laporan skenario a kelompok 3 fix

Upload: risha-meilinda-marpaung

Post on 04-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    1/55

    1

    LAPORAN

    TUTORIAL BLOK 9

    disusun Oleh:

    KELOMPOK 3

    Anggota Kelompok :

    Kadek Martha S (04111001012)

    Mentari Indah Dari (04111001024)

    Agien Tri Wijaya (04111001041)

    R.A.Delila Tsaniyah (04111001043)

    Mia Hayati Khairunnisa (04111001045)

    Risha Meilinda Marpaung (04111001069)

    Desy Aryani (04111001085)

    Randina Dwi Megadari (04111001110)

    Moza Guyanto (04111001112)

    Utari Mudhia Arisa P (04111001117)

    Muhammad Adam Mudzakir (04111001134)

    Agung Hadi Wibowo (04111001135)

    Kadek Martha S (04111001012)

    Tutor: Fatmawati,S.Si,M.Si

    PENDIDIKAN DOKTER UMUM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS SRIWIJAYA

    TAHUN 2012

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    2/55

    2

    KATA PENGANTAR

    Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

    Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial

    blok 9 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

    Laporan ini merupakan tugas akhir dari prosesi tutorial yang telah kami lakukan selama

    dua kali secara berkelompok di Fakultas Universitas Sriwijaya tahun 2012.

    Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial blok 9 dengan membahas skenario A. Di

    sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan

    sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang

    dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Dalam

    dinamika kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis.

    Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book,

    media internet.

    Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha

    Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun

    materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat

    banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran

    dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini

    dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

    Palembang, 02 Juli 2012

    Penulis

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    3/55

    3

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii

    HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI

    I. Skenario A Blok 9 ................................................................................................................. 4

    II. Klarifikasi Istilah .................................................................................................................. 4

    III. Identifikasi Masalah....5

    IV. Analisis Masalah..................................................................................................................5

    - Keterkaitan antarmasalah................................................................................................... ...23

    V. Learning Issues .................................................................................................................... 23

    VI. Sintesis Masalah ................................................................................................................. 24

    A. Malaria ............................................................................................................................. 24

    B. Resistensi Mikroba ........................................................................................................... 32

    C. Mutasi gen ........................................................................................................................ 38

    D. Pemeriksaan Apusan Darah ............................................................................................. 40

    E. Resistensi Klorokuin..45

    F. Plasmodium falciparum ..46

    -Kerangka konsep ................................................................................................................. 54

    VII. Kesimpulan..\......54

    Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 54

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    4/55

    4

    I. SKENARIO A : Tuan Budi

    Tn.Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, 1 bulan tinggal di daerah

    Amaroppa Papua, mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-

    mual. Serelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat antimalaria klorokuin dan obat

    simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun

    telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang.

    Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++).

    II. Klarifikasi Istilah :

    1. Demam : Suhu tubuh diatas batas normal , dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak

    sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu.

    2. Menggigil : Tubuh gemetar secara involunter, seperti demam; Penyakit yang ditandai

    oleh gemetar dan menggigilnya berbagai otot.

    3. Berkeringat : Mengeluarkan keringat

    4. Obat antimalaria klorokuin : Obat anti amuba dan antiinflamasi yang dipakai dalam

    pengobatan malaria, dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat.

    5. Obat simptomatis : Obat yang diarahkan untuk pengurangan gejala, seperti pengobatan

    simtomatik.

    6. Pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal : Pemeriksaan laboratorium dalam

    kecurigaan kasus malaria.

    7. Plasmodium falcifarum :Genus sporozoa yang bersifat parasitik pada sel darah merah

    hewan maupun manusia yang menyebabkan jenis malaria spesifik pada manusia.

    8. Transmigran : Orang melakukan transmigrasi, berpindah dari kota padat penduduk kke

    kota jarang penduduk.

    9. Mual-mual : Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium

    dan abdomen dan cenderung untuk muntah.10.Sakit kepala : Suatu kondisi sakit yang terletak di sekitar kepala, terkadang rasa sakit

    pada leher atau bagian atas leher juga yang disebabkan oleh ketegangan otot, migrain,

    kelelahan mata, dehidrasi, tekanan gula darah yang rendah, hipermastikasi dan sinusitis

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    5/55

    5

    III. Identifikasi Masalah

    Kalimat 1 : Tn.Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, 1 bulan tinggal di

    daerah Amaroppa Papua, mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan

    mual-mual.

    Kalimat 2 : Tn.Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta

    dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal.

    Kalimat 3 : Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-

    gejalanya tidak berkurang.

    Kalimat 4 : Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum(+++).

    Masalah Utama : Kalimat 1

    IV. Analisis Masalah

    1) Tn.Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, 1 bulan tinggal di daerah

    Amaroppa Papua, mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-

    mual.

    a. Bagaimana mekanisme :

    - Demam

    Jawab : Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel

    Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1),

    TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada

    pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus

    mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh,

    pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu

    normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme

    respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).

    Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubunganlangsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang.

    Rangsangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk

    mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF, selain IL-6

    dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum

    Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    6/55

    6

    preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut

    maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme

    asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh

    terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

    Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal

    aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory

    protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

    2.)Mikroorganisme masuk Inflamasi Limfosit,leukosit,makrofag(proses

    fagositosis) Sel endotel hipothalamus terangsang Asam arakhidonat

    anti infeksi

    Memacu prostaglandin Perubahan suhu Viabilitas Mikroorganisme menurun

    3.) Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang pirogen

    endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat

    sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat

    hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat -

    Demam.

    -Menggigil

    Jawab : Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dinding ventrikel

    ketiga adalah susatu area yang disebut pusat motorik primer untuk menggigil. Area ini

    normalnya dihambat oleh sinyal dari pusat panas di area preoptik hipotalamus anterior tetapi

    dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit dan medulla spinalis. Oleh karena itu, seperti yang

    ditunjukkan oleh peningkatan produksi panas yang tiba-tiba, pusat ini teraktivasi ketika suhu

    Pirogen

    eksogen/endotoksin

    Homeostasis

    Pirogen endogen

    (interleukin1)

    Enzim

    fosfalase

    Enzim

    siklooksigenase

    Pengaruh ke kerja

    termostat

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    7/55

    7

    tubuh turun bahkan hanya beberapa derajat di bawwah nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian

    meneruskan sinyal yang menyebabkan mengigil melalui traktus bilateral turun ke batang otak,

    kemudian kedalam kolumna lateralis medulla spinalis dan akhirnya ke neuron-neuron motorik

    anterior. Sinyal ini tidak teratur dan tidak meyebabkan gerakan otot yang sebenarnya.

    Sebaliknya, sinyal terssebut meningkatkan tonus otot rangka di seluruh tubuh dengan

    meningkatkan aktivitas neuron-neuron motorik anterior. Ketika tonus meningkat di atas nilai

    kritis tertentu, proses menggigil dimulai. Kemungkinan hal tersebut dihasilkan dari osilasi

    umpan balik mekanisme regangan dari gelendong otot. Selama proses menggigil

    maksimum,pembentukan panas tubuh dapat meningkat hingga sebesar empat sampai lima kali

    lipat dari normal.(Fisiology Guyton)

    Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara

    vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua

    mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai

    respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh

    kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).

    -Berkeringat

    Jawab : Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh.

    Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu inti akan

    dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada hipotalamus yang

    kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena itu, tubuh akan melakukan

    vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat dikeluarkan dan suhu tubuh kembali

    normal.

    -Sakit Kepala

    Jawab : InfeksiPlasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi makrofag

    mensekresikan IL2 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL3 mengaktivasi sel mast

    mensekresikan PAF mengaktivasi faktor Hagemann sintesis bradikinin merangsang

    serabut saraf (di otak) nyeri sakit kepala atau Vasodilatasi pembuluh darah di otak

    disebabkan oleh invasi parasit, sehingga pasokan darah ke otak berkurang, tubuh

    mengkompensasi dengan melakukan vasokontriksi pembuluh darah agar pasokan darah

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    8/55

    8

    tercukupi. Lalu parasit yang masih ada akan menginvasi kembali sehingga terjadi kembali

    vasodilatasi dan kembali dikompensasi dengan vasokonstriksi. Terjadi berulang ulang yang

    akan menimbulkan sakit kepala.

    -Mual-mual

    Jawab : infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi makrofag

    menskresikan IL12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3 mengaktivasi sel mast

    menskresikan H2 peningkatan sekresi asam Lambung NAUSEA atau

    Splenomegalimenekan lambungrasa mualrasa tidak nyaman pada perut

    b. Bagaimana perbedaan kondisi Jawa Tengah dan Amaroppa Papua (sesuai skenario)?

    Jawab :

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    9/55

    9

    Keterangan Gambar : D(Diagnosis), DG(Diagnosis&Gejala), O(Obat)

    Beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung

    keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain:

    lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan,

    ketinggian, angin), lingkungan biologik dan lingkungan social-

    budaya.

    Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria

    di Indonesia adalah sebagai berikut:

    i. Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku

    Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An.

    koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan

    adalah An. farauti.

    ii. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau

    Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An.

    barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah

    Papua

    Luas 420.540 km

    Iklim

    Curah hujan 1.800 3.000 mm

    Suhu udara 19-28C

    Kelembapan 80%

    http://id.wikipedia.org/wiki/Celsiushttp://id.wikipedia.org/wiki/Celsiushttp://id.wikipedia.org/wiki/Celsiushttp://id.wikipedia.org/wiki/Celsius
  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    10/55

    10

    pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan,

    selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.

    iii. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An.

    leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.

    iv. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An.

    subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.

    Papua merupakan daerah endemis tinggi malaria yang meimiliki prevalensi malaria 18.4

    %, dibanding prevalensi malaria nasional 2.58 %. Oleh karena itu kegiatan penemuan penderita

    malaria sedini mungkin perlu dilakukan untuk memutus penyebaran malaria. Penemuan

    penderita dilakukan secara pasif dan aktif. Penelitian ini bertujuan melihat distribusi malaria

    falciparum dan malaria vivax di enam desa distrik supiori barat. Jenis penelitian ini

    menggunakan metode pendekatan cross sectional. Populasi yang dipilih adalah semua golongan

    umur di enam desa distrik supiori barat, sedangkan sampel yang dipilih adalah masyarakat yang

    datang pada kegiatan MBS malaria dengan menggunakan metode non-random accidental

    sampling (752 sampel). Data diambil menggunakan metode wawancara (aloanamnesis,

    autoanamnesis) dan pemeriksaan sediaan darah tebal malaria dan diolah secara manual dan

    komputer. Analisis menggunakan tabel univariat dan bivariat dengan manual komputer.

    Kesimpulan penelitian sebanyak 91,84 % merupakan malaria asimtomatik, terdiri dari malaria

    vivax asimtomatis sebanyak 28,57 % dan malaria falciparum asimtomatis 63,27 %.

    c. Bagaimana hubungan usia,jenis kelamin dengan imunitas tubuh Tn.Budi?

    Jawab : Orang yang berusia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap

    penyakit-penyakit menular tertentu. Usia paling rentan adalah balita dan lansia. Pada orang

    dewasa, keluhan malaria terjadi pada tubuh dengan daya tahan tubuh rendah dan umumnya

    dialami pada orang yang baru pertama kali dating ke daerah endemic malaria. Usia produktif

    lebih sering terkena, pria lebih lemah system imunnya daripada wanita.

    d. Penyakit apa saja yang memiliki gejala seperti yang dialami Tn.Budi?

    Jawab : 1. Malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    11/55

    11

    Demam tifoid

    Demam dengue

    ISPA

    Laeptospirosis/anikterik

    2. Malaria berat (malaria dengan komplikasi)

    Radang otak

    Stroke

    Tifoid ensefelopati

    Hepatitis

    Leptospirosis berat

    Glomerulonefritis

    Sepsis

    Demam berdarah dengue

    e. Mengapa Tn.Budi baru mengeluh setelah 1 bulan?

    Jawab : Plasmodium penyebab malaria memiliki masa inkubasi. Kemungkinan masa inkubasi

    dari plasmodium yang menyerang tuan budi baru timbul. Masa inkubasi adalah rentang waktu

    sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa

    inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium.

    Jika kaitannya dengan antibody mungkin secara logika dan analogi yaitu kita mengetahui

    bahwa plasmodium falciparum ini memiliki sifat dorman/tertidur dalam tubuh inangnya/ pejamu

    demam Sakit

    Kepala

    Abdominal

    Discomfort

    Splenomegali Anemia Leukositosis

    DHF + + + + + _

    Demam Tifoid + + + + + +

    Leptospirosis + + + + - +

    Brucellosis + + + + _ +

    Common

    Cold

    + + _ _ _ _

    Malaria + + + + + +

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    12/55

    12

    dan akan relaps/ menunjukkan gejala/ kambuh ketika system imun penderita menurun sehingga

    akan tampaklah gejala klinis berupa demam dsb. Jika demikian berarti tuan budi ini telah

    terekspos/ terpapar terlebih dahulu dgn plasmodium falciparum baru dia mengalami relaps.

    Waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam.

    P. Falciparum : 914 (12) hari

    P. Vivax : 12 - 17 (15) hari

    P. Ovale : 16 - 18 (17) hari

    P. Malariae : 18 - 40 (28) hari

    2) Tn.Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan

    pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal.

    a. Bagaimana mekanisme kerja obat anti malaria klorokuin?

    Jawab : Mekanisme aksi antimalaria yang memiliki struktur dasar kuinolin yaitu kuinin,

    kloroquin, amodiakuin, dan meflokuin. Untuk kelangsungan hidupnya Plasmodium falcifarum

    memerlukan zat makanan yang diperoleh dengan cara mencerna hemoglobin dan vakuola

    makanan yang bersifat asam. Hemoglobin yang dicerna selain menghasilkan asam amino yang

    menjadi nutrient bagi parasit, juga menghasilkan zat toksik yang disebut ferryprotoporphirin (FP

    IX). Kloroquin atau antimalaria yang mengandung cincin kuinolin lainnya membentuk kompleks

    dengan FP IX dalam vakuola. Kompleks obat-FP IX tersebut sangat toksik dan tidak dapat

    bergabung membentuk pigmen. Toksin kompleks obat-FP IX meracuni vakuola dan

    menghalangi mengambilan (intake) makanan sehingga parasit mati kelaparan. Kompleks

    kloroquin-FP IX juga mengganggu permeabilitas membrane parasit dan pompa proton

    membrane. Mekanisme kerja yang lain adalah dengan berinteraksi dengan DNA parasit dan

    menghambat DNA polymerase (kuinin). Kloroquin juga bersifat basa lemah sehingga, masuknyakloroquin ke dalam vakuola makanan yang bersifat asam akan meningkatkan pH organel

    tersebut. Perubahan pH akan menghambataktivitas aspartase dan cysteinase protease yang

    terdapat di dalam vakuola makanan sehingga metabolisme parasit terganggu.

    b. Kenapa diberi obat antimalaria klorokuin?

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    13/55

    13

    Jawab : Klorokuin merupakan obat pilihan utama yang sangat efektif terhadap semua jenis

    parasit malaria dengan menekan gejala klinis serta menyembuhkan secara klinis dan radikal, obat

    pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72

    jam. Klorokuin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium manusia.

    Skizontosid darah bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit). Mekanisme kerja obat ini

    diduga berhubungan dengan sistesis asam nukleat dan nukleoprotein yaitu dengan menghambat

    DNA polymerase dan RNA polimerase. Jadi, keuntungan yang dimiliki mencakup efek

    schizonticidal yang cepat. Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi

    penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik.

    Klorokuin merupakan antimalarial yang paling sering digunakan dan merupakan

    prototype original yang mendadari turunan turunannya. Klorokuin sering digunakan karena

    paling murah, telah teruji, dan paling aman diantara turunan turunannya jika digunakan dengan

    dosis yang benar.

    c. Apa saja contoh obat antimalaria?

    Jawab : Klorokuin, Pirimetamin, Sulfadoksin, Primakuin, Kina, Meflokuin, Artemisin,

    Artesunat, Lumefantrin, Kuin, dan Kuinidin.

    d. Apa saja contoh obat simptomatis yang digunakan untuk mengurangi gejala Tn.Budi?

    1. Jawab : Obat penurun panas (anti piretik)

    Penurun panas, dalam hal ini yang paling umum digunakan adalah paracetamol, dapat

    membantu menurunkan demam dan sakit kepala sehingga penderita dapat beristirahat

    lebih nyaman.

    2. Obat anti mual, misalnya antasida.

    e. Bagaimana dosis, kontraindikasi, komposis dari obat antimalaria klorokuin?

    Jawab : Profilaksis

    a. Anak

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    14/55

    14

    Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih

    dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah

    endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik.

    b. Dewasa

    Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian ini

    dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di

    daerah endemik.

    -Dewasa: Diberikan seminggu sekali pada hari yang sama, 300 mg klorokuin basa selama di

    daerah malaria dan diteruskan selama 4 minggu sesudah meninggalkan daerah malaria. Pada

    daerah-daerah tertentu, dimana transmisi malaria sangat intensif maka dosis pencegahan menjadi

    600 mg setiap minggu dan diteruskan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah malaria.

    -Anak: Dosis setiap minggu 5 mg/kg berat badan. Sebaiknya tidak melebihi dosis dewasa.

    Untuk serangan akut:

    Dewasa:

    -Hari pertama mula-mula diberikan 600 mg, setelah 6 - 8 jam diberikan lagi 300 mg.

