laporan praktikum analgesik

20
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN OBAT ANALGETIKA PADA MENCIT KELOMPOK A3 Elva Puspitarini 021211131036 Fara Maulida I 021211131037 Adinda Zuricha P. 021211131029 Aulia Agile F 021211131030

Upload: shafira-wilda-k

Post on 22-Nov-2015

1.178 views

Category:

Documents


97 download

DESCRIPTION

laprak analgesik

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN OBAT ANALGETIKA PADA MENCIT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS AIRLANGGA

2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Tujuan

1) Mengamati respon nyeri pada mencit yang ditimbulkan oleh bahan kimia.2) Mengamati respon menjilat kaki depan atau meloncat (merupakan respon nyeri pada mencit) yang ditimbulkan reaksi termis menggunakan hot plate 51oC.3) Mengamati hambatan respon nyeri yang timbul setelah pemberian obat analgesic.4) Membandingkan hambatan respon nyeri yang timbul pada kelompok yang diberi obat dengan kelompok kontrol.5) Menjelaskan mekanisme kerja obat-obat analgesic.1.2 Alat dan Bahan

1.2.1 Alat

1) Syringe

2) Hot Plate

1.2.2 Bahan

1) Hewan coba

: Mencit

2) Obat-obatan yang digunakan :

a. Metampiron

100 mg/cc

b. Asam asetat

0,6 %

c. Larutan CMC

1%

d. Kodein

e. Larutan PZ

1.3 Cara Kerja

1) Mencit ditimbang dan dikelompokkan sesuai jumlah obat yang dipergunakan.

2) Kelompok I sebagai kontrol diberi CMC 1%, kelompok II diberi Metampiron 100mg/cc per oral. Ditunggu selama 30 menit.

3) Setelah 30 menit diberi asam asetat 0,6% intraperiotenal, ditunggu selama 5 menit. Setelah 5 menit diamati dan dicatatlah jumlah liukan setiap 5 menit selama 30 menit.

4) Membandingkan hasil yang diperoleh dari kelompok I dan kelompok II

5) Untuk rasa nyeri yang diinduksi dengan Hot Plate (thermis), respon nyeri akan diperlihatkan oleh mencit dengan menjilat telapak kaki atau melompat.

6) Perlakuan pada binatang coba sama dengan di atas, tapi obat yang digunakan adalah kodein per oral. Ditunggu 30- 45 menit, kemudian diletakkan pada Hot Plate dengan suhu tertentu (51oC)

7) Mencatat waktu(mulai saat diletakkan sampai menjilat telapak kaki) yang tertera pada Hot Plate.

ab

Gambar 1. a) Mencit dimasukkan ke dalam Hot Plate, b) Mencit setelah diberi obat.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analgesik

Analgesik atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalang rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan.. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC. Obat analgetik,antipiretik serta Obat AntiInflamasi nonSteroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Obat-obat ini memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Atas kerja farmakologisnya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar,yaitu Analgesik opioid dan Analgesik non-opioid.

2.1.1 Analgesik opioid / Analgesik Narkotika

Merupakan golongan obat yang punya sifat seperti opium/morfin. Sifatnya menimbulkan adiksi dan ketergantungan fisik. Karenanya, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesic ideal.

Titik kerja analgeik opioid ada di SSP, mengurangi kesadaran serta menimbulkan perasaan nyaman. Namun, analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.

Tubuh sendiri memiliki penghambat nyeri tubuh yang disebut endogen, terutama di batang otak dan sum-sum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberpa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkfalin, endorphin, dan dinorfin.

Mekanismenya adalah opioid terikat pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ dalam sel, selain itu mengakibatkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamine, serotonin, dan peptide penghantar nyeri (Katzung, 2007).

1) Codein

Codein merupakan jenis opioid yang berasal daripoppyplant.Codein dimetabolisme sebagian morfin, diyakini menjelaskan efekanalgesik. Codein merupakan opioid yang paling sering digunakan degan digabungkan penggunaannya bersama non-opioid untuk mengatasi nyeri. Kombinasi dari obat mempunyai keuntungan mengurangi jumlah opioid yang dibutuhkan untuk meringankan rasa nyeri dan penghapusan nyeri melalui mekasime yang berbeda, inhibisi sistesis prostanoid, dan inhibisi opioid dari transmisi nociceptive. Ketika diberikan sendiri, secara oral codein mempunyai sekitar satu sampai lima kali berpotensidarimorfin untuk mengatasi nyeri. Pemberian codein secara intravena mempunyai tendensi lebih hebat untuk merilis histamine dan menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi daripada morfin. Codein sedikit adiktif dan menyebabkan sedikit euphoria (Craig, 2008).

