laporan perekonomian provinsi sulawesi …...kami susun dengan tujuan untuk memberikan informasi...
TRANSCRIPT
LAPORAN PEREKONOMIANPROVINSI SULAWESI TENGAH
MEI2019
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas perkenan-Nya maka
penyusunan buku Laporan Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah Periode
Triwulan I 2019 telah dapat kami selesaikan. Buku Laporan Perekonomian ini
kami susun dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada para pemangku
kepentingan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan di Sulawesi
Tengah. Adapun ruang lingkup dari buku Laporan Perekonomian Provinsi
Sulawesi Tengah ini meliputi kajian mengenai pertumbuhan ekonomi; keuangan
pemerintah; inflasi; stabilitas keuangan daerah; pengembangan akses
keuangan dan UMKM; penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah; ketenagakerjaan dan kesejahteraan; serta prospek perekonomian
dan inflasi ke depan.
Kami berharap informasi yang terangkum dalam buku Laporan Perekonomian
ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pembuat
kebijakan, kalangan akademisi, investor dan pelaku dunia usaha, serta
masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap
perekonomian Sulawesi Tengah.
Selanjutnya, pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
berkenan membantu kami terutama dalam penyediaan data dan informasi
untuk penyusunan buku kajian ini. Dalam rangka penyempurnaan dan
peningkatan kualitas kajian ke depan, kami mengharapkan saran, masukan dan
tentunya update data dan informasi terkini dari seluruh stakeholder. Buku kajian
ini kami cetak dalam jumlah terbatas, dan untuk mendapatkan soft file dapat
diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/.
Semoga Tuhan YME selalu meridhoi setiap upaya kita dalam berkontribusi untuk
memajukan perekonomian di wilayah yang kita cintai ini. Terima kasih.
Palu, Februari 2019KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI TENGAH
Ttd
MiyonoDeputi Direktur
Kata
Pen
gant
arLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 iii
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas perkenan-Nya maka
penyusunan buku Laporan Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah Periode
Triwulan I 2019 telah dapat kami selesaikan. Buku Laporan Perekonomian ini
kami susun dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada para pemangku
kepentingan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan di Sulawesi
Tengah. Adapun ruang lingkup dari buku Laporan Perekonomian Provinsi
Sulawesi Tengah ini meliputi kajian mengenai pertumbuhan ekonomi; keuangan
pemerintah; inflasi; stabilitas keuangan daerah; pengembangan akses
keuangan dan UMKM; penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah; ketenagakerjaan dan kesejahteraan; serta prospek perekonomian
dan inflasi ke depan.
Kami berharap informasi yang terangkum dalam buku Laporan Perekonomian
ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pembuat
kebijakan, kalangan akademisi, investor dan pelaku dunia usaha, serta
masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap
perekonomian Sulawesi Tengah.
Selanjutnya, pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
berkenan membantu kami terutama dalam penyediaan data dan informasi
untuk penyusunan buku kajian ini. Dalam rangka penyempurnaan dan
peningkatan kualitas kajian ke depan, kami mengharapkan saran, masukan dan
tentunya update data dan informasi terkini dari seluruh stakeholder. Buku kajian
ini kami cetak dalam jumlah terbatas, dan untuk mendapatkan soft file dapat
diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/.
Semoga Tuhan YME selalu meridhoi setiap upaya kita dalam berkontribusi untuk
memajukan perekonomian di wilayah yang kita cintai ini. Terima kasih.
Palu, Februari 2019KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI TENGAH
Ttd
MiyonoDeputi Direktur
Kata
Pen
gant
ar
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 iii
Dafta
r Isi
1.1 Kinerja Perekonomian Triwulan I 2019
1.2. Analisis PDRB dari Sisi Penawaran
1.2.1. LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.2.2. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
1.2.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
1.2.4. Lapangan Usaha Konstruksi
1.2.5. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1.3. Analisis PDRB dari Sisi Permintaan
1.3.1. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Lembaga
Nonprofit Rumah Tangga (LNPRT)
1.3.2. Pengeluaran Pemerintah
1.3.3. Investasi
1.3.4. Ekspor Luar Negeri
1.3.5. Impor Luar Negeri
BAB IPERKEMBANGAN EKONOMIMAKRO REGIONAL
2
3
3
4
4
5
6
7
7
8
8
9
10
BAB IIIPERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB IVSTABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSESKEUANGAN DAN UMKM
30
30
31
32
32
33
34
34
34
36
36
38
39
39
40
41
BAB IIKEUANGAN PEMERINTAH
16
16
17
18
Box I : Strategi Pengembangan Umkm Berorientasi Ekspor di
Sulawesi Tengah
Box II : Luwuk, Kota Baru Perhitungan Inflasi Sulawesi Tengahn
Box III : Base-effect Inflasi Sulawesi Tengah
Box IV : Neraca Perdagangan Sulawesi Tengah
BOKS
11
26
28
63
22
22
23
25
25
2.1. Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah
Triwulan I 2019
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBD
2.1.2. Realisasi Belanja APBD
2.2. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah
3.1. Perkembangan Inflasi Secara Umum di Sulawesi
Tengah
3.2. Faktor Penahan Inflasi
3.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
3.4. Tracking Triwulan II 2019
3.5. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
4.1. Asesmen Sektor Korporasi
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor
Korporasi
4.1.2. Kinerja Sektor Korporasi
4.2. Asesmen LU Rumah Tangga
4.2.1. Sumber Kerentanan Rumah
Tangga
4.2.2. Kinerja Rumah Tangga
4.2.3. Eksposur Kredit Rumah Tangga
4.3 Kinerja Perbankan Sulawesi Tengah
4.3.1. Kinerja Bank Umum
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
pada Bank Umum
4.3.3. Penyaluran Kredit Bank Umum
4.3.4. Kinerja Bank Umum Syariah
4.4. Perkembangan Akses Keuangan
4.4.1. Kredit UMKM
4.4.2. Kredit Usaha Rakyat
4.4.3. Perkembangan Bank Perkreditan
Rakyat
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 vLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019iv
Dafta
r Isi
1.1 Kinerja Perekonomian Triwulan I 2019
1.2. Analisis PDRB dari Sisi Penawaran
1.2.1. LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.2.2. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
1.2.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
1.2.4. Lapangan Usaha Konstruksi
1.2.5. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1.3. Analisis PDRB dari Sisi Permintaan
1.3.1. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Lembaga
Nonprofit Rumah Tangga (LNPRT)
1.3.2. Pengeluaran Pemerintah
1.3.3. Investasi
1.3.4. Ekspor Luar Negeri
1.3.5. Impor Luar Negeri
BAB IPERKEMBANGAN EKONOMIMAKRO REGIONAL
2
3
3
4
4
5
6
7
7
8
8
9
10
BAB IIIPERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB IVSTABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSESKEUANGAN DAN UMKM
30
30
31
32
32
33
34
34
34
36
36
38
39
39
40
41
BAB IIKEUANGAN PEMERINTAH
16
16
17
18
Box I : Strategi Pengembangan Umkm Berorientasi Ekspor di
Sulawesi Tengah
Box II : Luwuk, Kota Baru Perhitungan Inflasi Sulawesi Tengahn
Box III : Base-effect Inflasi Sulawesi Tengah
Box IV : Neraca Perdagangan Sulawesi Tengah
BOKS
11
26
28
63
22
22
23
25
25
2.1. Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah
Triwulan I 2019
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBD
2.1.2. Realisasi Belanja APBD
2.2. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah
3.1. Perkembangan Inflasi Secara Umum di Sulawesi
Tengah
3.2. Faktor Penahan Inflasi
3.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
3.4. Tracking Triwulan II 2019
3.5. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
4.1. Asesmen Sektor Korporasi
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor
Korporasi
4.1.2. Kinerja Sektor Korporasi
4.2. Asesmen LU Rumah Tangga
4.2.1. Sumber Kerentanan Rumah
Tangga
4.2.2. Kinerja Rumah Tangga
4.2.3. Eksposur Kredit Rumah Tangga
4.3 Kinerja Perbankan Sulawesi Tengah
4.3.1. Kinerja Bank Umum
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
pada Bank Umum
4.3.3. Penyaluran Kredit Bank Umum
4.3.4. Kinerja Bank Umum Syariah
4.4. Perkembangan Akses Keuangan
4.4.1. Kredit UMKM
4.4.2. Kredit Usaha Rakyat
4.4.3. Perkembangan Bank Perkreditan
Rakyat
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 vLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019iv
BAB V. PERKEMBANGANSISTEM PEMBAYARAN
44
44
45
BAB VI. KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
48
49
50
51
51
53
54
BAB VII.PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
58
59
60
61
61
62
Daftar Tabel17
17
18
19
24
35
36
36
37
37
44
45
48
49
54
Tabel 2.1. Ras io Kemandir ian dan Derajat
Kemandirian Fiskal
Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah
Tabel 2.3. Kinerja Belanja Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi
Sulawesi Tengah
Tabel 3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok
Komoditas (%)
Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kinerja Bank
Umum Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.2. Perkembangan Kredit UMKM per
Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.3. Perkembangan Kredit UMKM per
Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi
Tengah
Tabel 4.4. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
per Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
per Kabupten/Kota Provinsi Sulawesi
Tengah
Tabel 5.1. Pangsa Denominasi Uang Inflow
Tabel 5.2. Pangsa Denominasi Uang Outflow
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas
Menurut Jenis Kegiatan Utama
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan
Tabel 6.3. Indeks Harga Diterima dan Dibayar
Petani Sulawesi Tengah
5.1. Kinerja Sistem Pembayaran
5.1.1. Transaksi Keuangan Secara Tunai
5.1.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai
6.1. Ketenagakerjaan
6.1.1. Tingkat Pengangguran Sulawesi Tengah
6.1.2. Ketenegakerjaan Secara Sektoral
6.1.3. UMP Provinsi Sulawesi Tengah 2019
6.2. Kemiskinan
6.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi
Tengah
6.4. Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Sulawesi
Tengah
7.1. Prospek Perekonomian
7.1.1 Strength
7.1.2 Weakness
7.1.3 Opportunity
7.1.4 Threat
7.2. Prospek Inflasi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 viiLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019vi
BAB V. PERKEMBANGANSISTEM PEMBAYARAN
44
44
45
BAB VI. KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
48
49
50
51
51
53
54
BAB VII.PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
58
59
60
61
61
62
Daftar Tabel17
17
18
19
24
35
36
36
37
37
44
45
48
49
54
Tabel 2.1. Ras io Kemandir ian dan Derajat
Kemandirian Fiskal
Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah
Tabel 2.3. Kinerja Belanja Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi
Sulawesi Tengah
Tabel 3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok
Komoditas (%)
Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kinerja Bank
Umum Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.2. Perkembangan Kredit UMKM per
Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.3. Perkembangan Kredit UMKM per
Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi
Tengah
Tabel 4.4. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
per Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
per Kabupten/Kota Provinsi Sulawesi
Tengah
Tabel 5.1. Pangsa Denominasi Uang Inflow
Tabel 5.2. Pangsa Denominasi Uang Outflow
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas
Menurut Jenis Kegiatan Utama
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan
Tabel 6.3. Indeks Harga Diterima dan Dibayar
Petani Sulawesi Tengah
5.1. Kinerja Sistem Pembayaran
5.1.1. Transaksi Keuangan Secara Tunai
5.1.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai
6.1. Ketenagakerjaan
6.1.1. Tingkat Pengangguran Sulawesi Tengah
6.1.2. Ketenegakerjaan Secara Sektoral
6.1.3. UMP Provinsi Sulawesi Tengah 2019
6.2. Kemiskinan
6.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi
Tengah
6.4. Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Sulawesi
Tengah
7.1. Prospek Perekonomian
7.1.1 Strength
7.1.2 Weakness
7.1.3 Opportunity
7.1.4 Threat
7.2. Prospek Inflasi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 viiLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019vi
Daftar Grafik2
3
3
4
4
4
4
5
5
6
6
7
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
16
16
18
18
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB
Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi Per LU
Grafik 1.3. Harga CPO Internasional (USD/Mt)
Grafik 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan dan
Triwulanan LU Pertanian
Grafik 1.5. Pertumbuhan Subusaha Pertanian
Grafik 1.6. Perkembagan Ekspor Nikel
Grafik 1.7. Perkembangan LU Pertambangan
Grafik 1.8. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan
Grafik 1.9 Pertumbuhan Subusaha Industri
Pengolahan (yoy, %)
Grafik 1.10. Perkembangan LU Konstruksi
Grafik 1.11. Pertumbuhan Perdagangan (%, yoy)
Grafik 1.12. Perkembangan Konsumsi Rumah
Tangga
Grafik 1.13. P e r k e m b a n g a n P e n g e l u a r a n
Pemerintah
Grafik 1.15. PMA dan PMDN
Grafik 1.14. Perkembangan PMTB Sulawesi Tengah
Grafik 1.16. Pangsa Investasi Per LU
Grafik 1.18. Perkembangan Ekspor Luar Negeri
Sulawesi Tengah
Graifk 1.19. Ekspor Per Jenis Komoditas
Grafik 1.17. Investasi Per Kab / Kota
Grafik 1.20. Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.21. Perkembangan Impor Sulawesi Tengah
Grafik 1.22. Komoditas Impor Sulawesi Tengah
Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan dan Belanja
Daerah
Grafik 2.2. Perkembangan Tingkat Realisasi per
Pos Pendapatan Daerah
Grafik 2.3. Perkembangan Realisasi Persentase
Belanja
Grafik 2.4. Realisasi Fisik Pemda
19
19
22
22
22
22
23
24
24
24
31
31
31
32
32
33
33
34
34
34
34
45
46
46
48
48
50
50
51
51
51
52
52
52
52
53
53
54
54
55
55
59
62
35
35
36
36
36
36
37
37
37
38
38
38
39
39
39
39
41
42
42
44
45
Grafik 2.5. Perkembangan Realisasi Serapan
Belanja APBN periode 2012-2018
Grafik 2.6. Perkembangan Nominal Realisasi
Belanja APBN di Sulawesi Tengah
(triwulanan)
Grafik 3.1. Indeks Harga Konsumen Sulawesi
Tengah
Grafik 3.2. Inflasi (yoy) Sulawesi Tengah, Sulawesi
dan Sulampua
Grafik 3.3. Inflasi Sulawesi Tengah dan Nasional
Grafik 3.4. Inflasi Bulanan Kota Palu
Grafik 3.5. Pergerakan Survei Konsumen
Grafik 3.6. Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan
Kelompok Bahan Makanan (%)
Grafik 3.7. Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan
Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan
Grafik 3.8. Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Grafik 4.1. Harga Komoditas Industri
Grafik 4.2. Harga Komoditas Perkebunan
Grafik 4.3. Perkembangan PMI Tiongkok dan
Jepang
Grafik 4.4. Lifting Gas LNG (Per MMSCF)
Grafik 4.5. Ekspor Olahan Nikel (Juta USD)
Grafik 4.6. Indeks Tendensi Konsumen dan
Konsumsi (YOY)
Grafik 4.7. Pendapatan Terkini dan Frekuensi
Konsumsi
Grafik 4.8. Pangsa Kredit RT
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit RT (yoy)
Grafik 4.10. NPL Kredit RT (yoy)
Grafik 4.11. Suku Bunga Kredit dan Kredit (yoy)
Grafik 4.12. Suku Bunga Deposit dan DPK (yoy)
Grafik 4.13. Pertumbuhan Aset dan NPL
Grafik 4.14. Perkembangan DPK Bank Umum
Grafik 4.15. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis
Simpanan
Grafik 4.16. DPK Per Golongan Nasabah (Rp Miliar)
Grafik 4.17. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis
Bank
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Bank Umum
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.19. P a n g s a K r e d i t B a n k U m u m
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.20. Heatmap Pertumbuhan Kredi dan NPL
Per LU
Grafik 4.23. Perkembangan Kredit LU Utama
Grafik 4.24. NPL LU Utama Perbankan
Grafik 4.25. Heatmap Kredit Per Kab / Kota di
Sulawesi Tengah
Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit dan DPK Syariah
Grafik 4.27. Perkembangan Aset Perbankan Syariah
Grafik 4.28. Perkembangan DPK Bank Syariah
Menurut Jenis Simpanan
Grafik 4.29. Perkembangan Pembiayaan Bank
Syariah Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 4.30. Perkembangan Aset BPR di Sulawesi
Tengah
Grafik 4.31. Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis
Simpanan
Grafik 4.32. Perkembangan Kredit BPR Menurut
Jenis
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow – Outflow Uang
Tunai
Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Non Tunai di
Sulawesi Tengah
Grafik 5.3. Pangsa Nominal Transaksi RTGS
(Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi
Tengah
Grafik 5.4. Perkembangan Nominal dan Jumlah
Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah
Grafik 5.5. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong
Provinsi Sulawesi Tengah
Grafik 6.1. Ketenagakerjaan Berdasarkan Status
Usah
Grafik 6.2. Ketenagakerjaan Formal dan Informasl
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Grafik 6.4. TPT menurut Tingkat Pendidikan
Grafik 6.5. Perkembangan TK Industri & Pertanian
Grafik 6.6. Persentase TK Menurut Lapangan Kerja
Grafik 6.7. Perkembangan UMP Sulawesi Tengah
Grafik 6.8. Tingkat Kemiskinan Sulawesi Tengah
Grafik 6.9. Tingkat Kemiskinan Lintas Sulawesi
Grafik 6.10. Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Kota & Desa Sulawesi Tengah
Grafik 6.11. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan
Indeks Keparahan Kemiskinan Sulawesi
Tengah
Grafik 6.12. Garis Kemiskinan (GK) dan Inflasi
Grafik 6.13. GKM lintas Sulawesi
Grafik 6.14. Perkembangan NTP Sulteng per Sub
Sektor
Grafik 6.15. Perbandingan NTP Lintas Sulawesi
Grafik 6.16. Perkembangan Rasio Gini Sulaewesi
Tengah
Grafik 6.17. Distribusi Pengeluaran Penduduk
Sulawesi Tengah
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 7.2. Inflasi Tahunan 2018 & 2019 (yoy, %)
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 ixLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019viii
Daftar Grafik2
3
3
4
4
4
4
5
5
6
6
7
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
16
16
18
18
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB
Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi Per LU
Grafik 1.3. Harga CPO Internasional (USD/Mt)
Grafik 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan dan
Triwulanan LU Pertanian
Grafik 1.5. Pertumbuhan Subusaha Pertanian
Grafik 1.6. Perkembagan Ekspor Nikel
Grafik 1.7. Perkembangan LU Pertambangan
Grafik 1.8. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan
Grafik 1.9 Pertumbuhan Subusaha Industri
Pengolahan (yoy, %)
Grafik 1.10. Perkembangan LU Konstruksi
Grafik 1.11. Pertumbuhan Perdagangan (%, yoy)
Grafik 1.12. Perkembangan Konsumsi Rumah
Tangga
Grafik 1.13. P e r k e m b a n g a n P e n g e l u a r a n
Pemerintah
Grafik 1.15. PMA dan PMDN
Grafik 1.14. Perkembangan PMTB Sulawesi Tengah
Grafik 1.16. Pangsa Investasi Per LU
Grafik 1.18. Perkembangan Ekspor Luar Negeri
Sulawesi Tengah
Graifk 1.19. Ekspor Per Jenis Komoditas
Grafik 1.17. Investasi Per Kab / Kota
Grafik 1.20. Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.21. Perkembangan Impor Sulawesi Tengah
Grafik 1.22. Komoditas Impor Sulawesi Tengah
Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan dan Belanja
Daerah
Grafik 2.2. Perkembangan Tingkat Realisasi per
Pos Pendapatan Daerah
Grafik 2.3. Perkembangan Realisasi Persentase
Belanja
Grafik 2.4. Realisasi Fisik Pemda
19
19
22
22
22
22
23
24
24
24
31
31
31
32
32
33
33
34
34
34
34
45
46
46
48
48
50
50
51
51
51
52
52
52
52
53
53
54
54
55
55
59
62
35
35
36
36
36
36
37
37
37
38
38
38
39
39
39
39
41
42
42
44
45
Grafik 2.5. Perkembangan Realisasi Serapan
Belanja APBN periode 2012-2018
Grafik 2.6. Perkembangan Nominal Realisasi
Belanja APBN di Sulawesi Tengah
(triwulanan)
Grafik 3.1. Indeks Harga Konsumen Sulawesi
Tengah
Grafik 3.2. Inflasi (yoy) Sulawesi Tengah, Sulawesi
dan Sulampua
Grafik 3.3. Inflasi Sulawesi Tengah dan Nasional
Grafik 3.4. Inflasi Bulanan Kota Palu
Grafik 3.5. Pergerakan Survei Konsumen
Grafik 3.6. Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan
Kelompok Bahan Makanan (%)
Grafik 3.7. Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan
Transpor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan
Grafik 3.8. Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Grafik 4.1. Harga Komoditas Industri
Grafik 4.2. Harga Komoditas Perkebunan
Grafik 4.3. Perkembangan PMI Tiongkok dan
Jepang
Grafik 4.4. Lifting Gas LNG (Per MMSCF)
Grafik 4.5. Ekspor Olahan Nikel (Juta USD)
Grafik 4.6. Indeks Tendensi Konsumen dan
Konsumsi (YOY)
Grafik 4.7. Pendapatan Terkini dan Frekuensi
Konsumsi
Grafik 4.8. Pangsa Kredit RT
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit RT (yoy)
Grafik 4.10. NPL Kredit RT (yoy)
Grafik 4.11. Suku Bunga Kredit dan Kredit (yoy)
Grafik 4.12. Suku Bunga Deposit dan DPK (yoy)
Grafik 4.13. Pertumbuhan Aset dan NPL
Grafik 4.14. Perkembangan DPK Bank Umum
Grafik 4.15. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis
Simpanan
Grafik 4.16. DPK Per Golongan Nasabah (Rp Miliar)
Grafik 4.17. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis
Bank
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Bank Umum
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.19. P a n g s a K r e d i t B a n k U m u m
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.20. Heatmap Pertumbuhan Kredi dan NPL
Per LU
Grafik 4.23. Perkembangan Kredit LU Utama
Grafik 4.24. NPL LU Utama Perbankan
Grafik 4.25. Heatmap Kredit Per Kab / Kota di
Sulawesi Tengah
Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit dan DPK Syariah
Grafik 4.27. Perkembangan Aset Perbankan Syariah
Grafik 4.28. Perkembangan DPK Bank Syariah
Menurut Jenis Simpanan
Grafik 4.29. Perkembangan Pembiayaan Bank
Syariah Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 4.30. Perkembangan Aset BPR di Sulawesi
Tengah
Grafik 4.31. Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis
Simpanan
Grafik 4.32. Perkembangan Kredit BPR Menurut
Jenis
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow – Outflow Uang
Tunai
Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Non Tunai di
Sulawesi Tengah
Grafik 5.3. Pangsa Nominal Transaksi RTGS
(Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi
Tengah
Grafik 5.4. Perkembangan Nominal dan Jumlah
Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah
Grafik 5.5. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong
Provinsi Sulawesi Tengah
Grafik 6.1. Ketenagakerjaan Berdasarkan Status
Usah
Grafik 6.2. Ketenagakerjaan Formal dan Informasl
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Grafik 6.4. TPT menurut Tingkat Pendidikan
Grafik 6.5. Perkembangan TK Industri & Pertanian
Grafik 6.6. Persentase TK Menurut Lapangan Kerja
Grafik 6.7. Perkembangan UMP Sulawesi Tengah
Grafik 6.8. Tingkat Kemiskinan Sulawesi Tengah
Grafik 6.9. Tingkat Kemiskinan Lintas Sulawesi
Grafik 6.10. Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Kota & Desa Sulawesi Tengah
Grafik 6.11. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan
Indeks Keparahan Kemiskinan Sulawesi
Tengah
Grafik 6.12. Garis Kemiskinan (GK) dan Inflasi
Grafik 6.13. GKM lintas Sulawesi
Grafik 6.14. Perkembangan NTP Sulteng per Sub
Sektor
Grafik 6.15. Perbandingan NTP Lintas Sulawesi
Grafik 6.16. Perkembangan Rasio Gini Sulaewesi
Tengah
Grafik 6.17. Distribusi Pengeluaran Penduduk
Sulawesi Tengah
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 7.2. Inflasi Tahunan 2018 & 2019 (yoy, %)
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 ixLAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019viii
Ekonomi Sulawesi Tengah pada Triwulan I 2019
mengalami peningkatan
PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah meningkat pada triwulan laporan.
Ekonomi Sulawesi Tengah tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 5,37% (yoy). Realisasi ini tumbuh diatas ekspektasi mengingat Sulawesi
Tengah baru mengalami bencana pada September 2018. Secara lapangan usaha (LU),
tingginya pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kinerja pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan. Dari LU pertanian, pertumbuhan terutama
ditopang oleh meningkatnya produksi perkebunan kakao. Sementara itu, LU
pertambangan didorong oleh meningkatnya permintaan dari LU industri dan kembali
dilakukannya ekspor bijih nikel. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh
meningkatnya kinerja LU industri pengolahan yang terutama disebabkan oleh
tingginya nilai tambah hilirisasi lanjutan dari stainless steel yakni hot rolled coiled
(HRC) dan cold rolled coiled (CRC). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang oleh
tingginya ekspor pada triwulan laporan dan juga membaiknya konsumsi rumah
tangga (RT)). Namun perbaikan konsumsi RT masih relatif rendah dan belum kembali
ke level sebelum terjadi bencana pada akhir September tahun lalu. Sementara itu,
pertumbuhan investasi dan pengeluaran pemerintah pada periode laporan
mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Investor cenderung wait and
see terhadap penyelenggaraan pesta demokrasi, sedangkan realisasi pengeluaran
pemerintah sesuai pola historisnya pada awal tahun belum terlalu besar. Dari sisi
eksternal, net ekspor secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan yang positif
yang didorong oleh ekspor yang meningkat, impor yang melambat dan net ekspor
antar provinsi juga mengalami penurunan.
Realisasi belanja pemerintah daerah relatif lebih baik dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian realisasi belanja APBD pada triwulan I
2019 tercatat 17,28% dari pagu anggaran Rp 4,26 triliun, atau lebih tinggi dari rata-
rata tiga tahun terakhir 10,52%. Hal ini menjadi stimulus yang bagus bagi
perekonomian pascabencana. Sementara itu, realisasi pendapatan APBD mencapai
lebih dari 21,75% yang ditopang oleh tingginya realisasi pendapatan transfer.
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah mencapai 20,11% dari pagu anggaran Rp
24,79 triliun. Tingginya angka realisasi ini terutama ditopang oleh realisasi transfer ke
daerah pada triwulan laporan. Sementara itu, realisasi penyaluran Anggaran Dana
Desa terserap hingga 18,19%, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pemerataan pembangunan yang sifatnya bottom-up.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Realisasi belanja pemerintah meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019x
Inflasi Sulawesi Tengah pada triwulan I 2019 tercatat 5,59% (yoy), lebih tinggi
dari triwulan IV 2019 6,46% (yoy). Secara tahunan, inflasi Sulteng masih terlihat
tinggi karena faktor base-effect, namun secara akumulatif inflasi masih dalam tingkat
yang rendah bahkan mengalami deflasi yakni -0,59% (ytd). Penurunan tekanan inflasi
disebabkan oleh produksi bahan makanan yang meningkat, distribusi barang-barang
bangunan yang lancar dan relatif menurunnya permintaan pada beberapa jenis
kebutuhan pokok masyarakat.
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dengan baik meskipun terdapat
sedikit peningkatan risiko. Sumber kerentanan korporasi seperti perkembangan
kondisi negara mitra dagang yang melambat dan harga komoditas global yang
cenderung turun diperkirakan memberikan dampak negatif pada kinerja korporasi yang
mengandalkan ekspor. Namun demikian, kinerja industri pengolahan logam tumbuh
tinggi didorong oleh tingginya nilai tambah hilirisasi nikel yakni hot rolled coiled (HRC)
dan cold rolled coiled (CRC). Kinerja LU rumah tangga secara umum masih belum terlalu
membaik setelah terjadinya bencana gempa, tsunami dan likuifaksi. Perkembangan
indikator perbankan sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, namun risiko
kredit macet perlu diwaspadai terutama pada LU perdagangan.
Sepanjang triwulan I 2019, perkembangan jumlah uang yang diedarkan KPw BI
Sulawesi Tengah tercatat net inflow sebesar Rp1.003,14 miliar. Sesuai polanya,
kebutuhan uang kartal pada triwulan laporan cenderung dalam kondisi net inflow yang
berarti bahwa jumlah uang kartal yang masuk dari kas Bank Indonesia baik melalui
penyetoran perbankan ataupun penarikan kas titipan cenderung lebih banyak apabila
dibandingkan uang kartal yang keluar dari kas bank Indonesia. Transaksi keuangan
secara non tunai yang mencakup transaksi yang menggunakan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) secara total
mengalami penurunan selama triwulan I 2019.
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah sedikit memburuk. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Tengah pada Februari 2019 mencapai 3,54%
lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,19%. Salah satu penyebabnya
adalah dampak bencana yang menyebabkan tenaga kerja kehilangan mata
pencahariannya terutama pada sektor pertanian dan perdagangan. Sementara itu,
tingkat kemiskinan mengalami penurunan seiring dengan membaiknya kinerja LU
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dengan baik
Uang beredar di Sulawesi Tengah tercatat net inflow
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 xi
Tingkat pengangguran meningkat
Tekanan inflasi masih tinggi secara tahunan, namun secara akumulatif rendah
Ekonomi Sulawesi Tengah pada Triwulan I 2019
mengalami peningkatan
PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah meningkat pada triwulan laporan.
Ekonomi Sulawesi Tengah tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 5,37% (yoy). Realisasi ini tumbuh diatas ekspektasi mengingat Sulawesi
Tengah baru mengalami bencana pada September 2018. Secara lapangan usaha (LU),
tingginya pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kinerja pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan. Dari LU pertanian, pertumbuhan terutama
ditopang oleh meningkatnya produksi perkebunan kakao. Sementara itu, LU
pertambangan didorong oleh meningkatnya permintaan dari LU industri dan kembali
dilakukannya ekspor bijih nikel. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh
meningkatnya kinerja LU industri pengolahan yang terutama disebabkan oleh
tingginya nilai tambah hilirisasi lanjutan dari stainless steel yakni hot rolled coiled
(HRC) dan cold rolled coiled (CRC). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang oleh
tingginya ekspor pada triwulan laporan dan juga membaiknya konsumsi rumah
tangga (RT)). Namun perbaikan konsumsi RT masih relatif rendah dan belum kembali
ke level sebelum terjadi bencana pada akhir September tahun lalu. Sementara itu,
pertumbuhan investasi dan pengeluaran pemerintah pada periode laporan
mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Investor cenderung wait and
see terhadap penyelenggaraan pesta demokrasi, sedangkan realisasi pengeluaran
pemerintah sesuai pola historisnya pada awal tahun belum terlalu besar. Dari sisi
eksternal, net ekspor secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan yang positif
yang didorong oleh ekspor yang meningkat, impor yang melambat dan net ekspor
antar provinsi juga mengalami penurunan.
Realisasi belanja pemerintah daerah relatif lebih baik dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian realisasi belanja APBD pada triwulan I
2019 tercatat 17,28% dari pagu anggaran Rp 4,26 triliun, atau lebih tinggi dari rata-
rata tiga tahun terakhir 10,52%. Hal ini menjadi stimulus yang bagus bagi
perekonomian pascabencana. Sementara itu, realisasi pendapatan APBD mencapai
lebih dari 21,75% yang ditopang oleh tingginya realisasi pendapatan transfer.
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah mencapai 20,11% dari pagu anggaran Rp
24,79 triliun. Tingginya angka realisasi ini terutama ditopang oleh realisasi transfer ke
daerah pada triwulan laporan. Sementara itu, realisasi penyaluran Anggaran Dana
Desa terserap hingga 18,19%, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pemerataan pembangunan yang sifatnya bottom-up.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Realisasi belanja pemerintah meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019x
Inflasi Sulawesi Tengah pada triwulan I 2019 tercatat 5,59% (yoy), lebih tinggi
dari triwulan IV 2019 6,46% (yoy). Secara tahunan, inflasi Sulteng masih terlihat
tinggi karena faktor base-effect, namun secara akumulatif inflasi masih dalam tingkat
yang rendah bahkan mengalami deflasi yakni -0,59% (ytd). Penurunan tekanan inflasi
disebabkan oleh produksi bahan makanan yang meningkat, distribusi barang-barang
bangunan yang lancar dan relatif menurunnya permintaan pada beberapa jenis
kebutuhan pokok masyarakat.
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dengan baik meskipun terdapat
sedikit peningkatan risiko. Sumber kerentanan korporasi seperti perkembangan
kondisi negara mitra dagang yang melambat dan harga komoditas global yang
cenderung turun diperkirakan memberikan dampak negatif pada kinerja korporasi yang
mengandalkan ekspor. Namun demikian, kinerja industri pengolahan logam tumbuh
tinggi didorong oleh tingginya nilai tambah hilirisasi nikel yakni hot rolled coiled (HRC)
dan cold rolled coiled (CRC). Kinerja LU rumah tangga secara umum masih belum terlalu
membaik setelah terjadinya bencana gempa, tsunami dan likuifaksi. Perkembangan
indikator perbankan sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, namun risiko
kredit macet perlu diwaspadai terutama pada LU perdagangan.
Sepanjang triwulan I 2019, perkembangan jumlah uang yang diedarkan KPw BI
Sulawesi Tengah tercatat net inflow sebesar Rp1.003,14 miliar. Sesuai polanya,
kebutuhan uang kartal pada triwulan laporan cenderung dalam kondisi net inflow yang
berarti bahwa jumlah uang kartal yang masuk dari kas Bank Indonesia baik melalui
penyetoran perbankan ataupun penarikan kas titipan cenderung lebih banyak apabila
dibandingkan uang kartal yang keluar dari kas bank Indonesia. Transaksi keuangan
secara non tunai yang mencakup transaksi yang menggunakan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) secara total
mengalami penurunan selama triwulan I 2019.
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah sedikit memburuk. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Tengah pada Februari 2019 mencapai 3,54%
lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,19%. Salah satu penyebabnya
adalah dampak bencana yang menyebabkan tenaga kerja kehilangan mata
pencahariannya terutama pada sektor pertanian dan perdagangan. Sementara itu,
tingkat kemiskinan mengalami penurunan seiring dengan membaiknya kinerja LU
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dengan baik
Uang beredar di Sulawesi Tengah tercatat net inflow
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 xi
Tingkat pengangguran meningkat
Tekanan inflasi masih tinggi secara tahunan, namun secara akumulatif rendah
pertanian pada periode laporan yakni sebelum gempa (September 2018). Rasio Gini
Sulteng pada September 2018 juga membaik menjadi 0,317, dari posisi sebelumnya
pada September 2017 yakni 0,345. Nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah masih
berada di bawah NTP Nasional. Hal ini menggambarkan bahwa rasio harga produk
yang diterima oleh petani Sulawesi Tengah lebih rendah dari harga produk lain yang
harus mereka bayar. Untuk itu, perlu upaya lebih dalam meningkatkan pemberdayaan
petani agar produktivitasnya meningkat. Beberapa strategi yang dapat dilakukan
melalui program ekstensifikasi maupun intensifikasi, serta meningkatkan daya tawar
petani melalui perbaikan kelembagaan.
PROSPEK PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2019 diprakirakan
akan tetap stabil yakni berada di kisaran 6,6 – 7,0% (yoy). Produksi industri
manufaktur terutama dari industri hilirirsasi lanjutan nikel yakni cold rolled coiled
(CRC) masih akan menjadi kunci pertumbuhan pada periode mendatang. Selain itu,
perbaikan investasi usai pemilihan umum juga diprakirakan akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan selain perbaikan sisi konsumsi rumah
tangga.
Tingkat inflasi pada triwulan III 2019 diprakirakan akan tetap tinggi karena base effect
yang berada pada kisaran 5,0 – 5,4% (yoy). Tekanan dari kelompok transpor
khususnya tarif angkutan udara diperkirakan menurun seiring penyeusuaian tarif
batas atas. Dari sisi kelompok bahan makanan, fluktuasi produksi beberapa
komoditas bahan makanan masih belum stabil karena irigasi di Kab. Sigi masih belum
diperbaiki dan curah hujan yang tak menentu. Selain itu, tekanan dari kelompok
lainnya seperti makanan jadi dan sandang diperkirakan sedikit meningkat seiring
potensi kenaikan permintaan masyarakat menjelang perayaan lebaran.
Arah Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2019
diperkirakan meningkat
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019xii
Tekanan inflasi diperkirakan menurun
pada Triwulan III 2019
pertanian pada periode laporan yakni sebelum gempa (September 2018). Rasio Gini
Sulteng pada September 2018 juga membaik menjadi 0,317, dari posisi sebelumnya
pada September 2017 yakni 0,345. Nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah masih
berada di bawah NTP Nasional. Hal ini menggambarkan bahwa rasio harga produk
yang diterima oleh petani Sulawesi Tengah lebih rendah dari harga produk lain yang
harus mereka bayar. Untuk itu, perlu upaya lebih dalam meningkatkan pemberdayaan
petani agar produktivitasnya meningkat. Beberapa strategi yang dapat dilakukan
melalui program ekstensifikasi maupun intensifikasi, serta meningkatkan daya tawar
petani melalui perbaikan kelembagaan.
PROSPEK PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2019 diprakirakan
akan tetap stabil yakni berada di kisaran 6,6 – 7,0% (yoy). Produksi industri
manufaktur terutama dari industri hilirirsasi lanjutan nikel yakni cold rolled coiled
(CRC) masih akan menjadi kunci pertumbuhan pada periode mendatang. Selain itu,
perbaikan investasi usai pemilihan umum juga diprakirakan akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan selain perbaikan sisi konsumsi rumah
tangga.
Tingkat inflasi pada triwulan III 2019 diprakirakan akan tetap tinggi karena base effect
yang berada pada kisaran 5,0 – 5,4% (yoy). Tekanan dari kelompok transpor
khususnya tarif angkutan udara diperkirakan menurun seiring penyeusuaian tarif
batas atas. Dari sisi kelompok bahan makanan, fluktuasi produksi beberapa
komoditas bahan makanan masih belum stabil karena irigasi di Kab. Sigi masih belum
diperbaiki dan curah hujan yang tak menentu. Selain itu, tekanan dari kelompok
lainnya seperti makanan jadi dan sandang diperkirakan sedikit meningkat seiring
potensi kenaikan permintaan masyarakat menjelang perayaan lebaran.