    -Hari kedua dan ketiga masing-masing diberikan 300 mg.

    Anak:

    - 10 mg/kg BB pada hari pertama (maksimum 600 mg). Setelah 6 - 8 jam diberikan lagi 5 mg/kg

    BB.

    - Hari kedua dan ketiga masing-masing diberikan 5 mg/kg BB.

    Kontraindikasi:

    -Penggunaan Klorokuin pada penderita gangguan fungsi ginjal sebaiknya dihindari atau dosisnya

    dikurangi karena Klorokuin diekskresi lewat urin. Dosis bagi pasien gagal ginjal sebesar 50%

    dari dosis dewasa. Penggunaan Klorokuin pada wanita hamil masuk dalam kategori C.

    Penggunaan Klorokuin tersebut, dilihat dari rasio risk and benefit. Dosis lazim untuk dewasa

    dapat diberikan pada wanita hamil yang menderita malaria ringan. Tetapi terapi radikal untuk

    infeksi P. ovale dan P. vivakdengan menggunakan Primaquin harus ditunda sampai kehamilan

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    15/55

    15

    berakhir. Sedangkan Klorokuin harus diteruskan dengan dosis 600 mg tiap minggu selama

    kehamilan. Klorokuin dapat diekskresi ke air susu, sehingga penggunaan Klorokuin pada ibu

    menyusui tidak direkomendasikan.

    -Penderita dengan perubahan visual/retina.

    -Penderita yang hipersensitif terhadap 4-aminoquinolone.

    Peringatan dan Perhatian:

    - Hati-hati pemberian pada penderita penyakit hati dan ginjal.

    - Hati-hati jika diberikan pada penderita defisiensi G-6-PD (Glukosa-6-fosfat dihidrogenase).

    - Agar dilakukan pemeriksaan mata secara teratur pada pasien yang menggunakan obat ini dalam

    jangka waktu yang lama.

    - Hati-hati penggunaan bersamaan dengan obat-obat hepatotoksik.

    - Hindari penggunaan pada wanita hamil, karena klorokuin dapat menembus plasenta, kecuali

    jika diperlukan supresi terhadap malaria.

    - Hati-hati penggunaan pada ibu hamil karena klorokuin dieksekresikan di ASI.

    Komposisi:

    Tiap tablet mengandung klorokuin fosfat 250 mg setara dengan klorokuin basa 150 mg.

    f. Bagaimanakah cara pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal?

    Jawab : Cara Kerja

    1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari

    jempol

    2. Antiseptic/ alcohol 70%

    3. Pijat jari agar konstriksi

    4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus

    5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung jaringan

    yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua

    yang diambil kemudian diteteskan dipreparat

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    16/55

    16

    6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal

    sehingga membentuk preparat tipis/ thin

    7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun

    tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal

    8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa

    9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung reaksi

    karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes

    10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok karena

    akan muncul gelembung

    11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol sebanyak 15-

    20 tetes sampai tertutup semua

    12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades 15-20

    tetes sampai tertutup semua

    13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi.

    14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam

    tabung reaksi

    15. Cuci kedua preparat

    16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskop

    Catatan: Jauhkan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar

    terlebih dahulu.

    3) Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak

    berkurang.

    a. Mengapa gejala yang dialami Tn.Budi tidak berkurang walaupun telah minum klorokuin

    sesuai petunjuk dokter?(Hubungannya dengan resistensi mikroba dan mutasi gen pada

    Tn.Budi)

    Jawab : Gejala yang tidak berkurang setelah mengkonsumsi kloroquin sesuai petunjuk dokter

    menunjukkan terjadinya resistensi kloroquin (obat antimalaria) pada Plasmodium falcifarum.

    Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan

    menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar

    atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    17/55

    17

    Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, masih belum diketahui

    dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :

    1.Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga

    obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,

    2.Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk

    mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,

    3.Mutasi spontan dibawah tekanan otot.

    Kriteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap golongan 4-aminokuinolin

    (kloroquin) dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat

    resistensi terhadap obat secara in vivo dapat dibagi menjadi :

    S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4

    minggu.

    R I : Resistensi tingkat Idengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4

    atau minggu ke 2)

    R II :Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.

    R III :Resistensi tingkat IIIdengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.

    Mekanisme mutasi gen terhadap resistensi obat:

    Mekanisme resistensi obat oleh pgh1: terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan

    strain sensitif terhadap kloroquin. Jumlah uptake kloroquin ke dalam vakuola

    makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan strain resisten. Namun, dalam

    strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi

    kloroquin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat

    dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada

    Plasmodium falcifarum.

    Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi kloroquin: resistensi terhadap kloroquin dalam

    Plasmodium falcifarum dapat terjadi secara multigenik dan terjadi pada genpengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt (Plasmodium Falcifarum

    Chloroquine Resistence Transporter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi pada

    gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada transporter kedua yaitu

    pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat

    tersebut.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    18/55

    18

    Mutasi gen pfmdr1: mutasi pada gen pengkode transporter kedua ini terjadi karena

    terjadi mutasi gen pfcrt sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip, yaitu

    genotif K1 dan genotif 7G8. Mutasi pada genotif K1 berupa perubahan basa tunggal

    pada nukleotida ke 754, yaitu basa Adenin (A) menjadi timim (T) sehingga terjadi

    perubahan asam amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8

    mengalami mutasi pada nukleotida 1094, 3598, 3622, dan 4234. Namun, pfmdr1

    bukanlah semata-mata factor penyebab resistensi kloroquin. Terdapat beberapa

    factor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan factor

    geografi.

    1. Faktor parasit: pola resistensi obat, kecepatan multiplikasi, polimorfisme, jenis

    plasmodium. Sedangkan pada P. falciparum yang menginfeksi tubuh mang juhai telah resisten

    terhadap klorokuin. Rerisitensi ini disebabkan oleh adanya mutasi pada kromosom ketujuh yaitu

    perubahan dari lisin menjadi treonin pada asam amino yang ke 76.

    2. Faktor pejamu/host: sistem imunitas tidak baik, genetik (perbedaan antara imunitas

    bawaan dan imunitas didapat), umur kehamilan, tinggal di daerah endemis, pemberian Klorokuin

    yang tidak adekuat

    Setelah di dalam tubuh, parasit malaria mengalikan dan menyerang sel-sel darah merah.

    Konsentrasi tingkat tinggi klorokuin dapat membunuh parasit yang hidup dalam sel. Tetapi

    penelitian Profesor Steve Ward dan Dr Pat Bray, dari Sekolah Kedokteran Tropis Liverpool,

    bekerja dengan Dr David Fidock di Albert Einstein College of Medicine di New York, telah

    menunjukkan bagaimana protein yang disebut PfCRT dalam parasit telah memungkinkan untuk

    menjadi resisten terhadap obat antimalaria penting dengan menciptakan sebuah 'pintu belakang'

    dan benar-benar memindahkan obat keluar dari parasit oleh kebocoran. Mereka percaya PfCRT

    yang mungkin menjadi 'master' gen yang mengontrol resistensi parasit terhadap berbagai obat

    antimalaria.

    Mekanisme resistennya mikroba terhadap antimikroba dapat melalui :

    1. Mutasi

    2. Destruksi/Inaktivasi

    3. Efflux

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    19/55

    19

    b. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?

    Jawab : Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain

    dapat diberikan , antara lain :

    1.Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal

    sebanyak 2-3 tablet.

    2.Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.

    3.Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100

    mg/hari selama 7 hari.

    4.Kombinasikombinasi lain : kina dan tetrasiklin.

    Resistensi obat terhadap seringnya penggunaan obat anti malaria telah berkembang

    dengan cepat. Untuk mencegah kondisi ini, pengobatan sebaiknya digunakan secara kombinasi.

    Saat ini WHO merekomendasikan regimen baru untuk penatalaksanaan malaria, terutama

    malaria akibat P falciparum, yaitu kombinasi obat-obatan yang biasa dikenal sebagai

    Artemisinin-based Combination Therapies (ACTs) dan bukan single-drug. Karena pengobatan

    single-drug akan meningkatkan kemungkinan parasit berkembang dan menjadi kebal terhadap

    obat. (CDC,2007; DEPKES RI, 2006; Harijanto, 2006; WHO.International Health and Travel,

    2006).

    Vaksin terhadap malaria masih tetap dalam perkembangan. Hal yang menyulitkan adalah

    banyaknya antigen yang terdapat pada Plasmodium sp. selain pada masing-masing bentuk

    stadium pada daur hidupnya. Oleh karena yang paling berbahaya adalah P falciparum, maka

    sekarang pembuatan vaksin ditujukan untuk menekan pertumbuhan Plasmodium jenis ini.

