laporan skenario a kelompok 3 fix
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
1/55
1
LAPORAN
TUTORIAL BLOK 9
disusun Oleh:
KELOMPOK 3
Anggota Kelompok :
Kadek Martha S (04111001012)
Mentari Indah Dari (04111001024)
Agien Tri Wijaya (04111001041)
R.A.Delila Tsaniyah (04111001043)
Mia Hayati Khairunnisa (04111001045)
Risha Meilinda Marpaung (04111001069)
Desy Aryani (04111001085)
Randina Dwi Megadari (04111001110)
Moza Guyanto (04111001112)
Utari Mudhia Arisa P (04111001117)
Muhammad Adam Mudzakir (04111001134)
Agung Hadi Wibowo (04111001135)
Kadek Martha S (04111001012)
Tutor: Fatmawati,S.Si,M.Si
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS SRIWIJAYA
TAHUN 2012
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
2/55
2
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
blok 9 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas akhir dari prosesi tutorial yang telah kami lakukan selama
dua kali secara berkelompok di Fakultas Universitas Sriwijaya tahun 2012.
Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial blok 9 dengan membahas skenario A. Di
sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan
sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang
dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Dalam
dinamika kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book,
media internet.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun
materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Palembang, 02 Juli 2012
Penulis
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
3/55
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI
I. Skenario A Blok 9 ................................................................................................................. 4
II. Klarifikasi Istilah .................................................................................................................. 4
III. Identifikasi Masalah....5
IV. Analisis Masalah..................................................................................................................5
- Keterkaitan antarmasalah................................................................................................... ...23
V. Learning Issues .................................................................................................................... 23
VI. Sintesis Masalah ................................................................................................................. 24
A. Malaria ............................................................................................................................. 24
B. Resistensi Mikroba ........................................................................................................... 32
C. Mutasi gen ........................................................................................................................ 38
D. Pemeriksaan Apusan Darah ............................................................................................. 40
E. Resistensi Klorokuin..45
F. Plasmodium falciparum ..46
-Kerangka konsep ................................................................................................................. 54
VII. Kesimpulan..\......54
Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 54
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
4/55
4
I. SKENARIO A : Tuan Budi
Tn.Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, 1 bulan tinggal di daerah
Amaroppa Papua, mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-
mual. Serelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat antimalaria klorokuin dan obat
simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun
telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang.
Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++).
II. Klarifikasi Istilah :
1. Demam : Suhu tubuh diatas batas normal , dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak
sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu.
2. Menggigil : Tubuh gemetar secara involunter, seperti demam; Penyakit yang ditandai
oleh gemetar dan menggigilnya berbagai otot.
3. Berkeringat : Mengeluarkan keringat
4. Obat antimalaria klorokuin : Obat anti amuba dan antiinflamasi yang dipakai dalam
pengobatan malaria, dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat.
5. Obat simptomatis : Obat yang diarahkan untuk pengurangan gejala, seperti pengobatan
simtomatik.
6. Pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal : Pemeriksaan laboratorium dalam
kecurigaan kasus malaria.
7. Plasmodium falcifarum :Genus sporozoa yang bersifat parasitik pada sel darah merah
hewan maupun manusia yang menyebabkan jenis malaria spesifik pada manusia.
8. Transmigran : Orang melakukan transmigrasi, berpindah dari kota padat penduduk kke
kota jarang penduduk.
9. Mual-mual : Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium
dan abdomen dan cenderung untuk muntah.10.Sakit kepala : Suatu kondisi sakit yang terletak di sekitar kepala, terkadang rasa sakit
pada leher atau bagian atas leher juga yang disebabkan oleh ketegangan otot, migrain,
kelelahan mata, dehidrasi, tekanan gula darah yang rendah, hipermastikasi dan sinusitis
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
5/55
5
III. Identifikasi Masalah
Kalimat 1 : Tn.Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, 1 bulan tinggal di
daerah Amaroppa Papua, mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan
mual-mual.
Kalimat 2 : Tn.Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta
dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal.
Kalimat 3 : Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-
gejalanya tidak berkurang.
Kalimat 4 : Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum(+++).
Masalah Utama : Kalimat 1
IV. Analisis Masalah
1) Tn.Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, 1 bulan tinggal di daerah
Amaroppa Papua, mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-
mual.
a. Bagaimana mekanisme :
- Demam
Jawab : Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1),
TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada
pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus
mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh,
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu
normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme
respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubunganlangsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang.
Rangsangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF, selain IL-6
dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum
Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
6/55
6
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut
maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme
asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh
terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory
protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
2.)Mikroorganisme masuk Inflamasi Limfosit,leukosit,makrofag(proses
fagositosis) Sel endotel hipothalamus terangsang Asam arakhidonat
anti infeksi
Memacu prostaglandin Perubahan suhu Viabilitas Mikroorganisme menurun
3.) Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang pirogen
endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat
sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat
hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat -
Demam.
-Menggigil
Jawab : Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dinding ventrikel
ketiga adalah susatu area yang disebut pusat motorik primer untuk menggigil. Area ini
normalnya dihambat oleh sinyal dari pusat panas di area preoptik hipotalamus anterior tetapi
dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit dan medulla spinalis. Oleh karena itu, seperti yang
ditunjukkan oleh peningkatan produksi panas yang tiba-tiba, pusat ini teraktivasi ketika suhu
Pirogen
eksogen/endotoksin
Homeostasis
Pirogen endogen
(interleukin1)
Enzim
fosfalase
Enzim
siklooksigenase
Pengaruh ke kerja
termostat
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
7/55
7
tubuh turun bahkan hanya beberapa derajat di bawwah nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian
meneruskan sinyal yang menyebabkan mengigil melalui traktus bilateral turun ke batang otak,
kemudian kedalam kolumna lateralis medulla spinalis dan akhirnya ke neuron-neuron motorik
anterior. Sinyal ini tidak teratur dan tidak meyebabkan gerakan otot yang sebenarnya.
Sebaliknya, sinyal terssebut meningkatkan tonus otot rangka di seluruh tubuh dengan
meningkatkan aktivitas neuron-neuron motorik anterior. Ketika tonus meningkat di atas nilai
kritis tertentu, proses menggigil dimulai. Kemungkinan hal tersebut dihasilkan dari osilasi
umpan balik mekanisme regangan dari gelendong otot. Selama proses menggigil
maksimum,pembentukan panas tubuh dapat meningkat hingga sebesar empat sampai lima kali
lipat dari normal.(Fisiology Guyton)
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara
vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua
mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai
respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh
kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).
-Berkeringat
Jawab : Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh.
Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu inti akan
dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada hipotalamus yang
kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena itu, tubuh akan melakukan
vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat dikeluarkan dan suhu tubuh kembali
normal.
-Sakit Kepala
Jawab : InfeksiPlasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi makrofag
mensekresikan IL2 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL3 mengaktivasi sel mast
mensekresikan PAF mengaktivasi faktor Hagemann sintesis bradikinin merangsang
serabut saraf (di otak) nyeri sakit kepala atau Vasodilatasi pembuluh darah di otak
disebabkan oleh invasi parasit, sehingga pasokan darah ke otak berkurang, tubuh
mengkompensasi dengan melakukan vasokontriksi pembuluh darah agar pasokan darah
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
8/55
8
tercukupi. Lalu parasit yang masih ada akan menginvasi kembali sehingga terjadi kembali
vasodilatasi dan kembali dikompensasi dengan vasokonstriksi. Terjadi berulang ulang yang
akan menimbulkan sakit kepala.
-Mual-mual
Jawab : infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi makrofag
menskresikan IL12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3 mengaktivasi sel mast
menskresikan H2 peningkatan sekresi asam Lambung NAUSEA atau
Splenomegalimenekan lambungrasa mualrasa tidak nyaman pada perut
b. Bagaimana perbedaan kondisi Jawa Tengah dan Amaroppa Papua (sesuai skenario)?
Jawab :
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
9/55
9
Keterangan Gambar : D(Diagnosis), DG(Diagnosis&Gejala), O(Obat)
Beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung
keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain:
lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan,
ketinggian, angin), lingkungan biologik dan lingkungan social-
budaya.
Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria
di Indonesia adalah sebagai berikut:
i. Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku
Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An.
koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan
adalah An. farauti.
ii. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau
Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An.
barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah
Papua
Luas 420.540 km
Iklim
Curah hujan 1.800 3.000 mm
Suhu udara 19-28C
Kelembapan 80%
http://id.wikipedia.org/wiki/Celsiushttp://id.wikipedia.org/wiki/Celsiushttp://id.wikipedia.org/wiki/Celsiushttp://id.wikipedia.org/wiki/Celsius -
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
10/55
10
pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan,
selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.
iii. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An.
leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.
iv. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An.
subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.
Papua merupakan daerah endemis tinggi malaria yang meimiliki prevalensi malaria 18.4
%, dibanding prevalensi malaria nasional 2.58 %. Oleh karena itu kegiatan penemuan penderita
malaria sedini mungkin perlu dilakukan untuk memutus penyebaran malaria. Penemuan
penderita dilakukan secara pasif dan aktif. Penelitian ini bertujuan melihat distribusi malaria
falciparum dan malaria vivax di enam desa distrik supiori barat. Jenis penelitian ini
menggunakan metode pendekatan cross sectional. Populasi yang dipilih adalah semua golongan
umur di enam desa distrik supiori barat, sedangkan sampel yang dipilih adalah masyarakat yang
datang pada kegiatan MBS malaria dengan menggunakan metode non-random accidental
sampling (752 sampel). Data diambil menggunakan metode wawancara (aloanamnesis,
autoanamnesis) dan pemeriksaan sediaan darah tebal malaria dan diolah secara manual dan
komputer. Analisis menggunakan tabel univariat dan bivariat dengan manual komputer.
Kesimpulan penelitian sebanyak 91,84 % merupakan malaria asimtomatik, terdiri dari malaria
vivax asimtomatis sebanyak 28,57 % dan malaria falciparum asimtomatis 63,27 %.
c. Bagaimana hubungan usia,jenis kelamin dengan imunitas tubuh Tn.Budi?
Jawab : Orang yang berusia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap
penyakit-penyakit menular tertentu. Usia paling rentan adalah balita dan lansia. Pada orang
dewasa, keluhan malaria terjadi pada tubuh dengan daya tahan tubuh rendah dan umumnya
dialami pada orang yang baru pertama kali dating ke daerah endemic malaria. Usia produktif
lebih sering terkena, pria lebih lemah system imunnya daripada wanita.
d. Penyakit apa saja yang memiliki gejala seperti yang dialami Tn.Budi?
Jawab : 1. Malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
11/55
11
Demam tifoid
Demam dengue
ISPA
Laeptospirosis/anikterik
2. Malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Radang otak
Stroke
Tifoid ensefelopati
Hepatitis
Leptospirosis berat
Glomerulonefritis
Sepsis
Demam berdarah dengue
e. Mengapa Tn.Budi baru mengeluh setelah 1 bulan?
Jawab : Plasmodium penyebab malaria memiliki masa inkubasi. Kemungkinan masa inkubasi
dari plasmodium yang menyerang tuan budi baru timbul. Masa inkubasi adalah rentang waktu
sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa
inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium.
Jika kaitannya dengan antibody mungkin secara logika dan analogi yaitu kita mengetahui
bahwa plasmodium falciparum ini memiliki sifat dorman/tertidur dalam tubuh inangnya/ pejamu
demam Sakit
Kepala
Abdominal
Discomfort
Splenomegali Anemia Leukositosis
DHF + + + + + _
Demam Tifoid + + + + + +
Leptospirosis + + + + - +
Brucellosis + + + + _ +
Common
Cold
+ + _ _ _ _
Malaria + + + + + +
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
12/55
12
dan akan relaps/ menunjukkan gejala/ kambuh ketika system imun penderita menurun sehingga
akan tampaklah gejala klinis berupa demam dsb. Jika demikian berarti tuan budi ini telah
terekspos/ terpapar terlebih dahulu dgn plasmodium falciparum baru dia mengalami relaps.
Waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam.
P. Falciparum : 914 (12) hari
P. Vivax : 12 - 17 (15) hari
P. Ovale : 16 - 18 (17) hari
P. Malariae : 18 - 40 (28) hari
2) Tn.Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan
pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal.
a. Bagaimana mekanisme kerja obat anti malaria klorokuin?
Jawab : Mekanisme aksi antimalaria yang memiliki struktur dasar kuinolin yaitu kuinin,
kloroquin, amodiakuin, dan meflokuin. Untuk kelangsungan hidupnya Plasmodium falcifarum
memerlukan zat makanan yang diperoleh dengan cara mencerna hemoglobin dan vakuola
makanan yang bersifat asam. Hemoglobin yang dicerna selain menghasilkan asam amino yang
menjadi nutrient bagi parasit, juga menghasilkan zat toksik yang disebut ferryprotoporphirin (FP
IX). Kloroquin atau antimalaria yang mengandung cincin kuinolin lainnya membentuk kompleks
dengan FP IX dalam vakuola. Kompleks obat-FP IX tersebut sangat toksik dan tidak dapat
bergabung membentuk pigmen. Toksin kompleks obat-FP IX meracuni vakuola dan
menghalangi mengambilan (intake) makanan sehingga parasit mati kelaparan. Kompleks
kloroquin-FP IX juga mengganggu permeabilitas membrane parasit dan pompa proton
membrane. Mekanisme kerja yang lain adalah dengan berinteraksi dengan DNA parasit dan
menghambat DNA polymerase (kuinin). Kloroquin juga bersifat basa lemah sehingga, masuknyakloroquin ke dalam vakuola makanan yang bersifat asam akan meningkatkan pH organel
tersebut. Perubahan pH akan menghambataktivitas aspartase dan cysteinase protease yang
terdapat di dalam vakuola makanan sehingga metabolisme parasit terganggu.
b. Kenapa diberi obat antimalaria klorokuin?
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
13/55
13
Jawab : Klorokuin merupakan obat pilihan utama yang sangat efektif terhadap semua jenis
parasit malaria dengan menekan gejala klinis serta menyembuhkan secara klinis dan radikal, obat
pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72
jam. Klorokuin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium manusia.
Skizontosid darah bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit). Mekanisme kerja obat ini
diduga berhubungan dengan sistesis asam nukleat dan nukleoprotein yaitu dengan menghambat
DNA polymerase dan RNA polimerase. Jadi, keuntungan yang dimiliki mencakup efek
schizonticidal yang cepat. Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi
penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik.
Klorokuin merupakan antimalarial yang paling sering digunakan dan merupakan
prototype original yang mendadari turunan turunannya. Klorokuin sering digunakan karena
paling murah, telah teruji, dan paling aman diantara turunan turunannya jika digunakan dengan
dosis yang benar.
c. Apa saja contoh obat antimalaria?
Jawab : Klorokuin, Pirimetamin, Sulfadoksin, Primakuin, Kina, Meflokuin, Artemisin,
Artesunat, Lumefantrin, Kuin, dan Kuinidin.
d. Apa saja contoh obat simptomatis yang digunakan untuk mengurangi gejala Tn.Budi?
1. Jawab : Obat penurun panas (anti piretik)
Penurun panas, dalam hal ini yang paling umum digunakan adalah paracetamol, dapat
membantu menurunkan demam dan sakit kepala sehingga penderita dapat beristirahat
lebih nyaman.
2. Obat anti mual, misalnya antasida.
e. Bagaimana dosis, kontraindikasi, komposis dari obat antimalaria klorokuin?
Jawab : Profilaksis
a. Anak
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
14/55
14
Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih
dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah
endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik.
b. Dewasa
Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian ini
dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di
daerah endemik.
-Dewasa: Diberikan seminggu sekali pada hari yang sama, 300 mg klorokuin basa selama di
daerah malaria dan diteruskan selama 4 minggu sesudah meninggalkan daerah malaria. Pada
daerah-daerah tertentu, dimana transmisi malaria sangat intensif maka dosis pencegahan menjadi
600 mg setiap minggu dan diteruskan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah malaria.
-Anak: Dosis setiap minggu 5 mg/kg berat badan. Sebaiknya tidak melebihi dosis dewasa.
Untuk serangan akut:
Dewasa:
-Hari pertama mula-mula diberikan 600 mg, setelah 6 - 8 jam diberikan lagi 300 mg.
-Hari kedua dan ketiga masing-masing diberikan 300 mg.
Anak:
- 10 mg/kg BB pada hari pertama (maksimum 600 mg). Setelah 6 - 8 jam diberikan lagi 5 mg/kg
BB.