Arah Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2019
diperkirakan meningkat
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019xii
Tekanan inflasi diperkirakan menurun
pada Triwulan III 2019
Tabel Indikator EkonomiSulawesi Tengah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019xiv
A. PDRB & INFLASI
INDIKATOR
Ekonomi Makro Regional
PDRB (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Penggunaan
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Palu*
Laju Inflasi Tahunan (%) Kota Palu
I II
3,91
3,85
6,14
6,13
11,71
5,37
(0,50)
1,62
3,45
5,43
2,65
11,49
5,93
4,30
4,76
2,11
7,63
4,77
6,08
(0,90)
(3,32)
71,76
81,34
36,88
129,46
4,05
6,61
5,59
11,35
7,59
8,40
4,64
4,57
4,65
7,41
6,88
7,47
8,14
6,22
5,68
4,88
4,33
8,48
3,70
6,98
2,47
3,99
21,97
9,46
15,33
132,10
5,23
III IV
8,73
5,43
18,94
13,38
7,28
8,21
5,08
3,88
7,85
11,34
8,94
5,95
7,57
5,64
7,84
8,03
9,68
4,93
6,62
4,56
1,02
41,59
83,32
4,28
132,06
4,61
9,15
3,15
21,78
17,69
9,62
6,15
6,45
6,58
7,75
9,46
9,20
2,74
3,57
6,51
8,74
8,93
7,78
7,24
5,74
2,20
1,37
163,15
178,04
77,79
132,59
4,33
2017
I II
6.62
2.57
15.75
12.64
10.27
6.18
0.38
5.36
6.87
9.96
8.75
6.31
5.05
6.55
5.53
8.57
5.99
7.22
5.41
2.16
4.79
147.99
353.17
73.12
132.97
2.71
6.20
6.58
4.38
5.47
11.98
7.17
0.69
8.17
8.29
9.45
8.99
6.44
7.32
7.10
12.36
8.54
6.83
7.87
7.41
14.84
2.36
96.01
202.03
69.90
136.87
3.61
2018
III
7,05
6,08
8,97
11,17
11,11
6,81
2,39
7,77
7,45
9,80
9,64
2,43
6,85
5,81
5,82
6,19
6,56
6,76
7,42
(12,95)
1,09
104,19
26,35
100,49
135,39
2,52
IV
5,37
2,05
2,69
9,76
(3,47)
(0,26)
15,90
(2,54)
7,98
(4,65)
9,92
(8,39)
(0,40)
3,53
17,31
(1,45)
18,05
(1,12)
0,52
1,01
5,78
29,01
175,92
(48,03)
141,15
6,46
I
6.77
4.49
17.50
13.27
0.09
3.62
2.39
0.74
5.96
(3.60)
11.96
(5.56)
(7.14)
4.29
5.94
1.08
9.82
(0.51)
1.42
(12.67)
(3.25)
22.11
18.52
(21.46)
140.40
5.59
2019
B. PERBANKAN
INDIKATOR
Total Aset (YOY)
Giro (YOY)
Deposito (YOY)
Tabungan(YOY)
Kredit (YOY)
Modal Kerja (YOY)
Investasi (YOY)
Konsumsi (YOY)
LDR (%)
NPL (%)
Suku Bunga DPK
Suku Bunga Kredit
I II
7,14
(2,75)
9,63
5,04
10,43
10,25
1,36
12,15
141,09
3,04
3,01
13,01
7,27
2,66
13,47
0,16
8,45
8,84
(7,71)
11,15
137,18
3,29
2,93
13,03
III IV
9,51
15,08
23,54
3,28
10,01
10,78
(6,48)
12,48
137,48
3,09
3,06
12,94
14,36
(0,99)
19,83
13,94
10,96
8,80
(3,31)
14,57
141,40
2,46
2,85
12,58
2017
I II
13,27
4,25
16,00
17,61
13,64
5,43
0,93
20,32
140,48
2,23
2,75
12,09
9,61
4,21
2,03
14,00
10,18
2,97
9,45
14,44
139,11
2,50
2,58
12,00
2018
III
11.65
5.24
0.98
13.04
10.91
3.14
29.67
12.58
141.15
2.44
2.68
11.77
IV
8,61
29,19
0,21
12,41
7,55
5,94
27,05
5,67
137,00
1,95
2,73
11,60
I
4.15
21.78
(0.44)
11.52
4.79
5.67
45.16
(1.09)
133.21
2.57
2.71
11.46
2019
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 xv
C. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR
Outflow (Miliar Rp)
Inflow (Miliar Rp)
Netflow (Miliar Rp)
Transaksi RTGS
Ingoing (Miliar Rp)
Outgoing (Miliar Rp)
Nominal Kliring (Miliar Rp)
Volume Kliring (Lembar)
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp)
Volume Kliring Kredit (Lembar)
RRH Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp)
RRH Volume Kliring Kredit (Lembar)
Kliring Debet
Nominal Kliring Debet (Miliar Rp)
Volume Kliring Debet (Lembar)
RRH Nominal Kliring Debet (Miliar Rp)
RRH Volume Kliring Debet (Lembar)
Kliring Pengembalian
Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp)
Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp)
RRH Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
I II
402,78
1.022,59
-619,81
-
3.292,10
2.742,56
58.141,00
1.379,24
29.085,00
22,25
469,11
1.363,32
29.056,00
21,99
468,65
27,24
678,00
0,44
10,94
2.150,03
311,15
1838,88
-
2.359,09
2.238,49
52.165,00
1.380,01
29.590,00
21,90
469,68
836,36
21.943,00
13,28
348,30
22,12
632,00
0,35
10,03
III IV
697,08
1.117,11
420,03
-
1.847,90
2.619,79
57.001,00
1.573,50
32.931,00
24,98
522,71
1.021,34
23.533,00
16,21
373,54
24,95
537,00
0,40
8,52
2020,74
374,38
1646,36
-
2380,48
2829,57
61460
1.750
37693
27,78
598,30
1059,98
23345
16,83
370,56
19,46
422
0,31
6,70
2017
I II
460,94
1.303,19
-842,25
1.594
2385,07
52892
1433,70
31514,00
23,12
508,29
928,67
20913
14,98
337,31
22,7
465
0,37
8,02
2150,08
1084,98
1065,1
3.216
2.362,92
53.262,00
1474,54
32902
25,42
567,28
864,82
19762
14,91
340,72
23,56
598
0,41
10,31
2018
III
839.11
569.21
269.90
3038.62
2,247.31
56,184
1649.85
36217
26.61
584.15
901.04
19620
14.53
316.45
21,17
437
0,34
7,05
IV
2214,00
407,00
1807,00
4772,53
2.164,04
45.514
1440,918
33169
22,87
526,49
700,025
11751
11,11
186,52
23,101
594
0,37
9,43
I
506.21
1509.35
-1003.14
3542.92
2181.97
44045.00
1471.01
31435
23.35
498.97
699.2865
12362
11.10
196.22
11.66951
248
0.19
3.94
2019
Tabel Indikator EkonomiSulawesi Tengah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019xiv
A. PDRB & INFLASI
INDIKATOR
Ekonomi Makro Regional
PDRB (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Penggunaan
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Palu*
Laju Inflasi Tahunan (%) Kota Palu
I II
3,91
3,85
6,14
6,13
11,71
5,37
(0,50)
1,62
3,45
5,43
2,65
11,49
5,93
4,30
4,76
2,11
7,63
4,77
6,08
(0,90)
(3,32)
71,76
81,34
36,88
129,46
4,05
6,61
5,59
11,35
7,59
8,40
4,64
4,57
4,65
7,41
6,88
7,47
8,14
6,22
5,68
4,88
4,33
8,48
3,70
6,98
2,47
3,99
21,97
9,46
15,33
132,10
5,23
III IV
8,73
5,43
18,94
13,38
7,28
8,21
5,08
3,88
7,85
11,34
8,94
5,95
7,57
5,64
7,84
8,03
9,68
4,93
6,62
4,56
1,02
41,59
83,32
4,28
132,06
4,61
9,15
3,15
21,78
17,69
9,62
6,15
6,45
6,58
7,75
9,46
9,20
2,74
3,57
6,51
8,74
8,93
7,78
7,24
5,74
2,20
1,37
163,15
178,04
77,79
132,59
4,33
2017
I II
6.62
2.57
15.75
12.64
10.27
6.18
0.38
5.36
6.87
9.96
8.75
6.31
5.05
6.55
5.53
8.57
5.99
7.22
5.41
2.16
4.79
147.99
353.17
73.12
132.97
2.71
6.20
6.58
4.38
5.47
11.98
7.17
0.69
8.17
8.29
9.45
8.99
6.44
7.32
7.10
12.36
8.54
6.83
7.87
7.41
14.84
2.36
96.01
202.03
69.90
136.87
3.61
2018
III
7,05
6,08
8,97
11,17
11,11
6,81
2,39
7,77
7,45
9,80
9,64
2,43
6,85
5,81
5,82
6,19
6,56
6,76
7,42
(12,95)
1,09
104,19
26,35
100,49
135,39
2,52
IV
5,37
2,05
2,69
9,76
(3,47)
(0,26)
15,90
(2,54)
7,98
(4,65)
9,92
(8,39)
(0,40)
3,53
17,31
(1,45)
18,05
(1,12)
0,52
1,01
5,78
29,01
175,92
(48,03)
141,15
6,46
I
6.77
4.49
17.50
13.27
0.09
3.62
2.39
0.74
5.96
(3.60)
11.96
(5.56)
(7.14)
4.29
5.94
1.08
9.82
(0.51)
1.42
(12.67)
(3.25)
22.11
18.52
(21.46)
140.40
5.59
2019
B. PERBANKAN
INDIKATOR
Total Aset (YOY)
Giro (YOY)
Deposito (YOY)
Tabungan(YOY)
Kredit (YOY)
Modal Kerja (YOY)
Investasi (YOY)
Konsumsi (YOY)
LDR (%)
NPL (%)
Suku Bunga DPK
Suku Bunga Kredit
I II
7,14
(2,75)
9,63
5,04
10,43
10,25
1,36
12,15
141,09
3,04
3,01
13,01
7,27
2,66
13,47
0,16
8,45
8,84
(7,71)
11,15
137,18
3,29
2,93
13,03
III IV
9,51
15,08
23,54
3,28
10,01
10,78
(6,48)
12,48
137,48
3,09
3,06
12,94
14,36
(0,99)
19,83
13,94
10,96
8,80
(3,31)
14,57
141,40
2,46
2,85
12,58
2017
I II
13,27
4,25
16,00
17,61
13,64
5,43
0,93
20,32
140,48
2,23
2,75
12,09
9,61
4,21
2,03
14,00
10,18
2,97
9,45
14,44
139,11
2,50
2,58
12,00
2018
III
11.65
5.24
0.98
13.04
10.91
3.14
29.67
12.58
141.15
2.44
2.68
11.77
IV
8,61
29,19
0,21
12,41
7,55
5,94
27,05
5,67
137,00
1,95
2,73
11,60
I
4.15
21.78
(0.44)
11.52
4.79
5.67
45.16
(1.09)
133.21
2.57
2.71
11.46
2019
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 xv
C. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR
Outflow (Miliar Rp)
Inflow (Miliar Rp)
Netflow (Miliar Rp)
Transaksi RTGS
Ingoing (Miliar Rp)
Outgoing (Miliar Rp)
Nominal Kliring (Miliar Rp)
Volume Kliring (Lembar)
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp)
Volume Kliring Kredit (Lembar)
RRH Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp)
RRH Volume Kliring Kredit (Lembar)
Kliring Debet
Nominal Kliring Debet (Miliar Rp)
Volume Kliring Debet (Lembar)
RRH Nominal Kliring Debet (Miliar Rp)
RRH Volume Kliring Debet (Lembar)
Kliring Pengembalian
Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp)
Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp)
RRH Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
I II
402,78
1.022,59
-619,81
-
3.292,10
2.742,56
58.141,00
1.379,24
29.085,00
22,25
469,11
1.363,32
29.056,00
21,99
468,65
27,24
678,00
0,44
10,94
2.150,03
311,15
1838,88
-
2.359,09
2.238,49
52.165,00
1.380,01
29.590,00
21,90
469,68
836,36
21.943,00
13,28
348,30
22,12
632,00
0,35
10,03
III IV
697,08
1.117,11
420,03
-
1.847,90
2.619,79
57.001,00
1.573,50
32.931,00
24,98
522,71
1.021,34
23.533,00
16,21
373,54
24,95
537,00
0,40
8,52
2020,74
374,38
1646,36
-
2380,48
2829,57
61460
1.750
37693
27,78
598,30
1059,98
23345
16,83
370,56
19,46
422
0,31
6,70
2017
I II
460,94
1.303,19
-842,25
1.594
2385,07
52892
1433,70
31514,00
23,12
508,29
928,67
20913
14,98
337,31
22,7
465
0,37
8,02
2150,08
1084,98
1065,1
3.216
2.362,92
53.262,00
1474,54
32902
25,42
567,28
864,82
19762
14,91
340,72
23,56
598
0,41
10,31
2018
III
839.11
569.21
269.90
3038.62
2,247.31
56,184
1649.85
36217
26.61
584.15
901.04
19620
14.53
316.45
21,17
437
0,34
7,05
IV
2214,00
407,00
1807,00
4772,53
2.164,04
45.514
1440,918
33169
22,87
526,49
700,025
11751
11,11
186,52
23,101
594
0,37
9,43
I
506.21
1509.35
-1003.14
3542.92
2181.97
44045.00
1471.01
31435
23.35
498.97
699.2865
12362
11.10
196.22
11.66951
248
0.19
3.94
2019
Keindahan Pulau Papan, Ampana - Sumber : Gagak Nusantara
PERTUMBUHANEKONOMI DAERAH
BAB I
Kinerja perekonomian Sulawesi Tengah pada triwulan I 2019 meningkat pada
triwulan laporan. Ekonomi Sulawesi Tengah tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya 5,37% (yoy). Realisasi ini tumbuh diatas
ekspektasi mengingat Sulawesi Tengah baru mengalami bencana pada
September 2018.
Secara sektoral, tingginya pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kinerja
Lapangan Usaha (LU) pertanian, pertambangan dan industri pengolahan. Dari
sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang oleh membaiknya konsumsi RT dan
tingginya ekspor pada triwulan laporan.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2019 diprakirakan
meningkat. Secara sektoral, pertumbuhan kembali akan ditopang oleh LU
pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
ekonomi pada triwulan II 2019 masih akan didorong oleh kegiatan ekspor dan
konsumsi RT.
1,3%4,49%(yoy)
13,27%(yoy)
17,5%(yoy)
22,11%(yoy)
1,42%(yoy)
2,55%
7,41%
0,7%
PERTANIAN
INDUSTRI
PERTAMBANGAN
EKSPOR
KONSUMSI
ANDIL TERHADAPPERTUMBUHANSEKTORGROWTH
1,68%
Keindahan Pulau Papan, Ampana - Sumber : Gagak Nusantara
PERTUMBUHANEKONOMI DAERAH
BAB I
Kinerja perekonomian Sulawesi Tengah pada triwulan I 2019 meningkat pada
triwulan laporan. Ekonomi Sulawesi Tengah tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya 5,37% (yoy). Realisasi ini tumbuh diatas
ekspektasi mengingat Sulawesi Tengah baru mengalami bencana pada
September 2018.
Secara sektoral, tingginya pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kinerja
Lapangan Usaha (LU) pertanian, pertambangan dan industri pengolahan. Dari
sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang oleh membaiknya konsumsi RT dan
tingginya ekspor pada triwulan laporan.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan II 2019 diprakirakan
meningkat. Secara sektoral, pertumbuhan kembali akan ditopang oleh LU
pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
ekonomi pada triwulan II 2019 masih akan didorong oleh kegiatan ekspor dan
konsumsi RT.
1,3%4,49%(yoy)
13,27%(yoy)
17,5%(yoy)
22,11%(yoy)
1,42%(yoy)
2,55%
7,41%
0,7%
PERTANIAN
INDUSTRI
PERTAMBANGAN
EKSPOR
KONSUMSI
ANDIL TERHADAPPERTUMBUHANSEKTORGROWTH
1,68%
positif, didorong oleh ekspor yang meningkat serta impor
yang melambat dan penurunan net ekspor antar provinsi
yang cukup dalam.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah meningkat
pada triwulan laporan. Ekonomi Sulawesi Tengah
tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 5,37% (yoy). Realisasi ini tumbuh diatas
ekspektasi mengingat Sulawesi Tengah baru mengalami
bencana pada September 2018. Secara sektoral, tingginya
pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kinerja LU
pertanian, pertambangan dan industri pengolahan. Dari
LU pertanian, pertumbuhan terutama ditopang oleh
meningkatnya produksi perkebunan kakao. Sementara itu,
LU pertambangan didorong oleh meningkatnya
permintaan dari LU industri dan kembali dilakukannya
ekspor bijih nikel. Selain itu, pertumbuhan juga didorong
oleh meningkatnya kinerja LU industri pengolah yang
terutama disebabkan oleh tingginya nilai tambah hilirisasi
lanjutan dari stainless steel yakni hot rolled coiled (HRC)
dan cold rolled coiled (CRC).
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang oleh
membaiknya konsumsi RT dan tingginya ekspor pada
triwulan laporan. Konsumsi RT sedikit membaik
meskipun pertumbuhannya masih relatif rendah belum
kembali pada level sebelum terjadi bencana. Sementara
itu, pertumbuhan investasi dan pengeluaran pemerintah
pada periode laporan mengalami penurunan dibanding
triwulan sebelumnya. Investor masih wait and see
terhadap hasil pemilihan umum sedangkan realisasi
pengeluaran pemerintah pada awal tahun sesuai pola
historisnya masih minim. Dari sisi eksternal, net ekspor
secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan yang
1.1 KINERJA PEREKONOMIAN TRIWULAN I 2019
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB
PDRB (RP MILIAR) PDRB (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada
triwulan II 2019 diprakirakan meningkat. Secara
sektoral, pertumbuhan kembali akan ditopang oleh LU
pertanian dan industri pengolahan. Harga kakao yang
masih dalam tren meningkat akan menjadi insentif bagi
subusaha perkebunan. Kinerja subusaha tanaman pangan
dan hortikurtura, akan sedikit meningkat seiring dengan
adanya masa panen pada periode laporan. Prakiraan
produksi beras pada triwulan II 2019 mencapai 181 ribu
ton, lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2019 sebesar 150
ribu ton (sumber : Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura). Sementara itu, kinerja industri pengolahan
masih akan didorong oleh produksi HRC dan CRC. Hal ini
terindikasi dari tingginya impor barang input produksi
pada triwulan I 2019. Selain itu, kinerja LU perdagangan
juga akan meningkat seiring dengan membaiknya daya
beli masyarakat pada momen perayaan Idul Fitri. LU
konstruksi juga diperkirakan meningkat mengingat secara
historis realisasi fisik belanja pemerintah yang mulai
meningkat pada triwulan II.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada
triwulan II 2019 masih dalam fase ekspansi didorong
oleh kegiatan ekspor dan konsumsi RT. Ekspor
komoditas nikel dan turunannya dari daerah Morowali
diprakirakan masih akan menjadi komoditas utama
penunjang ekspor Sulawesi Tengah selain ekspor gas alam
(LNG) dan amonia dari daerah Banggai. Dari konsumsi RT,
daya beli masyarakat akan sedikit meningkat didorong
oleh pencairan THR dan Gaji ke-13 PNS. Sementara itu,
investasi swasta diperkirakan stabil. Hal ini disebabkan
investor masih menunggu hasil keputusan Mahkamah
Konstitusi untuk Pilpres pada Juni 2019. Di sisi lain,
pengeluaran pemerintah biasanya akan meningkat seiring
dengan meningkatnya belanja pegawai dan belanja modal
untuk kebutuhan rekonstruksi pascabencana.
Tracking Perekonomian Triwulan II 2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20192
sebelumnya yang tercatat kontraksi -1,27% (yoy).
Peningkatan kinerja subusaha ini ditopang oleh tren
peningkatan pada harga dan produksi kakao. Hal ini
dikonfirmasi oleh salah satu korporasi perdagangan kakao
yang mengalami peningkatan volume penjualan hingga 1kisaran 50% (yoy) . Di samping itu, produksi perkebunan
kelapa sawit didukung oleh hasil upaya replanting yang
telah dilakukan oleh korporasi pengolahan kelapa sawit.
Membaiknya kinerja perkebunan (yang memiliki pangsa >
40% dari total LU pertanian) tentunya akan mampu
mendorong pertumbuhan LU pertanian.
Subusaha perikanan dalam fase meningkat di
triwulan laporan. Subusaha perikanan tumbuh 8,55%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
5,15% (yoy). Sebagai contoh, hasil tangkap ikan di PPI
Dongala selama triwulan laporan mencapai 211 ton. Hasil
t angkapan te r sebut cukup t ingg i meng ingat
pascabencana hasil tangkapan masih belum mencapai titik
normalnya. Selain itu, peningkatan kinerja perikanan juga
terkonfirmasi oleh ekspor perikanan (kepiting / kerang-
kerangan) yang tercatat USD 2,75 juta, tumbuh 18,68%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
0,29% (yoy).
Sementara itu, subusaha tanaman pangan dan
hortikurtura menurun pada triwulan laporan.
Subusaha ini tercatat kontraksi -1,38% (yoy), menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya 3,20% (yoy). Kinerja
subusaha tanaman pangan dan hortikurtura masih
terkendala oleh rusaknya irigasi Gumbasa di Kab. Sigi yang
Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi Per LU
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
INDUSTRI PENGOLAHAN
25%
PERTAMBANGAN
38%
PERTANIAN
19%PERDAGANGAN
1%
KONSTRUKSI
4%
12 SEKTOR LAINNYA
13%
Dari sisi penawaran, pertumbuhan yang meningkat
ditopang oleh tiga lapangan usaha utama yaitu LU
pertanian, pertambangan dan industri pengolahan.
Ketiga LU ini memiliki andil pertumbuhan 5,53%(yoy) dari
total pertumbuhan 6,77% (yoy). Sementara itu, LU
konstruksi dan perdagangan hanya menyumbang 0,31%
(yoy). Adapun LU lainnya hanya memiliki andil 0,92%.
Oleh karena itu, laporan ini membahas 5 LU yang memiliki
andil pertumbuhan terbesar pada triwulan laporan.
1.2. ANALISIS PDRB DARI SISI PENAWARAN
1.2.1. LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
LU pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh
meningkat pada triwulan laporan. LU pertanian
tumbuh 4,49% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya 2,05% (yoy). Meskipun secara historis pada
triwulan I merupakan siklus tanam dan terdapat beberapa
lahan pertanian yang terdampak bencana, namun LU ini
mampu tumbuh diatas ekspektasi. Kinerja subusaha
perkebunan, perikanan dan kehutanan mampu
mendorong pertumbuhan LU ini, sedangkan subusaha
tanaman pangan dan hortikultura tercatat mengalami
penurunan. Selain itu, kredit pertanian juga mampu
mendorong pertumbuhan setelah mengalami akselerasi
hingga 24,92% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 11,1% (yoy).
Subusaha perkebunan menjadi pendorong utama
pertumbuhan LU pertanian. Subusaha perkebunan
tumbuh hingga 4,2% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
Hasil liaison pada korporasi perdagangan kakao di Palu1.
Grafik 1.3. Harga CPO Internasional (USD/Mt)
KELAPA SAWIT (USD)KAKAO
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
SUMBER : BLOOMBERG
1 2 3
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 3
positif, didorong oleh ekspor yang meningkat serta impor
yang melambat dan penurunan net ekspor antar provinsi
yang cukup dalam.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah meningkat
pada triwulan laporan. Ekonomi Sulawesi Tengah
tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 5,37% (yoy). Realisasi ini tumbuh diatas
ekspektasi mengingat Sulawesi Tengah baru mengalami
bencana pada September 2018. Secara sektoral, tingginya
pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kinerja LU
pertanian, pertambangan dan industri pengolahan. Dari
LU pertanian, pertumbuhan terutama ditopang oleh
meningkatnya produksi perkebunan kakao. Sementara itu,
LU pertambangan didorong oleh meningkatnya
permintaan dari LU industri dan kembali dilakukannya
ekspor bijih nikel. Selain itu, pertumbuhan juga didorong
oleh meningkatnya kinerja LU industri pengolah yang
terutama disebabkan oleh tingginya nilai tambah hilirisasi
lanjutan dari stainless steel yakni hot rolled coiled (HRC)
dan cold rolled coiled (CRC).
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang oleh
membaiknya konsumsi RT dan tingginya ekspor pada
triwulan laporan. Konsumsi RT sedikit membaik
meskipun pertumbuhannya masih relatif rendah belum
kembali pada level sebelum terjadi bencana. Sementara
itu, pertumbuhan investasi dan pengeluaran pemerintah
pada periode laporan mengalami penurunan dibanding
triwulan sebelumnya. Investor masih wait and see
terhadap hasil pemilihan umum sedangkan realisasi
pengeluaran pemerintah pada awal tahun sesuai pola
historisnya masih minim. Dari sisi eksternal, net ekspor
secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan yang
1.1 KINERJA PEREKONOMIAN TRIWULAN I 2019
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB
PDRB (RP MILIAR) PDRB (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada
triwulan II 2019 diprakirakan meningkat. Secara
sektoral, pertumbuhan kembali akan ditopang oleh LU
pertanian dan industri pengolahan. Harga kakao yang
masih dalam tren meningkat akan menjadi insentif bagi
subusaha perkebunan. Kinerja subusaha tanaman pangan
dan hortikurtura, akan sedikit meningkat seiring dengan
adanya masa panen pada periode laporan. Prakiraan
produksi beras pada triwulan II 2019 mencapai 181 ribu
ton, lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2019 sebesar 150
ribu ton (sumber : Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura). Sementara itu, kinerja industri pengolahan
masih akan didorong oleh produksi HRC dan CRC. Hal ini
terindikasi dari tingginya impor barang input produksi
pada triwulan I 2019. Selain itu, kinerja LU perdagangan
juga akan meningkat seiring dengan membaiknya daya
beli masyarakat pada momen perayaan Idul Fitri. LU
konstruksi juga diperkirakan meningkat mengingat secara
historis realisasi fisik belanja pemerintah yang mulai
meningkat pada triwulan II.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada
triwulan II 2019 masih dalam fase ekspansi didorong
oleh kegiatan ekspor dan konsumsi RT. Ekspor
komoditas nikel dan turunannya dari daerah Morowali
diprakirakan masih akan menjadi komoditas utama
penunjang ekspor Sulawesi Tengah selain ekspor gas alam
(LNG) dan amonia dari daerah Banggai. Dari konsumsi RT,
daya beli masyarakat akan sedikit meningkat didorong
oleh pencairan THR dan Gaji ke-13 PNS. Sementara itu,
investasi swasta diperkirakan stabil. Hal ini disebabkan
investor masih menunggu hasil keputusan Mahkamah
Konstitusi untuk Pilpres pada Juni 2019. Di sisi lain,
pengeluaran pemerintah biasanya akan meningkat seiring
dengan meningkatnya belanja pegawai dan belanja modal
untuk kebutuhan rekonstruksi pascabencana.
Tracking Perekonomian Triwulan II 2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20192
sebelumnya yang tercatat kontraksi -1,27% (yoy).
Peningkatan kinerja subusaha ini ditopang oleh tren
peningkatan pada harga dan produksi kakao. Hal ini
dikonfirmasi oleh salah satu korporasi perdagangan kakao
yang mengalami peningkatan volume penjualan hingga 1kisaran 50% (yoy) . Di samping itu, produksi perkebunan
kelapa sawit didukung oleh hasil upaya replanting yang
telah dilakukan oleh korporasi pengolahan kelapa sawit.
Membaiknya kinerja perkebunan (yang memiliki pangsa >
40% dari total LU pertanian) tentunya akan mampu
mendorong pertumbuhan LU pertanian.
Subusaha perikanan dalam fase meningkat di
triwulan laporan. Subusaha perikanan tumbuh 8,55%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
5,15% (yoy). Sebagai contoh, hasil tangkap ikan di PPI
Dongala selama triwulan laporan mencapai 211 ton. Hasil
t angkapan te r sebut cukup t ingg i meng ingat
pascabencana hasil tangkapan masih belum mencapai titik
normalnya. Selain itu, peningkatan kinerja perikanan juga
terkonfirmasi oleh ekspor perikanan (kepiting / kerang-
kerangan) yang tercatat USD 2,75 juta, tumbuh 18,68%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
0,29% (yoy).
Sementara itu, subusaha tanaman pangan dan
hortikurtura menurun pada triwulan laporan.
Subusaha ini tercatat kontraksi -1,38% (yoy), menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya 3,20% (yoy). Kinerja
subusaha tanaman pangan dan hortikurtura masih
terkendala oleh rusaknya irigasi Gumbasa di Kab. Sigi yang
Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi Per LU
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
INDUSTRI PENGOLAHAN
25%
PERTAMBANGAN
38%
PERTANIAN
19%PERDAGANGAN
1%
KONSTRUKSI
4%
12 SEKTOR LAINNYA
13%
Dari sisi penawaran, pertumbuhan yang meningkat
ditopang oleh tiga lapangan usaha utama yaitu LU
pertanian, pertambangan dan industri pengolahan.
Ketiga LU ini memiliki andil pertumbuhan 5,53%(yoy) dari
total pertumbuhan 6,77% (yoy). Sementara itu, LU
konstruksi dan perdagangan hanya menyumbang 0,31%
(yoy). Adapun LU lainnya hanya memiliki andil 0,92%.
Oleh karena itu, laporan ini membahas 5 LU yang memiliki
andil pertumbuhan terbesar pada triwulan laporan.
1.2. ANALISIS PDRB DARI SISI PENAWARAN
1.2.1. LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
LU pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh
meningkat pada triwulan laporan. LU pertanian
tumbuh 4,49% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya 2,05% (yoy). Meskipun secara historis pada
triwulan I merupakan siklus tanam dan terdapat beberapa
lahan pertanian yang terdampak bencana, namun LU ini
mampu tumbuh diatas ekspektasi. Kinerja subusaha
perkebunan, perikanan dan kehutanan mampu
mendorong pertumbuhan LU ini, sedangkan subusaha
tanaman pangan dan hortikultura tercatat mengalami
penurunan. Selain itu, kredit pertanian juga mampu
mendorong pertumbuhan setelah mengalami akselerasi
hingga 24,92% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 11,1% (yoy).
Subusaha perkebunan menjadi pendorong utama
pertumbuhan LU pertanian. Subusaha perkebunan
tumbuh hingga 4,2% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
Hasil liaison pada korporasi perdagangan kakao di Palu1.
Grafik 1.3. Harga CPO Internasional (USD/Mt)
KELAPA SAWIT (USD)KAKAO
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
SUMBER : BLOOMBERG
1 2 3
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 3
Grafik 1.6. Perkembagan Ekspor Nikel
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
Grafik 1.7. Perkembangan LU Pertambangan
PERTAMBANGAN (RP MILIAR) PERTAMBANGAN (YOY
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-40
-20
0
20
40
60
80
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Grafik 1.5 Pertumbuhan Subusaha Pertanian
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV
15
12
9
6
3
0
-3
TANAMAN PANGAN & HORTIKULTURA PETERNAKAN, JASA PERTANIAN, DAN PERBURUAN PERIKANAN
PERKEBUNAN KEHUTANAN & PENEBANGAN KAYU
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
I
2019
Grafik 1.4.Laju Pertumbuhan Tahunan dan Triwulanan LU Pertanian
PERTANIAN (RP MILIAR) PERTANIAN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
0
2
4
6
8
10
12
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
hilirisasi nikel di Morowali. Selain itu, harga nikel juga relatif
masih tinggi pada triwulan laporan. Rata-rata harga nikel
selama triwulan laporan menyentuh level USD12.379 mt,
atau tumbuh 8% (qtq) dibandingkan tr iwulan
sebelumnya. Dengan demikian, total ekspor nikel selama
triwulan laporan mencapai USD 25,62 juta, atau tumbuh
130,83% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Sementara itu, pertambangan galian C belum beroperasi
secara normal. Hal ini dikarenakan sebagian besar
tambang galian C berada di Kabupaten Donggala dan
sekitarnya yang terkena dampak bencana.
menyebabkan petani kesulitan dalam mengairi lahan
sawahnya. Selain itu, faktor masa tanam yang jatuh pada
triwulan laporan juga menjadi faktor penyebab
menurunnya subusaha dimaksud. Hal ini dikonfirmasi oleh
produksi beras pada triwulan laporan tercatat 150.135
ton, atau turun 22,26% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya 193.125 ton.
1.2.2. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Pertumbuhan LU pertambangan mengalami
akselerasi pada triwulan laporan. LU ini tumbuh
17,50% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 2,69% (yoy). Faktor pendorong LU ini berasal
dari produksi nikel yang diperkirakan meningkat,
sementara produksi gas relatif stabil. Dalam kasus nikel,
selain karena meningkatnya permintaan dari LU industri
pengolahan, juga terdapat ekspor biji nikel yang cukup
besar. Korporasi tambang dapat kembali melakukan
ekspor biji nikel mengingat telah terdapat smelter ataupun
1.2.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
LU industri pengolahan masih tumbuh tinggi pada
triwulan laporan. LU ini tumbuh 13,27% (yoy), lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya 9,76% (yoy).
Peningkatan kinerja ini terutama didukung kinerja hilirisasi
nikel yang semakin menggeliat. Sementara itu, industri
manufaktur menengah dan kecil juga meningkat. Disisi
lain, kinerja produksi LNG dan gas amonia relatif stabil.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20194
Subusaha industri pengolahan logam menjadi
pendorong utama pertumbuhan LU industri secara
keseluruhan. Subusaha ini tumbuh hingga 29,9% (yoy),
jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
11,86% (yoy). Tingginya pertumbuhan ini terutama
ditopang oleh tingginya nilai tambah dari ekspor hilirisasi
lanjutan dari stainless steel yakni hot rolled coiled (HRC)
dan cold rolled coiled (CRC). Produksi CRC masih
meningkat meskipun telah tumbuh tinggi pada triwulan
sebelumnya. Hal ini terindikasi dari total ekspor CRC yang
tumbuh hingga 31,64% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Nilai tambah CRC ini lebih tinggi dari HRC
karena membutuhkan proses furnace (peleburan) dengan
tingkat yang lebih advanced. Meningkatnya kinerja
subusaha ini juga dikonfirmasi oleh pertumbuhan Industri
Besar dan Sedang (IBS) yang tercatat 16,39% (yoy), lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya 8,84% (yoy).
Sementara itu, subusaha industri pengilangan migas
menurun pada triwulan laporan. Subusaha ini
mengalami kontraksi -17,62% (yoy), lebih dalam dari
Grafik 1.9 Pertumbuhan Subusaha Industri Pengolahan (yoy, %)
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
29.90
0
20
40
60
Industri Logam Dasar Industri Pengilangan Migas
-25
-5
15
35
55
75
-17.62
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 1.8.Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan
INDUSTRI (RP MILIAR) INDUSTRI PENGOLAHAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
0
20
40
60
80
100
120
140
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
kontraksi sebelumnya -7,02% (yoy). Meskipun demikian,
secara level produksi relatif stabil mengingat telah terdapat
kontrak jangka panjang antara korporasi di Banggai
dengan perusahaan Jepang. Sementara itu, produksi gas
amonia juga relatif stabil, seiring dengan kapasitas
produksi yang telah optimal pada triwulan laporan.
Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil
(IMK) meningkat pada triwulan laporan. Kinerja IMK di
Sulawesi Tengah meningkat dengan pertumbuhan
mencapai 17,26% (yoy) pada triwulan I 2019, jauh lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya 7,4% (yoy). Hal ini
mengindikasikan bahwa industri mampu pulih lebih cepat
dar i ekspektas i . Beberapa industr i menopang
pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil.
Sebagai contoh, industri percetakan dan reproduksi media
rekaman tumbuh hingga 61,14% (yoy) dari triwulan
sebelumnya 41,44% (yoy) yang didorong oleh permintaan
pada masa kampanye pemilu.
1.2.4. Lapangan Usaha Konstruksi
P e r t u m b u h a n L U k o n s t r u k s i m e n g a l a m i
perlambatan. Pada triwulan I 2019 LU ini tumbuh 2,39%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 15,92% (yoy). LU konstruksi sangat
dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah dan swasta
yang masih terbatas. Realisasi fisik proyek pemerintah
provinsi baru mencapai 6,3%, sedangkan realisasi investasi
masih terbatas. Realisasi investasi swasta pada triwulan
laporan baru mencapai Rp3,68 triliun, lebih rendah dari
periode yang sama tahun sebelumnya Rp3,91 triliun.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 5
Grafik 1.6. Perkembagan Ekspor Nikel
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
Grafik 1.7. Perkembangan LU Pertambangan
PERTAMBANGAN (RP MILIAR) PERTAMBANGAN (YOY
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-40
-20
0
20
40
60
80
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Grafik 1.5 Pertumbuhan Subusaha Pertanian
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV
15
12
9
6
3
0
-3
TANAMAN PANGAN & HORTIKULTURA PETERNAKAN, JASA PERTANIAN, DAN PERBURUAN PERIKANAN
PERKEBUNAN KEHUTANAN & PENEBANGAN KAYU
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
I
2019
Grafik 1.4.Laju Pertumbuhan Tahunan dan Triwulanan LU Pertanian
PERTANIAN (RP MILIAR) PERTANIAN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
0
2
4
6
8
10
12
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
hilirisasi nikel di Morowali. Selain itu, harga nikel juga relatif
masih tinggi pada triwulan laporan. Rata-rata harga nikel
selama triwulan laporan menyentuh level USD12.379 mt,
atau tumbuh 8% (qtq) dibandingkan tr iwulan
sebelumnya. Dengan demikian, total ekspor nikel selama
triwulan laporan mencapai USD 25,62 juta, atau tumbuh
130,83% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Sementara itu, pertambangan galian C belum beroperasi
secara normal. Hal ini dikarenakan sebagian besar
tambang galian C berada di Kabupaten Donggala dan
sekitarnya yang terkena dampak bencana.
menyebabkan petani kesulitan dalam mengairi lahan
sawahnya. Selain itu, faktor masa tanam yang jatuh pada
triwulan laporan juga menjadi faktor penyebab
menurunnya subusaha dimaksud. Hal ini dikonfirmasi oleh
produksi beras pada triwulan laporan tercatat 150.135
ton, atau turun 22,26% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya 193.125 ton.
1.2.2. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Pertumbuhan LU pertambangan mengalami
akselerasi pada triwulan laporan. LU ini tumbuh
17,50% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 2,69% (yoy). Faktor pendorong LU ini berasal
dari produksi nikel yang diperkirakan meningkat,
sementara produksi gas relatif stabil. Dalam kasus nikel,
selain karena meningkatnya permintaan dari LU industri
pengolahan, juga terdapat ekspor biji nikel yang cukup
besar. Korporasi tambang dapat kembali melakukan
ekspor biji nikel mengingat telah terdapat smelter ataupun
1.2.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
LU industri pengolahan masih tumbuh tinggi pada
triwulan laporan. LU ini tumbuh 13,27% (yoy), lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya 9,76% (yoy).
Peningkatan kinerja ini terutama didukung kinerja hilirisasi
nikel yang semakin menggeliat. Sementara itu, industri
manufaktur menengah dan kecil juga meningkat. Disisi
lain, kinerja produksi LNG dan gas amonia relatif stabil.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20194
Subusaha industri pengolahan logam menjadi
pendorong utama pertumbuhan LU industri secara
keseluruhan. Subusaha ini tumbuh hingga 29,9% (yoy),
jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
11,86% (yoy). Tingginya pertumbuhan ini terutama
ditopang oleh tingginya nilai tambah dari ekspor hilirisasi
lanjutan dari stainless steel yakni hot rolled coiled (HRC)
dan cold rolled coiled (CRC). Produksi CRC masih
meningkat meskipun telah tumbuh tinggi pada triwulan
sebelumnya. Hal ini terindikasi dari total ekspor CRC yang
tumbuh hingga 31,64% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Nilai tambah CRC ini lebih tinggi dari HRC
karena membutuhkan proses furnace (peleburan) dengan
tingkat yang lebih advanced. Meningkatnya kinerja
subusaha ini juga dikonfirmasi oleh pertumbuhan Industri
Besar dan Sedang (IBS) yang tercatat 16,39% (yoy), lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya 8,84% (yoy).
Sementara itu, subusaha industri pengilangan migas
menurun pada triwulan laporan. Subusaha ini
mengalami kontraksi -17,62% (yoy), lebih dalam dari
Grafik 1.9 Pertumbuhan Subusaha Industri Pengolahan (yoy, %)
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
29.90
0
20
40
60
Industri Logam Dasar Industri Pengilangan Migas
-25
-5
15
35
55
75
-17.62
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 1.8.Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan
INDUSTRI (RP MILIAR) INDUSTRI PENGOLAHAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
0
20
40
60
80
100
120
140
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
kontraksi sebelumnya -7,02% (yoy). Meskipun demikian,
secara level produksi relatif stabil mengingat telah terdapat
kontrak jangka panjang antara korporasi di Banggai
dengan perusahaan Jepang. Sementara itu, produksi gas
amonia juga relatif stabil, seiring dengan kapasitas
produksi yang telah optimal pada triwulan laporan.
Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil
(IMK) meningkat pada triwulan laporan. Kinerja IMK di
Sulawesi Tengah meningkat dengan pertumbuhan
mencapai 17,26% (yoy) pada triwulan I 2019, jauh lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya 7,4% (yoy). Hal ini
mengindikasikan bahwa industri mampu pulih lebih cepat
dar i ekspektas i . Beberapa industr i menopang
pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil.
Sebagai contoh, industri percetakan dan reproduksi media
rekaman tumbuh hingga 61,14% (yoy) dari triwulan
sebelumnya 41,44% (yoy) yang didorong oleh permintaan
pada masa kampanye pemilu.
1.2.4. Lapangan Usaha Konstruksi
P e r t u m b u h a n L U k o n s t r u k s i m e n g a l a m i
perlambatan. Pada triwulan I 2019 LU ini tumbuh 2,39%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 15,92% (yoy). LU konstruksi sangat
dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah dan swasta
yang masih terbatas. Realisasi fisik proyek pemerintah
provinsi baru mencapai 6,3%, sedangkan realisasi investasi
masih terbatas. Realisasi investasi swasta pada triwulan
laporan baru mencapai Rp3,68 triliun, lebih rendah dari
periode yang sama tahun sebelumnya Rp3,91 triliun.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 5
Grafik 1.10. Perkembangan LU Konstruksi
KONSTRUKSI (RP) KONSTRUKSI (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Grafik 1.11. Pertumbuhan Perdagangan (%, yoy)
PERDAGANGAN (RP MILIAR) PERDAGANGAN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
KETERANGAN: LBU, LOKASI PROYEK
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
pengolahan baru, serta penambahan kapasitas
pembangkit listrik yang telah direncanakan sebelumnya.
Diperkirakan pembangunan industri pengolahan baru di
Morowali akan terus berlanjut sepanjang tahun 2019.
