laporan pkpa kf plant bandung

102
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Industri Kimia Farma Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Sejarah perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1986, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang identik dengan mutu, saat ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat. Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang manufacturing obat. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan pedoman bagi industri farmasi untuk menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan yaitu: 1. Farmakope Indonesia, United State Pharmacopoeia dan buku-buku kefarmasian-kedokteran yang menentukan mutu berdasarkan bioavailabilitas dan farmakokinetik.

Upload: muhammad-fachri-bachtiar

Post on 12-Jul-2016

242 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

Farmasi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PKPA KF Plant Bandung

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Industri Kimia Farma

Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia.

Sejarah perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1986, ketika NV Chemicalien

Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur,

didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan

Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus

1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT

Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat

sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan

nama yang identik dengan mutu, saat ini Kimia Farma telah berkembang

menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian

memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa

dan masyarakat.

Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting

dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang

manufacturing obat. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan

dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia

melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu

memproduksi obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi

harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang

memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan. Berdasarkan hal tersebut,

maka diperlukan pedoman bagi industri farmasi untuk menghasilkan produk

obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan yaitu:

1. Farmakope Indonesia, United State Pharmacopoeia dan buku-buku

kefarmasian-kedokteran yang menentukan mutu berdasarkan

bioavailabilitas dan farmakokinetik.

Page 2: Laporan PKPA KF Plant Bandung

2

2. Dengan menetapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta

mengarahkan seluruh aspek produksi dan pemastian mutu pada standar

WHO.

Salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan CPOB dipengaruhi oleh

kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam industri farmasi tersebut.

Oleh karena itu, suatu industri farmasi wajib mengarahkan tenaga kerja yang

terlibat didalamnya menjadi tenaga kerja yang profesional, terampil, bermoral

baik serta berwawasan luas. Salah satu tenaga profesional yang bergerak di

bidang farmasi baik dalam industri farmasi, apotek maupun rumah sakit yaitu

apoteker. Seorang apoteker dituntut untuk memiliki wawasan, pengetahuan

yang luas, pengalaman praktis dan terlatih sehingga mampu mengatasi

permasalahan yang ada di industri farmasi serta menerapkan ilmu yang

diperoleh untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, maka Fakultas Farmasi Universitas Jenderal

Achmad Yani (UNJANI) menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker

(PKPA) di industri Kimia Farma. Adapun praktek kerja profesi dilaksanakan

mulai tanggal 1 Oktober 2014 hingga 28 November 2014 di industri Kimia

Farma Tbk. Plant Bandung Jalan Padjajaran No. 29-31 Bandung.

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri adalah

1. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan CPOB yang dilakukan

di industri farmasi

2. Memahami tentang aspek-aspek dalam industri farmasi dan kegiatan

yang dilakukan, meliputi: struktur organisasi, SDM, proses produksi,

pemastian mutu, penanganan limbah dan pengadaan barang.

3. Mendapatkan gambaran menyeluruh dan pengalaman praktis dalam

tugas khusus mengenai peran dan tanggung jawab apoteker dalam

industri farmasi sehingga dapat mempersiapkan diri apabila kelak

hendak bekerja dalam industri farmasi.

Page 3: Laporan PKPA KF Plant Bandung

3

C. Manfaat

Manfaat diadakannya PKP di industri adalah;

1. Bagi Fakultas Farmasi Program Profesi Apoteker Universitas Jenderal

Achmad Yani dapat senantiasa menjalin hubungan baik dengan PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung dalam bidang pendidikan

serta meningkatkan kualitas kompetensi lulusan apotekernya.

2. Bagi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung, dapat meningkatkan

citra industri farmasi bahwa industri farmasi bukan hanya sebagai tempat

untuk memproduksi obat, tetapi juga berperan serta dalam upaya

meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. Hal ini secara nyata

ditunjukkan dengan menerima dan memberikan banyak pembelajaran dan

wawasan yang berharga kepada calon apoteker yang melakukan peraktek

kerja profesi di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung.

3. Bagi calon apoteker yang melakukan praktek kerja profesi di PT. Kimia

Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung, diharapkan mampu memahami dan

mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan dalam praktek di

lapangan sebagai wujud pengabdian profesi apoteker di industri farmasi.

Page 4: Laporan PKPA KF Plant Bandung

4

BAB II

TINJAUAN TENTANG INDUSTRI FARMASI

A. Industri Farmasi

Industri farmasi adalah industri yang meliputi industri obat jadi dan

industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan

suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan

industri bahan baku obat adalah industri yang menghasilkan bahan baku yang

diperlukan pada proses pembuatan suatu obat jadi. Proses pembuatan merupakan

seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi

dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan,

pengemasan, sampai obat jadi untuk distribusi (http://repository.usu.ac.id).

Industri farmasi ada dua bentuk, yaitu primary industry dan secondary

industry. Primary industry terfokus pada penemuan bahan-bahan obat baru (new

drug substances), sedangkan secondary industry terfokus pada usaha pengelolaan

bahan baku menjadi produk jadi. Saat ini, sebagian besar industri farmasi di

Indonesia adalah secondary industry. Hal ini berkaitan dengan nilai investasi yang

sangat tinggi, baik dalam bentuk biaya, fasilitas maupun waktu yang panjang.

Meskipun demikian, kedua industri tersebut bertanggung jawab atas kualitas,

keamanan dan khasiat obat yang diproduksinya. Hal ini terkait dengan hukum dan

peraturan yang mengatur industri farmasi untuk melindungi konsumen melalui

upaya pengadaan obat dengan kualitas, keamanan dan khasiat yang sesuai dengan

ketentuan standar yang berlaku (http://repository.usu.ac.id).

a. Persyaratan Industri Farmasi

Semua industri farmasi wajib memiliki izin untuk usaha, izin tersebut

diperoleh dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM). Berdasarkan SK Menkes RI No.1191/Menkes/SK/IX/2002. Persyaratan

yang harus dipenuhi industri farmasi untuk medapatkan izin usaha, yaitu:

1. Dilakukan oleh perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan

Terbatas (PT) atau koperasi.

Page 5: Laporan PKPA KF Plant Bandung

5

2. Memiliki rencana investasi.

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib memenuhi

persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib mempekerjakan

secara tetap sekurang-kurangnya 2 (dua) orang apoteker warga negara

Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan

penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.

6. Obat Jadi yang diproduksi oleh perusahaan industri farmasi hanya dapat

diedarkan setelah memperoleh persetujuan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

(http://repository.usu.ac.id).

Setelah memperoleh izin usaha, terdapat beberapa kewajiban lain yang

harus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh izin usaha industri

farmasi, yaitu:

1. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam)

bulan. Sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali

dalam setahun.

2. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah

pencemaran lingkungan.

4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses,

hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja.

5. Melakukan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya

Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UPL).

(http://repository.usu.ac.id)

Page 6: Laporan PKPA KF Plant Bandung

6

b. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Hal-hal yang dapat membuat izin usaha industri farmasi dicabut adalah:

1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi, dan

perluasan bangunan (pabrik) tanpa memiliki izin.

2. Tidak menyampaikan informasi industri kepada BPOM secara berturut-

turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak

benar.

3. Melakukan pemindahan lokasi usaha produksi tanpa persetujuan tertulis

terlebih dahulu dari menteri kesehatan RI.

4. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak

memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

(http://repository.usu.ac.id)

B. Peran, Fungsi dan Tugas Apoteker di Industri Farmasi

Peran apoteker di industri farmasi seperti yang disarankan oleh

World Health Organization (WHO), yaitu eight star of pharmacist yang

meliputi :

1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi

obat, efek samping obat dan lain-lain kepada profesi kesehatan. Perlu

ada interaksi dengan individu/kelompok di dalam industri (regulasi,

QA/QC, produksi dll) dan individu/kelompok di luar industri.

2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk

mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri.

3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tulisan.

4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan

dalam mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan

bimbingan ke bawahannya dalam mencapai sasaran industri.

Page 7: Laporan PKPA KF Plant Bandung

7

5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di

industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan

kinerja industri dari waktu ke waktu.

6. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan.

7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat

apoteker atau lainnya.

8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset

dan mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat

untuk kesehatan masyarakat.

Peran tersebut diterapkan di dalam fungsi-fungsi industrial yang

diperlukan, yaitu manajemen produksi, pemastian/manajemen mutu (Quality

Assurance), registrasi produk, pemasaran produk (Product Manager), dan

pengembangan produk (Research and Development).

(http://repository.usu.ac.id)

a. Apoteker Sebagai Penanggung Jawab Produksi

Penanggung jawab produksi (kepala bagian produksi/manajer produksi)

hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh

pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis paling sedikit 5 tahun bekerja

di bagian produksi pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan pengetahuan di

bagian pembuatan obat dan perencanaan produksi, pengetahuan mengenai

peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa

asing yang baik, serta keterampilan dalam kepemimpinan yanag dibuktikan

dengan sertifikasi lembaga yang ditunjuk (http://repository.usu.ac.id).

Manajer produksi bertanggung jawab atas terselenggaranya pembuatan

obat agar obat tersebut memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dan dibuat

dengan memperhatikan pelaksanaan CPOB, dalam batas waktu dan biaya

produksi yang ditetapkan (http://repository.usu.ac.id).

Page 8: Laporan PKPA KF Plant Bandung

8

Secara rinci, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab seorang

penanggung jawab produksi adalah sebagai berikut:

1. Bertanggung jawab dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan

disimpan sesuai prosedur sehingga memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan.

2. Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat dari perolehan

bahan, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat ke gudang

jadi.

3. Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk semua

pelaksanaan operasi di gudang, penimbangan, pengolahan, dan

pengemasan.

4. Bersama-sama dengan manajer perencanaan dan pengadaan bahan

menyusun rencana produksi.

5. Bertanggung jawab memeriksa catatan pengolahan bets dan catatan

pengemasan bets serta menjamin bahwa produksi dilaksanakan sesuai

dengan prosedur pengolahan bets dan prosedur pengemasan bets.

6. Berdiskusi dengan manajer pengawasan mutu jika ada kegagalan.

7. Bertanggung jawab atas peralatan yang digunakan dalam proses produksi,

peralatan yang digunakan harus selalu dikualifikasi dan divalidasi dengan

benar.

8. Ikut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan

serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.

9. Bertanggung jawab atas kebersihan di daerah produksi.

10. Bertanggung jawab untuk menjaga moral kerja yang tinggi, kemampuan

pengembangan, dan pelatihan serta melakukan evaluasi tahunan atas

semua karyawan yang dibawahinya.

11. Membuat laporan bulanan.

12. Membuat anggaran tahunan untuk bagian produksi.

13. Mengusahakan perbaikan biaya produksi.

Page 9: Laporan PKPA KF Plant Bandung

9

14. Menjaga hubungan kerja yang baik dengan penanggung jawab

pengawasan mutu, teknik dan perencanaan dan pengadaan bahan serta

pemasaran.

15. Berhubungan dengan pemerintah, dalam hal ini pengawas obat dan

makanan berkaitan dengan kualitas obat.

(http://repository.usu.ac.id).

Kepala bagian produksi hendaknya selalu menjaga hubungan kerja

yang baik dengan manajer pengawasan mutu, manajer pemastian mutu, manajer

teknik, manajer perencanaan dan pengadaan bahan serta manajer pemasaran.

berhubungan baik dengan pemerintah, dalam hal ini pengawas obat dan makanan

sehubungan dengan kualitas obat (http://repository.usu.ac.id)

b. Apoteker Sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu (QC)

Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu hendaklah mencakup

semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan

sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan

lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel

pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode

pengujiaannya (http://repository.usu.ac.id).

Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk

memastikan bahwa :

1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan

untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya;

2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang

ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi,

dokumentasi, produksi terlebih dahulu;

Page 10: Laporan PKPA KF Plant Bandung

10

3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium

terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi

spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan;

4. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran

yang ditetapkan.

(http://repository.usu.ac.id).

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan

mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum

didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area

produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan penyelidikan bila diperlukan.

Seorang penanggung jawab pengawasan mutu (kepala bagian pengawasan

mutu/manajer pengawasan mutu) adalah seorang apoteker yang terkualifikasi,

memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai

dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga

memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Penanggung jawab

pengawasan mutu harus seorang apoteker dengan pengalaman praktis minimal 2

tahun bekerja di bagian pengawasan mutu pabrik farmasi, memiliki pengalaman

dan pengetahuan di bidang analisis kimia dan mikrobiologi, pemeriksaan bahan

pengemas, CPOB dan keterampilan dalam kepemimpinan

(http://repository.usu.ac.id).

Seorang penanggung jawab pengawasan mutu memiliki kewenangan dan

tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:

1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, memastikan

bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.

2. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan

contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.

3. Memberikan persetujuan dan memantau semua kontrak analisis.

4. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian

pengawasan mutu.

5. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

Page 11: Laporan PKPA KF Plant Bandung

11

6. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

(http://repository.usu.ac.id)

c. Apoteker Sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality A)

Seorang penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu (Quality

Assurance) adalah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh

pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang

pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk

melaksanakan tugas secara profesional.

Penanggung jawab pemastian mutu/manajemen mutu harus seorang

apoteker atau magister sains atau doktor sains dan memiliki pengalaman paling

sedikit 5 tahun sebagai apoteker dalam suatu perusahaan farmasi, pengalaman

praktek dalam analisis fisika dan kimia, pengalaman dalam menggunakan metode

dan peralatan laboratorium modern, kemampuan untuk menguraikan metode

analisis serta fasih berbahasa inggris, kesanggupan dalam manajemen dan

motivasi personalia serta memiliki pengetahuan yang baik dalam proses

pembuatan obat dan CPOB baik nasional maupun internasional

(http://repository.usu.ac.id).

Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan

tanggung jawab penuh dalam sistem mutu, termasuk:

1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.

2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.

3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.

4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu.

5. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap pemasok).

6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.

7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas

Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi.

8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.

Page 12: Laporan PKPA KF Plant Bandung

12

9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan

mempertimbangkan semua faktor terkait.

10. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai efektifitasnya.

11. Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam pembuatan obat,

pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu.

12. Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar perusahaan.

13. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB.

14. Menyusun prosedur tetap (protap) dan mengelola sistem protap.

15. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil

keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama

dengan bagian lain.

16. Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan dan sistem

pelayanan.

17. Memantau penyimpangan bets.

18. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui perubahan.

Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.

20. Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku.

21. Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat jadi sesuai

Protap terkait.

(http://repository.usu.ac.id)

d. Apoteker Dalam Proses Registrasi Obat dan Desain Kemasan

Unit ini dikepalai oleh seorang apoteker yang membawahi Packaging

Specialist and Documentation and Registration Officer. Unit ini bertanggung

jawab terhadap pengembangan kemasan (baik untuk produk baru dan produk

lama) serta menyiapkan dokumen-dokumen untuk registrasi. Selain itu juga

bertugas membuat spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan kemas, dan

membuat Master bets bekerja sama dengan kepala unit formulasi

(http://repository.usu.ac.id).

Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE) sebelum dapat

dipasarkan. Untuk memperoleh NIE sebuah industri farmasi harus mendaftarkan

Page 13: Laporan PKPA KF Plant Bandung

13

produknya ke BPOM dan melalui prosedur registrasi yang berlaku. Dalam hal

inilah seorang apoteker sebagai seseorang yang kompeten di bidang obat berperan

penting. Selain itu, apoteker sebagai seseorang yang mengetahui peraturan

mengenai kemasan dan label harus mampu dalam mengatur desain kemasan yang

benar. Uraian tugas dan tanggung jawab bagian registrasi dan desain kemasan:

1. Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan yang berhubungan

dengan kegiatan pendaftaran semua produk/obat. Baik pendaftaran

produk baru, atau pendaftaran ulang suatu produk.

2. Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen registrasi dengan data

valid dan data yang sebenarnya.

3. Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

(http://repository.usu.ac.id)

e. Apoteker Sebagai Tenaga Pemasaran

Dalam pelaksanaan peran apoteker sebagai tenaga pemasaran/ritel perlu

diakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Studi kelayakan merupakan suatu

kajian sebagai bagian dari perencanaan yang dilakukan menyeluruh mengenai

suatu usaha dalam proses pengambilan keputusan investasi yang mengawali

resiko yang belum jelas. Melalui studi kelayakan berbagai hal yang diperkirakan

dapat menyebabkan kegagalan, dapat diantisipasi lebih awal.

Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan

dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya

individu sebagai pribadi maupun keluarga. Agar sukses di dunia ritel maka ritel

harus dapat menawarkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat, di tempat

yang tepat, dan waktu yang tepat (http://repository.usu.ac.id).

Fungsi Ritel adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa Konsumen selalu

mempunyai pilihan sendiri terhadap bebagai jenis produk dan jasa.

Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka menyediakan

beraneka ragan produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen.

Page 14: Laporan PKPA KF Plant Bandung

14

2. Memecah-Memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang

akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen

memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang

dan jasa tersebut menjadi tinggi. Sementara konsumen juga

membutuhkan barang dan jasa tersebut dalam ukuran yang lebih kecil

dan harga yang lebih rendah. Kemudian peritel menawarkan produk-

produk tersebut dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola

konsumsi para konsumen secara individual.

3. Penyimpanan Persediaan Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan

yang menyimpan persediaan dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam hal

ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat jaminan ketersediaan

barang dan jasa yang disimpan peritel.

4. Penyedia jasa dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapatkan

kemudahan dalam mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan

produsen. Selain itu, ritel juga dapat mengantar hingga dekat ke tempat

konsumen, menyediakan jasa yang memudahkan konsumen dalam

membeli dan menggunakan produk dengan segera dan membayar

belakangan.

Meningkatkan nilai produk dan jasa dengan adanya beberapa jenis

produk dan jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan mungkin memerlukan

beberapa barang. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, peritel dapat

berinteraksi dengan konsumen akhir dengan memberikan nilai tambah bagi

produk atau barang.

Kemajuan industri farmasi sangat ditentukan oleh strategi dan tenaga

pemasaran yang dimiliki perusahaan. Apoteker sebagai seorang yang kompeten di

bidang obat dapat berperan sebagai manajer produksi. Apoteker sangat potensial

dalam memperkenalkan produk industri pada masyarakat (obat bebas/OTC) atau

pada para dokter (obat ethical) karena ilmu kefarmasian dan managemen yang

dikuasainya (http://repository.usu.ac.id).

Page 15: Laporan PKPA KF Plant Bandung

15

f. Apoteker Dalam Riset dan Pengembangan Produk

Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan produk harus

seorang apoteker yang memiliki pengetahuan memadai mengenai zat aktif dan

berbagai zat pembantu yang akan digunakan dalam pengembangan formula.

Uraian tugas dan tanggung jawab penanggung jawab riset dan pengembangan

produk adalah:

1. Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan

permintaan marketing.

2. Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya produksi dengan

membuat formulasi bahan yang memerlukan biaya rendah tetapi tetap

menjaga kualitas.

3. Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat jika ditemukan

permasalahan dalam produksi.

4. Bertanggung jawab untuk pengembangan sarana penunjang yang

dibutuhkan untuk kelancaran produksi (seperti sistem tata udara, sistem

pengolahan air, sistem pengolahan limbah, dan lain-lain).

(http://repository.usu.ac.id)

C. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.43/MENKES/SK/XI/1989 tentang Petunjuk Operasional dan Penerapan

CPOB, industri farmasi diwajibkan menerapkan CPOB. Cara Pembuatan Obat

yang Baik menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang

bertujuan untuk menjamin bahwa produk yang dibuat senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai tujuan penggunaannya.

Pengawasan menyeluruh pada pembuatan obat sangat penting untuk menjamin

bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Cara Pembuatan Obat yang

Baik meliputi beberapa hal pokok yang menjadi perhatian utama antara lain:

Page 16: Laporan PKPA KF Plant Bandung

16

1. Sistem Manajemen Mutu

Cara Pembuatan Obat yang Baik menyangkut seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu, bertujuan agar obat yang dihasilkan sesuai dengan tujuan

pengunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi

atau izin edar dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaannya

karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan

pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, dokumentasi dan prosedur

pelulusan yang memastikan bahwa pengujian diperlukan dan relevan telah

dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk

yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan

dinyatakan memenuhi syarat.

2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Industri

farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang terkualifikasi dalam

jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh personil

hendaknya memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan

berkesinambungan, termasuk industri mengenai higiene yang berkaitan dengan

pekerjaan. Setiap karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang

baik, sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara professional, memiliki

sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.

Struktur organisasi perusahaan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga

bagian produksi dan pengawasan dipimpin oleh apoteker yang berlainan dan tidak

bertanggung jawab satu dengan yang lainnya. Masing-masing mempunyai

wewenang penuh dan sarana yang cukup untuk melaksanakan tugasnya serta tidak

boleh memiliki kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang dapat menghambat

atau membatasi tanggung jawabnya.

Kepala bagian produksi maupun penanggung jawab mutu hendaklah

seorang Apoteker yang terdapat dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang

Page 17: Laporan PKPA KF Plant Bandung

17

sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang pembuatan obat dan

keterampilan manajerial sehingga memungkinkan pelaksanaan tugasnya secara

profesional. Untuk menunjang dan membantu tugasnya dapat ditunjuk tenaga

yang terampil dalam jumlah yang sesuai untuk melaksanakan supervisi langsung

dibagian produksi dan pengawasan mutu. Selain itu, tersedia juga tenaga yang

terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan

produksi dan pengawasan mutu sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah

ditentukan.

Seluruh karyawan yang terlibat langsung dalam kegiatan pembuatan obat

diberikan pelatihan oleh tenaga yang kompeten mengenai tugasnya sesuai dengan

CPOB. Latihan dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang

memadai serta menurut program yang tertulis yang telah disetujui penanggung

jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu.

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan

desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya

kekeliruan, pencemaran silang, kesalahan lainnya dan memudahkan pembersihan,

sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan obat.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rancang bangun

dan penataan gedung adalah kesesuaian dengan kegiatan produksi, luasnya ruang

kerja, pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas

umum bagi karyawan. Rancang bangun dan penataan gedung harus memenuhi

persyaratan:

1. Mencegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda

2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang

produksi obat

Page 18: Laporan PKPA KF Plant Bandung

18

3. Ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah- pindahkan dan

ruang untuk menyimpan bahan pembersih

4. Kamar ganti pakaian berhubungan langsung dengan daerah produksi tetapi

letaknya terpisah

5. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan

ventilasi yang baik

Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa sehingga dapat mencegah

pencemaran lingkungan disekelilingnya seperti pencemaran udara, tanah dan air

maupun terhadap kegiatan disekitarnya.

Permukaan bagian dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit

sebaiknya licin, bebas keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan

dan didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan harus dibuat dari bahan kedap air,

permukaan rata dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antar

dinding, lantai dan langit-langit harus berbentuk lengkungan.

Saluran air limbah sebaiknya cukup besar dan mempunyai bak kontrol

serta ventilasi yang baik. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara, pipa-pipa

dan saluran hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah

timbulnya pencemaran terhadap produk.

Bangunan harus mendapatkan penerangan yang cukup dan mempunyai

ventilasi dengan fasilitas pengendali udara termasuk pengaturan suhu dan

kelembaban untuk kegiatan dalam bangunan. Disamping itu tersedianya tenaga

listrik yang memadai akan menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan

laboratorium.

Pintu yang menghubungkan ruangan produksi dan lingkungan luar seperti

pintu bahaya kebakaran hendaklah selalu ditutup rapat untuk mencegah masuknya

cemaran. Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, gedung dan

koridor serta daerah sekeliling gudang hendaknya dirawat agar senantiasa bersih

dan rapi. Daerah penyimpanan barang harus cukup luas, terang, serta tertata rapi

untuk memungkinkan penyimpanan bahan produk dalam keadaan bersih dan

teratur.

Page 19: Laporan PKPA KF Plant Bandung

19

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan

untuk memudahkan pembersihan serta pembuatan.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara

atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat

mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian diluar batas yang ditentukan.

Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas

atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah

sehingga tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk

antara atau produk jadi.

Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.

Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta

disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan

hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.

Peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian

alat yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau

absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.

Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan

ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang

digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah

diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang

ditetapkan. Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.

5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya serta

segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.

Page 20: Laporan PKPA KF Plant Bandung

20

Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan

pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Semua

personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan. Industri harus bertanggung

jawab agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa kesehatan personil yang

dapat mempengaruhi mutu produk diberitahukan kepada manajemen industri.

Semua personil hendaknya dilatih mengenai penerapan higiene perorangan.

Dalam industri farmasi hendaknya tersedia sarana toilet dalam jumlah

yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang

letaknya mudah diakses dari area pembuatan. Sampah tidak boleh dibiarkan

menumpuk, sampah hendaknya dikumpulkan dalam wadah yang sesuai untuk

dipindahkan ke tempat penampungan diluar bangunan dan dibuang secara teratur

dan berkala.

6. Produksi

Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan

dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk

yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan

izin edar (registrasi).

Seluruh bahan yang diterima diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya

dengan pemesanan. Bahan yang diterima dan produk jadi dikarantina secara fisik

atau administratif segera setelah diterima atau diolah sampai dinyatakan lulus

untuk pemakaian atau distribusi. Produk antara dan produk ruahan yang diterima

hendaklah ditangani seperti penerimaan bahan awal. Semua bahan dan produk

jadi disimpan secara teratur pada kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya

dan diatur sedemikian agar ada pemisahan antar bets dan memudahkan rotasi stok.

Pengolahan produk yang berbeda tidak dilakukan secara bersamaan atau

bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada resiko terjadinya

campur baur atau kontaminasi silang. Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan

hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain. Selama

pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi

Page 21: Laporan PKPA KF Plant Bandung

21

diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan

(bila ada) dan nomor bets.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada

kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang

terkait dengan mutu produk.

Pengawasan mutu hendaknya mencakup semua kegiatan analitis yang

dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan

pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini

mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang

dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan

memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri dirancang untuk menditeksi kelemahan dalam pelaksanaan

CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri

dilakukan secara independen oleh petugas yang berkompeten dari perusahaan.

Inspeksi diri hendaknya dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi

khusus misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi

penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah

didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Hendaklah dibuat daftar periksa inspeksi diri yang berisi pertanyaan

mengenai ketentuan CPOB yang mencakup antara lain personalia; bangunan

termasuk fasilitas untuk personil; perawatan bangunan dan peralatan;

penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi; peralatan; pengolahan

dan pengawasan selama proses; pengawasan mutu; dokumentasi; sanitasi dan

Page 22: Laporan PKPA KF Plant Bandung

22

higiene; program validasi dan revalidasi; kalibrasi alat; prosedur penarikan

kembali obat jadi; penanganan keluhan; pengawasan label; hasil inspeksi diri

sebelumnya dan tindakan perbaikan.

Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri paling sedikit terdiri

dari 3 anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan

memahami CPOB. Anggota tim dapat dibentuk dari dalam atau dari luar

perusahaan. Tiap anggota hendaklah independen dalam melakukan inspeksi dan

evaluasi.

Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi

pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu

dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya

dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk

khusus oleh manajemen perusahaan.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk

dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadinya kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur

tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu

sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga

cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk adalah

suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets

produk tertentu dari peredaran. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah

beredar, yang kemungkinan dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan

mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau

kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan

keamanan obat yang bersangkutan.

Keluhan hendaknya ditangani oleh personil atau staf yang berwewenang.

Apabila personil tersebut buka kepala manajemen mutu (pemastian mutu), maka

ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau

penarikan kembali produk.

Page 23: Laporan PKPA KF Plant Bandung

23

Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan

mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk

atau kemasan; keluhan atau laporan dari reaksi yang merugikan seperti alergi,

toksiksitas, reaksi fatal dan reaksi medis lain; keluhan atau laporan mengenai efek

terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,

tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan produk, dalam

menghadapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Setiap laporan dan keluhan

hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam mencakup

pengajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan, inspeksi atau

pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta bila perlu pengujian

sampel pertinggal dari bets yang sama dan pengkajian semua data, dokumentasi

termasuk catatan bets, catatan distribusi dan laporan pengujian dari produk yang

dikeluhkan atau dilaporkan.

Penarikan kembali produk hendaklah dilakukan oleh personil yang

bertanggung jawab dalam melaksanakan proses penarikan kembali produk.

Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan

pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian manajemen mutu (pemastian

mutu), maka ia hendaklah memahami segala operasi penarikan kembali.

Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan,

penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan

apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah

dilakukan evaluasi secara kritis. Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian

dapat dikategorikan sebagai berikut antara lain produk kembalian yang masih

memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan dalam persediaan,

produk kembalian yang dapat diproses ulang dan produk kembalian yang tidak

memenuhi spesifikasi dan harus dimusnahkan. Proses produk kembalian

hendaklah mencakup identifikasi dan catatan untuk produk kembalian;

penyimpanan produk kembalian dalam karantina; penyelidikan, pengujian dan

analisis produk kembalian oleh bagian pengawasan mutu; evaluasi yang kritis

sebelum manajemen mengambil keputusan apakah produk dapat diproses ulang

Page 24: Laporan PKPA KF Plant Bandung

24

atau tidak; pengujian tambahan terhadap persyaratan dari produk hasil pengolahan

ulang.

Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah

didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi

hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditanda

tangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang melakukan

pemusnahan.

10. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap

personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul

karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi

induk atau formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan

catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.

Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap

batch atau lot bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam

pemantauan dan pengendalian kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.

Page 25: Laporan PKPA KF Plant Bandung

25

BAB III

TINJAUAN DAN RUANG LINGKUP

PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk PLANT BANDUNG

A. Tinjauan Umum PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

Plant Bandung merupakan penggabungan dari Unit Produksi Formulasi

Bandung dan Unit Produksi Manufaktur Bandung. Semula Unit Produksi

Formulasi Bandung melakukan pengelolaan tablet non hormon, serbuk, cairan

(sirup, suspensi) serta tablet hormon (pil KB), sedangkan Unit Produksi

Manufaktur Bandung melakukan pengelolaan produk kina,produk AKDR (Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim), serta produk fitofarmaka. Saat ini PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Bandung menghasilkan produk bahan baku obat dan

formulasi, seperti tablet non-hormon, serbuk, likuid (sirup dan suspensi), dan

tablet hormon (pil KB).

a. Sejarah Berdirinya PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Merupakan salah satu Badan Usaha

Milik Negara yang bergerak di bidang kefarmasian, mulai dari produksi bahan

baku obat, produksi obat jadi, hingga pelayanan kesehatan dan pemasaran obat

yang meliputi Apotek dan Pedagang Besar Farmasi (PBF). Kimia Farma

menghasilkan berbagai produk yaitu OTC , obat-obat herbal, kosmetik, dan

unbranded generik.

Pada tahun 1896, melalui akte notaris B.V. Houthuisen No.12 tanggal 29

Juni 1896 di Bandung, didirikan sebuah pabrik kina oleh pemerintah Hindia

Belanda dengan nama Bandoengsche Fabriek N.V, yang mula-mula hanya

menghasilkan garam kina dari kulit kina. Pabrik ini hanya sekedar menerima

ongkos pengolahannya saja sedangkan hasilnya dijual oleh para penghasil kulit

kina menurut perhitungan mereka sendiri. Pengolahan pabrik kina ini kemudian

diserahkan pada Indische Combinatie Voor Chemische Industrie (Inschen) pada

tanggal 14 Januari 1939 Inschen sendiri telah memiliki pabrik yodium di

Watudakon yang didirikian pada tahun 1926.

Page 26: Laporan PKPA KF Plant Bandung

26

Pada tahun 1942 dalam perang dunia II, pabrik kina Bandung dikuasai

oleh angkatan darat Jepang yang diberi nama Rikuyun Kinine Seizoshyo. Selama

Jepang berkuasa pembuatan pil dan tablet kina masih dilakukan, tetapi hasil kina

tersebut diangkut ke Jepang dan sebagian lagi dikirim ke tempat-tempat lain untuk

kepentingan Jepang dalam perang di Pasifik. Untuk keperluan dalam negeri yaitu

orang Indonesia, Jepang hanya menyediakan hasil pabrik yang disebut tota kina,

yaitu kina yang belum dipisahkan dari alkaloid-alkaloid lainnya.

Setelah Jepang dikalahkan Sekutu pada tahun 1945, pabrik kina diambil

alih oleh pemiliknya yaitu perusahaan swasta Belanda dengan nama

Bandoengsche Fabriek N.V pada tahun 1955, pabrik kina ini diserahkan pada

Combinatie Voor Chemische Industrie dengan akte Mr.R.Soewardi No.47/11954

tanggal 3 November 1954.

Tahun 1958, berhubung adanya sengketa Irian Barat antara Indonesia dan

Belanda, maka semua perusahaan Belanda yang ada di Indonesia dikuasai oleh

pemerintah RI dengan membentuk Badan Pimpinan Umum (BPU) berdasarkan

PP No.23 tahun 1958. Berdasarkan UU No.86 tahun 1958, perusahaan di bawah

BPU ini menjadi milik RI yang pelaksanaannya diserahkan kepada Badan

Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda (BANAS).

Pada tahun 1960, pabrik kina diberi nama Perusahaan Negara (PN)

Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinneka Kina Farma berdasarkan SP Menkes

No.57/959/BPK/Kob tanggal 18 Juli 1960. Pada tahun 1961, berdasarkan PP

No.85 tanggal 17 April 1961, namanya diubah menjadi Perusahaan Negara

Farmasi (PNF) dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kina Farma yang meliputi

pabrik Yodium di Watudakon Mojokerto, Jawa Timur.

Sekitar tahun 1969, berdasarkan PP No. 3 tanggal 25 Januari 1969, empat

PNF yaitu PN Radja Farma, PN Nakula Farma, PN Bhinekka Kina Farma dan PN

Sari Husada dilebur menjadi satu Perusahaan Negara (PN) dengan nama

Perusahaan Negara Farmasi dan Alat-alat Kesehatan Bhinekka Kimia Farma.

Keempat perusahaan tersebut masing-masing menjadi satu unit dengan susunan

yaitu Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Radja Farma (Jakarta) menjadi PNF

Bhinneka Kimia Farma Unit I Bidang Perdagangan, PNF Nakula Farma (Jakarta)

Page 27: Laporan PKPA KF Plant Bandung

27

menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit II Bidang Produksi Jakarta, PNF

Bhinneka Kina Farma (Bandung) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit III

Bidang Produksi Bandung, dan PNF Sari Husada (Yogyakarta) menjadi PNF

Bhinneka Kimia Farma Unit IV Bidang Produksi Yogyakarta.

Pada tahun 1971, berdasarkan PP No.16 tahun 1971 dalam lembaran

Negara RI No.18 tahun 1971, PNF dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kimia

Farma Unit I sampai unit IV diubah menjadi PT (Persero) Kimia Farma terhitung

mulai bulan Agustus 1971 melalui Akte Notaris Sulaeman Ardjasasmita tanggal

16 Agustus 1971 dan mengganti nama semua unit perusahaan, yaitu:

a. Unit I menjadi Unit perdagangan

b. Unit II menjadi Unit Produksi Jakarta

c. Unit III menjadi Unit Produksi Bandung

d. Unit IV menjadi Unit Produksi Yogyakarta

Pada pertengahan 1974, PNF Sari Husada (PT Kimia Farma Unit Produksi

Yogyakarta) memisahkan diri dari PT (Persero) Kimia Farma.

Tahun 1990, Unit Produksi Bandung menjadi tiga unit yaitu Unit

Formulasi Bandung, Unit Produksi Manufaktur Bandung dan Unit Produksi

Manufaktur Watudakon. Pemisahan unit ini diikuti dengan penggabungan pabrik

pil KB ke dalam Produksi Formulasi Bandung.

Dalam usahanya mengembangkan penguasaan dan kemampuan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, PT Kimia Farma membangun

fasilitas Divisi Riset dan Teknologi (RISTEK) yang diresmikan oleh Menteri

Kesehatan pada tanggal 19 Juli 1991 di Bandung. Divisi RISTEK bertugas untuk

mengembangkan produk-produk baru serta melaksanakan kegiatan penelitian.

Berdasarkan SK direksi No Kep 20/HUK/IX/2002 mengenai struktur

organisasi Divisi Produksi Jakarta dan Divisi Produksi Bandung telah ditetapkan

struktur organisasi yang baru, sehingga dari Unit Formulasi dan Manufaktur

Bandung berubah menjadi Divisi Produksi Bandung dengan berbagai

pertimbangan antara lain untuk efisiensi baik SDM , birokrasi dan dana.

Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 100 tahun dan

nama yang identik dengan mutu, sekarang Kimia Farma telah berkembang

Page 28: Laporan PKPA KF Plant Bandung

28

menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang

memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan

masyrakat. Dengan dukungan Riset dan Pengembangan (Risbang), segmen usaha

yang dikelola oleh perusahaan ini untuk memproduksi obat jadi dan obat

tradisional., yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati.

Lima fasilitas produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan

tulang punggung dari segmen industri, dimana kelimanya telah mendapat

sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan sertifikat ISO 9001:2008,

ISO 9001:2000, ISO 9000:1994, ISO 9000:1987.

Lima fasilitas produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.:

1. Plant Jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirup

kering, suspensi/sirup, tetes mata, krim,antibiotik, dan injeksi. Unit ini merupakan

satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk

memproduksi obat golongan narkotika.

2. Plant Bandung obat asli Indonesia dan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR). Selain itu, Unit Produksi Bandung juga memproduksi tablet generik,

sirup, serbuk dan produk kontrasepsi Pil KB.

3. Plant Semarang mengkhususkan diri pada produksi minyak jarak, minyak

nabati dan kosmetik (Bedak).

4. Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satunya pabrik yang

mengolah tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi yodium dan

garam-garamnya, bahan baku ferro sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet

besi untuk obat penambah darah dan kapsul lunak ‘Yodiol’ yang merupakan obat

pilihan untuk pencegahan gondok.

5. Tanjung Morawa, Medan, Sumatra Utara dikhususkan untuk memasok

kebutuhan obat di wilayah Sumatra. Produk yang dihasilkan oleh pabrik meliputi

sediaan tablet, krim, kapsul dalam skala kecil.

Page 29: Laporan PKPA KF Plant Bandung

29

b. Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

Visi

Komitmen pada peningkatan kualitas kehidupan, kesehatan dan

lingkungan.

Misi

1. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian

dan pengembangan produk yang inovatif

2. Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu yang berbasis

jaringan distribusi dan jaringan apotek

3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan

mengembangkan sistem informasi perusahaan

c. Struktur Organisasi Perusahaan, Lingkup dan Aktivitas

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung dibagi menjadi 2 holding

dan anak perusahaan. Bagian fabrikasi yang merupakan holding dan Pedagang

Besar Farmasi (PBF) serta apotek yang merupakan anak perusahaan Kimia

Farma.

Plant Bandung merupakan bagian dari holding Kimia Farma yang

dikepalai oleh seorang Plant Manager. Di bawah Plant Manager terdapat 3

manajer yang dibantu oleh asisten manajer dan supervisor. Secara struktural

supervisor bertanggung jawab kepada asisten manajer, sedangkan asisten manajer

bertanggung jawab kepada masing-masing manajer. Namun, di Plant Bandung

ada beberapa asisten manajer dan supervisor yang bertanggung jawab langsung

kepada Plant Manager struktur PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Page 30: Laporan PKPA KF Plant Bandung

30

Gambar 3.1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Bandung

d. Lokasi Gedung serta Produksi Lainnya

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung berlokasi di Jalan

Pajajaran 29-31 Bandung 40171, untuk sebagian besar kegiatan operasional yang

dilakukan. Sedangkan wilayah pabrik disekitar jalan Cicendo dan Cihampelas

lebih banyak digunakan untuk proses-proses penunjang produksi, seperti tempat

penggilingan kina, tempat sintesis ekstrak, produksi hormon.

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung memiliki beberapa sarana

penunjang yang berfungsi untuk mendukung berlangsungnya proses produksi.

Sarana penunjang tersebut antara lain:

1. Bangunan penunjang produksi yang disesuaikan dengan jenis

produk/sediaan yang akan dibuat, misalnya ruang untuk produksi pil KB,

kina, AKDR, fitofarmaka, serbuk oralit dan cairan. Selain itu tersedia

bangunan untuk laboratorium, gudang bahan baku dan bahan kemas. Pada

masing-masing ruang produksi dan laboratorium terdapat grey area dan

black area. Ruang abu (grey area) disebut ruang terkendali atau ruang

Quality Control

Plant Manager

Produksi Pengelolaan

Mutu/Quality

Operation

Perencanaan Prod.&Pengendalian

Inventory

Management

Representative Produksi I

(Tablet)

Produksi II (Cairan Serbuk

& Fitofarmaka)

Produksi III

(KB & Kina)

Pengembangan

Produk

Pemastian

Mutu/QA

Perencanaan & Pengendalian

Bahan & Proses Prod.

Teknik Pemeliharaan

Penyimpanan

Keselamatan Kesehatan

Kerja & Lingkungan

(K3L)

Pembelian

Umum &Personalia

Akuntansi &

Keuangan

Teknologi Informasi

Page 31: Laporan PKPA KF Plant Bandung

31

bersih karena ada kontak langsung antara bahan baku dengan udara

sehingga perlu adanya persyaratan jumlah maksimum cemaran partikel

dan mikroba serta terdapat saringan udara dengan efisiensi 95%. Pada area

hitam (black area) atau area tak terkendali, bahan baku tidak melakukan

kontak langsung dengan udara sekitar karena telah dimasukkan ke dalam

kemasan sekunder sehingga tidak ada persyaratan khusus.

2. Bangunan lain seperti mushola, kantin, poliklinik dan area pengolahan

limbah.

3. Sistem sarana penunjang produksi seperti sumber listrik dari PLN, sumber

air dari PDAM yang diolah menjadi aqua demineralisata, uap panas/steam

dan Air Handling Unit (AHU).

4. Alat-alat produksi meliputi mesin-mesin yang digunakan untuk proses

produksi, misalnya granulator, mixer, Fluid Bed Dryer (FBD), Melting

tank, reaktor ekstraksi kina dan instrumen untuk analisis antara lain

spektrofotometer, spektrofotodensitometer, HPLC, TLC/Polarimeter,

neraca analitik.

e. Jenis Produksi Yang dihasilkan

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung memiliki dua jenis

produksi berdasarkan jenis dan bentuk sediaan. Jenis sediaan tersebut antara lain:

1. Produksi Bahan Baku Obat, meliputi:

a) Kina Sulfat

b) Kina HCL

c) Kina Bisulfat

d) Kina DiHCL

e) Kuinidin base murni

f) Kuinin base murni

g) Etil kinin karbonat

2. Produksi Formulasi Obat

1. Tablet Non Hormon

Contoh:

Page 32: Laporan PKPA KF Plant Bandung

32

Obat Generik Berlogo (OGB) seperti Ranitidin, Etambutol,

Metronidazol, Parasetamol, Captopril.

2. Tablet Oral Kontrasepsi

Contoh: Mikrodiol program BKKBN, Pil KB Kombinasi

3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Contoh: Cu T 380 A Libi, Cu T 380 A Limas, Cu T 380 A BKKBN,

Cu T 380 A eksport.

4. Serbuk

Contoh: garam oralit

5. Suspensi

Contoh: Kloramfenikol suspensi, Co-Trimoksasol suspense

6. Fitofarmaka

Contoh: Enkasari dan Batugin eliksir

7. Ekstrak Pekat dan Encer

Contoh ekstrak pekat: daun sirih dan daun jambu biji

Contoh ekstrak cair: kencur dan jahe

Pemasaran produk Kimia Farma terbagi menjadi dua bagian yaitu

pemasaran dalam negeri dan pemasaran luar negeri. Contoh pemasaran di luar

negeri yaitu produk Copper T ke Korea; Kina dipasarkan ke Belanda, Amerika,

Irlandia, Amerika Latin, dan Eropa.

PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Merupakan perusahaan yang bersifat

terbuka artinya perusahaan memberikan kesempatan kepada pihak luar untuk

memiliki saham perusahaan.

B. Divisi Plant Tour di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

a. Bagian Personalia

Bagian personalia langsung dibawahi oleh Plant Manager, oleh karena itu

dalam tugasnya, asisten manajer Bagian Personalia bertanggung jawab langsung

kepada Plant manajer. Secara umum tugas dan wewenang dari asisten manajer

adalah:

Page 33: Laporan PKPA KF Plant Bandung

33

o Mengawasi kebenaran laporan absensi dan penilaian prestasi kerja

pegawai

o Mengusulkan kenaikan pangkat dan golongan pegawai atas

rekomendasi dari pemimpin setiap bagian

o Menyelenggarakan kegiatan rekruitmen dan seleksi pegawai baru

o Mengwasi kegiatan penggantian pengobatan pegawai

o Mengawasi kegiatan identifikasi kebutuhan pelatihan bagi pegawai

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung mempunyai tenaga kerja

yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Pegawai Struktural

Pegawai struktural memiliki status kepangkatan, seperti di Plant

Bandung dimana terdapat 3 pangkat struktural di bawah Plant Manager yaitu

produksi, pengelolaan mutu dan PPPI. Secara struktural, setiap jawabtan

bertanggung jawab kepada atasannya sebagai bentuk pertanggung jawaban tugas.

2. Pegawai Non Struktural

Pegawai non struktural merupakan pegawai dimana secara struktur tidak

memiliki status kepangkatan dan tidak dibebani tanggung jawab secara struktural

kepada atasannya dan tidak diwajibkan untuk membuat laporan tertulis kepada

atasannya sebagai bentuk pertanggung jawaban tugasnya.

Bagian personalia membawahi 3 supervisor antara lain administrasi

personalia dan pelatihan, umum, dan rumah tangga. Tugas supervisor umum

yaitu berkaitan dengan izin pabrik, izin produksi dan keamanan aset

perusahaan, sedangkan tugas supervisor pelayanan rumah tangga yaitu

menyediakan hak pegawai yaitu hak atas pemenuhan gizi dan kesehatan para

pegawai, hak mendapat gaji, tunjangan, cuti (tahunan, panjang), dan hak untuk

pengembangan diri dalam bentuk pelatihan.

Sistem rekruitmen pegawai melalui 2 cara yaitu melalui psikotes dan

wawancara. Sistem rekruitmen untuk lulusan sarjana dilaksanakan di Kantor

Pusat Jakarta dan penempatannya dilaksanakan oleh Pusat sesuai dengan

kebutuhan masing-masing unit, sedangkan yang berasal dari lulusan Program

Page 34: Laporan PKPA KF Plant Bandung

34

Diploma III kebawah dilakukan rekruitmen pada unit produksi setempat

setelah mendapat izin prinsip dari pusat.

Selain mengadakan pelatihan, di Plant Bandung setiap tahun sekali

melakukan Penilaian Kinerja Pegawai (PKP) berdasarkan hasil kerja yang

dicapai dimana proses penilaian dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif

seperti penilaian tugas pokok, tugas individual, perilaku dan absensi. Penilaian

dilakukan oleh masing-masing bagian (atasan masing-masing) dan terakhir

diserahkan ke bagian personalia. Dalam hal pengembangan Sumber Daya

Manusia (SDM), disusun rencana training selama 1 tahun dengan tujuan untuk

peningkatan kompetensi, sedangkan untuk peningkatan SDM perusahaan

dilakukan pelatihan bagi pegawai yang berprestasi yang selanjutnya ilmu yang

diperoleh dapat diinduksi kepada pegawai-pegawai lainnya. Pelatihan terbagi

menjadi 2 yaitu pelatihan internal dan eksternal. Untuk pelatihan internal

terdiri dari pelatihan mengenai CPOB yang dapat berupa QA, QC, gudang,

pelatihan K2L yang dilakukan setiap tahun, sedangkan pelatihan eksternal

dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Masa kerja pegawai sampai

usia 55 tahun.

b. Bagian Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventori (PPPI)

PPPI merupakan suatu bagian yang membuat perencanaan awal proses

produksi dan pengendalian persediaan dalam perusahaan sehingga pesanan bagian

pemasaran dapat terpenuhi dan menjamin barang yang dihasilkan tepat mutu,

waktu dan jumlah. PPPI juga merupakan bagian yang berfungsi sebagai jembatan

komunikasi antara pemasaran, pembelian, produksi, keuangan dan penyimpanan.

