pengembangan Teknologi Pascapanen Pertanian telah menyerap dana

seperti tersedia pada Tabel 3.29.

Tabel 3.29. Realisasi/Penyerapan Dana Pembangunan TA. 2003

Uraian Anggaran

setelah revisi

Realisasi Sisa Anggaran Jumlah %

a. Rupiah Murni 5.539.527.000 5.409.819.762 97,65 129.710.238

b. Pinjaman Luar Negeri 890.007.000 803.684.894 90,30 86.322.106

Jumlah 6.429.534.000 6.213.501.656 96.64 216.032.344

Anggaran Pembangunan TA. 2003 tersebut digunakan untuk menunjang

pelaksanaan 8 kegiatan yang tersebar di 3 lokasi yaitu Pasarminggu, Bogor dan

Karawang, dan kegiatan lain yang terkait dengan pelaksanaan proyek.

2. Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Balai Penelitian Pascapanen untuk TA. 2003 belum dapat melaksanakan

kewajiban untuk memungut PNBP karena belum mempunyai Dana Rutin.

C. Sarana

Fasilitas penelitian telah cukup tersedia, Balitpasca didukung oleh bangunan

laboratorium, bangsal pengolahan dan administrasi yang berlokasi di Pasarminggu

Jakarta (luas lahan 1 Ha, bangunan 1323 m2), Bogor (lahan 2 Ha, bangunan 5190 m2).

Uraian rinci dari masing-masing laboratorium dan bangsal tersebut disampaikan

sebagai berikut:

Page 70: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

70

1. Sarana Laboratorium dan Bangsal Pengolahan Hasil Balitpasca

Balitpasca memiliki laboratorium analisis dan bangsal pengolahan hasil di

tiga lokasi, yaitu Laboratorium Bogor, Pasarminggu dan Karawang yang masing-

masing memiliki spesifikasi terhadap bahan baku atau produk yang ditangani dan

dihasilkan.

1.1 Laboratorium Bogor

a. Laboratorium analisis

Merupakan laboratorium utama/induk Balitpasca yang menangani

aspek kimia, mikrobiologi, fraksinasi, fermentasi dan organoleptik.

Sedangkan fasilitas yang disediakan merupakan peralatan analisis dengan

ketelitian tinggi untuk identifikasi struktur dan isolasi senyawa dan lain

sebagainya.

b. Bangsal pengolahan hasil

Bangsal pengolahan minyak atsiri (aneka minyak atsiri; produk

derivatnya dan produk formulasinya)

Bangsal pengolahan hasil ternak (daging: daging asap, sosis, dendeng,

bakso, karage, nugget, abon, dan kornet; kulit: kulit samak dan bulu;

susu pasteurisasi, yoghurt, kefir, keju, dodol susu, caramel/candy serta

kerupuk susus)

Bangsal pengolahan kedelai

1.2 Laboratorium Pasarminggu

a. Laboratorium analisis

Merupakan laboratorium pendukung untuk analisis keamanan pangan

untuk produk makanan dan minuman (juice, sari buah, campuran dan

produk turunannya, candy)

Melayani analisis proksimat untuk analisis mutu produk minuman dan

produk turunannya

Page 71: Laporan Tahunan 2003 Balai Penelitian Pascapanen Pertanianpascapanen.litbang.pertanian.go.id/profil/file_ppid/LT_2003.pdf · pengembangan inovasi teknologi pascapanen membutuhkan

71

b. Bangsal pengolahan hasil

Bangsal pengolahan sari buah dan produk turunannya, pasteurisasi dan

canning (produk berbasis buah dan sayuran)

Bangsal pengolahan produk roti berbasis aneka tepung (kasava, sukun,

labu kuning, sagu dan produk tepung lainnya)

1.3 Laboratorium Karawang

a. Laboratorium analisis

Mendukung analisis sifat-sifat rheology dan sifat fisik bahan (aneka

tepung)

Melayani analisis proksimat

b. Bangsal pengolahan hasil

Bangsal pengolahan aneka tepung turunannya (proses kering dan

basah)

Bangsal pengolahan beras

Uji fungsional model

Bengkel perekayasaan

2. Fasilitas

Untuk melaksanakan berbagai kegiatan di ketiga laboratorium tersebut

dipersiapkan peralatan-peralatan spesifik berupa peralatan analisis dan pengolahan:

berupa peralatan pengolahan hasil ternak, minyak atsiri, aneka tepung dan

makanan/minuman.