- Hari kedua dan ketiga masing-masing diberikan 5 mg/kg BB.
Kontraindikasi:
-Penggunaan Klorokuin pada penderita gangguan fungsi ginjal sebaiknya dihindari atau dosisnya
dikurangi karena Klorokuin diekskresi lewat urin. Dosis bagi pasien gagal ginjal sebesar 50%
dari dosis dewasa. Penggunaan Klorokuin pada wanita hamil masuk dalam kategori C.
Penggunaan Klorokuin tersebut, dilihat dari rasio risk and benefit. Dosis lazim untuk dewasa
dapat diberikan pada wanita hamil yang menderita malaria ringan. Tetapi terapi radikal untuk
infeksi P. ovale dan P. vivakdengan menggunakan Primaquin harus ditunda sampai kehamilan
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
15/55
15
berakhir. Sedangkan Klorokuin harus diteruskan dengan dosis 600 mg tiap minggu selama
kehamilan. Klorokuin dapat diekskresi ke air susu, sehingga penggunaan Klorokuin pada ibu
menyusui tidak direkomendasikan.
-Penderita dengan perubahan visual/retina.
-Penderita yang hipersensitif terhadap 4-aminoquinolone.
Peringatan dan Perhatian:
- Hati-hati pemberian pada penderita penyakit hati dan ginjal.
- Hati-hati jika diberikan pada penderita defisiensi G-6-PD (Glukosa-6-fosfat dihidrogenase).
- Agar dilakukan pemeriksaan mata secara teratur pada pasien yang menggunakan obat ini dalam
jangka waktu yang lama.
- Hati-hati penggunaan bersamaan dengan obat-obat hepatotoksik.
- Hindari penggunaan pada wanita hamil, karena klorokuin dapat menembus plasenta, kecuali
jika diperlukan supresi terhadap malaria.
- Hati-hati penggunaan pada ibu hamil karena klorokuin dieksekresikan di ASI.
Komposisi:
Tiap tablet mengandung klorokuin fosfat 250 mg setara dengan klorokuin basa 150 mg.
f. Bagaimanakah cara pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal?
Jawab : Cara Kerja
1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari
jempol
2. Antiseptic/ alcohol 70%
3. Pijat jari agar konstriksi
4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus
5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung jaringan
yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua
yang diambil kemudian diteteskan dipreparat
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
16/55
16
6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal
sehingga membentuk preparat tipis/ thin
7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun
tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal
8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa
9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung reaksi
karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes
10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok karena
akan muncul gelembung
11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol sebanyak 15-
20 tetes sampai tertutup semua
12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades 15-20
tetes sampai tertutup semua
13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi.
14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam
tabung reaksi
15. Cuci kedua preparat
16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskop
Catatan: Jauhkan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar
terlebih dahulu.
3) Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak
berkurang.
a. Mengapa gejala yang dialami Tn.Budi tidak berkurang walaupun telah minum klorokuin
sesuai petunjuk dokter?(Hubungannya dengan resistensi mikroba dan mutasi gen pada
Tn.Budi)
Jawab : Gejala yang tidak berkurang setelah mengkonsumsi kloroquin sesuai petunjuk dokter
menunjukkan terjadinya resistensi kloroquin (obat antimalaria) pada Plasmodium falcifarum.
Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan
menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar
atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
17/55
17
Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, masih belum diketahui
dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :
1.Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga
obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,
2.Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk
mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,
3.Mutasi spontan dibawah tekanan otot.
Kriteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap golongan 4-aminokuinolin
(kloroquin) dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat
resistensi terhadap obat secara in vivo dapat dibagi menjadi :
S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4
minggu.
R I : Resistensi tingkat Idengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4
atau minggu ke 2)
R II :Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.
R III :Resistensi tingkat IIIdengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.
Mekanisme mutasi gen terhadap resistensi obat:
Mekanisme resistensi obat oleh pgh1: terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan
strain sensitif terhadap kloroquin. Jumlah uptake kloroquin ke dalam vakuola
makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan strain resisten. Namun, dalam
strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi
kloroquin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat
dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada
Plasmodium falcifarum.
Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi kloroquin: resistensi terhadap kloroquin dalam
Plasmodium falcifarum dapat terjadi secara multigenik dan terjadi pada genpengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt (Plasmodium Falcifarum
Chloroquine Resistence Transporter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi pada
gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada transporter kedua yaitu
pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat
tersebut.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
18/55
18
Mutasi gen pfmdr1: mutasi pada gen pengkode transporter kedua ini terjadi karena
terjadi mutasi gen pfcrt sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip, yaitu
genotif K1 dan genotif 7G8. Mutasi pada genotif K1 berupa perubahan basa tunggal
pada nukleotida ke 754, yaitu basa Adenin (A) menjadi timim (T) sehingga terjadi
perubahan asam amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8
mengalami mutasi pada nukleotida 1094, 3598, 3622, dan 4234. Namun, pfmdr1
bukanlah semata-mata factor penyebab resistensi kloroquin. Terdapat beberapa
factor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan factor
geografi.
1. Faktor parasit: pola resistensi obat, kecepatan multiplikasi, polimorfisme, jenis
plasmodium. Sedangkan pada P. falciparum yang menginfeksi tubuh mang juhai telah resisten
terhadap klorokuin. Rerisitensi ini disebabkan oleh adanya mutasi pada kromosom ketujuh yaitu
perubahan dari lisin menjadi treonin pada asam amino yang ke 76.
2. Faktor pejamu/host: sistem imunitas tidak baik, genetik (perbedaan antara imunitas
bawaan dan imunitas didapat), umur kehamilan, tinggal di daerah endemis, pemberian Klorokuin
yang tidak adekuat
Setelah di dalam tubuh, parasit malaria mengalikan dan menyerang sel-sel darah merah.
Konsentrasi tingkat tinggi klorokuin dapat membunuh parasit yang hidup dalam sel. Tetapi
penelitian Profesor Steve Ward dan Dr Pat Bray, dari Sekolah Kedokteran Tropis Liverpool,
bekerja dengan Dr David Fidock di Albert Einstein College of Medicine di New York, telah
menunjukkan bagaimana protein yang disebut PfCRT dalam parasit telah memungkinkan untuk
menjadi resisten terhadap obat antimalaria penting dengan menciptakan sebuah 'pintu belakang'
dan benar-benar memindahkan obat keluar dari parasit oleh kebocoran. Mereka percaya PfCRT
yang mungkin menjadi 'master' gen yang mengontrol resistensi parasit terhadap berbagai obat
antimalaria.
Mekanisme resistennya mikroba terhadap antimikroba dapat melalui :
1. Mutasi
2. Destruksi/Inaktivasi
3. Efflux
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
19/55
19
b. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?
Jawab : Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain
dapat diberikan , antara lain :
1.Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal
sebanyak 2-3 tablet.
2.Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.
3.Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100
mg/hari selama 7 hari.
4.Kombinasikombinasi lain : kina dan tetrasiklin.
Resistensi obat terhadap seringnya penggunaan obat anti malaria telah berkembang
dengan cepat. Untuk mencegah kondisi ini, pengobatan sebaiknya digunakan secara kombinasi.
Saat ini WHO merekomendasikan regimen baru untuk penatalaksanaan malaria, terutama
malaria akibat P falciparum, yaitu kombinasi obat-obatan yang biasa dikenal sebagai
Artemisinin-based Combination Therapies (ACTs) dan bukan single-drug. Karena pengobatan
single-drug akan meningkatkan kemungkinan parasit berkembang dan menjadi kebal terhadap
obat. (CDC,2007; DEPKES RI, 2006; Harijanto, 2006; WHO.International Health and Travel,
2006).
Vaksin terhadap malaria masih tetap dalam perkembangan. Hal yang menyulitkan adalah
banyaknya antigen yang terdapat pada Plasmodium sp. selain pada masing-masing bentuk
stadium pada daur hidupnya. Oleh karena yang paling berbahaya adalah P falciparum, maka
sekarang pembuatan vaksin ditujukan untuk menekan pertumbuhan Plasmodium jenis ini.
