laporan susu dan telur bayu
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian atau batasan umum dari istilah “susu” adalah cairan
berwarna putih, yang diperoleh dari pemerahan sapi atau hewan yang sedang
laktasi lainnya, yang dapat digunakan sebagai pangan yang sehat serta tanpa
dikurangi atau ditambah komponen – komponennya.
Didalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang meminum air susu
yang belum diolah. Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa mencium aroma
susu segar (mentah), atau sama sekali tidak suka air susu dan sebagian lagi
karena menganggap harga air susu mahal dibandingkan kebutuhan sehari-hari
lainnya. Dengan adanya teknologi pengolahan/pengawetan bahan makanan,
maka hal tersebut diatas dapat diatasi, sehingga air susu beraroma enak dan
disukai orang.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian pemeriksaan susu tersebut
meliputi keadaan susu dan susunan susu. Pemeriksan susu mencangkup uji
bau, warna, dan rasa; uji kebersihan susu, uji masak/didih, uji alkohol, dan uji
derajat keasaman. Untuk pemeriksaan kualitas susunan atau komposisi susu
yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan berat jenis.
Sedangkan telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di
hasilkan dari unggas. Telur merupakan salah satu produk hasil pertanian yang
memiliki umur simpan yang relatif pendek,sehingga di perlukan penanganan
khusus dalam penyimpananya. Untuk menghindari adanya penurunan kualitas
akibat penyimpanan maka telur dapat diolah secara langsung dalam bentuk
telur segar,atau pun produk olahan yang siap saji.
Untuk mengetahui kualitas telur itu baik atau jelek dapat dilakukan
dengan Uji pH dan Uji Daya Buih.Pada uji pH digunakan untuk mengetahui
keasaman dari produk telur, sedangkan uji daya buih digunakan untuk
menentukan baik buruknya telur. Semakin banyak buih yang dihasilkan maka
akan semakin bagus kualitas telur tersebut dan sebaliknya semakin sedikit
daya buih yang dihasilkan makan semakin jelek telur tersebut.
1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mahasiswa dapat menerapkan teknologi pengolahan dan uji kualitas
produk telur secara sederhana.
1.2.2 Agar mahasiswa dapat melakukan penilaian organoleptik produk telur dengan
baik dan benar.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Susu
Susu adalah hasil sekresi kelenjar ambing yang mengandung bahan-
bahan campuran kompleks yang terdiri dari lemak, protein, laktosa, mineral
dan vitamin. Susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih
yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara
pemerahan (Hadiwiyoto, 1994).
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan (1983)
mengenai peristilahan susu adalah sebagai berikut.
a) Susu meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi dan susu
sterilisasi.
b) Susu murni adalah cairan yang berasal ambing sapi sehat, yang
diperoleh dengan cara pemerahan yang benar tanpa mengurangi atau
menambah suatu komponen.
c) Susu segar adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan.
d) Susu pasteurisasi adalah susu murni yang telah mengalami proses
pasteurisasi secara sempurna.
e) Susu sterilisasi adalah susu murni yang telah mengalami proses
sterilisasi secara sempurna.
Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) susu segar nomorSNI
3141.1:2011 dijelaskan bahwa Susu segar (raw milk) merupakan cairan yang
berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali
pendinginan.
2.2 Karakteristik Susu
2.2.3 Persyaratan Mutu Susu
Persyaratan mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Sumber :SNI 3141.1:2011
2.3 Komposisi Susu
Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian
besar zat gizi esensial ada dalam susu, di antaranya yaitu protein, kalsium,
fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium
paling baik, karena di samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam
susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002).
Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%.
Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak
manis. Daya kemanisannya hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa).
Kandungan laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab terhadap rasa
susu yang spesifik (Winarno, 1993).
2.4 Macam-macam Pasteurisasi Susu
2.4.1 Pengertian Susu Pasteurisasi
Susu pasteurisasi adalah susu segar yang telah mengalami proses
pasteurisasi. Proses pasteurisasi merupakan salah satu teknik pengawetan
pangan dengan cara pemanasan pada temperatur di bawah titik didih pangan
dengan waktu pemanasan tertentu.
2.4.2 Teknik Pasteurisasi
Ada 2 macam teknik pasteurisasi yaitu:
1. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT), yaitu proses pemanasan susu pada suhu 62°C- 65°C selama
30 menit.
2. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu pada suhu 71,7 – 75°C selama
15 – 16 detik.
Teknik pasteurisasi LTLT biasanya digunakan untuk skala rumah
tangga sedangkan untuk skala industri biasanya digunakan teknik pasteurisasi
HTST.
2.4.3 Persyaratan Mutu Susu Pasteurisasi
Persyaratan mutu susu pasteurisasi berdasarkan SNI 01-3951-1995
dapat dilihat pada Tabel.
Karakteristik Syarat Cara Pengujian
A B
Bau
Rasa
Warna
Kadar lemak, % (bobot/bobot) min.
Kadar padatan lemak, %
(bobot/bobot) min.
Uji reduktase dengan methylene
biru
Kadar protein, % (bobot/bobot) min
Uji fosfatase
T.P.C. (Total Plate Count), ml,
maks.
Coliform presumptive MPH/ml,
Maks
Logam berbahaya:
- As (ppm) maks.
- Pb (ppm) maks.
Karakteristik
- Cu (ppm) maks.
- Zn (ppm) maks.
Khas
Khas
Khas
2,80
7,7
0
2,5
0
3x104
10
1
1
2
5
Khas
Khas
Khas
1,50
7,5
0
2,5
0
3x104
10
1
1
2
5
Organoleptik
Organoleptik
Organoleptik
SP-SMP-248-1980
SP-SMP-249-1980
SP-SMP-251-1980
SP-SMP-79-1975
SP-SMP-250-1980
SP-SMP-93-1975
SP-SMP-94-1975
SP-SMP-193-1977
Depkes S.I. 7
SP-SMP-197-1977
Depkes S.I. 7
SP-SMP-247-1980
SP-SMP-190-1977
AOAC 25136-25142
Bahan pengawet Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan R.I.No. 235/Men.