Efek samping dan interaksi obat dengan codein sama dengan morfin, meskipun codein kurang intens. Overdose pada anak-anak menghasilkan efekyang sama seperti overdose morfin, depresi nafas, miosis, dan koma.2.1.2 Analgesik non opioid / Analgesik Perifer / Analgesik non Narkotika

Analgesik non opioid adalah obat yang mengurangi rasa nyeri, digunakan secara luas di dunia untuk mengatasi nyeri akut atau kronik, contohnya seperti pada artritis. Sekarang edang dilaukn penelitian untuk mengetahui kesempatan obat ini bisa digunakan menjadi penanganan penyakit lain seperti colorectal kanker dan penyakit kardiovaskular.

Mekanisme kerja obat didasar atas penghambatan COX-1 (cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini berperan mempercepat pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic acid. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan proses inflamasi. NSAID termetabolisme dalam hati oleh proses oksidasi dan konjugasi sehingga menjadi zat metabolit yang tidak aktif, lalu dikeluarkan melalui urin atau cairan empedu. (Goodman & Gilmans, 2006)

Obat ini punya target aksi pada enzim siklooksigenase (COX). COX sendiri berperan dalam sintesis mediator nyeri, contohnya prostaglandin. Mekanismenya adalah NSAID mengeblok pembentukan prostaglandin dengan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka, jadi mengurangi pembentukan mediator nyeri.

1) Metampiron

Metampiron merupakan derivat metansulfonat dan amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Metampiron mudah larut dalam air dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh. Setelah pemberian oral, metampiron diubah menjadi 4-metilamino antipirin dan diabsorpsi secara sempurna. Waktu paruh terjadi 4-7 jam. Diekskresi melalui ginjal. Urin kadang berwarna merah karena adanya metabolit. Efek samping pada pemakaian metampiron adalah terjainya agranulositosis, insidennya kurang dari 0,01%, risiko meningkat pada dosis tinggi dan penggunaan jangka waktu lama, sehingga tes darah harus dilakukan secara berkala. Intoksikasi akut yang dapat mengakibatkan kejang. Mekanisme kerja metampiron dengan mengurangi produksi prostaglandin yang dihasilkan oleh kaskade asam arakhidonat sehingga mengurangi impuls nyeri yang diterima SSP.2) Asam Asetat

Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin, tetapi lebih toksik. Metabolisme asam asetat terjadi di hati Efek samping penggunaan asam asetat ialah diare, perdarahan lambung, sakit kepala, alergi.

2.2 Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45C (Tjay, 2007).

Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot (Tjay, 2007).

Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).BAB IIIHASIL PRAKTIKUM

Berikut hasil praktikum yang telah dilakukan yaitu percobaan obat analgetika pada mencit.

KelompokKel. Kontrol (mencit hitam)Kel. Perlakuan (mencit biru)

I8,1 detik15,3 detik

II24,5 detik74,4 detik

III8,9 detik25,8 detik

IV13,3 detik14,4 detik

V18,2 detik37,4 detik

VI4,6 detik39,8 detik

Tabel 1. Waktu Mencit Menahan Nyeri dengan Metode Hot Plate

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 PembahasanPada praktikum, mencit diinduksi secara kimiawi. Mencit yang digunakan ada dua, yaitu mencit control yang diberi CMC 1%, dan mencit coba yang diberikan Metampiron 100mg/cc. Setelah diberikan obat tersebut secara peroral, ditunggu selama 30 menit untuk mencapai onset of action dari obat tersebut, lalu mencit diinduksi dengan asam asetat 0,6 % secara intraperitonial, lalu ditunggu selama 5 menit. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan meliukkan badannya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek.Pada mencit dengan pemberian metampiron 100mg/cc, seharusnya terlihat liukan yang lebih aktif daripada pemberian CMC 1%, namun pada praktikum ini tidak terlalu dapat diamati liukan dari mencit dengan metampiron 100mg/cc. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kontaminasi pada obat yang diberikan sehingga tidak memberikan efek yang tidak sesuai.

Pada percobaan kedua, percobaan untuk rasa nyeri dinduksi dengan hot plate (thermis), respon nyeri diperlihatkan oleh mencit dengan menjilat telapakkaki. Pada mencit diberikan obat kodein. Kodein ini diberikan secara peroral, kemudian ditunggu selama 30 45 menit. Setelah itu mencit diletakkan diatas hot plate dengan suhu tertentu (51o).

