laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

69
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal kehidupan manusia dimulai dengan proses dan fase yang panjang dan rumit di dalam rahim ibu yang pada akhirnya akan lahir sebagai bayi. Selama dalam kandungan, bayi harus mempertahankan kehidupan melalui tali pusat. Setelah lahir pun, bayi harus mampu melewati first golden period agar memiliki kualitas kehidupan yang baik di masa mendatang sejalan dengan tumbuh-kembangnya. Kualitas kehidupannya nanti juga ditentukan oleh segala sesuatu yang ada pada ibu sebelum dan selama kehamilan hingga saat melahirkan. Seorang ibu G1P0A0 berusia 25 tahun dengan usia kehamilan 38 minggu melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3 kg, panjang 49 cm secra spontan, warna ketuban keruh, tidak ada mekonium. Saat bayi lahir didapatkan tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif, didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit. Skor Apgar 5-7-10. Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, riwayat demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu menunjukkan bahwa tanda vital normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perwatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.

Upload: rahmadhany

Post on 20-Jan-2016

188 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan tutorial kelompok A3 Pendidikan Dokter UNS angkatan 2011Universitas Sebelas Maret Surakarta2014

TRANSCRIPT

Page 1: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal kehidupan manusia dimulai dengan proses dan fase yang panjang dan

rumit di dalam rahim ibu yang pada akhirnya akan lahir sebagai bayi. Selama dalam

kandungan, bayi harus mempertahankan kehidupan melalui tali pusat. Setelah lahir

pun, bayi harus mampu melewati first golden period agar memiliki kualitas

kehidupan yang baik di masa mendatang sejalan dengan tumbuh-kembangnya.

Kualitas kehidupannya nanti juga ditentukan oleh segala sesuatu yang ada pada ibu

sebelum dan selama kehamilan hingga saat melahirkan.

Seorang ibu G1P0A0 berusia 25 tahun dengan usia kehamilan 38 minggu

melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3 kg, panjang 49 cm secra spontan,

warna ketuban keruh, tidak ada mekonium.

Saat bayi lahir didapatkan tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah

dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif, didapatkan

bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit. Skor Apgar 5-

7-10.

Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban

pecah 24 jam, riwayat demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu

menunjukkan bahwa tanda vital normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg

negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perwatan

untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan skenario, didapatkan rumusan masalah segai berikut.

1. Bagaimanakah proses embriologi manusia?

2. Bagaimanakah fisiologi fetus dan neonatus (perbedaan lingkungan intrauterin dan

ekstrauterin)?

3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan janin dilihat dari

riwayat kesehatan ibu!

4. Bagaimanakah fisiologi pecahnya ketuban dan interpretasi warna air ketuban?

Page 2: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

5. Bagaimanakah ciri bayi baru lahir normal, prosedur medis setelah bayi lahir,

prosedur pemeriksaan fisik dan penilaian bayi baru lahir (termasuk skor Apgar)?

6. Bagaimanakah alur resusitasi pada kegawatdaruratan neonatus?

7. Jelaskan mengenai Inisiasi Menyusu Dini (IMD)!

8. Bagaimanakah fisiologi dan manajemen laktasi?

9. Jelaskan mengenai asfiksia neonatorum!

10. Jelaskan mengenai sepsis neonatorum!

C. Tujuan Pembelajaran

Dari rumusan masalah di atas, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menjelaskan proses embriologi manusia.

2. Menjelaskan fisiologi fetus dan neonatus (perbedaan lingkungan intrauterin dan

ekstrauterin).

3. Menelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan janin dilihat dari

riwayat kesehatan ibu.

4. Menjelaskan fisiologi pecahnya ketuban dan interpretasi warna air ketuban.

5. Menjelaskan ciri bayi baru lahir normal, prosedur medis setelah bayi lahir,

prosedur pemeriksaan fisik dan penilaian bayi baru lahir (termasuk skor Apgar).

6. Menjelaskan alur resusitasi pada kegawatdaruratan neonatus.

7. Menjelaskan mengenai Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

8. Menjelaskan fisiologi dan manajemen laktasi.

9. Menjelaskan tentang asfiksia neonatorum.

10. Menjelaskan tentang sepsis neonatorum.

Page 3: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Istilah

ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan

fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan

pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.

G1P0A0 merupakan singkatan dari riwayat obstetri kehamilan pertama (G adalah

gravid) dimana sebelumnya belum ada riwayat melahirkan (P adalah partus) dan

keguguran (A adalah abortus). G1P0A0 juga dikenal dengan istilah primigravida

(kehamilan pertama).

HbsAg adalah antigen hepatitis B permukaan yang merupakan protein virus yang

pertama muncul setelah infeksi dan bisa digunakan untuk memantau viral clearance.

Ketuban atau amnion adalah cairan bening kekuningan yang mengelilingi bayi belum

lahir (janin) selama kehamilan yang berada dalam kantung ketuban. Volume

terbanyak pada usia kehamilan 34 minggu.

Mekonium berasal dari bahasa Yunani kuno meconium-arion atau seperti opium.

Mekonium adalah substansi mirip tar yang kental dan berwarna kehijauan yang

berada di usus janin selama kehamilan. Mekonium keluar karena refleks vagus

terhadap usus. Peristaltik usus dan relaksasi sphingter ani menyebabkan mekoneum

keluar. Aspirasi air ketuban yang disertai mekonium dapat mengakibatkan gangguan

jalan napas, gangguan sirkulasi setelah lahir, hipoksia intrauterin hingga kematian.

Resusitasi (neonatus) adalah suatu metode yang dilakukan pada keadaan darurat

untuk menyelamatkan jiwa neonatus saat terjadi kegagalan napas secara spontan.

Skor Apgar adalah singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration

atau dalam bahasa indonesia dapat berarti penampakan (warna tubuh), denyut nadi,

respon refleks, tonus otot dan pernapasan.

Page 4: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit

infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes. Keempat jenis

penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu

hamil.

Ventilasi tekanan positif adalah adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk

memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai

untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa benapas spontan dan teratur.

B. Proses Embriologi Manusia

Perkembangan embrio merupakan pertumbuhan dan perkembangan makhluk

hidup selama masa embrio yang diawali fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin

di dalam rahim ibu. Terdapat tiga tahapan fase embrionik yaitu morula, blastula, dan

gastrula.

Morula adalah suatu bentukan sel seperti bola akibat dari pembelahan sel

secara terus menerus. Pada fase ini keberadaan sel satu dengan yang lain sangat

rapat. Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami

pembelahan yang ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan

pelekukan yang tidak beraturan. Di dalam blastula terdapat cairan blastosol yang

berfungsi meberikan ruang gerak ketika pembelahan terjadi. Gastrula merupakan

bentukan lanjuatan dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata dan

mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh (Sadler, 2000).

Organ yang dibentuk berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh embrio

pada fase gastrula, yaitu lapisan ektoderm yang akan berdeferensiasi menjadi kluit,

rambut, alat indera, dan sistem saraf; lapisan mesoderm yang akan berdiferensiasi

menjadi otot, rangka, alat reproduksi, alat peredaran darah, dan alat ekskresi; dan

lapisan endoderm yang akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar

pencernaan, dan alat respirasi (Sadler, 2000).

Pada saat embrio berusia 8 minggu, bentuknya sudah mirip dengan manusia

dan mulai terjadi pembentukan genitalia eksterna. Proses sirkulasi melalui plasenta

pun dimulai dan tulang mulai terbentuk. Usia 9 minggu, kepala meliputai separuh

Page 5: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

besar fetus, terbentuk muka dan kelopak matu yang baru akan membuka pada usia 28

minggu. Setelah berusia 13-16 minggu, fetus memiliki panjang kira-kira 15 cm (awal

trisemester II). Kulitnya masih transparan, lanugo mulai tumbuh, gerakan mulai aktif

berupa menghisap dan menelan air ketuban. Pada usia ini, sudah terbentuk

mekonium pada usus dan jantung berdenyut 120-150 kali/menit. Usia 17-24 minggu

komponen mata terbentuk penuh begitu pula sidik jari. Seluruh tubuh diliputi oleh

verniks kaseosa (lemak) dan fetus telah memiliki reflekss. Fetus usia 25-28 minggu

(awal trisemester III) terdapat perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf

mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka sehingga

kelangsungan hidup pada periode ini sangat sulit bila harus lahir (diterminsai).