Kes/Per/IV/79
Keterangan: A = Susu pasteurisasi tanpa penyedap rasa
B = Susu pasteurisasi yang diberi penyedap cita rasa
2.5 Pengertian Protein dan Denaturasi Protein
2.5.1 Pengertian Protein
Protein merupakan komponen utama bagi semua benda hidup
termasuk mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.Protein merupakanrantaian
gabungan 22 jenis asam amino.Protein ini memainkan berbagai peranan dalam
benda hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi dan ciri-ciri benda hidup
(Anonim.2008. Protein). (http://www.wikipedia.com).Keistimewaan lain dari
protein ini adalah strukturnya yang mengandung N (15,30-18%), C (52,40%),
H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti juga
karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa
kompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting
yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif
adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau
bahan lain (Sudarmaji, S, dkk. 1989)
2.5.2 Denaturasi Protein
Denaturasi merupakan suatu perubahan atau modifikasi terhadap
struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa
terjadinya pemecahan ikatan kovalen.Suatu protein dikatakan terdenaturasi
apabila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein
mengalami perubahan. Ada dua macam denaturasi, yaitu :
1. Pengembangan rantai peptida
2. Pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai
pengembangan molekul.
Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan
molekul yaitu pada rantai polipeptida dan juga pada bagian-bagian molekul
yang tergabung dalam ikatan sekunder. Denaturasi protein dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik, dan
sebagainya. Adapun ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi adalah :
ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan ionik antara gugus bermuatan
positif dan negatif, dan ikatan intramolekuler. Bila unit ikatan yang terbentuk
cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid,
maka protein tersebut mengalami koagulasi.
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Denaturasi Protein
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein
yaitu suhu tinggi, perubahan pH yang ekstrim, pelarut organik, zat kimia
tertentu (urea dan detergen), atau pengaruh mekanik (guncangan) (Sya'bana,
2011).
2.7 Daya Buih Telur
Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan
kimia atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein,
komposisi protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair
yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein ( Alleoni
dan Antunes, 2004).
2.7.1 Umur Telur
Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan
antara lain penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta perubahan
struktur serabut protein. Penyimpanan telur pada suhu ruang selama dua
minggu berakibat pada peningkatan pH dari putih telur.Semakin meningkat
umur telur, maka stabilitas buih putih telur semakin menurun (Romanoff,
1963). Penyimpanan telur selama 5 dan 10 hari, hasil dari penelitian
Silversides dan Budgell (2004) menyebabkan penurunan bobot telur dan
tinggi putih telur, tetapi meningkatkan pH putih telur dan volume buih putih
telur. Menurut Rosidah (2006), telur itik segar mempunyai rata-rata daya buih
sebesar 388% sedangkan telur itik umur 42 hari akan menghasilkan daya buih
dengan rata-rata sebesar 285% .
2.7.2 Pengaruh pH
Telur yang baru dihasilkan mempunyai pH antara 7,6 dan 8,5.
Penyimpanan akan meningkatkan pH telur menjadi 9,7. Peningkatan pH
disebabkan karena penguapan CO2 dari dalam telur melalui pori-pori
kerabang.Menurut Hawthorne (1955) yang dikutip dari Stadelman dan
Cotterill (1995) pada saat pH meningkat sekitar 9 terjadi interaksi antara
ovomucin dan lisozyme yang menyebabkan putih telur menjadi encer. Putih
telur yang encer akan lebih mudah menangkap udara dari pada putih telur
kental. Peningkatan pH putih telur akan memperbesar volume buih. Volume
buih tertinggi terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada
pH kurang dari 8,0 (Stadelman dan Cotterill, 1995). Penampilan kue yang
baik dicerminkan dari volume kue dan waktu pengocokan yang lebih baik
yang akan dicapai pada saat pH putih telur mencapai 8,75. Hal ini tidak
berlaku untuk tingkat pH diatas dan dibawah 8,75. Peningkatan pH putih telur
hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur, sehingga
akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam
pembentukan buih (Seideman et al., 1963).
2.7.3 Metode Pengocokan
Pengocokan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi
karakteristik buih putih telur. Gerakan pengocokan dan sejenisnya akan
mempengaruhi pengikatan udara dalam buih. Pengocokan dengan
menggunakan pengocok elektrik ternyata memerlukan waktu yang lebih
singkat untuk membentuk buih putih telur. Penambahan waktu pengocokan
akan meningkatkan volume buih dan memperkecil diameter gelembung buih
tetapi tidak memperbaiki volume cakes(Stadelman dan Cotterill, 1995).
Metode Pengocokan berpengaruh pada peningkatan waktu pengocokan dan
akan memperbaiki seluruh volume buih putih telur tetapi tidak meningkatkan
volume kue dari buih tersebut. Homogenisasi mengurangi waktu pengocokan
dan volume cake yang dibuat dari putih telur homogenisasi.Pencampuran
(Blending) mempengaruhi Pencampuran (sampai serat ovomucin mencapai
panjang 300 mikrons) meningkatkan tingkat pengocokan dan volume kue
(Stadelman dan Cotterill,1995).
2.7.4 Penambahan Bahan-bahan Kimia
Penambahan asam dan garam asam ke dalam putih telur dapat
meningkatkan daya buih dan menambah kestabilan buih karena dapat
mempertahankan ikatan antara udara dengan ikatan rantai polipeptida putih
telur sehingga buih yang terbentuk lebih stabil.Asam dan garam-garam
tersebut adalah asam sitrat, asam asetat dan cream of tartar (Kurniawan,
1991).Peranan cream of tartar dalam menghasilkan buih yang tinggi pada telur
itik Tegal sangat rendah.Semakin lama telur disimpan, semakin banyak cream
of tartar yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya buih (Septiyandi, 2006).
Penambahan cream of tartar efektif meningkatkan kestabilan buih putih telur
ayam ras umur 0 dan 7 hari pada level 0,8%. Cream of tartar berperan
meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur
14 dan 21 hari pada level penambahan 0,8% (Hamidah, 2006). Penambahan
asam asetat sebanyak 0,8% dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih
putih telur itik Tegal umur 7 hari. Pada telur umur 14 dan 21 hari, daya dan
kestabilan buih akan meningkat dengan penambahan asam asetat sebanyak
1,6% (Suryono,2006). Penambahan asam sitrat sebanyak 0,8% pada telur itik
Tegal segar mampu meningkatkan daya buih (Rahmawati, 2006).