    (Freedman, 2009; Harijanto, 2006)

    Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan, yaitu vaksin sporozoit (bentuk

    intrahepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan

    bentuk gametosit. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah sporozoit menginfeksi sel hati sehingga

    diharapkan infeksi tidak terjadi.vaksin ini dikembangkan melalui ditemukannya antigen

    circumsporozoit. (Harijanto, 2006; Roestenberg, 2009)

    HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal adalah vaksin yang multi-stage

    (sporozoit-aseksual), multivalen (terdiri dari beberapa antigen), sehingga memberikan respon

    multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA dan diharapkan akan memberikan respon yang

    baik dan harga yang tidak begitu mahal. (Harijanto, 2006)

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    20/55

    20

    Uji coba lapangan terhadap manusia tampaknya memberikan perlindungan yang

    bermanfaat. Dari hasil penelitian Bejon et al (2008) tentang pengaruh vaksin RTS,S/AS01E

    dalam mencegah malaria di lapangan, dengan target anak usia 5-17 tahun. mereka mendapatkan

    hasil bahwa RTS,S/AS01E sangat menjanjikan sebagai salah satu kandidat vaksin untuk

    mencegah malaria. (Bejon at al, 2008)

    4) Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum(+++).

    a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium Tn.Budi?

    Jawab : Menunjukkan densitas parasitemia atau kepadatan parasit (plasmodium), yaitu:

    + 1-10 parasit aseksual per 100 bidang film tebal

    + + 11-100 parasit aseksual per 100 bidang film tebal

    + + + 1-10 aseksual parasit per bidang film tunggal tebal

    + + + + > 10 aseksual parasit per bidang film tunggal tebal

    Hal ini penting untuk mengetahui bahwa kepadatan parasit darah berkorelasi dengan

    tingkat keparahan dari presentasi klinis. Hasil (+++) menunjukkan keadaan parasitemia yaitu

    terdapat 1-10 Palsmodium falciparum aseksual per bidang film tunggal tebal (perhitungan

    jumlah semi kuantitatif).

    b. Apa jenis-jenis malaria?(perbedaan,penyebab)

    Jawab : Jenis-jenis Malaria digolongkan menjadi 4, yaitu:

    Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan

    demam muncul setiap hari ketiga. Merupakan penyebab kira-kira 43% kasus malaria

    pada manusia

    Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam

    setiap hari keempat. Menyebabkan kira-kira 7% malaria didunia.

    Malaria tropica, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, merupakan malaria yang

    paling patogenik dan seringkali berakibat fatal. Jenis penyakit malaria ini adalah yang

    terberat, karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperticerebralmalaria

    (malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas,

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    21/55

    21

    dll.Penderita Malaria jenis ini mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala

    terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak.

    Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium ovale. Malaria jenis ini jarang sekali

    dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.

    c. Apa saja gejala malaria?

    Jawab : Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang

    berurutan yaitu :

    1. Stadium dingin (cold stage).

    2. Stadium demam (Hot stage).

    3. Stadium berkeringat (sweating stage).

    Gejala klinis lain sebagai berikut : Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

    Nafsu makan menurun.

    Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

    Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium

    Falciparum.

    Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

    Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

    Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol

    adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat

    kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

    Ikterus

    d. Apa saja factor risiko dari malaria?

    1. Jawab : Kekebalan / Imunitas

    Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan

    tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi

    perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan

    kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih

    dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    22/55

    22

    dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui

    pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang

    kebal penyakit.

    2. Lingkungan tempat tinggal

    Seseorang yang tinggal di daerah endemic malaria akan berisiko terkena penyakit

    malaria.

    3. Jenis kelamin

    Perempuan memiliki sistem imun yang lebih kuat daripada laki-laki, sehingga laki-

    laki lebih mudah terkena malaria.

    4. Umur

    Pada usia produktif, seseorang akan lebih sering beraktivitas, sehingga

    memungkinkan sistem imunnya menurun, sehingga mudah terkena malaria.

    5. Lingkungan fisik : Suhu, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus air

    6. Lingkungan kimiawi, biologic, sosial budaya

    7. Ras atau Bangsa

    8. Kasa tidak dipasang pada semua ventilasi, dinding rumah dari kayu/ papan,

    keberadaan kandang ternak, kebiasaan keluar rumah malam hari, pendapatan rendah,

    pendidikan rendah.

    e. Bagaimana mekanisme malaria sesuai skenario?

    Jawab : Bila nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya

    menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam liurnya akan masuk ke tubuh hospes dan melalui

    sirkulasi sampai akhirnya masuk ke dalam sel hati (hepatosit) setelah 1/2 -1 jam kemudian.

    Sebagian parasit dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian lagi masuk ke hepatosit menjadi

    trofozoit hati lalu menjadi skizon dan hipnozoit (pada P.vivax dan P.ovale). Proses ini disebut

    skizogoni praeritrosit atau eksoeritrositer primer. Parasit kemudian bermultiplikasi membentuk

    beribu-ribu merozoit. Pada akhir fase praeritrosit ini, skizon pecah dan mengeluarkan merozoit

    yang kemudian masuk ke sirkulasi dan menyerang eritrosit.

    Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa

    difagositosis. Pada P.vivax dan p.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah

    beberapa waktu akan aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    23/55

    23

    tersebut dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps. P. falciparum dan P.malariae tidak

    mempunyai fase eksoeritrosit sekunder, sehingga kekambuhnanya disebabkan oleh proliferasi

    stadium eritrositik dan dikenal sebagai rekrudensi.

    Di dalam eritrosit, merozoit akan berkembang dari stadium tropozoit sampai dengan

    skizon, kemudian skizon akan pecah dan mengeluarkan merozoit yang berjumlah 6-36. Proses

    perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya, sebagian merozoit hasil pecahan

    skizont akan menginfeksi eritrosit lainnya. Dikenal dengan siklus eritrositer. Eritrosit yang telah

    berparasit biasanya akan menjadi lebih elastic dan bagian dindingnya berubah lonjong (knob).

    Sebagian merozoit lainnya akan membentuk mikrogametosit dan makrogametosit. Jika nyamuk

    anopheles betina menghisap darah hospes ini, maka pada tubuh nyamuk terjadi pembuahan dan

    menghasilkan zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet yang menembus dinding lambung

    nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet berubah menjadi ookista dan kemudian

    menjadi sporozoit. Sporozoit inilah yang akan ditularkan lagi kepada manusia melalui gigitan

    nyamuk.

    Keterkaitan Antarmasalah

    V. Merumuskan Keterbatasan dan Learning Issues

    Tn. Budi, 30 tahun,

    bertransmigrasi ke

    Amaroppa Papua

    Demam, menggigil,

    berkeringat, sakit

    kepala, mual-mual

    Diberi obat anti

    malaria klorokuin

    dan obat

    simptomatis

    Pemeriksaan

    apusan darah

    perifer tipis dan

    Gejala tidak

    berkurang

    Plasmodium

    falciparum (+++)

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    24/55

    24

    Bahasan What I

    know

    What I dont know What I have to prove How I will learn

    Malaria Definisi

    , jenis,

    gejala,

    mekani

    sme

    Obat-obat antimalaria

    secara spesifik

    Patogenesis

    Internet,

    textbook,Journal,

    dan pendapat

    expert.

    Resistensi

    Mikroba

    Definisi Penyebab, mekanisme

    resistensi, Cara

    mengatasi

    Hubungan

    Plasmodium

    falciparum dengan

    resistensi mikroba

    Mutasi Gen Jenis

    mutasi,

    Penyeb

    ab

    Pengaruh mutasi gen

    terhadap DNA dan

    metabolisme tubuh

    Hubungan mutasi gen

    dengan resistensi

    mikroba

    Resistensi

    Klorokuin

    Pengar

    uh

    Penyebab,

    mekanisme, cara

    mengatasi

    Hubungan resistensi

    klorokuin terhadap

    Plasmodium

    falciparum

    Pemeriksaan

    Apusan Darah

    Jenis,

    Tatacar

    a

    pemeri

    ksaan

    Gambaran Peran pemeriksaan

    apusan darah pada

    malaria

    Plasmodium

    falciparum

    Definisi

    , jenismalaria

    Siklus hidup,

    pengaruh

    Plasmodium

    falciparum penyebabmalaria berat

    VI. Sintesis Masalah

    1. Malaria

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    25/55

    25

    EPIDEMIOLOGI

    Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih

    merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar

    Biasa), berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan

    kematian. Malaria adalah penyakit yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh

    parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Setiap 30 detik

    seorang anak meninggal akibat malaria dan terdapat 247 juta kasus malaria tahun 2006 serta

    setidaknya 1 juta penderita meninggal, yang sebagian besar merupakan anak-anak Afrika.Sekitar

    separuh penduduk dunia memiliki resiko terhadap malaria, terutama pada negara dengan

    sosioekonomi rendah serta beriklim tropik-subtropik.