Kemudian pada usia 29-32 minggu, apabila bayi dilahirkan kemungkinan untuk

hidup sekitar 50-70% saja. Tulang pada minggu tumbuh-kembang ini terbentuk

sempurna, gerakan napas regular, dan suhu relatif stabil. Minggu ke 33-36, berat

fetus 1500-2500 gram, lanugo mulai berkurang, paru telah matur, apabila lahir tidak

ada kesulitan. Pada minggu ke 38-40 (kehamilan aterm), bayi akan meliputi seluruh

uterus, air ketuban mulai berkurang tetapi masih dalam batas normal (Sadler, 2000).

C. Fisiologi Fetus dan Neonatus

Pernafasan

Pada saat bayi lahir, dinding alveoli disatukan oleh tegangan permukaan cairan

kental yang melapisinya. Diperlukan lebih dari 25 mmHg tekanan negatif untuk

melawan pengaruh tegangan permukaan tersebut dan untuk membuka alveoli untuk

pertama kalinya. Tetapi sekali membuka alveoli, pernapasan selanjutnya dapat di

pengaruhi pergerakan pernapasan yang relatif lemah. Untungnya pernapasan bayi

baru lahir yang pertamakali sangat kuat, biasanya mampu menimbulkan tekanan

negatif sebesar 50 mmHg dalam ruang intrapleura (Behrman,2000).

Pada bayi baru lahir, kekuatan otot–otot pernapasan dan kemampuan diafragma

untuk bergerak, secara langsung mempengaruhi kekuatan setiap inspirasi dan

ekpirasi. Bayi yang baru lahir yang sehat mengatur sendiri usaha bernapas sehingga

mencapai keseimbangan yang tepat antar-oksigen, karbon dioksida, dan kapasitas

residu fungsional. Frekuensi napas pada bayi baru lahir yang normal adalah 40 kali

permenit dengan rentang 30–60 kali permenit ( pernapasan diafragma dan abdomen )

Page 6: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

apabila frekuensi secara konsisten lebih dari 60 kali permenit, dengan atau tanpa

cuping hidung, suara dengkur atau retraksi dinding dada, jelas merupakan respon

abnormal pada 2 jam setelah kelahiran (Behrman,2000).

Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut :

1. Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi mekanik)

2. Penurunan PaO2 dan peningkatan PaO2 merangsang kemoreseptor yang terletak

di sinus karotikus (stimulasi mekanik).

3. Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di salam uterus

( stimulasi sensorik).

4. Reflekss deflasi Hering Breur.

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama

sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli,

selain karena adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran

napas dengan merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam. Cara neonatus

bernapas dengan cara difragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan

dalamnya bernapas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan

kolaps dan paru-paru kaku sehingga terjadi atelektasis. Dalan kondisi seperti ini

(anoksia), neonatus masih mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan

metabolisme anaerobik (Behrman,2000).

Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi adalah :

1. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang

merangsang pusat pernafasan di otak.

2. Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru - paru selama

persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru - paru secara

mekanis. Interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf

pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut

yang diperlukan untuk kehidupan.

3. Penimbunan karbondioksida (CO2). Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat

dalam darah dan akan merangsang pernafasan. Berkurangnya O2 akan

mengurangi gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan

menambah frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.

4. Perubahan suhu. Keadaan dingin akan merangsang pernapasan (Behrman,2000).

Page 7: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk mengeluarkan cairan

dalam paru-paru dan mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama

kali. Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak

lesitin/sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru-paru. Produksi surfaktan

dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat sampai paru-paru

matang (sekitar 30-34 minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk

mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding

alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan (Behrman,2000).

Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir

pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan ini

memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan

ini menyebabkan stres pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu (Behrman,2000).

Sirkulasi Darah

Pada fetus sistem sirkulasi berbeda dengan neonatus, dimana darah dari

plasenta berkadar oksigen dan nutrisi tinggi mengalir melalui vena umbilicalis

sinistra masuk ke jaringan hati menuju vena cava inferior. Di hati, sebagian besar

darah mengalir melalui by pass ductus venosus langsung menuju vena cava inferior,

sedangkan sebagian kecil darah yang masuk menyebar ke sinusoid-sinusoid hati

untuk digunakan bagi perkembangan jaringan hati. Vena cava inferior, selain dari

duktus venosus hati, juga menerima darah berkadar oksigen dan nutrisi rendah dari

tubuh bagian posterior dan organ-organ viscera lainnya. Selanjutnya, dari vena cava

inferior darah mengalir masuk ke atrium dextra. Di atrium dextra, akibat tekanan

yang tinggi dari darah plasenta, maka sebagian besar darah langsung masuk ke

atrium sinistra melalui foramen ovale. Sebagian kecil darah dari atrium dextra

bercampur dengan darah berkadar oksigen rendah dari vena cava superior dan

mengalir masuk ke ventrikel dextra. Vena cava superior berfungsi membawa darah

dari daerah kepala dan ekstremitas atas yang berkadar oksigen dan nutrisi rendah

(Herman, 2012).

Di atrium sinistra, darah berkadar oksigen dan nutrisi tinggi dari atrium dextra

bercampur dengan darah berkadar oksigen dan nutrisi rendah dari paru-paru (yang

belum berfungsi pada masa fetal) mengalir masuk ke ventrikel sinistra. Oleh

ventrikel sinistra, sebagian besar darah dari plasenta yang masih berkadar oksigen

Page 8: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

dan nutrisi tinggi selanjutnya dipompa menuju ke aorta. Di pangkal aorta terdapat

percabangan arteri coronarius yang menuju jantung untuk perkembangan jantung dan

arteri utama yaitu: truncus brachiocephalicus dan arteria subclavia yang masing-

masing menuju daerah kepala dan tungkai bagian depan. Sementara itu, darah yang

terdapat di ventrikel dextra (dengan kadar oksigen sedang) dipompa menuju paru-

paru, sebagian kecil digunakan untuk perkembangan paru-paru, dan sebagian besar

langsung disalurkan menuju aorta melalui ductus arteriosus. Dapat dimengerti bahwa

karena paru-paru belum berfungsi, maka hanya sebagian kecil darah dari ventrikel

dextra yang dialirkan menuju paru-paru sedangkan sisanya sebagian besar dialirkan

langsung ke aorta (Herman, 2012).

Darah dengan kadar oksigen sedang dari aorta (setelah percabangannya dengan

duktus arteriosus) dialirkan ke tubuh fetus bagian posterior, organ-organ viscera

(seperti ginjal dan usus), ekstremitas inferior, serta sebagian menuju ke plasenta

melalui sepasang arteri umbilicalis (Herman, 2012).

Pada sirkulasi fetal, kadar oksigen, karbon dioksida, nutrisi dan sisa

metabolisme selalu dijaga keseimbangannya secara konstan melalui mekanisme

percampuran darah berkadar oksigen dan nutrisi tinggi yang berasal dari plasenta

dengan darah berkadar oksigen dan nutrisi rendah yang berasal dari berbagai bagian

tubuh fetus (Herman, 2012)

Produksi panas

Bila suhu sekitar turun, ada 3 cara tubuh untuk meninggikan suhu, yaitu

aktifitas otot, shivering dan non shivering thermogenesis. Pada neonatus cara untuk

meninggikan suhu terutama dengan NST, yaitu dengan pembakaran brown fat yang

memberikan lebih banyak energi pergram daripada lemak biasa.

Kelenjar endokrin

Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu.pada waktu bayi baru

lahir kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi, misalnya dapat dilihat

pembesaran kelenjar air susu pada bayi laki-laki atau pun perempuan. Kadang dapat

dilihat gejala withdrawal misalnya pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai

haid pada bayi perempuan. Kelenjar adrenal pada waktu lahir relatif lebih besar bila

dibandingkan orang dewasa. Kelenjar tiroid sudah sempurna terbentuk sewaktu

Page 9: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

lahirdan sudah mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir (Hassan dan

Alatas, 1985).

Pembentukan sel-sel darah

Eritrosit berinti mulai dibentuk di kantung kuning telur (yolk sac) dan lapisan

mesothel plasenta sekitar minggu ketiga perkembangan fetus. Hal ini akan diikuti

satu minggu kemudian (minggu keempat hingga kelima) dengan pembentukan

eritrosit tidak berinti oleh mesenkim fetus dan juga endothel vasa darah fetus.