2.7.5 Suhu
Kondisi lingkungan terutama suhu memiliki pengaruh pada putih
telur.Pengocokan telur pada suhu 10-25°C tidak mempengaruhi pembentukan
buih.Pengocokan pada suhu ruang 20-28°C lebih mudah menghasilkan buih
daripada yang dilakukan pada suhu rendah (Winarno dan Koswara, 2002).
2.7.6 Asam Sitrat (C6H8O7 )
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada
buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan).Senyawa ini merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa
masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat
dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, zat ini juga
digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan (Wikipedia, 2005) Asam sitrat disebut juga asam sitrun, yang
biasa digunakan untuk pembuatan permen, es krim, marmalade, dan
pembuatan jelli (Belitz dan Grosch,1999). Asam sitrat yang dijual di pasar
umumnya sudah tidak murni lagi, sedangkan asam sitrat yang biasa digunakan
untuk analisis laboratorium adalah asam sitrat murni yang berkonsentrasi
99%. Konsentrasi yang masih dapat ditolerir oleh tubuh manusia sebesar 0,3-
0,2 gram per orang per hari, jika melebihi dosis tersebut dapat menyebabkan
diare (Kurniawan, 1999).Penambahan lemon juice yang banyak mengandung
asam sitrat (citric acid) pada putih telur itik menghasilkan daya buih yang
lebih tinggi daripada penambahan asam asetat (Forsythe dan Berquist, 1951).
2.8 Kuning Telur sebagai Emulsifier
Kuning telur merupakan bagian yang paling penting bagi isi
telur,sebab pada bagian inilah terdapat dan tempat tumbuh embrio hewan,
khususnya pada telur yang telah dibuahi. Bagian kuning telur ini terbungkus
semacam selaput tipis yang sangat kuat dan elastis yang disebut membrane
vetelina. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap daripada
putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin .
(Stadellman, 1995).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a) Uji Kualitas Susu
- Beaker Glass
- Refrigerator
b) Berat Jenis Susu
- Beaker Glass
- Laktometer
- Gelas ukur 500 ml
- Botol Butirometer
- Sentrifuge Gerber
- Vortex
- Tabung reaksi
- Penangas Air
- Stopwatch
c) Denaturasi Protein
- Hot plate
- Kaki segitiga
- Gelas piala 400 mL
- Batang pengaduk
- 8 tabung reaksi
- Kertas label
d) Daya Buih Telur
- Stopwatch
- Mixing bowl
- Electric mixer
- Sendok
- Neraca
- Beaker glass
- Wadah plastik
e) Kuning Telur Sebagai Emulsifier
- Beaker glass
- Sendok
- Panci
- Kompor
- Pan
- Spatula
- Gelas ukur
3.1.2 Bahan
a) Uji Kualitas Susu
- Susu bubuk
- Susu bubuk fullcream
- Susu segar
- Susu kental manis
b) Berat Jenis Susu
- Susu bubuk
- Susu bubuk fullcream
- Susu segar
- Susu kental manis
- H2SO4 90 %
- Amil Alkohol
- Alkohol 75 %
c) Denaturasi Protein
- Telur mentah
- 1% AgNO3
- NaCl
- NaOH
- Cuka (CH3COOH)
- Alkohol
- Sari jeruk nipis
- Ekstrak nenas
d) Daya Buih Telur
- 8 butir telur
- Kertas label
- Cream of tartar
- Minyak sayur
- Jus Lemon
e) Kuning Telur Sebagai Emulsifier
- Telur segar
- Telur yang telah didiamkan 30 menit
- Telur suhu refrigerant (utuh)
- Telur suhu refrigerant yang telah didiamkan 30 menit (telah
dibuka)
- Minyak goreng
- Mentega cair
- Air
- Susu bubuk- Susu bubuk fullcream- Susu segar- Susu kental manis
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Uji Kualitas Susu
Disimpan
Suhu Dingin Suhu Kamar
Diamati hari ke-3 dan ke-7 Diamati hari ke-2 dan ke-3
3.2.2 Berat Jenis Susu
Laktometer
Catat skala tepat pada permukaan susu
Hitung berat jenis susu
500 ml susu
3.2.3 Denaturasi Protein
dipecah
diambil putih telur
Masukkan tabung reaksi1-8
Tambahkan sambil diaduk
Catat hasil pengamatan
Masukkan 200 ml air mendidih
3 butir telur
- NaCl (tabung 2)- NaOH (tabung 3)- Sari buah jeruk nipis (tabung 4)- Alkohol (tabung 5)- 1% AgNO3 (tabung 6)- Cuka (CH3COOH) (tabung 7)- Ekstrak pepaya (tabung 8)
Putih telur segar
Dikocok hingga permukaan kaku
Hitung lama pengocokan
Pindahkan ke dalam beaker glass
Beri label “ Tanpa Cream of Tartar”, “Tanpa “Jus lemon”, “Tanpa minyak
sayur”
Dikocok hingga berbuih
Tambahkan 1/8 sendok teh cream of
tartar
Dikocok kembali hingga permukaan kaku (Dengan
kecepatan yang sama dengan awal)
Hitung lama pengocokan
Pindahkan ke dalam beaker glass
Beri label “ Dengan Cream of Tartar”, “Dengan “Jus lemon”, “Dengan minyak
sayur”
Disimpan 30 menit dalam suhu ruang
Amati volume buih awal
Amati volume buih akhir
Disimpan 30 menit dalam suhu ruang
Amati volume buih awal
Amati volume buih akhir
Tambahkan 1/2 sendok teh minyak
sayur
Tambahkan 1/2 sendok teh jus
lemon