(Freedman, 2009; Harijanto, 2006)
Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan, yaitu vaksin sporozoit (bentuk
intrahepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan
bentuk gametosit. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah sporozoit menginfeksi sel hati sehingga
diharapkan infeksi tidak terjadi.vaksin ini dikembangkan melalui ditemukannya antigen
circumsporozoit. (Harijanto, 2006; Roestenberg, 2009)
HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal adalah vaksin yang multi-stage
(sporozoit-aseksual), multivalen (terdiri dari beberapa antigen), sehingga memberikan respon
multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA dan diharapkan akan memberikan respon yang
baik dan harga yang tidak begitu mahal. (Harijanto, 2006)
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
20/55
20
Uji coba lapangan terhadap manusia tampaknya memberikan perlindungan yang
bermanfaat. Dari hasil penelitian Bejon et al (2008) tentang pengaruh vaksin RTS,S/AS01E
dalam mencegah malaria di lapangan, dengan target anak usia 5-17 tahun. mereka mendapatkan
hasil bahwa RTS,S/AS01E sangat menjanjikan sebagai salah satu kandidat vaksin untuk
mencegah malaria. (Bejon at al, 2008)
4) Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum(+++).
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium Tn.Budi?
Jawab : Menunjukkan densitas parasitemia atau kepadatan parasit (plasmodium), yaitu:
+ 1-10 parasit aseksual per 100 bidang film tebal
+ + 11-100 parasit aseksual per 100 bidang film tebal
+ + + 1-10 aseksual parasit per bidang film tunggal tebal
+ + + + > 10 aseksual parasit per bidang film tunggal tebal
Hal ini penting untuk mengetahui bahwa kepadatan parasit darah berkorelasi dengan
tingkat keparahan dari presentasi klinis. Hasil (+++) menunjukkan keadaan parasitemia yaitu
terdapat 1-10 Palsmodium falciparum aseksual per bidang film tunggal tebal (perhitungan
jumlah semi kuantitatif).
b. Apa jenis-jenis malaria?(perbedaan,penyebab)
Jawab : Jenis-jenis Malaria digolongkan menjadi 4, yaitu:
Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan
demam muncul setiap hari ketiga. Merupakan penyebab kira-kira 43% kasus malaria
pada manusia
Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam
setiap hari keempat. Menyebabkan kira-kira 7% malaria didunia.
Malaria tropica, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, merupakan malaria yang
paling patogenik dan seringkali berakibat fatal. Jenis penyakit malaria ini adalah yang
terberat, karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperticerebralmalaria
(malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas,
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
21/55
21
dll.Penderita Malaria jenis ini mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala
terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak.
Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium ovale. Malaria jenis ini jarang sekali
dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
c. Apa saja gejala malaria?
Jawab : Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang
berurutan yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage).
2. Stadium demam (Hot stage).
3. Stadium berkeringat (sweating stage).
Gejala klinis lain sebagai berikut : Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
Nafsu makan menurun.
Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium
Falciparum.
Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol
adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat
kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
Ikterus
d. Apa saja factor risiko dari malaria?
1. Jawab : Kekebalan / Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan
tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan
kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih
dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
22/55
22
dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui
pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang
kebal penyakit.
2. Lingkungan tempat tinggal
Seseorang yang tinggal di daerah endemic malaria akan berisiko terkena penyakit
malaria.
3. Jenis kelamin
Perempuan memiliki sistem imun yang lebih kuat daripada laki-laki, sehingga laki-
laki lebih mudah terkena malaria.
4. Umur
Pada usia produktif, seseorang akan lebih sering beraktivitas, sehingga
memungkinkan sistem imunnya menurun, sehingga mudah terkena malaria.
5. Lingkungan fisik : Suhu, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus air
6. Lingkungan kimiawi, biologic, sosial budaya
7. Ras atau Bangsa
8. Kasa tidak dipasang pada semua ventilasi, dinding rumah dari kayu/ papan,
keberadaan kandang ternak, kebiasaan keluar rumah malam hari, pendapatan rendah,
pendidikan rendah.
e. Bagaimana mekanisme malaria sesuai skenario?
Jawab : Bila nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya
menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam liurnya akan masuk ke tubuh hospes dan melalui
sirkulasi sampai akhirnya masuk ke dalam sel hati (hepatosit) setelah 1/2 -1 jam kemudian.
Sebagian parasit dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian lagi masuk ke hepatosit menjadi
trofozoit hati lalu menjadi skizon dan hipnozoit (pada P.vivax dan P.ovale). Proses ini disebut
skizogoni praeritrosit atau eksoeritrositer primer. Parasit kemudian bermultiplikasi membentuk
beribu-ribu merozoit. Pada akhir fase praeritrosit ini, skizon pecah dan mengeluarkan merozoit
yang kemudian masuk ke sirkulasi dan menyerang eritrosit.
Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa
difagositosis. Pada P.vivax dan p.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah
beberapa waktu akan aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
23/55
23
tersebut dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps. P. falciparum dan P.malariae tidak
mempunyai fase eksoeritrosit sekunder, sehingga kekambuhnanya disebabkan oleh proliferasi
stadium eritrositik dan dikenal sebagai rekrudensi.
Di dalam eritrosit, merozoit akan berkembang dari stadium tropozoit sampai dengan
skizon, kemudian skizon akan pecah dan mengeluarkan merozoit yang berjumlah 6-36. Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya, sebagian merozoit hasil pecahan
skizont akan menginfeksi eritrosit lainnya. Dikenal dengan siklus eritrositer. Eritrosit yang telah
berparasit biasanya akan menjadi lebih elastic dan bagian dindingnya berubah lonjong (knob).
Sebagian merozoit lainnya akan membentuk mikrogametosit dan makrogametosit. Jika nyamuk
anopheles betina menghisap darah hospes ini, maka pada tubuh nyamuk terjadi pembuahan dan
menghasilkan zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet yang menembus dinding lambung
nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet berubah menjadi ookista dan kemudian
menjadi sporozoit. Sporozoit inilah yang akan ditularkan lagi kepada manusia melalui gigitan
nyamuk.
Keterkaitan Antarmasalah
V. Merumuskan Keterbatasan dan Learning Issues
Tn. Budi, 30 tahun,
bertransmigrasi ke
Amaroppa Papua
Demam, menggigil,
berkeringat, sakit
kepala, mual-mual
Diberi obat anti
malaria klorokuin
dan obat
simptomatis
Pemeriksaan
apusan darah
perifer tipis dan
Gejala tidak
berkurang
Plasmodium
falciparum (+++)
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
24/55
24
Bahasan What I
know
What I dont know What I have to prove How I will learn
Malaria Definisi
, jenis,
gejala,
mekani
sme
Obat-obat antimalaria
secara spesifik
Patogenesis
Internet,
textbook,Journal,
dan pendapat
expert.
Resistensi
Mikroba
Definisi Penyebab, mekanisme
resistensi, Cara
mengatasi
Hubungan
Plasmodium
falciparum dengan
resistensi mikroba
Mutasi Gen Jenis
mutasi,
Penyeb
ab
Pengaruh mutasi gen
terhadap DNA dan
metabolisme tubuh
Hubungan mutasi gen
dengan resistensi
mikroba
Resistensi
Klorokuin
Pengar
uh
Penyebab,
mekanisme, cara
mengatasi
Hubungan resistensi
klorokuin terhadap
Plasmodium
falciparum
Pemeriksaan
Apusan Darah
Jenis,
Tatacar
a
pemeri
ksaan
Gambaran Peran pemeriksaan
apusan darah pada
malaria
Plasmodium
falciparum
Definisi
, jenismalaria
Siklus hidup,
pengaruh
Plasmodium
falciparum penyebabmalaria berat
VI. Sintesis Masalah
1. Malaria
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
25/55
25
EPIDEMIOLOGI
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar
Biasa), berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan
kematian. Malaria adalah penyakit yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh
parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Setiap 30 detik
seorang anak meninggal akibat malaria dan terdapat 247 juta kasus malaria tahun 2006 serta
setidaknya 1 juta penderita meninggal, yang sebagian besar merupakan anak-anak Afrika.Sekitar
separuh penduduk dunia memiliki resiko terhadap malaria, terutama pada negara dengan
sosioekonomi rendah serta beriklim tropik-subtropik.
Malaria tersebar merata di semua kelompok umur, prevalensi pada bayi relatif rendah,
dan relatif tinggi pada kelompok umur produktif (25 - 54 tahun). Prevalensi penyakit ini juga
relatif lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan
kelompok tersebut lebih banyak terpapar (exposed) dengan nyamuk vektor malaria, sehingga
risiko terkena infeksi relatif lebih besar. Prevalensi malaria klinis di perdesaan dua kali lebih
besar dari prevalensi di perkotaan, dan cenderung tinggi pada kelompok dengan pendidikan
rendah, petani/nelayan/buruh dan kelompok dengan tingkat ekonomi rendah.