Lapangan Usaha Konstruksi yang melambat seiring
dengan masih rendahnya investasi pemerintah dan
swasta. Pada investasi pemerintah, beberapa proyek
pemerintah biasanya masih dalam proses lelang pada awal
tahun. Selain itu, target 699 hunian sementara (huntara)
yang akan dibangun belum sepenuhnya selesai pada
triwulan laporan. Salah satu kendala keterlambatan
pembangunan yaitu karena terdapat keterlambatan
pencairan dana ke kontraktor lokal. Meski demikian,
pembangunan huntara tersebut diperkirakan akan selesai
sepenuhnya pada triwulan II 2019. Sementara itu, relokasi
untuk pembangunan hunian tetap (huntap) juga masih
terhambat oleh permasalahan pembebasan lahan
terutama pada lahan yang dimiliki perseorangan. Investasi
swasta diperkirakan tetap tinggi seiring dimulainya
beberapa proyek besar seperti groundbreaking
pembangunan pabrik baterai lithium di Morowali. Namun
demikian, investor masih cenderung wait and see terhadap
hasil Pilpres, sehingga diperkirakan realisasi investasi
pemerintah akan mulai meningkat pada triwulan II dan III
2019.
Sedangkan dari LU industri, pembangunan pabrik
carbon steel di Morowali serta pembangunan
pembangkit listrik di Poso masih berlanjut. Walaupun
pembangunan beberapa proyek industri pengolahan
tersebut dalam skala yang relatif terbatas j ika
dibandingkan tahun sebelumnya, namun diperkirakan
pembangunan terus berlanjut. Pembangunan yang ada
merupakan fase lanjutan dari pembangunan pabrik
1.2.5. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja LU perdagangan mengalami perbaikan
dibanding triwulan sebelumnya. LU perdagangan
tumbuh 0,74% (yoy) atau membaik dibandingkan
triwulan sebelumnya yang kontraksi -2,54% (yoy). Pada
triwulan laporan, beberapa minimarket /supermarket,
pedagang kecil/besar dan rumah makan/ restoran telah
beroperasi normal kembali. Pascabencana pada akhir
September 2018, LU perdagangan sempat menjadi salah
satu LU yang sangat terdampak oleh bencana tersebut.
Namun saat ini, LU perdagangan berangsur-angsur pulih
kembali pascabencana.
Pemulihan LU perdagangan didorong oleh kredit
perdagangan yang meningkat. Kredit perdagangan
tumbuh 3,72% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 2,36% (yoy). Kredit
perdagangan di Sulawesi Tengah merupakan salah satu LU
kredit terbesar (dengan pangsa 19,32% terhadap total
kredit), sehingga kinerjanya cukup mampu mempengaruhi
kinerja LU perdagangan. Akselerasi kredit perdagangan
memang sangat dibutuhkan untuk menjadi penopang
pemulihan kinerja LU yang merupakan salah satu penyerap
tenaga kerja terbesar di Sulawesi Tengah.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20196
Grafik 1.12. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga
KONSUMSI RT (RP MILIAR) KONSUMSI RT (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAHSUMBER : BPS PROV SULAWESI TENGAH
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1000
3000
5000
7000
9000
11000
13000
15000
1.3. ANALISIS PDRB DARI SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, pertumbuhan triwulan I 2019
sebagian ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan 2net ekspor yang masih positif. Konsumsi RT sedikit
meningkat, sedangkan konsumsi LNPRT juga mengalami
peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan laporan
baik secara pertumbuhan maupun kontribusi terhadap
PDRB Sulawesi Tengah. Sementara itu, pertumbuhan
investasi dan pengeluaran pemerintah pada periode
laporan mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya.
Dari sisi eksternal, net ekspor secara keseluruhan masih
mengalami pertumbuhan yang positif dengan porsi net
ekspor antar provinsi yang menurun. Seperti pada triwulan
sebelumnya, secara kontribusi terdapat perubahan yang
signifikan dari komponen pengeluaran terutama dari
komponen konsumsi rumah tangga yang merupakan
komponen pembentuk PDRB terbesar. Pada triwulan
laporan, andil pertumbuhan komponen rumah tangga
hanya 0,69% dari PDRB, jauh menurun dari periode yang
sama tahun sebelumnya 2,61%.
Komponen net ekspor total adalah ekspor luar negeri dikurangi impor luar negeri dan
ditambah dengan komponen net ekspor antarprovinsi.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang
dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui Survei Tendensi Konsumen (STK). ITK
merupakan indeks yang menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan
berjalan dan perkiraan triwulan mendatang.
2.
3.
1.3.1. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (LNPRT)
Konsumsi rumah tangga tumbuh dalam skala yang
terbatas. Konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh
1,42% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit meningkat jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 0,52% (yoy).
Meskipun meningkat, namun pertumbuhan konsumsi
masih lebih rendah dibandingkan rata-rata periode yang
sama tiga tahun sebelumnya 5,79% (yoy). Pertumbuhan
konsumsi yang rendah masih merupakan dampak dari
bencana gempa dan tsunami Kota Palu dan sekitarnya
pada akhir bulan September 2018.
Rendahnya pertumbuhan konsumsi RT sejalan
dengan survei konsumen. Nilai Indeks Tendensi 3 4Konsumen dan Indeks keyakinan Konsumsi Sulawesi
Tengah pada triwulan laporan yang masing-masing
tercatat 90,45 dan 73,88, lebih rendah dibandingkan
angka ITK dan IKK triwulan sebelumnya yakni 98,44 dan
98,25. Hal ini juga dapat dikonfirmasi dari pertumbuhan
kredit konsumsi (lokasi proyek) yang kontraksi -0,10%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
6,20% (yoy).
Sedikit meningkatnya konsumsi RT ditopang dari
membaiknya kinerja LU pertanian dan perdagangan.
Seperti yang telah diketahui, kedua LU ini merupakan LU
penyerap tenaga kerja terbesar di Sulawesi Tengah (lebih
dalam di Bab IV). Ketika kedua LU ini membaik, kinerja
konsumsi RT juga akan membaik. Pada triwulan laporan,
kinerja LU pertanian, khususnya perkebunan kakao,
mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Harga
kakao yang meningkat menjadi USD 1.621 per mmbtu
(6,53%; yoy) dari USD1.495 per mmbtu menjadi salah satu
faktor pendorong kinerja LU (Perkebunan). Sementara
pada LU perdagangan, adanya persiapan pemilihan umum
turut menjaga konsumsi rumah tangga, disertai dengan
minimarket, supermarket dan restoran yang telah kembali
beroperasi.
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga masih
tumbuh tinggi pada triwulan laporan. Konsumsi
LNPRT mampu tumbuh 36,25% (yoy), setelah pada
triwulan sebelumnya tumbuh 39,14% (yoy). Peningkatan
konsumsi LNPRT ini didorong oleh tingginya bantuan yang
Indeks Keyakinan Konsumen adalah indikator dalam Survei Konsumen merupakan
survei bulanan yang bertujuan untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai
kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap kondisi perekonomian pada 6 bulan
mendatang.
4.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 7
Grafik 1.10. Perkembangan LU Konstruksi
KONSTRUKSI (RP) KONSTRUKSI (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Grafik 1.11. Pertumbuhan Perdagangan (%, yoy)
PERDAGANGAN (RP MILIAR) PERDAGANGAN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
KETERANGAN: LBU, LOKASI PROYEK
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
pengolahan baru, serta penambahan kapasitas
pembangkit listrik yang telah direncanakan sebelumnya.
Diperkirakan pembangunan industri pengolahan baru di
Morowali akan terus berlanjut sepanjang tahun 2019.
Lapangan Usaha Konstruksi yang melambat seiring
dengan masih rendahnya investasi pemerintah dan
swasta. Pada investasi pemerintah, beberapa proyek
pemerintah biasanya masih dalam proses lelang pada awal
tahun. Selain itu, target 699 hunian sementara (huntara)
yang akan dibangun belum sepenuhnya selesai pada
triwulan laporan. Salah satu kendala keterlambatan
pembangunan yaitu karena terdapat keterlambatan
pencairan dana ke kontraktor lokal. Meski demikian,
pembangunan huntara tersebut diperkirakan akan selesai
sepenuhnya pada triwulan II 2019. Sementara itu, relokasi
untuk pembangunan hunian tetap (huntap) juga masih
terhambat oleh permasalahan pembebasan lahan
terutama pada lahan yang dimiliki perseorangan. Investasi
swasta diperkirakan tetap tinggi seiring dimulainya
beberapa proyek besar seperti groundbreaking
pembangunan pabrik baterai lithium di Morowali. Namun
demikian, investor masih cenderung wait and see terhadap
hasil Pilpres, sehingga diperkirakan realisasi investasi
pemerintah akan mulai meningkat pada triwulan II dan III
2019.
Sedangkan dari LU industri, pembangunan pabrik
carbon steel di Morowali serta pembangunan
pembangkit listrik di Poso masih berlanjut. Walaupun
pembangunan beberapa proyek industri pengolahan
tersebut dalam skala yang relatif terbatas j ika
dibandingkan tahun sebelumnya, namun diperkirakan
pembangunan terus berlanjut. Pembangunan yang ada
merupakan fase lanjutan dari pembangunan pabrik
1.2.5. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja LU perdagangan mengalami perbaikan
dibanding triwulan sebelumnya. LU perdagangan
tumbuh 0,74% (yoy) atau membaik dibandingkan
triwulan sebelumnya yang kontraksi -2,54% (yoy). Pada
triwulan laporan, beberapa minimarket /supermarket,
pedagang kecil/besar dan rumah makan/ restoran telah
beroperasi normal kembali. Pascabencana pada akhir
September 2018, LU perdagangan sempat menjadi salah
satu LU yang sangat terdampak oleh bencana tersebut.
Namun saat ini, LU perdagangan berangsur-angsur pulih
kembali pascabencana.
Pemulihan LU perdagangan didorong oleh kredit
perdagangan yang meningkat. Kredit perdagangan
tumbuh 3,72% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 2,36% (yoy). Kredit
perdagangan di Sulawesi Tengah merupakan salah satu LU
kredit terbesar (dengan pangsa 19,32% terhadap total
kredit), sehingga kinerjanya cukup mampu mempengaruhi
kinerja LU perdagangan. Akselerasi kredit perdagangan
memang sangat dibutuhkan untuk menjadi penopang
pemulihan kinerja LU yang merupakan salah satu penyerap
tenaga kerja terbesar di Sulawesi Tengah.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20196
Grafik 1.12. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga
KONSUMSI RT (RP MILIAR) KONSUMSI RT (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAHSUMBER : BPS PROV SULAWESI TENGAH
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1000
3000
5000
7000
9000
11000
13000
15000
1.3. ANALISIS PDRB DARI SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, pertumbuhan triwulan I 2019
sebagian ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan 2net ekspor yang masih positif. Konsumsi RT sedikit
meningkat, sedangkan konsumsi LNPRT juga mengalami
peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan laporan
baik secara pertumbuhan maupun kontribusi terhadap
PDRB Sulawesi Tengah. Sementara itu, pertumbuhan
investasi dan pengeluaran pemerintah pada periode
laporan mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya.
Dari sisi eksternal, net ekspor secara keseluruhan masih
mengalami pertumbuhan yang positif dengan porsi net
ekspor antar provinsi yang menurun. Seperti pada triwulan
sebelumnya, secara kontribusi terdapat perubahan yang
signifikan dari komponen pengeluaran terutama dari
komponen konsumsi rumah tangga yang merupakan
komponen pembentuk PDRB terbesar. Pada triwulan
laporan, andil pertumbuhan komponen rumah tangga
hanya 0,69% dari PDRB, jauh menurun dari periode yang
sama tahun sebelumnya 2,61%.
Komponen net ekspor total adalah ekspor luar negeri dikurangi impor luar negeri dan
ditambah dengan komponen net ekspor antarprovinsi.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang
dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui Survei Tendensi Konsumen (STK). ITK
merupakan indeks yang menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan
berjalan dan perkiraan triwulan mendatang.
2.
3.
1.3.1. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (LNPRT)
Konsumsi rumah tangga tumbuh dalam skala yang
terbatas. Konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh
1,42% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit meningkat jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 0,52% (yoy).
Meskipun meningkat, namun pertumbuhan konsumsi
masih lebih rendah dibandingkan rata-rata periode yang
sama tiga tahun sebelumnya 5,79% (yoy). Pertumbuhan
konsumsi yang rendah masih merupakan dampak dari
bencana gempa dan tsunami Kota Palu dan sekitarnya
pada akhir bulan September 2018.
Rendahnya pertumbuhan konsumsi RT sejalan
dengan survei konsumen. Nilai Indeks Tendensi 3 4Konsumen dan Indeks keyakinan Konsumsi Sulawesi
Tengah pada triwulan laporan yang masing-masing
tercatat 90,45 dan 73,88, lebih rendah dibandingkan
angka ITK dan IKK triwulan sebelumnya yakni 98,44 dan
98,25. Hal ini juga dapat dikonfirmasi dari pertumbuhan
kredit konsumsi (lokasi proyek) yang kontraksi -0,10%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
6,20% (yoy).
Sedikit meningkatnya konsumsi RT ditopang dari
membaiknya kinerja LU pertanian dan perdagangan.
Seperti yang telah diketahui, kedua LU ini merupakan LU
penyerap tenaga kerja terbesar di Sulawesi Tengah (lebih
dalam di Bab IV). Ketika kedua LU ini membaik, kinerja
konsumsi RT juga akan membaik. Pada triwulan laporan,
kinerja LU pertanian, khususnya perkebunan kakao,
mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Harga
kakao yang meningkat menjadi USD 1.621 per mmbtu
(6,53%; yoy) dari USD1.495 per mmbtu menjadi salah satu
faktor pendorong kinerja LU (Perkebunan). Sementara
pada LU perdagangan, adanya persiapan pemilihan umum
turut menjaga konsumsi rumah tangga, disertai dengan
minimarket, supermarket dan restoran yang telah kembali
beroperasi.
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga masih
tumbuh tinggi pada triwulan laporan. Konsumsi
LNPRT mampu tumbuh 36,25% (yoy), setelah pada
triwulan sebelumnya tumbuh 39,14% (yoy). Peningkatan
konsumsi LNPRT ini didorong oleh tingginya bantuan yang
Indeks Keyakinan Konsumen adalah indikator dalam Survei Konsumen merupakan
survei bulanan yang bertujuan untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai
kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap kondisi perekonomian pada 6 bulan
mendatang.
4.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 7
Grafik 1.14. Perkembangan PMTB Sulawesi Tengah
PMTB (RP MILIAR) PMTB (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULTENG
-5
0
5
10
15
20
25
30
1000
3000
5000
7000
9000
11000
13000
Grafik 1.15. PMA dan PMDN
PMA (US RIBU) PMDN (RP JUTA)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BKM
(1.000.000)
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
(200.000)
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
Grafik 1.13. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
KONSUMSI PEMERINTAH (RP MILIAR) KONSUMSI PEMERINTAH (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
realisasi investasi masih belum mampu mendorong lebih
tinggi. Salah satu penyebab ini adalah investor (khususnya
dari Tiongkok) yang cenderung wait and see terhadap hasil 5Pilpres .
Total PMA dan PMDN menurun dibanding triwulan
sebelumnya. Realisasi PMA dan PMDN mencapai Rp 3,68
triliun (-5,88%, yoy), menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya Rp6,27 triliun. Adapun secara lebih rinci, nilai
realisasi PMA mencapai Rp 3,35 triliun dan PMDN sebesar
Rp329,00 miliar. Dari total investasi tersebut, 80,59%
investor berasal dari Tiongkok. Seperti yang telah
diketahui, investor asal T iongkok cukup gencar
menanamkan modalnya untuk pembangunan hilirisasi
nikel di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Total
investasi dari Tiongkok tersebut seluruhnya ditanamkan di
Kabupaten Morowali. Sementara itu, Kabupaten Banggai,
Morowali Utara, dan Kota Palu masing-masing memiliki
pangsa investasi sebesar 8,99%, 6,23% dan 2,75%.
disalurkan oleh lembaga swadaya masyarakat, lembaga
sosial serta lembaga lainnya dalam membantu korban
bencana. Besarnya dana bantuan yang disalurkan pada
korban bencana, pembangunan lokasi pengungsian serta
sarana pendukung mendorong belanja dari LNPRT tetap
tumbuh tinggi. Selain itu, adanya momen pemilu tentu
juga mampu mendorong pertumbuhan konsumsi LNPRT.
1.3.2. Pengeluaran Pemerintah
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah menurun
pada triwulan laporan. Pengeluaran pemerintah
tumbuh terkontraksi -12,67% (yoy), lebih rendah jika
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,01%
(yoy). Sesuai siklusnya, pengeluaran pemerintah yang
masih rendah pada awal tahun salah satunya dipengaruhi
oleh masih berlangsungnya proses lelang proyek
pemer in tah . Mesk ipun menurun, namun j i ka
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
pengeluaran pemerintah relatif lebih tinggi yaitu 17,28%
dari pagu anggaran. (pembahasan lebih lanjut pada Bab II).
1.3.3. Investasi
Realisasi investasi di Sulawesi Tengah menurun pada
triwulan laporan. Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada triwulan laporan tumbuh -3,25% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh 5,78% (yoy). Meskipun terdapat realisasi investasi
yang cukup besar seperti pabrik baterai lithium di
Morowali (masih pada tahap ground breaking), namun
Hasil FGD Dengan DPMPTSP Provinsi Sulteng5.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20198
Grafik 1.18. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tengah
EKSPOR LN (RP MILIAR) EKSPOR LN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-100
-50
0
50
100
150
200
250
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
Graifk 1.19. Ekspor Per Jenis Komoditas
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
BAHAN KIMIA ANORGANIK
3%
BAHAN BAKAR MINERAL
25%
BUIH, KERAK DAN ABU LOGAM
2%
LAINNYA
2%
BESI DAN BAJA
68%
Grafik 1.16. Pangsa Investasi Per LU
SUMBER : DPMPTSP PROVINSI SULTENG
Industri Kimia Dan Farmasi
13% ; 493 M
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan
Mesin Dan Peralatannya
25 ; 630 M
Listrik, Gas Dan Air
59% ; 2,15 T
Perdagangan Dan Reparasi
3% ; 102 M
Tanaman Pangan, Perkebunan, Dan Peternakan
6% ; 226 M
Grafik 1.17. Investasi Per Kab / Kota
SUMBER : DPMPTSP PROVINSI SULTENG
MOROWALI UTARA
229,4
BANGGAI
331,2
MOROWALI
3.014,6
DONGGALA
1,4
KOTA PALU
101,3
Lainnya
2% ; 75 M
PARIGI MUOTONG
0,0
POSO
0,1
TAJU UNA-UNA
0,7
BANGGAI KEPULAUAN
0,0
SIGI
0,0
BUOL
0,0
TOLI-TOLI
0,0
BANGGAI LAUT
0,0
1.3.4. Ekspor Luar Negeri
Ekspor Sulawesi Tengah masih tumbuh tinggi pada
triwulan laporan. Ekspor tetap tumbuh dua digit yakni
22,11% (yoy), meski sedikit melambat dibanding triwulan
sebelumnya 29,01% (yoy). Tingginya ekspor ditopang
oleh tingginya nilai tambah dari HRC dan CRC dari
Morowali. Nilai ekspor besi dan baja mencapai USD 951,90
juta atau tumbuh 19,23% (yoy) dari triwulan sebelumnya
16,77% (yoy). Selain itu, Sulawesi Tengah kembali
melakukan ekspor bijih nikel sebesar USD 25,62 juta,
tumbuh 130,83% (qtq). Sementara itu, ekspor pertanian
juga tumbuh 52,21% (yoy) yang didorong oleh ekspor biji
kakao dan perikanan (terutama kepiting dan kerang-
kerangan). Selanjutnya, ekspor LNG dan gas amonia relatif
stabil pada kisara USD 349,95 juta seiring telah optimalnya
kapasitas produksi pada subusaha dimaksud.
Pertumbuhan ekspor pada triwulan laporan masih
didominasi oleh ekspor besi baja dan turunannnya
serta bahan bakar mineral. Kedua jenis komoditas
tersebut pangsanya mencapai 93,3% dari total ekspor
Sulawesi Tengah. Kedua komoditas masing-masing
memiliki pangsa 68,37% dan 24,96%. Sementara itu,
total komoditas lain seperti ekspor pertanian, perikanan,
pertambangan dan industri lainnya hanya memiliki panga
6,67%.
Negara tujuan ekspor utama Sulawesi Tengah
terdiversifikasi pada triwulan laporan. Pangsa ekspor
ke Tiongkok yang pada triwulan I 2018 mencapai 56,65%,
kini pada triwulan laporan pangsanya hanya 32,81%.
Secara sektoral, PMA Sulawesi Tengah didominasi
pada investasi di LU listrik, industri logam dasar dan
industri kimia dan farmasi. Akumulasi pangsa LU
tersebut dari total investasi mencapai 88,94%. Beberapa
pembangkti listrik tengah dibangun terutama di IMIP
(Morowali), Morowali Utara, Banggai dan Kabupaten
Poso. Sementara itu, investasi juga masih berlanjut untuk
industri logam dasar di Morowali dan industri kimia
(hilirisasi gas) di Banggai. Hal ini terbukti dari tingginya
impor untuk mesin dan peralatan lainnya pada triwulan
laporan (penjelasan lebih lanjut pada subbab impor).
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 9
Grafik 1.14. Perkembangan PMTB Sulawesi Tengah
PMTB (RP MILIAR) PMTB (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULTENG
-5
0
5
10
15
20
25
30
1000
3000
5000
7000
9000
11000
13000
Grafik 1.15. PMA dan PMDN
PMA (US RIBU) PMDN (RP JUTA)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BKM
(1.000.000)
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
(200.000)
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
Grafik 1.13. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
KONSUMSI PEMERINTAH (RP MILIAR) KONSUMSI PEMERINTAH (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
realisasi investasi masih belum mampu mendorong lebih
tinggi. Salah satu penyebab ini adalah investor (khususnya
dari Tiongkok) yang cenderung wait and see terhadap hasil 5Pilpres .
Total PMA dan PMDN menurun dibanding triwulan
sebelumnya. Realisasi PMA dan PMDN mencapai Rp 3,68
triliun (-5,88%, yoy), menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya Rp6,27 triliun. Adapun secara lebih rinci, nilai
realisasi PMA mencapai Rp 3,35 triliun dan PMDN sebesar
Rp329,00 miliar. Dari total investasi tersebut, 80,59%
investor berasal dari Tiongkok. Seperti yang telah
diketahui, investor asal T iongkok cukup gencar
menanamkan modalnya untuk pembangunan hilirisasi
nikel di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Total
investasi dari Tiongkok tersebut seluruhnya ditanamkan di
Kabupaten Morowali. Sementara itu, Kabupaten Banggai,
Morowali Utara, dan Kota Palu masing-masing memiliki
pangsa investasi sebesar 8,99%, 6,23% dan 2,75%.
disalurkan oleh lembaga swadaya masyarakat, lembaga
sosial serta lembaga lainnya dalam membantu korban
bencana. Besarnya dana bantuan yang disalurkan pada
korban bencana, pembangunan lokasi pengungsian serta
sarana pendukung mendorong belanja dari LNPRT tetap
tumbuh tinggi. Selain itu, adanya momen pemilu tentu
juga mampu mendorong pertumbuhan konsumsi LNPRT.
1.3.2. Pengeluaran Pemerintah
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah menurun
pada triwulan laporan. Pengeluaran pemerintah
tumbuh terkontraksi -12,67% (yoy), lebih rendah jika
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,01%
(yoy). Sesuai siklusnya, pengeluaran pemerintah yang
masih rendah pada awal tahun salah satunya dipengaruhi
oleh masih berlangsungnya proses lelang proyek
pemer in tah . Mesk ipun menurun, namun j i ka
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
pengeluaran pemerintah relatif lebih tinggi yaitu 17,28%
dari pagu anggaran. (pembahasan lebih lanjut pada Bab II).
1.3.3. Investasi
Realisasi investasi di Sulawesi Tengah menurun pada
triwulan laporan. Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada triwulan laporan tumbuh -3,25% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh 5,78% (yoy). Meskipun terdapat realisasi investasi
yang cukup besar seperti pabrik baterai lithium di
Morowali (masih pada tahap ground breaking), namun
Hasil FGD Dengan DPMPTSP Provinsi Sulteng5.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 20198
Grafik 1.18. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tengah
EKSPOR LN (RP MILIAR) EKSPOR LN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-100
-50
0
50
100
150
200
250
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
Graifk 1.19. Ekspor Per Jenis Komoditas
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
BAHAN KIMIA ANORGANIK
3%
BAHAN BAKAR MINERAL
25%
BUIH, KERAK DAN ABU LOGAM
2%
LAINNYA
2%
BESI DAN BAJA
68%
Grafik 1.16. Pangsa Investasi Per LU
SUMBER : DPMPTSP PROVINSI SULTENG
Industri Kimia Dan Farmasi
13% ; 493 M
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan
Mesin Dan Peralatannya
25 ; 630 M
Listrik, Gas Dan Air
59% ; 2,15 T
Perdagangan Dan Reparasi
3% ; 102 M
Tanaman Pangan, Perkebunan, Dan Peternakan
6% ; 226 M
Grafik 1.17. Investasi Per Kab / Kota
SUMBER : DPMPTSP PROVINSI SULTENG
MOROWALI UTARA
229,4
BANGGAI
331,2
MOROWALI
3.014,6
DONGGALA
1,4
KOTA PALU
101,3
Lainnya
2% ; 75 M
PARIGI MUOTONG
0,0
POSO
0,1
TAJU UNA-UNA
0,7
BANGGAI KEPULAUAN
0,0
SIGI
0,0
BUOL
0,0
TOLI-TOLI
0,0
BANGGAI LAUT
0,0
1.3.4. Ekspor Luar Negeri
Ekspor Sulawesi Tengah masih tumbuh tinggi pada
triwulan laporan. Ekspor tetap tumbuh dua digit yakni
22,11% (yoy), meski sedikit melambat dibanding triwulan
sebelumnya 29,01% (yoy). Tingginya ekspor ditopang
oleh tingginya nilai tambah dari HRC dan CRC dari
Morowali. Nilai ekspor besi dan baja mencapai USD 951,90
juta atau tumbuh 19,23% (yoy) dari triwulan sebelumnya
16,77% (yoy). Selain itu, Sulawesi Tengah kembali
melakukan ekspor bijih nikel sebesar USD 25,62 juta,
tumbuh 130,83% (qtq). Sementara itu, ekspor pertanian
juga tumbuh 52,21% (yoy) yang didorong oleh ekspor biji
kakao dan perikanan (terutama kepiting dan kerang-
kerangan). Selanjutnya, ekspor LNG dan gas amonia relatif
stabil pada kisara USD 349,95 juta seiring telah optimalnya
kapasitas produksi pada subusaha dimaksud.
Pertumbuhan ekspor pada triwulan laporan masih
didominasi oleh ekspor besi baja dan turunannnya
serta bahan bakar mineral. Kedua jenis komoditas
tersebut pangsanya mencapai 93,3% dari total ekspor
Sulawesi Tengah. Kedua komoditas masing-masing
memiliki pangsa 68,37% dan 24,96%. Sementara itu,
total komoditas lain seperti ekspor pertanian, perikanan,
pertambangan dan industri lainnya hanya memiliki panga
6,67%.
Negara tujuan ekspor utama Sulawesi Tengah
terdiversifikasi pada triwulan laporan. Pangsa ekspor
ke Tiongkok yang pada triwulan I 2018 mencapai 56,65%,
kini pada triwulan laporan pangsanya hanya 32,81%.
Secara sektoral, PMA Sulawesi Tengah didominasi
pada investasi di LU listrik, industri logam dasar dan
industri kimia dan farmasi. Akumulasi pangsa LU
tersebut dari total investasi mencapai 88,94%. Beberapa
pembangkti listrik tengah dibangun terutama di IMIP
(Morowali), Morowali Utara, Banggai dan Kabupaten
Poso. Sementara itu, investasi juga masih berlanjut untuk
industri logam dasar di Morowali dan industri kimia
(hilirisasi gas) di Banggai. Hal ini terbukti dari tingginya
impor untuk mesin dan peralatan lainnya pada triwulan
laporan (penjelasan lebih lanjut pada subbab impor).
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 9
Grafik 1.22. Komoditas Impor Sulawesi Tengah
SUMBER : BPS PROV SULAWESI TENGAH
BESI DAN BAJA
35%
BAHAN BAKAR MINERAL
10%
BIJIH, KERAK DAN ABU LOGAM
4%
MESIN DAN PERALATAN LISTRIK
8%
MESIN DAN PESAWAT MEKANIK
29%
LAINNYA
14%
Grafik 1.21. Perkembangan Impor Sulawesi Tengah
IMPOR (RP MILIAR) IMPOR LN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Grafik 1.20. Negara Tujuan Ekspor
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
KOREA SELATAN
19%
JEPANG
13%
TIONGKOK
33%
LAINNYA
20%
TAIWAN
15%
Impor barang modal masih cukup tinggi. Impor barang
modal sebagai komponen bahan baku dan peralatan
industri pengolahan nikel dan pembangkit listrik masih
mendominasi. Pangsa impor bahan baku dan peralatan
industri pengolahan logam terhadap total impor
(USD795,96 juta) masing-masing mencapai USD 34,79%
atau 276,92 juta dan 28,84% atau USD 229,56 juta,
sedangkan untuk kebutuhan pembangikt listrik mencapai
8,25% atau USD65,69 juta. Hal ini mengindikasikan
tingginya impor yang didominasi oleh barang impor
memiliki kontributor positif bagi pertumbuhan ekonomi di
Sulawesi Tengah. Impor mesin/pesawat mekanik
d i g u n a k a n u n t u k m e n d u k u n g p r o g r e s
peningkatan/penambahan kapasitas pembangunan
s m e l t e r s e r t a p e n i n g k a t a n i m p o r b i j i h b e s i
mengindikasikan bahwa LU industri pengolahan nikel dan
turunannya masih memil ik i potensi d i tengah
ketidakpastian global.
Menurunnya pangsa ekspor ke Tiongkok diperkirakan
dampak dari perang dagang dengan Amerika Serikat
sehingga permintaan menurun. Namun hal ini dapat
dikompensasi dari peningkatan ekspor Sulteng ke negara
lain. Pangsa ekspor ke Korea Selatan dan Taiwan masing-
masing tercatat 18,96% dan 15,11% atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2018 yang masing-masing
tercatat 11,69% dan 6,77%. Ekspor Sulawesi Tengah ke
Tiongkok didominasi oleh produk yang dihasilkan
perusahaan smelter di Kawasan Industri Morowali,
sementara ekspor ke Jepang dan Korsel didominasi oleh
ekspor LNG dan produk turunannya dari Kabupaten
Banggai.
1.3.5. Impor Luar Negeri
Pertumbuhan Impor luar negeri melambat pada
triwulan laporan. Impor hanya tumbuh 18,52% (yoy)
pada triwulan laporan, jauh menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya 175,92% (yoy). Meskipun melambat,
nilai impor masih relatif tinggi. Sebagian besar impor
merupakan bahan baku untuk ekspor dan impor barang
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201910
BOKS I
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I 2019
tercatat sebesar USD 7,0 miliar (2,6% dari PDB), lebih
rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan
sebelumnya yang mencapai USD 9,2 miliar (3,6% dari
PDB). Penurunan defisit neraca transaksi berjalan
terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca
perdagangan barang sejalan dengan peningkatan
surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan
defisit neraca perdagangan migas. Hal ini dipengaruhi
o leh penurunan impor yang leb ih da lam
dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan
k e b i j a k a n p e m e r i n t a h u n t u k m e l a k u k a n
pengendalian impor beberapa komoditas tertentu
yang diterapkan sejak akhir 2018.
Dalam lingkup regional, kinerja ekspor Sulawesi
Tengah sangat baik. Surplus neraca perdagangan
pada 2018 sebesar USD 2,3 miliar, atau meningkat
dibandingkan 2017 yang tercatat USD 1,7 miliar.
Tingginya surplus neraca perdagangan terutama
ditopang oleh tingginya ekspor dari hilirsasi nikel dan
gas di Morowali dan Banggai.
Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah
dan pemangku kepentingan lainnya dalam
mendorong berbagai kebijakan khususnya untuk
menurunkan defisit transaksi berjalan sehingga dapat
menopang ketahanan LU eksternal perekonomian
Indonesia.
Salah satu upaya untuk menekan defisit transaksi
berjalan adalah dengan mendorong pengembangan
UMKM berorientasi ekspor baik dalam skala nasional
maupun lingkup Sulawesi Tengah. Beberapa strategi
pengembangan yang dilakukan Bank Indonesia,
yakni:
STRATEGI PENGEMBANGAN UMKM BERORIENTASI EKSPORDI SULAWESI TENGAH
Kelembagaan UMKM menjadi salah satu prasyarat
utama dalam pengembangan UMKM berorientasi
ekspor. Mendorong kelembagaan UMKM dalam
bentuk badan hukum dan penguatan aspek
pembukuaan dan adm in i s t r a s i t e rmasuk
pengetahuan terkait proses ekspor impor dan
dokumen kepabeanan yang dibutuhkan mutlak harus
dikuasai oleh pelaku usaha UMKM. Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah (BI KPw
Sulawesi Tengah) bekerjasama dengan berbagai
universitas di Sulawesi melakukan pelatihan
penguatan kelembagaan antara lain aspek
pembukuan dan linkage dengan korporasi yang
diselenggarakan di Kota Palu, Kabupaten Banggai
maupun Kabupaten Morowali.
Terkait aspek akses keuangan, KPw Sulawesi Tengah
juga terus memperkenalkan aplikasi SIAPIK (Aplikasi
Pencatatan dan Informasi Keuangan) yang
dikembangkan Bank Indonesia yang diharapkan
dapat memudahkan bagi pelaku usaha UMKM untuk
melakukan pencatatan transaksi keuangan secara
digital.
1. Penguatan Aspek Kelembagaan UMKM
Untuk dapat menembus pasar ekspor kapasitas
produksi dan diversifikasi produk yang dihasilkan
UMKM juga menjadi salah satu prasyarat. Bank
Indonesia melakukan pendampingan pelaku usaha
UMKM di Sulawesi Tengah melalui program
Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) dan Local
Economic Development (LED) melalui program ini
pendampingan dilakukan selama paling singkat
2. Peningkatan Kapasitas dan Diversifikasi Produk
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 11
Grafik 1.22. Komoditas Impor Sulawesi Tengah
SUMBER : BPS PROV SULAWESI TENGAH
BESI DAN BAJA
35%
BAHAN BAKAR MINERAL
10%
BIJIH, KERAK DAN ABU LOGAM
4%
MESIN DAN PERALATAN LISTRIK
8%
MESIN DAN PESAWAT MEKANIK
29%
LAINNYA
14%
Grafik 1.21. Perkembangan Impor Sulawesi Tengah
IMPOR (RP MILIAR) IMPOR LN (YOY)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Grafik 1.20. Negara Tujuan Ekspor
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
KOREA SELATAN
19%
JEPANG
13%
TIONGKOK
33%
LAINNYA
20%
TAIWAN
15%
Impor barang modal masih cukup tinggi. Impor barang
modal sebagai komponen bahan baku dan peralatan
industri pengolahan nikel dan pembangkit listrik masih
mendominasi. Pangsa impor bahan baku dan peralatan
industri pengolahan logam terhadap total impor
(USD795,96 juta) masing-masing mencapai USD 34,79%
atau 276,92 juta dan 28,84% atau USD 229,56 juta,
sedangkan untuk kebutuhan pembangikt listrik mencapai
8,25% atau USD65,69 juta. Hal ini mengindikasikan
tingginya impor yang didominasi oleh barang impor
memiliki kontributor positif bagi pertumbuhan ekonomi di
Sulawesi Tengah. Impor mesin/pesawat mekanik
d i g u n a k a n u n t u k m e n d u k u n g p r o g r e s
peningkatan/penambahan kapasitas pembangunan
s m e l t e r s e r t a p e n i n g k a t a n i m p o r b i j i h b e s i
mengindikasikan bahwa LU industri pengolahan nikel dan
turunannya masih memil ik i potensi d i tengah
ketidakpastian global.
Menurunnya pangsa ekspor ke Tiongkok diperkirakan
dampak dari perang dagang dengan Amerika Serikat
sehingga permintaan menurun. Namun hal ini dapat
dikompensasi dari peningkatan ekspor Sulteng ke negara
lain. Pangsa ekspor ke Korea Selatan dan Taiwan masing-
masing tercatat 18,96% dan 15,11% atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2018 yang masing-masing
tercatat 11,69% dan 6,77%. Ekspor Sulawesi Tengah ke
Tiongkok didominasi oleh produk yang dihasilkan
perusahaan smelter di Kawasan Industri Morowali,
sementara ekspor ke Jepang dan Korsel didominasi oleh
ekspor LNG dan produk turunannya dari Kabupaten
Banggai.
1.3.5. Impor Luar Negeri
Pertumbuhan Impor luar negeri melambat pada
triwulan laporan. Impor hanya tumbuh 18,52% (yoy)
pada triwulan laporan, jauh menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya 175,92% (yoy). Meskipun melambat,
nilai impor masih relatif tinggi. Sebagian besar impor
merupakan bahan baku untuk ekspor dan impor barang
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201910
BOKS I
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I 2019
tercatat sebesar USD 7,0 miliar (2,6% dari PDB), lebih
rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan
sebelumnya yang mencapai USD 9,2 miliar (3,6% dari
PDB). Penurunan defisit neraca transaksi berjalan
terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca
perdagangan barang sejalan dengan peningkatan
surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan
defisit neraca perdagangan migas. Hal ini dipengaruhi
o leh penurunan impor yang leb ih da lam
dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan
k e b i j a k a n p e m e r i n t a h u n t u k m e l a k u k a n
pengendalian impor beberapa komoditas tertentu
yang diterapkan sejak akhir 2018.
Dalam lingkup regional, kinerja ekspor Sulawesi
Tengah sangat baik. Surplus neraca perdagangan
pada 2018 sebesar USD 2,3 miliar, atau meningkat
dibandingkan 2017 yang tercatat USD 1,7 miliar.
Tingginya surplus neraca perdagangan terutama
ditopang oleh tingginya ekspor dari hilirsasi nikel dan
gas di Morowali dan Banggai.
Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah
dan pemangku kepentingan lainnya dalam
mendorong berbagai kebijakan khususnya untuk
menurunkan defisit transaksi berjalan sehingga dapat
menopang ketahanan LU eksternal perekonomian
Indonesia.
Salah satu upaya untuk menekan defisit transaksi
berjalan adalah dengan mendorong pengembangan
UMKM berorientasi ekspor baik dalam skala nasional
maupun lingkup Sulawesi Tengah. Beberapa strategi
pengembangan yang dilakukan Bank Indonesia,
yakni:
STRATEGI PENGEMBANGAN UMKM BERORIENTASI EKSPORDI SULAWESI TENGAH
Kelembagaan UMKM menjadi salah satu prasyarat
utama dalam pengembangan UMKM berorientasi
ekspor. Mendorong kelembagaan UMKM dalam
bentuk badan hukum dan penguatan aspek
pembukuaan dan adm in i s t r a s i t e rmasuk
pengetahuan terkait proses ekspor impor dan
dokumen kepabeanan yang dibutuhkan mutlak harus
dikuasai oleh pelaku usaha UMKM. Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah (BI KPw
Sulawesi Tengah) bekerjasama dengan berbagai
universitas di Sulawesi melakukan pelatihan
penguatan kelembagaan antara lain aspek
pembukuan dan linkage dengan korporasi yang
diselenggarakan di Kota Palu, Kabupaten Banggai
maupun Kabupaten Morowali.
Terkait aspek akses keuangan, KPw Sulawesi Tengah
juga terus memperkenalkan aplikasi SIAPIK (Aplikasi
Pencatatan dan Informasi Keuangan) yang
dikembangkan Bank Indonesia yang diharapkan
dapat memudahkan bagi pelaku usaha UMKM untuk
melakukan pencatatan transaksi keuangan secara
digital.
1. Penguatan Aspek Kelembagaan UMKM
Untuk dapat menembus pasar ekspor kapasitas
produksi dan diversifikasi produk yang dihasilkan
UMKM juga menjadi salah satu prasyarat. Bank
Indonesia melakukan pendampingan pelaku usaha
UMKM di Sulawesi Tengah melalui program
Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) dan Local
Economic Development (LED) melalui program ini
pendampingan dilakukan selama paling singkat
2. Peningkatan Kapasitas dan Diversifikasi Produk
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 11
BOKS I
selama 3 (tiga) tahun untuk produk-produk khas
kerajinan dan industri kreatif Sulawesi Tengah seperti
tenun, kayu hitam maupun produk lainnya. Khusus
untuk pengembangan tenun, KPw Sulawesi Tengah
juga telah membangun 2 (dua) rumah tenun di
Kabupaten Donggala yang digunakan sebagai pusat
produksi dan edukasi tenun di Sulawesi Tengah.