Amati :Waktu pengocokan yang diperlukan oleh masing-masing sampelPerbedaan masing-masing perlakuan (segera setelah mixing dan 30 menit setelah mixing).Sampel yang memiliki volume terbesar (segera setelah mixing dan 30 menit setelah mixing).Sampel yang paling mengempis (30 menit setelah mixing).Sampel yang lebih stabil
3.2.4 Daya Buih Telur
3.2.5 Kuning Telur sebagai Emulsifier
Kuning Telur
Masukkan ke dalam beaker glass
Kocok selama + 2 menit
Minyak Air
Dimasukkan ke dalam beaker glass
Dicampur dan kocok hingga merata
Panaskan campuran dengan panas yang rendah dan diaduk-aduk
Sistem emulsi
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Uji Kualitas Susu
Jenis bahan : Susu bubuk
PengamatanSuhu Dingin Suhu Rendah
Hari ke- 0
Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-2
Hari ke-3
Warna + ++ ++ + +++Aroma + + + +++ ++++
Penampakan Ada buih Tdk Pecah Tdk Pecah Pecah Pecah
Jenis bahan : Susu bubuk fullcream
PengamatanSuhu Dingin Suhu Rendah
Hari ke- 0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-2 Hari ke-3
Warna +++ ++ ++ ++ +++Aroma +++++ +++ +++ ++++ +++++
Penampakan Bnyk Buih Tdk Pecah Tdk Pecah Tdk Pecah Pecah
Jenis bahan : Susu segar
PengamatanSuhu Dingin Suhu Rendah
Hari ke- 0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-2 Hari ke-3
Warna + + ++ ++ ++Aroma +++ ++ ++ ++ ++
Penampakan Tdk ada buih Sdkt Buih Sdkt Buih Tdk pecah Pecah
Jenis bahan : Susu kental manis
PengamatanSuhu Dingin Suhu Rendah
Hari ke- 0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-2 Hari ke-3Warna + + ++ + ++Aroma + + + Tdk
mnyengat++
Penampakan Tdk pecah Tdk pecah Tdk pecah Tdk Pecah Pecah
Keterangan :
- Warna : Semakin (+) semakin gelap- Aroma : Semakin (+) semakin menyengat
- Penampakan : Berbuih atau pecah
4.1.2 Berat Jenis Susu
Jenis Susu Ulangan
I II III IV
Susu Segar
Full Cream
Skim Milk
Kental Manis
1,023
1,020
1,025
1,036
1,023
1,020
1,025
1,036
1,0225
1,025
1,025
1,036
1,022
1,021
1,025
1,036
4.1.3 Denaturasi Protein
Bahan Warna Kenampakan
NaCl Bening Endapan Halus, (Mengendap Diatas)
NaOH Bening Terbentuk Gumpalan
HCl Putih Susu Terbentuk Gumpalan
Cuka Putih Susu Terbentuk Gumpalan
Etanol Putih Susu Terbentuk Gumpalan
Ekstrak Nanas Keruh Endapan Halus
AgNO3 Keruh Endapan Semi Halus
l
4.1.4 Daya Buih Telur
Kec Putih
Telur
Lama
Kocokan
Vol Awal Vol
Akhir
Keterangan
2 Putih
Telur
02.28 menit 60 ml 59 ml
2 Putih
Telur +
1/8 of tar-
tar
02.00 menit 180 ml 180 ml - Lebih kaku
- Jika dituang tidak
tumpah
2 Putih
Telur + ½
ST
minyak
02.00 menit 60 ml 53 ml - Buih semakin
habis
sayur
2 Putih
Telur + ½
ST Jus
Lemon
02.00 menit 240 ml 240 ml - Lebih halus
- Lebih kaku
4.1.5 Kuning Telur Sebagai Emulsifier
Suhu Kuning Telur Volum Telur Vol Air + minyak Kualitas Emulsi
Ruang KT 10 10 (9,04) +++
Kulkas
10°C
KT 10 10 (8,50) ++++
Segar KT + air dan
lemak
10 10 (8,10) +++++
Segar
kulkas
KT 10 10 (7,48) ++
4.2 Hasil Perhitungan
Dalam praktikum tidak ada perhitungan yang dilakukan.
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Fungsi Perlakuan
5.1.1 Praktikum Susu
a) Uji Kualitas Susu
Timbang masing-masing jenis susu seperti skim milk, fullcream dan
susu kental manis sebanyak 20 gram sedangkan untuk susu segar sampai
100 ml. kemudian tambahkan air pada bahan skim milk, fullcream dan
susu kental manis yang telah ditimbang sampai 100 ml pada beaker glass.
Kemudian panaskan skim milk, fullcream, susu kental manis dan susu
segar sampai mendidih, fungsinya untuk melarutkan bahan terhadap
cairan agar homogen. Kemudian bagi setiap bahan menjadi 50 ml pada
beaker glass yg lebih kecil.Simpan 50 ml pertama pada suhu dingin dan
lakukan pengamatan pada hari ke tiga dan ke tujuh. Sedangkan untuk 50
ml kedua, disimpan di suhu kamar kemudian amati hari ke dua dan
ketiga.
b) Berat Jenis
Pada praktikum berat jenis susu pertama-tama siapkan
500mL susu, disini terdapat empat macam jenis susu yang
akan dilakukan yaitu susu segar,susu full krim, skim milk,
dan susu kental manis. Setelah empat macam jenis susu
tersebut disiapkan, ukur berat jenis susu dengan
menggunakan laktometer. Laktometer merupakan alat
untuk mengukur kualitas atau berat jenissusu. Setelah
pengukuran selesai, catat skala tepat pada permukaan
susu dengan tujuan agar kita dapat menemukan skala
pada permukaan susu yang kita amati. Kemudian yang
terakhir hitung berat jenis susu dari masing-masing jenis
susu yang telah disiapkan. Menurut literatur, standart
berat jenis susu yang baik adalah 1,028, jika diperoleh
angka yang lebih kecil dari standart berat jenis susu dapat
diartikan susu tersebut terlalu encer, dan apabila
diperoleh angka yang lebih besar dari berat jenis susu
maka dapat diartikan susu tersebut terlalu banyak
mengandung minyak.
