laporan pkpa bbpom

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Profesi Apoteker Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa perubahan-perubahan yang signifikan pada industri farmasi, makanan, kosmetika, dan alat kesehatan di Indonesia. Hal itu menyebabkan produksi perbekalan farmasi dan makanan dapat dilakukan dalam skala yang sangat besar. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier perdagangan internasional antar negara yang semakin menipis, produk-produk tersebut dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam waktu singkat. Meningkatnya jumlah konsumsi masyarakat terhadap produk-produk yang beredar tersebut, seiring pula dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Sementara itu, pengetahuan masyarakat untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar, dan aman, belum memadai. Permasalahan tersebut meningkatkan risiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen sehingga menuntut pemerintah untuk turut menjaga kesehatan masayarakat dan melakukan usaha terhadap perlindungan konsumen. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu pengawasan terhadap obat dan makanan yang dinyatakan dengan terbentuknya 1

Upload: laura-natalia-nainggolan

Post on 08-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

BAB I PENDAHULUAN

TRANSCRIPT

8

BAB IPENDAHULUAN

0. Latar Belakang Praktik Kerja Profesi ApotekerPerkembangan teknologi yang pesat telah membawa perubahan-perubahan yang signifikan pada industri farmasi, makanan, kosmetika, dan alat kesehatan di Indonesia. Hal itu menyebabkan produksi perbekalan farmasi dan makanan dapat dilakukan dalam skala yang sangat besar. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier perdagangan internasional antar negara yang semakin menipis, produk-produk tersebut dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam waktu singkat. Meningkatnya jumlah konsumsi masyarakat terhadap produk-produk yang beredar tersebut, seiring pula dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Sementara itu, pengetahuan masyarakat untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar, dan aman, belum memadai.Permasalahan tersebut meningkatkan risiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen sehingga menuntut pemerintah untuk turut menjaga kesehatan masayarakat dan melakukan usaha terhadap perlindungan konsumen. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu pengawasan terhadap obat dan makanan yang dinyatakan dengan terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Republik Indonesia (BPOM RI) yang merupakan suatu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 atau Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) seperti tertulis pada pasal 3 dari Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2013.BPOM berperan dalam pengaturan dan standar dasar, penilaian keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar, serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. BPOM memiliki tugas pokok melaksanakan pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berfungsi sebagai unsur yang melakukan sub-sistem pengawasan pemerintahan dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), dengan bidang kerja yang meliputi produk terapetik, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, produk komplemen, pangan, bahan berbahaya, serta produk sejenis lainnya.Dalam pelaksanaan kerjanya, BPOM memerlukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang pemeriksaan obat dan makanan yang salah satunya adalah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM). Beberapa kegiatan yang dilakukan BBPOM yaitu pengawasan, pemeriksaan dan pengujian secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi terhadap mutu obat (produk terapetik), narkotika, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, alat kesehatan, pangan (makanan dan minuman) dan bahan berbahaya. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan oleh sumber daya manusia berupa tenaga professional dan tenaga ahli. Salah satu tenaga profesional yang berperan adalah apoteker. Apoteker berperan dalam pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian obat dan makanan, sebagai analis kebijakan, perancang peraturan perundang-undangan, hingga pranata hubungan masyarakat. Untuk mempersiapkan calon apoteker yang profesional di dunia kerja, termasuk lembaga pemerintahan dan meningkatkan kompetensi, pengalaman, serta keterampilannya, maka Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan pada tanggal 01 29 April 2015, khususnya pada Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya yang bertempat di Jalan Assyafiiyah No. 133, Cilangkap, Jakarta Timur.

0. Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)PKPA di BBPOM di Jakarta bertujuan untuk:1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran dan tanggung jawab apoteker dalam bidang pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui Balai Besar POM.1. Mendidik dan melatih calon apoteker untuk menjadi apoteker yang profesional dan handal di bidang kefarmasian dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengawasan obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, pangan dan bahan berbahaya.1. Membekali calon apoteker agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di lembaga pemerintahan.1. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional.