Selain dari sisi kapasitas produksi, pengembangan
dan diversifikasi produk UMKM Sulawesi Tengah juga
dilakukan agar produk yang dihasilkan dapat diterima
pasar ekspor. KPw Sulawesi Tengah mendorong
produk yang dihasilkan oleh UMKM di Sulawesi
Tengah dapat terkurasi oleh kurator internasional.
Kegiatan kurasi telah dilaksanakan oleh Jenifer
Isaacson kurator yang berasal dari New York pada 28
Februari 2019 di Jakarta.
Perkembangan teknologi dewasa ini terjadi sangat
masif serta berpengaruh dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat. Arus perubahan teknologi
juga telah mengubah cara masyarakat bertransaksi
dari cara konvensional beralih menjadi transaksi
perdagangan secara online. Pelaku usaha UMKM juga
harus beralih pada penguasaan dan teknik penjualan
onlineyang dilakukan melalui berbagai platform baik
Conversational Commerce maupun E-Commerce
Platform.
Menyadari perkembangan teknologi yang berjalan
sangat cepat, KPw Sulawesi Tengah terus mendorong
pelaku usaha UMKM untuk berinovasi dan
memperluas akses pemasaran produknya melalui
p e m a n f a a t a n t e k n o l o g i d a l a m t r a n s a k s i
3. Pemanfaatan Teknologi dan Ekonomi Digital
perdagangan. KPw Sulawesi Tengah mendorong
inovasi ini melalui pelatihan dan pengenalan ekonomi
digital bekerjasama dengan salah satu platform
marketplace Tokopedia.
Dalam kapasitasnya selaku otoritas di bidang sistem
pembayaran, Bank Indonesia terus mendorong
pertumbuhan ekonomi digital sehingga mampu
mendukung pe r tumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan serta memastikan arus digitalisasi
berkembang dalam ekosistem ekonomi dan
keuangan digital yang kondusif dilakukan melalui 5
(lima) visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yakni :
a.
b.
c.
Digital Open Banking dan Interlink Bank-Fintech
Mendorong digital open banking dan interlink
dengan fintech melalui standarisasi Open API
(Application Programming Interface). Open API
memungkinkan keterbukaan informasi keuangan
Bank dan Fintech kepada pihak ketiga secara
aman untuk memberikan variasi dan kemudahan
masyarakat dalam melakukan transaksi dan
memungkinkan interlink antar pelaku.
Pengembangan Retail Payment
Mengembangkan sistem pembayaran yang
mendukung ekonomi dan keuangan digital.
Desain pengembangan sistem pembayaran ritel
s e c a r a k e s e l u r u h a n m e n g a r a h p a d a
penyelenggaraan secara realtime, seamless
dengan tingkat keamanan dan efisiensi yang lebih
tinggi melalui pengembangan fast payment dan
optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Pengembangan Wholesale Payment dan Financial
Market Infrastructure
Mengembangkan sistem pembayaran nilai besar
dan infrastruktur pasar keuangan yang mampu
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201912
d.
e.
mendukung kebijakan moneter, SKK dan
mendukung interl ink infrastruktur pasar
keuangan.
Data
Melakukan pengembangan data nasional,
termasuk infrastruktur yang kolaboratif dan
terintegrasi sehingga dapat dioptimalkan
pemanfaatannya. Sebagai bagian dari inisiatif ini
adalah pengembangan trusted Digital ID,
Pembangunan Data Hub, Data Protection
termasuk consumen consent dan cloud policy.
Pengaturan, Perizinan, Pengawasan dan
Pelaporan
Percepatan Ekonomi Keuangan D ig i ta l
membutuhkan penguatan kerangka pengaturan,
perizinan, pengawasan dan pelaporan termasuk
penguatan teknologi (reg-tech dan sup-tech)
Strategi pengembangan UMKM berorientasi ekspor
lainnya dilakukan melalui keikutsertaan pelaku usaha
UMKM binaan Bank Indonesia dalam berbagai
pameran internasional yang dilaksanakan di luar
negeri dengan produk utama kopi.
Kpw BI Sulawesi Tengah telah mengikutsertakan
UMKM binaan dengan produk kayu hitam dalam
mengikuti pameran internasional bertajuk Singapore
50 Design Bazaar yang diselenggaran Singapore.
Selain pameran dimaksud, untuk tahun 2019 Bank
Indonesia direncanakan juga akan mengikuti
beberapa pameran dagang internasional antara lain
Pameran Produk Kopi Indonesia pada Café Asia yang
diselenggarakan di Singapore, Investment Forum on
TTI, Osaka Jepang, dan Pameran New York Now.
4. Promosi Perdagangan dan Akses Pasar Luar Negeri
Kapasitas produksi UMKM seringkali menjadi salah
satu kendala dalam mendorong ekspor yang
dilakukan di daerah. Permintaan ekspor tidak dapat
dipenuhi oleh satu pelaku usaha UMKM pada satu
waktu. Bank Indonesia mendorong dilakukannya
joint eksportir/agregator yang menjadi leader dalam
pengembangan ekspor produk UMKM. Melalui
agregator inilah proses ekspor dilaksanakan sehingga
dapat mendorong terciptanya efisiensi biaya maupun
penyederhanaan persyaratan ekspor yang dilakukan
oleh pelaku usaha UMKM.
5. Joint Eksportir/Agregator
Ke depan KPw BI Sulawesi Tengah bersama dengan
Pemerintah Daerah terus berkomitmen untuk
mengembangkan potens i ekonomi daerah
pengembangan UMKM dan potensi daerah.
BOKS I
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 13
BOKS I
selama 3 (tiga) tahun untuk produk-produk khas
kerajinan dan industri kreatif Sulawesi Tengah seperti
tenun, kayu hitam maupun produk lainnya. Khusus
untuk pengembangan tenun, KPw Sulawesi Tengah
juga telah membangun 2 (dua) rumah tenun di
Kabupaten Donggala yang digunakan sebagai pusat
produksi dan edukasi tenun di Sulawesi Tengah.
Selain dari sisi kapasitas produksi, pengembangan
dan diversifikasi produk UMKM Sulawesi Tengah juga
dilakukan agar produk yang dihasilkan dapat diterima
pasar ekspor. KPw Sulawesi Tengah mendorong
produk yang dihasilkan oleh UMKM di Sulawesi
Tengah dapat terkurasi oleh kurator internasional.
Kegiatan kurasi telah dilaksanakan oleh Jenifer
Isaacson kurator yang berasal dari New York pada 28
Februari 2019 di Jakarta.
Perkembangan teknologi dewasa ini terjadi sangat
masif serta berpengaruh dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat. Arus perubahan teknologi
juga telah mengubah cara masyarakat bertransaksi
dari cara konvensional beralih menjadi transaksi
perdagangan secara online. Pelaku usaha UMKM juga
harus beralih pada penguasaan dan teknik penjualan
onlineyang dilakukan melalui berbagai platform baik
Conversational Commerce maupun E-Commerce
Platform.
Menyadari perkembangan teknologi yang berjalan
sangat cepat, KPw Sulawesi Tengah terus mendorong
pelaku usaha UMKM untuk berinovasi dan
memperluas akses pemasaran produknya melalui
p e m a n f a a t a n t e k n o l o g i d a l a m t r a n s a k s i
3. Pemanfaatan Teknologi dan Ekonomi Digital
perdagangan. KPw Sulawesi Tengah mendorong
inovasi ini melalui pelatihan dan pengenalan ekonomi
digital bekerjasama dengan salah satu platform
marketplace Tokopedia.
Dalam kapasitasnya selaku otoritas di bidang sistem
pembayaran, Bank Indonesia terus mendorong
pertumbuhan ekonomi digital sehingga mampu
mendukung pe r tumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan serta memastikan arus digitalisasi
berkembang dalam ekosistem ekonomi dan
keuangan digital yang kondusif dilakukan melalui 5
(lima) visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yakni :
a.
b.
c.
Digital Open Banking dan Interlink Bank-Fintech
Mendorong digital open banking dan interlink
dengan fintech melalui standarisasi Open API
(Application Programming Interface). Open API
memungkinkan keterbukaan informasi keuangan
Bank dan Fintech kepada pihak ketiga secara
aman untuk memberikan variasi dan kemudahan
masyarakat dalam melakukan transaksi dan
memungkinkan interlink antar pelaku.
Pengembangan Retail Payment
Mengembangkan sistem pembayaran yang
mendukung ekonomi dan keuangan digital.
Desain pengembangan sistem pembayaran ritel
s e c a r a k e s e l u r u h a n m e n g a r a h p a d a
penyelenggaraan secara realtime, seamless
dengan tingkat keamanan dan efisiensi yang lebih
tinggi melalui pengembangan fast payment dan
optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Pengembangan Wholesale Payment dan Financial
Market Infrastructure
Mengembangkan sistem pembayaran nilai besar
dan infrastruktur pasar keuangan yang mampu
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201912
d.
e.
mendukung kebijakan moneter, SKK dan
mendukung interl ink infrastruktur pasar
keuangan.
Data
Melakukan pengembangan data nasional,
termasuk infrastruktur yang kolaboratif dan
terintegrasi sehingga dapat dioptimalkan
pemanfaatannya. Sebagai bagian dari inisiatif ini
adalah pengembangan trusted Digital ID,
Pembangunan Data Hub, Data Protection
termasuk consumen consent dan cloud policy.
Pengaturan, Perizinan, Pengawasan dan
Pelaporan
Percepatan Ekonomi Keuangan D ig i ta l
membutuhkan penguatan kerangka pengaturan,
perizinan, pengawasan dan pelaporan termasuk
penguatan teknologi (reg-tech dan sup-tech)
Strategi pengembangan UMKM berorientasi ekspor
lainnya dilakukan melalui keikutsertaan pelaku usaha
UMKM binaan Bank Indonesia dalam berbagai
pameran internasional yang dilaksanakan di luar
negeri dengan produk utama kopi.
Kpw BI Sulawesi Tengah telah mengikutsertakan
UMKM binaan dengan produk kayu hitam dalam
mengikuti pameran internasional bertajuk Singapore
50 Design Bazaar yang diselenggaran Singapore.
Selain pameran dimaksud, untuk tahun 2019 Bank
Indonesia direncanakan juga akan mengikuti
beberapa pameran dagang internasional antara lain
Pameran Produk Kopi Indonesia pada Café Asia yang
diselenggarakan di Singapore, Investment Forum on
TTI, Osaka Jepang, dan Pameran New York Now.
4. Promosi Perdagangan dan Akses Pasar Luar Negeri
Kapasitas produksi UMKM seringkali menjadi salah
satu kendala dalam mendorong ekspor yang
dilakukan di daerah. Permintaan ekspor tidak dapat
dipenuhi oleh satu pelaku usaha UMKM pada satu
waktu. Bank Indonesia mendorong dilakukannya
joint eksportir/agregator yang menjadi leader dalam
pengembangan ekspor produk UMKM. Melalui
agregator inilah proses ekspor dilaksanakan sehingga
dapat mendorong terciptanya efisiensi biaya maupun
penyederhanaan persyaratan ekspor yang dilakukan
oleh pelaku usaha UMKM.
5. Joint Eksportir/Agregator
Ke depan KPw BI Sulawesi Tengah bersama dengan
Pemerintah Daerah terus berkomitmen untuk
mengembangkan potens i ekonomi daerah
pengembangan UMKM dan potensi daerah.
BOKS I
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 13
21,75%
14,45%
APBD
Belanja Modal
Realisasi PAD
17,28%Realisasipendapatan APBD
Realisasibelanja APBD
20,68%
INDIKATOR KEUANGAN DAERAH
Pencapaian realisasi belanja APBD pada triwulan I 2019 tercatat 17,28%
dari pagu anggaran Rp 4,26 triliun, atau lebih rendah dari rata-rata tiga
tahun terakhir 10,52%. Hal ini menjadi stimulus yang bagus bagi
perekonomian pascabencana.
Sementara itu, realisasi pendapatan APBD mencapai lebih dari 21,75%
dari target Rp4,14 triliun yang didorong oleh adanya bantuan keuangan
dari pemerintah daerah lain untuk penanganan bencana.
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah mencapai 20,11% dari pagu
anggaran Rp 24.791,84 miliar. Tingginya angka realisasi ini terutama
ditopang oleh realisasi transfer ke daerah pada triwulan laporan.
Sementara itu, realisasi penyaluran Anggaran Dana Desa terserap
hingga 18,19%, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemerataan
pembangunan yang sifatnya bottom-up.
20,11%
Realisasi APBNSulteng
KEUANGANPEMERINTAH
BAB II
Desa Suku Bajau, Sulawesi Tengah
21,75%
14,45%
APBD
Belanja Modal
Realisasi PAD
17,28%Realisasipendapatan APBD
Realisasibelanja APBD
20,68%
INDIKATOR KEUANGAN DAERAH
Pencapaian realisasi belanja APBD pada triwulan I 2019 tercatat 17,28%
dari pagu anggaran Rp 4,26 triliun, atau lebih rendah dari rata-rata tiga
tahun terakhir 10,52%. Hal ini menjadi stimulus yang bagus bagi
perekonomian pascabencana.
Sementara itu, realisasi pendapatan APBD mencapai lebih dari 21,75%
dari target Rp4,14 triliun yang didorong oleh adanya bantuan keuangan
dari pemerintah daerah lain untuk penanganan bencana.
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah mencapai 20,11% dari pagu
anggaran Rp 24.791,84 miliar. Tingginya angka realisasi ini terutama
ditopang oleh realisasi transfer ke daerah pada triwulan laporan.
Sementara itu, realisasi penyaluran Anggaran Dana Desa terserap
hingga 18,19%, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemerataan
pembangunan yang sifatnya bottom-up.
20,11%
Realisasi APBNSulteng
KEUANGANPEMERINTAH
BAB II
Desa Suku Bajau, Sulawesi Tengah
2.1. REALISASI APBD PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2019
Realisasi pendapatan lebih tinggi dibandingkan
dengan realisasi belanja daerah pada triwulan I 2019.
Realisasi pendapatan daerah Sulawesi Tengah mencapai
Rp902,65 miliar atau 21,75% dari pagu anggaran 2019
sebesar Rp4,14 triliun. Persentase nilai realisasi
pendapatan pada triwulan laporan sedikit lebih rendah
dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang
mencapai 23,27%. Pendapatan daerah pada triwulan
laporan ditopang oleh realisasi penerimaan dari PAD dan
dana perimbangan yang masing-masing tercatat 20,68%
dan 22,34%.
Total realisasi belanja daerah mencapai Rp736,65
miliar atau 17,28% dari total anggaran yang tersedia
sebesar Rp4,3 triliun. Persentase nilai realisasi belanja
pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan rata-rata
periode yang sama tiga tahun sebelumnya yang mencapai
10,52%. Kedua komponen belanja langsung dan tidak
langsung hanya mencapai 15,65% dan 19%. Hal ini dapat
dipahami mengingat pentingnya peran pemerintah dalam
proses rekonstruks i Kota Pa lu dan sek i tarnya
pascabencana.
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBD
Pendapatan transfer menopang pendapatan APBD
pada triwulan laporan. Realisasi akun ini mencapai
22,34% meski masih rendah dibandingkan rata-rata
periode yang sama tiga tahun sebelumnya yakni 25,34%.
Namun demikian, dana alokasi umum yang memiliki
pangsa terbesar telah terserap hingga Rp 545,86 miliar
Grafik 2.1.Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah
SUMBER : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
RP JUTA
REALISASI PENDAPATAN (SISI KANAN) REALISASI BELANJA (SISI KANAN)
NOMINAL REALISASI PENDAPATAN NOMINAL REALISASI BELANJA
2016 2017 2018
90
2,6
5
736
,65
21,75%
17,28%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
2019
Grafik 2.2.Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos Pendapatan Daerah
SUMBER : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
LAIN-LAIN PAD YANG SAH DANA PERIMBANGAN PAD
2016
2017
2018
2019
0% 10% 20% 30% 40% 50%
16,62%
20,08%
16,57%
20,68%
26,10%
26,09%
24,12%
22,34%
2,13%
43,83%
3,21%
7,03%
atau 33,33% dari pagu anggaran 2019. Dari akun PAD,
pendapatan pajak telah terserap 21,58% dari pagu
anggaran. Sementara itu, dari pendapatan lain-lain hanya
terserap 7,03% dari pagu anggaran. Dalam komponen ini
bantuan keuangan dari pemerintah lain tercatat Rp 3,03
miliar.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan
tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat, yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah. Secara historis,
Rasio Kemandirian Fiskal Sulawesi Tengah menunjukkan
tingkat kemandirian yang baik dengan rata-rata pada 6
tahun terakhir mencapai 46,37 (mid-upper rank). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sumber PAD Sulawesi
Tengah mampu mengimbangi dana pendapatan daerah
yang berasal dari sumber ekstern, misalnya : Bagi Hasil
Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana
Pusat Alokasi Umum dan Dana Pusat Alokasi Khusus.
Namun, berdasarkan perkembangan hingga triwulan I
2019, terlihat kinerja rasio kemandirian masih berada di
bawah rata-rata historisnya. Pada posisi terakhir, angka
rasio kemandirian hanya mencapai 30,01 atau masih di
bawah tahun sebelumnya yang mampu mencapai 35,4.
Angka ras io kemandir ian tersebut merupakan
perbandingan nilai PAD hingga triwulan I 2019 yang
mencapai Rp208,34 miliar terhadap nominal pendapatan-
pendapatan lain yang mencapai Rp694,31 miliar.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201916
Skala Rendah (0-10); Kurang (10,01-20,00); Cukup (20,01-30,00); Sedang (30,01-40,00);
Baik (40,01-50,00); dan Sangat Baik (>50,00)
6.
hampir semua Provinsi masih bergantung kepada dana
transfer dari Pemerintah Pusat dalam menjalankan
pemerintahan di daerah.
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menggambarkan
persentase campur tangan pemerintah pusat dalam
pembangunan daerah dan menunjukkan tingkat
kesiapan keuangan pemerintah daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah. Semakin tinggi rasio
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), maka semakin tinggi
pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung
otonomi daerah. Berdasarkan rata-rata data historis
selama 6 tahun terakhir, DDF Sulawesi Tengah tercatat
28,67%. Dengan demikian hingga triwulan I 2019, DDF
Sulawesi Tengah berada pada skala cukup yakni di posisi
23,08 (middle rank : 20,01 – 30,00). Adanya perbaikan
manajemen fiskal daerah diharapkan mampu mendorong
peningkatan kemandirian pemerintah daerah terutama
dalam menggali potensi-potensi pendapatan asli
daerahnya. Hal tersebut menjadi penting mengingat
6Tabel 2.1. Rasio Kemandirian dan Derajat Kemandirian Fiskal
TAHUN
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019*
Rata2 6 tahun terakhir
PAD
576.22
662.88
632.96
887.91
939.04
954.96
1,008.10
208.34
847.64
Sumber : BPKAD Prov. Sulawesi Tengah, data diolah
Pendapatan Lain
1,042.89
1,160.80
1,239.78
1,557.75
2,236.60
2,680.13
2,844.40
694.31
1,953.24
Rasio Kemandirian
55.25
57.11
51.05
57.00
41.99
35.63
35.44
30.01
46.37
Derajat Desentralisasi
Fiskal
29.81
31.07
28.19
30.78
29.57
26.27
26.17
23.08
28.67
Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
AKUN
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pendapatan Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
PENDAPATAN TRANSFER
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
Pendapatan Hibah
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
PAGU
Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
2019 Q1
902,648,874,966
208,339,601,800
177,817,054,479
2,119,634,315
-
28,402,913,006
690,802,505,266
39,089,016,800
545,862,968,000
105,850,520,466
3,506,767,900
474,267,900
-
3,032,500,000
REALISASI (%)
21.75%
20.68%
21.58%
25.75%
0.00%
17.95%
22.34%
19.01%
33.33%
8.48%
7.03%
1.63%
>100%
Rp
4,149,229,912,367
1,007,404,152,467
824,000,000,000
8,232,348,000
16,965,608,967
158,206,195,500
3,091,969,271,800
205,582,623,800
1,637,588,970,000
1,248,797,678,000
49,856,488,100
29,161,506,100
20,694,982,000
-
2.1.2 Realisasi Belanja APBD
Realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tengah
hingga triwulan I 2019, lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata realisasi belanja periode yang sama
tiga tahun sebelumnya. Realisasi belanja daerah
mencapai 17,28%, atau lebih tinggi dibandingkan rata-
rata tiga tahun terakhir yakni 10,52%. Yang perlu menjadi
catatan adalah tingginya realisasi belanja bantuan sosial
yang mencapai 33,30% dari pagu anggaran. Hal ini sangat
dibutuhkan untuk membantu beban korban bencana dan
percepatan pemulihan ekonomi. Selain itu, realisasi belanja
bantuan keuangan dari pemerintah provinsi lain juga telah
terserap hingga 73,52% dari pagu anggaran Rp13,28
miliar. Seperti yang telah diketahui bantuan keuangan dari
pemerintah provinsi lain terus mengalir sejak triwulan IV
lalu. Belanja bantuan keuangan dapat juga digunakan
untuk percepatan perbaikan infrastruktur kota Palu.
Sebagai contoh, Pemprov DKI Jakarta yang menghimbau
agar dana bantuan dari DKI Jakarta, sebagian besar harus
digunakan untuk perbaikan infrastruktur yang rusak
pascabencana.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 17
2.1. REALISASI APBD PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2019
Realisasi pendapatan lebih tinggi dibandingkan
dengan realisasi belanja daerah pada triwulan I 2019.
Realisasi pendapatan daerah Sulawesi Tengah mencapai
Rp902,65 miliar atau 21,75% dari pagu anggaran 2019
sebesar Rp4,14 triliun. Persentase nilai realisasi
pendapatan pada triwulan laporan sedikit lebih rendah
dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang
mencapai 23,27%. Pendapatan daerah pada triwulan
laporan ditopang oleh realisasi penerimaan dari PAD dan
dana perimbangan yang masing-masing tercatat 20,68%
dan 22,34%.
Total realisasi belanja daerah mencapai Rp736,65
miliar atau 17,28% dari total anggaran yang tersedia
sebesar Rp4,3 triliun. Persentase nilai realisasi belanja
pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan rata-rata
periode yang sama tiga tahun sebelumnya yang mencapai
10,52%. Kedua komponen belanja langsung dan tidak
langsung hanya mencapai 15,65% dan 19%. Hal ini dapat
dipahami mengingat pentingnya peran pemerintah dalam
proses rekonstruks i Kota Pa lu dan sek i tarnya
pascabencana.
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBD
Pendapatan transfer menopang pendapatan APBD
pada triwulan laporan. Realisasi akun ini mencapai
22,34% meski masih rendah dibandingkan rata-rata
periode yang sama tiga tahun sebelumnya yakni 25,34%.
Namun demikian, dana alokasi umum yang memiliki
pangsa terbesar telah terserap hingga Rp 545,86 miliar
Grafik 2.1.Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah
SUMBER : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
RP JUTA
REALISASI PENDAPATAN (SISI KANAN) REALISASI BELANJA (SISI KANAN)
NOMINAL REALISASI PENDAPATAN NOMINAL REALISASI BELANJA
2016 2017 2018
90
2,6
5
736
,65
21,75%
17,28%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
2019
Grafik 2.2.Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos Pendapatan Daerah
SUMBER : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
LAIN-LAIN PAD YANG SAH DANA PERIMBANGAN PAD
2016
2017
2018
2019
0% 10% 20% 30% 40% 50%
16,62%
20,08%
16,57%
20,68%
26,10%
26,09%
24,12%
22,34%
2,13%
43,83%
3,21%
7,03%
atau 33,33% dari pagu anggaran 2019. Dari akun PAD,
pendapatan pajak telah terserap 21,58% dari pagu
anggaran. Sementara itu, dari pendapatan lain-lain hanya
terserap 7,03% dari pagu anggaran. Dalam komponen ini
bantuan keuangan dari pemerintah lain tercatat Rp 3,03
miliar.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan
tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat, yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah. Secara historis,
Rasio Kemandirian Fiskal Sulawesi Tengah menunjukkan
tingkat kemandirian yang baik dengan rata-rata pada 6
tahun terakhir mencapai 46,37 (mid-upper rank). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sumber PAD Sulawesi
Tengah mampu mengimbangi dana pendapatan daerah
yang berasal dari sumber ekstern, misalnya : Bagi Hasil
Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana
Pusat Alokasi Umum dan Dana Pusat Alokasi Khusus.
Namun, berdasarkan perkembangan hingga triwulan I
2019, terlihat kinerja rasio kemandirian masih berada di
bawah rata-rata historisnya. Pada posisi terakhir, angka
rasio kemandirian hanya mencapai 30,01 atau masih di
bawah tahun sebelumnya yang mampu mencapai 35,4.
Angka ras io kemandir ian tersebut merupakan
perbandingan nilai PAD hingga triwulan I 2019 yang
mencapai Rp208,34 miliar terhadap nominal pendapatan-
pendapatan lain yang mencapai Rp694,31 miliar.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201916
Skala Rendah (0-10); Kurang (10,01-20,00); Cukup (20,01-30,00); Sedang (30,01-40,00);
Baik (40,01-50,00); dan Sangat Baik (>50,00)
6.
hampir semua Provinsi masih bergantung kepada dana
transfer dari Pemerintah Pusat dalam menjalankan
pemerintahan di daerah.
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menggambarkan
persentase campur tangan pemerintah pusat dalam
pembangunan daerah dan menunjukkan tingkat
kesiapan keuangan pemerintah daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah. Semakin tinggi rasio
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), maka semakin tinggi
pula kemampuan keuangan daerah dalam mendukung
otonomi daerah. Berdasarkan rata-rata data historis
selama 6 tahun terakhir, DDF Sulawesi Tengah tercatat
28,67%. Dengan demikian hingga triwulan I 2019, DDF
Sulawesi Tengah berada pada skala cukup yakni di posisi
23,08 (middle rank : 20,01 – 30,00). Adanya perbaikan
manajemen fiskal daerah diharapkan mampu mendorong
peningkatan kemandirian pemerintah daerah terutama
dalam menggali potensi-potensi pendapatan asli
daerahnya. Hal tersebut menjadi penting mengingat
6Tabel 2.1. Rasio Kemandirian dan Derajat Kemandirian Fiskal
TAHUN
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019*
Rata2 6 tahun terakhir
PAD
576.22
662.88
632.96
887.91
939.04
954.96
1,008.10
208.34
847.64
Sumber : BPKAD Prov. Sulawesi Tengah, data diolah
Pendapatan Lain
1,042.89
1,160.80
1,239.78
1,557.75
2,236.60
2,680.13
2,844.40
694.31
1,953.24
Rasio Kemandirian
55.25
57.11
51.05
57.00
41.99
35.63
35.44
30.01
46.37
Derajat Desentralisasi
Fiskal
29.81
31.07
28.19
30.78
29.57
26.27
26.17
23.08
28.67
Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
AKUN
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pendapatan Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
PENDAPATAN TRANSFER
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
Pendapatan Hibah
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
PAGU
Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
2019 Q1
902,648,874,966
208,339,601,800
177,817,054,479
2,119,634,315
-
28,402,913,006
690,802,505,266
39,089,016,800
545,862,968,000
105,850,520,466
3,506,767,900
474,267,900
-
3,032,500,000
REALISASI (%)
21.75%
20.68%
21.58%
25.75%
0.00%
17.95%
22.34%
19.01%
33.33%
8.48%
7.03%
1.63%
>100%
Rp
4,149,229,912,367
1,007,404,152,467
824,000,000,000
8,232,348,000
16,965,608,967
158,206,195,500
3,091,969,271,800
205,582,623,800
1,637,588,970,000
1,248,797,678,000
49,856,488,100
29,161,506,100
20,694,982,000
-
2.1.2 Realisasi Belanja APBD
Realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tengah
hingga triwulan I 2019, lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata realisasi belanja periode yang sama
tiga tahun sebelumnya. Realisasi belanja daerah
mencapai 17,28%, atau lebih tinggi dibandingkan rata-
rata tiga tahun terakhir yakni 10,52%. Yang perlu menjadi
catatan adalah tingginya realisasi belanja bantuan sosial
yang mencapai 33,30% dari pagu anggaran. Hal ini sangat
dibutuhkan untuk membantu beban korban bencana dan
percepatan pemulihan ekonomi. Selain itu, realisasi belanja
bantuan keuangan dari pemerintah provinsi lain juga telah
terserap hingga 73,52% dari pagu anggaran Rp13,28
miliar. Seperti yang telah diketahui bantuan keuangan dari
pemerintah provinsi lain terus mengalir sejak triwulan IV
lalu. Belanja bantuan keuangan dapat juga digunakan
untuk percepatan perbaikan infrastruktur kota Palu.
Sebagai contoh, Pemprov DKI Jakarta yang menghimbau
agar dana bantuan dari DKI Jakarta, sebagian besar harus
digunakan untuk perbaikan infrastruktur yang rusak
pascabencana.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 17
Grafik 2.3. Perkembangan Realisasi Persentase Belanja
SUMBER : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
BELANJA MODAL BELANJA OPERASIONAL + TRANSFER
2016
2017
2018
2019
0% 5% 10% 15% 20%
14%
11%
11%
18%
6%
5%
1%
14%
Grafik 2.4.Realisasi Fisik Pemda
SUMBER: MOVEV TEPRA
PROVINSI PALU MOROWALI BANGGAI
JAN-19 FEB-19 MAR-19
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
10,0%
0,0% 0,3%
1,5% 1,6%
3,5%
0,9%1,5%
3,4%
6,3%
1,8%
9,3%
8,3%
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah pada
triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Jumlah total belanja
APBN mencapai Rp4,9 triliun, dengan tingkat serapan
anggaran 20,11% dari total pagu belanja Rp24,8 triliun.
Tingkat realisasi belanja pada triwulan laporan lebih baik
dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni 11,02%.
Angka ini merupakan pencapaian yang baik mengingat
realisasi belanja dapat menjadi stimulus percepatan
pemulihan ekonomi.
Realisasi keuangan pemerintah daerah tidak diikuti
oleh realisasi fisik dari proyek-proyek pemerintah.
Realisasi fisik pada pemerintah provinsi baru mencapai
6,3%. Selain itu, realisasi fisik di Kota Palu juga 1,8%
ditengah kebutuhan rekonstruksi pascabencana. Oleh
karena itu, ke depan pembangunan infrastruktur sangat
dibutuhkan untuk percepatan pemulihan ekonomi.
Sementara itu, pada dua kabupaten strategis lain yakni
Kabupaten Morowali dan Banggai masing-masing tercatat
9,3% dan 8,3%. Mengenai Morowali, pesatnya
pertumbuhan ekonomi Morowali juga harus diiringi
dengan pembangunan infrastruktur yang masif sehingga
investor semakin yakin untuk terus menanamkan
modalnya di Kabupaten tersebut.
Tabel 2.3. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
AKUN
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
Belanja Tidak Terduga
BELANJA LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Surplus / Defisit
PEMBIAYAAN DAERAH
PENERIMAAN DAERAH
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)
PENGELUARAN DAERAH
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA
PAGU
4,263,126,206,356
2,342,281,912,596
1,331,667,460,396
598,700,025,000
1,500,000,000
393,130,000,000
13,284,427,200
4,000,000,000
1,920,844,293,760
113,960,781,400
970,326,429,729
836,557,082,631
-113,896,293,989
174,096,293,989
174,096,293,989
60,200,000,000
60,200,000,000
113,896,293,989
-
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulawesi Tengah
2019 Q1
736,648,230,331
366,637,764,665
211,366,077,538
95,882,930,000
501,000,000
49,121,202,327
9,766,554,800
-
370,010,465,666
20,543,927,305
228,586,127,488
120,880,410,873
166,000,644,634
-
-
-
-
-
166,000,644,634
REALISASI
17.28%
15.65%
15.87%
16.02%
33.40%
12.49%
73.52%
0.00%
19%
18.03%
23.56%
14.45%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
-
Rp
2.2 KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201918
Grafik 2.6 Perkembangan Nominal Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan)
SUMBER : BPS & KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN SULTENG
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Serapan Belanja APBN periode 2012-2018
SUMBER : BPS & KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN SULTENG
%
% REALISASI BELANJA APBN - KIRI PERTUMBUHAN EKONOMI (%, YOY) - KANAN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
10%
20%
30%
40%
0%
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500 RP MILIAR
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Belanja APBN terutama ditopang oleh realisasi
transfer ke daerah. Realisasi transfer ke daerah telah
mencapai 23,68% dari total pagu anggaran sebesar
Rp17,175 miliar. Hal ini tentunya menjadi modal bagi
pemerintah daerah untuk dapat membelanjakan dana
tersebut untuk percepatan pemulihan ekonomi. Namun
demikian, belum terdapat realisasi belanja bantuan sosial
yang tentunya sangat dibutuhkan untuk meringankan
beban korban bencana. Selain itu, realisasi belanja modal
juga baru mencapai 4,01%, sehingga ke depan perlu lebih
untuk ditingkatkan.
Pada triwulan I 2019 anggaran dana desa (ADD) telah
terserap 18,19%. Hal ini tentunya patut diapreasiasi
mengingat pentingnya ADD untuk pembangunan
ekonomi di daerah pedesaan. Realisasi ADD 2019
diprioritaskan pada empat program prioritas Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
(Kemendes PDTT), yaitu menentukan produk unggulan
desa atau kawasan pedesaan, mengembangkan Badan
Usaha Milik Desa, pembangunan sarana embung air desa
dan pembangunan sarana olahraga desa. Selain itu, ke
depan penggunaan dana desa pada Kab. Sigi, Donggala
dan Parimou juga dapat digunakan untuk kegiatan
produktif misalnya untuk bantuan peralatan dan prasarana
produksi pertanian ataupun perikanan yang rusak
pascabencana.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulawesi Tengah
JENIS BELANJA
Total Belanja Negara
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Bantuan Sosial
Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
Transfer ke Daerah
- Dana Bagi Hasil
- Dana Alokasi Umum
- Dana Alokasi Khusus Non Fisik
- Dana Alokasi Khusus Fisik
- Dana Intensif Daerah
Dana Desa
PAGU 2019
24,792
7,616
2,179
3,021
2,403
13
17,175
15,608
967
9,936
2,044
2,462
199
1,568
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Sulteng
REALISASI HINGGA I 2019
4,986
919
437
386
96
-
4,067
3,782
176
3,293
171
-
141
285
PRESENTASE
20.11%
12.06%
20.05%
12.77%
4.01%
0.00%
23.68%
24.23%
18.23%
33.15%
8.36%
0.00%
71.12%
18.19%
Rp Miliar
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 19
Grafik 2.3. Perkembangan Realisasi Persentase Belanja
SUMBER : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
BELANJA MODAL BELANJA OPERASIONAL + TRANSFER
2016
2017
2018
2019
0% 5% 10% 15% 20%
14%
11%
11%
18%
6%
5%
1%
14%
Grafik 2.4.Realisasi Fisik Pemda
SUMBER: MOVEV TEPRA
PROVINSI PALU MOROWALI BANGGAI
JAN-19 FEB-19 MAR-19
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
10,0%
0,0% 0,3%
1,5% 1,6%
3,5%
0,9%1,5%
3,4%
6,3%
1,8%
9,3%
8,3%
Realisasi belanja APBN di Sulawesi Tengah pada
triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Jumlah total belanja
APBN mencapai Rp4,9 triliun, dengan tingkat serapan
anggaran 20,11% dari total pagu belanja Rp24,8 triliun.
Tingkat realisasi belanja pada triwulan laporan lebih baik
dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni 11,02%.
Angka ini merupakan pencapaian yang baik mengingat
realisasi belanja dapat menjadi stimulus percepatan
pemulihan ekonomi.
Realisasi keuangan pemerintah daerah tidak diikuti
oleh realisasi fisik dari proyek-proyek pemerintah.
Realisasi fisik pada pemerintah provinsi baru mencapai
6,3%. Selain itu, realisasi fisik di Kota Palu juga 1,8%
ditengah kebutuhan rekonstruksi pascabencana. Oleh
karena itu, ke depan pembangunan infrastruktur sangat
dibutuhkan untuk percepatan pemulihan ekonomi.
Sementara itu, pada dua kabupaten strategis lain yakni
Kabupaten Morowali dan Banggai masing-masing tercatat
9,3% dan 8,3%. Mengenai Morowali, pesatnya
pertumbuhan ekonomi Morowali juga harus diiringi
dengan pembangunan infrastruktur yang masif sehingga
investor semakin yakin untuk terus menanamkan
modalnya di Kabupaten tersebut.
Tabel 2.3. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
AKUN
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
Belanja Tidak Terduga
BELANJA LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Surplus / Defisit
PEMBIAYAAN DAERAH
PENERIMAAN DAERAH
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)
PENGELUARAN DAERAH
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA
PAGU
4,263,126,206,356
2,342,281,912,596
1,331,667,460,396
598,700,025,000
1,500,000,000
393,130,000,000
13,284,427,200
4,000,000,000
1,920,844,293,760
113,960,781,400
970,326,429,729
836,557,082,631
-113,896,293,989
174,096,293,989
174,096,293,989
60,200,000,000
60,200,000,000
113,896,293,989
-
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulawesi Tengah
2019 Q1
736,648,230,331
366,637,764,665
211,366,077,538
95,882,930,000
501,000,000
49,121,202,327
9,766,554,800
-
370,010,465,666
20,543,927,305
228,586,127,488
120,880,410,873
166,000,644,634
-
-
-
-
-
166,000,644,634
REALISASI
17.28%
15.65%
15.87%
16.02%
33.40%
12.49%
73.52%
0.00%
19%
18.03%
23.56%
14.45%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
-
Rp
2.2 KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201918
Grafik 2.6 Perkembangan Nominal Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan)
SUMBER : BPS & KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN SULTENG
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Serapan Belanja APBN periode 2012-2018
SUMBER : BPS & KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN SULTENG
%
% REALISASI BELANJA APBN - KIRI PERTUMBUHAN EKONOMI (%, YOY) - KANAN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
10%
20%
30%
40%
0%
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500 RP MILIAR
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Belanja APBN terutama ditopang oleh realisasi
transfer ke daerah. Realisasi transfer ke daerah telah
mencapai 23,68% dari total pagu anggaran sebesar
Rp17,175 miliar. Hal ini tentunya menjadi modal bagi
pemerintah daerah untuk dapat membelanjakan dana
tersebut untuk percepatan pemulihan ekonomi. Namun
demikian, belum terdapat realisasi belanja bantuan sosial
yang tentunya sangat dibutuhkan untuk meringankan
beban korban bencana. Selain itu, realisasi belanja modal
juga baru mencapai 4,01%, sehingga ke depan perlu lebih
untuk ditingkatkan.
Pada triwulan I 2019 anggaran dana desa (ADD) telah
terserap 18,19%. Hal ini tentunya patut diapreasiasi
mengingat pentingnya ADD untuk pembangunan
ekonomi di daerah pedesaan. Realisasi ADD 2019
diprioritaskan pada empat program prioritas Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
(Kemendes PDTT), yaitu menentukan produk unggulan
desa atau kawasan pedesaan, mengembangkan Badan
Usaha Milik Desa, pembangunan sarana embung air desa
dan pembangunan sarana olahraga desa. Selain itu, ke
depan penggunaan dana desa pada Kab. Sigi, Donggala
dan Parimou juga dapat digunakan untuk kegiatan
produktif misalnya untuk bantuan peralatan dan prasarana
produksi pertanian ataupun perikanan yang rusak
pascabencana.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulawesi Tengah
JENIS BELANJA
Total Belanja Negara
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Bantuan Sosial
Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
Transfer ke Daerah
- Dana Bagi Hasil
- Dana Alokasi Umum
- Dana Alokasi Khusus Non Fisik
- Dana Alokasi Khusus Fisik
- Dana Intensif Daerah
Dana Desa
PAGU 2019
24,792
7,616
2,179
3,021
2,403
13
17,175
15,608
967
9,936
2,044
2,462
199
1,568
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Sulteng
REALISASI HINGGA I 2019
4,986
919
437
386
96
-
4,067
3,782
176
3,293
171
-
141
285
PRESENTASE
20.11%
12.06%
20.05%
12.77%
4.01%
0.00%
23.68%
24.23%
18.23%
33.15%
8.36%
0.00%
71.12%
18.19%
Rp Miliar
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 19
INFLASIDAERAH
BAB III
Ke depan, Bank Indonesia akan terus
mencermati berbagai faktor risiko yang
memengaruhi inflasi baik yang bersumber
dari kelompok volatile food maupun dari core
inflation. Dalam rangka menjaga inflasi tetap
berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank
Indonesia akan terus memperkuat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota
TARGET INFLASI 2019
3,5±1(YOY)
Inflasi Sulawesi Tengah pada triwulan I 2019 tercatat 5,59% (yoy), lebih
rendah dari triwulan IV 2018 6,46% (yoy). Secara tahunan, inflasi Sulteng
masih tercatat tinggi karena faktor base-effect, namun secara
akumulatif inflasi masih rendah yakni -0,59% (ytd).