    Malaria tersebar merata di semua kelompok umur, prevalensi pada bayi relatif rendah,

    dan relatif tinggi pada kelompok umur produktif (25 - 54 tahun). Prevalensi penyakit ini juga

    relatif lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan

    kelompok tersebut lebih banyak terpapar (exposed) dengan nyamuk vektor malaria, sehingga

    risiko terkena infeksi relatif lebih besar. Prevalensi malaria klinis di perdesaan dua kali lebih

    besar dari prevalensi di perkotaan, dan cenderung tinggi pada kelompok dengan pendidikan

    rendah, petani/nelayan/buruh dan kelompok dengan tingkat ekonomi rendah.

    Penyakit malaria tersebar di seluruh Indonesia dengan angka prevalensi yang beragam.

    Di 11 provinsi, kasus malaria lebih banyak terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh tenaga

    kesehatan (NAD, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kep Riau, Nusa

    Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua). Dalam kurun

    waktu satu bulan terakhir, prevalensi malaria klinis nasional adalah 2,9% (rentang: 0,2% -

    26,1%). Tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis tinggi adalah Papua Barat (26,1%), Papua

    (18,4%) dan NTT (12,0%).

    Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka nasional,

    sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali merupakan daerah dengan

    prevalensi malaria klinis terendah yaitu 0,5%. Meskipun demikian yang perlu menjadi

    perhatian adalah sebagian besar kasus malaria klinis di Jawa-Bali terdeteksi bukan berdasarkan

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    26/55

    26

    diagnosis oleh tenaga kesehatan. Data ini bermanfaat untuk menilai kesiapan daerah dan

    mengevaluasi pelaksanaan eliminasi malaria di Jawa-Bali.

    Responden yang terdiagnosis sebagai malaria klinis dan mendapat pengobatan dengan

    obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit hanya 47,7%. Ada 8 provinsi dengan

    proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi (> 50%) yaitu Papua, Kep Riau,

    Bengkulu, Papua Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

    Di NTT, walaupun kasus malaria klinis tinggi, hanya kurang dari 50% kasus malaria

    mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam menderita sakit. Demikian pula

    proporsi pengobatan dengan obat program sangat rendah (< 35%) terdapat di provinsi di Jawa,

    sehingga dapat menghambat program eliminasi malaria. Sebaliknya beberapa provinsi dengan

    prevalensi malaria klinis rendah (< 10%) menunjukkan proporsi pengobatan dengan obat malaria

    program cukup tinggi (> 50%) yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau,

    Bangka Belitung, dan Bengkulu. (DEPKES RI, 2007)

    PENYEBAB

    Malaria disebabkan parasit Sporozoa darah jenis Plasmodium sp.. Parasit ini ditularkan

    kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Empat jenis Plasmodium sp. penyebab

    malaria meliputi Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan

    Plasmodium malariae. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax merupakan jenis yang

    paling sering dijumpai, namun yang paling mematikan adalah jenis Plasmodium falciparum.

    (CDC, 2007; Brooks et al., 2008; DEPKES RI, 2006; Oregon Health Division, 2000; WHO.

    International Travel and Health, 2008)

    PENULARAN

    Seseorang terinfeksi malaria karena gigitan nyamuk yang terinfeksi. Seekor nyamuk

    akan terinfeksi parasit Plasmodium sp. apabila nyamuk tersebut menghisap darah manusia yang

    telah memiliki parasit ini di dalamnya. Nyamuk yang bertindak sebagai vektor penyakit ini

    adalah Anopheles sp. betina.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    27/55

    27

    Tingkat penularan malaria dapat berbeda tergantung pada faktor setempat, seperti pola curah air

    hujan (nyamuk berkembang biak pada lokasi basah), kedekatan antara lokasi perkembangbiakan

    nyamuk dengan manusia, dan jenis nyamuk di wilayah tersebut.

    MANIFESTASI KLINIS

    Perjalanan penyakit malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh gejala lain

    dan diselingi oleh periode bebas penyakit. Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya.

    PERIODISITAS KETERANGAN

    MASA TUNAS INTRINSIK Pada malaria adalah waktu antara

    sporozoit masuk dalam badan

    hospes sampai timbulnya gejala

    demam, biasanya berlangsung

    antara 8-37 hari, tergantung pada

    spesies parasit (terpendek untuk p.

    falciparum dan terpanjang untuk

    p.malariae), pada beratnya infeksi

    dan pada pengobatan sebelumnya

    atau pada derajat resistensi hospes.

    MASA PRE-LATEN Berlangsung sejak saat infeksi

    sampai ditemukan parasit malaria

    dalam darah untuk pertama kali,

    karena jumlah parasit telah

    melewati ambang mikroskopik

    (microscopic treshold).

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    28/55

    28

    MASA TUNAS EKSTRINSIK Parasit malaria yang ditularkan

    melalui nyamuk kepada manusia

    adalah 12 hari untuk plasmodium

    falciparum, 13-17 hari untuk

    plasmodium ovale dan vivax, dan

    28-30 hari untuk plasmodium

    malariae (malaria kuartana).

    KLASIFIKASI

    PLASMODIUM MANIFESTASI KLINIS

    Plasmodium falcifarum

    (Malaria Tropika)

    Gejala prodromal:

    Sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin,

    mual, muntah, dan diare. Panas ireguler dan tidak periodik,

    sering terjadi hiperpirekisia dgn T 40.

    Gejala Lain:

    Konvulsi, pneumonia aspirasi, banyak keringat.

    Infeksi berat:

    Nadi cepat, nausea, muntah, diare berat dll. Splenomegali,

    kelainan urin, dan anemia.

    Plasmoduim Malariae

    (Malaria Kwartana)

    Berlangsung ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali ringan.

    Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada sore

    hari dan parasitemia sangat rendah

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    29/55

    29

    Plasmodium Vivax

    (Malaria Tertiana)

    o Pada hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remitten

    atau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin atau

    menggigil jarang terjadi.

    o Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermitten da

    periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria.

    o Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.

    o Pada minggu kedua limpa mulai teraba.

    o Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih

    membesar dan panas masih berlangsung.

    o Pada akhir minggu ke-5 panas mulai turun secara klinis.

    Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti.Berbagai macam teori dan

    hipotesis telah dikemukakan.Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan

    gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit

    pada endotelium kapiler.Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup

    (survive).Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam

    patogenesis terjadinya demam dan peradangan.Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat

    menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan

    perubahan patofisiologik.Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:

    a. Fase seksual

    Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk

    (Sporogoni).Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang

    menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati

    bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari

    gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan

    berkembang menjadi Ookista.Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar

    ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).

    Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk

    tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit

    dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual.Masa antara permulaan infeksi

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    30/55

    30

    sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/

    incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala

    klinis demam.(Mansjoer, 2001, hal. 409).

    b. Fase Aseksual

    Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,

    menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran darah

    yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan

    mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian

    skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -

    eritrositer primer. Terjadi di dalam darah.Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang

    120 hari.Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml

    darah.Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di

    hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk

    mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus

    halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi

    trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di

    sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan

    merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali.Setiap saat sel darah merah

    pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein

    asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang

    sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.

    Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal

    sebagai berikut :

    1. Penghancuran eritrosit.

    Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,

    tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung

    parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan.Dengan hemolisis intra vaskular

    yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal

    ginjal.

    2. Mediator endotoksin-makrofag.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    31/55

    31

    Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif

    endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi

    malaria.Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran

    cerna.Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah

    suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria.

    TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom

    penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan

    sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan

    plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi

    parasit pada endotelium kapiler.Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria

    falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan

    beratnya penyakit.

    3. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.

    Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk

    tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya.Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria

    dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang

    mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,

    sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer.Eritrosit yang

    terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang

    membendung kapiler dalam alam-alat dalam.

    Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel)

    dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat

    menyebabkan kematian.Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan

    tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang

    terinfeksi plasmodium P. falciparum.

    Plasmodium Masa Inkubasi (Hari) Tipe Panas (Jam) Jenis Malaria

    Falciparum 12 (9-14) 24,36,48 Tropika

    Vivax 13 (12-17) 12 bulan 48 Tertiana

    Ovale 17 (16-18) 48 Tertiana

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    32/55

    32

    Malariae 28 (18-40) 72 Kuartana

    Keterangan tabel : Masa Inkubasi Plasmodium sp.

    2. Resistensi Mikroba

    Antibiotik yang efektif dan aman telah berkembang begitu pesat sehingga dapatmengurangi mortalitas akibat penyakit infeksi secara drastis. Keampuhan senyawa ini tidak

    disangsikan lagi. Sayangnya keberhasilan tersebut sedikit terganggu dengan munculnya strain-

    strain mikroba yang mampu membentuk pertahanan terhadap antibiotik tertentu. Hal ini tidaklah

    mengherankan karena organisme hidup selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena

    itu adaptasi mikroorganisme terhadap antibiotik toksik juga talc terelakkan; sehingga resistensi

    mikroba terhadap zat penghambat pertumbuhan tersebar semakin luas dan dapat menjadi

    ancaman keberhasilan memberantas penyakit infeksi. Apalagi bila penggunaan antibiotik kurang

    terkontrol, resistensi akan semakin meningkat.