Kemudian, pada enam minggu, hepar mulai membentuk sel-sel darah, dan dalam

bulan ketiga, lien dan jaringan limfoid tubuh lainnya juga mulai membentuk sel-sel

darah. Akhirnya, dari sejak kira-kira bulan ketiga, sumsum tulang berangsur-angsur

menjadi sumber utama eritrosit dan kebanyakan leukosit, kecuali pembentukan

limfosit dan sel plasma yang terus berlanjut di jaringan limfoid (Guyton dan Hall,

2007).

Keseimbangan cairan, asam-basa, dan fungsi ren

Ren pada fetus mulai mengekskresi urin selama kehamilan trimester kedua,

dan urin fetus menyumbang sekitar 70—80% cairan amnion. Perkembangan ren

yang abnormal atau kerusakan berat fungsi ren pada fetus akan sangat menurunkan

pembentukan cairan amnion (oligohydramnion) dan dapat mengakibatkan kematian

fetus (Guyton dan Hall, 2007).

Walaupun ren pada fetus membentuk urin, sistem kontrol ren dalam mengatur

keseimbangan volume cairan elektrolit ekstrasel fetus dan khususnya keseimbangan

asam-basa, hampir tidak ada sampai akhir kehidupan fetus dan tidak mencapai

perkembangan sempurna hingga beberapa bulan setelah lahir (Guyton dan Hall,

2007).

Kecepatan asupan dan ekskresi cairan pada bayi baru lahir adalah tujuh kali

lebih besar dari orang dewasa berkaitan dengan berat badannya, yang berarti bahwa

perubahan persentase asupan dan pengaturan yang kecil saja sudah dapat

menyebabkan timbulnya abnormalitas yang cepat (Guyton dan Hall, 2007).

Kecepatan metabolisme pada bayi juga dua kali lebih besar dari orang dewasa

berkaitan dengan massa tubuh, yang berarti bahwa biasanya pembentukan asam dua

kali lebih besar, yang cenderung mengarah pada asidosis bayi. Perkembangan

fungsional ren belum sempurna hingga kira-kira akhir bulan pertama kehidupan.

Page 10: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Sebagai contoh, ren pada neonatus hanya dapat memekatkan urin 1,5 kali osmolalitas

plasma dibandingkan dengan 3—4 kali pada orang dewasa sehingga

mempertimbangkan imaturitas ren, bersama dengan pertukaran cairan yang nyata

pada bayi dan pembentukan asam yang cepat, kita dapat memahami dengan mudah

bahwa di antara masalah yang paling penting pada bayi adalah asidosis, dehidrasi,

dan lebih jarang, kelebihan cairan (overhydrasi) (Guyton dan Hall, 2007).

Sistem saraf

Sebagian besar reflekss pada fetus termasuk medulla spinalis dan bahkan

truncus cerebri terbentuk pada bulan ketiga hingga keempat kehamilan. Namun,

fungsi-fungsi susunan saraf yang mencakup cortex cerebri masih pada tahap

perkembangan awal bahkan pada saat lahir. Tentu saja, mielinisasi beberapa tractus

utama encephalon tersebut menjadi sempurna hanya setelah kira-kira satu tahun

kehidupan postnatal (Guyton dan Hall, 2007).

Fungsi hepar

Selama beberapa hari pertama kehidupan, fungsi hepar pada neonatus mungkin

sedikit kurang, seperti yang ditunjukkan oleh pengaruh di bawah ini (Guyton dan

Hall, 2007).

1. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat oleh hepar neonatus berlangsung

buruk sehingga hanya menyekresikan sedikit bilirubin selama beberapa hari

pertama kehidupan.

2. Pembentukan protein plasma oleh hepar neonatus mengalami defisiensi sehingga

konsentrasi protein plasma turun menjadi 15—20% kurang dari konsentrasi pada

anak yang lebih tua selama minggu-minggu pertama kehidupan. Kadang-kadang,

konsentrasi protein turun sangat rendah hingga bayi mengalami edema

hipoproteinemia.

3. Fungsi glukoneogenesis hepar secara khusus mengalami defisiensi sehingga kadar

glukosa darah pada neonatus yang tidak diberi makan turun hingga sekitar 30—40

mg/dl (sekitar 40% dari normal), dan bayi harus bergantung terutama pada

simpanan lemak untuk energinya hingga terjadi pemberian makan yang cukup.

4. Hepar neonatus biasanya juga membentuk sangat sedikit faktor-faktor darah yang

dibutuhkan untuk koagulasi darah normal.

Page 11: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Janin Dilihat dari

Riwayat Kesehatan Ibu

1. Faktor Genetik

a. Kualitas dan kuantitas pertumbuhan

b. Kelainan disebabkan kromosom abnormal, seperti syndrom

turner/disgensis gonat, super female, syndrom kleinefelter,

hermafroditismus verus, Down syndrom, syndrom Edwards, dan syndrom

Patau.

2. Faktor Lingkungan

a. Gizi Ibu Pada Waktu Hamil

- Hamil aterm: Tambahan berat badan 10 – 12,5 kg

- 300 kkal/hari atau 1 porsi makanan lebih banyak dari sebelum hamil.

- KMS ibu hamil à mencegah BBLR (morbiditas dan mortalitas tinggi)

b. Radiasi

Tiga prinsip efek biologisnya:

- Kematian sel yang mempangaruhi embryogenesis

- Karsinogenesis

- Efek terhadap generasi selanjutnya dan mutasi gen

c. Obat-Obatan, Toksin, atau Zat-Zat Kimia

Pengaruh obat pada ibu hamil

- Umur kehamilan : Trimester 1 (organogenesis) à obat teratogenikà

keguguran dan cacat bawaan à hati-hati dlm pemberian obat.

- Jumlah obat.

- Waktu dan lama pemberian obat.

d. Hormon Sintetik

1) Agen-Agen androgenik:

- Progestin sintetik à mencegah abortus.

- Progestin etisteron dan nerothisteron à maskulinitas alat kelamin

pada wanita àpembesaran klitoris.

2) Dietilstilbestrol à mencegah abortus.

Page 12: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

3) Kontrasepsi oral à estrogen dan progesteron à teratogenik kecil à

jika hamil segera dihentikan KB-nya.

4) Kortison à palatoskisis (pada mencit).

e. Penyakit Ibu Hamil

1) Infeksi

- Menyebabkan abortus, lahir mati dan BBLR.

- Infeksi à Infeksi Janin, gangguan pertumbuhan janin dan cacat

bawaan (TORCH).

- Penyakit lain pada ibu hamil à chagas, varisela, herpes zooster,

hepatitis, siphilis, HIV, dll à penyakit pada janin.

- Vaksinasi Tetanus.

2) Bukan Infeksi

- Keadaan patologis pada ibu hamil: pre-eklamsi, Hiperemesis

gravidarum, penyakit jantung, tumor, anemia, tiroid, DM à tumbuh

kembang janin.

f. Mekanis

- Kelainan posisi janin.

- Kekurangan air ketuban/oligohidramnion à cacat bawaan à talipes,

dislokasi panggul, tortikolis.

- Kesalahan implantasi ovum à gangguan nutrisi à retardasi.

g. Imunitas

- Faktor rhesus/ABO inkomtabilitas à abortus, hidrops fetalis, lahir

mati.

h. Anoksia

- Dapat menyebabkan BBLR.

- Pada hipertensi, serotinus, kehamilan dengan penyakit jantung, ginjal,

asma, DM, paru-paru.

i. Stress

- Kehamilan sebaiknya benar-benar dikehendaki.

- Mempengaruhi janin yang dikandungnya.

j. Endokrin

Page 13: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

- Hormon yang berpengaruh pada janin: somatotropin, hormon plasenta à

fungsi nutrisi plasenta.

- Tiroid à defisiensi à gangguan pertumbuhan otak à retardasi mental

Insulin à pertumbuhan janin à pembesaran sel sesudah minggu ke-30.

(Soetrisno, 2014).

3. Ante Natal Care (ANC)

a. Pengertian Ante Natal Care (ANC)

Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan

untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga

mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI

dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Kunjungan Antenatal

Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini

mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan

pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care

(ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi

ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan

diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau

komplikasi.

b. Tujuan Ante Natal Care (ANC)

Tujuan Umum

1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu

dan tumbuh kembang janin.