Penurunan tekanan inflasi disebabkan oleh produksi bahan makanan
yang meningkat, distribusi barang-barang bangunan yang lancar dan
relatif menurunnya permintaan pada beberapa jenis kebutuhan pokok
masyarakat.
Pelabuhan Pendaratan Ikan Donggala, Sulawesi Tengah
INFLASIDAERAH
BAB III
Ke depan, Bank Indonesia akan terus
mencermati berbagai faktor risiko yang
memengaruhi inflasi baik yang bersumber
dari kelompok volatile food maupun dari core
inflation. Dalam rangka menjaga inflasi tetap
berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank
Indonesia akan terus memperkuat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota
TARGET INFLASI 2019
3,5±1(YOY)
Inflasi Sulawesi Tengah pada triwulan I 2019 tercatat 5,59% (yoy), lebih
rendah dari triwulan IV 2018 6,46% (yoy). Secara tahunan, inflasi Sulteng
masih tercatat tinggi karena faktor base-effect, namun secara
akumulatif inflasi masih rendah yakni -0,59% (ytd).
Penurunan tekanan inflasi disebabkan oleh produksi bahan makanan
yang meningkat, distribusi barang-barang bangunan yang lancar dan
relatif menurunnya permintaan pada beberapa jenis kebutuhan pokok
masyarakat.
Pelabuhan Pendaratan Ikan Donggala, Sulawesi Tengah
Grafik 3.4 Inflasi Bulanan Kota Palu
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
SEP OKT NOV DESJAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS
2016
2017
2018
-5
-3
-1
1
3
5
2018
-0,41 -0,61 0,38 -0,53 0,80 0,63 0,39 -0,41 0,59 -0,95 0,49 1,15
1,32 0,29 0,25 0,46 0,81 0,76 0,05 0,05 -0,13 -1,31 -0,14 1,87
0,69 -0,31 -0,08 0,76 0,26 1,89 0,20 -0,06 -1,22 2,268 0,831 1,10
0,21 -0,29 -0,45 0,72 0,97 0,96
Grafik 3.3 Inflasi Sulawesi Tengah dan Nasional
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
%
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
SULTENG NASIONAL
2015 2016 2017 20182012 2013 2014 2019*
Grafik 3.2 Inflasi (yoy) Sulawesi Tengah, Sulawesi dan Sulampua
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
16
14
12
10
8
6
4
2
0
SUMALPUA SULAWESI SULTENG
MAR JUN
2016
SEP DES MAR JUN
2017
SEP DES MAR JUN
2018
SEP DES MAR
2019
%
Grafik 3.1 Indeks Harga Konsumen Sulawesi Tengah
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
IHK (RHS) YOY
0
2
4
6
8
MAR JUN
2016
SEP DES MAR JUN
2017
SEP DES MAR JUN
2018
SEP DES MAR JUN
2019
110
115
120
125
130
135
140
145
150
3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SECARA UMUM DI SULAWESI TENGAH
Secara bulanan, selama periode April – Juni 2019
rata-rata pertumbuhan IHK Sulawesi Tengah tercatat
inflasi 0,88% (mtm). Pencapaian pada triwulan laporan
lebih tinggi dibandingkan rata-rata triwulan sebelumnya
yang tercatat deflasi -0,17% (mtm). Kenaikan ini
disebabkan selama triwulan laporan Kota Palu mengalami
deflasi pada April s.d. Juni 2019. Pada periode tersebut
inflasi tercatat masing-masing 0,72 (mtm), 0,97 (mtm),
dan 0,96% (mtm). Hal tersebut menyebabkan inflasi tahun
kalender mencapai 2,13% (ytd) , lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
-0,53% (ytd).
Inflasi tahunan Sulawesi Tengah pada triwulan II
2019 te rca ta t 5 ,32% (yoy ) , l eb ih rendah
dibandingkan dengan inflasi triwulan I 2019 yakni
5,59% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II
2019 polanya relatif sama dengan tahun lalu. Meskipun 7demikian, base-effect dari bencana gempa, tsunami dan
likuifaksi mendorong inflasi pada triwulan II 2019 tercatat
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode
yang sama selama tiga tahun terakhir yang mencapai
4,26% (yoy).
Secara spasial, inflasi tahunan Sulawesi Tengah pada
triwulan laporan berada di atas inflasi tahunan
nasional yang pada periode yang sama tercatat
2,48% (yoy). Selain itu, inflasi Sulawesi Tengah juga
tercatat lebih tinggi dibanding dengan rata-rata inflasi
Pulau Sulawesi dan kawasan Sulampua yang masing-
masing tercatat 3,05% (yoy) dan 3,21% (yoy). Dengan
demikian, dapat disimpulkan tekanan inflasi di Sulawesi
Tengah relatif masih lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Base-effect merupakan imbas secara statistik dalam perhitungan inflasi akibat
tingginya inflasi pasca gempa, sehingga secara tahunan inflasi tercatat tinggi.
7.
3.2 FAKTOR PENAHAN INFLASI
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tekanan
inflasi relatif berkurang dibandingkan triwulan
sebelumnya. Dari sisi penawaran, relatif meningkatnya
pasokan bahan makanan dan lancarnya distribusi bahan
bangunan menjadi faktor utama menurunnya tekanan
inflasi. Sementara itu, masih rendahnya permintaan akibat
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201922
Grafik 3.5 Pergerakan Survei Konsumen
IKKITK
160
140
120
100
80
60
40I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Dari tidak adanya tekanan permintaan dan meningkatnya
penawaran, maka inflasi akan menurun.
daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih
pascabencana menjadi faktor menurunnya inflasi dari sisi
permintaan.
Faktor Penawaran
Pada triwulan laporan, tekanan inflasi beberapa komoditas
dari kelompok bahan makanan tercatat mengalami
penurunan. Beberapa komoditas tersebut antara lain
subkelompok padi-padian dan ikan segar. Produksi padi
pada Maret 2019 tercatat 70.715 ton, jauh lebih tinggi
dibandingkan produksi padi pada Desember 2018 yakni 837.209 ton . Meskipun terdapat kendala kerusakan irigasi
di Sigi, namun produksi padi di luar Sigi masih terdapat
peningkatan. Sementara itu, hasil tangkap ikan di PPI
Dongala selama triwulan laporan mencapai 211 ton.
Angka ini termasuk tinggi apabila dibandingkan dengan
hasil tangkap yang belum optimal (pascabencana) pada
triwulan sebelumnya. Dengan demikian, meningkatnya
produksi pada kedua komoditas tersebut, maka pasokan
bahan makanan akan meningkat, sehingga mampu
mendorong penurunan harga.
Dari sisi harga bahan bangunan, pada triwulan laporan
tekanan inflasi juga relatif menurun. Faktor utama
penyebab hal ini adalah perbaikan infrastruktur di
Pelabuhan Pantoloan, Palu. PT Pelindo IV telah
mendatangkan container crane tambahan untuk
menggantikan container crane yang rusak akibat bencana
tsunami. Oleh sebab itu, proses dwelling time (bongkar
muat) menjadi lebih cepat, sehingga distrbusi menjadi
semakin lancar.
Faktor Permintaan
Pada triwulan laporan, permintaan masyarakat
relatif masih rendah. Hal ini terindikasi dari pergerakan
indeks keyakinan konsumen atau IKK (survei konsumen BI)
dan indeks tendensi konsumen atau ITK (survei konsumen
BPS) yang berada pada zona pesismis (indeks<100)pada
triwulan laporan. IKK menurun dari 98.25 ke 73,88 pada
triwulan laporan, sedangkan ITK menurun dari 98,44 ke
90,45. Menurunnya kedua indeks ini mengkonfirmasi
adanya fenomena permintaan masyarakat yang menurun.
3.3. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Berdasarkan kelompok komoditas, tekanan inflasi
bersumber dari 4 kelompok komoditas. Kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
memberikan andil terbesar mencapai 1,78% yang
terutama bersumber dari subkelompok makanan jadi.
Namun demikian, pada triwulan laporan kelompok
komoditas tersebut tidak terlalu banyak berubah.
Tingginya andil inflasi kelompok ini merupakan base-effect
dari triwulan sebelumnya. Selanjutnya, kelompok
komoditas bahan makanan memiliki andil hingga 1,02%
yang berasal dari sub kelompok daging dan hasil
olahannya. Sementara itu, kelompok komoditas transpor,
komunikasi, dan keuangan, dan kelompok komoditas
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masing-
masing menyumbang inflasi 0,95% dan 0,83%.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 23
Grafik 3.4 Inflasi Bulanan Kota Palu
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
SEP OKT NOV DESJAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS
2016
2017
2018
-5
-3
-1
1
3
5
2018
-0,41 -0,61 0,38 -0,53 0,80 0,63 0,39 -0,41 0,59 -0,95 0,49 1,15
1,32 0,29 0,25 0,46 0,81 0,76 0,05 0,05 -0,13 -1,31 -0,14 1,87
0,69 -0,31 -0,08 0,76 0,26 1,89 0,20 -0,06 -1,22 2,268 0,831 1,10
0,21 -0,29 -0,45 0,72 0,97 0,96
Grafik 3.3 Inflasi Sulawesi Tengah dan Nasional
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
%
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
SULTENG NASIONAL
2015 2016 2017 20182012 2013 2014 2019*
Grafik 3.2 Inflasi (yoy) Sulawesi Tengah, Sulawesi dan Sulampua
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
16
14
12
10
8
6
4
2
0
SUMALPUA SULAWESI SULTENG
MAR JUN
2016
SEP DES MAR JUN
2017
SEP DES MAR JUN
2018
SEP DES MAR
2019
%
Grafik 3.1 Indeks Harga Konsumen Sulawesi Tengah
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
IHK (RHS) YOY
0
2
4
6
8
MAR JUN
2016
SEP DES MAR JUN
2017
SEP DES MAR JUN
2018
SEP DES MAR JUN
2019
110
115
120
125
130
135
140
145
150
3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SECARA UMUM DI SULAWESI TENGAH
Secara bulanan, selama periode April – Juni 2019
rata-rata pertumbuhan IHK Sulawesi Tengah tercatat
inflasi 0,88% (mtm). Pencapaian pada triwulan laporan
lebih tinggi dibandingkan rata-rata triwulan sebelumnya
yang tercatat deflasi -0,17% (mtm). Kenaikan ini
disebabkan selama triwulan laporan Kota Palu mengalami
deflasi pada April s.d. Juni 2019. Pada periode tersebut
inflasi tercatat masing-masing 0,72 (mtm), 0,97 (mtm),
dan 0,96% (mtm). Hal tersebut menyebabkan inflasi tahun
kalender mencapai 2,13% (ytd) , lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
-0,53% (ytd).
Inflasi tahunan Sulawesi Tengah pada triwulan II
2019 te rca ta t 5 ,32% (yoy ) , l eb ih rendah
dibandingkan dengan inflasi triwulan I 2019 yakni
5,59% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II
2019 polanya relatif sama dengan tahun lalu. Meskipun 7demikian, base-effect dari bencana gempa, tsunami dan
likuifaksi mendorong inflasi pada triwulan II 2019 tercatat
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode
yang sama selama tiga tahun terakhir yang mencapai
4,26% (yoy).
Secara spasial, inflasi tahunan Sulawesi Tengah pada
triwulan laporan berada di atas inflasi tahunan
nasional yang pada periode yang sama tercatat
2,48% (yoy). Selain itu, inflasi Sulawesi Tengah juga
tercatat lebih tinggi dibanding dengan rata-rata inflasi
Pulau Sulawesi dan kawasan Sulampua yang masing-
masing tercatat 3,05% (yoy) dan 3,21% (yoy). Dengan
demikian, dapat disimpulkan tekanan inflasi di Sulawesi
Tengah relatif masih lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Base-effect merupakan imbas secara statistik dalam perhitungan inflasi akibat
tingginya inflasi pasca gempa, sehingga secara tahunan inflasi tercatat tinggi.
7.
3.2 FAKTOR PENAHAN INFLASI
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tekanan
inflasi relatif berkurang dibandingkan triwulan
sebelumnya. Dari sisi penawaran, relatif meningkatnya
pasokan bahan makanan dan lancarnya distribusi bahan
bangunan menjadi faktor utama menurunnya tekanan
inflasi. Sementara itu, masih rendahnya permintaan akibat
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201922
Grafik 3.5 Pergerakan Survei Konsumen
IKKITK
160
140
120
100
80
60
40I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Dari tidak adanya tekanan permintaan dan meningkatnya
penawaran, maka inflasi akan menurun.
daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih
pascabencana menjadi faktor menurunnya inflasi dari sisi
permintaan.
Faktor Penawaran
Pada triwulan laporan, tekanan inflasi beberapa komoditas
dari kelompok bahan makanan tercatat mengalami
penurunan. Beberapa komoditas tersebut antara lain
subkelompok padi-padian dan ikan segar. Produksi padi
pada Maret 2019 tercatat 70.715 ton, jauh lebih tinggi
dibandingkan produksi padi pada Desember 2018 yakni 837.209 ton . Meskipun terdapat kendala kerusakan irigasi
di Sigi, namun produksi padi di luar Sigi masih terdapat
peningkatan. Sementara itu, hasil tangkap ikan di PPI
Dongala selama triwulan laporan mencapai 211 ton.
Angka ini termasuk tinggi apabila dibandingkan dengan
hasil tangkap yang belum optimal (pascabencana) pada
triwulan sebelumnya. Dengan demikian, meningkatnya
produksi pada kedua komoditas tersebut, maka pasokan
bahan makanan akan meningkat, sehingga mampu
mendorong penurunan harga.
Dari sisi harga bahan bangunan, pada triwulan laporan
tekanan inflasi juga relatif menurun. Faktor utama
penyebab hal ini adalah perbaikan infrastruktur di
Pelabuhan Pantoloan, Palu. PT Pelindo IV telah
mendatangkan container crane tambahan untuk
menggantikan container crane yang rusak akibat bencana
tsunami. Oleh sebab itu, proses dwelling time (bongkar
muat) menjadi lebih cepat, sehingga distrbusi menjadi
semakin lancar.
Faktor Permintaan
Pada triwulan laporan, permintaan masyarakat
relatif masih rendah. Hal ini terindikasi dari pergerakan
indeks keyakinan konsumen atau IKK (survei konsumen BI)
dan indeks tendensi konsumen atau ITK (survei konsumen
BPS) yang berada pada zona pesismis (indeks<100)pada
triwulan laporan. IKK menurun dari 98.25 ke 73,88 pada
triwulan laporan, sedangkan ITK menurun dari 98,44 ke
90,45. Menurunnya kedua indeks ini mengkonfirmasi
adanya fenomena permintaan masyarakat yang menurun.
3.3. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Berdasarkan kelompok komoditas, tekanan inflasi
bersumber dari 4 kelompok komoditas. Kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
memberikan andil terbesar mencapai 1,78% yang
terutama bersumber dari subkelompok makanan jadi.
Namun demikian, pada triwulan laporan kelompok
komoditas tersebut tidak terlalu banyak berubah.
Tingginya andil inflasi kelompok ini merupakan base-effect
dari triwulan sebelumnya. Selanjutnya, kelompok
komoditas bahan makanan memiliki andil hingga 1,02%
yang berasal dari sub kelompok daging dan hasil
olahannya. Sementara itu, kelompok komoditas transpor,
komunikasi, dan keuangan, dan kelompok komoditas
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masing-
masing menyumbang inflasi 0,95% dan 0,83%.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 23
Grafik 3.8 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Perumahan, Air,Listrik, Gas dan Bahan Bakar
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
MAR-19 JUN-19
BIAYA TEMPAT
TINGGAL
BAHAN BAKAR,
PENERANGAN & AIR
PERLENGKAPAN
RUMAH TANGGA
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1PENYELENGGARAAN
RUMAH TANGGA
Grafik 3.7 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
TRANSPOR KOMUNIKASI &
PENGIRIMAN
SARANA &
PENUNJANG TRANSPOR
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0JASA KEUANGAN
1,35
0,79
0.240.11 0.06 0.05 0.00 0.00
MAR-19 JUN-19
Grafik 3.6 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Kelompok Bahan Makanan (%)
SUMBER: BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN, DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG-KACANGAN
BUAH-BUAHAN.
BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
MAR-19 JUN-19
-0,50 -0,40 -0,30 -0,20 -0,10 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50
Tabel 3.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas (%)
KELOMPOK KOMODITAS
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
mtm yoy
3,27
0,35
0,01
0,69
-0,19
0,00
0,97
4,86
8,14
3,57
2,30
4,35
7,29
5,12
ytd
4,27
1,83
-0,15
2,32
2,28
0,62
3,40
JUN-19
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tengah, diolah
Andil yoy Andil yoy
0,48
1,76
0,94
0,07
0,21
0,46
1,66
1,02
1,78
0,83
0,12
0,18
0,43
0,95
JUN-19MAR-19
hingga 21,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan Maret
2019 yang tercatat 45,27% (yoy). Pada bulan Mei – Juni
2019, telah terdapat penyesuaian regulasi batas atas tarif
angkutan udara, sehingga tarif angkutan udara cenderung
menurun pada waktu tersebut.
Kelompok bahan makanan merupakan kelompok
yang mendorong inflasi pada triwulan laporan.
Bahan makanan tercatat inflasi 4,86% (yoy) pada
Juni 2019. Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan
Maret 2019 yang tercatat inflasi 2,42% (yoy).
Beberapa subkelompok yang mendorong inflasi terbesar
antara lain subkelompok daging dan sayuran. Seperti yang
telah dibahas, terdapat peningkatan pasokan pada kedua
subkelompok tersebut. Namun demikian, ketersedian
beras pada tahun ini perlu diwaspadai. Pasalnya realisasi
serapan beras bulog Jan – April 2019 hanya mencapai
1.772 ton, lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yakni 3.654 ton.
a. Bahan Makanan
Tekanan Inflasi pada kelompok transpor, komunikasi
dan jasa keuangan menurun pada Juni 2019.
Kelompok ini mengalami inflasi 5,12% (yoy), menurun
dibandingkan Maret 2019 yang tercatat 9,19% (yoy).
Penurunan tingkat inflasi pada kelompok ini lebih
disebabkan oleh adanya penurunan tarif angkutan udara
b. Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Tekanan Inflasi pada kelompok komoditas menurun
pada Juni 2019. Kelompok komoditas ini tercatat
mengalami inflasi 3,57% (yoy), lebih rendah dibandingkan
Maret 2019 yang tercatat 3,96% (yoy). Penurunan
c. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201924
tekanan inflasi terutama didorong oleh subkelompok
komoditas biaya tempat tinggal. Komoditas yang andil
inflasinya menurun antara lain besi beton, semen, seng,
dan tukang bukan mandor. Seperti yang telah dibahas,
penurunan harga disebabkan oleh distribusi yang semakin
lancar akibat perbaikan infrastruktur di Pelabuhan
Pantoloan, Palu.
3.4. TRACKING TRIWULAN II 2019
Pada April 2019, Kota Palu tercatat inflasi 0,72%
(mtm) atau 5,55% (yoy). Angka inflasi pada bulan
laporan lebih tinggi dari rata-rata historisnya dalam tiga
tahun terakhir yang tercatat 0,23% (mtm). Dengan
demikian, secara akumulatif tercatat inflasi 0,19% (ytd),
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya 1,05% (ytd). Inflasi yang cukup tinggi tersebut
disebabkan oleh meningkatnya harga pada kelompok
bahan makanan (andil 0,64% mtm), terutama dipicu oleh
naiknya harga pada subkelompok ikan segar dan bumbu-
bumbuan. Peningkatan harga subkelompok ikan segar
dikarenakan oleh relatif meningkatnya penjualan ikan ke
luar Sulteng. Sementara itu, harga bumbu-bumbuan
seperti bawang merah dan bawang putih juga mengalami
kenaikan. Selain itu, dari sisi tarif angkutan udara,
peningkatan tarif juga masih berlanjut yakni 2,16% (mtm).
Hingga akhir triwulan II 2019, Kota Palu diperkirakan
akan kembali mengalami inflasi namun lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya. Curah hujan yang
masih tinggi akan menyebabkan produksi beberapa
subkelompok bahan makanan seperti ikan segar dan
bumbu-bumbuan belum optimal. Khusus subkelompok
ikan segar, pengawasan implementasi surat edaran
Gubernur Sulteng yang menghimbau untuk menahan
penjualan Sementara itu, tarif angkutan udara
diperkirakan akan menurun menyusul penyesuaian
regulasi batas atas yang turun di kisaran 15% oleh
Kemenhub. Sementara itu, kelompok inflasi inti
diperkirakan akan sedikit meningkat sering dengan
peningkatan daya beli pada masyarakat karena adanya
faktor THR.
3.5. TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID)
Merespon tingginya realisasi inflasi pascabencana, TPID
Provinsi Sulawesi Tengah telah mengambil langkah-
langkah sebagai berikut :
a.
b.
Bulog Divre Sulawesi Tengah (Sulteng) bersama dengan
jajaran TPID melakukan kegiatan Launching
Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga Beras
Medium Tahun 2019. Acara ini diantaranya dihadiri
oleh Kepala BI Sulteng, Asisten II Provinsi Bidang
Perekonomian, Kepala Disperindag dan Pejabat Satgas
Pangan Polda. Kegiatan tersebut dilaksanakan di
gudang Bulog yang ditandai dengan pemberangkatan
beberapa truk pengangkut beras yang akan memasok
ke dua pasar besar di Palu yakni Pasar Masomba dan
Manonda.
TPID menyelenggarakan rapat teknis TPID yang
membahas perkembangan inflasi dan penyusunan
roadmap. Dalam rapat teknis disampaikan tantangan
dan risiko yang mungkin terjadi pada periode 2019 -
2021 seperti percepatan perbaikan Pelabuan
Pantoloan, Irigasi Gumbasa dan peralatan melaut
nelayan. Ketiga hal tersebut menjadi kunci agar
produksi dan distribusi barang dapat berjalan optimal.
Selain itu, juga dibahas beberapa program yang akan
dijalankan pada periode dimaksud seperti optimalisasi
pasar murah, intensifikasi operasi pasar dan beberapa
program lainnya.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 25
Grafik 3.8 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Perumahan, Air,Listrik, Gas dan Bahan Bakar
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
MAR-19 JUN-19
BIAYA TEMPAT
TINGGAL
BAHAN BAKAR,
PENERANGAN & AIR
PERLENGKAPAN
RUMAH TANGGA
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1PENYELENGGARAAN
RUMAH TANGGA
Grafik 3.7 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
TRANSPOR KOMUNIKASI &
PENGIRIMAN
SARANA &
PENUNJANG TRANSPOR
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0JASA KEUANGAN
1,35
0,79
0.240.11 0.06 0.05 0.00 0.00
MAR-19 JUN-19
Grafik 3.6 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Kelompok Bahan Makanan (%)
SUMBER: BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH, DIOLAH
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN, DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG-KACANGAN
BUAH-BUAHAN.
BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
MAR-19 JUN-19
-0,50 -0,40 -0,30 -0,20 -0,10 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50
Tabel 3.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas (%)
KELOMPOK KOMODITAS
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
mtm yoy
3,27
0,35
0,01
0,69
-0,19
0,00
0,97
4,86
8,14
3,57
2,30
4,35
7,29
5,12
ytd
4,27
1,83
-0,15
2,32
2,28
0,62
3,40
JUN-19
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tengah, diolah
Andil yoy Andil yoy
0,48
1,76
0,94
0,07
0,21
0,46
1,66
1,02
1,78
0,83
0,12
0,18
0,43
0,95
JUN-19MAR-19
hingga 21,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan Maret
2019 yang tercatat 45,27% (yoy). Pada bulan Mei – Juni
2019, telah terdapat penyesuaian regulasi batas atas tarif
angkutan udara, sehingga tarif angkutan udara cenderung
menurun pada waktu tersebut.
Kelompok bahan makanan merupakan kelompok
yang mendorong inflasi pada triwulan laporan.
Bahan makanan tercatat inflasi 4,86% (yoy) pada
Juni 2019. Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan
Maret 2019 yang tercatat inflasi 2,42% (yoy).
Beberapa subkelompok yang mendorong inflasi terbesar
antara lain subkelompok daging dan sayuran. Seperti yang
telah dibahas, terdapat peningkatan pasokan pada kedua
subkelompok tersebut. Namun demikian, ketersedian
beras pada tahun ini perlu diwaspadai. Pasalnya realisasi
serapan beras bulog Jan – April 2019 hanya mencapai
1.772 ton, lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yakni 3.654 ton.
a. Bahan Makanan
Tekanan Inflasi pada kelompok transpor, komunikasi
dan jasa keuangan menurun pada Juni 2019.
Kelompok ini mengalami inflasi 5,12% (yoy), menurun
dibandingkan Maret 2019 yang tercatat 9,19% (yoy).
Penurunan tingkat inflasi pada kelompok ini lebih
disebabkan oleh adanya penurunan tarif angkutan udara
b. Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Tekanan Inflasi pada kelompok komoditas menurun
pada Juni 2019. Kelompok komoditas ini tercatat
mengalami inflasi 3,57% (yoy), lebih rendah dibandingkan
Maret 2019 yang tercatat 3,96% (yoy). Penurunan
c. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201924
tekanan inflasi terutama didorong oleh subkelompok
komoditas biaya tempat tinggal. Komoditas yang andil
inflasinya menurun antara lain besi beton, semen, seng,
dan tukang bukan mandor. Seperti yang telah dibahas,
penurunan harga disebabkan oleh distribusi yang semakin
lancar akibat perbaikan infrastruktur di Pelabuhan
Pantoloan, Palu.
3.4. TRACKING TRIWULAN II 2019
Pada April 2019, Kota Palu tercatat inflasi 0,72%
(mtm) atau 5,55% (yoy). Angka inflasi pada bulan
laporan lebih tinggi dari rata-rata historisnya dalam tiga
tahun terakhir yang tercatat 0,23% (mtm). Dengan
demikian, secara akumulatif tercatat inflasi 0,19% (ytd),
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya 1,05% (ytd). Inflasi yang cukup tinggi tersebut
disebabkan oleh meningkatnya harga pada kelompok
bahan makanan (andil 0,64% mtm), terutama dipicu oleh
naiknya harga pada subkelompok ikan segar dan bumbu-
bumbuan. Peningkatan harga subkelompok ikan segar
dikarenakan oleh relatif meningkatnya penjualan ikan ke
luar Sulteng. Sementara itu, harga bumbu-bumbuan
seperti bawang merah dan bawang putih juga mengalami
kenaikan. Selain itu, dari sisi tarif angkutan udara,
peningkatan tarif juga masih berlanjut yakni 2,16% (mtm).
Hingga akhir triwulan II 2019, Kota Palu diperkirakan
akan kembali mengalami inflasi namun lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya. Curah hujan yang
masih tinggi akan menyebabkan produksi beberapa
subkelompok bahan makanan seperti ikan segar dan
bumbu-bumbuan belum optimal. Khusus subkelompok
ikan segar, pengawasan implementasi surat edaran
Gubernur Sulteng yang menghimbau untuk menahan
penjualan Sementara itu, tarif angkutan udara
diperkirakan akan menurun menyusul penyesuaian
regulasi batas atas yang turun di kisaran 15% oleh
Kemenhub. Sementara itu, kelompok inflasi inti
diperkirakan akan sedikit meningkat sering dengan
peningkatan daya beli pada masyarakat karena adanya
faktor THR.
3.5. TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID)
Merespon tingginya realisasi inflasi pascabencana, TPID
Provinsi Sulawesi Tengah telah mengambil langkah-
langkah sebagai berikut :
a.
b.
Bulog Divre Sulawesi Tengah (Sulteng) bersama dengan
jajaran TPID melakukan kegiatan Launching
Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga Beras
Medium Tahun 2019. Acara ini diantaranya dihadiri
oleh Kepala BI Sulteng, Asisten II Provinsi Bidang
Perekonomian, Kepala Disperindag dan Pejabat Satgas
Pangan Polda. Kegiatan tersebut dilaksanakan di
gudang Bulog yang ditandai dengan pemberangkatan
beberapa truk pengangkut beras yang akan memasok
ke dua pasar besar di Palu yakni Pasar Masomba dan
Manonda.
TPID menyelenggarakan rapat teknis TPID yang
membahas perkembangan inflasi dan penyusunan
roadmap. Dalam rapat teknis disampaikan tantangan
dan risiko yang mungkin terjadi pada periode 2019 -
2021 seperti percepatan perbaikan Pelabuan
Pantoloan, Irigasi Gumbasa dan peralatan melaut
nelayan. Ketiga hal tersebut menjadi kunci agar
produksi dan distribusi barang dapat berjalan optimal.
Selain itu, juga dibahas beberapa program yang akan
dijalankan pada periode dimaksud seperti optimalisasi
pasar murah, intensifikasi operasi pasar dan beberapa
program lainnya.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 25
BOKS 2
Pada 1 Mei 2019 lalu, BPS Sulawesi Tengah merilis
inflasi periode April 2019. Inflasi Sulawesi Tengah
tercatat inflasi 0,72% (mtm) atau 5,55% (yoy). Angka
inflasi pada bulan laporan lebih tinggi dari rata-rata
historisnya dalam tiga tahun terakhir yang tercatat
0,23%. Dengan demikian, secara akumulatif tercatat
inflasi 0,19% (ytd), lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya 1,05% (ytd).
Sayangnya perhitungan tersebut hanya dilakukan di
Kota Palu. Hal ini tentunya tidak dapat dijadikan
patokan untuk menggambarkan kondisi Sulawesi
Tengah secara umum. Luasnya wilayah Sulawesi
Tengah dengan kondisi ekonomi yang berbeda
tentunya dapat menjadi daya konsumsi dan perilaku
masyarakat juga akan bervariasi.
Berdasarkan data BPS, Sulawesi Tengah merupakan
provinsi yang terluas di Pulau Sulawesi dengan luas 2mencapai 61.841 km . Dengan luasan wilayah
tersebut, perhitungan inflasi di Sulawesi Tengah
hanya dilakukan di Kota Palu. Jumlah tersebut
tentunya jauh lebih rendah apabila dibandingkan
provinsi lainnya di Pulau Sulawesi seperti Sulawesi 2 Selatan yang memiliki luas hanya 46.717 km namun
memiliki 5 kota perhitungan inflasi. Sulawesi
LUWUK, KOTA BARU PERHITUNGAN INFLASI SULAWESI TENGAH
Tenggara yang memiliki luas wilayah hampir setengah
dari luas wilayah Sulawesi Tengah pun memiliki 2 kota
perhitungan inflasi, yakni Kota Kendari dan Kota
Baubau.
Sementara itu, apabila ditinjau dari pertumbuhan
ekonomi, Sulawesi Tengah justru menjadi provinsi
yang memiliki pertumbuhan tertinggi se-Sulawesi
yang mencapai 6,77% (yoy) pada Tw I 2019.
Pencapaian tersebut membuat Sulawesi Tengah
menjadi provinsi dengan pertumbuhan tertinggi
kedua di Sulampua setelah Maluku Utara.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, perlu
dilakukan penambahan lokasi perhitungan inflasi di
Sulawesi Tengah sehingga kondisi ekonomi dapat
tergambarkan secara baik dan menyeluruh dengan
keterwakilan dari Kab/Kota di Sulawesi Tengah. Oleh
karena itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Tengah senantiasa mendorong agar
terdapat penambahan Kota untuk dijadikan dasar
perhitungan inflasi, yakni Kab. Banggai yang mewakili
Sulawesi Tengah bagian timur dan Kab. Tolitoli yang
mewakili bagian Utara.
Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi se-Sulampua Triwulan I-2019 (yoy)
14
9
4
-1
-6
-11
-16
-21
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK
MA
LU
KU
UT
AR
A
SU
LA
WE
SI
TE
NG
AH
GO
RO
NT
AL
O
SU
LA
WE
SI
UT
AR
A
SU
LA
WE
SI
SE
LA
TA
N
SU
LA
WE
SI
TE
NG
GA
RA
MA
LU
KU
SU
LA
WE
SI
BA
RA
T
PA
PU
A B
AR
AT
PA
PU
A
7.65 6.77 6.72 6.58 6.56 6.33 6.32 6.21
-0.26 -20.13
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK (DIOLAH
Luas Wilayah dan Kota Perhitungan Inflasi di Pulau Sulawesi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201926
Dengan berbagai upaya dan tentunya kerjasama yang
tiada henti dengan stakeholders terkait, hal tersebut
membuahkan hasil. Berdasarkan keputusan BPS
Provinsi Sulawesi Tengah, Kab. Banggai akan menjadi
kota perhitungan inflasi pada tahun 2019. Dalam
rangka mempersiapkan hal tersebut, sebelumnya
akan dilakukan Survei Biaya Hidup yang telah
dilakukan sejak Januari 2018.
Pemilihan Kab. Banggai sebagai kota perhitungan
inf las i tentunya didasarkan oleh berbagai
pertimbangan. Berdasarkan data dari BPS, Kab.
Banggai menjadi kabupaten dengan kontribusi
terbesar pada pertumbuan ekonomi Sulawesi Tengah
dengan nilai Rp23,66 Triliun atau berkontribusi
17,34% dari PDRB Sulawesi Tengah. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi di Kab. Banggai tentunya
tidak terlepas dari adanya pabrik pengolahan gas
amon ia dan pengo lahan LNG yang tu ru t
mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kab.
Banggai.
Di sisi lain, Kab. Banggai merupakan Kabupaten
dengan wilayah terluas di Sulawesi Tengah dengan
luas 9.672,20 km2 atau 15,64% dari luas wilayah
Sulawesi Tengah. Sementara itu, apabila ditinjau dari
jumlah penduduk, Kab. Banggai menempati urutan
kedua Kabupaten terpadat dengan jumlah penduduk
mencapai 354.400 penduduk atau 12,32% dari total
penduduk di Sulawesi Tengah setelah Kab. Parigi
Moutong dengan total penduduk mencapai 457.700
penduduk.
Dengan terpilihnya Kab. Banggai menjadi tambahan
kota perhitungan inflasi ini diharapkan perhitungan
i n f l a s i d i S u l a w e s i Te n g a h d a p a t l e b i h
menggambarkan Su lawes i Tengah seca ra
komprehensif dengan keterwakilan dari Kab/Kota
yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi Kabupaten/Kota Terhadap PDRB ADHB Sulawesi Tengah
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK (DIOLAH
BANGGAI
PALU
MOROWALI
PARIGI MOUTONG
DONGGALA
MOROWALI UTARA
17.34%
15.09%
12.86%
11.67%
7.91%
6.72%
POSO
SIGI
TOLI-TOLI
BUOL
5.93%
5.81%
5.30%
3.77%
BANGGAI LAUT
1.48%
TOJO UNA-UNA
BANGGAI KEPULAUAN
3.69%
2.43%
Share Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK (DIOLAH
BANGGAI KEPULAUAN
BANGGAI
MOROWALI
POSO
DONGGALA
TOLI-TOLI
4.02%
15.64%
4.91%
11.50%
6.91%
6.60%
BUOL
PARIGI MOUTONG
TOJO UNA-UNA
SIGI
6.54%
8.23%
9.25%
8.40%
BANGGAI LAUT
1.17%
BOKS 2
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 27
BOKS 2
Pada 1 Mei 2019 lalu, BPS Sulawesi Tengah merilis
inflasi periode April 2019. Inflasi Sulawesi Tengah
tercatat inflasi 0,72% (mtm) atau 5,55% (yoy). Angka
inflasi pada bulan laporan lebih tinggi dari rata-rata
historisnya dalam tiga tahun terakhir yang tercatat
0,23%. Dengan demikian, secara akumulatif tercatat
inflasi 0,19% (ytd), lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya 1,05% (ytd).
Sayangnya perhitungan tersebut hanya dilakukan di
Kota Palu. Hal ini tentunya tidak dapat dijadikan
patokan untuk menggambarkan kondisi Sulawesi
Tengah secara umum. Luasnya wilayah Sulawesi
Tengah dengan kondisi ekonomi yang berbeda
tentunya dapat menjadi daya konsumsi dan perilaku
masyarakat juga akan bervariasi.
Berdasarkan data BPS, Sulawesi Tengah merupakan
provinsi yang terluas di Pulau Sulawesi dengan luas 2mencapai 61.841 km . Dengan luasan wilayah
tersebut, perhitungan inflasi di Sulawesi Tengah
hanya dilakukan di Kota Palu. Jumlah tersebut
tentunya jauh lebih rendah apabila dibandingkan
provinsi lainnya di Pulau Sulawesi seperti Sulawesi 2 Selatan yang memiliki luas hanya 46.717 km namun
memiliki 5 kota perhitungan inflasi. Sulawesi
LUWUK, KOTA BARU PERHITUNGAN INFLASI SULAWESI TENGAH
Tenggara yang memiliki luas wilayah hampir setengah
dari luas wilayah Sulawesi Tengah pun memiliki 2 kota
perhitungan inflasi, yakni Kota Kendari dan Kota
Baubau.
Sementara itu, apabila ditinjau dari pertumbuhan
ekonomi, Sulawesi Tengah justru menjadi provinsi
yang memiliki pertumbuhan tertinggi se-Sulawesi
yang mencapai 6,77% (yoy) pada Tw I 2019.
Pencapaian tersebut membuat Sulawesi Tengah
menjadi provinsi dengan pertumbuhan tertinggi
kedua di Sulampua setelah Maluku Utara.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, perlu
dilakukan penambahan lokasi perhitungan inflasi di
Sulawesi Tengah sehingga kondisi ekonomi dapat
tergambarkan secara baik dan menyeluruh dengan
keterwakilan dari Kab/Kota di Sulawesi Tengah. Oleh
karena itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Tengah senantiasa mendorong agar
terdapat penambahan Kota untuk dijadikan dasar
perhitungan inflasi, yakni Kab. Banggai yang mewakili
Sulawesi Tengah bagian timur dan Kab. Tolitoli yang
mewakili bagian Utara.
Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi se-Sulampua Triwulan I-2019 (yoy)
14
9
4
-1
-6
-11
-16
-21
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK
MA
LU
KU
UT
AR
A
SU
LA
WE
SI
TE
NG
AH
GO
RO
NT
AL
O
SU
LA
WE
SI
UT
AR
A
SU
LA
WE
SI
SE
LA
TA
N
SU
LA
WE
SI
TE
NG
GA
RA
MA
LU
KU
SU
LA
WE
SI
BA
RA
T
PA
PU
A B
AR
AT
PA
PU
A
7.65 6.77 6.72 6.58 6.56 6.33 6.32 6.21
-0.26 -20.13
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK (DIOLAH
Luas Wilayah dan Kota Perhitungan Inflasi di Pulau Sulawesi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201926
Dengan berbagai upaya dan tentunya kerjasama yang
tiada henti dengan stakeholders terkait, hal tersebut
membuahkan hasil. Berdasarkan keputusan BPS
Provinsi Sulawesi Tengah, Kab. Banggai akan menjadi
kota perhitungan inflasi pada tahun 2019. Dalam
rangka mempersiapkan hal tersebut, sebelumnya
akan dilakukan Survei Biaya Hidup yang telah
dilakukan sejak Januari 2018.
Pemilihan Kab. Banggai sebagai kota perhitungan
inf las i tentunya didasarkan oleh berbagai
pertimbangan. Berdasarkan data dari BPS, Kab.
Banggai menjadi kabupaten dengan kontribusi
terbesar pada pertumbuan ekonomi Sulawesi Tengah
dengan nilai Rp23,66 Triliun atau berkontribusi
17,34% dari PDRB Sulawesi Tengah. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi di Kab. Banggai tentunya
tidak terlepas dari adanya pabrik pengolahan gas
amon ia dan pengo lahan LNG yang tu ru t
mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kab.
Banggai.
Di sisi lain, Kab. Banggai merupakan Kabupaten
dengan wilayah terluas di Sulawesi Tengah dengan
luas 9.672,20 km2 atau 15,64% dari luas wilayah
Sulawesi Tengah. Sementara itu, apabila ditinjau dari
jumlah penduduk, Kab. Banggai menempati urutan
kedua Kabupaten terpadat dengan jumlah penduduk
mencapai 354.400 penduduk atau 12,32% dari total
penduduk di Sulawesi Tengah setelah Kab. Parigi
Moutong dengan total penduduk mencapai 457.700
penduduk.