Tugas pokok PPPI yaitu:

• Menerima pesanan dari pemasaran dan mengevaluasinya menjadi

konfirmasi pesanan

• Menghitung kebutuhan bahan dan memesan bahan produksi

• Merencanakan jadwal penyerahan produk

• Menerbitkan Surat Perintah Kerja Produksi (SPKS)

• Melakukan pengendalian dan monitoring produksi

Page 35: Laporan PKPA KF Plant Bandung

35

• Mengendalikan persediaan agar optimal

• Berkoordinasi dengan pemasaran, ULS, produksi, pembelian, pemastian

mutu, akuntansi dan beberapa fungsi terkait.

Alur proses kegiatan PPPI antara lain:

1. Pesanan Marketing

Awalnya bagian PPPI menerima pesanan dari bagian pemasaran. Pesanan

tersebut dapat berupa formula, program-program dari pemerintah, seperti obat

generik berlogo, Consumen Health Product, OTC, produk ekspor.

Berdasarkan formula tersebut, bagian perencanaan dan pengendalian bahan

merencanakan kebutuhan bahan untuk jangka waktu tertentu, kemudian

disusun rencana pemakaian bahan per bulan. Dasar dari penyusunan rencana

ini adalah mempertimbangkan lead time pesanan bahan (jangka waktu

kedatangan bahan baku atau bahan kemas mulai dari pembuatan Bon

Permintaan Pembelian Bahan Baku atau Bahan Kemas (BPPBB atau BPPBK)

atau Surat Permohonan Pengadaan Bahan (SPPB) sampai dengan diterbitkan

Bukti Terima Barang Sementara (BTBS) dan minimal stok.

2. Evaluasi Pesanan

Setelah menerima pesanan dari pihak marketing, maka dilakukan rapat

tinjauan pesanan untuk melihat apakah pesanan dapat dipenuhi atau tidak

dengan melihat ada atau tidaknya alat, kapasitas alat, persediaan bahan, waktu,

SDM, apakah ada persyaratan tertentu seperti logo, BKKBN, atau syarat dari

WHO.

3. Konfirmasi Pesanan

Setelah dilakukan rapat dimana ada kesanggupan untuk melakukan

pesanan, maka dibuat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

dimana dituliskan rencana kebutuhan seperti bahan baku, bahan pengemas,

biaya listrik yang tujuannya untuk menghitung upah langsung dan tidak

langsung.

Dalam perencanaan bahan produksi perlu dipertimbangkan hal-hal seperti:

Kesesuaian Spesifikasi & Origin

Kebutuhan Bahan

Page 36: Laporan PKPA KF Plant Bandung

36

Buffer Stock bahan, merupakan jumlah stok bahan yang tersedia untuk

antisipasi apabila terjadi keterlambatan kedatangan bahan.

Reorder level, jumlah minimal/minimal stok bahan yang tersedia untuk

dilakukan pemesanan barang.

Minimum Order Quantity, jumlah minimal pesanan yang ditentukan oleh

supplier

Reorder quantity, jumlah bahan yang dipesan atas dasar kebutuhan

minimal produksi dan minimal order

Lead time Pemesanan Bahan

Lead time adalah periode waktu antara dimulainya suatu proses hingga

selesainya proses tersebut. Penerapannya yaitu:

a) Memperkirakan waktu penyerahan

b) Menetapkan batas waktu Surat Perintah Kerja (SPK)

c) Revisi batas waktu SPK

d) Mengevaluasi aliran proses

e) Peluang peningkatan (improvement)

Expiry Date Bahan

Selain dilakukan perencanaan bahan produksi, juga perlu dilakukan

pengendalian terhadap bahan produksi tersebut agar tidak terjadi over stok,

stok kosong, stok tidak bergerak, atau persediaan rusak selama penyimpanan.

pengendalian bahan dilakukan dengan pemotongan kartu rencana untuk

mengetahui stok bahan dalam setiap perencanaan produksi. Apabila bahan

yang dibutuhkan kurang, maka dilakukan pemesanan bahan. Apabila bahan

mencukupi untuk produksi, maka PPPI akan menurunkan Bon Serah Terima

Bahan Baku (BSTBB) atau Bon Serah Terima Bahan Kemas (BSTBK) yang

disertai dokumen Surat Perintah Kerja (SPK), Catatan Pengelolahan Bets

(CPB) dan CKB untuk memulai proses produksi.

Page 37: Laporan PKPA KF Plant Bandung

37

4. Rencana Produksi dan Jadwal Produksi

Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu

hasil yang diinginkan. Pertanyaan yang disusun dalam perencanaan

produksi meliputi:

a) Tindakan apa yang harus dikerjakan ?

b) Apakah sebabnya tindakan tersebut harus dikerjakan ?

c) Di manakah tindakan tersebut harus dikerjakan ?

d) Kapankah tindakan tersebut harus dikerjakan ?

e) Siapakah yang akan mengerjakan tindakan tersebut?

f) Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan tersebut?

5. Penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK)

Macam-macam SPK yang diterbitkan oleh PPPI:

SPK produksi merupakan perintah kerja yang dimulai dari proses bahan

baku sampai menjadi produk ruahan (produk yang telah selesai

pengolahan awal sehingga siap untuk dikemas). SPK produksi dapat

diturunkan apabila seluruh bahan sudah siap dan Catatan Pengolahan Bets

(CPB) telah keluar.

SPK pengemasan merupkan perintah kerja dari produk ruahan sampai

menjadi produk jadi. SPK pengemasan disertai Catatan Pengemasan Bets

(CPB).

SPK coating digunakan untuk tablet yang melalui proses penyalutan. SPK

coating merupakan perintah kerja dari tablet inti sampai menjadi tablet

salut.

6. Monitoring Produksi/Koordinasi

Monitoring perlu dilakukan terhadap:

Persentase nilai pengiriman

Mutu produk

Ketepatan waktu pengiriman ke Unit Logistik Sentral (ULS) sesuai dengan

target yang telah ditentukan

Harga Pokok Produksi (HPP) yaitu total biaya yang dibutuhkan untuk

menghasilkan produk yang dibutuhkan.

Page 38: Laporan PKPA KF Plant Bandung

38

c. Bagian Sistem Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu atau yang dikenal dengan istilah International

Standardization of Organization (ISO) merupakan suatu sistem yang mengikuti

standar internasional yang berfokus pada proses untuk kepuasan pelanggan.

Sistem manajemen mutu dalam perusahaan ditangani oleh Management

Representative (MR).

ISO 9000 adalah seri aturan-aturan dasar standar internasional untuk

sistem atau manajemen mutu terhadap semua produk atau jasa. Tujuan standar

ISO 9000 adalah untuk membantu perusahaan untuk memastikan bahwa

perusahaan mampu memproduksi barang atau jasa yang dijanjikannya kepada

pelanggan. Beberapa seri ISO 9000 yang kemudian diadopsi menjadi Standar

Nasional Indonesia (SNI), antara lain:

ISO 9000: 2005 menjadi SNI ISO 9000:2008: Sistem manajemen mutu-

Dasar-dasar dan kosakata.

ISO 9004:2009 menjadi SNI 19-9004-2002: Sistem manajemen mutu-

panduan untuk perbaikan kinerja

ISO 19011:2002 menjadi SNI 19-19011-2005: panduan audit sistem

manajemen mutu dan lingkungan

ISO 14001:2004 menjadi SNI 19-14001-2005: Sistem manjemen

lingkungan-Persyaratan dan Panduan Penggunaan.

ISO yang diterapkan di PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

adalah ISO 9001 versi 2008. ISO 9001: 2008 merupakan persyaratan minimal

untuk menerapkan sistem manajemen mutu dimana dijadikan acuan untuk

meninjau keefektifan sistem manajemen mutu dan bertujuan untuk memenuhi

persyaratan pelanggan. ISO 9001: 2008 dapat diterapkan untuk internal organisasi

dan untuk memperoleh sertifikasi atau tujuan kontrak.

Alasan dasar pentingnya sistem manajemen mutu bagi perusahaan

khususnya industri farmasi antara lain:

Membantu organisasi dalam meningkatkan kepuasan pelanggan

Mengajak organisasi menganalisis persyaratan pelanggan, menetapkan

Page 39: Laporan PKPA KF Plant Bandung

39

proses yang memberi sumbangan pencapaian produk atau jasa yang

diterima pelanggan dan menjaga proses-proses ini terkendali.

Memberi keyakinan pada organisasi dan pelanggannya bahwa sistem

mampu memberikan produk atau jasa yang konsisten memenuhi

persyaratan

Memberi kerangka kerja bagi perbaikan berkelanjutan dan meningkatkan

kepuasan pelanggan serta pihak berkepentingan lainnya.

Delapan prinsip manajemen mutu yaitu:

1) Fokus pada pelanggan

Memiliki ketergantungan terhadap pelanggan

Perlu mengerti kebutuhan pelanggan sekarang dan yang akan datang

Diperlukan komunikasi yang baik dengan pelanggan

Harus memenuhi kebutuhan pelanggan

2) Kepemimpinan

Kepemimpinan diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi

harus menciptakan suasana lingkungan dimana semua orang mau terlibat

dalam mencapai sasaran organisasi.

3) keterlibatan orang

Kesuksesan sebuah organisasi tergantung dari orang yang terlibat

didalamnya sehingga diperlukan keterlibatan semua orang untuk mencapai

sasaran organisasi.

4) Pendekatan proses

Hasil yang lebih baik dapat diperoleh jika aktivitas dan sumber daya yang

dibutuhkan dalam aktivitas tersebut diatur sebagai sebuah proses.

5) Pendekatan sistem pada manajemen

Supaya berfungsi secara efektif organisasi perlu mengidentifikasi dan

mengatur proses-proses yang saling interaksi sebagai sebuah sistem.

6) Perbaikan berkesinambungan

Diperlukan sistem manajemen mutu yang selalu disempurnakan

Peningkatan terus menerus harus menjadi sasaran permanen organisasi

Adanya kebijakan dan sasaran mutu

Page 40: Laporan PKPA KF Plant Bandung

40

Memiliki staf yang kompeten

Adanya proses pengukuran dan monitoring untuk mencapai kesesuaian.

7) Pendekatan fakta pada pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan selalu berdasarkan pada hasil analisa

8) Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok

Diperlukan kerjasama dengan pemasok untuk memberikan nilai tambah

bagi kedua pihak.

Sistem manajemen mutu memerlukan dokumentasi. Dokumen tersebut

mencakup:

i. Pernyataan tertulis tentang kebijakan dan sasaran mutu

Sasaran mutu harus dapat diukur dan konsisten dengan kebijakan mutu

untuk peningkatan terus menerus, spesifik dapat dicapai, berorientasi pada

pencapaian hasil serta tepat waktu untuk mencapai tujuan itu.

Kebijakan mutu juga memberikan suatu kerangka kerja untuk penetapan

dan peninjauan ulang sasaran mutu

Kebijakan mutu memberikan perhatian utama pada komitmen manajemen

untuk memenuhi persyaratan dan meningkatkan terus menerus efektivitas

dari sistem manajemen mutu.

ii. Manual mutu

Menjelaskan tentang garis besar sistem manajemen mutu dari ruang

lingkup dan penerapannya

iii. Prosedur Sistem Mutu (PSM)

Menjelaskan tentang langkah demi langkah masing-masing yang melintasi

antar fungsi dari organisasi

iv. Prosedur Tetap

Protap terdapat disetiap area kerja

Merupakan penjelasan langkah demi langkah pelaksanaan suatu aktivitas

tunggal yang mendukung pelaksanaan suatu PSM.

v. Formulir atau catatan (Batch Record)

Merupakan bukti dari aktivitas yang telah dilakukan atau sebagai dokumen

yang menyatakan hasil-hasil yang telah dicapai.

Page 41: Laporan PKPA KF Plant Bandung

41

d. Bagian Pembelian

Tugas dan tanggung jawab bagian pembelian adalah mengatur dan

melaksanakan pembelian semua material yang dibutuhkan selama proses produksi

maupun non produksi. Bagian pembelian merupakan penunjang suatu kegiatan

produksi dimana pada bagian pembelian dipimpin oleh seorang asisten manajer

yang bertanggung jawab langsung kepada manajer Plant Bandung. Terdapat 2

Asisten Manajer (Asman) yang bertanggung jawab yaitu Asman produksi dan

Asman non-produksi. Tujuan dari bagian pembelian yaitu untuk menjamin bahwa

bahan dan jasa yang dibeli memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan

kebutuhan operasional dan pengadaannya dilakukan dari supplier yang dipilih

dimana memiliki kinerja yang baik.

Kegiatan pembelian di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

terbagi menjadi dua yaitu:

1) Pembelian bahan produksi, diantaranya bahan baku dan bahan kemas

2) Pembelian bahan non-produksi, diantaranya barang teknik, alat tulis

kantor, mesin-mesin penunjang produksi seperti spare part mesin dan alat-

alat laboratorium serta pakaian kerja.

Selain itu terdapat dua jenis pengadaan barang di PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Bandung, yaitu:

a) Bahan baku utama dan kemas primer, pengadaannya ditangani oleh bagian

pengadaan di kantor pusat, contohnya botol, tutup botol, Polycel, kina.

b) Bahan baku pendukung dan bahan kemas sekunder, pengadaannya

ditangani oleh masing-masing Plant, contohnya bahan pembantu seperti

bahan alam, pewarna, flavor/essence, bahan pembantu kulit kina, alkohol,

bahan baku AKDR, sedangkan contoh bahan kemas yaitu etiket, leaflet,

dus/box.

Rincian tugas dan tanggung jawab asisten manajer pembelian adalah:

Mengawasi kegiatan perencanaan bahan baku dan bahan kemas

berdasarkan pesanan

Mengawasi kegiatan evaluasi dan penawaran

Mengawasi kegiatan inventarisasi dan evaluasi pemasok

Page 42: Laporan PKPA KF Plant Bandung

42

Bersama dengan manajer produksi mengawasi kegiatan penentuan

pemasok handal

Mengawasi kegiatan pemesanan bahan baku import

Mengawasi kegiatan penerbitan Surat Pemesanan (SP) kepada pemasok

Mengusulkan rencana kerja dan mengkonsultasikan rencana pelaksanaan

tugas serta melaporkan hasilnya kepada Plant Manajer.

Yang menjadi kriteria memilih supplier di Plant Bandung yaitu tepat

harga, tepat mutu dan tepat waktu. Pada akhir tahun supplier dinilai dan

dievaluasi kinerja supplier sehingga dapat menentukan kinerja masing-masing

supplier kemudian mendapat kesimpulan yang disebut daftar supplier handal yang

nantinya dapat dijadikan pedoman untuk memilih supplier.

Apabila terdapat supplier baru yang masuk ke Kimia Farma maka

dimasukkan ke daftar supplier baru. Apabila supplier tersebut menawarkan

produk yang ditawarkan tidak sama seperti yang sebelumnya (origin beda) maka

terlebih dahulu dipertimbangkan harga dan mutu produk, lalu pesan dalam jumlah

kecil (skala lab) lalu origin tersebut diuji coba terlebih dahulu di bagian

pengembangan produk (uji stabilitas, cek persyaratan bahan menurut pustaka)

yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif. Untuk menjadi

bahan baku yang benar-benar akan digunakan seterusnya (bahan utama)

membutuhkan waktu ± 1 tahun. Namun, apabila produk yang ditawarkan oleh

supplier originnya sama dengan yang digunakan oleh Kimia Farma, maka

langsung dipertimbangkan harganya tanpa perlu dilakukan uji terlebih dahulu.

Kimia Farma Bandung tidak menggunakan sistem perjanjian jangka

panjang dalam kuantum besar karena produk yang dihasilkan oleh Kimia Farma

Bandung jumlah item sedikit tetapi kuantumnya banyak dan prinsip dari

pengadaan barang berdasarkan produk generik yang dihasilkan (bahannya didapat

dari buffer stock), tender pemerintah dan produk rutin yang jumlahnya kecil.

Alur kegiatan pembelian:

Manajer PPPI membuat BPPBB/BPPBK berdasarkan permintaan lalu

diserahkan kepada bagian teknologi formulasi untuk dilampiri spesifikasi dari

Page 43: Laporan PKPA KF Plant Bandung

43

bahan baku atau bahan kemas yang akan dibeli, kemudian bagian teknologi dan

formulasi akan menyerahkan kepada manajer Plant Bandung untuk disahkan.

BPPBB/BPPBK yang telah sah dan dilampiri oleh spesifikasi tersebut

kemudian diserahkan kepada bagian pembelian untuk dilakukan pemilihan

supplier handal. Bagian pembelian menyebarkan surat undangan kepada supplier-

suplier yang telah tercantum dalam daftar supplier handal atau membuat surat

pemintaan penawaran harga kepada supplier yang meliputi harga, kualitas, waktu

dan ketepatan pengiriman.

Supplier membalas undangan dengan mengisi harga dan ketepatan

pengiriman. Setelah diterima oleh bagian pembelian, dilakukan evaluasi harga,

kesanggupan ketepatan pengiriman dan kualitas produk dalam hal kesesuaian

dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Bagian pembelian akan melakukan

monitoring untuk mengingatkan pemasok agar tepat waktu, biasanya kurang lebih

satu minggu sebelum jadwal kedatangan. Setelah waktu yang disepakati, barang

datang dan diterima oleh gudang.

Bagian gudang akan membuat Bukti Terima Barang Sementara (BTBS)

sebagai bukti penerimaan barang kemudian bagian laboratorium pengujian akan

mengambil sampel untuk diperiksa kualitasnya. Hasil pemeriksaan bahan baku

atau bahan kemas sesuai atau tidak dengan spesifikasi dapat dilihat dari Laporan

Analisis (LA) yang menentukan apakah bahan baku atau bahan kemas tersebut

diterima atau ditolak (kembali ke pemasok).

e. Bagian Produksi

Bagian Produksi dipimpin oleh seorang Manajer yang bertanggung jawab

langsung kepada Plant Manager. Tugas dan tanggung jawab Manajer Produksi

antara lain:

a) Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat mulai dari

perolehan bahan baku, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat

ke gudang obat jadi.

b) Bertanggung jawab memeriksa CPB dan CKB

Page 44: Laporan PKPA KF Plant Bandung

44

c) Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk pelaksanaan

operasi di gudang, penimbangan, pengolahan dan pengemasan.

d) Menjamin pelaksanaan proses produksi sesuai prosedur yang tertera pada

CPB maupun CKB.

Bagian produksi di Kimia Farma Plant Bandung dibagi menjadi 3

bagian yaitu:

a) Produksi I yaitu tablet non hormon

b) Produksi II yaitu serbuk, cairan, fitofarmaka dan ekstrak

c) Produksi III tablet hormon dan AKDR

Kegiatan yang dilakukan bagian produksi yaitu:

1) Bagian produksi bekerja setelah PPPI menurunkan SPK produksi disertai

dengan CPB dan BSTBB

2) Penimbangan Sentral (PS) akan merekap kebutuhan bahan baku ke bagian

gudang untuk kemudian ditimbang oleh PS dengan jumlah sesuai yang

tertera pada CPB.

3) Proses produksi dimulai setelah hasil penimbangan diserahkan ke bagian

produksi.

Selama proses produksi, dilakukan Pengawasan Dalam Proses Produksi

(PDPP) oleh bagian Pemastian Mutu (QC)

Setelah proses produksi selesai dan bagian laboratorium pengujian telah

menyatakan bahwa produk memenuhi spesifikasi dan kemudian

mengeluarkan LA, maka PPPI akan mengeluarkan SPK pengemasan

beserta CKB dan BSTBK.

4) Produk jadi yang dihasilkan akan dikirim ke gudang obat jadi dengan

melampirkan bon 5.

Toll manufacturing merupakan kerja sama yang dilakukan oleh Plant

Bandung dengan maklooner tertentu. Makloon dilakukan apabila permintaan

produksi terlalu banyak sehingga melebihi kapasitas produksi atau tidak dapat

diselesaikan sendiri. Syarat dari perusahaan yang menjadi maklooner adalah harus

memiliki strata CPOB sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Bandung. Pemilihan maklooner dilakukan berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya

Page 45: Laporan PKPA KF Plant Bandung

45

oleh tim khusus yang dibentuk untuk melakukan pemeriksaan di industri farmasi

yang akan menjadi rekanan. Setiap tahun dilakukan evaluasi maklooner untuk

mengetahui kinerjanya.

1. Bagian Produksi I ( Tablet Non Hormon)

Bagian Produksi I dikepalai oleh seorang Asisten Manajer yang memiliki

tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

i. Mengelola kegiatan proses pelaksanaan SPK.

ii. Mengelola kegiatan proses granulasi tablet

iii. Mengelola kegiatan proses pencetakan tablet

iv. Mengelola kegiatan proses penyalutan tablet

v. Mengelola kegiatan penerimaan, penyimpanan dan penyerahan barang

karantina

vi. Mengelola pembinaan SDM di lingkungan bagian produksi tablet

vii. Mengusulkan rencana kerja dan mengkonsultasikan rencana pelaksanaan

tugas serta melaporkan hasilnya kepada manajer produksi.

Terdapat 5 supervisor dalam produksi 1 yaitu:

1) Supervisor granulasi

2) Supervisor pencetakan

3) Supervisor penyalutan/ karantina

4) Supervisor pengemasan primer

5) Supervisor pengemasan sekunder

Macam-macam ruangan yang terdapat pada produksi I antara lain:

1. Ruang Penimbangan Sentral (PS)

Penimbangan sentral merupakan langkah awal sebelum dilakukan semua

proses pembuatan obat. Pada ruang PS terdapat timbangan besar yang memiliki

kapasitas 60 kg atau untuk menimbang bahan > 25 kg. Kalibrasi untuk timbangan

dilakukan 1 tahun sekali atau 6 bulan sekali.

Bahan seperti nipagin, nipasol dapat ditimbang di penimbangan sentral,

sedangkan untuk bahan-bahan fitofarmaka dan kina penimbangan dilakukan di

masing-masing bagian produksi. Pada saat kegiatan penimbangan, yang

Page 46: Laporan PKPA KF Plant Bandung

46

melakukan setiap penimbangan adalah operator, setelah itu dilakukan pengecekan

oleh supervisor. Di ruang penimbangan juga terdapat penyedot debu atau exhause.

Contoh penimbangan yang dilakukan:

1 bets= 3.000.000 tablet (kapasitas 300,00 kg), maka penimbangan dibagi menjadi

4 lot yaitu Lot A, Lot B, Lot C, Lot D dimana masing-masing lot sejumlah 75 kg.

kemudian dilakukan proses produksi hingga dihasilkan tablet jadi, lalu dari

masing-masing lot tersebut digabung menjadi 1.

Jumlah bahan yang ditimbang di penimbangan sentral sudah dilebihkan

dan apabila ada pengurangan jumlah maka toleransinya 5%. Bahan ditimbang

dengan jumlah tertentu dalam plastik kemudian dimasukkan ke dalam ember atau

tong, lalu diletakkan di ruang karantina. Dalam Produksi I terdapat 2 ruang

penimbangan yaitu penimbangan untuk serbuk dan larutan.

Contoh protap pembersihan ruang penimbangan sentral yaitu:

Bersihkan lantai dari kotoran sisa bahan baku dengan sapu atau vacuum

cleaner.

Lepaskan stop kontak dari sumber listrik, lindungi alat listrik dengan

plastik

Lap kaca pintu dengan lap basah sampai bersih.

Bersihkan lantai dan dinding dengan air bersih dan sabun/pembersih

Keringkan lantai dengan slaber karet dan lap pel, untuk dinding keringkan

dengan lap pel.

Cek hasil secara visual (tissue katrim)

Bila belum bersih diulangi

Pembersihan dilakukan setiap tukar produk.

Pembagian bahan yang ditimbang: dalam 1 hari dilakukan penimbangan

dengan bahan yang sama, contoh:

Hari 1 menimbang semua bahan parasetamol, hari ke 2 menimbang semua

vitamin C. hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antar bahan

dan untuk memudahkan dalam pembersihan ruangan penimbangan.