2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan

sosial ibu dan bayi.

3) Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi

selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan

dan pembedahan.

4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat

ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian

ASI Eksklusif.

Page 14: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

7) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Tujuan Khusus

1) Mengenali dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin diderita

sedini mungkin.

2) Menurunkan angka morbilitas ibu dan anak.

3) Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan

keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi.

c. Jadwal Pemeriksaan Kehamilan

Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan

kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam

waktu sebagai berikut : sampai dengan kehamilan trimester pertama (<14

minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester kedua (14-28

minggu) satu kali kunjungan dan kehamilan trimester ketiga (28-36

minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjung.

d. Pemeriksaan Kehamilan

Dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke

tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali :

1) Trismester I : 1 kali

2) Trismester II : 1 kali

3) Trismester III : 2 kali

e. Pelayanan Antenatal

Pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar pelayanan

antenatal dimulai dengan :

1) Anamnese : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB,

kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang.

2) Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus

kebidanan.

3) Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa

4) Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi

(fe)

Page 15: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

5) Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku

sehari-hari, perawatan payu dara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko,

pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya,

persalinan oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan serta

pentingnya kunjungan pemeriksaan kehamilan ulang.

Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi

beberapa tahap, seperti :

a. Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)

Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan

petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan

pelayanan kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12

minggu.

b. Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4)

Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih

dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan

pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan

antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa

kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut :

a. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu

b. Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu

c. Minimal 2 kali pada trimester III, (K3-K4), usia kehamilan > 24 minggu.

Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T”

a. (Timbang) berat badan

b. Ukur (Tekanan) darah

c. Ukur (Tinggi) fundus uteri

d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)

e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan

f. Tes terhadap penyakit menular sexual

g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (Saifudin, 2002).

Page 16: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

f. Pemeriksaan USG

Menurut Wiknjosastro (2007), sebenarnya belum ada keseragaman

mengenai indikasi pemeriksaan USG dalam kehamilan. Di beberapa negara

Eropa, pemeriksaan USG dikerjakan secara rutin sedikitnya 1-2 kali selama

masa kehamilan. Di Amerika Serikat pemeriksaan USG rutin, melainkan atas

indikasi klinis, yaitu bila dalam pemeriksaan klinis dijumpai keadaan yang

meragukan atau mencurigakan adanya kelainan dalam kehamilan.

Pemeriksaan USG selama masa kehamilan merupakan suatu

pemeriksaan standar yang tidak wajib untuk dilakukan ibu hamil. Namun,

peranannya yang cukup penting selama masa kehamilan, tidak bisa

dipungkiri.

Dimulai dari trimester pertama, pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk

menentukan lokasi kehamilan, usia gestasi, jumlah janin, dan yang paling

penting adalah penapisan cacat bawaan pertama ataupun kelainan yang

mungkin terjadi . Seperti kita ketahui bersama, bahwa cacat bawaan terjadi

pada masa embryogenesis (kehamilan 0 – 8 minggu), sehingga pemahaman

yang benar tentang tatacara pemeriksaan USG dimulai dari trimester pertama

sangat penting dilakukan (Endjun, 2007).

g. Usia

1) Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil)

Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil pada

usia <20 tahun. Pada usia <20 tahun secara fisik kondisi rahim dan

panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan risiko

kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan

pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat.

2) Usia 20 - 35 tahun (usia reproduksi)

Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam

kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah usia 20 - 35 tahun, dimana organ

reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya.

3) Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil)

Page 17: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35 tahun,

kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh

diantaranya otot, syaraf, endokrin dan reproduksi mulai menurun. Pada

usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan

kontraksi miokardium. Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit

lain yang melemahkan kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi

darah ke janin yang berisiko meningkatkan komplikasi medis pada

kehamilan, antara lain : keguguran, eklamsia dan perdarahan.

(BKKBN, 2007).

E. Fisiologi Pecahnya Ketuban dan Interpretasi Warna Air Ketuban

Pecahnya ketuban

Persalinan kala 1 dimulai pada waktu serviks membuka karena his :

kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin

terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada

darah haid. Persalinan kala 1 berakhir pada waktu pembukaan serviks telah

lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi).

Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu

maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. KPD berpengaruh

terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan

permulaan persalinan disebut periode laten = LP = lag period. Makin muda umur

kehamilan makin memanjang LP-nya. Sedangkan lama persalinan lebih pendek

dari biasa, yaitu pada primipara 10 jam dan pada multipara 6 jam. Di samping

itu KPD juga berpengaruh terhadap janin dan ibu.

Pada janin, kemungkinan infeksi intra uterin yang lebih dulu terjadi

(amnionitis, vaskulitis) cukup meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal.

Selain itu apabila dikaitkan dengan kelahiran prematur, tentu saja dapat

menghasilkan bayi dengan nilai apgar yang rendah bahkan bisa sampai

mengalami asfiksia neonaturum serta berat badan lahir yang rendah. Sumber lain

menyatakan bahwa KPD merupakan faktor resiko tambahan yang cukup penting

Page 18: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

pada kejadian sepsis streptococcal Group B pada infant. Sedangkan pada ibu,

karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intra partal, apalagi bila

terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis

(nifas), peritonitis, dan septikemia, serta partus kering. Ibu akan merasa lelah

karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan

naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut tentu saja

meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu (Sinseng, 2008).

Interpretasi warna air ketuban

Air ketuban yang normal jernih berwarna agak kekuningan, menyelimuti

janin di dalam rahim selama masa kehamilan. Warna air ketuban kehijauan atau

kecoklatan menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium

(kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal keluar setelah lahir

saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini dapat menjadi petanda bahwa

neonatus dalam keadaan stres. Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus

dan relaksasi otot sfingter ani, maka mekonium dapat keluar melalui anus.

Seorang neonatus dapat menghirup cairan tersebut sehingga

mengakibatkan masalah pernapasan yang serius yaitu sindrom aspirasi

mekonium (SAM) yang membutuhkan penanganan yang tepat. Apabila seorang

klinikus melihat mekonium selama proses persalinan, dapat dilakukan

pemberian amnioinfusion bagi ibu dengan harapan dapat mencegah berbagai

komplikasi pada neonatus. Dijumpainya mekonium di dalam air ketuban

meninggalkan bekas atau sejumlah bukti. Apabila mekonium berada selama

empat jam atau lebih di dalam air ketuban, maka dasar kuku (nail bed) janin

akan berwarna dan kalau berada di dalam air ketuban dua puluh empat jam atau

lebih verniks kaseosa akan ikut berwarna. Selaput ketuban dan tali pusat pun

akan berwarna oleh mekonium dalam waktu tiga jam dan makrofag dalam satu

jam.

Cairan yang berwarna merah jambu menunjukkan perdarahan yang baru

terjadi, sedangkan air ketuban yang berwarna seperti anggur menunjukkan

adanya riwayat perdarahan. Tanda warna air ketuban tersebut kemungkinan

trivial tetapi dapat membantu menentukan penyebab yang mungkin (Kosim,

2010).

Page 19: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

F. Ciri Bayi Baru Lahir Normal, Prosedur Medis Setelah Bayi Lahir,

Prosedur Pemeriksaan Fisik, dan Penilaian Bayi Baru Lahir

Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu

yang terang yang berfungsi sebgai pemanas untuk mencegah kehilangan panas.

Tangan serta alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik harus bersih dan

hangat. Pemeriksaan fisik pada BBL dilakukan paling kurang tiga kali, yakni (1)

pada saat lahir, (2) pemeriksaan yang dilakukan dalam 24 jam di ruang

perawatan, dan (3) pemeriksaan pada waktu pulang. Yang harus dicatat pada

pemeriksaan fisik adalah lingkar kepala, berat ,panjang , kelainan fisik yang

ditemukan, frekuensi napas dan nadi, serta keadaan tali pusat.

1. Pemeriksaan di kamar bersalin

a. Menilai adaptasi

Perlu diperiksakan dikamar bersalin agar mengetahui apakah bayi

memerlukan resusitasi atau tidak. Bayi yang mungkin memerlukan

resusitasi adalah bayi dengan pernapasan yang tidak adekuat, tonus otot

kurang, aada mekonium di dalam cairan amnion atau ahir kurang bulan.

Nilai APGAR juga masih dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1

menit dan 5 menit.