    Resistensi atau kepekaan sebenarnya bukanlah sifat yang mutlak tetapi tergantung pada

    konsentrasi antibiotik. Setiap organisme mempunyai batas konsentrasi antibiotik yang

    menunjukkan kepekaan mereka, di atas batas berarti peka dan di bawah batas berarti resisten.

    Perbedaan kepekaan organisme satu sama lain yaitu pada konsentrasi penghambatan minimum.

    Sebagai contoh, umumnya bakteri gram positip dianggap lebih peka terhadap penisilin,

    sedangkan bakteri gram negatip dianggap lebih resisten. Padahal kenyataannya kedua kelompok

    tersebut peka terhadap penisilin. Perbedaannya konsentrasi penghambatan minimum gram

    positip berkisar 1 unit/ml, sedangkan gram negatip berkisar 1000 unit/ml. Konsentrasi

    penghambatan minimum ini sangat penting karena pada pemberian antibiotik, konsentrasi

    tersebut harus dapat tercapai di tempat target.

    Sifat resistensi atau kepekaan mikroorganisme terhadap antibiotic terdapat pada gen,

    maka dikenal resistensi kromosomal dan resistensi ekstrakromosomal. Adapula resistensi non

    genetic yaitu bakteri pada stadium istirahat, sehingga mereka tidak peka terhadap antibiotik. Sifat

    genetik yang menentukan suatu mikroorganisme sejak awal tidak peka terhadap antibiotik,

    dikenal sebagai resistensi inheren. Selain itu organisme yang semula peka terhadap suatu

    antibiotik, pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak peka atau memerlukan

    konsentrasi lebih besar. Perubahan ini karena gen mendapatkan elemen genetik yang membawa

    sifat resistensi. Resistensi ini dikenal sebagai resistensi acquired. Pada prinsipnya ketiga macam

    pola kepekaan mikroorganisme terhadap antibiotik; yaitu mikroba belum pemah terjadi

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    33/55

    33

    resistensi, mikroba berubah sifat dari peka menjadi kurang peka dan mikroba resisten terhadap

    antibiotik. Resistensi mikroba juga dapat terjadi secara silang yaitu resistensi mikroorganisme

    terhadap antibiotik tertentu juga memperlihatkan resistensi terhadap antibiotik lain. Resistensi

    silang biasanya terjadi di antara antibiotik yang mempunyai struktur kimia hampir sama seperti

    derivat penisilin, tetapi juga dapat terjadi pada antibiotik dengan struktur sangat berbeda.

    Berkembangnya resistensi mikroba terhadap antibiotik meliputi perubahan genetik,

    sehingga resistensi tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Ada banyak hal yang

    dapat menyebabkan resistensi; mutasi merupakan penyebab yang sering dijumpai, selain itu

    resistensi juga dapat diperoleh melalui transfer bahan genetik dari bakteri resisten seperti

    transduksi, transformasi atau konjugasi. Mutasi gen dapat terjadi secara spontan tanpa adanya

    antibiotic yang bersangkutan dan mikroorganisme tersebut dapat berubah menjadi resisten.

    Mutasi selain dapat menimbulkan resistensi, juga dapat menyebabkan perubahan virulensi dan

    patogenisitas mikroba tersebut; bisa berkurang atau meningkat. Transduksi terjadi dengan

    perantaraan bakteriophag. Intervensi bakteriophag menyebabkan DNA bakteri masuk ke bakteri

    lain; jika bahan genetik tersebut membawa gen yang menimbulkan sifat resistensi, maka sel

    bakteri yang terinfeksi tersebut akan menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu. Transduksi

    banyak dilaporkan sebagai cara pemindahan sifat resistensi antibiotic yang sering terjadi di

    antara strain Staphylococcus aureus, di mana phage dapat membawa plasmid (DNA ekstra

    kromosom) pengkode penisilinase. Konjugasi merupakan pemindahan gen resisten dari satu sel

    ke sel lain dengan kontak langsung melalui sexpilus. Mekanisme ini sangat penting sebagai salah

    satu cara penyebaran gen resisten antibiotik, terutama bacilli gram negatip. Di antara

    mikroorganisme yang diketahui mampu memindahkangen resisten kebakteri peka dengan cara

    ini antara lain E. coli, Salmonella, Shigella, Klebsiella, Serratia, Vibrio cholerae dan

    Pseudomonas. Berkembangnya resistensi mikroba dengan cara ini antara lain terjadi pada

    aminoglikosida, tetrasiklin, kloramphenikol dan penisilin. Penyebaran resistensi dengan

    konjugasi pada bakteri gram negatip yang terdapat pada binatang dan manusia, merupakan

    ancaman untuk membasmi penyakit infeksi yang disebabkan oleh organism gram negatip.

    Bakteri gram negatip dapat memindahkan sifat resistensi, tidak hanya ke spesies yang sama

    tetapi juga ke spesies atau genus berbeda. Transfonnasi mungkin juga merupakan mekanisme

    terjadi nya resistensi. Di samping itu fusi antara dua sel mungkin juga menjadi cara

    berkembangnya resistensi. Fusi mungkin dapat terjadi antara dua spesies yang berbeda,

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    34/55

    34

    bergabung membentuk struktur tunggal dan sel baru mengandung DNA dari kedua sel induk.

    Dari cara-cara tersebut, transduksi dan konjugasi merupakan cara yang paling lazim sebagai

    penyebab penyebaran mikroba resisten; namun potensi gen resisten juga dipengaruhi oleh lokasi

    gen dalam bakteri. Jika gen merupakan bagian dari plasmid, maka pemindahan sifat resisten

    akan lebih mungkin terjadi daripada apabila gen ada dalam kromosom.

    MEKANISME RESISTENSI MIKROBA

    Mekanisme terjadinya resistensi terhadap senyawa antimikroba

    antara lain :

    1) Mikroba mensintesis enzim yang dapat mengubah zat aktif menjadi tidak aktif.

    2) Terjadinya perubahan pada tempat yang peka terhadap anti mikroba.

    3) Hilangnya permeabilitas sel terhadap antimikroba.

    4) Meningkatnya konsentrasi metabolit yang antagonis kompetitif dengan penghambat.

    5) Mikroba membuat jalan metabolisme baru.

    6) Memompa (efflux),

    Contoh resistensi yang terjadi akibat mikroba mensintesis enzim yaitu resistensi mikroba

    terhadap penisilin. Organisme tersebut menghasilkan enzim penisilinase yang mampu memecah

    cincin beta-laktam penisilin menjadi penicilloic acid yang tidak aktif. Demikian pula

    sefalosporin juga didegradasi oleh beta-laktamase. Banyak bakteri yang mampu memproduksi

    beta. laktamase, meliputi bakteri gram positip dan negatip. Enzim ini mempunyai peranan besar

    dalam menyebabkan resistensi bakteri gram positip terhadap penisilin dan sefalosporin. Fisiologi

    produksi beta-laktamase kebanyakan bakteri gram negatip berbeda dari bakteri gram positip.

    Bakteri gram negatip umumnya menghasi!kan beta-laktamase lebih sedikit disbanding gram

    positip dalam keadaan diinduksi, kecuali Enterobacter dan Proteus yang mempunyai beta

    laktamase inducible sehingga dapat memproduksi enzim cukup banyak. Pada gram negatip

    umumnya enzim ini terikat sel dan tidak dilepas ke lingkungan sekitarnya. Pada organisme gram

    positip, beta laktamase merupakan enzim inducible. Dengan adanya penisilin atau sefalosporin,