Penyakit malaria tersebar di seluruh Indonesia dengan angka prevalensi yang beragam.
Di 11 provinsi, kasus malaria lebih banyak terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan (NAD, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kep Riau, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua). Dalam kurun
waktu satu bulan terakhir, prevalensi malaria klinis nasional adalah 2,9% (rentang: 0,2% -
26,1%). Tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis tinggi adalah Papua Barat (26,1%), Papua
(18,4%) dan NTT (12,0%).
Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka nasional,
sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali merupakan daerah dengan
prevalensi malaria klinis terendah yaitu 0,5%. Meskipun demikian yang perlu menjadi
perhatian adalah sebagian besar kasus malaria klinis di Jawa-Bali terdeteksi bukan berdasarkan
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
26/55
26
diagnosis oleh tenaga kesehatan. Data ini bermanfaat untuk menilai kesiapan daerah dan
mengevaluasi pelaksanaan eliminasi malaria di Jawa-Bali.
Responden yang terdiagnosis sebagai malaria klinis dan mendapat pengobatan dengan
obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit hanya 47,7%. Ada 8 provinsi dengan
proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi (> 50%) yaitu Papua, Kep Riau,
Bengkulu, Papua Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Di NTT, walaupun kasus malaria klinis tinggi, hanya kurang dari 50% kasus malaria
mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam menderita sakit. Demikian pula
proporsi pengobatan dengan obat program sangat rendah (< 35%) terdapat di provinsi di Jawa,
sehingga dapat menghambat program eliminasi malaria. Sebaliknya beberapa provinsi dengan
prevalensi malaria klinis rendah (< 10%) menunjukkan proporsi pengobatan dengan obat malaria
program cukup tinggi (> 50%) yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau,
Bangka Belitung, dan Bengkulu. (DEPKES RI, 2007)
PENYEBAB
Malaria disebabkan parasit Sporozoa darah jenis Plasmodium sp.. Parasit ini ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Empat jenis Plasmodium sp. penyebab
malaria meliputi Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan
Plasmodium malariae. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax merupakan jenis yang
paling sering dijumpai, namun yang paling mematikan adalah jenis Plasmodium falciparum.
(CDC, 2007; Brooks et al., 2008; DEPKES RI, 2006; Oregon Health Division, 2000; WHO.
International Travel and Health, 2008)
PENULARAN
Seseorang terinfeksi malaria karena gigitan nyamuk yang terinfeksi. Seekor nyamuk
akan terinfeksi parasit Plasmodium sp. apabila nyamuk tersebut menghisap darah manusia yang
telah memiliki parasit ini di dalamnya. Nyamuk yang bertindak sebagai vektor penyakit ini
adalah Anopheles sp. betina.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
27/55
27
Tingkat penularan malaria dapat berbeda tergantung pada faktor setempat, seperti pola curah air
hujan (nyamuk berkembang biak pada lokasi basah), kedekatan antara lokasi perkembangbiakan
nyamuk dengan manusia, dan jenis nyamuk di wilayah tersebut.
MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan penyakit malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh gejala lain
dan diselingi oleh periode bebas penyakit. Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya.
PERIODISITAS KETERANGAN
MASA TUNAS INTRINSIK Pada malaria adalah waktu antara
sporozoit masuk dalam badan
hospes sampai timbulnya gejala
demam, biasanya berlangsung
antara 8-37 hari, tergantung pada
spesies parasit (terpendek untuk p.
falciparum dan terpanjang untuk
p.malariae), pada beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya
atau pada derajat resistensi hospes.
MASA PRE-LATEN Berlangsung sejak saat infeksi
sampai ditemukan parasit malaria
dalam darah untuk pertama kali,
karena jumlah parasit telah
melewati ambang mikroskopik
(microscopic treshold).
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
28/55
28
MASA TUNAS EKSTRINSIK Parasit malaria yang ditularkan
melalui nyamuk kepada manusia
adalah 12 hari untuk plasmodium
falciparum, 13-17 hari untuk
plasmodium ovale dan vivax, dan
28-30 hari untuk plasmodium
malariae (malaria kuartana).
KLASIFIKASI
PLASMODIUM MANIFESTASI KLINIS
Plasmodium falcifarum
(Malaria Tropika)
Gejala prodromal:
Sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin,
mual, muntah, dan diare. Panas ireguler dan tidak periodik,
sering terjadi hiperpirekisia dgn T 40.
Gejala Lain:
Konvulsi, pneumonia aspirasi, banyak keringat.
Infeksi berat:
Nadi cepat, nausea, muntah, diare berat dll. Splenomegali,
kelainan urin, dan anemia.
Plasmoduim Malariae
(Malaria Kwartana)
Berlangsung ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali ringan.
Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada sore
hari dan parasitemia sangat rendah
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
29/55
29
Plasmodium Vivax
(Malaria Tertiana)
o Pada hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remitten
atau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin atau
menggigil jarang terjadi.
o Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermitten da
periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria.
o Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.
o Pada minggu kedua limpa mulai teraba.
o Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih
membesar dan panas masih berlangsung.
o Pada akhir minggu ke-5 panas mulai turun secara klinis.
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti.Berbagai macam teori dan
hipotesis telah dikemukakan.Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan
gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit
pada endotelium kapiler.Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup
(survive).Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam
patogenesis terjadinya demam dan peradangan.Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan
perubahan patofisiologik.Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni).Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang
menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati
bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan
berkembang menjadi Ookista.Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar
ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit
dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual.Masa antara permulaan infeksi
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
30/55
30
sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/
incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
klinis demam.(Mansjoer, 2001, hal. 409).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran darah
yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan
mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian
skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -
eritrositer primer. Terjadi di dalam darah.Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang
120 hari.Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml
darah.Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di
hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk
mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus
halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi
trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di
sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan
merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali.Setiap saat sel darah merah
pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein
asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang
sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,
tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung
parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan.Dengan hemolisis intra vaskular
yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal
ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
31/55
31
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif
endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi
malaria.Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran
cerna.Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah
suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria.
TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom
penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan
sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan
plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi
parasit pada endotelium kapiler.Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria
falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan
beratnya penyakit.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk
tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya.Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer.Eritrosit yang
terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang
membendung kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian.Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang
terinfeksi plasmodium P. falciparum.
Plasmodium Masa Inkubasi (Hari) Tipe Panas (Jam) Jenis Malaria
Falciparum 12 (9-14) 24,36,48 Tropika
Vivax 13 (12-17) 12 bulan 48 Tertiana
Ovale 17 (16-18) 48 Tertiana
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
32/55
32
Malariae 28 (18-40) 72 Kuartana
Keterangan tabel : Masa Inkubasi Plasmodium sp.
2. Resistensi Mikroba
Antibiotik yang efektif dan aman telah berkembang begitu pesat sehingga dapatmengurangi mortalitas akibat penyakit infeksi secara drastis. Keampuhan senyawa ini tidak
disangsikan lagi. Sayangnya keberhasilan tersebut sedikit terganggu dengan munculnya strain-
strain mikroba yang mampu membentuk pertahanan terhadap antibiotik tertentu. Hal ini tidaklah
mengherankan karena organisme hidup selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena
itu adaptasi mikroorganisme terhadap antibiotik toksik juga talc terelakkan; sehingga resistensi
mikroba terhadap zat penghambat pertumbuhan tersebar semakin luas dan dapat menjadi
ancaman keberhasilan memberantas penyakit infeksi. Apalagi bila penggunaan antibiotik kurang
terkontrol, resistensi akan semakin meningkat.
Resistensi atau kepekaan sebenarnya bukanlah sifat yang mutlak tetapi tergantung pada
konsentrasi antibiotik. Setiap organisme mempunyai batas konsentrasi antibiotik yang
menunjukkan kepekaan mereka, di atas batas berarti peka dan di bawah batas berarti resisten.
Perbedaan kepekaan organisme satu sama lain yaitu pada konsentrasi penghambatan minimum.