Cara menentukan nilai APGAR

Tanda 0 1 2

Laju jantung Tidak ada < 100 >100

Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas

fleksi sedikit

Gerakan aktif

Reflekss Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Warna kulit Seluruh tubuh

biru/pucat

Tubuh

kemerahan,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

kemerahan

Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2

Nilai tertinggi adalah 10

- Nilai 7-10 menunjukkan bahwa by dalam keadaan baik

Page 20: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

- Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang &

membutuhkan tindakan resusitasi

- Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius &

membutuhkan resusitasi segera sampai ventilasi

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai APGAR:

a. Pengaruh obat-obatan

b. Trauma lahir

c. Kelainan bawaan

d. Infeksi

e. Hipoksia

f. Hipovolemia

g. Kelainan premature

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dimulai dari pengukuran berat

badan, panjang badan dan lingkar kepalanya. Bayi  baru lahir normal

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

₋ Berat badan 2500 – 4000 gram

₋ Panjang badan 48 – 52 cm

₋ Lingkar kepala 33 – 35 cm

₋ Lingkar dada 30 – 38 cm

Klasifikasi berat badan bayi baru lahir (Manuaba, 2007) :

Bayi dengan berat badan normal : 2.500 – 4.000 gram

Bayi dengan berat badan lebih : > 4.000 gram

Bayi dengan berat badan rendah : < 2.500 gram / 1.500 – 2.500 gram

Bayi dengan berat badan sangat rendah : < 1.500 gram

Bayi dengan berat badan ekstrim rendah : < 1.000 gram

b. Mencari kelainan kongenital

Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat

teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus pada trisemester pertama dan

juga apakah ada kelainan bawaan pada keluarga.disamping itu perlu

diketahui apak ibu menderita penyakt yang dapat mengganggu pertumbuha

janin seperti diabetes melitus, asma bronkial dan sebagainya. Sebelum

memeriksa bayi perlu juga diperiksa cairan amnion, tali pusar dan plasenta.

Page 21: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion

( volume > 2000ml ) sering dihubungkan dengan obstruksi traktus

intestinalis bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklampsi,

sedangkan oligohidramnion ( volume < 500 ml) dihubungkan dengan

agenesis ginjal bilateral atau sindrom potter.

Pada pemeriksaan tali pusar diperhatikan kesegaran, ada tidaknya

simpul, dan apakah ada dua arteri dan satu vena.

Pada pemeriksaan plasenta diperhatikan adakah perkapuran, nekrosis

dan sebgainya.pada bayi kembar dilihat adanya satu atau dua korion dan

anastomosis vaskular antara kedua korion.

Bayi diperiksa secara menyeluruh baik dari mulut, anus, kelainan

garis tengah, serta jenis kelamin.

Pemeriksaan di ruang rawat

Pemeriksaan ini meliputi :

a. Aktivitas fsik

Keaktifan BBL dinilai dengan melihat posisi dan gerkan tungkai dan

lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam

keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris.

b. Tangisan bayi

Tangisan bayi dapat memberikan keterangan seperti tangisan melengking

mengindikasikan adanya kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang

lemah atau merintih terjadi pada bayi yang kesulitan pernapasan.

c. Wajah BBL

Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas seperti sindrom

Down, sindrom Pierre-Robin, sindrom de Lange, dan sebgainya.

d. Keadaan gizi

Dinilai dari berat dan panjang badan serta disesuaikan dengan umur

kehamilan, tebal lapisan sub kutis serta kerutan pada kulit.

e. Pemeriksaan suhu

Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal antara 36,5-

37,50C. Suhu meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral,

Page 22: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

infeksi atau kenaikan suhu lingkungan.Apabila ekstremitas dingin dan tubuh

panas emungknan besar disebabkan oleh sepsis.

Pemeriksaan pada waktu memulangkan

Pada waktu memulangkan perlu diperhatikan :

a. Susunan saraf pusat : aktivitas bayi, ketegangan ubun-ubun.

b. Kulit : adanya ikterus, piodermia

c. Jantung : adanya bising yang baru timbul kemudian

d. Abdomen : adanya tumor yang tidak terdeteksi sebelumnya

e. Tali pusat : adanya infeksi

f. Diperhatikan juga apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah

mengerti cara pemberian ASI yang benar.

Pemeriksaan reflekss pada neonatus

Reflekss yang dapat dilihat ialah refleks Moro berupa gerakan seperti

memeluk bila ada rangsangan, misalnya dengn menarik kain tempat ia

berbaring. Refleks isap dapat ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu benda

di mulutnya. Refleks rooting, yaitu bayi akan mencari benda yang diletakkan

di sekitar mulutnya dan kemudian akan menghisapnya. Reflekss plantar dan

reflekss ’grasp’ ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu benda pada telapak

kaki atau tangan dan akan terjadi gerakan fleksi dari jari-jari (Hassan dan

Alatas, 1985).

Skor Apgar

Skor Apgar merupakan kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi

baru lahir. Kriteria ini berguna karena berhubungan erat dengan perubahan

keseimbangan asam-basa pada bayi. Di samping itu dapat pula memberikan

gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan. Penilaian

secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan

mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Cara ini dianggap paling ideal dan

telah banyak digunakan dimana-mana. Patokan klinis yang dinilai ialah: (1)

menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3) menilai tonus

otot, (4) menilai reflekss rangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap

kriteria diberi angka tertentu, dan biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir

lengkap, yaitu saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah

Page 23: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor Apgar satu menit ini

menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai

pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai

setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat

dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Hassan dan Alatas, 1985).

0 1 2

Appearance

(warna kulit)

Pucat Badan merah,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

kemerah-merahan

Pulse rate

(frekuensi

nadi)

Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100

Grimace

(reaksi

rangsangan)

Tidak ada Sedikit gerakan

mimik (grimace)

Batuk/bersin

Activity

(tonus otot)

Tidak ada Ekstremitas sedikit

fleksi

Gerakan aktif

Respiration

(pernapasan)

Tidak ada Lemah/tidak teratur Baik/menangis

Interpretasi nilai apgar:

Vigorous baby / bayi normal: nilai apgar 7-10

Asfiksia sedang-ringan: nilai apgar 4-6

Asfiksia berat: nilai apgar 0-3

(Wahidiyat,2007)

Pemeriksaan Fisik Abdomen Bayi Baru Lahir

Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan

gerakan dada saat bernapas. Kaji adanya pembengkakan.

Lakukan pemeriksaan pada tali pusat bertujuan untuk menilai ada

tidaknya kelainan pada tali pusat seperti, ada tidaknya vena dan arteri,

tali simpul pada tali pusat dan lain-lain.

Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika

Page 24: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepato-splenomegali

atau tumor lainnya

Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis vesikalis,

omfalokel atau ductus omfaloentriskus persisten.

Lakukan Auskultasi adanya bising Usus.

Lakukan perabaan hati, umumnya teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta

kanan. Limpa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri.

Lakukan palpasi ginjal, dengan cara atur posisi terlentang dan tungkai

bayidi lipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi, batas

bawah ginjal dapat di raba setinggi umbilikus di antara garis tengah dan

tepi perut bagian ginjal dapat di raba sekitar 2-3 cm. Adanya pembesaran

pada ginjal dapat di sebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau

trombosis vena renalis

Ciri-ciri bayi baru lahir normal:

1. Keadaan umum: bayi sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot

baik, menangis keras, minum baik.

2. Suhu rectal diukur setiap 30 menit sampai suhu tubuh diatas 360 .

3. Tiga hari pertama berat badan akan turun oleh karena bayi mengeluarkan

air kencing dan mekonium, sedangkan cairan yang masuk belum cukup.

Pada hari ke empat berat badan akan naik lagi.

4. Mekonium berwarna hijau tua yang telah berada di saluran pencernaan

sejak berumur 16 minggu, akan mulai keluar dalam waktu 24 jam,

pengeluaran ini akan berlangsung sampai hari ke 2-3. Pada hari ke 4

sampai 5 tinja menjadi coklat kehijauan. Selanjutnya warna tinja

tergantung jenis susu yang diminumnya.

5. Denyut jantung menit pertama 180 kali/menit lalu turun sampai 140

kali/menit – 120 kali/menit pada waktu bayi berumur 30 menit.

6. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama (kira-kira 80 kali/menit).

(Wahidiyat, 2007)

Page 25: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

G. Alur Resusitasi pada Kegawatdaruratan Neonatus

Penggunaan Oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen.

Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup

oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan

selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen

100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan oksigen

ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan risiko mortalitas dan kejadian

ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibanding dengan oksigen 100%. Pemberian

oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan karena dapat merusak

jaringan (Depkes RI, 2008).

Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat

sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun

konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali

sianosis, maka pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang.

Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk

menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal (American Academy of Pediatrics

dan American Heart Association, 2006).

Page 26: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Macam obat yang diberikan pada resusitasi neonatus

Epinefrin diberikan jika frekuensi denyut jantung tetap < 60/menit, meskipun

telah dilaqkukan kompresi dada yang dikoordinasikan dengan VTP disertai oksigen

100% Larutan Epinefrin 1/10.000, dosis 0,1 – 0,3 ml/kg BB Dalam semprit 1 ml.

Pemberian secara cepat melalui pipa endotrakhea dan vena umbilikalis.

Volume Ekspander, cairan penambah volume darah larutan garam fisiologis,

larutan Ringer Laktat (RL), dan darah O. Dosis yang dianjurkan : 10 ml/kg BB Jalur

yang dianjurkan melalui vena umbilikalis Persiapan : menyiapkan volume yang

sesuai dalam semprit besar Kecepatan pemberian yang dianjurkan = 5 -10 menit.

Natrium bikarbonat diberikan jika dicurigai ada asidosis metabolic berat yang

dibuktikan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Diberikan jika paru – paru yang

telah diberikan ventilasi adekuat Larutan 4,2 % ( 0,5 mEq/ml ). Persiapan : volume

yang sesuai dari larutan 4,2 % dalam semprit 10 ml, Kecepatan : perlahan – lahan

tidak melebihi 1 mEq/ kg/menit.

Resusitasi dihentikan bila upaya selama 30 menit terus-menerus hasilnya

berupa:

a. Tidak ada perbaikan atau bertambah buruk.

b. Pernafasan tetap tidak dapat spontan.

c. Frekwensi jantung tidak meningkat, kurang dari 80x/menit.

d. Detak jantung tidak terdengar.

Kekurangan oksigen lebih dari 30 menit mengakibatkan kerusakan jaringan

otak permanent yang akan menimbulkan kecacatan di kemudian hari. Bila tindakan

resusitasi berhasil yang ditandai dengan :

a. Bayi bernafas spontan dan teratur.

b. Warna kulit menjadi kemerahan, maka segera lanjutkan perawatan bayi dengan

asuhan neonatal dasar (Candrawati, 2011).

H. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah bayi diberi kesempatan memulai / inisiasi

menyusu sendiri segera setelah lahir/ dini, dengan membiarkan kontak kulit bayi

dengan kulit ibu setidaknya satu jam atau lebih, sampai menyusu pertama selesai.

Apabila dalam satu jam tidak ada reaksi menyusu, maka boleh mendekatkan puting

Page 27: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

susu tetapi beri kesempatan bayi untuk inisiasi. Inisiasi dini yang kurang tepat adalah

menyorongkan mulut bayi ke puting ibunya untuk disusui segera setelah lahir saat

bayi belum siap minum. Ini bisa mengurangi tingkat keberhasilan inisiasi awal

menyusu. Dalam prosedur ini kontak kulit bayi dengan kulit ibu (Skin to skin) lebih

bermakna dibandingkan dengan proses inisiasi itu sendiri.

Bila diletakkan sendiri di atas perut ibunya, bayi baru lahir yang sehat akan

merangkak ke atas, dengan mendorong kaki, menarik dengan tangan dan

menggerakkan kepalanya hingga menemukan puting susu. Indera penciuman seorang

bayi baru lahir sangat tajam, yang juga membantunya menemukan puting susu

ibunya. Ketika bayi bergerak mencari puting susu, ibu akan memproduksi oksitosin

dalam kadar tinggi. Ini membantu kontraksi otot rahim sehingga rahim menjadi

kencang dan dengan demikian mengurangi perdarahan. Oksitosin juga membuat

payudara ibu mengeluarkan zat kolostrum ketika bayi menemukan puting susu dan

mengisapnya (Aprilia, 2009).

Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (ten steps to successful

breastfeeding) yang dikeluarkan oleh WHO/UNICEF adalah:

1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI

2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya

3. Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah

keberhasilan  menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita infeksi

HIV positif

4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan,

yang dilakukan diruang bersalin.

Langkah empat ini biasa dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini atau IMD,

WHO dan UNICEF melakukan perubahan interpretasi tahun2007 untuk langkah ini

menjadi: ” Segera setelah lahir, tengkurapkan  bayi dengan kulit bayi melekat pada

kulit ibu. Biarkan dalam posisi ini  setidaknya selama 1 jam atau sampai menyusu

awal selesai.” Artinya semua bayi seyogyanya mendapat kesempatan untuk memulai

menyusu sendiri segera setelah lahir. Konteks “segera” bearti secepatnya setelah

melahirkan tanpa adanya intervensi lain yang membuat proses IMD menjadi

tertunda. Indikasi dari IMD adalah, bayi dan ibu dalam keadaan stabil bagaimanapun

Page 28: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

proses melahirkan yang ibu pilih dengan parameter sesegera mungkin setelah proses

persalinan ibu dan bayi dan bayi dibiarkan kontak kulit dengan minimal proses

kontak kulit adalah 1 jam. Lalu bayi dirawat gabung bersama ibu, tidak dipisahkan

antar keduanya tanpa indikasi medis, sehingga ibu dapat menyusui bayinya semau

bayi.

5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan tubuh

bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)

6. Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir

7. Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi

8. Melaksanakan pemberian ASI  sesering dan semau bayi

9. Tidak memberikan dot/ kempeng.

10. Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan

Manfaat IMD

1. Membantu stabilisasi pernapasan bayi.

2. Mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator.

3. Menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi

nosokomial.

4. Lebih cepat menormalkan kadar bilirubin bayi karena pengeluran meconium

lebih cepat sehingga dapat menurkan insidensi ikterus bayi baru lahir.

5. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu membuat bayi lebih tenang sehingga didapat

pola tidur yang lebih baik sehingga berat badan bayi cepat meningkat dan lebih

cepat keluar dari rumah sakit.

6. Mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin dan prolaktin pada ibu.

7. Secara psikologis, dapat menguatkan ikatan batin antara bayi dan ibu.

(Prawirohardjo, 2010)

I. Fisiologi dan Manajemen Laktasi

1. Fisiologi Laktasi

Ketika bayi mengisap, sebenarnya tidak memperoleh susu untuk setengah

menit pertama. Impuls sensorik pertama harus ditransimiskan melalui saraf

sensorik dari putting susu ke medua spinalis kemudian ke hipotalamus, yang

menyebabkan sinya saraf membantu sekresi oksitosin pada saat bersamaan

Page 29: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

dengan sekresi prolaktin. Oksitosin akan membuat kontraksi sel mioepitel

sehingga air susu mengalir dari alveoli ke duktus pada tekanan 10-20 mmHg

(Guyton and Hall, 2008).

Hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI

Hormon-hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI adalah sebagai

berikut :

a. Progesteron

 Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan

estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi

secara besar-besaran.

b. Estrogen

Menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen

menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap

menyusui. Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal

berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

c. Prolaktin

Berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan. Dalam fisiologi

laktasi, prolaktin merupakan suatu hormone yang disekresikan ole glandula

pituitary. Hormone ini memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI, kadar

hormone ini meningkat selama kehamilan. Kerja hormone ini dihambat oleh

hormone plasenta. Pristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses

persalinan akan membuat kadar estrogen dan progesterone berangsur-angsur

menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin.

Peningkatan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi dengan kata lain

mempunyai fungsi kontrasepsi. Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada malam

hari dan penghentian pertama pemberian air susu dilakukan pada malam hari.

d. Oksitosin

Hormone ini mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan

dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan,

oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI

menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down /

milk ejection reflex.

Page 30: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

e. Human placental lactogen (HPL)

Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang

berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan.

Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI.

Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).

(Sherwood,2011)

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam

proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi

mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah

melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-

73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya

tidak langsung setelah melahirkan (Sherwood,2011).

Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan

dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil,

sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III. Pada

tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI

dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara

dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI.

Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan

seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan

(Sherwood,2011).

Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari: Kurang sering menyusui

atau memerah payudara dan memijat payudara. Apabila bayi tidak bisa

menghisap ASI secara efektif, hal ini dapat diakibatkan oleh  struktur mulut dan

rahang yang kurang baik, teknik perlekatan yang salah, kelainan endokrin ibu

(jarang terjadi), jaringan payudara hipoplastik, kelainan metabolisme atau

pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI, serta kurangnya gizi ibu.

 Menyusui setiap dua-tiga jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk

wanita pada umumnya, menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam

akan menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui,

khususnya empat bulan pertama. Bukanlah hal yang aneh apabila bayi yang baru

lahir menyusui lebih sering dari itu, karena rata-ratanya adalah 10-12 kali

Page 31: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

menyusui tiap 24 jam, atau bahkan 18 kali. Menyusui on-demand adalah

menyusui kapanpun bayi meminta (artinya akan lebih banyak dari rata-rata)

adalah cara terbaik untuk menjaga produksi ASI tetap tinggi dan bayi tetap

kenyang . Tetapi perlu diingat, bahwa sebaiknya menyusui dengan durasi yang

cukup lama setiap kalinya dan tidak terlalu sebentar, sehingga bayi menerima

asupan foremilk dan hindmilk secara seimbang (Sherwood,2011).

Bagaimana payudara menghasilkan ASI, dimulai saat bayi menghisap

payudara dan menstimulasi ujung saraf. Saraf memerintahkan otak untuk

mengeluarkan dua hormone yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin merangsang

alveoli, untuk menghasilkan lebih banyak air susu. Oksitosin menyebabkan sel-

sel otot disekitar alveoli berkontraksi, mendorong air susu masuk kesaluran

penyimpanan, dan akhirnya bayi dapat menghisapnya. Semakin bayi menghisap,

semakin banyak susu yang dihasilkan (Sherwood,2011).

Selama kehamilan hormone prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI

belum keluar karena pengaruh hormone estrogen yang masih tinggi. Kadar

estrogen dan progesterone akan menurun pada saat hari ke dua atau ke tiga

pasca-persalinan sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua

refleks yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul

akibat perangsangan putting susu dikarenakan hisapan bayi. (Sherwood,2011)

Reflekss prolaktin

Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk

membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktivitas prolaktin

dihambat oleh esterogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah

partus berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum

maka estrogen dan progesterone sari-at berkurang, ditambah dengan adanya

isapan bayi yang merangsang puting susu dan kalang payudara, akan

merangsang ujung - ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor

mekanik (Sherwood,2011).

Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis

hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor - faktor yang menghambat

sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor - faktor yang

memacu sekresi prolaktin. Faktor - faktor yang memacu sekresi prolaktin akan

Page 32: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

merangsang hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormone ini

merangsang sel - sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu

(Sherwood,2011).

Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah

melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada

peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran ASI tetap

berlangsung. Pada ibu melahirkan tapi tidak menyusui,kadar prolaktin akan

menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, kadar prolaktin

akan meningka pada keadaan seperti stress atau pengaruh psikis, anestesi ataupu

operasi (Sherwood,2011).

Refleks let down

Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan

yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke hipofise posterior

(neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin (Sherwood,2011).

Melalui aliran darah, hormone ini diangkat menuju uterus yang dapat

menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut.

Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli

dan masuk ke system duktus dan selanjutnya menbalir melalui duktus lactiferus

masuk ke mulut bayi (Sherwood,2011).

Faktor - faktor yang meningkatkan let down adalah :

- Melihat bayi

- Mendengarkan suara bayi

- Mencium bayi

- Memikirkan untuk menyusui bayi

Faktor - faktor yang menghambat refleks let down adalah stress, seperti

keadaan bingung / pikiran kacau, takut, dan cemas (Sherwood,2011).

Reflekss yang terjadi pada bayi yang berpengaruh pada masa menyusui:

a. Refleks rooting

Bila bayi baru lahir disentuh pipinya dia akan menoleh ke arah sentuhan.

Bila bibirnya dirangsang atau disentuh dia akan membuka mulut dan berusaha

mencari puting untuk menyusu.

b. Refleks menghisap

Page 33: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Refleks ini terjadi bila ada sesuatu yang meragsang langit-langit dalam

mulut bayi. Untuk dapat merangsang langit-langit bagian belakang areola harus

tertangkap oleh mulut bayi, engan demikian areola dan puting akan tertekan oleh

gusi, lidah bayi serta langit-langit sehingga sinus laktiferus yang terdapat dalam

areola dan berisi ASI tertekan akibatnya adalah air susu diperas ke luar, ke

dalam mulut bayidan ditelan dengan reflekss menelan.

c. Refleks menelan

Refleks ini timbul bila ada cairan di dalam rongga mulut (Siregar, 2011).

2. Manajemen Laktasi

Pengertian ASI

ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan cair yang secara khusus

diciptakan untuk memenuhi kebutuhan bayi akan berbagai zat gizi yang

diperlukan untuk tumbuh dan berkembang disamping memenuhi kebutuhan

bayi akan energi. Hanya dengan memberi ASI saja tanpa makanan lain, bayi

mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Pedoman menyusui yaitu bayi

dianjurkan mulai disusukan segera setelah lahir. Waktu yang paling baik

adalah jam- jam pertama setelah bayi lahir dan sampai bayi susui sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan bayi sendiri (on demand feeding) yaitu

antara 8-12 kali sehari (Moehyi, 2008).

Manfaat ASI

a. Bagi bayi

ASI dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik. Bayi yang

diberi ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir,

pertumbuhan periode perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.

Selain itu ASI juga mengandung antibodi. Di dalam ASI terdapat 3

mekanisme pembentukan antibodi. Antibodi yang di payudara disebut

mammae associated immunocompetent (MALT). Kekebalan terhadap

penyakit saluran pernafasan didapatkan dari Bronchus associated

immunocompetent (BALT) dan untuk saluran pencernaan didapatkan dari

Gut associated immunocompetent (GALT).

Page 34: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

ASI juga mengandung komposisi yang tepat. Terdiri dari proporsi

yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk

kehidupan 6 bulan kedepan.

Fungsi lain untuk mengurangi kejadian karies gigi. Insiden karies gigi

pada bayi yang mendapat susu formula lebih tinggi disbanding yang

mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama

pada waktu akan tidur menyebabkan gigi akan lebih lama kontak dengan

susu formula, hal ini menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi.

ASI memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya ikatan

antara ibu dan bayi. Kontak kulit ibu ke kulit bayi mengakibatkan

perkembangan psikomotor maupun sosial bayi akan lebih baik.

Pengonsumsian ASI juga membuat bayi terhindar dari alergi. Pada

bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna. Pemberian protein asing yang

ditunda sampai umur 6 bulan akan mengurangi kemungkinan alergi.

ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi. Lemak pada ASI adalah

lemak tak jenuh yang mengandung omega 3 untuk pematangan sel otak,

sehingga jaringan otak bayi yang mendapat ASI eksklusif akan tumbuh

optimal.

Pemberian ASI dapat membantu perkembangan rahang dan

merangsang pertumbuhan gigi karena gerakan menghisap mulut bayi pada

payudara.

b. Bagi Ibu

- Aspek kontrasepsi

Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang ujung saraf

sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolakti

masuk ke indung telur, menekan produksi esterogen akibatnya tidak ada

ovulasi.

- Aspek kesehatan ibu

Oksitoksin yang keluar membantu involusi uterus dan mencegah

terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya

perdarahan pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi.

- Aspek penurunan berat badan

Page 35: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Pada saat hamil badan bertambah berat, selain karena ada janin juga

karena ada penimbunan lemak pada tubuh. Cadangan lemak ini disiapkan

untuk sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan menyusui, tubuh

akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan lemak akan

menyusut.

- Aspek psikologis

Ibu akan merasa bangga dan diperlukan.