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    35/55

    35

    produksinya meningkat. Biasanya pada bakteri gram positip, enzim ini dilepas dari sel dan

    merusak antibiotik yang ada di sekitarnya. Saat ini telah banyak dikembangkan derivat penisilin

    yang mempunyai rantai samping berbeda dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri

    penghasil beta laktamase yang resisten terhadap benzil penisilin, misalnya methicillin dan

    carbenicillin. Terhadap S. aureus yang tidak memproduksi beta laktamase, methicillin kurang

    aktif dibanding benzil penisilin, tetapi aktif terhadap penghasil beta laktamase. Oleh karena itu

    antibiotik ini berguna melawan infeksi yang disebabkan bakteri gram positip resisten benzyl

    penisilin. Carbenicillin sedikit aktif terhadap bakteri gram positip, aktivitasnya meningkat

    terhadap gram negatip, terutama berguna melawan Pseudomonas. Resistensi beberapa strain

    bakteri gram positip dan negatip terhadap kloramphenikol juga terjadi, karena asetilasi menjadi

    senyawa tidak aktif. Strain resisten ini memproduksi kloramphenikol asetiltransferase yang

    merupakan enzim inducible pada S. aureus. Resistensi beberapa bakteri gram negatip terhadap

    berbagai aminoglikosida juga karena inaktivasi secara enzimatis yaitu fosforilasi, adenilasi dan

    asetilasi. Fosforilasi terjadi pada streptomisin oleh enzim streptomisin phospotransferase. Enzim

    ini hanya bekerja pada streptomisin. Neomisin, kanamisin dan paromomisin mengalami

    phosporilasi dengan adanya enzim neomisin-kanamisin phospotransferase. Adenilasi juga dapat

    terjadi pada streptomisin, menjadi derivat adenil oleh enzim streptomisin-spektinomisin

    adeniltransferase. Enzim gentamisin adeniltransferase dapat merubah gentamisin c, kanamisin

    dan tobramisin menjadi derivat adenil. Asetilasi, misalnya enzim kanamisin asetiltransferase

    mengasetilasi kanamisin, juga neomisin, gentamisin atau aminoglikosida lain. Perubahan pada

    tempat yang peka terhadap antimikroba, juga dapat menyebabkan resistensi mikroba. Contoh

    mekanisme ini yaitu hilangnya kepekaan ribosom terhadap streptomisin. Disini terjadi perubahan

    komponen ribosom subunit 30 s, sehingga streptomisin tidak dapat berikatan dalam waktu lama

    dan akibatnya antibiotik ini tidak dapat mempengaruhi biosintesis protein. Padahal kegiatan

    antibiotik ini mempengaruhi biosintesis protein pada sel yang peka. Contoh lain yaitu resistensi

    terhadap eritromisin yang terjadi karena perubahan protein ribosom subunit 50 s pada S. aureus.

    Hilangnya permeabilitas sel terhadap antibiotik, diduga juga merupakan salah satu cara

    terbentuknya mikroba resisten. Jika sel menjadi tidak permeabel, maka antibiotik tidak

    dapatmenembus ke dalam set. Untuk itu perlu tipe antibiotik baru yang dapat memenetrasi sel

    dengan cara lain misalnya dengan difusi.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    36/55

    36

    Permeabilitas sel berubah karena beberapa hal antara lain sintesis barter permeabilitas

    dan perubahan mekanisme transport. Bakteri gram negatip relatip lebih resisten dibandingkan

    gram positip terhadap antibiotik tertentu, mungkin disebabkan oleh barier permeabilitas yaitu

    adanya lapisan lipoprotein dan lipopolisakarida pada gram negatip. Sebagai contoh, mutan E.

    coil telah meningkatkan resistensinya terhadap ampisilin dan berkaitan dengan perubahan

    polisakarida. Beberapa pneumokoki resisten terhadap streptomisin dan eritromisin mungkin juga

    karena mengembangkan barier permeabilitasnya. Perubahan mekanisme transport antibiotik

    mungkin juga menyebabkan hilangnya permeabilitas sel terhadap antibiotik. Antibiotik

    memasuki sel dengan mekanisme transport spesifik. Pada beberapa sel resisten, antimikroba

    gagal memasuki sel karena ada perubahan beberapa komponen yang menyebabkan hilangnya

    fungsi transport. Misalnya pada mutanE. coil yang resisten terhadap D-sikloserin; path selyang

    peka, akumulasi antibiotik ini terjadi dengan sistem transport yang secara normal membawa D-

    alanin atau glisin. Pada mutan, fungsi transport ini berkurang dan resistensi terhadap sikloserin

    meningkat. Resistensi dapat terjadi dengan cara meningkatkan sintesis metabolis yang antagonis

    kompetitip terhadap antimikroba. Bila senyawa antimikroba menghambat pertumbuhan dengan

    cara antagonis kompetitip terhadap metabolit normal, maka resistensi terhadap antimikroba ini

    mungkin karena meningkatnya produksi metabolit tersebut. Secara kompetitip antimikroba

    digantikan dari tempat ikatannya. Sebagai contoh mutan resisten terhadap sulphonamid. Pada sel

    ini konsentrasi para aminobenzoic acid lebih tinggi daripada sel yang peka terhadap

    sulphonamid. Dengan cara ini mikroorganisme resisten dapat mempertahankan metabolismenya

    bagi kelangsungan hidupnya. Di samping itu, dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,

    mikroba dapat membuat jalan metabolisme baru atau lain, untuk menghindari penghambatan

    antimikroba terhadap jalan metabolisme yang normal, misalnya reaksi baru pada metabolism

    nukleotida purin dan pirimidin. Reaksi ini terjadi karena mikroorganisme tersebut menghindari

    metabolisme normal yang dihambat oleh antimikroba. Sebagai contoh mutan E. coli resisten

    dapat membentuk jalan metabolisme baru dalam mensintesis THFA (asam tetrahidrofolat)

    karena adanya sulfatiazol.

    Telah banyak diketahui banyak cara mikroorganisme melawan efek toksik substansi

    penghambat pertumbuhan, denganperubahan genetika dan biokimia. Selain perubahan tersebut,

    mekanisme resistensi terhadap antimikroba mungkin telah berkembang sebelum zat ini

    digunakan oleh manusia di bidang medis, veteriner atau pertanian. Jadi ada perbedaan antara

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    37/55

    37

    resistensibakteri yang diperoleh sesudah penggunaan antimikroba (acquired) dan mikroba yang

    secara alamiah sudah resisten sebelum antimikroba tersebut digunakan (inherent). Sebagai

    contoh bakteri gram negatip Pseudomonas aeruginosa; ia secara alami relatip lebih resisten

    terhadap kebanyakan antibiotik. Resistensi inheren bakteri ini mungkin berkaitan dengan

    impermeabilitas lapisan luar sel terhadap antimikroba, sehingga mampu mencegah tercapainya

    konsentrasi penghambatan di dalam sel. Fleksibilitas. dan kemampuan populasi bakteri

    beradaptasi terhadap toksisitas antimikroba dapat menimbulkan masalah resistensi. Bila

    antimikroba baru digunakan melawan bakteri penyebab infeksi yang tidak memperlihatkan

    resistensi inheren, maka setelah beberapa tahun penggunaan, bakteri tersebutmungkin menjadi

    resisten atau memerlukan konsentrasi lebih besar untuk membinasakannya. Namun resistensi

    acquired kadang-kadang tidak muncul; misalnya Streptococcus haemolyticus masih peka

    terhadap benzil penisilin sesudah penggunaan 30 tahun. Resistensi munculnya kadang-kadang

    sangat lambat. Memang munculnya organisme resisten dan laju penyebarannya biasanya sukar

    diramal. Resistensi mikroba patogen terhadap antibiotik dapat menimbulkan banyak masalah

    dalam memberantas penyakit infeksi. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk melawan

    resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik baru mungkin merupakan salah satu alternatip.

    Untuk melawan resistensi antimikroba, Hans Zahner dan WK. Maas mengajukan

    beberapa cara pengontrolan resistensi, yaitu dengan mencegah munculnya bentuk resisten,

    mencegah penyebaran bentuk resisten dan mengeliminasi bentuk resisten yang sudah muncul.

    Organisme resisten dapat muncul karena penggunaan antimikroba yang terlalu lama. Dalam hal

    ini pencegahan resistensi dapat dilakukan menggunakan kombinasi antimikroba lain dengan

    harapan, jika frekuensi mutasi kira-kira 10'6 per bakteri, maka dengan mutasi ganda,resistensi

    terhadap kedua antimikroba 10-12 per bakteri, sehingga kemungkinan jumlah bakteri resisten

    menjadi lebih kecil. Tersebarnya mikroba resisten akan lebih cepat, bila penggunaan antimikroba

    berlebihan secara kurang tepat. Pada lingkungan di mana antimikroba banyak digunakan,

    populasi bakteri resisten akan mempunyai kesempatan lebih besar menggantikan populasi bakteri

    peka.

    Untuk mencegah bentuk resisten menyebar lebih cepat, maka perlu membatasi

    penggunaan antimikroba seefisien mungkin. Eliminasi bentuk resisten dapat dilakukan dengan

    mengganti antimikroba yang telah lama digunakan dengan antimikroba lain yang lebih peka,

    sehingga bentuk resisten akan binasa. Resistensi mungkin telah berkembang pada

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    38/55

    38

    mikroorganisme terhadap antimikroba yang telah digunakan, sehingga masih perlu adanya

    penemuan antimikroba baru.