5.1.2 Praktikum Telur
a) Denaturasi Protein
Siapkan 8 butir telur, kemudian siapkan wadah untuk tempat putih
telur.Pisahkan putih telur dan kuning telur.Pada praktikum ini yang
digunakan putih telurnya saja, karena untuk mengetahui denaturasi
protein pada putih telur. Setelah dipisah, masukkan putih telur kedalam
masing masing beaker glass sebanyak 7 tabung. Kemudian tambahkan
ke masing-masing beaker glass air mendidih sebanyak 200 ml sambil di
aduk sampai homogen. Kemudian ke masing-masing tabung tambahkan
1% AgNO3, NaCl 1 M ,NaOH 1 M, CH3COOH, Etanol, HCl, Ekstrak
nanas. Lakukan pengamatan.
b) Daya Buih Telur
Pada praktikum daya buih telur, bahan yang digunakan meliputi 4
butir telur dengan 1 telur control dan 3 telur lainnya diberi
perlakuan.Perlakuan yang diberikan seperti penambahan cream of tartar,
minyak sayur dan jus lemon.Telur dengan perlakuan control dikocok
menggunakan mixer debgab kecepatan medium sampai membentuk buih
dan permukaannya menjadi kaku. Kecepan medium digunakan untuk
menghindari terjadinya denaturasi yang berlebihan akibat panas yang
ditimbulkan dari gesekan mixer dengan kecepatan tinggi.Catat waktu
pengocokan yang diperlukan sebagai data tambahan. Pindahkan buih
putih telur yang terbentuk ke dalam beaker glass dan beri label “Kontrol”.
Amati volume awal buih setelah itu simpan pada suhu ruang selama 30
menit. Setelah 30 menit, amati volume buih telur, catat perubahan yang
terjadi.
Telur dengan penambahan cream of tartar, dilakukan pengocokan
selama 5 menit dengan kecepatan medium kemudian tambahkan cream of
tartarsebanyak 1/8 sendok. Stetelah dilakukan penambahan asam, kocok
kembali putih telur dengan kecepatan medium. Lakukan pengocokan
kembali selama 2 menit stelah itu pindahkan buih ke dalam beaker glass,
kemudian beri label “cream od tartar”. Catat volume awal dan setelah
disimpan 30 menit pada suhu ruang kemudian amati volume akhirnya.
Lakukan prosedur yang sama untuk telur dengan perlakuan minyak sayur
dan jus lemon.Penambahan minyak sayur dan jus lemon sebanyak ½
sendok teh.
Tujuan dilakukannya penambahan cream of tartardan jus lemon untuk
menurunkan pH buih putih telur hingga mendekati titik isoelektrik
protein.Titik isoelektrik protein menyebabkan reaktivitas molekul pada
protein menurun dan mereduksi kemampuan protein untuk berikatan satu
sama lain sehingga mencegah terjadinya koagulasi.Sehingga
menyebabkan kestabilan buih putih telur terjaga.Minyak dan lemak dapat
mencegah terjadinya koagulasi protein pada putih telur karena lipoprotein
pada lemak akan berikatan dengan protein albumen.
c) Kuning Telur sebagai Emulsifier
Dalam praktikum kuning telur sebagai emulsifier kuning telur yang
digunakan dibedakan menurut cara penyimpanannya. Penyimpanan
kuning telur yang dilakukan meliputi telur segar, telur utuh disimpan
dalam kulkas (dipecah ketika akan dilakukan praktikum), kuning telur
yang dipisahkan dari putih telurnya, kemudian disimpan dalam kulkas,
dan kuning telur yang disimpan dalam suhu ruang. Fungsi dari
pembedaan penyimpanan kuning telur tersebut untuk mengetahui
perbedaan tingkat emulsi yang dihasilkan pada masing-masing bahan.
Kuning Telur yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam
beaker glass setelah itu kocok selama ± 2 menit.Campurkan minyak dan
air kedalam beaker glass setelah itu kocok hingga merata. Panaskan
campuran tersebut dengan panas yang rendah dan diaduk-aduk. Hal
tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi kuning telur sebagai
pengemulsi.Lakukan lagi prosedur tersebut dengan masing-masing bahan
kuning telur yang telah disimpan selama 30 menit.
5.2 Acara Susu
5.2.1 Faktor-faktor penyebab kerusakan pada susu (panas, asam, mikroba)
Susu yang masih segar dan berkualitas baik tidak akan mengalami
koagulasi apabila dipanaskan (dipasteurisasi). Sebaliknya, susu yang
kandungan asam laktatnya tinggi, sebagai hasil pemecahan laktosa oleh
bakteri asam laktat, akan terkoagulasi apabila dipanaskan. Demikian pula
pada koagulasi terjadi pada kolostrum dan susu yang berasal dari ambing yang
terkena mastitis pada tingkatan tertentu (kadar garamnya meningkat). Susu
yang masih dalam kualitas yang baik itu tidak terdapat gumpalan – gumpalan
(bukan gelembung udara) pada susu. Sebaliknya, apabila terdapat gumpalan –
gumpalan pada susu hal ini dapat disebabkan karena susu sudah asam (derajat
keasaman tinggi) atau dikatakan susu sudah pecah, dan mastitis.
5.2.2 Parameter Kualitas Susu(warna, aroma, berat jenis, kenampakan)
Warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai kuning
keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam
susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque). Dalam bentuk lapisan
tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak rendah atau
susu yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru – biruan. Warna putih
susu lemak, kalsium kaseinat, dan koloid fosfat.(SNI 01-3141-1998).
Karoten (pro - vitamin A) adalah pigmen yang menyebabkan warna
kekuningan pada susu yang berasal dari jennis pakan yang diberiakan.
Ketajaman warna karoten tergantung dari jumlah pigmen dalam darah yang
disekresi bersama – sama susu. Karoten yang terdapat dalam susu, secara
identik dengan yang terdapat pada warna tanaman. Warna kuning susu ini
sangat dipengaruhi oleh pakan yang berikan pada ternak itu sendiri. Pakan
yang tinggi kadar karoten, misalnya wortel dan hijaun menyebabkan warna
susu lebih kuning daripada pakan jagung putih atau oats yang berkadar
karoten rendah. Pigmen lain yang terdapat dalam susu adalah riboflavin.
Pigmen ini terlarut dalam susu tetapi hanya tampak pada bagian whey dan
menyebabkan warna kehijauan. Dalam susu normal, warna riboflavin tertutup
oleh komponen lain (Rachmawan, 2001).
Susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena
adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya
menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau
lain yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh
lemak susu. Bau pakan dan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan
mudah mempengaruhi bau susu tersebut. Susu segar yang normal adalah
sedikit mans yang ditimbulkan karena kandungan laktosa didalam susu.