Pelaksanaan proses granulasi atau pembuatan granul dengan sistem

granulasi basah. Granulasi basah biasa disebut massa dalam, sedangkan granulasi

Page 47: Laporan PKPA KF Plant Bandung

47

kering disebut massa luar. Apabila dosis kecil biasanya dilakukan granulasi

kering, namun juga memperhatikan sifat zat aktifnya. Untuk produk dengan dosis

kecil, misalnya Captopril, Vitamin C, Dexamethason, Papaverin, pembuatan

granulnya dengan membuat SLCT terlebih dahulu karena untuk produk dengan

dosis kecil untuk mencapai homogenitas kurang baik. SLCT merupakan proses

granulasi dasar tanpa mengandung bahan aktif, dimana pertama kali membuat

bahan pembantu dulu, baru kemudian dicampur dengan bahan aktifnya supaya

homogenitas dapat tercapai.

Alurnya yaitu terbitnya SPK untuk menimbang bahan kemudian dilakukan

koreksi bahan-bahan yang akan digunakan. Apabila bahan yang akan ditimbang

kurang maka pihak PS membuat Bon Permohonan Bahan (BPB) ke gudang. Lalu

membuat etiket mengenai bahan yang ditimbang seperti nama bahan, berat bersih

bahan.

2. Ruang Pembuatan Larutan Pengikat

Ruangan ini digunakan untuk mencampur semua bahan cair, yang

didalamnya terdapat mesin penangas, mesin pencampur dan timbangan.

Setelah terbentuk larutan, kemudian ditimbang kembali karena berat

dalam bentuk serbuk tidak sama dengan bentuk larutan sehingga perlu dilakukan

penimbangan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.

3. Ruang Granulasi

Alat: Diosna.

Alat ini digunakan untuk granulasi basah dan digunakan untuk mencampur

saja. Didalam alat ini terdapat 2 baling-baling yang letaknya dibawah dan

disamping. digunakan 2 baling agar menghasilkan homogenitas yang lebih baik.

Caranya: Bahan baku diaduk selama beberapa menit, lalu ditambahkan

pengikat diaduk selama beberapa menit dengan speed 1, setelah itu di aduk

dengan speed 2 selama beberapa menit sehingga dihasilkan granul yang masih

basah, kemudian dikeringkan di ruang pengeringan menggunakan Fluid Bed

Dryer (FBD).

4. Ruang pengeringan

Alat: Fluid Bed Dryer dan Oven (Farmex®)

Page 48: Laporan PKPA KF Plant Bandung

48

FBD berupa tong besar/bulat dimana bahan dimasukan ke dalamnya,

kemudian tong tersebut masuk dan dinaikkan ke bagian atas alat dengan

menggunakan ‘lift’. Didalam alat tersebut juga terdapat alat untuk

menyemprotkan udara dan penahan. Sistem kerja alat ini seperti dilempar-lempar,

dimana dibagian atas alat terdapat penyedot debu. Alat ini digunakan untuk semua

bahan yang tahan panas (dexamethason) dan untuk produk dengan batch size

besar. Pada alat ini juga diatur suhu inlet dan outletnya.

Oven, digunakan untuk produk dengan batch size kecil karena apabila

menggunakan FBD banyak granul yang terbuang. Untuk proses pengolahan

selanjutnya dilakukan keesokan harinya karena proses pengeringan biasanya

lama.

5. Ruang pengayakan

Alat: Fizt mill (Commuting Mill)

Sistem kerja alat ini “dipukul-pukul” dan memotong-motong granul

(terdapat pisau didalam alat) yang sekaligus mengayak. Didalam alat ini terdapat

mesh dengan ukuran tertentu dam penyedot udara. Apabila berat tablet < 300 mg

maka menggunakan mesh 1,5. Setelah massa diayak lalu ditampung. Lama waktu

yang dibutuhkan dalam proses ini ±15 menit.

6. Ruang pencampuran kering

Nama alat: Double Cone Blender

Cara: Granul yang sudah diayak ditambahkan bahan-bahan tambahan

seperti amilum maedis selama beberapa menit, kemudian alat dibuka kembali dan

ditambahkan Magnesium stearat lalu diaduk selama beberapa menit. Setelah

menjadi massa lalu ditimbang (kapasitas timbang 142,5 kg) dan dikarantina untuk

dilakukan uji seperti kadar, homogenitas. Setelah diuji lalu dimasukkan ke ruang

pencetakan tablet. Biasanya massa yang dimasukkan kedalam alat ini jumlah yang

hilang tidak begitu banyak sehingga waktu ditimbang tidak berbeda jauh

Putaran alat yang digunakan x rpm. Pembersihan untuk alat ini dengan disemprot

air kemudian di lap, lalu dicuci dengan alkohol 70%. Lama waktu yang

dibutuhkan dalam proses ini ± 1 jam.

Page 49: Laporan PKPA KF Plant Bandung

49

5. Ruang Pencetakan

Sebelum proses pencetakan dimulai, dilakukan set up mesin untuk

menyesuaikan berat, kekerasan, diameter, ketebalan dan friabilitas tablet dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan. Hasil cetak dikarantina untuk menunggu hasil

pemeriksaan dari laboratorium pengujian, meliputi keseragaman kandungan dan

disolusi. Laboratorium akan mengeluarkan Laporan Analisa (LA) produk jadi

untuk tablet yang dikemas tanpa penyalutan.

Alat yang digunakan adalah Mesin Tablet Press dan alat yang digunakan

untuk mencetak tablet antara lain:

1) Killian 1

2) Killian 2

3) JCMCO 1 (tahan korosif/karat)

4) JCMCO 2

5) Cadmach CMB 4 1

6) Cadmach CMB 4 2

7) Cadmach CTX 40

8) Korsh PH 250 1

9) Korsh PH 250 2

10) Clitpress CJB 37

11) Clitpress CSD 29

Terdapat 2 tipe punch yaitu tipe B (kecil) dan D (besar). Untuk alat no 3,4,

11 menggunakan punch tipe D (diameter besar). Angka yang terdapat pada bagian

belakang tipe menggambarkan jumlah station punch, contoh Cadmach CTX 40,

Clitpress CJB 37, Clitpress CSD 29. Pemilihan tipe alat mana yang dipakai

tergantung dari ketersediaan punch dan sifat granulnya (bisa merusak alat atau

tidak), misal etambutol bersifat korosif sehingga menggunakan alat kilian

Contoh bahan yang menggunakan peralatan cetak tertentu:

• Killian 1: metronidazol, klorpromasin, quinin, nifedipin.

• Kiilian 2: ranitidin, metronidazol.

• JCMCO 1: etambutol, klorpromasin

• JCMCO 2: antasida, pirasinamid

Page 50: Laporan PKPA KF Plant Bandung

50

• Cadmach CMB 4 2: furosemid, phenobarbital, HCT

• Cadmach CMB 4 1: thiamin

• Korsh PH 250 1: prednison, simvastatin, vitamin B-12

Pengecekan tablet dilakukan setiap 15 menit dengan jumlah 10 tablet.

Terdapat evaluasi efektivitas mesin (jam efektif dalam % dan jam tidak efektif

dalam %).

Dokumen yang terdapat dalam ruang pencetakan yaitu catatan

perencanaan tablet, catatan pencetakan tablet, individual tablet, lembar AQL

(Acceptable Quality Level / batas penerimaan kualitas).

Untuk proses pencetakan tablet yang mengandung bahan nifedipin dan

klorpromasin disalut film.

Perlengkapan mesin cetak yaitu pada mesin tablet terdapat Hooper.

Hooper merupakan tempat dimana granul dimasukkan untuk dicetak dimana

proses pengisian granul pada Hooper masih dilakukan secara manual. Selain

terdapat Hooper, juga terdapat alat cetak yang akan berputar ketika proses

pencetakan dan terdapat tempat untuk keluar tablet yang sudah terbentuk.

Terdapat 2 bagian pada alat cetak yaitu punch (bagian atas) dan dusch (bagian

bawah)

Alat untuk mengukur suhu dan kelembapan ruangan yaitu

thermohigrometer yang berbentuk kotak, bagian atas suhu, bawah kelembaban.

Alat ini dikalibrasi setiap 5 tahun sekali.

Cara pembersihan alat cetak: divacum untuk pembersihan antar bets, apabila beda

produk dilakukan pembersihan total.

6. Ruang penimbangan hasil cetak

7. Ruang penyalutan

Terdapat dua macam proses penyalutan tablet yaitu salut gula (sugar

coating) dan salut film (film coating). Proses penyalutan dilakukan untuk tablet

yang tidak tahan cahaya, mudah teroksidasi, tidak tahan kelembaban dan untuk

menutupi bau serta rasa yang tidak enak dari tablet.

a. Salut GULA:

Nama mesin: sugar coating (Spruch Teknik)

Page 51: Laporan PKPA KF Plant Bandung

51

Kapasitas: 75-110 kg

Nama produk yang saat itu diproses: Vitamin B complex forte

Sistem kerja alat: memutar

Pengisian larutan penyalut dilakukan secara manual setiap 10 menit.

Bahan penyalut:

Gula simplex dipanaskan lebih dulu dengan penangas

Talk

Gelatin

Pembersihan: apabila banyak debu dicuci dengan air panas

Proses penyalutan:

Gambar 2. Proses Penyalutan Tablet

Complexi (penyalutan 1) untuk proteksi dan supaya

larutan penyalut bisa menempel pada permukaan tablet

Coating 3 (karbonat+titan diokside+gula+talk+gelatin)

Smooting (gula simplex+talk+gelatin)

Coating 2 (gula simplex+talk+gelatin+karbonat)

Lalu dicampur dengan alkohol untuk membantu meningkatkan perlekatan

Coating 1 (gula simplex+talk+gelatin)

Subcoating (gula simplex+talk+gelatin) untuk melindungi tablet

Diberi pewarna biru 1,2,3

Polising utk pengilat

Page 52: Laporan PKPA KF Plant Bandung

52

Untuk pemberian polising hanya untuk tablet yang disalut gula, sedangkan

OpaGloss untuk kina bentuk serbuk. Fungsi titan diokside untuk pemutih.

b) Salut Film

Nama alat: Film Coating (Accela Cota)

Kapasitas: 70-100 kg

Produk yang saat itu sedang diproduksi: Etambutol 500 mg

Pada alat ini terdapat spray gun, dimana prosesnya larutan disedot

menggunakan pipa lalu masuk ke dalam spray gun, langsung disemprotkan ke

tablet dan alat tersebut berputar. Pada alat ini juga terdapat pemanas atau steam

sehingga tablet yang telah tersalut langsung kering. Setelah tablet selesai disalut

lalu dikeringkan tujuannya untuk mencegah tablet agar tidak cepat rusak.

Bahan yang digunakan untuk salut film: Obadray, aqua, alkohol. Pemilihan

bahan penyalut tergantung bahan aktifnya. Contohnya, Aqua DM+obadray untuk

bahan seperti etambutol, klorpromasin, nifedipin, levofloxasin. Alkohol+obadray

untuk bahan seperti verapamil, ergotamil, proteksi kina. Bahan penyalut

disemprotkan tiap 70-100 g/menit.

Alat untuk pengkilatan adalah poushing dimana prosesnya tanpa

pemanasan karena bahan yang dipakai cepat kering. Alatnya berputar dengan rpm

tertentu per menit.

8. Pengemasan (Mesin stripping)

Bagian PPPI mengeluarkan SPK pengemasan untuk tablet. Macam

pengemas primer yang digunakan adalah strip, blister dan botol. Untuk blister dan

strip dilakukan pemeriksaan oleh Supervisor Dalam Proses Pengemasan (SPDPK)

meliputi estetika, tanggal kadaluarsa, nomor bets setiap 1 jam dan tes kebocoran

sebanyak tiga kali yaitu awal, tengah dan akhir proses kemas.

Pengemasan sekunder dilakukan setelah pengemasan primer selesai

dilakukan. Pemeriksaan oleh PDPK meliputi kesesuaian jumlah blister, strip

dalam dus dan botol dalam box, estetika, nomor bets, tanggal kadaluarsa dan

leaflet.

Mesin yang digunakan yaitu HCD, dengan cara:

Page 53: Laporan PKPA KF Plant Bandung

53

Tablet masuk ke dalam Hooper kemudian masuk ke alur molding roll

yang didalamnya terdapat pemanas. Hooper ini dijalankan dengan mesin

penggerak lalu masuk ke sebuah sensor, kemudian masuk ke jalur berikutnya

untuk dihimpitkan atau dilekatkan, selanjutnya akan melalui pisau pemotong

strip menjadi 10 tablet pada 1 kemasan.

Setelah tablet selesai dikemas maka dilakukan pemeriksaan akhir yang

dilakukan oleh SPA dengan sampling sejumlah √n+1. Lalu, distempel ‘setuju

keluar’ oleh SPA untuk menjamin bahwa produk dapat dikirim ke gudang.

Produk jadi dikirim ke gudang dengan bon 5 dan selanjutnya dikirim ke

Unit Logistik Sentral (ULS).

2. Bagian Produksi II

Bagian produksi II merupakan bagian yang memproduksi serbuk, cairan

dan fitofarmaka. Sediaan serbuk yang diproduksi adalah oralit. Sediaan cair yang

diproduksi adalah sediaan sirup (sirup dextrometorphan, sirup parasetamol) dan

sediaan suspensi (suspensi cotrimoxazole dan suspensi kloramfenikol).

Fitofarmaka yang diproduksi yaitu Batugin® dan Enkasari®.

Semua aqua yang digunakan untuk proses produksi menggunakan aqua

demineralisata. Bahan baku air berasal dari air PDAM yang ditampung dalam bak

bahan baku, kemudian dilakukan penyaringan dengan alat Multisorb lalu dialirkan

ke tanki I, yaitu tanki bahan baku. Air dari tanki I dialirkan melalui tanki resin

penukar kation untuk menangkap ion positif kemudian ke tanki penukar resin

anion untuk menangkap ion negatif. Air yang dihasilkan dimasukan ke tanki

setengah jadi untuk dilakukan pemeriksaan pH dan kadar ion-ion tertentu. Apabila

telah memenuhi syarat, maka proses dilanjutkan dengan mengalirkan air dari tanki

setengah jadi ke tanki mixed bed untuk menyempurnakan proses pengikatan

kation dan anion. Selanjutnya air yang dihasilkan dimasukkan ke dalam bak

penampungan jadi, kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai dengan yang

dipersyaratkan untuk aqua demineralisata. Setelah memenuhi syarat aqua

demineralisata siap disalurkan untuk proses produksi. Alur proses pembuatan

aqua demineralisata dapat dilihat pada lampiran 11.

Page 54: Laporan PKPA KF Plant Bandung

54

1) Serbuk

Alur proses produksi serbuk oralit dapat dilihat pada lampiran 5.

Sediaan serbuk yang diproduksi adalah oralit. PPPI mengeluarkan SPK

produksi yang dilampirir CPB dan BSTBB kepada Bagian Produksi II untuk

memproduksi oralit dalam jumlah tertentu dan dalam waktu tertentu yang sudah

ditetapkan. Bahan-bahan yang digunakan untuk produksi oralit adalah NaCl, KCl,

Sukrosa anhidrat dan essence. Proses produksi oralit dilakukan dalam ruangan

dengan suhu dan kelembaban terkontrol, kemudian dilakukan pencampuran bahan

dalam mesin supermixer.

Setelah dilakukan pencampuran, hasil pencampuran disimpan dan diberi

label kuning (karantina) untuk dilakukan sampling oleh bagian SPDPP, kemudian

dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium pengujian yang meliputi pemerian, pH

dan kadar hasil pencampuran. setelah dinyatakan lulus uji, dilakukan pengisian

serbuk kedalam sachet dengan menggunakan mesin Rotar. Pemeriksaaan selama

pengisian yang meliputi keseragaman bobot sachet dan uji kebocoran dilakukan

oleh pelaksana PDPK. Uji kebocoran dilakukan dengan alat Vaccum Leag Tester,

kemudian kemasan sachet dibuka untuk mengetahui kebocoran.

Setelah lulus uji, dilakukan pengemasan sekunder dalam dus dan box.

Dilakukan pemeriksaan oleh Pelaksana PDPK meliputi estetika, jumlah sachet

dalam dus, jumlah dus dalam box, kelengkapan identitas kemasan. Pemeriksaan

dilakukan dengan pengambilan sampel sejumlah √n +1 oleh SPA, jika lulus uji

diberi label ‘setuju dikeluarkan’ selanjutnya produk jadi akan dikirimkan ke

gudang produk jadi.

Cara menguji kebocoran yaitu:

1. Masukkan blister atau strip ke eksikator, kemudian tutup eksikator

2. Tekan power on supaya pompa vakum bekerja

3. Pastikan tekanan udara, 20 cmHg, diamkan 3 menit

4. Tekan tombol off, lalu diamkan 3 menit

5. Keluarkan strip dari dalam eksikator

6. Bersihkan bagian luar blister dari larutan metilen blue

7. Keluarkan tablet dari dalam blister atau strip

Page 55: Laporan PKPA KF Plant Bandung

55

8. Cek:

Apabila tablet basah dan warna biru karena metilen blue artinya ada

kebocoran.

2) Sirup

Alur proses produksi sirup dapat dilihat pada lampiran 6.

Proses produksi dimulai dengan penimbangan bahan di Penimbangan

Sentral. Kemudian dilakukan pembuatan sirup simpleks dengan menggunakan

alat Melting pada suhu tertentu. Setelah dilakukan pelarutan, lalu disaring

menggunakan kain monel.

Bahan aktif dan bahan tambahan (termasuk sirup simpleks) dilarutkan

dalam pelarut sesuai dengan CPB, pencampuran ini menggunakan Mixing Tank.

Kemudian dipindahkan dalam Storage Tank dan dilakukan sampling oleh

pelaksana PDPK. Lalu, dilakukan pemeriksaan pemerian, pH, bobot jenis dan

kadar oleh Laboratorium Pengujian.

Setelah lulus uji, dilakukan proses pengisian dalam botol melalui Storage

Tank sedikit demi sedikit. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan oleh bagian

SPDPK mengenai volume sediaan, kemudian dilakukan penutupan botol

menggunakan Cap Sealing Machine dengan pemeriksaan terhadap kerapatan atau

kekencangan tutup, penempelan etiket, serta penandaan kemasan oleh bagian

SPDPK. Setelah dinyatakan lulus uji, dilakukan proses pengemasan botol dalam

dus atau box. Pelaksana PDPK melakukan pemeriksaan meliputi estetika,

kerapatan tutup botol, leaflet dan jumlah botol dalam box. Setelah dinyatakan

lulus uji, produk jadi dikirim ke gudang produk jadi.

3) Suspensi

Skema alur proses produksi suspensi dapat dilihat dalam lampiran 7.

Proses produksi suspensi dimulai dengan pengayakan bahan aktif dan

CMC-Na, kemudian dilakukan penimbangan bahan aktif, CMC-Na dan bahan

tambahan di penimbangan sentral.

CMC-Na dikembangkan diatas air panas dan didiamkan selama satu

malam. Sirup simpleks dengan volume yang sesuai dicampur dengan zat aktif

Page 56: Laporan PKPA KF Plant Bandung

56

yang sudah diayak dalam Mixer. Kemudian campuran sirup simpleks dan CMC-

Na dan campuran surfaktan dimasukkan dalam Koloid Mill, lalu campur

menggunakan Ultraturax. Hasil pencampuran tersebut dimasukkan ke dalam

Storange Tank (dikarantina) untuk disampling oleh bagian SPDPP. Pemeriksaan

yang dilakukan meliputi pemerian, pH, bobot jenis, kadar dan viskositas oleh

Laboratorium Pengujian.

Setelah lulus uji dilanjutkan dengan proses pengisian cairan ke dalam

botol. Bagian SPDPK melakukan pemeriksaan meliputi volume larutan, kemudian

dilakukan penutupan botol dengan Cap Sealing Machine. Setelah dilakukan

penutupan botol kemudian dilakukan pemeriksaan oleh SPDPK meliputi

kekencangan penutupan, penempelan etiket dan penandaannya, kemudian

dilakukan proses pengemasan sekunder dalam box. SPA melakukan pemeriksaan

akhir jumlah botol dalam box. Setelah dinyatakan lulus uji, produk jadi akan

dikirim ke gudang obat jadi.

4) Fitofarmaka

Produk fitofarmaka yang dihasilkan yaitu Enkasari yang dibuat dari

Tingtur Sirih, Tingtur Daun Saga dan Succus Liquiritae dan Batugin Eliksir yang

dibuat dari ekstrak Tempuyung dan Kejibeling. Alur proses produksi fitofarmaka

dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9.

3. Bagian Produksi III (Pil KB, dan AKDR)

a) Produksi Pil KB

Produk-produk yang dihasilkan di bagian produksi pil KB antara lain

Mikrodiol 30 program pemerintah, pil KB Limas (Lingkaran Emas), Program

BKKBN dan pil KB I kombinasi. Produk pil KB berisi dua jenis tablet untuk

setiap kemasannya yaitu 21 tablet berisi hormon atau oral contraceptive (OC) dan

7 tablet placebo. Oleh karena itu, ruang produksi untuk pembuatan tablet dibagi

menjadi 2 bagian terpisah yaitu untuk pembuatan tablet placebo dan OC.

Ruang produksi tablet OC merupakan ruang produksi abu-abu yang

mempunyai pengaturan sistem udara khusus dimana tekanan udara di dalam ruang

produksi lebih kecil dibanding tekanan udara di koridor untuk menghindari

Page 57: Laporan PKPA KF Plant Bandung

57

kontaminasi atau keluarnya mikropartikel bahan aktif dari dalam ruang produksi.

Pengaturan sistem tata udara di ruang produksi tablet (AHU) dengan ruang

produksi hormon berbeda, dimana untuk ruang produksi OC menggunakan 100%

fresh air sedangkan untuk ruang produksi placebo menggunakan 20% fresh air.

Selain itu pada pintu keluar dilengkapi dengan air shower untuk menghilangkan

partikel-partikel serbuk hormon. Penimbangan hormon dilakukan didalam

Laminar Air Flow (LAF) karena jumlah yang ditimbang sangat kecil serta untuk

menghindari kontaminasi hormon dalam ruangan. Terdapat juga dust collector

yang digunakan untuk menghisap dan menampung debu, caranya debu yang

terhisap akan disaring, kemudian debu ditampung kebawah, dan udara yang tidak

mengandung debu dibuang keluar.

Produksi tablet hormon dilakukan berdasarkan SPK Produksi dan SPK

Pengemasan dari PPPI, dimana PPPI sebelumnya telah mengevaluasi ketersediaan

bahan. SPK Produksi beserta CPB dan BSTBB akan diserahkan ke penimbangan

sentral khusus dibagian produksi hormon untuk dilakukan penimbangan bahan

(untuk tablet hormon) sesuai dengan yang tertera pada CPB. Selanjutnya bagian

produksi akan memeriksa apakah sudah sesuai dengan CPB. Bahan yang telah

ditimbang dibawa ke ruang produksi untuk kemudian diproses.

Selain ruangan memiliki sistem pengaturan udara khusus, personil yang

berkerja dalam ruang produksi hormon diberi pakaian kerja khusus antara lain

pakaian, masker, helm khusus yang dilengkapi dengan sistem filter udara.

Bahan aktif untuk hormon yaitu levonorgestrel dan etinilestradiol,

sedangkan placebo terdiri dari bahan-bahan pembantu yaitu pengisi, pengikat,

penghancur dan pelicir. Pada prinsipnya, pembuatan tablet hormon sama dengan

pembuatan tablet non hormon yaitu dengan proses granulasi basah.

Produksi tablet OC, setelah bahan ditimbang di LAF, kemudian dilakukan

proses granulasi basah dimana zat aktif dilarutkan larutan pengikat (didalam

Super Mixer) kemudian hasilnya disemprotkan ke Fluidbed Granulator (FBG)

secara bertahap selama 54 menit. Selanjutnya dilakukan pengeringan, pada proses

pengeringan ini dilakukan pemeriksaan IPC LOD untuk mengetahui kadar air

dalam granul kering. Selanjutnya granul diayak kering dengan mesin FitzMill.