Sebagai contoh, umumnya bakteri gram positip dianggap lebih peka terhadap penisilin,
sedangkan bakteri gram negatip dianggap lebih resisten. Padahal kenyataannya kedua kelompok
tersebut peka terhadap penisilin. Perbedaannya konsentrasi penghambatan minimum gram
positip berkisar 1 unit/ml, sedangkan gram negatip berkisar 1000 unit/ml. Konsentrasi
penghambatan minimum ini sangat penting karena pada pemberian antibiotik, konsentrasi
tersebut harus dapat tercapai di tempat target.
Sifat resistensi atau kepekaan mikroorganisme terhadap antibiotic terdapat pada gen,
maka dikenal resistensi kromosomal dan resistensi ekstrakromosomal. Adapula resistensi non
genetic yaitu bakteri pada stadium istirahat, sehingga mereka tidak peka terhadap antibiotik. Sifat
genetik yang menentukan suatu mikroorganisme sejak awal tidak peka terhadap antibiotik,
dikenal sebagai resistensi inheren. Selain itu organisme yang semula peka terhadap suatu
antibiotik, pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak peka atau memerlukan
konsentrasi lebih besar. Perubahan ini karena gen mendapatkan elemen genetik yang membawa
sifat resistensi. Resistensi ini dikenal sebagai resistensi acquired. Pada prinsipnya ketiga macam
pola kepekaan mikroorganisme terhadap antibiotik; yaitu mikroba belum pemah terjadi
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
33/55
33
resistensi, mikroba berubah sifat dari peka menjadi kurang peka dan mikroba resisten terhadap
antibiotik. Resistensi mikroba juga dapat terjadi secara silang yaitu resistensi mikroorganisme
terhadap antibiotik tertentu juga memperlihatkan resistensi terhadap antibiotik lain. Resistensi
silang biasanya terjadi di antara antibiotik yang mempunyai struktur kimia hampir sama seperti
derivat penisilin, tetapi juga dapat terjadi pada antibiotik dengan struktur sangat berbeda.
Berkembangnya resistensi mikroba terhadap antibiotik meliputi perubahan genetik,
sehingga resistensi tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Ada banyak hal yang
dapat menyebabkan resistensi; mutasi merupakan penyebab yang sering dijumpai, selain itu
resistensi juga dapat diperoleh melalui transfer bahan genetik dari bakteri resisten seperti
transduksi, transformasi atau konjugasi. Mutasi gen dapat terjadi secara spontan tanpa adanya
antibiotic yang bersangkutan dan mikroorganisme tersebut dapat berubah menjadi resisten.
Mutasi selain dapat menimbulkan resistensi, juga dapat menyebabkan perubahan virulensi dan
patogenisitas mikroba tersebut; bisa berkurang atau meningkat. Transduksi terjadi dengan
perantaraan bakteriophag. Intervensi bakteriophag menyebabkan DNA bakteri masuk ke bakteri
lain; jika bahan genetik tersebut membawa gen yang menimbulkan sifat resistensi, maka sel
bakteri yang terinfeksi tersebut akan menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu. Transduksi
banyak dilaporkan sebagai cara pemindahan sifat resistensi antibiotic yang sering terjadi di
antara strain Staphylococcus aureus, di mana phage dapat membawa plasmid (DNA ekstra
kromosom) pengkode penisilinase. Konjugasi merupakan pemindahan gen resisten dari satu sel
ke sel lain dengan kontak langsung melalui sexpilus. Mekanisme ini sangat penting sebagai salah
satu cara penyebaran gen resisten antibiotik, terutama bacilli gram negatip. Di antara
mikroorganisme yang diketahui mampu memindahkangen resisten kebakteri peka dengan cara
ini antara lain E. coli, Salmonella, Shigella, Klebsiella, Serratia, Vibrio cholerae dan
Pseudomonas. Berkembangnya resistensi mikroba dengan cara ini antara lain terjadi pada
aminoglikosida, tetrasiklin, kloramphenikol dan penisilin. Penyebaran resistensi dengan
konjugasi pada bakteri gram negatip yang terdapat pada binatang dan manusia, merupakan
ancaman untuk membasmi penyakit infeksi yang disebabkan oleh organism gram negatip.
Bakteri gram negatip dapat memindahkan sifat resistensi, tidak hanya ke spesies yang sama
tetapi juga ke spesies atau genus berbeda. Transfonnasi mungkin juga merupakan mekanisme
terjadi nya resistensi. Di samping itu fusi antara dua sel mungkin juga menjadi cara
berkembangnya resistensi. Fusi mungkin dapat terjadi antara dua spesies yang berbeda,
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
34/55
34
bergabung membentuk struktur tunggal dan sel baru mengandung DNA dari kedua sel induk.
Dari cara-cara tersebut, transduksi dan konjugasi merupakan cara yang paling lazim sebagai
penyebab penyebaran mikroba resisten; namun potensi gen resisten juga dipengaruhi oleh lokasi
gen dalam bakteri. Jika gen merupakan bagian dari plasmid, maka pemindahan sifat resisten
akan lebih mungkin terjadi daripada apabila gen ada dalam kromosom.
MEKANISME RESISTENSI MIKROBA
Mekanisme terjadinya resistensi terhadap senyawa antimikroba
antara lain :
1) Mikroba mensintesis enzim yang dapat mengubah zat aktif menjadi tidak aktif.
2) Terjadinya perubahan pada tempat yang peka terhadap anti mikroba.
3) Hilangnya permeabilitas sel terhadap antimikroba.
4) Meningkatnya konsentrasi metabolit yang antagonis kompetitif dengan penghambat.
5) Mikroba membuat jalan metabolisme baru.
6) Memompa (efflux),
Contoh resistensi yang terjadi akibat mikroba mensintesis enzim yaitu resistensi mikroba
terhadap penisilin. Organisme tersebut menghasilkan enzim penisilinase yang mampu memecah
cincin beta-laktam penisilin menjadi penicilloic acid yang tidak aktif. Demikian pula
sefalosporin juga didegradasi oleh beta-laktamase. Banyak bakteri yang mampu memproduksi
beta. laktamase, meliputi bakteri gram positip dan negatip. Enzim ini mempunyai peranan besar
dalam menyebabkan resistensi bakteri gram positip terhadap penisilin dan sefalosporin. Fisiologi
produksi beta-laktamase kebanyakan bakteri gram negatip berbeda dari bakteri gram positip.
Bakteri gram negatip umumnya menghasi!kan beta-laktamase lebih sedikit disbanding gram
positip dalam keadaan diinduksi, kecuali Enterobacter dan Proteus yang mempunyai beta
laktamase inducible sehingga dapat memproduksi enzim cukup banyak. Pada gram negatip
umumnya enzim ini terikat sel dan tidak dilepas ke lingkungan sekitarnya. Pada organisme gram
positip, beta laktamase merupakan enzim inducible. Dengan adanya penisilin atau sefalosporin,
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
35/55
35
produksinya meningkat. Biasanya pada bakteri gram positip, enzim ini dilepas dari sel dan
merusak antibiotik yang ada di sekitarnya. Saat ini telah banyak dikembangkan derivat penisilin
yang mempunyai rantai samping berbeda dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri
penghasil beta laktamase yang resisten terhadap benzil penisilin, misalnya methicillin dan
carbenicillin. Terhadap S. aureus yang tidak memproduksi beta laktamase, methicillin kurang
aktif dibanding benzil penisilin, tetapi aktif terhadap penghasil beta laktamase. Oleh karena itu
antibiotik ini berguna melawan infeksi yang disebabkan bakteri gram positip resisten benzyl
penisilin. Carbenicillin sedikit aktif terhadap bakteri gram positip, aktivitasnya meningkat
terhadap gram negatip, terutama berguna melawan Pseudomonas. Resistensi beberapa strain
bakteri gram positip dan negatip terhadap kloramphenikol juga terjadi, karena asetilasi menjadi
senyawa tidak aktif. Strain resisten ini memproduksi kloramphenikol asetiltransferase yang
merupakan enzim inducible pada S. aureus. Resistensi beberapa bakteri gram negatip terhadap
berbagai aminoglikosida juga karena inaktivasi secara enzimatis yaitu fosforilasi, adenilasi dan
asetilasi. Fosforilasi terjadi pada streptomisin oleh enzim streptomisin phospotransferase. Enzim
ini hanya bekerja pada streptomisin. Neomisin, kanamisin dan paromomisin mengalami
phosporilasi dengan adanya enzim neomisin-kanamisin phospotransferase. Adenilasi juga dapat
terjadi pada streptomisin, menjadi derivat adenil oleh enzim streptomisin-spektinomisin
adeniltransferase. Enzim gentamisin adeniltransferase dapat merubah gentamisin c, kanamisin
dan tobramisin menjadi derivat adenil. Asetilasi, misalnya enzim kanamisin asetiltransferase
mengasetilasi kanamisin, juga neomisin, gentamisin atau aminoglikosida lain. Perubahan pada
tempat yang peka terhadap antimikroba, juga dapat menyebabkan resistensi mikroba. Contoh
mekanisme ini yaitu hilangnya kepekaan ribosom terhadap streptomisin. Disini terjadi perubahan
komponen ribosom subunit 30 s, sehingga streptomisin tidak dapat berikatan dalam waktu lama
dan akibatnya antibiotik ini tidak dapat mempengaruhi biosintesis protein. Padahal kegiatan
antibiotik ini mempengaruhi biosintesis protein pada sel yang peka. Contoh lain yaitu resistensi
terhadap eritromisin yang terjadi karena perubahan protein ribosom subunit 50 s pada S. aureus.