Tingkat kemanisan susu bervariasi tergantung tinggi rendahnya kandungan
laktosa. Adanya garam juga mempengaruhi rasa susu.
Rasa dan bau susu sering kali sulit dipisahkan dan keduanya
bergabung menghasilkan kesan spesifik yang disebut sebagaiflavor susu.
Potineni and Peterson (2005) melaporkan bahwa senyawa vanilin didalam
susu yang terdegradasi menjadi asam vanilat dapat menyebabkan Off-flavor
selama penyimpanan. Degradasi tersebut terkait erat dengan reaksi oksidatif
dari enzim xanthine oksidase yang secara intrinsik ada didalam susu. senyawa
lain yang ikut berperan menentukanflavor susu adalah beberapa senyawa
phenol khususnya alkyl-phenol (Kilic and Lindsay, 2005).
Konsistensi susu menunjukkan imbangan jumlah air dan bahan padat
yang ada d idalam susu sebagai suatu emulsi yang baik. Apabila ke dalam
susu ditambahkan bahan-bahan tertentu maka konsistensi susu dapat berubah,
sehingga sistem emulsi terganggu dan beberapa komponen susu terpisah dari
air.
Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah (menggumpal) bila
dipanaskan/dididihkan pada waktu tertentu. Sebaliknya, susu yang bermutu
jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Terjadinya
penggumpalan diakibatkan oleh adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba
dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu mudah
mengalami denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi,
susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah
pecah bila dipanaskan.
Bobot jenis atau berat jenis merupakan perbandingan berat dari
sejumlah volume susu yang dapat mencerminkan kemurnian susu tersebut.
Berat jenis susu yang dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah
minimal 1,0280. Apabila bobot jenis susu lebih rendah dari nilai tersebut
maka menunjukkan adanya penambahan air kedalam susu. Sebaliknya bila
bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan penambahan
suatu bahan padat kedalam susu.
5.2.3 Analisis data
a. Berat Jenis Susu
Pada Praktikum Berat Jenis Susu, dilakukan 4 percobaan
macam jenis susu, yaitu susu segar, susu full krim, skim milk,
dan susu kental manis dengan masing-masing dilakukan
empat kali ulangan.Pada percobaan jenis susu segar, pada
ulangan pertama dan kedua sama-sama didapat hasil 1,023,
namun pada ulangan ketiga dan ulangan keempat hasil yang
diperoleh lebih kecil daripada ulangan pertama dan ulangan
kedua yaitu 1,022.Pada percobaan jenis susu full krim, pada
ulangan pertama dan kedua sama-sama didapat hasil 1,020,
tetapi pada ulangan ketiga dan keempat diperoleh hasil yang
berbeda, pada ulangan ketiga terjadi peningkatan angka yaitu
1,025, sedangkan pada ulangan keempat angka yang
diperoleh lebih rendah yaitu 1,021.Pada percobaan jenis skim
milk, pada ulangan pertama sampai ulangan keempat semua
hasil yang diperoleh sama yaitul 1,025 .Dan pada percobaan
yang terakhir yaitu jenis susu kental manis, pada ulangan
pertama sampai ulangan keempat juga diperoleh hasil yang
sama yaitu 1,036.
Pada Analis Data yang kami peroleh terjadi perbedaan
dengan literatur.Pada literatur, standart berat jenis susu yaitu
1,028, namun dari data yang kami dapat, diperoleh angka
yang lebih kecil bahkan ada angka yang lebih besar dari
literatur.Mungkin terjadi penyimpangan pada susu yang kami
analisa seperti susu lebih encer atau mungkin susu lebih
sedikit mengandung minyak, jika angka yang diperoleh lebih
kecil dari literatur maka susu lebih encer, dan jika angka yang
diperoleh lebih besar dari literatur maka konsentrasi minyak
lebih besar dalam arti lain susu lebih kental.Hal ini terjadi
mungkin karena proses pengolahan susu tersebut khususnya
pada proses evaporasi kurang maksimal, sehingga susu yang
diperoleh lebih encer , sedangkan pada angka yang lebih
besar mungkin dikarenakan proses evaporasi pada susu
terlalu lama sehingga kadar air pada susu sangat sedikit,
maka susu yang diperoleh lebih kental.
b. Uji Kualitas Susu
Pada uji kualiatas susu terdapat empat macam jenis susu yang
dilakukan, yaitu susu bubuk skim milk, susu bubuk full cream, susu segar, dan
susu kental manis. Pada perlakuan suhu dingin, untuk sampel susu bubuk
skim milk pengamatan hari ke-nol ( 0 ) untuk warna masih belum ada
perubahan, aromanya juga masih beraroma susu bubuk skim milk namun
penampakannya sudah terdapat buih. Setelah disimpan pada suhu dingin, pada
pengamatan hari ke-3 untuk warna bertambah gelap, aroma masih sama
seperti pengamatan pada hari ke-nol ( 0 ) dan untuk penampakannya tidak
pecah. Untuk pengamatan hari ke-7 untuk warna sama dengan pengamatan
hari sebelumnya ( hari ke-3 ), aromanya juga masih tetap sama dengan hari
sebelumnya ( hari ke-0 dan ke-3 ), dan penampakannya juga tidak pecah.
Kemudian disimpan pada suhu rendah, pada pengamatan hari ke-2 untuk
warna masih belum ada perubahan, aromanya semakin menyengat karena
pada susu bubu skim milk banyak mengandung lemak, dan untuk
penampakan pecah. Sedangkan untuk pengamatan hari ke-3 untuk warna
semakin gelap, aromanya semakin menyengat seperti susu yang busuk dan
untuk penampakannya juga pecah antara air yang berwarna kuning dengan
skim yang berwarna putih yang menggumpal.