Page 58: Laporan PKPA KF Plant Bandung

58

Massa granul yang dihasilkan kemudian dicampur dengan fasa luar (bahan

pelincir) dengan mesin FBG. Kemudian dilakukan proses pencetakan dengan

mesin Killian.

Selama proses pencetakan dilakukan pemeriksaan IPC setiap meliputi

keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet, kekerasan, dan kerapuhan. Saat

tablet selesai dicetak dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium pengujian yang

meliputi kadar, keseragaman kandungan, disolusi, pemerian, keseragaman bobot,

ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur. Setelah tablet

placebo dan tablet OC dinyatakan lulus uji, selanjutnya masuk ke proses

pengemasan blistering dengan mesin BlisterUhlmann. Pada proses ini dilakukan

IPC meliputi uji kebocoran, estetika, dan kelengkapan penandaan pada kemasan,

selanjutnya dilakukan pengemasan sekunder dengan IPC meliputi estetika dan

perhitungan jumlah blister.

b) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Produk-produk yang dihasilkan oleh bagian AKDR yaitu Copper T Limas,

Copper T Libi, Copper T BKKBN dan Copper T untuk ekspor. Copper T yang

dihasilkan dinamakan Copper T 380 A karena terbuat dari frame T dengan lilitan

tembaga, plunger.

f. Bagian Pengawasan Mutu

Bagian Pengawasan Mutu bertugas melakukan pengujian terhadap bahan

baku, bahan kemas, produk ruahan, produk jadi, pengujian mikro, dan limbah

cair, pengawasan kina mulai dari bahan baku sampai produk jadi, IPC

pengawasan produksi, dan IPC pengawasan kemasan produk jadi. Bagian

pengawasan mutu bertanggung jawab untuk menjamin bahwa produk yang

diterima oleh konsumen dan yang dilepas kepasaran sesuai dengan spesifikasi

yang telah ditetapkan. Pemeriksaan yang umumnya dilakukan oleh bagian

pengawasan Mutu antara lain:

1. Pemeriksaan Bahan Baku

Tugasnya melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang datang

secara organoleptis dan kimia. Sebagai bukti kalau Bagian Pengawasan Mutu

Page 59: Laporan PKPA KF Plant Bandung

59

telah memeriksa, maka diterbitkan LA. Jumlah yang disampling √N+1 untuk

masing–masing bets dan bila yang datang hanya 3 bets atau kurang maka akan

disampling semua. Jika ada bahan baku tertentu yang masih disimpan dalam

gudang dalam waktu relatif lama maka akan disampling ulang, contoh untuk

vitamin tiap 6 bulan sekali akan diperiksa ulang, bahan aktif setahun sekali dan

bahan pembantu 2 tahun sekali.

2. Pemeriksaan Bahan Kemas

Dilakukan pemeriksaan pada saat barang datang. BTBS dari bagian

gudang akan diserahkan keseksi pemeriksaan bahan kemas. Kemudian akan

dilakukan sampling √n+1 dalam kardus–kardus yang datang. Bila dalam kardus

tersebut terdapat dus yang lebih kecil lagi dalam bentuk ikatan maka akan

disampling sebanyak √n+1, pemeriksaan meliputi jumlah, dimensi, estetika,

penampilan sesuai atau tidak dengan spesifikasi, berfungsi tidaknya bahan kemas

tersebut pada peralatan produksi. Bahan kemas yang disimpan dalam waktu

tertentu di gudang juga akan diperiksa ulang tiap 2 tahun sekali, contoh bahan

kemas yang juga diperiksa oleh seksi ini adalah aluminium foil, leaflet, botol,

silica gel, poliselonium.

3. Pemeriksaan Produk Ruahan dan Pemeriksaan Produk Jadi

Pemeriksaan yang dilakukan oleh kedua seksi ini adalah pemeriksaan

produk ruahan dan produk jadi dari sediaan yang diproduksi. Tiap produk

mempunyai spesifikasi tersendiri dengan mengacu pada pustaka resmi. Bila

hasilnya memenuhi spesifikasi akan direalese untuk mengikuti proses lanjutnya,

jika tidak lulus uji akan diinvestigasi kesalahannya untuk menentukan langkah

perbaikan.

4. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Limbah Cair

Tugas dari seksi ini adalah melakukan:

1. Pemeriksaan bahan baku yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi.

Page 60: Laporan PKPA KF Plant Bandung

60

2. Pemeriksaan produk jadi yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi,

contoh Fitofarmaka.

3. Pemeriksaan air yang dipergunakan untuk proses produksi.

4. Pemantauan ruang proses produksi (pada saat bekerja) apakah memenuhi

syarat mikrobiologi meliputi angka kuman dan angka jamur serta bakteri

patogen.

5. Pemantauan terhadap air limbah.

Limbah yang diperiksa hanya cair saja apakah sesuai dengan standar

kementerian lingkungan hidup. Pemeriksaan meliputi bakteri pencemar dan

bakteri patogen serta pemeriksaan fisik meliputi keasaman, amoniak, Biological

Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD).

5. IPCP (Pengawasan Dalam Proses Produksi)

Supervisor IPC Produksime lakukan pengawasan selama proses produksi,

yaitu:

Pengecekan bahan sebelum proses menjadi produk ruahan yang siap

kemas.

Hasil proses pencampuran menjadi massa cetak atau cairan (produk ruahan

atau produk antara) diperiksa di Pengawasan Mutu.

Pada proses produksi tablet, pemeriksaan yang dilakukan IPC produksi

meliputi pemeriksaan kebenaran bahan dan jumlahnya sesuai apa tidak

dengan CPB, pemeriksaan fisik granul, pemeriksaan uji kekerasan, dan

bobot tablet.

Pada proses produksi cairan dan serbuk, pemeriksaannya meliputi

kebenaran bahan dan jumlah sesuai CPB, tes kebocoran, volume untuk

sediaan cair, pemeriksaan berat untuk serbuk, dan penandaannya (Expired

Date dan no.Bets).

Page 61: Laporan PKPA KF Plant Bandung

61

g. Bagian Pemastian Mutu

Bagian pemastian Mutu dikepalai oleh seorang Asisten Manager yang

membawahi tiga supervisor, yaitu:

1. Penanganan Keluhan

Penanganan keluhan pelanggan dilakukan oleh regulasi pelaksanaan

CPOB. Tugas pemastian mutu yaitu:

Menangani keluhan pelanggan, meliputi mutu & kemasan

Sampling pasar

Sampling pasar dilakukan melalui outlet–outlet apotek kimia farmasi-

Indonesia Kemudian dilakukan pemeriksaan spesifikasi masing–masing

produk. Jika tidak memenuhi syarat maka sampel pertinggal diperiksa.

Jika tidak ada tanggapan dari ULS maka dianggap nihil.

Evaluasi CKB & CPB

Pemantauan produk yang tidak sesuai bertujuan untuk menyelidiki

kemungkinan kegagalan pembuatan.

Inspeksi diri

2. Stabilitas

Uji stabilitas dilakukan untuk produk baru dan produk lama. Alat uji

stabilitas yaitu Chemetric Chambers dengan cara dipercepat dan jangka panjang.

a. Produk baru

Jangka panjang

Dimana menurut Good Manufacturing Practices (GMP) ASEAN,

dilakukan selama 5 tahun dengan suhu 30 ºC ± 2 ºC dan RH 75% ± 5%.

Dipercepat

Dilakukan selama 6 bulan dengan suhu 40 ºC ± 2 ºC dan Relative

Humidity (RH) 75% ± 5%.

b. Produk lama

Produk lama dilakukan uji stabilitas 1 bets dalam 1 tahun pada produk

pasca pemasaran, produk reproses, concurent validasi, jika ada produk

yang berubah bahan pengemasnya, perubahan formulasi proses.

3. Kalibrasi

Page 62: Laporan PKPA KF Plant Bandung

62

Berdasarkan metode kalibrasi, peralatan terkalibrasi dibedakan sebagai

berikut:

Kalibrasi Eksternal, yaitu peralatan dikalibrasi oleh pihak luar (bukan

oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung), seperti Balai

Besar Logam dan Mesin (BBLM), LIPI, atau pihak lain yang

terakreditasi dan berhak menerbitkan sertifikat kalibrasi.

Kalibrasi internal, yaitu kalibrasi yang dilakukan oleh PT. Kimia

Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung sendiri (seksi kalibrasi) dengan

menggunakan standar yang sudah dikalibrasi oleh pihak luar.

Contohnya: HPLC.

h. Pengembangan Produk

Pengembangan Produk merupakan bagian dari pengelolaan mutu, yang

bertanggung jawab terhadap pengembangan produk-produk lama dilingkungan

Plant Bandung.

1. Pengembangan Formula

Tugas & tanggung jawab:

Bersama dengan Riset dan Pengembangan (Risbang) melakukan trial

produksi dan validasi produk baru.

Mengatasi permasalahan produk lama.

Melakukan trial untuk bahan baku alternatif (zat aktif & tambahan).

Membuat formula bahan baku yang diusulkan CPB.

Melakukan perbaikan metode analisa yang tidak valid.

Mencari metode analisa alternatif.

2. Pengembangan Bahan Kemas

Tugas & tanggung jawab:

Menyiapkan rancangan kemasan produk baru sampai spesifikasinya.

Melakukan revisi kemasan.

Membuat formula bahan kemas dan diusulkan ke CKB.

Page 63: Laporan PKPA KF Plant Bandung

63

Melakukan trial bahan kemas design baru atau dari supplier baru.

i. Bagian Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L)

Bagian Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan dikepalai oleh

seorang Asisten Manajer yang membawahi dua supervisor, yaitu Supervisor

Lingkungan dan Supervisor Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam supervisor

lingkungan terdapat 10 orang dimana 6 orang di bagian limbah cair dan 4 orang

bagian limbah padat yang akan dijadikan briket.

Tugas dari bagian keselamatan, kesehatan kerja antara lain:

1. Mensosialisasikan keselamatan, kesehatan kerja

Yang disosialisasikan oleh bagian K3 yaitu Alat Pelindung Diri (APD),

denah ruangan, alat pemadam kebakaran (Hydrant, APAR), pesawat

angkat angkut, boiler.

2. Mengawasi berjalananya K3 yang tujuannya untuk melindungi dan

memfasilitasi pegawai

3. Sekretaris Panitia Pembina K3 (P2K3)

4. Pengendalian hama

Pengelolaan limbah di PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

dilakukan sesuai dengan jenis limbahnya. Tugas dari bagian lingkungan yaitu

mengawasi pengolahan limbah cair, limbah padat-briket maupun limbah P3.

Limbah yang dihasilkan dibedakan menjadi limbah padat dan limbah cair. Untuk

limbah padat berupa ampas kina diolah menjadi briket, dan limbah B3

pemusnahannya dengan menggunakan incinerator oleh pihak ketiga, sedangkan

untuk limbah cair diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Instalasi Pengolahan Air Limbah sebagian besar mengelola limbah yang

berasal dari proses kulit kina dan sebagian lagi dari limbah formulasi. Limbah

yang diolah melibatkan proses fisika, kimia, dan biologi.

Pengolahan limbah menggunakan proses fisika dilakukan dengan

pengadukan mekanik, dimana limbah berupa ampas kina dari ekstraktor yang

masih mengandung air dipisahkan dengan pengadukan mekanik. Limbah padat ini

kemudian diendapkan, di cuci berkali–kali dan dikeringkan dengan beddrying

Page 64: Laporan PKPA KF Plant Bandung

64

kemudian limbah padat kering ditimbun dan dikirim ketempat pembuangan

sampah ampas, lalu diproses menjadi briket, sedangkan limbah cair masuk ke

dalam bak penampungan untuk diproses secara kimia.

Pada proses kimia dilakukan pengaturan pH dengan penambahan asam

fosfat untuk menetralkan limbah cair yang bersifat basa. Selanjutnya limbah

diproses secara biologi. Fungsi dari asam fosfat disini juga untuk menurunkan

COD.

Proses biologi melalui 2 tahap yaitu tahap pertama merupakan proses

anaerob dimana air dialirkan ke bak anaerob tertutup, kemudian gas yang

keluarkan ditampung dalam exhauster. Bahan–bahan organik akan didegradasi

secara anaerob sehingga beban organik akan turun karena “dimakan” oleh

mikroorganisme anaerob. Setelah itu dialirkan ke bak aerob, sebelum masuk bak

aerob, diberikan aerator untuk meningkatkan kadar oksigen yang terlarut dalam

air. Dalam bak aerob ini bahan organik akan diuraikan secara aerob dengan

oksigen yang dialirkan melalui diffuser yang juga melalui blower. Untuk

menyempurnakan proses pemisahan partikel padat maka ditambah dengan

koagulan Poly Aluminium Chlorida (PAC) agar secara visual diperoleh filtrat

yang lebih jernih, kemudian dilakukan penyaringan dan ditampung di bak kontrol.

Jika air limbah yang dihasilkan memenuhi persyaratan, maka akan dialirkan ke

sungai Cikapundung. Pemeriksaan air meliputi: BOD, COD, Total Solute Solvent

(TSS), Total N, Fenol, dan pH. Untuk pengukuran pH, COD dan TSS dilakukan

setiap hari.

j. Bagian Teknik dan Pemeliharaan

Bagian teknik dan pemeliharaan bertugas untuk menunjang keberadaan

pabrik sehingga proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan memelihara

mesin-mesin, listrik dan bangunan. Bagian teknik dan pemeliharaan terdapat

asisten manajer yang membawahi 2 supervisor yaitu:

1. Supervisor mekanik, berhubungan dengan mesin-mesin produksi

2. Supervisor bangunan listrik dan energi

Page 65: Laporan PKPA KF Plant Bandung

65

Selain pemeliharaan rutin baik mekanik, energi dan listrik, tiap-tiap bagian

dalam pabrik memiliki jadwal pemeriksaan rutin. Pemeliharaan ringan dilakukan

setiap satu bulan seperti pembersihan AHU (Air Handling Unit) filter, mesin-

mesin tablet pemeriksaannya setiap satu tahun. Perbaikan mesin tergantung dari

jenis mesin dan frekuensi pemakaian mesin.

Apabila terjadi kerusakan di salah satu bagian pabrik, bagian tersebut akan

membuat Surat Perintah Perbaikan Teknik (SPPTek) yang ditujukan kepada

Bagian Teknik dan Pemeliharaan. Bagian Teknik dan Pemeliharaan akan segera

ke lapangan untuk mengidentifikasi kerusakan. Apabila tidak membutuhkan

barang untuk perbaikan sarana tersebut, maka bagian teknik dan pemeliharaan

dapat langsung memperbaiki kerusakan. Apabila membutuhkan barang untuk

perbaikan kerusakan maka bagian teknik dan pemeliharaan membuat Surat

Permintaan Pembelian Barang Teknik (SPPBT) ditujukan kepada bagian

pembelian non produksi. SPPBT tersebut ditandatangani oleh asisten manajer

teknik dan pemeliharaan dan disetujui oleh plant manager.

Apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki oleh bagian teknik dan

pemeliharaan, bagian pemeliharaan akan membuat SPK untuk pihak ketiga. SPK

dibuat oleh asisten manajer teknik dan pemeliharaan dan disetujui oleh plant

manajer. apabila peralatan telah diperbaiki, maka bagian yang mengajukan

permohonan perbaikan akan memeriksa peralatan tersebut dan jika sudah sesuai,

kepala manajer bagian tersebut akan menandatangani surat perbaikan yang

disetujui oleh plant manager.

Page 66: Laporan PKPA KF Plant Bandung

66

BAB IV

TUGAS KHUSUS

A. LATAR BELAKANG

Salah satu ciri era globalisasi adalah “semakin menipisnya batas-

batas antar negara” karena kemajuan teknologi terutama di bidang

komunikasi dan informasi. Globalisasi tidak bisa dihindari oleh siapa pun.

Mau tidak mau, globalisasi akan merambah semua negara dan segala

aspek yang ada di dalamnya. Dalam era globalisasi, negara yang memiliki

kekuatan ekonomi dan sumber daya manusia yang kuat akan

memenangkan persaingan global. Sebaliknya, negara yang lemah secara

ekonomi maupun sumber daya manusia, akan tersisih. Terkait dengan

ditanda tanganinya harmonisasi pasar ASEAN tahun 2008 oleh ke-11

pemimpin negara ASEAN, di mana kesehatan/produk farmasi, merupakan

salah satu komoditi yang ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN

tersebut. Dengan adanya harmonisasi ini, semua produk dari negara

anggota ASEAN bebas masuk dan dipasarkan ke anggota yang lain,

termasuk produk farmasi tanpa adanya hambatan tarif bea masuk.

Dilihat dari segi kepentingan konsumen, era perdagangan bebas ini

sangat menguntungkan karena konsumen akan memiliki berbagai alternatif

dalam memenuhi kebutuhannya. Konsumen tentu akan memilih barang

atau jasa yang berkualitas dengan harga yang relatif murah serta pelayanan

yang lebih cepat/baik. Sedangkan dari sisi produsen, khususnya industri

dalam negeri, era globalisasi menjadi ancaman terutama terhadap produk-

produk luar negeri yang selama ini harganya lebih mahal karena dikenakan

tarif bea masuk yang tinggi. Demikian pula sebaliknya terhadap produk

dalam negeri akan memperoleh kebebasan untuk memasuki pasar di luar

negeri. Kondisi ini tentunya akan memicu persaingan yang semakin tinggi,

khususnya di Indonesia, karena dengan jumlah penduduknya yang terbesar

di kawasan ASEAN, menjadikan Indonesia pasar yang sangat potensial.

Page 67: Laporan PKPA KF Plant Bandung

67

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung merupakan salah

satu industri farmasi milik pemerintah yang menghasilkan berbagai jenis

produk obat dan alat kesehatan yang bermanfaat bagi kesehatan

masyarakat. Sebagai salah satu industri farmasi, PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Bandung harus mampu menyediakan obat yang

berkualitas kepada masyarakat. Berkualitas berarti obat tersebut harus

aman (safety), manjur/berkhasiat (efficacy) dan dapat diterima

(acceptable) oleh masyarakat. Oleh karena itu, obat yang diproduksi harus

mengalami proses penanganan secara ketat (highly regulated) dalam

pembuatannya sampai distribusinya ke konsumen. Untuk menjamin hal

tersebut maka diterapkan pedoman yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) Terkini dan sertifikat ISO menurut standar International

Organization for Standarization.

Untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkan merupakan

produk yang berkualitas, maka perlu dilakukan pengawasan mutu salah

satunya adalah manajemen produksi, Salah satu aspek penting dalam

manajemen produksi di perusahaan farmasi adalah perencanaan, karena

dengan perencanaan yang baik dapat tercipta efisiensi yang tinggi yang

pada ujungnya akan meningkatkan profit perusahaan. Sebaliknya system

perencanaan yang buruk akan menimbulkan pemborosan, keterlambatan

supply dan biaya tinggi, hal ini yang harus selalu dihindari.

Perencanaan produksi sangat erat kaitannya dengan kapasitas

produksi, sumber daya yang tersedia mulai dari man power, material,

peralatan pendukung hingga supporting departemen. Disisi lain

perencanaan juga harus berdasarkan permintaan dari pelanggan terhadap

produk dipasarkan, jangan sampai ada kesenjangan antara produk yang

diminta di pasar dengan produk yang di produksi di pabrik. Disini perlu

dilakukan upaya sinkornisasi antara rencana penjualan yang didasarkan

pada marketing forecast dengan bagian perencanaan produksi. Dari

forecast tersebut maka bagian perencanaan bisa menghitung kebutuhan

Page 68: Laporan PKPA KF Plant Bandung

68

bahan, kapasitas produksi yang dibutuhkan, man power, fasilitas

pendukung lain yang diperlukan, serta Lead time proses produksinya.

B. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Berapa nilai Lead time proses produksi 10 item produk Pareto A

di bagian produksi 1 Kimia farma plant Bandung?

2. Apa penyebab perbedaan nilai lead time proses produksi pada

masing masing item produk yang sejenis.

3. Berapa nilai CPK dan PPK dari lead time masing-masing item

produk tersebut

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui nilai Lead time proses produksi 10 item produk

Pareto A di bagian produksi 1 Kimia farma plant Bandung

2. Untuk mengetahui penyebab perbedaan nilai lead time proses

produksi pada masing masing item produk yang sejenis.

3. Untuk mengetahui nilai CPK dan PPK dari lead time masing-

masing item produk tersebut

D. MANFAAT

Dengan mengetahui mengetahui Lead Time proses produksi maka

anatara lain:

1. Dapat melakukan forecast terhadap lama waktu produksi,

jumlah kapasitas produksi dan biaya produksi.

2. Dapat lebih mengefisiensikan dan mengoptimalkan waktu

produksi terhadap jumlah kapasitas produksi.

3. Menjaga kualitas lebih seragam sesuai standar yang ada

4. Dapat memudahkan peramalan (forecast) pengadaan,

pendistribusian, dan penjualan.

5. Memaksimalkan sumber daya (orang, mesin, alat dan ruang

penyimpanan)

Page 69: Laporan PKPA KF Plant Bandung

69

E. TINJAUAN PUSTAKA

a. Lead Time Proses Produksi dan perencanaan produksi

Secara umum Lead Time didefeniskan yaitu Jumlah menit, jam, atau

hari yang harus diizinkan untuk menyelesaikan operasi atau proses, atau

harus dilalui sebelum tindakan yang diinginkan terjadi. Lead Time

merupakan salah satu indicator terpenting untuk mengukur Kinerja bagian

Processing / Produksi, disamping quality dan cost pastinya. Dengan kata

lain Lead Time adalah waktu yang diperlukan oleh bagian

processing/produksi untuk memproduksi item produk per capacity yang

sudah ditentukan.

Misal Lead Time produksi captopril 12,5 = 15 Day, ini bisa

diartikan waktu yang diperlukan untuk processing mulai dari tahap awal

sampai akhir ( captopril 12,5 ) memerlukan waktu 15 hari, dengan batasan

produksi sebesar x unit capacity. Semakin kecil nilai lead time, berarti

produk bisa diproduksi dengan waktu lebih cepat, dan ini semakin bagus

tentunya. Lead Time menjadi indikator bagi :

1. Volume atau capasitas actual produksi untuk setiap Item

2. Ketepatan Waktu Proses

3. Performance Engineering

4. Kemampuan Control Proses

Divisi yang paling strategis dalam tahap ini yaitu PPIC, mereka akan

arrange kapan Start Produksi dengan memastikan terlebih dahulu

kecukupan bahan baku. Kunci utama dalam memperpendek lead time yaitu

pada kapasitas produksi yang terus ditingkatkan, dengan cara :

1. Control Proses Produksi dengan lebih baik

2. Penambahan Mesin

3. Re-engineering, atau up grade teknologi permesinan

Penjadwalan produksi merupakan salah satu tahap penting sebelum

memulai kegiatan produksi. Waktu penyelesaian produk patut

diperhitungkan oleh perusahaan. Keterlambatan produksi akan merugikan

perusahaan karena dapat mengurangi kepercayaan pelanggan terhadap

Page 70: Laporan PKPA KF Plant Bandung

70

perusahaan. Namun bila produksi tersebut dapat diselesaikan terlalu awal

dari Due date yang telah ditetapkan, maka biaya simpan juga akan

bertambah.

Selain waktu penyelesaian produk, hal lain yang perlu diperhatikan

oleh perusahaan adalah kebutuhan bahan baku, karena untuk dapat

memproduksi suatu produk, maka bahan baku yang dibutuhkan harus sudah

tersedia sebelum proses produksi dimulai. Oleh karena itu, waktu

pemesanan, dan jumlah persediaan bahan baku juga harus diperhitungkan.

Penjadwalan produksi adalah aktivitas produksi yang sangat

penting untuk mengambil keputusan dalam melakukan serangkaiankegiatan

produksi dengan adanya keterbatasan sumber daya. Suatu penjadwalan

dikatakan baik bila sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya.

Tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan penggunaan sumber daya,atau mengurangi waktu tunggu

(delay), sehingga total waktu proses \ dapat berkurang, dan produktivitas

dapat meningkat;

2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi, atau pekerjaan yang

menunggu dalam antrian ketika job yang lain masih dikerjakan;

3. Mengurangi keterlambatan pada job yang mempunyai batas waktu

penyelesaian, sehingga akan dapat meminimasi biaya keterlambatan;

4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas

pabrik,dan jenis kapasitas yang dibutuhkan;

Ukuran keberhasilan penjadwalan yaitu berkurangnya:

Rata-rata waktu alir (Mean Flow Time);

Makespan (total waktu proses yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu kumpulan job);

Rata-rata keterlambatan (Mean Tardiness);

Jumlah job yang terlambat;

Jumlah mesin yang menganggur;

Jumlah persediaan.

Page 71: Laporan PKPA KF Plant Bandung

71

Minimasi makespan dimaksudkan untuk mencapai utilitas yang

tinggi dari sumber dayayang ada dengan cara menyelesaikan seluruh job

secepatnya. Sedangkan minimasi jumlah job yang menganggur berarti akan

berpengaruhterhadap minimasi keterlambatan.

Pentingnya perencanaan yang tepat ini karena bagian perencanaan

produksi harus dapat menghitung dengan pasti kebutuhan sumber daya

yang diperlukan untuk kegiatan produksi, dan harus tepat baik jumlahnya

maupun waktunya. Keterlambatan pengadaan sumber daya maka akan

mempunyai konsekuensi keterlambatan supply, kalaupun bisa dikejar

dengan overtime maka akan menimbulkan biaya baru.

Pengadaan bahan awal harus dilakukan dengan cara yang tepat,

jangan terlalu banyak karena bisa beresiko rusak, namun juga jangan terlalu

sedikit karena jika kita memesan bahan tersebut ada lead time yang harus

ditunggu. Jadi jumlah minimum stock untuk setiap bahan harus dikaji

berdasarakan trend data yang pada periode sebelumnya, sehingga berada

pada posisi yang optimum (tidak berlebih tetapi juga tidak sampai

kekurangan).

Perencanaan produksi harus dihitung dengan tepat sesuai dengan

kapasitas mesin dan peralatan, sumber daya serta fasilitas pendukung

misalnya kapasitas laboratorium. Berdasarkan informasi ini selanjutnya

dibuat analisa kapasitas utilization untuk menentukan apakah perlu running

dalam 2 shift atau bahkan 3 shift, apakah perlu penambahan SDM.

Tidak bisa dihindari bahwa kadang kadang karena kondisi tertentu

maka planning harus diubah secara mendadak, sehingga sangat merepotkan

semua pihak. Memang dalam batas tertentu fleksibilitas diperlukan, namun

sebaiknya hal hal seperti ini harus diminimalisir.

Jadwal produksi dibuat untuk satu bulan, kemudian dipecah

kedalam jadwal mingguan, jadwal mingguan dipecah kembali menjadi

jadwal harian. Jadwal yang baik ini akan membantu memudahkan kegiatan

baik diproduksi maupun di bagian lain yang terkait. Setiap ada perubahan

Page 72: Laporan PKPA KF Plant Bandung

72

rencana harus segera dilakukan revisi serta disosialisasikan kepada semua

bagian terkait agar tidak terjadi kesalahan komunikasi.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah kegiatan

pengawasan, selama kegiatan produksi berjalan harus dilakukan

pengawasan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak

menyimpang dari rencana yang ditetapkan. Jika ada kendala misalnya

kerusakan mesin, harus segera dilakukan tindakan perbaikan sesegera

mungkin sehingga mengurangi waktu down time dan selanjutnya dibuat

adjustment terhadap rencana semula.

Setiap akhir bulan selalu dibuat evaluasi, untuk melihat sejauh

mana kesesuaian antara planning yang dibuat dengan realisasi kegiatan

produksi, termasuk ketepatan target pengiriman. Karena indicator terbaik

untuk mengukur baik buruknya system perencanaan produksi adalah

kemampuan pemenuhan order. Makin tinggi pemenuhan order yang dapat

disupply berarti system perencanaan semakin baik.

Lead time yang semakin pendek pasti menjadi salah satu kekuatan

manufacture dalam iklim persaingan yang semakin kompetitif. Pada

dasarnya, tidak ada customer yang mau menunggu dalam waktu relative

lama, saat membeli.

Tidak ada system produksi yang baku. Masing-masing

manufacturing memiliki ‘ke-khasan’ dalam system produksinya. Dengan

melakukan improvement secara berkelanjutan ( Continual Improvement )

akan muncul ide-ide untuk meningkatkankinerja produksi, termasuk ide

mengenai Lead Time ini.

b. Statistic Proses Kontrol

Dalam era modern, faktor kualitas adalah merupakan unsur yang

mutlak pada setiap produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Peran

statistik dalam mengukur kualitas banyak diterapkan didalam dunia bisnis

dan industri. Dengan metode statistik, pengukuran kualitas dapat dilakukan

Page 73: Laporan PKPA KF Plant Bandung

73

secara kuantitatif sehingga dapat digunakan sebagai bahan yang

representatif dalam pengambilan keputusan.

Statistik proses kontrol adalah Ilmu yang mempelajari tentang teknik

atau metode pengendalian kualitas berdasarkan prinsip prinsip dan konsep.

Ukuran tingkat kesesuaian barang atau jasa dengan standar/spesifikasi yang

telah ditentukan/ ditetapkan. Salah satu fungsi dari proses produksi adalah

Pengendalian Proses, Pengendalian Proses dilakukan dengan metode

Pengendalian Kualitas Statistik yang dikenal dengan istilah Statistik proses

kontrol . Statistik proses kontrol dalam proses produksi diterapkan dalam

proses quality control (QC).

Tujuan dari diadakannya quality control dalam suatu proses adalah

sebagai berikut:

a. Evaluasi produk

b. Membandingkan dengan tujuan

c. Perbaikan

Tujuan yang akan diharapkan dengan adanya quality control dalam

suatu proses adalah menjaga dan meningkatan kualitas yang mempunyai

efek pada penurunan biaya, berkurangnya pekerjaan berulang, penurunan

keterlambatan dan peningkatan penggunaan mesin. Dengan demikian akan

berefek pada produktivitas meningkat, pangsa pasar meningkat karena

faktor kualitas, harga yang rendah dan jumlah barang yang meningkat. Dan

pada akhirnya akan memberikan efek pada keberlanjutan usaha dan

perkembangan perusahaan.

Dalam metode kualitas Six Sigma, kinerja proses dijelaskan sebagai

tingkatan sigma. Semakin tinggi tingkat sigma, semakin baik proses yang

dilakukan. Cara lain untuk melaporkan performa proses dan kinerja proses

adalah melalui pengukuran statistik Cp, Cpk, Pp, dan PPK.

Cpk adalah indeks (angka sederhana) yang mengukur seberapa dekat

suatu proses sedang berjalan ke batas spesifikasinya, relatif terhadap

variabilitas alami dari proses. Semakin besar indeks, semakin kecil

Page 74: Laporan PKPA KF Plant Bandung

74

kemungkinan itu adalah bahwa setiap item akan berada di luar spesifikasi.

(Neil Polhemus)

Ppk atau Indeks proses Kinerja pada dasarnya mencoba untuk

memverifikasi apakah sampel yang telah dihasilkan dari proses ini mampu

untuk memenuhi CTQs Pelanggan (persyaratan). Ini berbeda dengan Cpk

yang hanya berlaku untuk batch tertentu dari sampel. Sampel dari batch

mungkin harus cukup besar untuk mewakili variasi dalam batch. Proses

Kinerja hanya digunakan ketika kontrol proses tidak dapat dievaluasi.

Contoh dari ini adalah untuk pendek pra-produksi dijalankan. Proses

Kinerja umumnya menggunakan sigma sampel dalam perhitungan;

sedangkam Kapabilitas proses (Cpk) menggunakan nilai proses sigma

ditentukan baik dari diagram kontrol Range, Rentang atau Sigma Moving.

Praneet)

Cpk menperlihatkan apakah proses ini mampu dilakukan di masa

depan, dengan asumsi itu masih dalam keadaan kontrol statistik. Ppk

memperlihatkan bagaimana proses telah dilakukan di masa lalu. Anda tidak

dapat menggunakannya memprediksi masa depan, seperti dengan Cpk,

karena proses ini tidak dalam keadaan terkendali. Nilai untuk Cpk dan PPK

akan bertemu hampir nilai yang sama ketika proses berada dalam kendali

statistik. itu karena sigma dan standar deviasi sampel akan sama (setidaknya

dapat dibedakan oleh F-test). Ketika di luar kendali, nilai-nilai akan jelas

berbeda, mungkin dengan margin yang sangat luas. (Jim Parnella)

Persyaratan pengambilan kesimpulan dengan menggunakan program

Statistical Process Control ( SPC ) hanya menggunakan Upper Spesification

Limit ( USL ) dan Lower Spesification Limit ( LCL ). Berdasarkan pedoman

CPOB bahwa syarat diterimanya suatu proses adalah hanya CPK > 1,33.

Praktisi ahli statistic mengungkapkan bahwa PPK merupakan indeks yang

lebih bagus dari CPK maka nilai tersebut juga harus di tambahkan. Maka

disimpulkan untuk mengetahui proses dikatakan capable atau tidak adalah

CPK dan PPK. Jika Cpk dan Ppk ≥ 1 maka proses dikatakan capable.

Nilai tersebut merupakan nilai dari 4 sigma, perbedaan nilai C dan P adalah

Page 75: Laporan PKPA KF Plant Bandung

75

indeks C merupakan indeks jangka pendek sedangkan P merupakan indeks

jangka panjang.

Kriteria penilaian :

Jika Cpk > 1,33 , maka kapabilitas proses sangat baik

Jika 1,00 ≤ Cpk ≤ 1,33, maka kapabilitas proses baik

Jika Cpk < 1,00, maka kapabilitas proses rendah atau proses

menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

F. METODOLOGI

1. Studi dan kajian pustaka

2. Pengumpulan data item dilakukan berdasarkan logbook tahun 2012-2014 dalam

hal ini mengkhususkan pada produk yang masuk 10 golongan pareto A di

kimia farma plant bandung.

3. Pembuatan database Lead Time produksi I dari proses penimbangan sentral

sampai proses pengemasan primer dari tahun 2012-2014

4. Melakukan analisis data dan kajian menggunakan Minitab 16.

Kriteria penilaian : berpedoman pada CPOB

Jika Cpk > 1,33 , maka kapabilitas proses sangat baik

Jika 1,00 ≤ Ppk dan Cpk ≤ 1,33, maka kapabilitas proses baik

Jika Cpk < 1,00, maka kapabilitas proses rendah atau proses menghasilkan

produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

Jika Cpk dan Ppk ≥ 1 maka proses dikatakan capable

Page 76: Laporan PKPA KF Plant Bandung

76

G. PELAKSANAAN TUGAS DAN HASIL PENGAMATAN

ALLOPURINOL 100

NO. NO. BATCH TGL. SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 B 120139 B 2-Feb-12 12/03/12 35

2 B 120162 B 7-Feb-12 30/05/12 42

3 D 120628 B 19-Apr-12 01/06/12 44

4 D 120632 B 19-Apr-12 25/06/12 33

5 E 120844 B 24-May-12 29/06/12 37

6 F 120948 B 13-Jun-12 06/02/13 28

7 A 130020 B 10-Jan-13 18/03/13 33

8 B 130203 B 14-Feb-13 30/03/13 45

9 B 130205 B 14-Feb-13 06/05/13 33

10 D 130421 B 4-Apr-13 03/05/13 30

11 D 130422 B 4-Apr-13 11/05/13 31

12 D 130449 B 11-Apr-13 16/05/13 36

13 D 130450 B 11-Apr-13 20/05/13 36

14 D 130507 B 15-Apr-13 03/07/13 44

15 E 130671 B 21-May-13 01/07/13 42

16 E 130672 B 21-May-13 10/07/13 38

17 F 130762 B 3-Jun-13 22/08/13 81 Lama karantina hasil cetak

18 F 130763 B 3-Jun-13 20/09/13 38

19 H 131017 B 14-Aug-13 27/01/14 48

20 L 131533 B 11-Dec-13 07/02/14 59 Lama tunggu SPK belum pengemasan

21 L 131534 B 11-Dec-13 18/02/14 30

22 A 140056 B 20-Jan-14 26/02/14 38

23 A 140057 B 20-Jan-14 05/03/14 45

24 A 140058 B 20-Jan-14 03/03/14 43

25 A 140059 B 20-Jan-14 28/02/14 39

26 A 140081 B 21-Jan-14 07/03/14 46

27 A 140083 B 21-Jan-14 30/04/14 34

28 D 140300 B 28-Mar-14 22/05/14 31

29 D 140463 B 22-Apr-14 28/05/14 37

30 D 140464 B 22-Apr-14 23/06/14 20 ½ BATCH

31 F 140602 B 4-Jun-14 16/07/14 37

Jumlah Data keseluruhan: 31 Data yang menyimpang (out of line) : 3 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 37,6 Hari Nilai Lead Time tercepat : 28 Hari Nilai Lead Time Terlama : 46 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :53,56 LCL : 21,65 Usulan USL dan LSL Lead time : 37,6 + 17,4 dan 37,6 – 16,6 Nilai cpk : 1,04 Nilai ppk : 1,00

Page 77: Laporan PKPA KF Plant Bandung

77

55504540353025

LSL USL

LSL 21

Target *

USL 55

Sample Mean 37,6071

Sample N 28

StDev (Within) 5,31915

StDev (O v erall) 5,52663

Process Data

C p 1,07

C PL 1,04

C PU 1,09

C pk 1,04

Pp 1,03

PPL 1,00

PPU 1,05

Ppk 1,00

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 897,70

PPM > USL 538,01

PPM Total 1435,71

Exp. Within Performance

PPM < LSL 1328,21

PPM > USL 824,49

PPM Total 2152,70

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME ALLOPURINOL 100

28252219161310741

50

40

30

20

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=37,61

UC L=53,56

LC L=21,65

28252219161310741

20

15

10

5

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=6

UC L=19,60

LC L=0

I-MR Chart of LEAD TIME ALLOPURINOL 100

AMBROXOL TABLET

NO. NO. BATCH TGL.SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 A 120016 B 3-Jan-12 06/02/12 35

2 A 120017 B 3-Jan-12 09/02/12 38

3 A 120099 B 24-Jan-12 15/02/12 23 ½ batch

4 A 120118 B 24-Jan-12 20/02/12 28

5 B 120140 B 2-Feb-12 28/02/12 27

6 B 120141 B 2-Feb-12 19/03/12 47

7 B 120163 B 7-Feb-12 15/03/12 38

8 C 120485 B 27-Mar-12 30/04/12 35

9 C 120486 B 27-Mar-12 01/05/12 36

10 D 120494 B 30-Mar-12 30/05/12 62 Lama karantina hasil cetak

11 D 120546 B 9-Apr-12 15/05/12 37

12 D 120630 B 19-Apr-12 26/05/12 38

13 D 120634 B 19-Apr-12 01/06/12 44

14 D 120635 B 19-Apr-12 02/06/12 45

15 E 120846 B 24-May-12 18/06/12 26

16 A 130087 B 21-Jan-13 18/02/13 29

17 B 130131 B 1-Feb-13 27/02/13 27

18 C 130315 B 14-Mar-13 08/04/13 26

19 G 130967 B 17-Jul-13 27/08/13 42

20 G 130968 B 17-Jul-13 29/08/13 44

21 G 130969 B 17-Jul-13 02/09/13 48

22 H 131018 B 14-Aug-13 06/09/13 24 ½ batch

23 H 131019 B 14-Aug-13 10/09/13 28

24 H 131020 B 14-Aug-13 14/10/13 62 Lama simpan spk belum dikemas

25 A 140060 B 20-Jan-14 27/02/14 39

26 A 140061 B 20-Jan-14 20/02/14 32

27 A 140098 B 28-Jan-14 04/03/14 36

28 A 140099 B 28-Jan-14 07/03/14 39

29 A 140102 B 28-Jan-14 11/03/14 43

30 B 140119 B 30-Jan-14 24/03/14 54 Lama simpan spk belum dikemas

31 B 140120 B 30-Jan-14 25/03/14 55 Lama simpan spk belum dikemas

32 D 140362 B 3-Apr-14 25/04/14 23 ½ batch

33 D 140363 B 3-Apr-14 29/04/14 27

Page 78: Laporan PKPA KF Plant Bandung

78

3128252219161310741

50

40

30

20

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=36,03

UC L=51,72

LC L=20,34

3128252219161310741

20

15

10

5

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=5,9

UC L=19,28

LC L=0

1

I-MR Chart of LEAD TIME AMBROXOL

50454035302520

LSL USL

LSL 18

Target *

USL 52

Sample Mean 36,0323

Sample N 31

StDev (Within) 5,2305

StDev (O v erall) 6,85801

Process Data

C p 1,08

C PL 1,15

C PU 1,02

C pk 1,02

Pp 0,83

PPL 0,88

PPU 0,78

Ppk 0,78

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 282,88

PPM > USL 1133,53

PPM Total 1416,40

Exp. Within Performance

PPM < LSL 4277,12

PPM > USL 9947,14

PPM Total 14224,27

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME AMBROXOL

34 D 140465 B 22-Apr-14 15/05/14 24 ½ batch

35 D 140466 B 22-Apr-14 19/05/14 28

36 F140603 B 4-Jun-14 30/06/14 27

37 G 140750 B 7-Jul-14 20/08/14 45

38 G 140751 B 7-Jul-14 15/08/14 40

39 G 140775 B 14-Jul-14 19/08/14 37

40 G 140776 B 21-Jul-14 23/08/14 34

Jumlah Data keseluruhan: 40 Data yang menyimpang (out of line) : 8 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 36,03 Hari Nilai Lead Time tercepat : 26 Hari Nilai Lead Time Terlama : 47 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :51,72 LCL : 20,34 Usulan USL dan LSL Lead time : 36,03 + 16 dan 36,03 – 18 Nilai cpk : 1,02 Nilai ppk : 0,78

Page 79: Laporan PKPA KF Plant Bandung

79

CAPTOPRIL 25

NO. NO.BATCH TGL. SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 A 120033 B 10-Jan-12 30/01/12 21 2x MH

2 A 120034 B 10-Jan-12 15/02/12 37

3 A 120071 B 13-Jan-12 21/02/12 40

4 B 120143 B 2-Feb-12 07/03/12 35

5 C 120305 B 29-Feb-12 05/04/12 37

6 C 120383 B 7-Mar-12 13/04/12 38

7 C 120487 B 27-Mar-12 30/04/12 35

8 C 120488 B 27-Mar-12 05/05/12 40

9 D 120496 B 30-Mar-12 11/05/12 43

10 D 120631 B 19-Apr-12

03/07/12 76 Lama penyimpanan spk belum

pengemasan

11 D 120683 B 26-Apr-12 12/06/12 48

12 E 120699 B 7-May-12 27/06/12 52

13 E 120785 B 14-May-12 12/07/12 60 Lama penyimpanan massa cetak

14 C 130277 B 8-Mar-13 18/04/13 42

15 C 130338 B 18-Mar-13 24/04/13 38

16 D 130424 B 4-Apr-13 16/05/13 43

17 E 130588 B 30-Apr-13 28/05/13 29

18 G 130881 B 2-Jul-13 19/09/13 80 Lama penyimpanan massa cetak

19 G 130971 B 17-Jul-13 23/09/13 69 Lama penyimpanan massa cetak

20 G 130972 B 17-Jul-13 26/09/13 72 Lama penyimpanan massa cetak

21 G 130973 B 17-Jul-13 10/10/13 86 Lama penyimpanan massa cetak

22 H 131028 B

2-Aug-13 21/10/13 81 Lama penyimpanan spk belum

pengmasan

23 H 131029 B

14-Aug-13 23/10/13 71 Lama penyimpanan spk belum

pengemasan

24 L 131502 B 2-Dec-13 21/01/14 51

25 L 131503 B 2-Dec-13 29/01/14 59 Lama penyimpanan massa cetak

26 A 140025 B 3-Jan-14 20/03/14 77 Lama penyimpanan massa cetak

27 A 140026 B 3-Jan-14 24/03/14 81 Lama penyimpanan massa cetak

28 B 140110 B 30-Jan-14 27/03/14 57 Lama penyimpanan massa cetak

29 B 140111 B

3-Feb-14 11/04/14 68 Lama penyimpanan spk belum

pengmasan

30 B 140168 B 17-Feb-14 12/04/14 55

31 D 140364 B 4-Apr-14 09/05/14 36

32 D 140365 B 4-Apr-14 13/05/14 40

33 D 140397 B 15-Apr-14 23/05/14 39

34 D 140398 B 15-Apr-14 10/06/14 57 Lama penyimpanan massa cetak

35 D 140467 B 23-Apr-14 11/06/14 50

36 D 140468 B 23-Apr-14 16/06/14 55

37 E 140524 B 6-May-14 18/06/14 44

38 F 140606 B 4-Jun-14 17/07/14 44

39 F 140607 B 4-Jun-14 24/07/14 51

40 G 140748 B 7-Jul-14 23/08/14 48

41 G 140749 B 7-Jul-14 27/08/14 52

42 G 140773 B 14-Jul-14 29/08/14 47

Page 80: Laporan PKPA KF Plant Bandung

80

252219161310741

60

50

40

30

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=43,30

UC L=59,66

LC L=26,93

252219161310741

20

15

10

5

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=6,15

UC L=20,11

LC L=0

1

I-MR Chart of LEAD TIME CAPTOPRIL 25

605448423630

LSL USL

LSL 25

Target *

USL 60

Sample Mean 43,2963

Sample N 27

StDev (Within) 5,45554

StDev (O v erall) 6,88261

Process Data

C p 1,07

C PL 1,12

C PU 1,02

C pk 1,02

Pp 0,85

PPL 0,89

PPU 0,81

Ppk 0,81

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 398,68

PPM > USL 1100,09

PPM Total 1498,77

Exp. Within Performance

PPM < LSL 3926,38

PPM > USL 7613,35

PPM Total 11539,73

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME CAPTOPRIL 25

Jumlah Data keseluruhan: 42 Data yang menyimpang (out of line) : 10 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 36,6 Hari Nilai Lead Time tercepat : 30 Hari Nilai Lead Time Terlama : 43 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :52,72 LCL : 21,50 Usulan USL dan LSL Lead time : 36,6 + 8 dan 36,6 - 15 Nilai cpk : 1,02 Nilai ppk : 1,16

Page 81: Laporan PKPA KF Plant Bandung

81

544842363024

LSL USL

LSL 20

Target *

USL 55

Sample Mean 39,3333

Sample N 9

StDev (Within) 5,6516

StDev (O v erall) 4,89898

Process Data

C p 1,03

C PL 1,14

C PU 0,92

C pk 0,92

Pp 1,19

PPL 1,32

PPU 1,07

Ppk 1,07

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 312,11

PPM > USL 2784,98

PPM Total 3097,09

Exp. Within Performance

PPM < LSL 39,67

PPM > USL 692,05

PPM Total 731,72

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME PROSES CIMETIDINE

987654321

60

50

40

30

20

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=39,33

UC L=56,29

LC L=22,38

987654321

20

15

10

5

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=6,38

UC L=20,83

LC L=0

I-MR Chart of LEAD TIME PROSES CIMETIDINE

CIMETIDINE

NO. NO. BATCH TGL. SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 A 120018 B 3-Jan-12 10/02/12 39

2 A 120084 B 13-Jan-12 24/02/12 43

3 C 120382 B 7-Mar-12 14/04/12 39

4 C 120405 B 12-Mar-12 14/04/12 34

5 D 120583 B 11-Apr-12 24/05/12 44

6 E 120712 B 7-May-12 13/06/12 38

7 A 130099 B 25-Jan-13 15/02/13 22 ½ batch

8 H 131030 B 14-Aug-13 24/09/13 42

9 L 131531 B 11-Dec-13 11/02/14 63 Pencampuran ulang (Susut

dipengeringan)

10 B 140138 B 11-Feb-14 27/03/14 45

11 D 140303 B 28-Mar-14 26/04/14 30

12 G 140753 B 7-Jul-14 27/08/14 52 Lama karantina hasil cetak

Jumlah Data keseluruhan: 12 Data yang menyimpang (out of line) : 3 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 39,33 Hari Nilai Lead Time tercepat : 30 Hari Nilai Lead Time Terlama : 45 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :56,29 LCL : 22,38 Usulan USL dan LSL Lead time : 39,3 + 15 dan 39,3 - 15 Nilai cpk : 0,92 Nilai ppk : 1,07