Hilangnya permeabilitas sel terhadap antibiotik, diduga juga merupakan salah satu cara
terbentuknya mikroba resisten. Jika sel menjadi tidak permeabel, maka antibiotik tidak
dapatmenembus ke dalam set. Untuk itu perlu tipe antibiotik baru yang dapat memenetrasi sel
dengan cara lain misalnya dengan difusi.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
36/55
36
Permeabilitas sel berubah karena beberapa hal antara lain sintesis barter permeabilitas
dan perubahan mekanisme transport. Bakteri gram negatip relatip lebih resisten dibandingkan
gram positip terhadap antibiotik tertentu, mungkin disebabkan oleh barier permeabilitas yaitu
adanya lapisan lipoprotein dan lipopolisakarida pada gram negatip. Sebagai contoh, mutan E.
coil telah meningkatkan resistensinya terhadap ampisilin dan berkaitan dengan perubahan
polisakarida. Beberapa pneumokoki resisten terhadap streptomisin dan eritromisin mungkin juga
karena mengembangkan barier permeabilitasnya. Perubahan mekanisme transport antibiotik
mungkin juga menyebabkan hilangnya permeabilitas sel terhadap antibiotik. Antibiotik
memasuki sel dengan mekanisme transport spesifik. Pada beberapa sel resisten, antimikroba
gagal memasuki sel karena ada perubahan beberapa komponen yang menyebabkan hilangnya
fungsi transport. Misalnya pada mutanE. coil yang resisten terhadap D-sikloserin; path selyang
peka, akumulasi antibiotik ini terjadi dengan sistem transport yang secara normal membawa D-
alanin atau glisin. Pada mutan, fungsi transport ini berkurang dan resistensi terhadap sikloserin
meningkat. Resistensi dapat terjadi dengan cara meningkatkan sintesis metabolis yang antagonis
kompetitip terhadap antimikroba. Bila senyawa antimikroba menghambat pertumbuhan dengan
cara antagonis kompetitip terhadap metabolit normal, maka resistensi terhadap antimikroba ini
mungkin karena meningkatnya produksi metabolit tersebut. Secara kompetitip antimikroba
digantikan dari tempat ikatannya. Sebagai contoh mutan resisten terhadap sulphonamid. Pada sel
ini konsentrasi para aminobenzoic acid lebih tinggi daripada sel yang peka terhadap
sulphonamid. Dengan cara ini mikroorganisme resisten dapat mempertahankan metabolismenya
bagi kelangsungan hidupnya. Di samping itu, dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
mikroba dapat membuat jalan metabolisme baru atau lain, untuk menghindari penghambatan
antimikroba terhadap jalan metabolisme yang normal, misalnya reaksi baru pada metabolism
nukleotida purin dan pirimidin. Reaksi ini terjadi karena mikroorganisme tersebut menghindari
metabolisme normal yang dihambat oleh antimikroba. Sebagai contoh mutan E. coli resisten
dapat membentuk jalan metabolisme baru dalam mensintesis THFA (asam tetrahidrofolat)
karena adanya sulfatiazol.
Telah banyak diketahui banyak cara mikroorganisme melawan efek toksik substansi
penghambat pertumbuhan, denganperubahan genetika dan biokimia. Selain perubahan tersebut,
mekanisme resistensi terhadap antimikroba mungkin telah berkembang sebelum zat ini
digunakan oleh manusia di bidang medis, veteriner atau pertanian. Jadi ada perbedaan antara
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
37/55
37
resistensibakteri yang diperoleh sesudah penggunaan antimikroba (acquired) dan mikroba yang
secara alamiah sudah resisten sebelum antimikroba tersebut digunakan (inherent). Sebagai
contoh bakteri gram negatip Pseudomonas aeruginosa; ia secara alami relatip lebih resisten
terhadap kebanyakan antibiotik. Resistensi inheren bakteri ini mungkin berkaitan dengan
impermeabilitas lapisan luar sel terhadap antimikroba, sehingga mampu mencegah tercapainya
konsentrasi penghambatan di dalam sel. Fleksibilitas. dan kemampuan populasi bakteri
beradaptasi terhadap toksisitas antimikroba dapat menimbulkan masalah resistensi. Bila
antimikroba baru digunakan melawan bakteri penyebab infeksi yang tidak memperlihatkan
resistensi inheren, maka setelah beberapa tahun penggunaan, bakteri tersebutmungkin menjadi
resisten atau memerlukan konsentrasi lebih besar untuk membinasakannya. Namun resistensi
acquired kadang-kadang tidak muncul; misalnya Streptococcus haemolyticus masih peka
terhadap benzil penisilin sesudah penggunaan 30 tahun. Resistensi munculnya kadang-kadang
sangat lambat. Memang munculnya organisme resisten dan laju penyebarannya biasanya sukar
diramal. Resistensi mikroba patogen terhadap antibiotik dapat menimbulkan banyak masalah
dalam memberantas penyakit infeksi. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk melawan
resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik baru mungkin merupakan salah satu alternatip.
Untuk melawan resistensi antimikroba, Hans Zahner dan WK. Maas mengajukan
beberapa cara pengontrolan resistensi, yaitu dengan mencegah munculnya bentuk resisten,
mencegah penyebaran bentuk resisten dan mengeliminasi bentuk resisten yang sudah muncul.
Organisme resisten dapat muncul karena penggunaan antimikroba yang terlalu lama. Dalam hal
ini pencegahan resistensi dapat dilakukan menggunakan kombinasi antimikroba lain dengan
harapan, jika frekuensi mutasi kira-kira 10'6 per bakteri, maka dengan mutasi ganda,resistensi
terhadap kedua antimikroba 10-12 per bakteri, sehingga kemungkinan jumlah bakteri resisten
menjadi lebih kecil. Tersebarnya mikroba resisten akan lebih cepat, bila penggunaan antimikroba
berlebihan secara kurang tepat. Pada lingkungan di mana antimikroba banyak digunakan,
populasi bakteri resisten akan mempunyai kesempatan lebih besar menggantikan populasi bakteri
peka.
Untuk mencegah bentuk resisten menyebar lebih cepat, maka perlu membatasi
penggunaan antimikroba seefisien mungkin. Eliminasi bentuk resisten dapat dilakukan dengan
mengganti antimikroba yang telah lama digunakan dengan antimikroba lain yang lebih peka,
sehingga bentuk resisten akan binasa. Resistensi mungkin telah berkembang pada
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
38/55
38
mikroorganisme terhadap antimikroba yang telah digunakan, sehingga masih perlu adanya
penemuan antimikroba baru.
3. Mutasi gen
Plasmodium falciparum merupakan sporozoa yang memperbanyak diri menggunakan
spora. Pada P.falciparum generasi sebelumnya akibat mutasi gen gen yang berperan pada
mekanisme resistensi klorokuin, misalnya genpfmdr1 (Reed et al, 1999) dan genpfcrt(Wellems
and Plowe, 2001). Berbagai mutasi pada gen pfmdrmisalnya asn86tyr, ser1034cys, asn1042asp
dan asp1246tyrtelah ditemukan pada parasit yang telah resisten terhadap klorokuin. Selanjutnya
berbagai mutasi pada gen pfcrtdan gen cg2 juga telah dikaitkan dengan fenomena terjadinya
resistensi klorokuin misalnya lys 76thr . Namun, dari berbagai penelitian ternyata polimerasi gen
cg2 tidak hanya ditemukan pada isolate yang resisten klorokuin tetapi juga pada isolate yang
sensitive.