Pada data pengamatan susu bubuk fullcream, dengan perlakuan suhu
dingin untuk hari ke-0 warna putih gelap, aromanya lebih menyengat karena
susu fullcream banyak mengandung lemak, dan untuk penampakannya
terdapat banyak buih. Untuk hari ke-3 warna putih kental, aromanya agak
menyengat sedangkan untuk penampakannya tidak pecah. Hal tersebuat sama
dengan pengamatan pada hari ke-7 warnanya putih kental, aromanya agak
menyengat dan penampakannya tidak pecah. Pada perlakuan suhu rendah
untuk pengamatan hari ke-2 warna putih agak kental, aromanya sangat
menyengat yang dikarenakan pada susu fullcream banyak mengadung
creamnya yang apabila disimpan pada suhu ruang akan mengalami oksidasi
karena lemak pada susu menyerap oksigen. Sedangkan untuk penampakannya
tidak pecah. Untuk pengamatan hari ke-3 warna putih gelap karena pengaruh
penyimpanan, aromanya sangat menyengat karena lemak yang terkandung
didalam susu telah teroksidasi, sedangkan untuk penampakannya pecah antara
minyak dan gumpalan dari susu.
Pada pengamatan susu segar, untuk perlakuan suhu dingin pada hari
ke-0 warna masih sama dengan warna susu pada saat sebelum adanya
perlakuan yaitu putih, aromanya seperti aroma susu sapi dan penampakannya
tidak ada karena masih encer. Untuk hari ke-3 warna dari susu masih sama
dengan pengamatan hari ke-0, aromanya tidak menyengat dan sedikit
beraroma susu sapi, sedangkan untuk penampakannya terdapat sedikit buih.
Untuk hari ke-7 warna ada perubahan ( agak putih gelap ), aromanya masih
sama dengan aroma pada pengamatan ke-3. Sedangkan untuk penampakannya
juga sedikit terdapat buih. Pada perlakuan suhu rendah, untuk pengamatan
hari ke-2 warna putih sedikit gelap, aromanya tidak menyengat hanya saja
sedikit berbau aroma susu sapi, sedangkan untuk penampakannya tidak pecah
karena pada susu segar tidak mengandung lemak ( terjadi gumpalan ). Pada
pengamatan hari ke-3 warna dari susu segar masih sama dengan pengamatan
sebelumnya ( hari ke-2 ) warnanya putih jernih, aromanya tidak menyengat
hanya saja beraroma susu sapi, dan penampakannya pecah dan sedikit
berbuih.
Dari hasil data pengamatan susu kental manis, pada perlakuan suhu
dingin untuk pengamatan hari ke-0 warna masih menunjukan warna susu
kental manis ( putih jernih ), aroma juga warna masih menunjukan warna susu
kental manis, dan penampakanya tidak pecah. Pada pengamatan hari ke-3
warna susu masih putih jernih, aromanya tidak menyengat masih seperti
aroma susu kental manis pada pengamatan hari sebelumnya ( hari ke-0 ),
sedangkan untuk penampakannya tidak pecah, karena pada penyimpanan suhu
dingin susu tidak teroksidasi oleh oksigen. Pada pengamatan hari ke-7 warna
dari susu putih agak gelap, aromanya masih sama dengan aroma pada
pengamatan hari ke-2 dan ke-3, dan penampakanya masih tidak pecah, karena
pada penyimpanan suhu dingin lemak yang terkandung pada susu tidak
teroksidasi oleh oksigen. Untuk penyimpanan suhu rendah pada pengamatan
hari ke-2 warna dari susu putih seperti warna susu pada awalnya, aroma susu
tidak menyengat dan masih seperti aroma susu kental manis, sedangkan untuk
penampakannya tidak pecah, karena pada pada penyimpanan hari ke-2 lemak
dalam susu belum mengalami oksidasi. Pada pengamatan hari ke-3 untuk
aroma susu putih agak gelap, aromanya sedikit menyengat, sedangkan untuk
penampaknnya pecah karena lemak pada susu teroksidasi oleh udara.
5.3 Acara Telur
5.3.1 Denaturasi Telur
5.3.1.1 Penjelasan masing-masing bahan yang digunakan dalam acara denaturasi
protein.
Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan
logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan
jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama
gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi
dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat.Ion-ion tersebut adalah
Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++, Co++, Mn++ dan Pb++. Selain gugus
–COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat
pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-
SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++
(Poedjiadi, 1994). Dari hasil percobaan diketahiu bahwa reagsi antara logam
berat dan albumin menghasilkan endapan, endapan yang paling banyak
dihasilkan oleh AgNO3.Logam Ag dan Hg lebih reaktif daripada Pb kerena
kedua logam tersebut merupakn logam transisi pada sistem periodik unsur.
Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam
tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh.
Hal ini seperti denaturasi oleh raksa (Hg) untuk pemurnian emas yang terjadi
di Minamata, Jepang.
Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein
ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam
netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan
mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk
menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan
molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik
air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang
(Winarno, 2002). Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan
penambahan amoniumsulfat ((NH4)2SO4) hingga jenuh (Poedjiadi, 1994).
Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC
atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik
isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu
biasanya berkisar 4–4,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan
negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun
atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada
temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena
pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat
sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur
sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (Blogspot,
2007).
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut
organik akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga
kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi
dengan protein terhadap air (Blogspot, 2007).
5.3.1.2 Mekanisme terjadinya denaturasi protein (akibat adanya panas,asam-basa,
garam logam, senyawa ionik dan senyawa organik)
Terdapat 3 mekanisme denaturasi, yaitu :
(1) Denaturasi protein akibat panas, kondisi panas dapat memutuskan ikatan
hydrogen dan interaksi hidrofobik non polar yang menopang struktur
sekunder dan tersier molekul protein. Hal ini di karenakan suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga menyebabkan sisi hidrofobik
dari gugus samping molekul polipeptida akan terbuka. Proses denaturasi
tersebut menurunkan kelarutan protein sehingga akan terjadi koagulasi.
(2) Denaturasi protein akibat asam basa, adanya asam dan basa dapat
memutuskan jembatan garam pada struktur tersier protein. Hal ini di
karenakan asam dan basa akan terdisosiasi menjadi produk bermuatan ionik.
Mekanisme denaturasi berlangsung ketika terjadi reaksi subsititusi antara ion
positif dan negatif di dalam garam dengan ion positif dan negatif yang berasal
dari asam atau basa yang ditambahkan.