Page 82: Laporan PKPA KF Plant Bandung

82

DIMENHIDRINATE

NO. NO.BATCH TGL.SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 A 120073 B 13-Jan-12 13/02/12 32

2 B 120233 B 20-Feb-12 26/03/12 36

3 C 120311 B 29-Feb-12 03/04/12 35

4 D 120498 B 30-Mar-12 23/04/12 25 2/3 batch penegemasan

5 E 120852 B 24-May-12 24/06/12 32

6 E 120853 B 24-May-12 14/06/12 22 2/3 batch pengemasan

7 A 130026 B 10-Jan-13 09/02/13 31

8 A 130101 B 25-Jan-13 21/02/13 28

9 C 130292 B 8-Mar-13 18/04/13 42

10 C 130293 B 8-Mar-13 03/05/13 57

11 D 130381 B 1-Apr-13 03/05/13 33

12 D 130382 B 1-Apr-13 06/05/13 36

13 D 130512 B 15-Apr-13 24/05/13 40

14 D 130513 B 15-Apr-13 03/06/13 50

15 E 130541 B 30-Apr-13 21/06/13 53

16 E 130680 B 23-May-13 01/07/13 40

17 E 130681 B 23-May-13 16/07/13 55

18 F 130767 B 3-Jun-13 26/07/13 54

19 G 130886 B 2-Jul-13 06/09/13 67 Lama karantina hasil cetak

20 I 131188 B 12-Sep-13 25/10/13 44

21 I 131190 B 12-Sep-13 28/10/13 47

22 J 131189 B 30-Sep-13 14/11/13 46

23 L 131580 B 23-Dec-13 05/02/14 45

24 L 131580 B 23-Dec-13 17/02/14 57

25 C 140223 B 6-Mar-14 29/03/14 24 2/3 batch

26 C 140224 B 6-Mar-14 07/04/14 33

27 C 140225 B 6-Mar-14 11/04/14 37

28 C 140226 B 6-Mar-14 07/05/14 63 Lama simpan spk belum pengemasan

29 C 140239 B 10-Mar-14 05/05/14 57

30 C 140246 B 10-Mar-14 10/05/14 62 Lama simpan spk belumi pengemasan

31 D 140414 B 17-Apr-14 02/06/14 47

32 D 140415 B 17-Apr-14 03/06/14 48

33 E 140492 B 5-May-14 04/06/14 31

34 E 140526 B 12-May-14 16/06/14 36

35 E 140538 B 12-May-14 19/06/14 39

36 F 140608 B 4-Jun-14 23/07/14 50

37 F 140691 B 19-Jun-14 15/08/14 58

38 G 140735 B 1-Jul-14 20/08/14 51

39 G 140736 B 2-Jul-14 02/09/14 63 Lama karantina hasil timbang

40 G 140781 B 21-Jul-14 11/09/14 53

Page 83: Laporan PKPA KF Plant Bandung

83

3128252219161310741

60

50

40

30

20

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=43,42

UC L=64,45

LC L=22,40

3128252219161310741

24

18

12

6

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=7,91

UC L=25,83

LC L=0

I-MR Chart of LEAD TIME PROSES DIMENYHIDRINAT

645648403224

LSL USL

LSL 28

Target *

USL 60

Sample Mean 43,4242

Sample N 33

StDev (Within) 7,00909

StDev (O v erall) 9,25686

Process Data

C p 0,76

C PL 0,73

C PU 0,79

C pk 0,73

Pp 0,58

PPL 0,56

PPU 0,60

Ppk 0,56

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 13881,95

PPM > USL 9017,58

PPM Total 22899,53

Exp. Within Performance

PPM < LSL 47831,76

PPM > USL 36675,02

PPM Total 84506,78

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME PROSES DIMENYHIDRINAT

Jumlah Data keseluruhan: 40 Data yang menyimpang (out of line) : 7 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 43,42 Hari Nilai Lead Time tercepat : 31 Hari Nilai Lead Time Terlama : 57 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL : 64,45 LCL : 22,40 Usulan USL dan LSL Lead time : 43,42 + 15 dan 43,42 - 15 Nilai cpk : 0,73 Nilai ppk : 0,56

Page 84: Laporan PKPA KF Plant Bandung

84

66605448423630

LSL USL

LSL 25

Target *

USL 65

Sample Mean 45,6957

Sample N 23

StDev (Within) 7,45487

StDev (O v erall) 8,79274

Process Data

C p 0,89

C PL 0,93

C PU 0,86

C pk 0,86

Pp 0,76

PPL 0,78

PPU 0,73

Ppk 0,73

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 2750,54

PPM > USL 4805,83

PPM Total 7556,38

Exp. Within Performance

PPM < LSL 9293,28

PPM > USL 14064,32

PPM Total 23357,61

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME PROSES FUROSEMID

2321191715131197531

70

60

50

40

30

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=45,70

UC L=68,06

LC L=23,33

2321191715131197531

30

20

10

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=8,41

UC L=27,47

LC L=0

I-MR Chart of LEAD TIME FUROSEMID

FUROSEMID

NO. NO. BATCH TGL.SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 B 120281 B 27-Feb-12 04/04/12 38

2 B 120282 B 27-Feb-12 10/04/12 44

3 C 120408 B 12-Mar-12 26/04/12 46

4 A 130067 B 16-Jan-13 14/02/13 30

5 D 130514 B 15-Apr-13 07/06/13 54

6 E 130584 B 30-Apr-13 17/06/13 49

7 E 130688 B 20-May-13 10/07/13 52

8 E 130689 B 20-May-13 22/06/13 34

9 E 130690 B 23-May-13 16/07/13 55

10 F 130691 B 31-May-13 25/07/13 56

11 F 130692 B 31-May-13 26/07/13 57

12 F 130693 B 31-May-13 05/07/13 36

13 F 130822 B 18-Jun-13 3/09/13 78 Lama tunggu spk belum pengemasan

14 F 130827 B 18-Jun-13 27/08/13 71 Lama tunggu spk belum pengemasan

15 I 131156 B 2-Sep-13 31/10/13 60 Lama tunggu spk belum pengemasan

16 I 131157 B 3-Sep-13 08/10/13 36

17 J 131233 B 30-Sep-13 04/11/13 36

18 J 131234 B 30-Sep-13 07/11/13 39

19 J 131235 B 30-Sep-13 16/11/13 48

20 J 131236 B 30-Sep-13 24/11/13 56

21 J 131237 B 30-Sep-13 25/11/13 57

22 J 131238 B 30-Sep-13 09/11/13 41

23 A 140019 B 3-Jan-14 13/02/14 42

24 A 140020 B 3-Jan-14 06/03/14 63 Lama tunggu spk belum pengemasan

25 A 140066 B 20-Jan-14 14/03/14 54

26 A 140097 B 28-Jan-14 22/03/14 54

27 D 140424 B 14-Apr-14 20/05/14 37

Jumlah Data keseluruhan: 27 Data yang menyimpang (out of line) : 4 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 45,69 Hari Nilai Lead Time tercepat : 30 Hari Nilai Lead Time Terlama : 43 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :68,06 LCL : 23,33 Usulan USL dan LSL Lead time : 36,6 + 8 dan 36,6 - 15 Nilai cpk : 0,89 Nilai ppk : 0,73

Page 85: Laporan PKPA KF Plant Bandung

85

191715131197531

45

40

35

30

25

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=33,42

UC L=43,91

LC L=22,93

191715131197531

16

12

8

4

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=3,94

UC L=12,89

LC L=0

1

11

I-MR Chart of LEAD TIME PROSES HCT

454035302520

LSL USL

LSL 20

Target *

USL 48

Sample Mean 33,4211

Sample N 19

StDev (Within) 3,49685

StDev (O v erall) 6,52615

Process Data

C p 1,33

C PL 1,28

C PU 1,39

C pk 1,28

Pp 0,72

PPL 0,69

PPU 0,74

Ppk 0,69

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 62,01

PPM > USL 15,29

PPM Total 77,30

Exp. Within Performance

PPM < LSL 19867,00

PPM > USL 12743,92

PPM Total 32610,92

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME PROSES HCT

HCT 25

NO. NO. BATCH TGL.SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 A 120043 B 10-Jan-12 03/02/12 25

2 A 120074 B 17-Jan-12 09/02/12 24

3 A 120075 B 17-Jan-12 13/02/12 28

4 B 120183 B 8-Feb-12 07/03/12 29

5 B 120184 B 8-Feb-12 08/03/12 30

6 C 120437 B 16-Mar-12 11/04/12 27

7 C 120438 B 16-Mar-12 13/04/12 29

8 D 120499 B 30-Mar-12 25/04/12 27

9 B 130144 B 7-Feb-13 20/03/13 42

10 B 130145 B 7-Feb-13 21/03/13 43

11 B 130146 B 7-Feb-13 07/03/13 29

12 C 130295 B 5-Mar-13 05/04/13 32

13 C 130296 B 5-Mar-13 09/04/13 36

14 D 130430 B 4-Apr-13 15/05/13 42

15 D 130431 B 4-Apr-13 17/05/13 44

16 E 130591 B 30-Apr-13 07/06/13 39

17 G 130894 B 2-Jul-13 11/09/13 72 Lama penyimpanan massa cetak

18 G 130895 B 2-Jul-13 11/09/13 72 Lama penyimpanan massa cetak

19 G 130981 B 17-Jul-13 19/09/13 65 Lama penyimpanan massa cetak

20 G 130982 B 17-Jul-13 23/09/13 69 Lama penyimpanan massa cetak

21 G 130983 B 17-Jul-13 24/09/13 70 Lama penyimpanan massa cetak

22 I 131108 B 2-Sep-13 08/10/13 37

23 I 131109 B 2-Sep-13 09/10/13 38

24 J 131371 B 17-Oct-13 19/11/13 34

25 F 140698 B 19-Jun-14 23/08/14 66 Lama karantina hasil cetak

Jumlah Data keseluruhan: 25 Data yang menyimpang (out of line) : 6 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 33,42 Hari Nilai Lead Time tercepat : 24 Hari Nilai Lead Time Terlama : 44 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :43,91 LCL : 22,93 Usulan USL dan LSL Lead time : 36,6 + 8 dan 36,6 - 15 Nilai cpk : 1,28 Nilai ppk : 0,69

Page 86: Laporan PKPA KF Plant Bandung

86

1715131197531

50

40

30

20

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=37,61

UC L=53,73

LC L=21,50

1715131197531

20

15

10

5

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=6,06

UC L=19,80

LC L=0

I-MR Chart of LEAD TIME PIROXICAM 10

544842363024

LSL USL

LSL 21

Target *

USL 54

Sample Mean 37,6111

Sample N 18

StDev (Within) 5,3713

StDev (O v erall) 4,69216

Process Data

C p 1,02

C PL 1,03

C PU 1,02

C pk 1,02

Pp 1,17

PPL 1,18

PPU 1,16

Ppk 1,16

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 992,16

PPM > USL 1139,65

PPM Total 2131,81

Exp. Within Performance

PPM < LSL 199,92

PPM > USL 238,97

PPM Total 438,89

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME PIROXICAM 10

PIROXICAM 10

Jumlah Data keseluruhan: 28 Data yang menyimpang (out of line) : 10 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 36,6 Hari Nilai Lead Time tercepat : 30 Hari Nilai Lead Time Terlama : 43 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :52,72 LCL : 21,50 Usulan USL dan LSL Lead time : 36,6 + 8 dan 36,6 - 15 Nilai cpk : 1,02 Nilai ppk : 1,16

NO. NO. BATCH TGL. SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

Ket.

1 A 120080 B 17-Jan-12 12/02/12 27 Primer ¼ Batch

2 B 120175 B 8-Feb-12 19/03/12 41

3 C 120395 B 8-Mar-12 14/04/12 38

4 D 120571 B 9-Apr-12 08/05/12 30

5 A 130032 B 9-Jan-13 01/02/13 24 1/3 Batch

6 A 130048 B 9-Jan-13 18/03/13 69 Pencampuran ulang

7 A 130049 B 9-Jan-13 23/03/13 74 Pencampuran ulang

8 A 130050 B 9-Jan-13 27/03/13 78 Pencampuran ulang

9 A 130106 B 28-Jan-13 04/03/13 36

10 B 130147 B 7-Feb-13 20/03/13 42

11 D 130434 B 4-Apr-13 16/05/13 43

12 E 130594 B 30-Apr-13 01/06/13 33

13 E 130632 B 8-May-13 17/06/13 41

14 E 130651 B 15-May-13 26/06/13 43

15 I 131134 B 2-Sep-13 29/10/13 58 Primer (Mch)

16 J 131375 B 17-Oct-13 13/11/13 28 ½ batch

17 J 131376 B 17-Oct-13 19/11/13 34

18 K 131450 B 11-Nov-13 20/12/13 40

19 L 131536 B 24-Dec-13 27/01/14 35

20 B 140145 B 7-Feb-14 21/03/14 43

21 B 140146 B 7-Feb-14 20/03/14 42

22 D 140371 B 4-Apr-14 30/04/14 27 ½ batch

23 D 140372 B 4-Apr-14 10/05/14 37

24 E 140531 B 12-May-14 10/06/14 30

25 E 140532 B 12-May-14 19/06/14 39

26 F 140683 B 18-Jun-14 17/07/14 30

27 F 140684 B 18-Jun-14 05/08/14 49 Primer (Mch)

28 H 140866 B 25-Aug-14 13/09/14 20 2/3 batch

Page 87: Laporan PKPA KF Plant Bandung

87

PIROXICAM 20

NO. NO. BATCH TGL. SPKP TGL. SELESAI PENGEMASAN

LEAD TIME PROSES (HARI)

KET.

1 A 120010 B 3-Jan-12 02/03/12 60

2 A 120011 B 3-Jan-12 27/02/12 56

3 A 120124 B 25-Jan-12 02/03/12 38

4 B 120154 B 2-Feb-12 03/03/12 31 Mch 2x (forectna 4 dan 2)

5 B 120155 B 2-Feb-12 09/03/12 37

B 120238 B 20-Feb-12 29/03/12 39

6 B 120283 B 28-Feb-12 21/03/12 23 ½ batch

7 B 120285 B 28-Feb-12 05/04/12 38

8 C 120469 B 21-Mar-12 25/04/12 36

9 C 120470 B 21-Mar-12 01/05/12 42

10 D 120572 B 9-Apr-12 03/05/12 25 ½ batch

11 D 120594 B 11-Apr-12 06/06/12 57

12 D 120595 B 11-Apr-12 14/05/12 34

13 D 120596 B 11-Apr-12 08/06/12 59

14 D 120597 B 11-Apr-12 09/06/12 60

15 D 120645 B 19-Apr-12 13/06/12 56

16 E 120684 B 2-May-12 07/06/12 37

17 E 120685 B 2-May-12 19/06/12 49

18 E 120697 B 2-May-12 19/06/12 49

19 C 130336 B 18-Mar-13 24/04/13 38

20 D 130437 B 4-Apr-13 13/05/13 40

21 E 130633 B 7-May-13 31/05/13 25 ½ Batch

22 E 130635 B 7-May-13 13/06/13 38

23 E 130652 B 15-May-13 17/06/13 34 2/3 batch

24 E 130654 B 15-May-13 20/06/13 37

25 E 130668 B 20-May-13 25/06/13 37

26 F 130838 B 18-Jun-13 01/08/13 45

27 G 130840 B 1-Jul-13 05/08/13 36

28 G 130841 B 1-Jul-13 09/09/13 71 Lama karantina hasil cetak

29 G 130901 B 9-Jul-13 13/09/13 67 Lama karantina hasil cetak

30 G 130902 B 9-Jul-13 20/09/13 74 Lama karantina hasil cetak

31 I 131102 B 30-Aug-13 04/10/13 36

32 I 131103 B 30-Aug-13 04/10/13 36

33 I 131104 B 2-Sep-13 08/10/13 37

34 I 131105 B 2-Sep-13 11/10/13 40

35 I 131135 B 3-Sep-13 18/10/13 46

36 I 131136 B 3-Sep-13 28/10/13 56

37 I 131137 B 3-Sep-13 21/10/13 49

38 I 131138 B 3-Sep-13 28/10/13 56

39 I 131209 B 12-Sep-13 24/10/13 43

40 I 131210 B 12-Sep-13 06/11/13 56

41 I 131211 B 12-Sep-13 09/11/13 59

42 I 131212 B 12-Sep-13 13/11/13 63 Lama simpan SPK blum ditimbang

43 I 131213 B 12-Sep-13 15/11/13 65 Lama simpan SPK blum ditimbang

44 I 131214 B 12-Sep-13 19/11/13 69 Lamanya karantina hasil cetak

Page 88: Laporan PKPA KF Plant Bandung

88

45 I 131215 B 12-Sep-13 19/11/13 69 Lamanya karantina hasil cetak

46 K 131451 B 11-Nov-13 19/12/13 39

47 K 131486 B 26-Nov-13 02/01/14 38

48 K 131487 B 26-Nov-13 17/01/14 53

49 L 131508 B 2-Dec-13 21/01/14 51

50 L 131509 B 2-Dec-13 06/02/14 67 MH kurang (2)

51 L 131510 B 2-Dec-13 28/01/14 58

52 L 131511 B 2-Dec-13 18/02/14 79 Lamanya karantina massa cetak

53 L 131512 B 2-Dec-13 24/02/14 85 Lamanya Karantina Massa Cetak

54 L 131539 B 23-Dec-13 27/02/14 67 Lamanya karantina hasil cetak

55 L 131540 B 24-Dec-13 06/03/14 73 Lamanya karantina hasil cetak

56 L 131541 B 24-Dec-13 06/03/14 73 Lamanya karantina hasil cetak

57 A 140016 B 3-Jan-14 13/03/14 70 MH kurang (2)

58 A 140017 B 3-Jan-14 11/03/14 68 MH kurang (2)

59 A 140070 B 20-Jan-14 21/03/14 61

60 B 140113 B 30-Jan-14 26/03/14 56

61 B 140114 B 30-Jan-14 25/03/14 55

62 B 140115 B 30-Jan-14 04/04/14 65

63 B 140142 B 7-Feb-14 02/04/14 55

64 B 140143 B 7-Feb-14 21/03/14 43

65 B 140190 B 20-Feb-14 07/04/14 47

66 B 140191 B 20-Feb-14 10/04/14 50

67 B 140202 B 25-Feb-14 28/03/14 32 ½ batch

68 B 140203 B 25-Feb-14 04/04/14 39

69 D 140341 B 2-Apr-14 05/05/14 34 VDS CONCURNT

70 D 140373 B 4-Apr-14 10/05/14 37

71 D 140374 B 4-Apr-14 13/05/14 40

72 D 140399 B 14-Apr-14 19/05/14 36

73 D 140400 B 14-Apr-14 21/05/14 38

74 D 140401 B 14-Apr-14 16/05/14 33 Pencampuran ulang

75 D 140402 B 14-Apr-14 19/05/14 36

76 D 140473 B 22-Apr-14 29/05/14 38

77 D 140474 B 22-Apr-14 22/05/14 31 Pencampuran ulang dari B140016B

78 D 140475 B 22-Apr-14 29/05/14 38

79 D 140476 B 22-Apr-14 03/06/14 43

80 E 140507 B 5-May-14 02/06/14 29 Pencampuran ulang dari B140202B

81 E 140533 B 12-May-14 12/06/14 32 Pencampuran ulang dari A140017B

82 E 140572 B 19-May-14 24/06/14 37

83 E 140573 B 19-May-14 17/06/14 30 Mch 2x (forecma 1 dan 4)

84 E 140574 B 19-May-14 23/06/14 36

85 E 140575 B 19-May-14 27/06/14 40

86 E 140576 B 19-May-14 19/06/14 32 ½ batch pengemasan

87 E 140577 B 19-May-14 25/06/14 38

88 E 140578 B 19-May-14 30/06/14 43

89 F 140618 B 4-Jun-14 22/07/14 49

90 F 140619 B 4-Jun-14 25/07/14 52

91 F 140685 B 19-Jun-14 08/08/14 51

92 F 140686 B 19-Jun-14 14/08/14 57

Page 89: Laporan PKPA KF Plant Bandung

89

645750433629221581

70

60

50

40

30

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=45,72

UC L=62,00

LC L=29,44

645750433629221581

24

18

12

6

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=6,12

UC L=20,00

LC L=0

1

1

1

1

1

I-MR Chart of LEAD TIME PIROXICAM 20

60,052,545,037,530,0

LSL USL

LSL 25

Target *

USL 65

Sample Mean 45,7164

Sample N 67

StDev (Within) 5,42661

StDev (O v erall) 8,9185

Process Data

C p 1,23

C PL 1,27

C PU 1,18

C pk 1,18

Pp 0,75

PPL 0,77

PPU 0,72

Ppk 0,72

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 67,39

PPM > USL 190,05

PPM Total 257,44

Exp. Within Performance

PPM < LSL 10093,34

PPM > USL 15301,34

PPM Total 25394,68

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME PIROXICAM 20

93 F 140687 B 19-Jun-14 19/08/14 62

94 G 140732 B 1-Jul-14 19/08/14 50

Jumlah Data keseluruhan: 94 Data yang menyimpang (out of line) : 28 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 45,7 Hari Nilai Lead Time tercepat : 36 Hari Nilai Lead Time Terlama : 60 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :52,72 LCL : 21,50 Usulan USL dan LSL Lead time : 45,7 + 14 dan 45,7 - 18 Nilai cpk : 1,18 Nilai ppk : 0,72

Page 90: Laporan PKPA KF Plant Bandung

90

SIMVASTATIN 20

NO. NO. BATCH TGL.SPKP TGL.SELESAI LEAD TIME PROSES

(HARI) KET.