Resistensi obat pada malaria didefinisikan sebagai kemampuan strain parasit malaria
untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit
meskipun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis standard maupun dengan
dosis yang lebih tinggi dan masih bisa ditolerir oleh pemakai obat (Marlita R., 2004). Sedangkan
resistensi multidrug (MDR) pada malaria adalah adanya resistensi plasmodium falciparum
terhadap lebih dari dua jenis obat anti malaria yang sehari - hari dipakai dalam pengobatan
malaria (Tarigan Jerahim, 2003).
Resistensi P. falciparum terhadap obat antimalaria atau rekrudesensi dinyatakan dengan
adanya parasit yang muncul kembali setelah pengobatan. Ini terjadi karena parasit dalam darah
tidak terbunuh semua/dengan kadar dibawah ambang mikroskopis, kemudian bertambah banyak.
Hal tersebut bisa karena obat yang tidak adekuat, atau parasit sudah resiten terhadap obat yang
diberikan. Mekanisme terjadinya resistensi obat belum diketahui dengan pasti tetapi diduga
bahwa resistensi terjadi karena mutasi gen dan mutasi ini terjadi karena tekanan obat ataupenggunaan obat dalam dosis subkuratif.
Menurut Clyde, berdasarkan hipotesis feriprotoprofirin IX, resistensi parasit malaria
terhadap klorokuin terjadi karena : (1) tempat ikatan klorokuin pada eritrosit berkurang sehingga
parasit dalam eritrosit tidak dapat dibunuh; (2) mutasi terjadi multigen sehingga resisten cepat
terjadi. Menurut Cow man, pada umumnya bila terjadi resistensi terhadap suatu obat malaria
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
39/55
39
akan diikuti dengan resistensi obat malaria lainnya, karena diduga mekanisme resistensi obat
klorokuin sama dengan obat malaria lainnya. Resistensi terjadi karena mutasi gen dan mutasi gen
terjadi akibat tekanan obat yang terus menerus. Akibat mutasi, parasit tetap hidup dalam jalur
metabolisme lain sehingga terhindar dari pengaruh obat. Resistensi terhadap obat klorokuin
diduga bersifat multigenik sehingga resisten terjadi secara perlahan - lahan.
Dengan pendekatan biomolekuler,beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi
beberapa kandidat gen yang mungkin berperan pada mekanisme resistensi klorokuin, misalnya
genpfmdr1 (Reed et al, 1999) dan genpfcrt(Wellems and Plowe, 2001). Berbagai mutasi pada
genpfm drmisalnyaas n86tyr , ser1034cys, asn1042aspdan asp1246tyrtelah ditemukan pada
parasit yang telah resisten terhadap klorokuin. Selanjutnya berbagai mutasi pada genpfcr tdan
gen cg2 juga telah dikaitkan dengan fenomena terjadinya resistensi klorokuin misalnya lys
76thr. Namun, dari berbagai penelitian ternyata polimerasi gencg2 tidak hanya ditemukan pada
isolate yang resisten klorokuin tetapi juga pada isolate yang sensitive.
Pada P. falciparum telah diidentifikasi suatu gen dengan 13 akson dekat cg2 pada
kromosom VII, yaitu gen pfcrtyang diduga berperan dalam resistensi terhadap klorokuin. Gen
ini mengkode protein PfCRT (P. falciparum Chloroquine Resistant Transporter), suatu protein
yang terletak pada trans membrane vakuola makanan dari P. falciparum. Mutasi titik pada
PfCRTditemukan berhubungan secara lengkap dengan resistensi klorokuin secarain-vitro.
Penggantian K76 (normal) menjadi T76 (mutan) pada posisi 76 (K76T) ditemukan pada semua
isolate resisten, dan tidak ditemukan pada isolate sensitive. Lebih jauh transformasi genetic
dengan plasmid mengekspresikan bentuk mutan pfcr tyang berubah menjadi resisten. Penelitian
ini diperkuat oleh hasil dari Afrika Barat yang memperlihatkan bahwa pada pfcr tK76T
didapatkan pada 100% dari 114 isolate kasus kegagalan dengan klorokuin, bahkan
Djimde menyatakan bahwa mutasi PfCRTT76 merupakan marker malaria falciparum yang
resisten terhadap klorokuin. Menurut Fidock et al., mutasi pada pfcr tdapat mengubah
masuknya klorokuin pada vakuola makanan atau mengurangi ikatan obat pada hematin melalui
perubahan pH pada vakuola makanan. Selanjutnya, hal ini akan menyebabkan penurunan influks
dan peningkatan efluks. Parasit yang resisten akan mampu memompa klorokuin keluar dari
eritrosit 40-50 lebih cepat dibandingkan dengan parasit yang sensitive.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
40/55
40
Gambar : Model Transport Membran pada Plasmodium yang Resisten Klorokuin7
Gambar A: Transporter klorokuin pada membran vakuola makanan terjadi secara Efluks aktif.
Gambar B : Influks klorokuin pada membran vakuola makanan parasit.
Gambar C : Konsentrasi klorokuin di dalam vakuola makanan parasit menurun yang disebabkan karenapeningkatan pH vacuolar pada parasit yang resisten terhadap klorokuin.
Gambar D : Up take klorokuin di dalam vakuola makanan sangat terbatas pada parasit yang resisten
klorokuin.
1. Tetesan preparat darah tebal.
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untukmemudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan
100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah
diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.
Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitng jumlah parasit per 200
leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50
merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
2. Tetesan darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, jika bila dengan preparat tebal sulit
ditemukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parsait (parasite count), dapat dilakukan
berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit
>100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
41/55
41
prognosa penderita malaria, walaupunj komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang
minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau leishmans atau Fields dan juga
Romanowsky. Pengcatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan
merupakan pengecatan yang mudah dengan hasl yang cukup baik.
Diagnosis Laboratorium
Yang menjadi Gold standar dari pmeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa malaria :
Pemeriksaan Mikroskopik Konvensional Malaria
Preparat Darah Tebal
Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau Fieldstain. Preparat ini
digunakan untuk melihat plasmodia atau untuk melihat ada/ tidaknya gametosit.
Preparat Darah Tipis
Diwarnai dengan menggunaka pewarnaa Wright atau Giemsa. Preparat ini di gunakan
untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi spesies plasmodium.
Dari pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat di bedakan morfologi dari spesies
Plasmodium
Plasmodium Vivax
Eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffnerdot, trofozoid muda
berbentuk ameboid ( bentuk vivax) hemozoin terdapat berkelompok di tengah tfozoit.
Skizon yang matang membagi dirinya menjdai 14-24 merozit. Bias juga ditemukan
bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval. Hamper menutup
-3/4 eritrosit yang dihuninya.
Plasmodium Malariae
Eritrosit tidak membesar trfozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang
terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit skizon dengan 6-12 merozoit dan merozoit
tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametoit jantan dan betina dengan sitoplasma
yang hampir bulat.
Plasmodium falciparum
Eritrosit tidak membesar, trofozoid muda( bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk-
bentuk accole dan infeksi multiple, pigmen hemozoin tampak padat bewarna coklat tua. Skizon
muda dan tua/matang jarang didapat didaerah darah tepi terdapat 20-32 merozoit.
-
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
42/55
42
Gambaran sedian hapus darah tepi pada pasien malaria :
1. Plasmodium falciparum
Tropozoit Skizon
Bentuk cincin (Ring stage) Gametosit
-
2. Plasmodium vivax
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-bentuk-cincin-ring-stage1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/falciparum-tropozoit.jpg -
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
43/55
43
Gametosit Skizon
Tropozoit Granula Schuffners
-
3. Plasmodium Ovale
tropozoit
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/ovale-tropozoit.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/schuffners-vivax.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-tropozoit1.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-skizon.jpghttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/vivax-gametosit.jpg -
7/30/2019 Laporan Skenario a Kelompok 3 Fix
44/55
44
tropozoit tua tropozoit muda
-
4. Plasmodium Malariae
Tropozoit merozoit (rosset)
Bentuk Pita (band) Skizon
-
Perbandingan gambaran Sed