(3) Denaturasi protein akibat logam berat, reaksi yang terjadi antara logam
berat dengan protein akan mengakibatkan terbentuknya protein-logam yang
tidak larut. Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion
logam. Pengendapan oleh ion positif (logam berat) diperlukan pH larutan
diatas pI karena protein bermuatan negative sedangkan pengendapan oleh ion
negative diperlukan pH larutan dibawah pI karena protein bermuatan positif.
Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca2+, Zn2+,
Hg2+, Fe2+,Cu2+ dan Pb2+, sedangkan ion-ion negatif yang dapat
mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan
sulfo salisilat. Logam berat juga merusak ikatan disulfide karena afinitasnya
yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga
mengakibatkan denaturasi protein.
5.3.1.3 Analisa Data
Setelah dilakukan pengamatan dihasilkan data pada penambahan 1%
AgNO3 warna keruh dan kenampakan endapan semi halus, pada NaCl 1M
warna bening dan kenampakan endapan halus, pada penambahan NaOH 1 M
warna bening dan kenampakan terbentuk gumpalan , pada penambahan
CH3COOH berwarna putih susus dan kenampakan terbentuk gumpalan, pada
penambahan etanol ber warna putih susu dan kenampakan terbentuk
gumpalan, pada penambahan HCl berwarna putih susu dan kenampakan
terbentuk gumpalan, pada penambahan ekstrak nanas berwarna keruh dan
kenampakan terbentuk endapan halus.
5.3.2 Daya Buih Putih Telur
Praktikum Daya Buih Telur dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dari penambahan tartar, minyak sayur dan jus lemon pada putih telur terhadap
daya buih yang dihasilkan.Bahan putih telur tanpa penambahan bahan apapun
dengan pengocokan selama 02.28 menit.Seharusnya pengocokan dilakukan
selama 2 menit, hal tersebut disebabkan karena praktikan kurang teliti.
Pengocokan tersebut menghasilkan volume awal buih sebanyak 60 ml dan
volume akhir 59 ml. Untuk putih telur dengan penambahan 1/8 cream of
tartarsetelah dikocok selama 2 menit, tidak mengalami pengurangan volume
buih karena cream of tartarmemiliki pH 5 yang bersifat asam sehingga pH
tersebut dapat meningkatkan viskositas buih telur. Jadi, dengan penambahan
cream of tartar maka proses pencairan buih telur terjadi lebih lama.
Untuk putih telur dengan penambahan minyak sayur dihasilkan
volume awal sebanyak 60 ml dan volume akhir 53 ml. Hal tersebut terjadi
karena minyak sayur memiliki ikatan lemak tak jenuh sehingga menurunka
stabilitas buih menjadi tidak tahan lama. Sedangkan pada putih telur dengan
penambahan jus lemon menghasilkan volume awal buih sebanyak 240 ml dan
volume akhir tetap sebanyak 240 ml. Hal tersebut terjadi karena jus lemon
bersifat asam, sehingga sifat asam tersebut mempengaruhi daya buih menjadi
stabil.
5.3.3 Kuning Telur sebagai Emulsifier
Dari data pengamatan yang dilakukan, untuk telur utuh yang disimpan
pada suhu ruang memiliki tingkat homogeny yang tidak bagus, sedangkan
untuk telur yang disimpan dalam kulkas kemudian dikeluarkan dan langsuh
dipecah memiliki tingkat homogeny yang buruk. Untuk kuning telur yang
disimpan dalam kulkas memiliki tingkat homogeny yang sedikit bagus
dibandingkan dengan kuning telur yang segar ditambah dengan air dan
minyak memiliki tingkat homogeny yang baik.
Berdasarkan analisa data tersebut pada kuning telur segar yang
ditambah dengan air dan minyak memiliki tingkat homogeny yang baik
dibandingkan dengan kuning telur yang lain. Hal ini disebabkan karena pada
kuning telur yang ditambahkan air dan minyak karena kuning telur tercampur
halus dengan adanya air dan minyak.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s-ovalbumin
contens in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras. Cienc.
Avic.Vol.6. No.2. Campinas. Revistra Brasileira de Ciencia Avicola.
Anonim. 2008. Protein (http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 28 April 2013.
Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan (1983)
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Susu segar-Bagian 1: Sapi. Jakarta: SNI
3141.1:2011
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Susu Pasteurisasi. Jakarta:SNI 01-3951-1995
Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger, Berlin.
Forsythe, R.H. dan D.H. Berquist. 1951. The effect of physical treatments on some
properties of egg white. Poultry Sci. 30: 302-311.
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Hamidah. 2006. Daya dan kestabilan buih telur ayam ras pada umur telur dan level
penambahan Cream of Tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kurniawan, I. 1991. Pengaruh penambahan asam atau garam asam terhadap daya dan
kestabilan buih putih telur itik Tegal umur satu dan empat belas hari.Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahmawati, A. 2006.Daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada umur telur
dan taraf penambahan asam sitrat yang berbeda.Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and
Sons, New York.
Rosidah . 2006. Hubungan umur simpan dengan penyusutan bobot, nilai Haugh Unit,
daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada suhu ruang. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Septiyandi, E. 2006. Daya dan kestabilan buih telur itik Tegal pada umur telur dan
level penambahan Cream of Tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Silverside F. G. and K. Budgell. 2004. The relationships among measures of egg
albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: 1619-11623.
Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril, 1995.Egg Science and Technology.4th ed. teh Avi
Publishing Co. Inc. New York.
Seideman, W.E., O. J. Cotterill dan E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat
coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.
Suryono, H. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal dengan
penambahan asam asetat pada umur simpan yang berbeda.Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty:
Yogyakarta
Sya'bana, Muhammad Fauzi, 2011. Asam Amino dan
Protein
.http://kimia.upi.edu/staf/nurul/Web%202011/0800521/denaturasiprotein.html.
[Diakses pada tanggal 1 Mei 2013]
Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
LAPORAN SUSU DANTELUR
Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Bayu Octavian Prasetya (121710101118)2. Utiya Listy Biyumna (121710101119)3. Triska Dessy Kumalasari (121710101108)
4. Faris Malik Ibrahim (121710101125)5. Ahmad Rizky Alfian (121710101124)6. Anyes Anggraini (121710101109)
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
LAMPIRAN
1. Uji Kualitas Susu
2. Berat Jenis Susu
3. Daya Buih Telur