0. Tinjauan Umum Badan Pengawas Obat dan Makanan RI2. Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan BPOM RISalah satu upaya pemerintah untuk turut serta menjaga kesehatan masyarakat dan melakukan usaha terhadap perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah dengan dbentuknya suatu Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk yang beredar untuk melindungi keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat. SISPOM tersebut dinyatakan dengan terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Republik Indonesia (BPOM RI).BPOM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan, kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.Sebelum terbentuk BPOM, peraturan perundangan yang berkaitan dengan bidang kefarmasian dimulai sejak didirikannya Dv.G (De Dients van De Volks Gezonheid) yang ditangani oleh Inspektorat Farmasi hingga tahun 1964, dilanjutkan oleh Direktorat Urusan Farmasi sampai tahun 1967 dan Direktorat Jenderal Farmasi hingga tahun 1976, dilandasi adanya tugas pokok mencukupi kebutuhan rakyat akan perbekalan farmasi. Tugas pokok tersebut dijalankan oleh Direktorat Jendral (Dirjen) Farmasi hingga tahun 1976 dengan dukungan dari beberapa pihak, yaitu: 1. Lembaga Farmasi Nasional: bertugas melaksanakan pengujian dan penelitian di bidang kefarmasian.1. Pabrik Farmasi Departemen Kesehatan1. Depo Farmasi Pusat1. Sekolah Menengah Farmasi Departemen KesehatanPada tahun 1975, Pemerintah mengubah Direktorat Jenderal Farmasi menjadi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. BPOM sebelum dibentuk sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)/LPNK, merupakan salah satu direktorat jenderal di lingkungan Departemen Kesehatan (sekarang disebut Kementerian Kesehatan) yang bernama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM). Latar belakang yuridis pemisahan atau perubahan Ditjen POM menjadi sebuah LPND dengan nama BPOM tidak terlepas dari perubahan sistem pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistis berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah menjadi bersifat desentralistis seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.Pemerintah juga membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu Pusat dan Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan yang berada di bawah Kementrian Kesehatan. Terbitnya undang-undang otonomi daerah mengakibatkan adanya beberapa fungsi pemerintahan yang mengalami proses desentralisasi. Namun, hal ini tidak dapat diterapkan pada fungsi pengawasan obat dan makanan. Walaupun pemerintah telah membentuk unit pelaksana teknis di beberapa provinsi, dibutuhkan suatu lembaga pusat untuk menjamin standardisasi serta sebagai pusat koordinasi antar daerah (sentralisasi). Oleh karena itu, melalui Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000, BPOM dipisahkan dari Kementrian Kesehatan dan ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Kementrian (LPNK) atau sekarang dikenal dengan Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND).

2. Landasan Peraturan Perundang-undangan BPOMTugas, fungsi, dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Adapun Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah lainnya yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM, antara lain: (i) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; (ii) UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan juncto PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan; (iii) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (iv) PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (v) PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor; (vi) PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika; (vii) PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan; serta (viii) PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi.

2. Visi dan Misi BPOMSejalan dengan visi dan misi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019, maka BPOM telah menetapkan Visi BPOM 20152019 yaitu Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa.Telah ditetapkan Misi BPOM sebagai berikut:1. Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat dan makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM

2. Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan BPOMTugas, fungsi, dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Tugas pokok BPOM, berdasarkan Keputusan Kepala BPOM No. 02001/SK/KBPOM, yaitu menjalankan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugas, BPOM melaksanakan fungsi sebagai berikut:1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan.2. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran, ditetapkan menjadi kewenangan BPOM sesuai Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 3 inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar (pre-market), (2) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market), (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan di pusat dan balai.2. Struktur Organisasi BPOMStuktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004.

Gambar 1.1 Struktur Organisasi BPOM

0. Tugas ApotekerTugas apoteker di BPOM yaitu ikut serta melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan, dan secara khusus apabila ditempatkan di Unit Pelaksana Teknis Balai Besar POM, yaitu ikut serta melakukan tugas dan fungsi bidang-bidang yang dibentuk pada setiap UPT. Salah satu bentuk sistem pengawasan tersebut adalah dilakukannya pengujian produk pangan secara laboratorium. Apoteker harus mampu melakukan pengujian baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta mampu menganalisis hasil uji yang diperoleh. Salah satu contoh uji kualitatif konvensional meliputi uji identifikasi boraks, formalin, histamin, dll. Sedangkan uji kuantitatif cemaran/residu modern (instrumen) meliputi uji penetapan kadar boraks, penetapan kadar formalin, dan penetapan kadar logam residu.

1