Komposisi ASI

Kandungan zat gizi dalam ASI tidak dipengaruhi oleh makanan apa

yang dimakan ibu. Apabila kandungan zat gizi dalam makanan ibu tidak

mencukupi, maka untuk memenuhi kandungan zat gizi dalam ASI tubuh

akan mengambil cadangan zat gizi yang ada dalam tubuh ibu. Komposisi

ASI adalah sebagai berikut:

a. Karbohidrat

Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa (gula susu). Hidrat arang

dalam ASI berperan dalam pertumbuhan sel saraf otak, serta pemberian

energi untuk kerja sel- sel saraf. Di usus, sebagian laktosa diubah menjadi

asam laktat yang berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri yang berbahaya,

serta membantu penyerapan kalsium dan mineral-mineral lain.

b. Protein

Sebagian besar protein yang terdapat dalam ASI adalah

”whey”,”whey” dalam ASI lebih lunak dan mudah dicerna daripada

”whey”dalam PASI. Itulah yang menyebabkan bayi yang diberi PASI sering

menderita susah buang air besar (sembelit) dan diare.

c. Lemak

Lemak dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi. Jenis

lemak dalam ASI mengandung banyak omega-3, omega-6, dan DHA yang

dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel jaringan otak.

d. Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif

rendah tapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 6 bulan.

e. Vitamin

Page 36: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

Apabila makanan yang dikosumsi oleh ibu memadai, berarti semua

vitamin yang diperlukan bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya dapat

diperoleh dari ASI.

(Prasetyono, 2009).

Kontraindikasi pemberian ASI

Bayi dengan galaktosemia

Ibu dengan HIV/AIDS yang dapat memberikan susu formula yang

memenuhi syarat AFASS (A=acceptable, F=feasible, A=affordable,

S=sustainable, S=safe)

Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat terjadi gagal

jantung

Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obat tertentu, misalnya kemoterapi

Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat-obat radioaktif perlu

menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x waktu paruh obat

(Lawrence, 2005).

J. Asfiksia Neonatorum

1. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan

hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan

bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

2. Klasifikasi asfiksia

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;

a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.

b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

3. Etiologi dan Faktor Risiko

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan

dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada

pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa

Page 37: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu

akan menyebabkan asfiksia.

4. Penyebab asfiksia

Asfiksia dalam kehamilan:

a. Penyakit infeksi akut.

b. Penyakit infeksi kronik.

c. Keracunan oleh obat-obat bius.

d. Uremia dan toksemia gravidarum.

e. Anemia berat.

f. Cacat bawaan.

g. Trauma.

Asfiksia dalam persalinan:

a. Kekurangan O2.

Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).

Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu

sirkulasi darah ke plasenta.

Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.

Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan

Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.

Trauma dari dalam : akibat obat bius.

K. Sepsis Neonatorum

1. Definisi Sepsis Neonatorum

Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis

Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan

suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok

Page 38: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Sepsis ditandai dengan

respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan, berupa

perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardi, dan takipnea.

Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau

disfungsi organ atau hipoperfusi organ.neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis

neonatorum awitan lambat (SAL).

2. Etiologi

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah

diteliti oleh World Health Organization di empat negara berkembang yaitu

Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut

mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah

adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli

(18%).

Tabel Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum

3. Faktor risiko

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi

dan lain-lain.

Faktor risiko ibu:

a. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih

dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai

korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

Page 39: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

b. Infeksi dan demam (lebih dari 38°C) pada masa peripartum akibat

korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup

B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

c. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

d. Kehamilan multipel.

e. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

f. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.

Faktor risiko pada bayi:

a. Prematuritas dan berat lahir rendah

b. Asfiksia neonatorum

c. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress

dan trauma pada proses persalinan.

d. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus,

pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal. Universitas Sumatera Utara

e. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,

atau asplenia.

4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik

yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan

dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala

klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan

respon tubuh terhadap masuknya kuman. Berdasarkan penelitian hanya sekitar

10% bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih

banyak yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah.

Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia

dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak

lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia

dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan

gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat

(letargi, reflekss hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high

pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular

Page 40: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

(hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula

memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan

respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi

minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih

dan retraksi).

5. Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus

melalui beberapa cara yaitu:

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan

umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab

infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella,

herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini

antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan

Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan

serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan

korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain

yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat

terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang

terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans,

gonorrhea).

c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran,

terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui

alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol

minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat

menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka

umbilikus.

6. Penatalaksanaan

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana

sepsis neonatorum, sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu

Page 41: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam

melaksanakan

pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan

komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan

antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola kuman

penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera

diganti apabila sensitivitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif

(adjuvant) juga sudah mulai dilakukan walaupun beberapa dari terapi tersebut

belum terbukti menguntungkan. Terapi suportif meliputi transfusi granulosit,

intravenous immune globulin (IVIG) replacement, transfusi tukar (exchange

transfusion) dan penggunaan sitokin rekombinan (DEPKES, 2007).

Page 42: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

III. PENUTUP

A. Simpulan

1. Pada skenario, warna ketuban pasien yang keruh dapat mengindikasikan adanya

infeksi di dalam kandungan, didukung dengan pecahnya ketuban 24 jam dan

riwayat demam sebelum melahirkan menunjukan adanya potensial infeksi atau

sepsis neonaturum.

2. Tindakan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan bayi

baru lahir tidak bernafas, sehingga bayi dapat terhindar dari kematian.

3. Rawat gabung pasca melahirkan sangat penting untuk mendekatkan Ibu dengan

bayi serta bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum dari ASI.

B. Saran

1. Terkait skenario, sebaiknya seorang Ibu hamil berkunjung ke bidan atau dokter

secara teratur untuk mendapatkan pelayanan ANC, sehingga dapat mengenali dan

menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai dalam keamilan,

persalinan, dan nifas.

2. Terkait kegiatan tutorial sebaiknya mahasiswa lebih menguasai materi tutorial,

sehingga seluruh tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Page 43: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006. Buku

panduan resusitasi neonatus Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia.

Aprilia, Yessie. 2009. Analisis sosialisasi program inisiasi Menyusui Dini dan ASI

Eksklusif kepada bidan di Kabupaten Klaten. Semarang : Universitas Diponegoro

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2007. Hindari Kehamilan 4

Terlalu.

Behrman,dkk.(2000).Ilmu kesehatan Anak Nelson Vol 3.Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan penatalaksanaan

Asfiksia Neonaturum

http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=276&Itemid=142 (Diakses 28

Februari 2014)

Depkes RI & Kesejahteraan Sosial RI. 2002. Manajemen Laktasi. Jakarta: Direktorat

Jenderal Bina Kesehatan.

Depkes RI & Kesejahteraan Sosial RI. 2007. Penatalakasanaan Sepsis Neonatorum.

Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan.

Endjun, J J, 2007. Panduan Pemeriksaan USG Dasar Obstetri. Dalam: Endjun, Juniadi

Judi. Ultrasonografi Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI.

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Guyton AC, Hall JE. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hassan R., Alatas H. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI.

Hidayat, Azis Halimul. 2007. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta:EGC

http://nad.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/4%20terlalu.pdf (Diakses 28 februari

2014)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31055/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31266/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35525/4/Chapter%20II.pdf

Page 44: laporan skenario 1 blok pediatri "bayiku"

http://who.int/reproductive-health/publications/newborn_resus_citation/index.html.

(Diakses 28 Februari 2014)

Kosim, M. Sholeh. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI

Kosim, Sholeh. 2010. Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban. Sari Pediatri

2010;11(5):379-84.

Lawrence RA, Lawrence RM. 2005. Breastfeeding, A guide for the medical profession.

Edisi 6. Philadelphia: Elsevier Mosby.

Manuaba. Ida, Bagus Gde (2007). Pengantar buku obstetri. EGC : Jakarta.

Moehyi, Sjahmien. 2008. Bayi Sehat & Cerdas – Melalui Gizi dan Makanan Pilihan –

Pedoman Asupan Gizi untuk Bayi dan Balita. Jakarta: Pustaka Mina.

Prasetyono, D.S. 2009. ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik dan Kemanfaatan

Kemanfaatannya. Yogyakarta: Diva Press.

Prawirohardjo S. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Ed. 4, Cet. 3.

Jakarta: PT Bina Pustaka.

Pyrsopoulos, Nikolaos T. 2013. Hepatitis B.

http://emedicine.medscape.com/article/177632-overview - Diakses Februari 2014

Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

Sinseng, Handia. 2008. Perbedaan Nilai Apgar antara Persalinan Normal dengan

Persalinan Riwayat Ketuban Pecah Dini di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: FK

UNS.

Siregar. 2011. Fisiologi Laktasi. Medan: Repository USU

Soetrisno. 2014. Kuliah Tumbuh Kembang Janin. Surakarta: FK UNS

Wahidiyat, Iskandar. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

World Health Organization. 1999. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-

Revision. Geneva.