Dengan terpilihnya Kab. Banggai menjadi tambahan
kota perhitungan inflasi ini diharapkan perhitungan
i n f l a s i d i S u l a w e s i Te n g a h d a p a t l e b i h
menggambarkan Su lawes i Tengah seca ra
komprehensif dengan keterwakilan dari Kab/Kota
yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi Kabupaten/Kota Terhadap PDRB ADHB Sulawesi Tengah
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK (DIOLAH
BANGGAI
PALU
MOROWALI
PARIGI MOUTONG
DONGGALA
MOROWALI UTARA
17.34%
15.09%
12.86%
11.67%
7.91%
6.72%
POSO
SIGI
TOLI-TOLI
BUOL
5.93%
5.81%
5.30%
3.77%
BANGGAI LAUT
1.48%
TOJO UNA-UNA
BANGGAI KEPULAUAN
3.69%
2.43%
Share Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah
SUMBER : BADAN PUSAT STATISTIK (DIOLAH
BANGGAI KEPULAUAN
BANGGAI
MOROWALI
POSO
DONGGALA
TOLI-TOLI
4.02%
15.64%
4.91%
11.50%
6.91%
6.60%
BUOL
PARIGI MOUTONG
TOJO UNA-UNA
SIGI
6.54%
8.23%
9.25%
8.40%
BANGGAI LAUT
1.17%
BOKS 2
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 27
BOKS 3
Seperti yang diketahui, pascabencana, inflasi
Sulawesi Tengah pada akhir 2018 tercatat 6,46%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2018 2,52% (yoy).
Peningkatan inflasi disebabkan oleh faktor force
majeur (bencana gempa, tsunami, likuifaksi) yang
menyebabkan menurunya produksi dan ketersediaan
stok, serta terhambatnya distribusi, sementara dari sisi
demand terdapat peningkatan permintaan pada
beberapa jenis kebutuhan pokok masyarakat.
Permasalahannya adalah hingga kini, secara tahunan,
inflasi Sulawesi Tengah masih tinggi. Per April 2019,
inflasi tercatat 5,55% (yoy). Masih tingginya inflasi
tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh faktor base
effect, yakni dampak dalam perhitungan inflasi akibat
tingginya inflasi pasca gempa. Kenaikan inflasi
dihitung dari perubahan indeks harga konsumen dari
waktu ke waktu. Dapat terlihat pada grafik dibawah,
hingga September 2018, IHK relatif rendah yakni
135,39. Namun pascabencana, IHK pada Desember
2018 naik ke level 141,15. Oleh karena itu, inflasi
meningkat pesat hingga 6,46% (yoy). Tingginya
angka tersebut merupakan perbandingan dengan
IHK Desember 2017 yang tercatat 132,59. Sementara
itu, tingginya inflasi April 2019 disebabkan oleh
perbandingan IHK April 2019 yang tercatat 141,41
(yang telah terdampak bencana) dengan IHK April
BASE-EFFECT INFLASI SULAWESI TENGAH
Perkembangan Inflasi Pascabencana
2018 yang relatif rendah (yang belum terdampak
bencana) yakni 132,97. Oleh karena itu, hingga
September 2019, inflasi Sulawesi Tengah akan tetap
tinggi karena IHK yang telah terdampak bencana
dibandingkan dengan IHK yang belum terdampak
bencana. Untuk mempermudah penjelasan, akan
digunakan contoh komoditas yang terkena dampak
inflasi yakni nasi dengan lauk. Hingga September
2018, harga nasi dengan lauk hanya Rp20 ribu,
namun pasca gempa harga naik 25% menjadi Rp25
ribu pada Desember 2018. Harga nasi dengan lauk
pada April 2019 masih tetap Rp25 ribu. Pada titik ini
harga nasi dengan lauk terlihat tinggi karena
dibandingkan pada harga nasi dengan lauk sebelum
gempa. Pada Desember 2019, harga nasi dengan lauk
relatif rendah karena sama sekali tidak ada kenaikan
jika dibandingkan dengan harga pada Desember
2018 yakni Rp25 ribu.
Oleh karena itu, perkembangan inflasi secara
akumulasi atau year to date (ytd) dapat digunakan
untuk mengetahui inflasi Sulteng dengan lebih
cermat. Inflasi Sulawesi Tengah pada April 2019
hanya 0,18% (ytd). Inflasi ini menghitung akumulasi
inflasi bulanan dari Januari – Desember 2019,
s e h i n g g a l e b i h f a i r ( k a r e n a s a m a - s a m a
membandingkan IHK yang telah terdampak
bencana).Grafik Perkembangan Inflasi Sulteng
144
142
140
138
136
134
132
130
128
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
YTDYOYIHK
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201928
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
Stabilitas keuangan daerah secara umum tetap solid, baik di LU Korporasi, LU Rumah Tangga maupun LU
Perbankan
2,57% 4,79% 10,5%RASIO NPL GROWTH KREDIT GROWTH DPK
STABILITAS KEUANGAN DAERAH
SB_DPK
SB_Kredit
2,71%11,46%
Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global, dan menjaga
pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif
6,00%7-DAYREPO RATE
Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru sebagai pengganti
BI rate
Sumber kerentanan korporasi seperti perkembangan kondisi negara
mitra dagang yang melambat dan harga komoditas global yang
cenderung turun dapat berdampak negatif pada kinerja korporasi yang
mengandalkan ekspor.
Kinerja rumah tangga secara umum masih belum terlalu membaik pasca
terjadinya bencana gempa, tsunami dan likuifaksi.
Perkembangan indikator perbankan sedikit menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, namun risiko kredit macet perlu diwaspadai
terutama pada LU perdagangan.
Uang Rupiah Pecahan Rp.100.000
BOKS 3
Seperti yang diketahui, pascabencana, inflasi
Sulawesi Tengah pada akhir 2018 tercatat 6,46%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2018 2,52% (yoy).
Peningkatan inflasi disebabkan oleh faktor force
majeur (bencana gempa, tsunami, likuifaksi) yang
menyebabkan menurunya produksi dan ketersediaan
stok, serta terhambatnya distribusi, sementara dari sisi
demand terdapat peningkatan permintaan pada
beberapa jenis kebutuhan pokok masyarakat.
Permasalahannya adalah hingga kini, secara tahunan,
inflasi Sulawesi Tengah masih tinggi. Per April 2019,
inflasi tercatat 5,55% (yoy). Masih tingginya inflasi
tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh faktor base
effect, yakni dampak dalam perhitungan inflasi akibat
tingginya inflasi pasca gempa. Kenaikan inflasi
dihitung dari perubahan indeks harga konsumen dari
waktu ke waktu. Dapat terlihat pada grafik dibawah,
hingga September 2018, IHK relatif rendah yakni
135,39. Namun pascabencana, IHK pada Desember
2018 naik ke level 141,15. Oleh karena itu, inflasi
meningkat pesat hingga 6,46% (yoy). Tingginya
angka tersebut merupakan perbandingan dengan
IHK Desember 2017 yang tercatat 132,59. Sementara
itu, tingginya inflasi April 2019 disebabkan oleh
perbandingan IHK April 2019 yang tercatat 141,41
(yang telah terdampak bencana) dengan IHK April
BASE-EFFECT INFLASI SULAWESI TENGAH
Perkembangan Inflasi Pascabencana
2018 yang relatif rendah (yang belum terdampak
bencana) yakni 132,97. Oleh karena itu, hingga
September 2019, inflasi Sulawesi Tengah akan tetap
tinggi karena IHK yang telah terdampak bencana
dibandingkan dengan IHK yang belum terdampak
bencana. Untuk mempermudah penjelasan, akan
digunakan contoh komoditas yang terkena dampak
inflasi yakni nasi dengan lauk. Hingga September
2018, harga nasi dengan lauk hanya Rp20 ribu,
namun pasca gempa harga naik 25% menjadi Rp25
ribu pada Desember 2018. Harga nasi dengan lauk
pada April 2019 masih tetap Rp25 ribu. Pada titik ini
harga nasi dengan lauk terlihat tinggi karena
dibandingkan pada harga nasi dengan lauk sebelum
gempa. Pada Desember 2019, harga nasi dengan lauk
relatif rendah karena sama sekali tidak ada kenaikan
jika dibandingkan dengan harga pada Desember
2018 yakni Rp25 ribu.
Oleh karena itu, perkembangan inflasi secara
akumulasi atau year to date (ytd) dapat digunakan
untuk mengetahui inflasi Sulteng dengan lebih
cermat. Inflasi Sulawesi Tengah pada April 2019
hanya 0,18% (ytd). Inflasi ini menghitung akumulasi
inflasi bulanan dari Januari – Desember 2019,
s e h i n g g a l e b i h f a i r ( k a r e n a s a m a - s a m a
membandingkan IHK yang telah terdampak
bencana).Grafik Perkembangan Inflasi Sulteng
144
142
140
138
136
134
132
130
128
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
YTDYOYIHK
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201928
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
Stabilitas keuangan daerah secara umum tetap solid, baik di LU Korporasi, LU Rumah Tangga maupun LU
Perbankan
2,57% 4,79% 10,5%RASIO NPL GROWTH KREDIT GROWTH DPK
STABILITAS KEUANGAN DAERAH
SB_DPK
SB_Kredit
2,71%11,46%
Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global, dan menjaga
pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif
6,00%7-DAYREPO RATE
Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru sebagai pengganti
BI rate
Sumber kerentanan korporasi seperti perkembangan kondisi negara
mitra dagang yang melambat dan harga komoditas global yang
cenderung turun dapat berdampak negatif pada kinerja korporasi yang
mengandalkan ekspor.
Kinerja rumah tangga secara umum masih belum terlalu membaik pasca
terjadinya bencana gempa, tsunami dan likuifaksi.
Perkembangan indikator perbankan sedikit menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, namun risiko kredit macet perlu diwaspadai
terutama pada LU perdagangan.
Uang Rupiah Pecahan Rp.100.000
pada suatu daerah. Apabila kemampuan bayar masyarakat
menurun maka akan berujung pada kegagalan bayar
rumah tangga terhadap kewajibannya, yang kemudian
dapat berdampak pada sektor perbankan dan sektor
lainnya sehingga akan merambat pada sistem keuangan
secara umum. Kegagalan sistem keuangan di suatu daerah
dapat berdampak sistemik (menular) pada daerah lainnya
karena adanya keterkaitan antara sistem keuangan dan
perbankan antar daerah. Oleh karena itu, kegagalan
sistem keuangan harus dihindari, agar pertumbuhan
ekonomi tetap terjaga baik.
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dengan
baik meskipun terdapat sedikit peningkatan risiko.
Beberapa sumber kerentanan korporasi seperti kondisi
negara mitra dagang dan perkembangan harga komoditas
global mengalami penurunan pada triwulan laporan. Hal
ini tentunya perlu dicermati lebih lanjut karena karena akan
berdampak negatif terhadap kinerja industri pengolahan
yang melakukan ekspor. Di samping itu, terjadinya
bencana gempa, tsunami dan likuifaksi juga menjadi
eksternalitas negatif yang mengakibatkan optimisme
rumah tangga mengalami penurunan. Sementara itu,
perkembangan indikator perbankan seperti pertumbuhan
aset dan kredit mengalami perlambatan. Namun demikian,
perkembangan rasio kredit bermasalah masih terkendali
dalam level yang rendah yakni 2,57%.
Ketahanan korporasi dan rumah tangga merupakan
salah satu komponen penting dalam menjaga
pertumbuhan ekonomi dan mencegah terjadinya
risiko sistemik pada sistem keuangan. Ketahanan
korporasi merupakan indikator dari kemungkinan
terjadinya gagal bayar dari sektor korporasi yang juga
dapat berdampak pada kegagalan di sektor yang lain
khususnya sektor rumah tangga dan perbankan di suatu
daerah. Sementara itu ketahanan rumah tangga
merupakan indikator dari kemampuan bayar masyarakat
terhadap semua kewajibannya di perbankan. Dengan
demikian dalam melakukan asesmen terhadap sektor
keuangan sangat penting untuk melihat kondisi
ketahanan rumah tangga karena akan menentukan aliran
uang baik kepada perbankan maupun perekonomian
secara riil.
Jika ketahanan sektor korporasi dan ketahanan
rumah tangga cukup baik maka stabilitas keuangan
daerah juga akan terjaga dengan baik. Peranan
ketahanan korporasi sangatlah penting, karena kegagalan
dalam sektor korporasi dapat merambat kepada sektor
rumah tangga melalui turunnya income masyarakat
sehingga dapat berdampak pada kegagalan sistem
keuangan secara umum, yang pada akhirnya akan
menurunkan kualitas pertumbuhan ekonomi secara riil
4.1.1 Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.1 ASESMEN SEKTOR KORPORASI
Pergerakan harga komoditas pada LU pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan dapat
menjadi sumber perlambatan / percepatan
pertumbuhan PDRB Sulawesi Tengah. Hal ini
dikarenakan akumulasi pangsa ketiga LU ini terhadap
PDRB mencapai 53,77%. Pergerakan harga akan
memengaruhi nilai penjualan sekaligus juga menjadi
insentif atau disinsentif bagi pelaku industri dalam
menentukan tingkat output yang diproduksi.
Pada triwulan laporan, harga beberapa
komoditas industri Sulawesi Tengah mengalami
penurunan. Rata-rata indeks harga baja selama
triwulan I 2019 bahkan mengalami kontraksi -5,25%
(yoy) ke level 4.088,84 USD/mt. Hal ini senada dengan
pergerakan harga nikel yang juga telah kontraksi -
6,57% (yoy) pada level 12.411 USD/mt. Sementara itu,
rata-rata harga japan LNG contract based selama
triwulan laporan juga kontraksi 18,62% (yoy) ke 7,4
USD/mt. Selain itu, harga kelapa sawit juga masih
turun -21,69% (yoy) ke 492 USD/mt. Di sisi lain, harga
kakao berada di level 1.706 USD/metric ton atau
tumbuh 6,81% (yoy), setelah pada triwulan
sebelumnya hanya tumbuh 1,16% (yoy).
a). Perkembangan Harga Komoditas Utama
Sulawesi Tengah
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201930
Pertumbuhan PDRB salah satunya sangat
ditopang oleh pertumbuhan ekspor terutama
oleh komoditas olahan nikel dan LNG. Kedua
komoditas ini sebagian besar akan diekspor ke
Tiongkok dan Jepang. Oleh karena itu, perkembangan
kinerja kedua negara tersebut dapat mempengaruhi
laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah. Eskalasi
perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat
diperkirakan masih akan terjadi, hal ini secara langsung
telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi kedua
negara tersebut. Dengan risiko yang masih melekat
penurunan pertumbuhan ekonomi kedua negara
adidaya tersebut diperkirakan akan menurunkan porsi
perdagangan global. Penurunan volume perdagangan
global pada akhir berimbas pada seluruh negara di
dunia termasuk Indonesia khususnya Sulawesi Tengah.
Purchasing Manufacturing Index (PMI) Tiongkok
dan Jepang relatif menurun pada triwulan
laporan. Rerata PMI Tiongkok dan Jepang selama
b). Perkembangan Kinerja Negara Mitra Dagang
NIKEL STAINLESS STEEL JAPAN LNG IMPORT
Grafik 4.1. Harga Komoditas Industri
SUMBER : BLOOMBER, DIOLAH
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
0
2
4
6
8
10
12
1400
1600
1800
2000
2200
2400
1200
1000
KELAPA SAWITKAKAO
Grafik 4.2. Harga Komoditas Perkebunan
SUMBER : BLOOMBER, DIOLAH
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
PMI TIONGKOKPMI JEPANG
Grafik 4.3 Perkembangan PMI Tiongkok dan Jepang
SUMBER : BLOOMBER
44
46
48
50
52
54
56
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
triwulan laporan masing-masing berada di level 49,33
dan 49,34 menurun dibandingkan tr iwulan
sebelumnya 49,96 dan 52,56. Dengan demikian,
kedua negara tersebut berada di bawah threshold nya
(PMI < 50). Khusus untuk Tiongkok, penurunan PMI
disebabkan oleh masih berlanjutnya ketegangan
perdagangan dengan Amerika Serikat. Selain itu salah
satu isu yang perlu dicatat adalah adanya tax reform
Tiongkok yang akan menerapkan enviromental tax
(pember lakuan pa jak bag i korporas i yang
menimbulkan polusi), diperkirakan juga menjadi
disinsentif bagi korporasi stainless steel yang menjadi
tujuan ekspor utama Sulawesi Tengah.
Kinerja beberapa korporasi subusaha industri
pengolahan logam dan perkebunan menopang
pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.
Beberapa hal seperti optimalisasi kapasitas produksi dan
peningkatan harga menjadi faktor penyebab peningkatan
kinerja. Di sisi lain, beberapa korporasi pada subusaha lain,
kinerjanya justru menunjukan perlambatan.
Kinerja korporasi pengolahan logam yang
meningkat penyebab meningkatnya pertumbuhan
LU industri pengolahan. Komoditas utama LU ini adalah
olahan nikel (nickel pig iron dan stainless steel), liqufied
natural gas (LNG), penglahan gas ammonia, dan
pengolahan kelapa sawit. Nilai ekspor olahan logam
Sulawesi Tengah selama triwulan I 2019 mencapai
4.1.2 Kinerja Sektor Korporasi
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 31
pada suatu daerah. Apabila kemampuan bayar masyarakat
menurun maka akan berujung pada kegagalan bayar
rumah tangga terhadap kewajibannya, yang kemudian
dapat berdampak pada sektor perbankan dan sektor
lainnya sehingga akan merambat pada sistem keuangan
secara umum. Kegagalan sistem keuangan di suatu daerah
dapat berdampak sistemik (menular) pada daerah lainnya
karena adanya keterkaitan antara sistem keuangan dan
perbankan antar daerah. Oleh karena itu, kegagalan
sistem keuangan harus dihindari, agar pertumbuhan
ekonomi tetap terjaga baik.
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dengan
baik meskipun terdapat sedikit peningkatan risiko.
Beberapa sumber kerentanan korporasi seperti kondisi
negara mitra dagang dan perkembangan harga komoditas
global mengalami penurunan pada triwulan laporan. Hal
ini tentunya perlu dicermati lebih lanjut karena karena akan
berdampak negatif terhadap kinerja industri pengolahan
yang melakukan ekspor. Di samping itu, terjadinya
bencana gempa, tsunami dan likuifaksi juga menjadi
eksternalitas negatif yang mengakibatkan optimisme
rumah tangga mengalami penurunan. Sementara itu,
perkembangan indikator perbankan seperti pertumbuhan
aset dan kredit mengalami perlambatan. Namun demikian,
perkembangan rasio kredit bermasalah masih terkendali
dalam level yang rendah yakni 2,57%.
Ketahanan korporasi dan rumah tangga merupakan
salah satu komponen penting dalam menjaga
pertumbuhan ekonomi dan mencegah terjadinya
risiko sistemik pada sistem keuangan. Ketahanan
korporasi merupakan indikator dari kemungkinan
terjadinya gagal bayar dari sektor korporasi yang juga
dapat berdampak pada kegagalan di sektor yang lain
khususnya sektor rumah tangga dan perbankan di suatu
daerah. Sementara itu ketahanan rumah tangga
merupakan indikator dari kemampuan bayar masyarakat
terhadap semua kewajibannya di perbankan. Dengan
demikian dalam melakukan asesmen terhadap sektor
keuangan sangat penting untuk melihat kondisi
ketahanan rumah tangga karena akan menentukan aliran
uang baik kepada perbankan maupun perekonomian
secara riil.
Jika ketahanan sektor korporasi dan ketahanan
rumah tangga cukup baik maka stabilitas keuangan
daerah juga akan terjaga dengan baik. Peranan
ketahanan korporasi sangatlah penting, karena kegagalan
dalam sektor korporasi dapat merambat kepada sektor
rumah tangga melalui turunnya income masyarakat
sehingga dapat berdampak pada kegagalan sistem
keuangan secara umum, yang pada akhirnya akan
menurunkan kualitas pertumbuhan ekonomi secara riil
4.1.1 Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.1 ASESMEN SEKTOR KORPORASI
Pergerakan harga komoditas pada LU pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan dapat
menjadi sumber perlambatan / percepatan
pertumbuhan PDRB Sulawesi Tengah. Hal ini
dikarenakan akumulasi pangsa ketiga LU ini terhadap
PDRB mencapai 53,77%. Pergerakan harga akan
memengaruhi nilai penjualan sekaligus juga menjadi
insentif atau disinsentif bagi pelaku industri dalam
menentukan tingkat output yang diproduksi.
Pada triwulan laporan, harga beberapa
komoditas industri Sulawesi Tengah mengalami
penurunan. Rata-rata indeks harga baja selama
triwulan I 2019 bahkan mengalami kontraksi -5,25%
(yoy) ke level 4.088,84 USD/mt. Hal ini senada dengan
pergerakan harga nikel yang juga telah kontraksi -
6,57% (yoy) pada level 12.411 USD/mt. Sementara itu,
rata-rata harga japan LNG contract based selama
triwulan laporan juga kontraksi 18,62% (yoy) ke 7,4
USD/mt. Selain itu, harga kelapa sawit juga masih
turun -21,69% (yoy) ke 492 USD/mt. Di sisi lain, harga
kakao berada di level 1.706 USD/metric ton atau
tumbuh 6,81% (yoy), setelah pada triwulan
sebelumnya hanya tumbuh 1,16% (yoy).
a). Perkembangan Harga Komoditas Utama
Sulawesi Tengah
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201930
Pertumbuhan PDRB salah satunya sangat
ditopang oleh pertumbuhan ekspor terutama
oleh komoditas olahan nikel dan LNG. Kedua
komoditas ini sebagian besar akan diekspor ke
Tiongkok dan Jepang. Oleh karena itu, perkembangan
kinerja kedua negara tersebut dapat mempengaruhi
laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah. Eskalasi
perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat
diperkirakan masih akan terjadi, hal ini secara langsung
telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi kedua
negara tersebut. Dengan risiko yang masih melekat
penurunan pertumbuhan ekonomi kedua negara
adidaya tersebut diperkirakan akan menurunkan porsi
perdagangan global. Penurunan volume perdagangan
global pada akhir berimbas pada seluruh negara di
dunia termasuk Indonesia khususnya Sulawesi Tengah.
Purchasing Manufacturing Index (PMI) Tiongkok
dan Jepang relatif menurun pada triwulan
laporan. Rerata PMI Tiongkok dan Jepang selama
b). Perkembangan Kinerja Negara Mitra Dagang
NIKEL STAINLESS STEEL JAPAN LNG IMPORT
Grafik 4.1. Harga Komoditas Industri
SUMBER : BLOOMBER, DIOLAH
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
0
2
4
6
8
10
12
1400
1600
1800
2000
2200
2400
1200
1000
KELAPA SAWITKAKAO
Grafik 4.2. Harga Komoditas Perkebunan
SUMBER : BLOOMBER, DIOLAH
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
PMI TIONGKOKPMI JEPANG
Grafik 4.3 Perkembangan PMI Tiongkok dan Jepang
SUMBER : BLOOMBER
44
46
48
50
52
54
56
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3
2019
triwulan laporan masing-masing berada di level 49,33
dan 49,34 menurun dibandingkan tr iwulan
sebelumnya 49,96 dan 52,56. Dengan demikian,
kedua negara tersebut berada di bawah threshold nya
(PMI < 50). Khusus untuk Tiongkok, penurunan PMI
disebabkan oleh masih berlanjutnya ketegangan
perdagangan dengan Amerika Serikat. Selain itu salah
satu isu yang perlu dicatat adalah adanya tax reform
Tiongkok yang akan menerapkan enviromental tax
(pember lakuan pa jak bag i korporas i yang
menimbulkan polusi), diperkirakan juga menjadi
disinsentif bagi korporasi stainless steel yang menjadi
tujuan ekspor utama Sulawesi Tengah.
Kinerja beberapa korporasi subusaha industri
pengolahan logam dan perkebunan menopang
pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.
Beberapa hal seperti optimalisasi kapasitas produksi dan
peningkatan harga menjadi faktor penyebab peningkatan
kinerja. Di sisi lain, beberapa korporasi pada subusaha lain,
kinerjanya justru menunjukan perlambatan.
Kinerja korporasi pengolahan logam yang
meningkat penyebab meningkatnya pertumbuhan
LU industri pengolahan. Komoditas utama LU ini adalah
olahan nikel (nickel pig iron dan stainless steel), liqufied
natural gas (LNG), penglahan gas ammonia, dan
pengolahan kelapa sawit. Nilai ekspor olahan logam
Sulawesi Tengah selama triwulan I 2019 mencapai
4.1.2 Kinerja Sektor Korporasi
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 31
Grafik 4.4. Lifting Gas LNG (Per MMSCF)
SUMBER : SKK MIGAS, DIOLAH
LIFTING LNG (MMSCFD) TRIWULANAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN
2018
JUL AGS SEP
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
OKT NOV DES
Grafik 4.5. Ekspor Olahan Nikel (Juta USD)
SUMBER : COGNOS EKSPOR BI, DIOLAH
0
50
100
150
200
250
300
350
400
BULANAN TRIWULANAN
0
200
400
600
800
1,000
1,200
JAN FEB MAR
2019
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
JAN FEB MAR APR MEI JUN
2018
JUL AGS SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR
2019
Di samping itu, korporasi juga telah melakukan ekspor
kakao pada triwulan laporan. Di sisi lain, kinerja subusaha
tanaman pangan dan hortikultura masih terkendala oleh
rusaknya irigasi Gumbasa di Kab. Sigi yang menyebabkan
petani kesulitan dalam mengairi lahan sawahnya.
USD 958,50 juta, atau tumbuh 20,17% (yoy), meningkat
jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
18,97% (yoy). Peningkatan tersebut salah satunya
disebabkan telah selesainya beberapa perusahaan sebagai
pabrik bahan baku pendukung produksi stainless steel. Hal
ini menyebabkan suplai bahan baku tersebut cenderung
lebih efisien secara waktu sehingga proses produksi secara 9umum dapat lebih ditingkatkan . Di sisi lain, kinerja
korporasi pada subusaha lain cenderung melambat. Pada
korporasi pengolah LNG, volume lifting gas untuk LNG
mencapai 24.253/MMSCF pada triwulan laporan, atau
hanya tumbuh 2,34% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya 4,27% (yoy). Sementara itu, kinerja
ekspor industri gas ammonia juga hanya USD 49,6 juta,
sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya USD
58,2 juta. Sementara itu, kinerja industri pengolahan sawit
terganggu oleh masih terkoreksinya harga kelapa sawit,
namun demikian hasil replanting perkebunan kelapa sawit 10mampu meningkatkan suplai bahan baku .
Kinerja subusaha perkebunan sebagai salah satu
faktor pendorong meningkatnya LU pertanian pada
triwulan laporan. Produksi perkebunan kelapa sawit
didukung oleh hasil upaya replanting yang telah dilakukan
oleh korporasi pengolahan kelapa sawit. Selain itu, kinerja
perkebunan kakao juga meningkat ditopang oleh harga
kakao yang dalam tren yang meningkat. Hal ini
dikonfirmasi oleh satu korporasi perdagangan kakao yang
volume penjualannya meningkat dikisaran 50% (yoy).
Hasil liaison pada korporasi pengolahan logam di Morowali
Hasil Kunjungan Liaison Pada Beberapa Korporasi Pengolahan Kelapa Sawit Sulawesi
Tengah
9.
10.
4.2.1 Sumber Kerentanan Rumah Tangga
4.2 ASESMEN LU RUMAH TANGGA
Inflasi tahunan Sulawesi Tengah pada Maret 2019
tercatat 5,59% (yoy), menurun dibandingkan dengan
inflasi Desember 2018 yakni 6,46% (yoy). Meskipun
menurun, namun inflasi masih tinggi karena faktor base-
effect dari tingginya inflasi pada periode pascabencana.
Seperti yang telah dibahas di bab III, tekanan inflasi
terutama disebabkan oleh faktor bencana alam yang
menyebabkan menurunnya produksi bahan makanan dan
distribusi barang yang terhambat, serta meningkatnya
permintaan beberapa komoditas seperti angkutan udara.
Hal ini mengakibatkan indeks harga beberapa kelompok
komoditas meningkat signifikan.
Masih tingginya inflasi pada triwulan laporan
tentunya akan semakin menurunkan daya beli
masyarakat yang sudah tertimpa bencana alam.
Harga komoditas nasi dengan lauk yang merupakan
kebutuhan pokok masyarakat meningkat 17,83% (yoy).
Sementara itu, kebutuhan pokok lain seperti komoditas
bangunan (besi beton, semen, seng dan tukang bukan
a. Perkembangan Inflasi
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201932
VOLUME/FREKUENSI KONSUMSIPENDAPATAN KINI
Grafik 4.7 Pendapatan Terkini dan Frekuensi Konsumsi
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
80
85
90
95
100
105
110
115
120
Grafik 4.6 Indeks Tendensi Konsumen dan Konsumsi (YOY)
IKKITK
160
140
120
100
80
60
40I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BANK INDONESIA
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
lebih rendah dibandingkan angka ITK dan IKK triwulan
sebelumnya yakni 98,44 dan 98,25. Bencana gempa bumi
yang terjadi pada 28 September 2018 menjadi faktor
utama penurunan optimisme konsumen. Hal ini juga dapat
dikonfirmasi dari pertumbuhan konsumsi RT yang tercatat
hanya 1,42% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-rata tiga
tahun terakhir pada periode yang sama yakni 5,79% (yoy).
Daya beli masyarakat yang menurun mendorong
penurunan kinerja rumah tangga. Indeks pendapatan
terkini tercatat 82,12 yang berarti persepsi masyarakat
tentang tingkat pendapatan lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sementara itu, volume / frekuensi
masyarakat juga telah memasuki zona pesimis (Indeks <
100) yang diindikasikan dengan nilai indeks yang tercatat
96,66. Rendahnya volume frekuensi terutama disebabkan
rendahnya konsumsi masyarakat pada barang non
makananan, sedangkan konsumsi makanan masih relatif
tinggi. Hal ini terindikasi dari indeks konsumsi barang non
makanan dan makanan yang masing-masing tercatat
93,48 dan 107,80. Konsumsi masyarakat Sulteng paling
rendah pada komoditas hiburan / rekreasi yang tercatat
70,97. Hal ini terutama disebabkan oleh masyarakat masih
menahan konsumsinya untuk kebutuhan tersier mereka,
sehingga masyarakat masih fokus memenuhi kebutuhan
primer pascabencana.
Meskipun demikian, kinerja konsumen diperkirakan
akan kembali meningkat pada triwulan II 2019. BPS
memperkirakan indeks tendensi konsumen akan
berada di level 123,97. Optimisme ini ditopang oleh
perkiraan pendapatan rumah tangga yang diperkirakan
mandor) meski sudah relatif menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, akan tetapi harga masih relatif
tinggi. Selain itu, tarif angkutan udara juga meningkat
pesat hingga 45,27% (yoy) yang telah menjadi fenomena
nasional pada triwulan laporan.
Kinerja LU perdagangan dan pertanian yang
menurun akibat bencana, berdampak pada
menurunnya kinerja rumah tangga masyarakat yang
bekerja di LU tersebut. Mayoritas tenaga kerja Sulawesi
Tengah bekerja di LU pertanian dan LU perdagangan. LU
pertanian menyerap tenaga kerja paling tinggi yakni
38,46% dan LU perdagangan 15,37%. Pada triwulan
laporan, meski LU pertanian meningkat, namun subLU
tanaman pangan dan hortukurtura mengalami kontraksi
1,38% (yoy). Dari LU perdagangan, meski sedikit
meningkat namun angka pertumbuhan relatif rendah
yakni 0,74% (yoy). Hal ini tentunya akan mempengaruhi
daya beli masyarakat yang selanjutnya juga akan
mempengaruhi volume/frekuensi konsumsi masyarakat.
b. Kinerja Beberapa LU Ekonomi Utama Sulawesi Tengah
4.2.2 Kinerja Rumah Tangga
Tingkat optimisme konsumen masih dalam zona
pesimis pada triwulan laporan. Hal ini dapat
dikonfirmasi dari nilai ITK dan IKK Sulawesi Tengah pada
triwulan laporan yang masing-masin tercatat 90,45 dan
73,88. Hal ini mengindikasikan masyarakat menilai kondisi
ekonomi pada triwulan laporan mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai indeks ini
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 33
Grafik 4.4. Lifting Gas LNG (Per MMSCF)
SUMBER : SKK MIGAS, DIOLAH
LIFTING LNG (MMSCFD) TRIWULANAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN
2018
JUL AGS SEP
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
OKT NOV DES
Grafik 4.5. Ekspor Olahan Nikel (Juta USD)
SUMBER : COGNOS EKSPOR BI, DIOLAH
0
50
100
150
200
250
300
350
400
BULANAN TRIWULANAN
0
200
400
600
800
1,000
1,200
JAN FEB MAR
2019
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
JAN FEB MAR APR MEI JUN
2018
JUL AGS SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR
2019
Di samping itu, korporasi juga telah melakukan ekspor
kakao pada triwulan laporan. Di sisi lain, kinerja subusaha
tanaman pangan dan hortikultura masih terkendala oleh
rusaknya irigasi Gumbasa di Kab. Sigi yang menyebabkan
petani kesulitan dalam mengairi lahan sawahnya.
USD 958,50 juta, atau tumbuh 20,17% (yoy), meningkat
jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
18,97% (yoy). Peningkatan tersebut salah satunya
disebabkan telah selesainya beberapa perusahaan sebagai
pabrik bahan baku pendukung produksi stainless steel. Hal
ini menyebabkan suplai bahan baku tersebut cenderung
lebih efisien secara waktu sehingga proses produksi secara 9umum dapat lebih ditingkatkan . Di sisi lain, kinerja
korporasi pada subusaha lain cenderung melambat. Pada
korporasi pengolah LNG, volume lifting gas untuk LNG
mencapai 24.253/MMSCF pada triwulan laporan, atau
hanya tumbuh 2,34% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya 4,27% (yoy). Sementara itu, kinerja
ekspor industri gas ammonia juga hanya USD 49,6 juta,
sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya USD
58,2 juta. Sementara itu, kinerja industri pengolahan sawit
terganggu oleh masih terkoreksinya harga kelapa sawit,
namun demikian hasil replanting perkebunan kelapa sawit 10mampu meningkatkan suplai bahan baku .
Kinerja subusaha perkebunan sebagai salah satu
faktor pendorong meningkatnya LU pertanian pada
triwulan laporan. Produksi perkebunan kelapa sawit
didukung oleh hasil upaya replanting yang telah dilakukan
oleh korporasi pengolahan kelapa sawit. Selain itu, kinerja
perkebunan kakao juga meningkat ditopang oleh harga
kakao yang dalam tren yang meningkat. Hal ini
dikonfirmasi oleh satu korporasi perdagangan kakao yang
volume penjualannya meningkat dikisaran 50% (yoy).
Hasil liaison pada korporasi pengolahan logam di Morowali
Hasil Kunjungan Liaison Pada Beberapa Korporasi Pengolahan Kelapa Sawit Sulawesi
Tengah
9.
10.
4.2.1 Sumber Kerentanan Rumah Tangga
4.2 ASESMEN LU RUMAH TANGGA
Inflasi tahunan Sulawesi Tengah pada Maret 2019
tercatat 5,59% (yoy), menurun dibandingkan dengan
inflasi Desember 2018 yakni 6,46% (yoy). Meskipun
menurun, namun inflasi masih tinggi karena faktor base-
effect dari tingginya inflasi pada periode pascabencana.
Seperti yang telah dibahas di bab III, tekanan inflasi
terutama disebabkan oleh faktor bencana alam yang
menyebabkan menurunnya produksi bahan makanan dan
distribusi barang yang terhambat, serta meningkatnya
permintaan beberapa komoditas seperti angkutan udara.
Hal ini mengakibatkan indeks harga beberapa kelompok
komoditas meningkat signifikan.
Masih tingginya inflasi pada triwulan laporan
tentunya akan semakin menurunkan daya beli
masyarakat yang sudah tertimpa bencana alam.
Harga komoditas nasi dengan lauk yang merupakan
kebutuhan pokok masyarakat meningkat 17,83% (yoy).
Sementara itu, kebutuhan pokok lain seperti komoditas
bangunan (besi beton, semen, seng dan tukang bukan
a. Perkembangan Inflasi
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201932
VOLUME/FREKUENSI KONSUMSIPENDAPATAN KINI
Grafik 4.7 Pendapatan Terkini dan Frekuensi Konsumsi
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH, DIOLAH
80
85
90
95
100
105
110
115
120
Grafik 4.6 Indeks Tendensi Konsumen dan Konsumsi (YOY)
IKKITK
160
140
120
100
80
60
40I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
SUMBER : BANK INDONESIA
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
lebih rendah dibandingkan angka ITK dan IKK triwulan
sebelumnya yakni 98,44 dan 98,25. Bencana gempa bumi
yang terjadi pada 28 September 2018 menjadi faktor
utama penurunan optimisme konsumen. Hal ini juga dapat
dikonfirmasi dari pertumbuhan konsumsi RT yang tercatat
hanya 1,42% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-rata tiga
tahun terakhir pada periode yang sama yakni 5,79% (yoy).
Daya beli masyarakat yang menurun mendorong
penurunan kinerja rumah tangga. Indeks pendapatan
terkini tercatat 82,12 yang berarti persepsi masyarakat
tentang tingkat pendapatan lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sementara itu, volume / frekuensi
masyarakat juga telah memasuki zona pesimis (Indeks <
100) yang diindikasikan dengan nilai indeks yang tercatat
96,66. Rendahnya volume frekuensi terutama disebabkan
rendahnya konsumsi masyarakat pada barang non
makananan, sedangkan konsumsi makanan masih relatif
tinggi. Hal ini terindikasi dari indeks konsumsi barang non
makanan dan makanan yang masing-masing tercatat
93,48 dan 107,80. Konsumsi masyarakat Sulteng paling
rendah pada komoditas hiburan / rekreasi yang tercatat
70,97. Hal ini terutama disebabkan oleh masyarakat masih
menahan konsumsinya untuk kebutuhan tersier mereka,
sehingga masyarakat masih fokus memenuhi kebutuhan
primer pascabencana.
Meskipun demikian, kinerja konsumen diperkirakan
akan kembali meningkat pada triwulan II 2019. BPS
memperkirakan indeks tendensi konsumen akan
berada di level 123,97. Optimisme ini ditopang oleh
perkiraan pendapatan rumah tangga yang diperkirakan
mandor) meski sudah relatif menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, akan tetapi harga masih relatif
tinggi. Selain itu, tarif angkutan udara juga meningkat
pesat hingga 45,27% (yoy) yang telah menjadi fenomena
nasional pada triwulan laporan.
Kinerja LU perdagangan dan pertanian yang
menurun akibat bencana, berdampak pada
menurunnya kinerja rumah tangga masyarakat yang
bekerja di LU tersebut. Mayoritas tenaga kerja Sulawesi
Tengah bekerja di LU pertanian dan LU perdagangan. LU
pertanian menyerap tenaga kerja paling tinggi yakni
38,46% dan LU perdagangan 15,37%. Pada triwulan
laporan, meski LU pertanian meningkat, namun subLU
tanaman pangan dan hortukurtura mengalami kontraksi
1,38% (yoy). Dari LU perdagangan, meski sedikit
meningkat namun angka pertumbuhan relatif rendah
yakni 0,74% (yoy). Hal ini tentunya akan mempengaruhi
daya beli masyarakat yang selanjutnya juga akan
mempengaruhi volume/frekuensi konsumsi masyarakat.
b. Kinerja Beberapa LU Ekonomi Utama Sulawesi Tengah
4.2.2 Kinerja Rumah Tangga
Tingkat optimisme konsumen masih dalam zona
pesimis pada triwulan laporan. Hal ini dapat
dikonfirmasi dari nilai ITK dan IKK Sulawesi Tengah pada
triwulan laporan yang masing-masin tercatat 90,45 dan
73,88. Hal ini mengindikasikan masyarakat menilai kondisi
ekonomi pada triwulan laporan mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai indeks ini K
AN
TOR
PE
RW
AK
ILA
N B
AN
K IN
DO
NE
SIA
PR
OV
INS
I S
UL
AW
ES
I TE
NG
AH
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 33
Grafik 4.11. Suku Bunga Kredit dan Kredit (yoy)
SUMBER : BANK INDONESIA
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
PERTUMBUHAN KREDIT (YOY) SUKU BUNGA KREDIT
10,50
11,00
11,50
12,00
12,50
13,00
13,50
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
LAINYA (SUMBU KANAN)
UNCLASSIFIED (SUMBU KANAN) RUMAH, RUKO DAN APARTEMEN
KKB
MULTIGUNA
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit RT (yoy)
SUMBER: BANK INDONESIA
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
RUMAH, RUKO
DAN APARTEMEN
KKB MULTIGUNA UNCLASSIFIED LAINNYA
Grafik 4.10. NPL Kredit RT (yoy)
SUMBER: BANK INDONESIA
2017 DES 2018 MAR 2018 JUN 2018 SEP 2018 DES
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Grafik 4.8. Pangsa Kredit RT
SUMBER : BANK INDONESIA
MULTIGUNA
59,92%
KKB
0,39%
RUMAH, RUKO DAN APARTEMEN
15,91%
UNCLASSIFIED
20,89%
LAINNYA
2,88%
Kinerja Bank Umum di Sulawesi Tengah mengalami
perlambatan pascabencana. Kondisi tersebut tercermin
dari beberapa indikator kinerja perbankan seperti
penyaluran kredit dan pertumbuhan aset yang mengalami
akan membaik, seiring dengan masyarkat yang mulai
kembali menjalankan aktivitas ekonominya. Meskipun
demikian, indeks ekspektasi konsumen tercatat masih
rendah yakni 97,44. Hal ini kemungkinan disebabkan
masyarakat diperkirakan akan menahan konsumsi barang
tahan lama karena tentunya masyarakat akan terlebih
dahulu memprioritaskan pengeluarannya untuk
kebutuhan pokok.