    3. Mutasi gen

    Plasmodium falciparum merupakan sporozoa yang memperbanyak diri menggunakan

    spora. Pada P.falciparum generasi sebelumnya akibat mutasi gen gen yang berperan pada

    mekanisme resistensi klorokuin, misalnya genpfmdr1 (Reed et al, 1999) dan genpfcrt(Wellems

    and Plowe, 2001). Berbagai mutasi pada gen pfmdrmisalnya asn86tyr, ser1034cys, asn1042asp

    dan asp1246tyrtelah ditemukan pada parasit yang telah resisten terhadap klorokuin. Selanjutnya

    berbagai mutasi pada gen pfcrtdan gen cg2 juga telah dikaitkan dengan fenomena terjadinya

    resistensi klorokuin misalnya lys 76thr . Namun, dari berbagai penelitian ternyata polimerasi gen

    cg2 tidak hanya ditemukan pada isolate yang resisten klorokuin tetapi juga pada isolate yang

    sensitive.

    Resistensi obat pada malaria didefinisikan sebagai kemampuan strain parasit malaria

    untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit

    meskipun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis standard maupun dengan

    dosis yang lebih tinggi dan masih bisa ditolerir oleh pemakai obat (Marlita R., 2004). Sedangkan

    resistensi multidrug (MDR) pada malaria adalah adanya resistensi plasmodium falciparum

    terhadap lebih dari dua jenis obat anti malaria yang sehari - hari dipakai dalam pengobatan

    malaria (Tarigan Jerahim, 2003).

    Resistensi P. falciparum terhadap obat antimalaria atau rekrudesensi dinyatakan dengan

    adanya parasit yang muncul kembali setelah pengobatan. Ini terjadi karena parasit dalam darah

    tidak terbunuh semua/dengan kadar dibawah ambang mikroskopis, kemudian bertambah banyak.

    Hal tersebut bisa karena obat yang tidak adekuat, atau parasit sudah resiten terhadap obat yang

    diberikan. Mekanisme terjadinya resistensi obat belum diketahui dengan pasti tetapi diduga

    bahwa resistensi terjadi karena mutasi gen dan mutasi ini terjadi karena tekanan obat ataupenggunaan obat dalam dosis subkuratif.

    Menurut Clyde, berdasarkan hipotesis feriprotoprofirin IX, resistensi parasit malaria

    terhadap klorokuin terjadi karena : (1) tempat ikatan klorokuin pada eritrosit berkurang sehingga

    parasit dalam eritrosit tidak dapat dibunuh; (2) mutasi terjadi multigen sehingga resisten cepat

    terjadi. Menurut Cow man, pada umumnya bila terjadi resistensi terhadap suatu obat malaria

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    39/55

    39

    akan diikuti dengan resistensi obat malaria lainnya, karena diduga mekanisme resistensi obat

    klorokuin sama dengan obat malaria lainnya. Resistensi terjadi karena mutasi gen dan mutasi gen

    terjadi akibat tekanan obat yang terus menerus. Akibat mutasi, parasit tetap hidup dalam jalur

    metabolisme lain sehingga terhindar dari pengaruh obat. Resistensi terhadap obat klorokuin

    diduga bersifat multigenik sehingga resisten terjadi secara perlahan - lahan.

    Dengan pendekatan biomolekuler,beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi

    beberapa kandidat gen yang mungkin berperan pada mekanisme resistensi klorokuin, misalnya

    genpfmdr1 (Reed et al, 1999) dan genpfcrt(Wellems and Plowe, 2001). Berbagai mutasi pada

    genpfm drmisalnyaas n86tyr , ser1034cys, asn1042aspdan asp1246tyrtelah ditemukan pada

    parasit yang telah resisten terhadap klorokuin. Selanjutnya berbagai mutasi pada genpfcr tdan

    gen cg2 juga telah dikaitkan dengan fenomena terjadinya resistensi klorokuin misalnya lys

    76thr. Namun, dari berbagai penelitian ternyata polimerasi gencg2 tidak hanya ditemukan pada

    isolate yang resisten klorokuin tetapi juga pada isolate yang sensitive.

    Pada P. falciparum telah diidentifikasi suatu gen dengan 13 akson dekat cg2 pada

    kromosom VII, yaitu gen pfcrtyang diduga berperan dalam resistensi terhadap klorokuin. Gen

    ini mengkode protein PfCRT (P. falciparum Chloroquine Resistant Transporter), suatu protein

    yang terletak pada trans membrane vakuola makanan dari P. falciparum. Mutasi titik pada

    PfCRTditemukan berhubungan secara lengkap dengan resistensi klorokuin secarain-vitro.

    Penggantian K76 (normal) menjadi T76 (mutan) pada posisi 76 (K76T) ditemukan pada semua

    isolate resisten, dan tidak ditemukan pada isolate sensitive. Lebih jauh transformasi genetic

    dengan plasmid mengekspresikan bentuk mutan pfcr tyang berubah menjadi resisten. Penelitian

    ini diperkuat oleh hasil dari Afrika Barat yang memperlihatkan bahwa pada pfcr tK76T

    didapatkan pada 100% dari 114 isolate kasus kegagalan dengan klorokuin, bahkan

    Djimde menyatakan bahwa mutasi PfCRTT76 merupakan marker malaria falciparum yang

    resisten terhadap klorokuin. Menurut Fidock et al., mutasi pada pfcr tdapat mengubah

    masuknya klorokuin pada vakuola makanan atau mengurangi ikatan obat pada hematin melalui

    perubahan pH pada vakuola makanan. Selanjutnya, hal ini akan menyebabkan penurunan influks

    dan peningkatan efluks. Parasit yang resisten akan mampu memompa klorokuin keluar dari

    eritrosit 40-50 lebih cepat dibandingkan dengan parasit yang sensitive.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    40/55

    40

    Gambar : Model Transport Membran pada Plasmodium yang Resisten Klorokuin7

    Gambar A: Transporter klorokuin pada membran vakuola makanan terjadi secara Efluks aktif.

    Gambar B : Influks klorokuin pada membran vakuola makanan parasit.

    Gambar C : Konsentrasi klorokuin di dalam vakuola makanan parasit menurun yang disebabkan karenapeningkatan pH vacuolar pada parasit yang resisten terhadap klorokuin.

    Gambar D : Up take klorokuin di dalam vakuola makanan sangat terbatas pada parasit yang resisten

    klorokuin.

    1. Tetesan preparat darah tebal.

    Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup

    banyak dibandingkan preparat darah tipis. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untukmemudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan

    100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah

    diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.

    Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitng jumlah parasit per 200

    leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50

    merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

    2. Tetesan darah tipis

    Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, jika bila dengan preparat tebal sulit

    ditemukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parsait (parasite count), dapat dilakukan

    berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit

    >100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    41/55

    41

    prognosa penderita malaria, walaupunj komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang

    minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau leishmans atau Fields dan juga

    Romanowsky. Pengcatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan

    merupakan pengecatan yang mudah dengan hasl yang cukup baik.

    Diagnosis Laboratorium

    Yang menjadi Gold standar dari pmeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa malaria :

    Pemeriksaan Mikroskopik Konvensional Malaria

    Preparat Darah Tebal

    Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau Fieldstain. Preparat ini

    digunakan untuk melihat plasmodia atau untuk melihat ada/ tidaknya gametosit.

    Preparat Darah Tipis

    Diwarnai dengan menggunaka pewarnaa Wright atau Giemsa. Preparat ini di gunakan

    untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi spesies plasmodium.

    Dari pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat di bedakan morfologi dari spesies

    Plasmodium

    Plasmodium Vivax

    Eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffnerdot, trofozoid muda

    berbentuk ameboid ( bentuk vivax) hemozoin terdapat berkelompok di tengah tfozoit.

    Skizon yang matang membagi dirinya menjdai 14-24 merozit. Bias juga ditemukan

    bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval. Hamper menutup

    -3/4 eritrosit yang dihuninya.

    Plasmodium Malariae

    Eritrosit tidak membesar trfozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang

    terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit skizon dengan 6-12 merozoit dan merozoit

    tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametoit jantan dan betina dengan sitoplasma

    yang hampir bulat.

    Plasmodium falciparum

    Eritrosit tidak membesar, trofozoid muda( bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk-

    bentuk accole dan infeksi multiple, pigmen hemozoin tampak padat bewarna coklat tua. Skizon

    muda dan tua/matang jarang didapat didaerah darah tepi terdapat 20-32 merozoit.

  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    42/55

    42

    Gambaran sedian hapus darah tepi pada pasien malaria :

    1. Plasmodium falciparum

    Tropozoit Skizon

    Bentuk cincin (Ring stage) Gametosit

    -

    2. Plasmodium vivax

    http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpg
  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    43/55

    43

    Gametosit Skizon

    Tropozoit Granula Schuffners

    -

    3. Plasmodium Ovale

    tropozoit

    http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpg
  • 7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix

    44/55

    44

    tropozoit tua tropozoit muda

    -

    4. Plasmodium Malariae

    Tropozoit merozoit (rosset)

    Bentuk Pita (band) Skizon

    -

    Perbandingan gambaran Sed