Kodein (3-metoksimorfin) merupakan opioid fenantren yang memiliki afinitas yang sangat rendah pada reseptor. Aktivitas analgesiknya (yang lemah) muncul sebagai akibat dari konversinya menjadi morfin. Walaupun efek analgesiknya lebih rendah daripada morfin, namun kodein memiliki kemanjuran peroral yang lebih baik. Opioid memperlihatkan efek utamanya dengan berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan saluran cerna. Opioid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, menghambat peletupan saraf, dan penghambatan presinaptik pelepasan transmiter. Kodein bekerja pada reseptor dalam lamina I dan lamina II dan substansia gelatinosa medula spinalis, dan menurunkan pelepasan substansi P, yang memodulasi persepsi nyeri dalam medula spinalis. Reseptor (mu) : Berperan dalam analgesia supraspinal, depresi respirasi, euforia, dan ketergantungan.

Pada percobaan Hot plate dilakukan pada dua mencit, yaitu pada mencit pertama ekornya ditandai hitam dan mencit kedua biru. Mencit hitam sebagai control dan mencit biru sebagai perlakuan. Kemudian mencit di masukkan ke dalam hot plate satu per satu dengan suhu 51oC. Pada suhu ini mencit dapat merasakan rasa nyeri yang ditunjukkan dengan menjilat kaki belakang mencit. Mencit kontrol mulai merasakan nyeri pada detik ke 8,9, sedangkan mencit perlakuan mulai merasakan nyeri pada detik ke 25,8.

4.2 Pertanyaan 1) Rangsang rusak (naksus) apa saja yang dapat menimbulkan rasa nyeri?Rangsang rusak (naksus) yang dapat menimbulkan rasa nyeri antara lain rangsang mekanis, kimiawi atau fisis. Rangsangan tersebut dapat menimbulkan kerusakan padajaringan sehingga memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediatornyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.2) Rasa nyeri yang diamati sebenarnya adalah respon nyeri. Respon nyeri apa saja yang dapat terlihat?Pada percobaan yang telah dilakukan respon nyeri akibat rangsangan thermal dengan hot plate ditunjukkan oleh mencit dengan menjilat kaki belakangnya. Sedangkan pada percobaan dengan indikasi kimia, respon ditunjukkan dengan mencit meliukkan tubuhnya, walaupun pada praktikum kali ini liukan tubuh mencit tidak begitu terlihat.3) Bagaimana hasil percobaan dengan Metampiron? Berikan penjelasannya!

Apakah ada perbedaan rasa nyeri pada kelompok I dibandingkan kelompok II?

Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan lebih lanjut karena mencit tidak merespon sebagaimana mestinya, kemungkinan diakibatkan obat yang dipakai tercemar atau ada kesalahan pada obat yang digunakan. Pada kelompok kami didapatkan mencit hanya beberapa kali meliukkan badan tetapi tidak begitu terlihat atau tidak sempurna.4) Apakah kegunaan khusus Metampiron ? Bagaimana cara kerjanya ? Apakah efek sampingnya ? Apakah kontra indikasinya ?Metampiron adalah suatu senyawa analgetika non narkotik yang berkerja sebagai analgetika dan antiinflamasi. Merupakan natrium sulfonat dari aminopirin. Karena resiko efek samping yang baik dan serius, pemakaian obat ini hanya dibenarkan pada situasi yang serius. Metampiron adalah salah satu obat penghilang rasa sakit golongan NSAID (Nonsteroidal Anti Inflammatori Drugs) atau sering disebut analgetika non narkotik. Senyawa ini merupakan turunan 5-pirazolon yang secara umum digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan urin, nyeri gigi, dan nyeri pada reumatik (Sri, 2009). Metampiron merupakan obat analgetik-antipiretik dan anti-inflamasi. Cara kerjanya analgetik-antipiretik yaitu dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan demam. Dengan blockade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan sinyal nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang (Banureah, 2009).

Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan metampiron dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan (seperti rasa terbakar), Tinitus (telinga berdesing/berdenging), anemia aplastic atau gangguan/terhambatnya pembentukan sel darah merah, efek samping lainnya yaitu peradangan di daerah mulut, hidung dan tenggorokan, tremor, shok, dan urin berwarna merah, kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis yaitu berkurangnya jumlah granulosit pada darah (Banureah, 2009).

Kontra indikasi pada Metampiron yaitu jangan diberikan pada pasien yang mengalami agranulositosis, hipersensitif, bayi 3 bulan pertama atau dengan BB dibawah 5 kg, wanita hamil (terutama 3 bulan pertama dan 6 minggu terakhir), wanita menyusui, penderita dengan tekanan darah sistolok