4.2.3 Eksposur Kredit Rumah Tangga
Pertumbuhan Kredit konsumsi pada triwulan
laporan telah mengalami kontraksi. Pada triwulan
laporan, pertumbuhan kredit konsumsi tercatat -1,09%
(yoy), lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
5,67% (yoy). Meskipun demikian, rasio non performing
loan dari kredit konsumsi tetap terjaga di level 1,52%.
Sementara itu, secara pangsa, kredit konsumsi masih
didominasi oleh kredit multiguna dan rumah, ruko dan
apartemen yang masing-masing memiliki share 59,92%
dan 15,91%.
Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi
terutama didorong oleh melambatnya seluruh
komponen kredit konsumsi. Kredit multiguna yang
memiliki pangsa kredit terbesar dari seluruh kredit RT,
hanya tumbuh 2,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya 8,8% (yoy). Sementara itu, kontraksi
kredit perumahan, ruko dan apartemen semakin dalam
yakni -6,3% (yoy). Meskipun pertumbuhan kredit rumah
tangga melambat, stabilitas rumah tangga tetap terjaga
yang ditunjukkan oleh rasio kredit macet yang rendah
4.3.1 Kinerja Bank Umum
4.3 KINERJA PERBANKAN SULAWESI TENGAH
pada kedua tipe kredit konsumsi tersebut yakni masing-
masing pada 4,10% pada kredit perumahan, ruko dan
apartemen dan 0,99% untuk kredit multiguna.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201934
Grafik 4.13 Pertumbuhan Aset dan NPL
SUMBER : BANK INDONESIA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
PERTUMBUHAN ASET (YOY) NON PERFORMING LOAN (NPL)
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.12. Suku Bunga Deposit dan DPK (yoy)
SUMBER : BANK INDONESIA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
PERTUMBUHAN DPK (YOY) SUKU BUNGA DPK
16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kredit yang disalurkan bank umum tercatat
sebesar Rp28,06 triliun atau hanya tumbuh 4,79% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
7,59% (yoy). Total aset perbankan mencapai 33,55 triliun
atau hanya tumbuh 4,15% (yoy). Pertumbuhan DPK masih
cukup tinggi meskipun sedikit melambat. Jumlah DPK yang
dihimpun Bank Umum sampai dengan triwulan laporan
tercatat sebesar Rp21,06 tr i l iun atau tumbuh
10,51%(yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya 11,01% (yoy). Sementara itu, kenaikan suku
bunga acuan nampaknya belum memengaruhi tingkat
suku bunga kredit di Sulawesi Tengah. Hal ini wajar
mengingat perbankan perlu melakukan penyesuaian
dengan mempertimbangkan potensi penerimaan dan
biaya.
Rasio Loan to Deposits (LDR) Bank Umum pada
triwulan laporan masih cukup tinggi dan mencapai
133,21%. Tingginya LDR ini mencerminkan bahwa kredit
yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah tidak
hanya menggunakan DPK yang dihimpun dari masyarakat
Sulawesi Tengah, tetapi diperkirakan juga menggunakan
pinjaman antar bank, baik dari cabang lain maupun dari
luar wilayah Sulawesi Tengah. Meskipun ekspansi bank
cukup tinggi, namun risiko kredit tetap terjaga di bawah
threshold yang ditunjukkan oleh rasio kredit macet pada
2,57%, namun sedikit meningkat dibandingkan dengan
NPL triwulan sebelumnya pada 1,95%.
Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah
KETERANGAN
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Giro
Deposito
Tabungan
Kredit (Jenis Penggunaan)
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
LDR (%)
NPL
NPL Gross
Suku Bunga DPK
Suku Bunga Kredit
I II
28,439
16,702
3,823
4,341
8,538
23,565
7,719
2,196
13,651
141.09
717.40
3.04
3.01
13.01
29,272
17,718
4,159
4,522
9,037
24,305
8,116
2,116
14,074
137.18
799.78
3.29
2.93
13.03
III IV
29,845
18,059
4,202
4,791
9,066
24,827
8,238
2,130
14,459
137.48
767
3.09
3.06
12.94
31,049
18,227
2,163
5,070
10,994
25,774
8,279
2,164
15,331
141.40
634
2.46
2.85
12.58
2017
I II
32,211
19,062
3,985
5,036
10,041
26,779
8,138
2,216
16,425
140.48
598.49
2.23
2.75
12.09
32,084
19,250
4,335
4,613
10,302
26,779
8,357
2,316
16,106
139.11
668.72
2.50
2.58
12.00
2018
Miliar rupiah (kecuali dinyatakan dalam satuan lain)Sumber : Cognos Bank Indonesia
III
33,322
19,508
4,422
4,838
10,248
27,536
8,497
2,762
16,278
141.15
673.13
2.44
2.68
11.77
IV
33,722
20,234
2,795
5,081
12,358
27,720
8,771
2,750
16,200
137.00
540
1.95
2.73
11.60
I
33,548
21,065
4,853
5,014
11,198
28,061
8,600
3,217
16,245
133.21
721
2.57
2.71
11.46
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 35
Grafik 4.11. Suku Bunga Kredit dan Kredit (yoy)
SUMBER : BANK INDONESIA
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
PERTUMBUHAN KREDIT (YOY) SUKU BUNGA KREDIT
10,50
11,00
11,50
12,00
12,50
13,00
13,50
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
LAINYA (SUMBU KANAN)
UNCLASSIFIED (SUMBU KANAN) RUMAH, RUKO DAN APARTEMEN
KKB
MULTIGUNA
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit RT (yoy)
SUMBER: BANK INDONESIA
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
RUMAH, RUKO
DAN APARTEMEN
KKB MULTIGUNA UNCLASSIFIED LAINNYA
Grafik 4.10. NPL Kredit RT (yoy)
SUMBER: BANK INDONESIA
2017 DES 2018 MAR 2018 JUN 2018 SEP 2018 DES
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Grafik 4.8. Pangsa Kredit RT
SUMBER : BANK INDONESIA
MULTIGUNA
59,92%
KKB
0,39%
RUMAH, RUKO DAN APARTEMEN
15,91%
UNCLASSIFIED
20,89%
LAINNYA
2,88%
Kinerja Bank Umum di Sulawesi Tengah mengalami
perlambatan pascabencana. Kondisi tersebut tercermin
dari beberapa indikator kinerja perbankan seperti
penyaluran kredit dan pertumbuhan aset yang mengalami
akan membaik, seiring dengan masyarkat yang mulai
kembali menjalankan aktivitas ekonominya. Meskipun
demikian, indeks ekspektasi konsumen tercatat masih
rendah yakni 97,44. Hal ini kemungkinan disebabkan
masyarakat diperkirakan akan menahan konsumsi barang
tahan lama karena tentunya masyarakat akan terlebih
dahulu memprioritaskan pengeluarannya untuk
kebutuhan pokok.
4.2.3 Eksposur Kredit Rumah Tangga
Pertumbuhan Kredit konsumsi pada triwulan
laporan telah mengalami kontraksi. Pada triwulan
laporan, pertumbuhan kredit konsumsi tercatat -1,09%
(yoy), lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
5,67% (yoy). Meskipun demikian, rasio non performing
loan dari kredit konsumsi tetap terjaga di level 1,52%.
Sementara itu, secara pangsa, kredit konsumsi masih
didominasi oleh kredit multiguna dan rumah, ruko dan
apartemen yang masing-masing memiliki share 59,92%
dan 15,91%.
Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi
terutama didorong oleh melambatnya seluruh
komponen kredit konsumsi. Kredit multiguna yang
memiliki pangsa kredit terbesar dari seluruh kredit RT,
hanya tumbuh 2,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya 8,8% (yoy). Sementara itu, kontraksi
kredit perumahan, ruko dan apartemen semakin dalam
yakni -6,3% (yoy). Meskipun pertumbuhan kredit rumah
tangga melambat, stabilitas rumah tangga tetap terjaga
yang ditunjukkan oleh rasio kredit macet yang rendah
4.3.1 Kinerja Bank Umum
4.3 KINERJA PERBANKAN SULAWESI TENGAH
pada kedua tipe kredit konsumsi tersebut yakni masing-
masing pada 4,10% pada kredit perumahan, ruko dan
apartemen dan 0,99% untuk kredit multiguna.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201934
Grafik 4.13 Pertumbuhan Aset dan NPL
SUMBER : BANK INDONESIA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
PERTUMBUHAN ASET (YOY) NON PERFORMING LOAN (NPL)
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.12. Suku Bunga Deposit dan DPK (yoy)
SUMBER : BANK INDONESIA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
PERTUMBUHAN DPK (YOY) SUKU BUNGA DPK
16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kredit yang disalurkan bank umum tercatat
sebesar Rp28,06 triliun atau hanya tumbuh 4,79% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
7,59% (yoy). Total aset perbankan mencapai 33,55 triliun
atau hanya tumbuh 4,15% (yoy). Pertumbuhan DPK masih
cukup tinggi meskipun sedikit melambat. Jumlah DPK yang
dihimpun Bank Umum sampai dengan triwulan laporan
tercatat sebesar Rp21,06 tr i l iun atau tumbuh
10,51%(yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya 11,01% (yoy). Sementara itu, kenaikan suku
bunga acuan nampaknya belum memengaruhi tingkat
suku bunga kredit di Sulawesi Tengah. Hal ini wajar
mengingat perbankan perlu melakukan penyesuaian
dengan mempertimbangkan potensi penerimaan dan
biaya.
Rasio Loan to Deposits (LDR) Bank Umum pada
triwulan laporan masih cukup tinggi dan mencapai
133,21%. Tingginya LDR ini mencerminkan bahwa kredit
yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah tidak
hanya menggunakan DPK yang dihimpun dari masyarakat
Sulawesi Tengah, tetapi diperkirakan juga menggunakan
pinjaman antar bank, baik dari cabang lain maupun dari
luar wilayah Sulawesi Tengah. Meskipun ekspansi bank
cukup tinggi, namun risiko kredit tetap terjaga di bawah
threshold yang ditunjukkan oleh rasio kredit macet pada
2,57%, namun sedikit meningkat dibandingkan dengan
NPL triwulan sebelumnya pada 1,95%.
Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah
KETERANGAN
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Giro
Deposito
Tabungan
Kredit (Jenis Penggunaan)
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
LDR (%)
NPL
NPL Gross
Suku Bunga DPK
Suku Bunga Kredit
I II
28,439
16,702
3,823
4,341
8,538
23,565
7,719
2,196
13,651
141.09
717.40
3.04
3.01
13.01
29,272
17,718
4,159
4,522
9,037
24,305
8,116
2,116
14,074
137.18
799.78
3.29
2.93
13.03
III IV
29,845
18,059
4,202
4,791
9,066
24,827
8,238
2,130
14,459
137.48
767
3.09
3.06
12.94
31,049
18,227
2,163
5,070
10,994
25,774
8,279
2,164
15,331
141.40
634
2.46
2.85
12.58
2017
I II
32,211
19,062
3,985
5,036
10,041
26,779
8,138
2,216
16,425
140.48
598.49
2.23
2.75
12.09
32,084
19,250
4,335
4,613
10,302
26,779
8,357
2,316
16,106
139.11
668.72
2.50
2.58
12.00
2018
Miliar rupiah (kecuali dinyatakan dalam satuan lain)Sumber : Cognos Bank Indonesia
III
33,322
19,508
4,422
4,838
10,248
27,536
8,497
2,762
16,278
141.15
673.13
2.44
2.68
11.77
IV
33,722
20,234
2,795
5,081
12,358
27,720
8,771
2,750
16,200
137.00
540
1.95
2.73
11.60
I
33,548
21,065
4,853
5,014
11,198
28,061
8,600
3,217
16,245
133.21
721
2.57
2.71
11.46
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 35
Grafik 4.17. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Bank
SUMBER : BANK INDONESIA
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
BANK PERSERO BANK SWASTA NASIONAL BANK PEMERINTAH DAERAH
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Grafik 4.16. DPK Per Golongan Nasabah (Rp Miliar)
SUMBER : BANK INDONESIA
PEMERINTAH LK NON BANK LAINNYA PERSEORANGAN
4,0
61
45
6 86
4
13,6
06
4,6
30
153 1,13
5
13,5
90
2,3
29
217 1,
515
16,1
71
4,6
79
105 1,0
07
13,3
94
4,3
76
115 1,
213
15,3
60
MAR-18 JUN-18 SEP-18 DES-18 MAR-19
Grafik 4.15. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan
SUMBER: BANK INDONESIA
RP MILIAR % (YOY) 40%
30%
20%
10%
0%
-10%
-20%
-30%
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0
PERT. GIROGIRO DEPOSITO TABUNGAN PERT. DEPOSITO PERT.TABUNGAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.14. Perkembangan DPK Bank Umum
SUMBER: BANK INDONESIA
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
4.3.2 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada Bank Umum
Pada t r iwulan laporan pertumbuhan DPK
masyarakat di perbankan masih tumbuh dua digit.
DPK Bank Umum Sulawesi Tengah tumbuh10,51%(yoy),
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya 8,03%(yoy). Perlambatan DPK Bank Umum
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan giro.
Pertumbuhan giro mencapai 21,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 29,19% (yoy). Hal ini
diduga sebagian pengusaha meningkatkan simpanannya
diperbankan akibat kondisi ekonomi yang belum optimal
pascabencana. Sementara itu, tabungan dengan share
terbesar dari DPK juga sedikit melambat dari 12,41% (yoy)
ke 11,52% (yoy).
Bila dianalisis per golongan nasabah, perlambatan
D P K d i s e b a b k a n o l e h m e n u r u n n y a D P K
perseorangan. Jumlah nominal DPK perseorangan
mencapai Rp15,36 triliun, sedikit menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya Rp16,17 triliun. Sementara itu, DPK
pemerintah meningkat pesat menjadi Rp4,38 triliun
(7,75%, yoy) dari triwulan sebelumnya Rp2,33 triliun. Hal
ini disebabkan realisasi belanja pemerintah yang biasanya
belum maksimal pada awal tahun.
4.3.3 Penyaluran Kredit Bank Umum
Berdasarkan kelompoknya penyaluran kredit Bank
Umum, melambatnya pertumbuhan kredit
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit
bank persero dan BPD. Secara pangsa, penyaluran kredit
pada triwulan laporan masih didominasi oleh kelompok
bank persero yang memi l ik i pangsa 73,80%.
Pertumbuhan bank persero hanya 4,69% (yoy) setelah
triwulan sebelumnya mampu tumbuh 7,46% (yoy). Selain
itu, BPD juga hanya tumbuh 7,72% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 15,70% (yoy). Di sisi
lain, pertumbuhan bank swasta nasional sedikit meningkat
yakni hanya 2,79% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 1,55% (yoy).
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201936
Grafik 4.20. Heatmap Pertumbuhan Kredit dan NPL Per LU
SUMBER : BANK INDONESIA
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN KREDIT
>4,79%(YOY)
KONSUMSI
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
INDUSTRI BATAS NPL 5%
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan
SUMBER: BANK INDONESIA
JUTA RUPIAH %G (YOY)
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
PERT MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI PERT INVESTASI PERT KONSUMSI
Grafik 4.19. Pangsa Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan
SUMBER: BANK INDONESIA
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
K.MODAL KERJA K.INVESTASI K.KONSUMSI
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IVI II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
rasio kredit macetnya telah melebihi threshold 5%.
Sementara itu, hanya 3 LU yang tumbuh diatas
pertumbuhan kredit Sulteng antara lain perdagangan,
industri dan pertanian. Pertumbuhan ketiga LU ini harus
dijaga mengingat besarnya penyerapan tenaga kerja
diketiga LU dimaksud.
Secara tren, kredit LU industri dan perdagangan
mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit industri
dan perdagangan masing-masing tercatat 7,53% (yoy)
dan 6,00% (yoy). Selain itu, pertumbuhan kredit LU
pertanian masih tinggi meski sedikit melambat yakni
16,98% (yoy). Fakta ini merupakan berita baik mengingat
LU ini termasuk LU yang memiliki andil besar pada PDRB
Sulawesi Tengah. Sementara itu, pertumbuhan LU
konstruksi sedikit melambat yakni tumbuh 8,82% (yoy)
dari sebelumnya 12,95% (yoy). Kredit konstruksi cukup
p e n t i n g m e n g i n g a t k e b u t u h a n re k o n s t r u k s i
pascabencana. Namun demikian, seperti yang telah
dibahas, kualitas kredit konstruksi perlu diperhatikan lebih
lanjut.
Pada triwulan laporan, kredit konsumsi masih
memiliki pangsa pasar terbesar. Berdasarkan jenis
penggunaan, market share penyaluran kredit di Sulawesi
Tengah masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan
pangsa sebesar 58%. Pangsa terbesar kedua berdasarkan
jenis penggunaan adalah kredit modal kerja dengan
pangsa 31%. Sementara itu, kredit investasi memiliki
pangsa terendah hanya 11%. Masih rendahnya pangsa
kredit investasi menjadi tantangan besar perbankan di
Sulawesi Tengah untuk terus memberikan daya dorong
tambahan bagi LU riil yang diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi secara umum.
Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya
pertumbuhan kredit disebabkan pertumbuhan
kredit konsumsi yang telah mengalami kontraksi.
Kredit konsumsi kontraksi -1,09%(yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 5,67% (yoy).
Hal ini juga diikuti oleh pertumbuhan kredit investasi yang
melambat meski masih tumbuh tinggi yakni 27,05%(yoy).
Namun demikian, kredit modal kerja justru sedikit
meningkat dari 3,14% (yoy) menjadi 5,94% (yoy), seiring
meningkatnya kebutuhan kredit untuk jenis usaha
pascabencana.
Secara sektoral, prospek perkembangan kredit di
Sulawesi Tengah masih optimis meskipun terdapat
sedikit peningkatan risiko. Kredit konsumsi dan kredit
perdagangan yang yang memiliki share terbesar yakni
kredit konsumsi dan perdagangan memiliki NPL masing-
masing yakni 1,52% dan 4,35% (yoy). Namun demikian,
perkembangan LU konstruksi patut diwaspadai karena
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 37
Grafik 4.17. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Bank
SUMBER : BANK INDONESIA
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
BANK PERSERO BANK SWASTA NASIONAL BANK PEMERINTAH DAERAH
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Grafik 4.16. DPK Per Golongan Nasabah (Rp Miliar)
SUMBER : BANK INDONESIA
PEMERINTAH LK NON BANK LAINNYA PERSEORANGAN
4,0
61
45
6 86
4
13,6
06
4,6
30
153 1,13
5
13,5
90
2,3
29
217 1,
515
16,1
71
4,6
79
105 1,0
07
13,3
94
4,3
76
115 1,
213
15,3
60
MAR-18 JUN-18 SEP-18 DES-18 MAR-19
Grafik 4.15. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan
SUMBER: BANK INDONESIA
RP MILIAR % (YOY) 40%
30%
20%
10%
0%
-10%
-20%
-30%
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0
PERT. GIROGIRO DEPOSITO TABUNGAN PERT. DEPOSITO PERT.TABUNGAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.14. Perkembangan DPK Bank Umum
SUMBER: BANK INDONESIA
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
4.3.2 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada Bank Umum
Pada t r iwulan laporan pertumbuhan DPK
masyarakat di perbankan masih tumbuh dua digit.
DPK Bank Umum Sulawesi Tengah tumbuh10,51%(yoy),
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya 8,03%(yoy). Perlambatan DPK Bank Umum
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan giro.
Pertumbuhan giro mencapai 21,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 29,19% (yoy). Hal ini
diduga sebagian pengusaha meningkatkan simpanannya
diperbankan akibat kondisi ekonomi yang belum optimal
pascabencana. Sementara itu, tabungan dengan share
terbesar dari DPK juga sedikit melambat dari 12,41% (yoy)
ke 11,52% (yoy).
Bila dianalisis per golongan nasabah, perlambatan
D P K d i s e b a b k a n o l e h m e n u r u n n y a D P K
perseorangan. Jumlah nominal DPK perseorangan
mencapai Rp15,36 triliun, sedikit menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya Rp16,17 triliun. Sementara itu, DPK
pemerintah meningkat pesat menjadi Rp4,38 triliun
(7,75%, yoy) dari triwulan sebelumnya Rp2,33 triliun. Hal
ini disebabkan realisasi belanja pemerintah yang biasanya
belum maksimal pada awal tahun.
4.3.3 Penyaluran Kredit Bank Umum
Berdasarkan kelompoknya penyaluran kredit Bank
Umum, melambatnya pertumbuhan kredit
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit
bank persero dan BPD. Secara pangsa, penyaluran kredit
pada triwulan laporan masih didominasi oleh kelompok
bank persero yang memi l ik i pangsa 73,80%.
Pertumbuhan bank persero hanya 4,69% (yoy) setelah
triwulan sebelumnya mampu tumbuh 7,46% (yoy). Selain
itu, BPD juga hanya tumbuh 7,72% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 15,70% (yoy). Di sisi
lain, pertumbuhan bank swasta nasional sedikit meningkat
yakni hanya 2,79% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya 1,55% (yoy).
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201936
Grafik 4.20. Heatmap Pertumbuhan Kredit dan NPL Per LU
SUMBER : BANK INDONESIA
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN KREDIT
>4,79%(YOY)
KONSUMSI
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
INDUSTRI BATAS NPL 5%
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan
SUMBER: BANK INDONESIA
JUTA RUPIAH %G (YOY)
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
PERT MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI PERT INVESTASI PERT KONSUMSI
Grafik 4.19. Pangsa Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan
SUMBER: BANK INDONESIA
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
K.MODAL KERJA K.INVESTASI K.KONSUMSI
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IVI II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
rasio kredit macetnya telah melebihi threshold 5%.
Sementara itu, hanya 3 LU yang tumbuh diatas
pertumbuhan kredit Sulteng antara lain perdagangan,
industri dan pertanian. Pertumbuhan ketiga LU ini harus
dijaga mengingat besarnya penyerapan tenaga kerja
diketiga LU dimaksud.
Secara tren, kredit LU industri dan perdagangan
mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit industri
dan perdagangan masing-masing tercatat 7,53% (yoy)
dan 6,00% (yoy). Selain itu, pertumbuhan kredit LU
pertanian masih tinggi meski sedikit melambat yakni
16,98% (yoy). Fakta ini merupakan berita baik mengingat
LU ini termasuk LU yang memiliki andil besar pada PDRB
Sulawesi Tengah. Sementara itu, pertumbuhan LU
konstruksi sedikit melambat yakni tumbuh 8,82% (yoy)
dari sebelumnya 12,95% (yoy). Kredit konstruksi cukup
p e n t i n g m e n g i n g a t k e b u t u h a n re k o n s t r u k s i
pascabencana. Namun demikian, seperti yang telah
dibahas, kualitas kredit konstruksi perlu diperhatikan lebih
lanjut.
Pada triwulan laporan, kredit konsumsi masih
memiliki pangsa pasar terbesar. Berdasarkan jenis
penggunaan, market share penyaluran kredit di Sulawesi
Tengah masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan
pangsa sebesar 58%. Pangsa terbesar kedua berdasarkan
jenis penggunaan adalah kredit modal kerja dengan
pangsa 31%. Sementara itu, kredit investasi memiliki
pangsa terendah hanya 11%. Masih rendahnya pangsa
kredit investasi menjadi tantangan besar perbankan di
Sulawesi Tengah untuk terus memberikan daya dorong
tambahan bagi LU riil yang diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi secara umum.
Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya
pertumbuhan kredit disebabkan pertumbuhan
kredit konsumsi yang telah mengalami kontraksi.
Kredit konsumsi kontraksi -1,09%(yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 5,67% (yoy).
Hal ini juga diikuti oleh pertumbuhan kredit investasi yang
melambat meski masih tumbuh tinggi yakni 27,05%(yoy).
Namun demikian, kredit modal kerja justru sedikit
meningkat dari 3,14% (yoy) menjadi 5,94% (yoy), seiring
meningkatnya kebutuhan kredit untuk jenis usaha
pascabencana.
Secara sektoral, prospek perkembangan kredit di
Sulawesi Tengah masih optimis meskipun terdapat
sedikit peningkatan risiko. Kredit konsumsi dan kredit
perdagangan yang yang memiliki share terbesar yakni
kredit konsumsi dan perdagangan memiliki NPL masing-
masing yakni 1,52% dan 4,35% (yoy). Namun demikian,
perkembangan LU konstruksi patut diwaspadai karena
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 37
Grafik 4.25. Heatmap Kredit Per Kab / Kota di Sulawesi Tengah
SUMBER : BANK INDONESIA
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN KREDIT
>4,79 (YOY)
BATAS NPL 5%
PALU
BUOL
TOLI-TOLI
TOUNA
BANGGAI
POSOMOROWALI
Grafik 4.24. NPL LU Utama Perbankan
SUMBER: BANK INDONESIA
NPL PERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI INDUSTRI
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.23. Perkembangan Kredit LU Utama
SUMBER: BANK INDONESIA
% YOY
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
TOTAL KREDIT PERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI INDUSTRI
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Pada triwulan I 2019, perkembangan indikator
perbankan syariah menunjukan peningkatan. Aset
perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp1,56 triliun atau tumbuh 11,42% (yoy), setelah pada
triwulan sebelumnya 10,9% (yoy). Sementara itu,
pembiayaan syariah juga meningkat yakni tumbuh
10,79% (yoy), setelah di triwulan sebelumnya tumbuh
4,17% (yoy). Selain itu, DPK syariah tumbuh 20,79% (yoy),
jauh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya
9,76% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh
meningkatnya seluruh komponen DPK. Giro Syariah
yang memiliki share 12,94%, tumbuh hingga 40,96%
(yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 6,35% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan
deposito syariah mencapai 17,67%(yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 11,59% (yoy). Di sisi lain
pertumbuhan tabungan syariah juga meningkat dari
9,98% (yoy) menjadi 18,46% (yoy). Salah satu penyebab
hal ini adalah adanya program tunjangan / bantuan
pemerintah yang mana beberapa bank syariah menjadi
bank penyalur program tersebut, sehingga DPK 11meningkat .
Secara spasial, NPL per Kabupaten/kota di Sulawesi
Tengah masih relatif terkendali. Tidak ada kredit dari
masing-masing daerah yang berada di atas batas
threshold. Kota Palu yang memiliki pangsa terbesar
51,70%, hanya tumbuh 0,99% (yoy) pada triwulan
laporan dengan NPL 3,58%. Sementara itu, kredit di
Banggai masih tumbuh hingga 9,31% (yoy) dengan NPL
yang rendah 1,05%. Di sisi lain, kredit di Morowali justru
mengalami kontraksi yakni -19,30% (yoy). Namun, hal ini
lebih disebabkan karena faktor base effect dari tingginya
pertumbuhan kredit di daerah tersebut pada tahun lalu.
Hal demikian sering dialami oleh negara ataupun daerah
yang telah mengalami pertumbuhan akseleratif pada
periode sebelumnya. Meskipun mengalami kontraksi, NPL
Morowali hanya 0,26% sehingga prospek perkembangan
kredit di daerah ini masih optimis.
4.3.4 Kinerja Bank Umum Syariah
Sumber : Interview dengan bank syariah di Kota Palu11.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201938
Grafik 4.28 Perkembangan DPK Bank Syariah Menurut Jenis Simpanan
SUMBER: BANK INDONESIA
MILIAR RUPIAH %G (YOY)
-100%
0%
100%
-
100
200
300
400
500
600
700
GIRO PERT. GIRODEPOSITO TABUNGAN PERT.DEPOSITO PERT.TABUNGAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.29 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Menurut Jenis Penggunaan
SUMBER: BANK INDONESIA
MILIAR RUPIAH %G (YOY)
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
MODAL KERJA PERT. MODAL KERJAINVESTASI KONSUMSI PERT.INVESTASI PERT.KONSUMSI
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
- 100 200 300 400 500 600 700 800 900
1.000 1.100 1.200 1.300
Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit dan DPK Syariah
SUMBER: BANK INDONESIA
%G (YOY)
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
PERT. DPKPERT. KREDIT
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.27. Perkembangan Aset Perbankan Syariah
SUMBER: BANK INDONESIA
MILIAR RUPIAH %G (YOY)
ASET PERT. ASET (YOY)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
500
700
900
1.100
1.300
1.500
1.700
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
menyalurkan minimal 20% dari total kreditnya ke LU
UMKM di tahun 2018. Tahapan implementasi ketentuan
tersebut telah dimulai sejak tahun 2013 yang mewajibkan
Bank untuk memenuhi target penyaluran kredit kepada
UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Bisnis
masing-masing bank.
UMKM merupakan salah satu pilar pendukung
pembangunan yang menyerap tenaga kerja dalam
jumlah cukup banyak. Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) telah membuktikan diri sebagai
kelompok pelaku usaha yang tahan terhadap krisis
ekonomi , seh ingga pe r lu te rus d i t i ngka tkan
perkembangannya. Untuk meningkatkan kinerja usaha,
UMKM sangat membutuhkan dukungan pembiayaan dari
perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Hingga triwulan I 2019, kredit UMKM secara nominal
telah mencapai Rp9,26 triliun rupiah. Dengan jumlah
nominal tersebut maka rasio kredit UMKM terhadap total
Pembiayaan perbankan syariah juga mengalami
peningkatan. Pada triwulan laporan, pembiayaan
perbankan syariah tumbuh 10,79% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 4,17% (yoy).
Peningkatan pembiayaan pada triwulan laporan didorong
oleh tinggnya pertumbuhan pembiayaan konsumsi dari
7,60% (yoy) menjadi hanya 15,19% (yoy). Namun
demikian, salah satu penyebabnya adalah adanya
perpanjangan masa penangguhan kredit pasca periode 12bencana .
4.4.1 . Kredit UMKM
4.4 . PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Sumber : Interview dengan bank syariah di Kota Palu12.
Bank Indonesia dan pemerintah terus mendorong
meningkatnya penyaluran kredit kepada UMKM.
Dalam rangka mendorong penyaluran kredit produktif
khususnya kepada UMKM, Bank Indonesia telah
m e n g e l u a r k a n P e r a t u r a n B a n k I n d o n e s i a
No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan perbankan untuk
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 39
Grafik 4.25. Heatmap Kredit Per Kab / Kota di Sulawesi Tengah
SUMBER : BANK INDONESIA
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL TINGGI
PERTUMBUHAN RENDAH
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN TINGGI
NPL RENDAH
PERTUMBUHAN KREDIT
>4,79 (YOY)
BATAS NPL 5%
PALU
BUOL
TOLI-TOLI
TOUNA
BANGGAI
POSOMOROWALI
Grafik 4.24. NPL LU Utama Perbankan
SUMBER: BANK INDONESIA
NPL PERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI INDUSTRI
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.23. Perkembangan Kredit LU Utama
SUMBER: BANK INDONESIA
% YOY
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
TOTAL KREDIT PERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI INDUSTRI
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Pada triwulan I 2019, perkembangan indikator
perbankan syariah menunjukan peningkatan. Aset
perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp1,56 triliun atau tumbuh 11,42% (yoy), setelah pada
triwulan sebelumnya 10,9% (yoy). Sementara itu,
pembiayaan syariah juga meningkat yakni tumbuh
10,79% (yoy), setelah di triwulan sebelumnya tumbuh
4,17% (yoy). Selain itu, DPK syariah tumbuh 20,79% (yoy),
jauh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya
9,76% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh
meningkatnya seluruh komponen DPK. Giro Syariah
yang memiliki share 12,94%, tumbuh hingga 40,96%
(yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 6,35% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan
deposito syariah mencapai 17,67%(yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 11,59% (yoy). Di sisi lain
pertumbuhan tabungan syariah juga meningkat dari
9,98% (yoy) menjadi 18,46% (yoy). Salah satu penyebab
hal ini adalah adanya program tunjangan / bantuan
pemerintah yang mana beberapa bank syariah menjadi
bank penyalur program tersebut, sehingga DPK 11meningkat .
Secara spasial, NPL per Kabupaten/kota di Sulawesi
Tengah masih relatif terkendali. Tidak ada kredit dari
masing-masing daerah yang berada di atas batas
threshold. Kota Palu yang memiliki pangsa terbesar
51,70%, hanya tumbuh 0,99% (yoy) pada triwulan
laporan dengan NPL 3,58%. Sementara itu, kredit di
Banggai masih tumbuh hingga 9,31% (yoy) dengan NPL
yang rendah 1,05%. Di sisi lain, kredit di Morowali justru
mengalami kontraksi yakni -19,30% (yoy). Namun, hal ini
lebih disebabkan karena faktor base effect dari tingginya
pertumbuhan kredit di daerah tersebut pada tahun lalu.
Hal demikian sering dialami oleh negara ataupun daerah
yang telah mengalami pertumbuhan akseleratif pada
periode sebelumnya. Meskipun mengalami kontraksi, NPL
Morowali hanya 0,26% sehingga prospek perkembangan
kredit di daerah ini masih optimis.
4.3.4 Kinerja Bank Umum Syariah
Sumber : Interview dengan bank syariah di Kota Palu11.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201938
Grafik 4.28 Perkembangan DPK Bank Syariah Menurut Jenis Simpanan
SUMBER: BANK INDONESIA
MILIAR RUPIAH %G (YOY)
-100%
0%
100%
-
100
200
300
400
500
600
700
GIRO PERT. GIRODEPOSITO TABUNGAN PERT.DEPOSITO PERT.TABUNGAN
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.29 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Menurut Jenis Penggunaan
SUMBER: BANK INDONESIA
MILIAR RUPIAH %G (YOY)
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
MODAL KERJA PERT. MODAL KERJAINVESTASI KONSUMSI PERT.INVESTASI PERT.KONSUMSI
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
- 100 200 300 400 500 600 700 800 900
1.000 1.100 1.200 1.300
Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit dan DPK Syariah
SUMBER: BANK INDONESIA
%G (YOY)
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
PERT. DPKPERT. KREDIT
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Grafik 4.27. Perkembangan Aset Perbankan Syariah
SUMBER: BANK INDONESIA
MILIAR RUPIAH %G (YOY)
ASET PERT. ASET (YOY)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
500
700
900
1.100
1.300
1.500
1.700
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
menyalurkan minimal 20% dari total kreditnya ke LU
UMKM di tahun 2018. Tahapan implementasi ketentuan
tersebut telah dimulai sejak tahun 2013 yang mewajibkan
Bank untuk memenuhi target penyaluran kredit kepada
UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Bisnis
masing-masing bank.
UMKM merupakan salah satu pilar pendukung
pembangunan yang menyerap tenaga kerja dalam
jumlah cukup banyak. Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) telah membuktikan diri sebagai
kelompok pelaku usaha yang tahan terhadap krisis
ekonomi , seh ingga pe r lu te rus d i t i ngka tkan
perkembangannya. Untuk meningkatkan kinerja usaha,
UMKM sangat membutuhkan dukungan pembiayaan dari
perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Hingga triwulan I 2019, kredit UMKM secara nominal
telah mencapai Rp9,26 triliun rupiah. Dengan jumlah
nominal tersebut maka rasio kredit UMKM terhadap total
Pembiayaan perbankan syariah juga mengalami
peningkatan. Pada triwulan laporan, pembiayaan
perbankan syariah tumbuh 10,79% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 4,17% (yoy).
Peningkatan pembiayaan pada triwulan laporan didorong
oleh tinggnya pertumbuhan pembiayaan konsumsi dari
7,60% (yoy) menjadi hanya 15,19% (yoy). Namun
demikian, salah satu penyebabnya adalah adanya
perpanjangan masa penangguhan kredit pasca periode 12bencana .
4.4.1 . Kredit UMKM
4.4 . PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Sumber : Interview dengan bank syariah di Kota Palu12.
Bank Indonesia dan pemerintah terus mendorong
meningkatnya penyaluran kredit kepada UMKM.
Dalam rangka mendorong penyaluran kredit produktif
khususnya kepada UMKM, Bank Indonesia telah
m e n g e l u a r k a n P e r a t u r a n B a n k I n d o n e s i a
No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan perbankan untuk
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 39
Tabel 4.2. Perkembangan Kredit UMKM per Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
KETERANGAN
Lainya
Pertanian
Perdagangan
Total
1,926.59
1,581.76
5,748.49
9,256.85
20.81
17.09
62.10
100.00
5.68
15.69
2.47
5.17
6.35
14.75
6.54
7.82
Nominal (Rp Miliar)
Sumber : Bank Indonesia
PERIODE
7.54
1.78
4.44
4.63
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
Tabel 4.3. Perkembangan Kredit UMKM per Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah
Poso
Banggai
Toli-Toli
Banggai Kep.
Morowali
Buol
Touna
Parimou
Palu
Total
1,069.61
1,568.19
874.99
5.91
43.73
0.51
3.58
1,019.08
4,654.63
9,256.85
11.55
16.94
9.45
0.06
0.47
0.01
0.04
11.01
50.28
100.00
19.49
5.48
1.57
83.22
-17.39
-0.63
17.99
10.66
1.77
5.17
17.93
10.42
8.92
185.75
-16.61
60.51
-51.05
9.44
4.33
7.82
Sumber : Bank Indonesia
3.59
2.32
5.81
13.18
11.64
60.88
19.18
1.52
5.93
4.63
KETERANGANNominal
(Rp Miliar)
PERIODE
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
kredit di keempat daerah ini mencapai 88% dari total
kredit UMKM. Pertumbuhan kredit pada keempat daerah
tersebut masing-masing 4,33% (yoy), 10,42% (yoy),
17,93% (yoy) dan 9,44% (yoy). Pertumbuhan kredit di
keempat daerah ini penting mengingat kontribusi PDRB
dari keempat daerah ini terhadap PDRB Sulawesi Tengah
cukup tinggi. Namun demikian, kualitas kredit UMKM
perlu diwaspadai karena tingkat NPL di Kota Palu telah
melebihi treshold yakni 5,93%. Sementara itu, pangsa
kredit UMKM di Kabupaten Morowali masih sangat rendah
hanya 0,47%, sedangkan pertumbuhannya juga
mengalami kontraksi -16,61% (yoy). Akselerasi kredit
UMKM di Kabupaten Morowali dapat menjadi peluang
mengingat pesatnya kegiatan industri di daerah tersebut.
Di samping itu, NPL kredit UMKM di Buol juga harus sangat
diantisipasi mengingat tingginya NPL di daerah tersebut.
Adapun subusaha yang memiliki NPL tinggi adalah subLU
jasa kebersihan dan LU konstruksi.
kredit mencapai 32,98%. Pada triwulan laporan,
penyaluran kredit untuk UMKM oleh bank umum di
Sulawesi Tengah tumbuh 7,82%(yoy), meningkat jika
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh
5,17% (yoy). Pangsa kredit UMKM sendiri didominasi oleh
kredit skala kecil dengan pangsa 42,54%, yang diikuti oleh
kredit mikro dengan pangsa 33,14% dan 24,30% untuk
pangsa kredit usaha menengah.
Secara sektoral, kredit UMKM didominasi oleh LU
pertanian dan LU perdagangan. Kedua LU tersebut
secara total memiliki porsi lebih dari 79,19% dari total
kredit UMKM. Hal ini dikarenakan mayoritas tenaga kerja
di Sulawesi Tengah terkonsentrasi bekerja di kedua LU ini.
Meningkatnya kredit UMKM didorong oleh pertumbuhan
pada LU perdagangan. Selain itu, risiko kredit relatif
terkendali yang diindikasikan dengan NPL LU pertanian
dan perdagangan masing-masing tercatat 1,78% dan
4,44%.
Secara spasial, kredit UMKM didominasi oleh
penyaluran kredit di Kota Palu, Kabupaten Banggai,
Kabupaten Poso dan Kabupaten Parimou. Akumulasi
4.4.2 . Kredit Usaha Rakyat
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku
usaha di Sulawesi Tengah berdasarkan lokasi bank
juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Meskipun demikian, pertumbuhannya masih relatif tinggi
yakni mencapai 14,73% (yoy) dengan total outstanding
KUR mencapai Rp1,99 triliun. Jika dilihat secara LU, LU
ekonomi yang paling banyak menyerap KUR adalah LU
perdagangan besar dan eceran dengan porsi mencapai
44,15%, dan diikuti LU pertanian dengan share 39,77%.