1 A 120054 B 10-Jan-12 07/02/12 29

2 A 120055 B 10-Jan-12 10/03/12 61 Lama karantina hasil cetak dan batch

campuran

3 B 120126 B 31-Jan-12 21/02/12 22 ½ batch

4 B 120127 B 31-Jan-12 25/02/12 26

5 B 120158 B 2-Feb-12 05/03/12 33

6 D 120579 B 9-Apr-12 12/05/12 34

7 D 120580 B 9-Apr-12 21/05/12 43

8 D 120639 B 19-Apr-12 04/06/12 47

9 D 120640 B 19-Apr-12 05/06/12 48

10 E 120682 B 26-Apr-12 07/06/12 43

11 E 120710 B 2-May-12 09/06/12 39

12 E 120711 B 7-May-12 14/06/12 39

13 A 130075 B 18-Jan-13 04/03/13 46

14 A 130109 B 31-Jan-13 28/02/13 29

15 C 130279 B 8-Mar-13 12/04/13 36

16 C 130313 B 13-Mar-13 16/04/13 35

17 C 130337 B 18-Mar-13 20/04/13 34

18 E 130595 B 30-Apr-13 28/05/13 29

19 E 130596 B 30-Apr-13 11/06/13 43

20 E 130597 B 30-Apr-13 03/06/13 35

21 E 130598 B 2-May-13 12/06/13 42

22 E 130617 B 7-May-13 14/06/13 39

23 E 130618 B 7-May-13 19/06/13 44

24 E 130619 B 7-May-13 21/06/13 46

25 E 130627 B 7-May-13 06/07/13 61 Lama simpan SPK belum pengemasan

26 E 130656 B 15-May-13 12/07/13 59 Lama simpan SPK belum pengemasan

27 E 130657 B 15-May-13 13/07/13 60 Lama simpan SPK belum pengemasan

28 F 130847 B 18-Jun-13 29/07/13 42

29 F 130848 B 18-Jun-13 03/08/13 47

30 G 131001 B 25-Jul-13 27/08/13 34

31 G 131002 B 25-Jul-13 02/09/13 40

32 G 131003 B 25-Jul-13 06/09/13 44

33 G 131004 B 25-Jul-13 10/09/13 48

34 H 131014 B 14-Aug-13 14/10/13 62 Lama simpan SPK belum pengemasan

35 H 131015 B 14-Aug-13 12/10/13 60 Lama simpan SPK belum pengemasan

36 H 131016 B 14-Aug-13 30/09/13 48

37 I 131148 B 2-Sep-13 24/10/13 53 Lama simpan SPK belum pengemasan

38 I 131149 B 3-Sep-13 26/10/13 54 Lama simpan SPK belum pengemasan

39 I 131199 B 12-Sep-13 30/10/13 49

40 I 131200 B 12-Sep-13 05/11/13 55 Lama simpan SPK belum pengemasan

41 K 131419 B 4-Nov-13 25/11/13 22 2/3 batch

42 K 131420 B 4-Nov-13 28/11/13 25 2/3 batch

43 K 131421 B 4-Nov-13 29/11/13 26 2/3 batch

Page 91: Laporan PKPA KF Plant Bandung

91

554943373125191371

54

48

42

36

30

Observation

In

div

idu

al

Va

lue

_X=39,24

UC L=51,98

LC L=26,50

554943373125191371

20

15

10

5

0

Observation

Mo

vin

g R

an

ge

__MR=4,79

UC L=15,65

LC L=0

1

1

1

I-MR Chart of LEAD TIME SIMVASTATIN 20

55504540353025

LSL USL

LSL 23

Target *

USL 55

Sample Mean 39,2414

Sample N 58

StDev (Within) 4,24599

StDev (O v erall) 7,21915

Process Data

C p 1,26

C PL 1,28

C PU 1,24

C pk 1,24

Pp 0,74

PPL 0,75

PPU 0,73

Ppk 0,73

C pm *

O v erall C apability

Potential (Within) C apability

PPM < LSL 0,00

PPM > USL 0,00

PPM Total 0,00

O bserv ed Performance

PPM < LSL 65,36

PPM > USL 103,05

PPM Total 168,41

Exp. Within Performance

PPM < LSL 12232,00

PPM > USL 14521,92

PPM Total 26753,93

Exp. O v erall Performance

Within

Overall

Process Capability of LEAD TIME SIMVASTATIN 20

44 K48 131453 B 12-Nov-13 31/12/13 50

45 L 131538 B 11-Dec-13 29/01/14 50

46 B 140182 B 20-Feb-14 28/03/14 37

47 B 140183 B 20-Feb-14 04/04/14 44

48 B 140184 B 20-Feb-14 07/04/14 47

49 B 140185 B 20-Feb-14 11/04/14 51

50 B 140198 B 25-Feb-14 10/04/14 45

51 C 140199 B 28-Feb-14 12/04/14 44

52 C 140218 B 4-Mar-14 21/04/14 49

53 C 140219 B 5-Mar-14 16/04/14 43

54 C 140227 B 5-Mar-14 16/04/14 43

55 C 140228 B 5-Mar-14 15/04/14 42

56 D 140337 B 2-Apr-14 05/05/14 34

57 D 140338 B 2-Apr-14 06/05/14 35

58 D 140377 B 4-Apr-14 09/05/14 36

59 D 140378 B 4-Apr-14 13/05/14 40

60 E 140510 B 5-May-14 31/05/14 27

61 E 140511 B 5-May-14 29/05/14 25 Pencampuran ulang dari E140510

62 E 140512 B 5-May-14 03/06/14 30

63 E 140513 B 5-May-14 06/06/14 33

64 E 140535 B 12-May-14 10/06/14 30

65 E 140536 B 12-May-14 12/06/14 32

66 F 140613 B 4-Jun-14 02/07/14 29

67 F 140614 B 4-Jun-14 03/07/14 30

68 F 140644 B 10-Jun-14 08/07/14 29

69 F 140645 B 10-Jun-14 07/07/14 28

70 F 140689 B 26-Jun-14 12/08/14 48

71 G 140727 B 1-Jul-14 18/08/14 49 Dikeringkan ulang di fbd 4

72 G 140728 B 8-Jul-14 21/08/14 45

73 G 140793 B 23-Jul-14 25/08/14 34

Jumlah Data keseluruhan: 73 Data yang menyimpang (out of line) : 15 Nilai Rata-Rata Lead time (Center line): 39,2 Hari Nilai Lead Time tercepat : 26 Hari Nilai Lead Time Terlama : 51 Hari Analisa SPC (MiniTab 16):

UCL :51,99 LCL : 26,50 Usulan USL dan LSL Lead time : 36,6 +14 dan 36,6 – 14 Nilai cpk : 1,24 Nilai ppk : 0,73

Page 92: Laporan PKPA KF Plant Bandung

92

H. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa, telah diperoleh data

Lead Time proses dari masing-masing item produksi dimulai dari proses

turunnya SPKP hingga produk selesai dikemas primer, pengambilan data

dalam hal ini 10 item yang termasuk dalam beberapa produk pareto A di

Kimia Farma plant Bandung antara lain Allupurinol, Ambroxol tablet,

Piroxicam 10, Piroxicam 20, Simvastatin 20. Dari data lead time yang

dibuat, piroxicam 10 mengalami persentasi penyimpangan data dari

jumlah keseluruhan data piroxicam 10 (Out of line) terbesar jika

dibandingkan dengan ke-9 item produk lainnya. Banyak faktor yang

mempengaruhi atau memperbesar kesalahan, misalnya pada bagian mesin,

jumlah item dalam 1 batch yang tidak seragam, lama karantina hasil cetak

yang tidak seragam, lama waktu tunggu spk pengemasan belum dikemas,

dilakukannya pencampuran ulang ataupun dilakukannya pengeringan

ulang. Itu merupakan beberapa penyebab tidak seragamnnya waktu lead

proses produksi masing item batch dalam produk sejenis.

Ketidak seragaman waktu lead time proses produksi salah satunya

yaitu lama simpan SPK pengemasan yang belum dilakukan proses

pengemasan, hal ini disebabkan waktu tunggu masing masing produk

untuk dilakukan pengemasan tergantung juga pada jumlah Mch dan Mh

yang ad pada proses pengemasan, Mch sangat erat kaitannya dengan

jumlah mesin serta output produksi tiap mesin per jam begitu pula Mh atau

tenaga dari personil pada tiap mesin juga mempengaruhi waktu produksi.

Jadi jika waktu tunggu ingin dikurangi dapat dilakukan penambahan Mch

dan Mh dengan penambahan mesin atau peremajaan mesin serta jumlah

orang atau operator yang perlu ditambah.

Masalah ketidak seragaman lead time pada proses produksi adalah

mengenai Man dan Milleu (lingkungan). Personil/Man di setiap mesin

sering dijumpai bergantian saat mengoperasikan mesin dan juga tidak ada

SOP yang mengaturnya. Hal ini berpengaruh mengenai pengalaman

personil dalam mengoperasikan mesin dan menangani/memperkecil

Page 93: Laporan PKPA KF Plant Bandung

93

masalah reject. Milleu/lingkungan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah

tentang motivasi kerja dari personil.

Ketidak seragaman lead time proses produksi juga dipengaruhi

waktu karantina produk hasil cetak yang beragam hal ini juga dipengaruhi

waktu tunggu dari prosess pengemasan yang lama dan tidak beragam antar

produk sejenis, sama halnya dengan lama simpan SPK pengemasan yang

belum dilakukan proses pengemasan, hal ini juga dapat diatasi dengan

penambahan Mch dan Mh pada proses pengemasan.

Selanjutnya ketidak seragaman waktu lead time proses produksi

disebabkan ketidak seragaman jumlah item produk dalam 1 batch produksi

hal ini juga dapat mempengaruhi lead time prose produksi yang beragam,

sebagai contoh dalam 1 No.Batch hanya ada ½ dari jumlah produksi yang

diproses sehingga lead time proses produksi lebih cepat dari batch yang

lain dalam produk yang sejenis, begitu pula jika dalam 1 No.Batch ada

penambahan, baik pada proses grabulasi maupun pada proses yang lainnya

juga dapat mempengaruhi lead time prosessnya yang semakin lama

dibandingkan dari batch yang lain dalam produk sejenis. Sebagai

tambahan informasi yaitu 1 bets= 3.000.000 tablet (kapasitas 300,00 kg),

maka penimbangan dibagi menjadi 4 lot yaitu Lot A, Lot B, Lot C, Lot D

dimana masing-masing lot sejumlah 75 kg. kemudian dilakukan proses

produksi hingga dihasilkan tablet jadi, lalu dari masing-masing lot tersebut

digabung menjadi 1.

Ketidak seragaman lead time proses juga dipengaruhi pada proses

pengulangan pada salah satu tahap produksi, seperti pada proses

pengeringan. Dilakukannya proses pengeringan ulang disebabkan kadar air

dari granul kering masih cukup tinggi hal ini dapat berpengaruhi nannti

pada proses pencetakan tablet, sehingga harus dilakukan pengerigan ulang

yang ini juga dapat menambah lead time proses produksi itu sendiri. Sama

halnya dengan pengeringan ulang, pencampuran ulang juga dapat

mempengaruhi lead time proses karena terjadi penambahan tahap dalam

proses produksi yang sebelumnya tidak direncanakan, dan juga dari proses

Page 94: Laporan PKPA KF Plant Bandung

94

penambahan dari pencampuran ulang juga bias menambah jumlah

produksi dalam 1 no.batch sehingga juga dapat menambah lead time

proses produksi itu sendiri.

Dari data lead time yang dibuat piroxicam 10 memiliki persentase

ketidak seragaman lead time dari data keseluruhannya yang berjumlah 10

penyimpangan dari 27 data yang diperoleh, masalah pada piroxicam tidak

terlalu berbeda dengan 9 item produk yang lain sebagian besar disebabkan

dari dilakukannya pencampuran ulang dan jumlah item produk dalam 1

no.batch yang tidak seragam. Walaupun begitu tidak terlalu

mempengaruhi kualitas dari masing masing item produk. Lead time proses

produksi hanya untuk menilai seberapa lama suatu produk di proses dari

tahapan awal sampai akhir.

Penggunaan software aplikasi Minitab 16 ditujukan untuk

mendapatkan nilai rata-rata (center line), Cpk, Ppk, Ucl (batas control

atas), Lcl (batas control bawah), dan data yang lainnya yang diambil dari

nilai Lead time masing masing item produk yang diuji. Penghilangan nilai

yang tidak masuk rentang kontrolnya atau data yang menyimpang jauh

(out of line) dari rata-rata nilai lead time. Apabila maksimal lead time

yang diusulkan mempunyai nilai yang signifikan untuk mengubah harga

produk menurut marketing/PPIC, maka batas kontrol atas bisa dihitung

ulang dengan memasukkan data yang masuk rentang dari batas kontrol

atas sebelumnya, namun disisi lain persyaratan nilai lead time penandaan

bahan kemas menjadi lebih ketat.

Page 95: Laporan PKPA KF Plant Bandung

95

I. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data, maka dapat disimpulkan

No.

Nama Produk

Jumlah Data

Nilai Lead Time (Hari) Analisa SPC (MiniTab 16)

Total Out of

line Rata-rata

Tercepat Terlama UCL LCL Usulan

CPK PPK USL LSL

1. Allopurinol 100 31 3 37,6 28 46 53,5 21,6 +15 +15 1,04 1,00

2. Ambroxol tablet 40 8 36,03 26 47 51,7 20,3 +16 -18 1,02 0,7

3. Captopril 25 42 10 36,6 30 43 52,7 21,5 +8 -15 1,02 1,16

4. Cimetidine 12 3 39,3 30 45 56,2 22,2 +15 -15 0,92 1,07

5. Dimenhidrinate 40 7 43,42 31 57 64,4 22,4 +15 -15 1,37 1,05

6. Furosemide 27 4 45,69 30 43 68 23,3 +8 -15 0,89 0,73

7. HCT 25 6 33,4 24 44 43,9 22,9 +8 -15 1,28 0,69

8. Piroxicam 10 28 10 36,6 30 43 53,7 21,5 +8 -15 1,02 1,16

9. Piroxicam 20 94 28 45,7 36 60 52,7 21,5 + 14 - 18 1,18 0,72

10 Simvastatin 20 73 15 39,2 26 51 51,9 26,9 +14 -14 1,24 0,73

Dari data yang di dapatkan diaatas menunjukan perbedaan dari

nilai lead time yang didapatkan berdasarkan nilai usulan USL dan LSL

yang diberikan + dan – dari nilai rata-rata lead time proses masing-masing

item produksi yang diuji.

2. Penyebab perbedaan nilai Lead time proses produksi I (SPKP sampai

pengemasan primer) adalah :

a. Jumlah produksi dalam 1 no.batch tidak seragam, yaitu jumlahnya

yang kurang dari jumlah 1 no.batch ataupun lebih dari jumlah yg ad

b. Machine Hour (Mch) dan Man Hour (Mh), yaitu jumlah waktu (Jam)

personel dan mesin. Semakin tinggi Mch dan Mh maka semakin cepat

nilai lead time proses produksinya

c. Lama waktu karantina hasil cetak, yaitu karantina hasil cetak sebelum

dilakukan pengemasan primer

d. Pencampuran dan pengeringan ulang di salah satu batch pada item

produk yang sejenis.

Page 96: Laporan PKPA KF Plant Bandung

96

J. SARAN

1. Penyeragaman jumlah produksi dalam 1 No.Batch produksi, hal ini agar

mencegah terjadinya timpang perbedaan nilai lead time proses sesuai

dengan nilai Cpk standar CPOB

2. Upgrade Mch dan Mh, yaitu dilakukan dengan penambahan atau

peremajaan mesin dan penambahan personil operator pada mesin di tiap

tahap proses produksi masing-masing

3. Mempercepat atau memaksimalkan lama waktu karantina pada masing

masing tahap proses produksi.

Saran Umum :

1. Perlu dilakukan penyusunan dan penentuan spesifikasi atau standar batas

penyelesaian proses produksi dalam hal ini standar Lead Time proses

masing masing item produk (P3i)

2. Pemanfaatan waktu proses produksi yang lebih efisien dan efektif

3. Pemanfaatan sumber daya, kapasitas mesin, dan fasilatas pendukung

lainnya

4. Pengaturan jadwal produksi berdarakan skala prioritas, biasanya produk

jadi yang stocknya sudah menipis harus didahulukan. Produk produk yang

sejenis diusahakan diproduksi secara berurutan dengan tujuan untuk

memudahkan proses serta mengurangi perbedaan lead time (waktu

produksi tiap item produk yang sejenis).

Page 97: Laporan PKPA KF Plant Bandung

97

BAB V

PEMBAHASAN

Plant Tour PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

Sebagai industri yang memproduksi bahan baku obat dan formulasi obat

maka seluruh aspek CPOB harus diterapkan untuk menjamin mutu, khasiat dan

keamanan obat yang beredar di masyarakat . PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Bandung telah berupaya untuk mewujudkan penerapan CPOB dalam

seluruh kegiatan proses produksi. Selain menerapkan CPOB, PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Bandung juga telah memperoleh sertifikat ISO 9001: 2008

yang mengatur sistem manajemen mutu. Dengan adanya sertifikat ISO maka PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung juga dapat mengekspor produknya ke

luar negeri dan dapat melengkapi pelaksanaan CPOB di industri farmasi, dimana

CPOB mengatur penerapan produksi obat yang baik, sedangkan ISO 9001:2008

lebih mengatur mengenai pengendalian atau control pelaksanaan kegiatan di

indutri farmasi.

Penerapan CPOB di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung, yaitu:

1. Bangunan

Rancang bangun dibuat sedemikian rupa seperti konstruksi yang kuat dan

desain yang mudah dibersihkan, terhindar dari hama, pencemaran silang sehingga

dapat menunjang kegiatan produksi dengan baik.

Bangunan yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah memiliki ukuran,

rancang bangun, konstruksi, letak yang memadai agar memudahkan dalam

pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik serta memiliki lokasi

untuk mencegah terjadinya pencemaran seperti pencemaran udara, tanah, air

maupun kegiatan disekitarnya. Meskipun, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Bandung terletak di tengan kota, namun tindakan seperti pengolahan limbah cair

dan ampas kina telah ditangani dengan cukup efektif.

Ruangan dalam gedung produksi telah memenuhi CPOB yang meliputi

dinding, lantai dan langit-langit yang terbuat dari epoksi dengan permukaan yang

halus, rata dan licin serta pertemuan dinding dengan lantai tidak membentuk sudut

Page 98: Laporan PKPA KF Plant Bandung

98

sehingga lebih mudah dibersihkan. Ruang produksi juga telah dilengkapi dengan

sistem sirkulasi udara yang dapat mengurangi debu dengan pengaturan tekanan

udara sehingga dapat mengurangi kontaminasi silang. Selain itu juga terdapat

ruang antara yang memisahkan Grey Area dan Black Area. Untuk bangunan

produksi tablet hormon dipisahkan dengan produksi lain karena memiliki efek

yang berbahaya jika terjadi kontaminasi silang.

2. Personalia

Karyawan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung mendapat

perhatian yang cukup baik terbukti dengan adanya kegiatan yang ditujukan untuk

meningkatkan kualitas karyawan seperti memberikan pelatihan yang berkaitan

dengan prinsip-prinsip pelaksanaan CPOB bagi seluruh personil yang ikut serta

dalam kegiatan produksi dan pengendalian mutu. Tujuan dari pelatihan ini untuk

menjamin agar karyawan terbiasa bekerja dengan persyaratan CPOB yang

berkaitan dengan tugasnya. Catatan pelatihan karyawan disimpan dan efektivitas

program pelatihan dinilai untuk menentukan prestasi karyawan tersebut.

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah melakukan

pemisahan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan yang jelas melalui struktur

organisasinya agar daoat menghasilkan kinerja yang optimal. Struktur organisasi

memisahkan dengan jelas antara bagian produksi dan bagian pengawasan mutu

sesuai dengan petunjuk CPOB. Masing-masing bagian tersebut dipimpin oleh

seorang apoteker dan merupakan orang yang berlainan dan tidak bertanggung

jawab satu sama lain.

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah memberikan

perhatian terhadap kesejahteraan bagi para karyawannya, misalnya dengan

memberikan asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, makan siang, pakaian seragam,

dilengkapi dengan fasilitas klinik kesehatan bagi karyawan serta mushola.

3. Peralatan

Peralatan yang dimiliki PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

dirancang sesuai dengan kebutuhan produksi. Peralatan produksi telah

ditempatkan sesuai dengan persyaratan untuk mencegah kontaminasi silang,

memberikan keleluasaan pekerja, memudahkan proses pembersihan dan supaya

Page 99: Laporan PKPA KF Plant Bandung

99

setiap proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien karena peralatan

ditempatkan sesuai alur produksi. Mesin dicek dan dibersihkan sebelum dan

sesudah produksi dan hanya peralatan yang memenuhi syarat yang dapat

digunakan untuk produksi.

4. Sanitasi dan Higiene

Untuk menjamin kebersihan ruangan produksi disediankan ruangan

penyangga yang berfungsi sebagai pembatas antara ruang abu-abu dan ruang

hitam. Alur barang yang akan masuk ke ruang produksi harus melalui ruang

penyangga yang terpisah dengan ruang penyangga petugas atau operator produksi.

Karyawan dilarang merokok, makan, minum atau menyimpan makanan dan

minuman di dalam ruang produksi dan laboratorium atau ruangan lain yang

kemungkinan dapat menurunkan kualitas produk.

Setiap karyawan dan tamu yang akan memasuki ruang produksi harus

mencuci tangan dan desinfektan dan menggunakan pakaian khusus yang

dilengkapi dengan penutup kepala dan sepatu khusus. Karyawan yang akan

melakukan proses pengolahan produk harus menggunakan sarung tangan untuk

menghindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan baku maupun produk

yang dihasilkan.

5. Produksi

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah menerapkan CPOB

pada setiap kegiatan produksi sehingga dapat menjamin mutu bahan awal an

produk yang dihasilkan antara lain melakukan validasi metode analisis bahan

baku dan validasi proses produksi. Validasi proses produksi dilakukan untuk

membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dari bets ke bets senantiasa

dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi

ketentuan umum yang ditetapkan.

Dalam melaksanakan proses produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Bandung memiliki alur kerja yang tersusun rapi sehingga memudahkan

penelusuran apabila ada ketidaksesuaian yang timbul. Seluruh proses produksi

ditulis dalam CPB/CKB yang menjamin adanya konsistensi cara dan pelaksanaan

produksi. CPB/CKB merupakan panduan bagi pelaksana produksi dan memuat

Page 100: Laporan PKPA KF Plant Bandung

100

seluruh catatan pembuatan produk dalam satu bets, selain itu dengan adanya in

process control pada tiap tahap produksinya memungkinkan pengurangan

kesalahan yang terjadi.

Proses produksi dan pengolahan telah memenuhi persyaratan CPOB yaitu

pelaksanaan produksi sesuai prosedur tertulis yang ditetapkan CPB, bahan baku

yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu identitas, jumlah yang digunakan

untuk produksi sesuai dengan yang tertera dalam CPB. Lingkungan, ruangan dan

peralatannya dicek kebersihannya dan harus mendapat persetujuan laboratorium

sebelum digunakan.

6. Pengawasan Mutu

Bagian pengawasan mutu merupakan bagian yang memegang peranan

penting dalam pelaksanaan CPOB karena bagian ini menentukan kelayakan setiap

produk apakah memenuhi persyaratan atau tidak untuk dipasarkan.

Pengawasan mutu dilakukan sejak datangnya bahan baku dan bahan

pengemas dari distributor hingga produk jadi yang siap untuk didistribusikan

sampai produk beredar di pasaran.

Pengendalian mutu bahan baku, bahan pengemas dan produk yang

dihasilkan PT. Kimia Farma pada umumnya menggunakan spesifikasi dan metode

analisa yang dianjurkan dalam FI, USP, BP dan EP yang sesuai dengan fasilitas

analisa yang ada dalam laboratorium QC. Metode analisa terlebih dahulu di

validasi atau diverifikasi oleh tim validasi.

7. Dokumentasi

Segala kegiatan kerja di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

telah terdokumentasi dengan baik hal ini karena ISO 9001 versi 2008 yang

didalamnya mengatur sistem manajemen mutu salah satunya mengenai

dokumentasi. Dalam hal ini Manajemen Representatif (MR) sebagai suatu bagian

yang independen yang mengatur sistem manajemen mutu.

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

yang didalamnya meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan,

laporan serta dokumen lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat.

Page 101: Laporan PKPA KF Plant Bandung

101

BAB VI

KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kerja Praktek Kerja Profesi di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Bandung mulai tanggal 1 Oktober-28 November 2014, dapat disimpulkan

bahwa:

a) Lead time yang semakin pendek pasti menjadi salah satu kekuatan

manufacture dalam iklim persaingan yang semakin kompetitif.

b) Penyimpangan data atau nilai yang out line mempengaruhi dalam

penentuan nilai Cpk dan PPk suatu produk uji.

c) Peserta PKP dapat mengerti dan memahami penerapan CPOB yang

menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang

bertujuan untuk menjamin kualitas produk.

B. Saran

1. Untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

a. Untuk melakukan kualifikasi sebaiknya harus terus dilakukan secara

berkala agar alat dan personalia / operator yang ada dapat tetap bekerja

sesuai spesifikasi yang ada.

b. Perlu dilakukan peremajaan mesin maupun penambahan operator dan

juga perlu dilakukan teknik penandaan yang tidak mudah di hapus

untuk menghindari pemalsuan obat.

2. Untuk Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani

Sebaiknya kegiatan praktek kerja profesi yang diadakan atas kerjasama

antara Universitas Jenderal Achmad Yani dan PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Bandung terus ditingkatkan agar menambah wawasan

pengetahuan dan pengalaman praktis bagi para calon apoteker di bidang

industri farmasi.

Page 102: Laporan PKPA KF Plant Bandung

102

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat

yang Baik, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

British Pharmacopoeia, 2009, British pharmacopoeia 2009, Her Majesty’s

Stationery Office, Cambridge

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, edisi

IV, Jakarta.

Teori Pekerjaan Kefarmasian (http://repository.usu.ac.id diakses 2 November

2014)

The United States Pharmacopeia, 2009, USP 32, United book press, USA

Safiera Siti, 2011, Pemeriksaan Opersional Atas Sistem Pembelian Bahan

Baku Untuk Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas Pada PT. PDM

Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Medan