Secara LU, melambatnya pertumbuhan KUR
dikarenakan kredit di LU pertanian hanya tumbuh
29,10% (yoy), sedikit melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya 38,49% (yoy). KUR di LU
perdagangan juga hanya tumbuh 6,52% (yoy), sementara
KUR LU lainya juga melambat dari 12,28% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 7,84% (yoy) pada triwulan
laporan. Namun demikian, risiko kredit macet relatif
terkendali dengan NPL total kredit KUR hanya 1,45%.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201940
telah mengalami kontraksi -2,75%(yoy). Secara umum
aset BPR memiliki pangsa 7,49% terhadap total aset
perbankan Sulawesi Tengah. Kontraksi pertumbuhan aset
tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan
penyaluran kredit yang relatif rendah yakni 0,63% (yoy)
menjadi sebesar Rp2,15 triliun pada triwulan laporan.
Jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
BPR pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Secara nominal DPK BPR pada triwulan I 2019 sebesar
Rp858,30 miliar, atau tumbuh -2,07% (yoy). Hal ini jauh
menurun dibandingkan pertumbuhan tr iwulan
sebelumnya yang tumbuh 7,77% (yoy). Komposisi dana
pihak ketiga BPR masih tetap didominasi oleh deposito
dengan pangsa mencapai 89,06%. Sementara itu,
simpanan dalam bentuk tabungan hanya memiliki pangsa
10,94%. Meskipun demikian, sebagian masyarakat masih
memilih BPR sebagai tempat untuk menyimpan dana
jangka menengah dan panjang dengan harapan imbal
jasa yang lebih tinggi.
Pada sisi aktiva, meski jumlah kredit yang disalurkan
BPR masih tumbuh rendah dengan NPL kredit BPR
yang masih terjaga. Rendahnya pertumbuhan kredit BPR
terutama disebabkan oleh kredit konsumsi yang
merupakan pangsa terbesar, mengalami hanya tumbuh
0,39% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit BPR juga masih
berada pada koridor yang positif dengan rasio Non
Performing Loan (NPL) 1,87%, menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 2,07%.
Jika dilihat per kabupaten/kota, penyaluran KUR
terpusat di beberapa Kabupaten/Kota di Sulawesi
Tengah. Berdasarkan lokasi bank, penyaluran KUR di
Sulawesi Tengah hanya terpusat di Kota Palu dengan share
52,36%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya 50,40%. Selanjutnya, Kabupaten Banggai
dan Parimou menjadi kabupaten dengan share KUR
terbesar dengan share sebesar 15,55%, dan 14,16%.
Perlambatan KUR secara spasial didorong oleh
melambatnya pertumbuhan KUR di Kota Palu yakni hanya
tumbuh 12,56% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya 20,86% (yoy). Sementara itu dari sisi risiko
kredit, setiap daerah memiliki rasio kredit macet yang
terkendali sehingga NPL KUR secara keseluruhan
terkendali dengan baik.
Tabel 4.4. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
Lainya
Pertanian
Perdagangan
Total
320.29
791.91
879.10
1,991.30
16.08
39.77
44.15
100.00
12.28
38.49
9.48
19.95
7.84
29.10
6.52
14.73
Sumber : Bank Indonesia
2.24
1.00
1.57
1.45
KETERANGANNominal
(Rp Miliar)
PERIODE
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
Tabel 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Kabupten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah
Poso
Banggai
Toli-Toli
Banggai Kep.
Morowali
Buol
Touna
Parimou
Palu
Total
243.48
294.00
196.52
-
-
-
-
267.68
989.61
1,991.30
12.23
14.76
9.87
-
-
-
-
13.44
49.70
100
28.61
27.90
7.69
0.00
0.00
0.00
0.00
12.04
20.84
19.95
25.61
22.52
10.88
0.00
0.00
0.00
0.00
9.04
12.56
14.73
Sumber : Bank Indonesia
2.00
1.00
0.90
0.00
0.00
0.00
0.00
0.61
1.78
1.45
KETERANGANNominal
(Rp Miliar)
PERIODE
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
4.4.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Perkembangan Indikator BPR hingga akhir triwulan
laporan menunjukkan penurunan. Total aset BPR
hingga akhir triwulan I 2019 mencapai Rp2,51 triliun atau
Grafik 4.30 Perkembangan Aset BPR di Sulawesi Tengah
SUMBER: LAPORAN STATISTIK BPR
JUTA RUPIAH %G (YOY)
ASET PERT. ASET
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 41
Tabel 4.2. Perkembangan Kredit UMKM per Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
KETERANGAN
Lainya
Pertanian
Perdagangan
Total
1,926.59
1,581.76
5,748.49
9,256.85
20.81
17.09
62.10
100.00
5.68
15.69
2.47
5.17
6.35
14.75
6.54
7.82
Nominal (Rp Miliar)
Sumber : Bank Indonesia
PERIODE
7.54
1.78
4.44
4.63
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
Tabel 4.3. Perkembangan Kredit UMKM per Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah
Poso
Banggai
Toli-Toli
Banggai Kep.
Morowali
Buol
Touna
Parimou
Palu
Total
1,069.61
1,568.19
874.99
5.91
43.73
0.51
3.58
1,019.08
4,654.63
9,256.85
11.55
16.94
9.45
0.06
0.47
0.01
0.04
11.01
50.28
100.00
19.49
5.48
1.57
83.22
-17.39
-0.63
17.99
10.66
1.77
5.17
17.93
10.42
8.92
185.75
-16.61
60.51
-51.05
9.44
4.33
7.82
Sumber : Bank Indonesia
3.59
2.32
5.81
13.18
11.64
60.88
19.18
1.52
5.93
4.63
KETERANGANNominal
(Rp Miliar)
PERIODE
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
kredit di keempat daerah ini mencapai 88% dari total
kredit UMKM. Pertumbuhan kredit pada keempat daerah
tersebut masing-masing 4,33% (yoy), 10,42% (yoy),
17,93% (yoy) dan 9,44% (yoy). Pertumbuhan kredit di
keempat daerah ini penting mengingat kontribusi PDRB
dari keempat daerah ini terhadap PDRB Sulawesi Tengah
cukup tinggi. Namun demikian, kualitas kredit UMKM
perlu diwaspadai karena tingkat NPL di Kota Palu telah
melebihi treshold yakni 5,93%. Sementara itu, pangsa
kredit UMKM di Kabupaten Morowali masih sangat rendah
hanya 0,47%, sedangkan pertumbuhannya juga
mengalami kontraksi -16,61% (yoy). Akselerasi kredit
UMKM di Kabupaten Morowali dapat menjadi peluang
mengingat pesatnya kegiatan industri di daerah tersebut.
Di samping itu, NPL kredit UMKM di Buol juga harus sangat
diantisipasi mengingat tingginya NPL di daerah tersebut.
Adapun subusaha yang memiliki NPL tinggi adalah subLU
jasa kebersihan dan LU konstruksi.
kredit mencapai 32,98%. Pada triwulan laporan,
penyaluran kredit untuk UMKM oleh bank umum di
Sulawesi Tengah tumbuh 7,82%(yoy), meningkat jika
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh
5,17% (yoy). Pangsa kredit UMKM sendiri didominasi oleh
kredit skala kecil dengan pangsa 42,54%, yang diikuti oleh
kredit mikro dengan pangsa 33,14% dan 24,30% untuk
pangsa kredit usaha menengah.
Secara sektoral, kredit UMKM didominasi oleh LU
pertanian dan LU perdagangan. Kedua LU tersebut
secara total memiliki porsi lebih dari 79,19% dari total
kredit UMKM. Hal ini dikarenakan mayoritas tenaga kerja
di Sulawesi Tengah terkonsentrasi bekerja di kedua LU ini.
Meningkatnya kredit UMKM didorong oleh pertumbuhan
pada LU perdagangan. Selain itu, risiko kredit relatif
terkendali yang diindikasikan dengan NPL LU pertanian
dan perdagangan masing-masing tercatat 1,78% dan
4,44%.
Secara spasial, kredit UMKM didominasi oleh
penyaluran kredit di Kota Palu, Kabupaten Banggai,
Kabupaten Poso dan Kabupaten Parimou. Akumulasi
4.4.2 . Kredit Usaha Rakyat
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku
usaha di Sulawesi Tengah berdasarkan lokasi bank
juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Meskipun demikian, pertumbuhannya masih relatif tinggi
yakni mencapai 14,73% (yoy) dengan total outstanding
KUR mencapai Rp1,99 triliun. Jika dilihat secara LU, LU
ekonomi yang paling banyak menyerap KUR adalah LU
perdagangan besar dan eceran dengan porsi mencapai
44,15%, dan diikuti LU pertanian dengan share 39,77%.
Secara LU, melambatnya pertumbuhan KUR
dikarenakan kredit di LU pertanian hanya tumbuh
29,10% (yoy), sedikit melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya 38,49% (yoy). KUR di LU
perdagangan juga hanya tumbuh 6,52% (yoy), sementara
KUR LU lainya juga melambat dari 12,28% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 7,84% (yoy) pada triwulan
laporan. Namun demikian, risiko kredit macet relatif
terkendali dengan NPL total kredit KUR hanya 1,45%.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201940
telah mengalami kontraksi -2,75%(yoy). Secara umum
aset BPR memiliki pangsa 7,49% terhadap total aset
perbankan Sulawesi Tengah. Kontraksi pertumbuhan aset
tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan
penyaluran kredit yang relatif rendah yakni 0,63% (yoy)
menjadi sebesar Rp2,15 triliun pada triwulan laporan.
Jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
BPR pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Secara nominal DPK BPR pada triwulan I 2019 sebesar
Rp858,30 miliar, atau tumbuh -2,07% (yoy). Hal ini jauh
menurun dibandingkan pertumbuhan tr iwulan
sebelumnya yang tumbuh 7,77% (yoy). Komposisi dana
pihak ketiga BPR masih tetap didominasi oleh deposito
dengan pangsa mencapai 89,06%. Sementara itu,
simpanan dalam bentuk tabungan hanya memiliki pangsa
10,94%. Meskipun demikian, sebagian masyarakat masih
memilih BPR sebagai tempat untuk menyimpan dana
jangka menengah dan panjang dengan harapan imbal
jasa yang lebih tinggi.
Pada sisi aktiva, meski jumlah kredit yang disalurkan
BPR masih tumbuh rendah dengan NPL kredit BPR
yang masih terjaga. Rendahnya pertumbuhan kredit BPR
terutama disebabkan oleh kredit konsumsi yang
merupakan pangsa terbesar, mengalami hanya tumbuh
0,39% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit BPR juga masih
berada pada koridor yang positif dengan rasio Non
Performing Loan (NPL) 1,87%, menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 2,07%.
Jika dilihat per kabupaten/kota, penyaluran KUR
terpusat di beberapa Kabupaten/Kota di Sulawesi
Tengah. Berdasarkan lokasi bank, penyaluran KUR di
Sulawesi Tengah hanya terpusat di Kota Palu dengan share
52,36%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya 50,40%. Selanjutnya, Kabupaten Banggai
dan Parimou menjadi kabupaten dengan share KUR
terbesar dengan share sebesar 15,55%, dan 14,16%.
Perlambatan KUR secara spasial didorong oleh
melambatnya pertumbuhan KUR di Kota Palu yakni hanya
tumbuh 12,56% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya 20,86% (yoy). Sementara itu dari sisi risiko
kredit, setiap daerah memiliki rasio kredit macet yang
terkendali sehingga NPL KUR secara keseluruhan
terkendali dengan baik.
Tabel 4.4. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Sektor Provinsi Sulawesi Tengah
Lainya
Pertanian
Perdagangan
Total
320.29
791.91
879.10
1,991.30
16.08
39.77
44.15
100.00
12.28
38.49
9.48
19.95
7.84
29.10
6.52
14.73
Sumber : Bank Indonesia
2.24
1.00
1.57
1.45
KETERANGANNominal
(Rp Miliar)
PERIODE
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
Tabel 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Kabupten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah
Poso
Banggai
Toli-Toli
Banggai Kep.
Morowali
Buol
Touna
Parimou
Palu
Total
243.48
294.00
196.52
-
-
-
-
267.68
989.61
1,991.30
12.23
14.76
9.87
-
-
-
-
13.44
49.70
100
28.61
27.90
7.69
0.00
0.00
0.00
0.00
12.04
20.84
19.95
25.61
22.52
10.88
0.00
0.00
0.00
0.00
9.04
12.56
14.73
Sumber : Bank Indonesia
2.00
1.00
0.90
0.00
0.00
0.00
0.00
0.61
1.78
1.45
KETERANGANNominal
(Rp Miliar)
PERIODE
Share (%) Pertumbuhan (yoy, %) NPL (%)
I 2019 I 2019 IV 2018 I 2019 I 2019
4.4.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Perkembangan Indikator BPR hingga akhir triwulan
laporan menunjukkan penurunan. Total aset BPR
hingga akhir triwulan I 2019 mencapai Rp2,51 triliun atau
Grafik 4.30 Perkembangan Aset BPR di Sulawesi Tengah
SUMBER: LAPORAN STATISTIK BPR
JUTA RUPIAH %G (YOY)
ASET PERT. ASET
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 41
Grafik 4.32. Perkembangan Kredit BPR Menurut Jenis
SUMBER: LAPORAN STATISTIK BPR
JUTA RUPIAH %G (YOY)2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
-
I II
2017
III IV I II
2018
III IV
MODAL KERJA PERT. MODAL KERJAINVESTASI PERT. INVESTASIKONSUMSI PERT. KONSUMSI
200%
0%
-200%
I
2019
Grafik 4.31. Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis Simpanan
SUMBER: LAPORAN STATISTIK BPR
JUTA RUPIAH %G (YOY)
-100%
0%
100%
200%
-
150.000
300.000
450.000
600.000
750.000
900.000
DEPOSITO PERT.DEPOSITOTABUNGAN PERT.TABUNGAN
I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Dalam menjalankan fungsi intermediasi, BPR di
Sulawesi Tengah memiliki kinerja yang baik,
tercermin dari rasio Loan to Deposits (LDR) yang
cukup tinggi. LDR BPR pada periode laporan tercatat
251%. Di satu sisi tingginya LDR menunjukkan bahwa
kemampuan dalam penyaluran kredit sangat tinggi, jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan BPR dalam
melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari
masyarakat. Dalam melakukan ekspansi kredit, BPR
membutuhkan sumber dana dari bank umum baik melalui
skema linkage programme (channelling dan executing)
maupun dana lainnya. Namun di sisi lain, tingginya
penyaluran kredit juga mengandung potensi risiko yang
semakin besar. Oleh karena itu ke depan BPR di Sulteng
perlu meningkatkan kewaspadaan dan terus menjaga
tingkat kehati-hatian.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201942
PERKEMBANGANSISTEM PEMBAYARAN
BAB V
NET OUTFLOWSepanjang triwulan I 2019, perkembangan uang beredar di KPw BI
Sulawesi Tengah tercatat net inflow, lebih tinggi apabila dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Transaksi keuangan secara non tunai yang mencakup transaksi yang
menggunakan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) secara total mengalami
penurunan selama triwulan I 2019
Rp1.003,14 miliar
Pembayaran nontunai menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture)
Grafik 4.32. Perkembangan Kredit BPR Menurut Jenis
SUMBER: LAPORAN STATISTIK BPR
JUTA RUPIAH %G (YOY)2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
-
I II
2017
III IV I II
2018
III IV
MODAL KERJA PERT. MODAL KERJAINVESTASI PERT. INVESTASIKONSUMSI PERT. KONSUMSI
200%
0%
-200%
I
2019
Grafik 4.31. Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis Simpanan
SUMBER: LAPORAN STATISTIK BPR
JUTA RUPIAH %G (YOY)
-100%
0%
100%
200%
-
150.000
300.000
450.000
600.000
750.000
900.000
DEPOSITO PERT.DEPOSITOTABUNGAN PERT.TABUNGAN
I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Dalam menjalankan fungsi intermediasi, BPR di
Sulawesi Tengah memiliki kinerja yang baik,
tercermin dari rasio Loan to Deposits (LDR) yang
cukup tinggi. LDR BPR pada periode laporan tercatat
251%. Di satu sisi tingginya LDR menunjukkan bahwa
kemampuan dalam penyaluran kredit sangat tinggi, jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan BPR dalam
melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari
masyarakat. Dalam melakukan ekspansi kredit, BPR
membutuhkan sumber dana dari bank umum baik melalui
skema linkage programme (channelling dan executing)
maupun dana lainnya. Namun di sisi lain, tingginya
penyaluran kredit juga mengandung potensi risiko yang
semakin besar. Oleh karena itu ke depan BPR di Sulteng
perlu meningkatkan kewaspadaan dan terus menjaga
tingkat kehati-hatian.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201942
PERKEMBANGANSISTEM PEMBAYARAN
BAB V
NET OUTFLOWSepanjang triwulan I 2019, perkembangan uang beredar di KPw BI
Sulawesi Tengah tercatat net inflow, lebih tinggi apabila dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Transaksi keuangan secara non tunai yang mencakup transaksi yang
menggunakan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) secara total mengalami
penurunan selama triwulan I 2019
Rp1.003,14 miliar
Pembayaran nontunai menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture)
5.1. KINERJA SISTEM PEMBAYARAN5.1.1. Transaksi Keuangan Secara Tunai
a. Perkembangan Uang Kartal (Inflow/Outflow)
Sepanjang triwulan I 2019, perkembangan uang
beredar di KPw BI Sulawesi Tengah tercatat net
inflow, lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sesuai polanya, kebutuhan uang kartal
pada triwulan laporan cenderung dalam kondisi net inflow
yang berarti bahwa jumlah uang kartal yang masuk dari
kas Bank Indonesia baik melalui penyetoran perbankan
ataupun penarikan kas titipan cenderung lebih banyak
apabila dibandingkan uang kartal yang keluar dari kas
bank Indonesia. Jumlah uang yang masuk ke Kas Bank 13Indonesia (inflow ) pada triwulan I 2019 tercatat sebesar
Rp1,51 triliun, atau naik 270,30% (qtq) bila dibandingkan
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow – Outflow Uang Tunai
SUMBER: BANK INDONESIA
RP MILIAR
-1.000,00
-500,00
-
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
INFLOW NET-OUTFLOWOUTFLOW
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Uang yang masuk ke KPwBI Provinsi Sulteng baik Uang Layak Edar (ULE) maupun Uang
Tidak Layak Edar (UTLE) yang diperoleh dari Bank, Kas Titipan (Kastip), Kas Keliling
(Kaskel) , penukaran.
13. Uang yang keluar dari KPwBI Provinsi Sulteng yang dalam hal ini berupa Uang Layak
Edar (ULE) baik yang dipergunakan untuk pembayaran kepada Perbankan, Kaskel,
Kastip dan penukaran uang rusak.
14.
b. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
Aliran perkasan selama periode laporan baik dari sisi
inflow maupun outflow didominasi oleh pecahan
Rp100.000,00 dan Rp50.000,00. Dari sisi inflow, pada
triwulan I 2019, jumlah lembar uang kertas denominasi
Rp50.000,00 mencapai 11,57 juta lembar atau 42,35%
dari total seluruh uang kertas yang masuk ke Kas Bank
Indonesia, sedangkan uang kertas denominasi
Rp100.000,00 mencapai 8,77 juta lembar atau 32,11%
dari total seluruh uang kertas yang masuk ke Kas Bank
Indonesia. Sementara itu di sisi outflow, untuk denominasi
Rp100.000,00 tercatat sebanyak 2,98 juta lembar atau
23,24% dari total seluruh uang kertas yang keluar dari Kas
Bank Indonesia, sedangkan uang kertas denominasi
Rp50.000,00 mencapai 3,52 juta lembar atau 27,48% dari
total seluruh uang kertas yang keluar dari Kas Bank
Indonesia. Sementara itu, khusus untuk uang logam,
pecahan Rp1.000,00 mendominasi dari sisi inflow maupun
dari sisi outflow.
dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp407,61 miliar. 14Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow ) tercatat
sebesar Rp506,21miliar, atau turun 77,14% (qtq) bila
dibandingkan dengan triwulan IV 2018 sebesar Rp2,21
triliun, sehingga terdapat net-inflow sebesar Rp1,0 triliun.
KETERANGAN
100,000
50,000
20,000
Total UPB
10,000
5,000
2,000
1,000
Total UPK
Uang Kertas
1,000
500
200
100
50
Uang Logam
UK + UL
I II
35.77
32.72
4.30
72.79
6.91
8.72
10.77
0.78
27.18
99.97
0.01
0.02
0.00
0.00
0.00
0.03
100.00
32.65
37.20
4.35
74.20
6.78
8.44
9.49
0.97
25.68
99.89
0.01
0.04
0.03
0.03
0.00
0.11
100.00
2018
III
23.58
30.23
5.20
59.01
8.28
14.49
16.79
1.35
40.91
99.92
-
0.08
-
-
-
0.08
100.00
Tabel 5.1. Pangsa Denominasi Uang Inflow
IV
20.62
30.66
6.43
57.71
10.32
13.59
16.94
1.39
42.24
99.95
0.02
0.01
0.02
0.00
0.00
0.05
100.00
2016
22.64
35.05
5.65
63.34
8.69
11.23
14.23
2.30
36.45
99.79
0.02
0.03
0.03
0.13
0.01
0.21
100.00
I II
27.09
34.72
4.97
66.77
7.93
11.06
12.54
1.55
33.08
99.85
0.02
0.03
0.05
0.06
0.00
0.15
100.00
16.45
20.73
7.59
44.77
11.57
17.13
21.89
2.62
53.21
97.98
0.22
0.66
0.48
0.64
0.02
2.02
100.00
2017
III
30.68
28.80
4.87
64.35
8.17
10.76
14.59
1.54
35.06
99.41
0.07
0.47
0.00
0.04
0.00
0.59
100.00
IV
16.09
23.73
6.54
46.36
10.68
15.84
24.12
2.65
53.30
99.66
0.00
0.28
0.05
0.01
0.00
0.34
100.00
2017
24.79
28.57
5.61
58.96
9.05
12.72
16.73
1.90
40.41
99.38
0.06
0.32
0.10
0.13
0.00
0.62
100.00
2018
30.10
33.24
4.82
68.16
7.66
10.53
12.53
1.05
31.77
99.93
0.01
0.04
0.01
0.01
0.00
0.07
100.00
I
32.11
42.35
4.58
79.04
5.17
7.68
7.35
0.69
20.89
99.93
0.02
0.01
0.01
0.03
0.00
0.07
100.00
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
Grafik 5.3 Pangsa Nominal Transaksi RTGS (Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi Tengah
SUMBER: BANK INDONESIA
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II
2016
III IV I II
2017
III IV
RTGS OUTGOING NOMINAL (RP MILIAR) TOTAL KLIRING NOMINAL (RP MILIAR)
I II
2018
III IV I
2019
Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sulawesi Tengah
SUMBER: BANK INDONESIA
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
RTGS OUTGOING NOMINAL (RP MILIAR) TOTAL KLIRING NOMINAL (RP MILIAR)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
5.1.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai
Transaksi keuangan secara non tunai yang mencakup
transaksi yang menggunakan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) secara total mengalami
penurunan selama triwulan I 2019. Berdasarkan jumlah
nominal, transaksi dengan RTGS lebih dominan digunakan
di Provinsi Sulawesi Tengah bila dibandingkan SKNBI.
Nominal kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp2,18 triliun, lebih tinggi 0,83% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat Rp2,16 triliun.
Sementara itu, jumlah warkat yang dikliringkan pada
triwulan laporan tercatat sebanyak 44.045 lembar, lebih
rendah 3,23% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat 45.514 lembar. Secara rata-rata, jumlah
KETERANGAN
100,000
50,000
20,000
Total UPB
10,000
5,000
2,000
1,000
Total UPK
Uang Kertas
1,000
500
200
100
50
Uang Logam
UK + UL
I II
26.89
20.74
4.98
52.61
7.60
10.74
14.27
0.26
32.88
85.49
5.34
4.78
2.03
2.37
0.00
14.51
100.00
24.27
38.60
3.95
66.82
6.54
9.18
11.72
0.15
27.59
94.41
1.92
1.51
1.05
1.11
0.00
5.59
100.00
2018
III
38.08
33.51
2.50
74.08
4.45
6.44
7.87
0.16
18.92
93.00
3.03
2.50
0.94
0.54
-
7.00
100.00
Tabel 5.2. Pangsa Denominasi Uang Outflow
IV
31.81
41.52
2.60
75.93
4.41
5.77
8.26
0.15
18.59
94.52
1.86
2.14
0.81
0.66
0.00
5.48
100.00
2016
29.15
30.91
4.10
64.16
6.70
9.15
11.53
0.12
27.51
91.67
3.52
2.17
1.39
1.25
0.00
8.33
100.00
I II
24.71
18.61
6.89
50.21
9.47
12.89
14.02
2.63
39.01
89.22
4.58
3.12
1.47
1.61
0.00
10.78
100.00
33.32
26.91
4.20
64.42
6.96
9.83
13.65
1.12
31.55
95.98
1.69
1.04
0.58
0.72
0.00
4.02
100.00
2017
III
37.65
30.40
2.98
71.03
6.12
7.23
9.17
0.30
22.83
93.86
2.45
1.53
0.83
1.33
0.00
6.14
100.00
IV
38.87
30.78
3.86
73.51
5.43
7.65
8.52
0.10
21.70
95.21
1.95
1.24
0.76
0.84
0.00
4.79
100.00
2017
34.89
27.82
4.21
66.92
6.58
9.07
11.35
0.82
27.82
94.74
2.18
1.39
0.77
0.93
0.00
5.26
100.00
2018
29.03
37.18
3.38
69.60
5.61
7.76
10.23
0.17
23.77
93.37
2.39
2.20
1.05
1.00
0.00
6.63
100.00
I
23.24
27.48
5.68
56.40
6.22
8.73
12.41
0.38
27.74
84.14
6.28
3.65
2.66
3.28
0.00
15.86
100.00
2019
warkat yang dikliringkan per hari selama triwulan I 2019
sebanyak 699,13 lembar. Sementara itu, untuk transaksi
pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) Generasi 2 pada triwulan I
2019 mengalami penurunan dari sisi outgoing. Dana
keluar (outgoing) melalui RTGS pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp3,54 triliun, lebih rendah 25,76%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
Rp4,77 triliun.
Pada triwulan I 2019 peredaran cek dan bilyet giro
kosong mengalami penurunan dari sisi nominal
maupun dari sisi peredaran warkat. Cek dan Bilyet Giro
(BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 45
5.1. KINERJA SISTEM PEMBAYARAN5.1.1. Transaksi Keuangan Secara Tunai
a. Perkembangan Uang Kartal (Inflow/Outflow)
Sepanjang triwulan I 2019, perkembangan uang
beredar di KPw BI Sulawesi Tengah tercatat net
inflow, lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sesuai polanya, kebutuhan uang kartal
pada triwulan laporan cenderung dalam kondisi net inflow
yang berarti bahwa jumlah uang kartal yang masuk dari
kas Bank Indonesia baik melalui penyetoran perbankan
ataupun penarikan kas titipan cenderung lebih banyak
apabila dibandingkan uang kartal yang keluar dari kas
bank Indonesia. Jumlah uang yang masuk ke Kas Bank 13Indonesia (inflow ) pada triwulan I 2019 tercatat sebesar
Rp1,51 triliun, atau naik 270,30% (qtq) bila dibandingkan
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow – Outflow Uang Tunai
SUMBER: BANK INDONESIA
RP MILIAR
-1.000,00
-500,00
-
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
INFLOW NET-OUTFLOWOUTFLOW
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
Uang yang masuk ke KPwBI Provinsi Sulteng baik Uang Layak Edar (ULE) maupun Uang
Tidak Layak Edar (UTLE) yang diperoleh dari Bank, Kas Titipan (Kastip), Kas Keliling
(Kaskel) , penukaran.
13. Uang yang keluar dari KPwBI Provinsi Sulteng yang dalam hal ini berupa Uang Layak
Edar (ULE) baik yang dipergunakan untuk pembayaran kepada Perbankan, Kaskel,
Kastip dan penukaran uang rusak.
14.
b. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
Aliran perkasan selama periode laporan baik dari sisi
inflow maupun outflow didominasi oleh pecahan
Rp100.000,00 dan Rp50.000,00. Dari sisi inflow, pada
triwulan I 2019, jumlah lembar uang kertas denominasi
Rp50.000,00 mencapai 11,57 juta lembar atau 42,35%
dari total seluruh uang kertas yang masuk ke Kas Bank
Indonesia, sedangkan uang kertas denominasi
Rp100.000,00 mencapai 8,77 juta lembar atau 32,11%
dari total seluruh uang kertas yang masuk ke Kas Bank
Indonesia. Sementara itu di sisi outflow, untuk denominasi
Rp100.000,00 tercatat sebanyak 2,98 juta lembar atau
23,24% dari total seluruh uang kertas yang keluar dari Kas
Bank Indonesia, sedangkan uang kertas denominasi
Rp50.000,00 mencapai 3,52 juta lembar atau 27,48% dari
total seluruh uang kertas yang keluar dari Kas Bank
Indonesia. Sementara itu, khusus untuk uang logam,
pecahan Rp1.000,00 mendominasi dari sisi inflow maupun
dari sisi outflow.
dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp407,61 miliar. 14Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow ) tercatat
sebesar Rp506,21miliar, atau turun 77,14% (qtq) bila
dibandingkan dengan triwulan IV 2018 sebesar Rp2,21
triliun, sehingga terdapat net-inflow sebesar Rp1,0 triliun.
KETERANGAN
100,000
50,000
20,000
Total UPB
10,000
5,000
2,000
1,000
Total UPK
Uang Kertas
1,000
500
200
100
50
Uang Logam
UK + UL
I II
35.77
32.72
4.30
72.79
6.91
8.72
10.77
0.78
27.18
99.97
0.01
0.02
0.00
0.00
0.00
0.03
100.00
32.65
37.20
4.35
74.20
6.78
8.44
9.49
0.97
25.68
99.89
0.01
0.04
0.03
0.03
0.00
0.11
100.00
2018
III
23.58
30.23
5.20
59.01
8.28
14.49
16.79
1.35
40.91
99.92
-
0.08
-
-
-
0.08
100.00
Tabel 5.1. Pangsa Denominasi Uang Inflow
IV
20.62
30.66
6.43
57.71
10.32
13.59
16.94
1.39
42.24
99.95
0.02
0.01
0.02
0.00
0.00
0.05
100.00
2016
22.64
35.05
5.65
63.34
8.69
11.23
14.23
2.30
36.45
99.79
0.02
0.03
0.03
0.13
0.01
0.21
100.00
I II
27.09
34.72
4.97
66.77
7.93
11.06
12.54
1.55
33.08
99.85
0.02
0.03
0.05
0.06
0.00
0.15
100.00
16.45
20.73
7.59
44.77
11.57
17.13
21.89
2.62
53.21
97.98
0.22
0.66
0.48
0.64
0.02
2.02
100.00
2017
III
30.68
28.80
4.87
64.35
8.17
10.76
14.59
1.54
35.06
99.41
0.07
0.47
0.00
0.04
0.00
0.59
100.00
IV
16.09
23.73
6.54
46.36
10.68
15.84
24.12
2.65
53.30
99.66
0.00
0.28
0.05
0.01
0.00
0.34
100.00
2017
24.79
28.57
5.61
58.96
9.05
12.72
16.73
1.90
40.41
99.38
0.06
0.32
0.10
0.13
0.00
0.62
100.00
2018
30.10
33.24
4.82
68.16
7.66
10.53
12.53
1.05
31.77
99.93
0.01
0.04
0.01
0.01
0.00
0.07
100.00
I
32.11
42.35
4.58
79.04
5.17
7.68
7.35
0.69
20.89
99.93
0.02
0.01
0.01
0.03
0.00
0.07
100.00
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
Grafik 5.3 Pangsa Nominal Transaksi RTGS (Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi Tengah
SUMBER: BANK INDONESIA
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II
2016
III IV I II
2017
III IV
RTGS OUTGOING NOMINAL (RP MILIAR) TOTAL KLIRING NOMINAL (RP MILIAR)
I II
2018
III IV I
2019
Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sulawesi Tengah
SUMBER: BANK INDONESIA
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
RTGS OUTGOING NOMINAL (RP MILIAR) TOTAL KLIRING NOMINAL (RP MILIAR)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
5.1.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai
Transaksi keuangan secara non tunai yang mencakup
transaksi yang menggunakan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) secara total mengalami
penurunan selama triwulan I 2019. Berdasarkan jumlah
nominal, transaksi dengan RTGS lebih dominan digunakan
di Provinsi Sulawesi Tengah bila dibandingkan SKNBI.
Nominal kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp2,18 triliun, lebih tinggi 0,83% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat Rp2,16 triliun.
Sementara itu, jumlah warkat yang dikliringkan pada
triwulan laporan tercatat sebanyak 44.045 lembar, lebih
rendah 3,23% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat 45.514 lembar. Secara rata-rata, jumlah
KETERANGAN
100,000
50,000
20,000
Total UPB
10,000
5,000
2,000
1,000
Total UPK
Uang Kertas
1,000
500
200
100
50
Uang Logam
UK + UL
I II
26.89
20.74
4.98
52.61
7.60
10.74
14.27
0.26
32.88
85.49
5.34
4.78
2.03
2.37
0.00
14.51
100.00
24.27
38.60
3.95
66.82
6.54
9.18
11.72
0.15
27.59
94.41
1.92
1.51
1.05
1.11
0.00
5.59
100.00
2018
III
38.08
33.51
2.50
74.08
4.45
6.44
7.87
0.16
18.92
93.00
3.03
2.50
0.94
0.54
-
7.00
100.00
Tabel 5.2. Pangsa Denominasi Uang Outflow
IV
31.81
41.52
2.60
75.93
4.41
5.77
8.26
0.15
18.59
94.52
1.86
2.14
0.81
0.66
0.00
5.48
100.00
2016
29.15
30.91
4.10
64.16
6.70
9.15
11.53
0.12
27.51
91.67
3.52
2.17
1.39
1.25
0.00
8.33
100.00
I II
24.71
18.61
6.89
50.21
9.47
12.89
14.02
2.63
39.01
89.22
4.58
3.12
1.47
1.61
0.00
10.78
100.00
33.32
26.91
4.20
64.42
6.96
9.83
13.65
1.12
31.55
95.98
1.69
1.04
0.58
0.72
0.00
4.02
100.00
2017
III
37.65
30.40
2.98
71.03
6.12
7.23
9.17
0.30
22.83
93.86
2.45
1.53
0.83
1.33
0.00
6.14
100.00
IV
38.87
30.78
3.86
73.51
5.43
7.65
8.52
0.10
21.70
95.21
1.95
1.24
0.76
0.84
0.00
4.79
100.00
2017
34.89
27.82
4.21
66.92
6.58
9.07
11.35
0.82
27.82
94.74
2.18
1.39
0.77
0.93
0.00
5.26
100.00
2018
29.03
37.18
3.38
69.60
5.61
7.76
10.23
0.17
23.77
93.37
2.39
2.20
1.05
1.00
0.00
6.63
100.00
I
23.24
27.48
5.68
56.40
6.22
8.73
12.41
0.38
27.74
84.14
6.28
3.65
2.66
3.28
0.00
15.86
100.00
2019
warkat yang dikliringkan per hari selama triwulan I 2019
sebanyak 699,13 lembar. Sementara itu, untuk transaksi
pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) Generasi 2 pada triwulan I
2019 mengalami penurunan dari sisi outgoing. Dana
keluar (outgoing) melalui RTGS pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp3,54 triliun, lebih rendah 25,76%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
Rp4,77 triliun.
Pada triwulan I 2019 peredaran cek dan bilyet giro
kosong mengalami penurunan dari sisi nominal
maupun dari sisi peredaran warkat. Cek dan Bilyet Giro
(BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan K
AN
TOR
PE
RW
AK
ILA
N B
AN
K IN
DO
NE
SIA
PR
OV
INS
I S
UL
AW
ES
I TE
NG
AH
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 45
Grafik 5.4 Perkembangan Nominal dan Jumlah Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah
SUMBER: BANK INDONESIA
RP MILIAR LEMBAR
NOMINAL KLIRING (RP MILIAR) VOLUME KLIRING (LEMBAR)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
40.000
45.000
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
Grafik 5.5 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sulawesi Tengah
%RRH NOMINAL KLIRING PENGEMBALIAN %RRH VOLUME KLIRING PENGEMBALIAN
I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
SUMBER: BANK INDONESIA
tercatat sebanyak 248 lembar, jumlah ini menurun
58,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebanyak 594 lembar. Dari sisi nominal, cek/BG
kosong yang dikliringkan menurun 49,49% menjadi
sebesar Rp11,67 miliar, dari triwulan sebelumnya sebesar
Rp23,10 miliar. Ke depan transaksi pembayaran non tunai
diharapkan lebih diminati oleh masyarakat, karena dapat
mengurangi r i s iko t indakan kejahatan sepert i
perampokan, pencurian dan terhindar dari uang palsu.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201946
KETENAGAKERJAAN& KESEJAHTERAAN
BAB VI
70,96%PEKERJA
PENGANGGURAN
PEND. MISKIN
NILAI TUKAR PETANI
3,54%
13,69%
95,27
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum relatif
menurun namun masih dalam prospek yang optimis.
Tingkat kemiskinan mengalami penurunan seiring dengan membaiknya
kinerja LU pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan.
Rasio Gini Sulawesi Tengah pada September 2018 sebesar 0,317, relatif
stagnan jika dibandingkan posisi September 2017 yakni 0,345. Akan
tetapi mengalami penurunan 0,029 poin jika dibandingkan dengan
Maret 2018 yang sebesar 0,346.
Nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah masih berada di bawah NTP
Nasional. Untuk itu perlu upaya lebih dalam meningkatkan
pemberdayaan petani, baik melalui program ekstensifikasi maupun
intensifikasi, serta meningkatkan daya tawar petani melalui perbaikan
kelembagaan.
Petani di Parigi Moutong sedang memanen padi dari sawahnya
Grafik 5.4 Perkembangan Nominal dan Jumlah Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah
SUMBER: BANK INDONESIA
RP MILIAR LEMBAR
NOMINAL KLIRING (RP MILIAR) VOLUME KLIRING (LEMBAR)
I II
2016
III IV I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
40.000
45.000
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
Grafik 5.5 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sulawesi Tengah
%RRH NOMINAL KLIRING PENGEMBALIAN %RRH VOLUME KLIRING PENGEMBALIAN
I II
2017
III IV I II
2018
III IV I
2019
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
SUMBER: BANK INDONESIA
tercatat sebanyak 248 lembar, jumlah ini menurun
58,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebanyak 594 lembar. Dari sisi nominal, cek/BG
kosong yang dikliringkan menurun 49,49% menjadi
sebesar Rp11,67 miliar, dari triwulan sebelumnya sebesar
Rp23,10 miliar. Ke depan transaksi pembayaran non tunai
diharapkan lebih diminati oleh masyarakat, karena dapat
mengurangi r i s iko t indakan kejahatan sepert i
perampokan, pencurian dan terhindar dari uang palsu.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201946
KETENAGAKERJAAN& KESEJAHTERAAN
BAB VI
70,96%PEKERJA
PENGANGGURAN
PEND. MISKIN
NILAI TUKAR PETANI
3,54%
13,69%
95,27
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum relatif
menurun namun masih dalam prospek yang optimis.
Tingkat kemiskinan mengalami penurunan seiring dengan membaiknya
kinerja LU pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan.
Rasio Gini Sulawesi Tengah pada September 2018 sebesar 0,317, relatif
stagnan jika dibandingkan posisi September 2017 yakni 0,345. Akan
tetapi mengalami penurunan 0,029 poin jika dibandingkan dengan
Maret 2018 yang sebesar 0,346.
Nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah masih berada di bawah NTP
Nasional. Untuk itu perlu upaya lebih dalam meningkatkan
pemberdayaan petani, baik melalui program ekstensifikasi maupun
intensifikasi, serta meningkatkan daya tawar petani melalui perbaikan
kelembagaan.
Petani di Parigi Moutong sedang memanen padi dari sawahnya
Grafik 6.2 Ketenagakerjaan Formal dan Informasl
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
2015 2016 2017 2018
FEB AGU FEB AGU FEB AGU FEB
BERUSAHA SENDIRIBURUH/KARYAWAN
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAPPEKERJA BEBAS
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAPPEKERJA KELUARGA/TAK DIBAYAR
AGU FEB
2019
Grafik 6.1 Ketenagakerjaan Berdasarkan Status Usah
FORMAL INFORMAL
FEBRUARI 2018 FEBRUARI 2019
488.541
1.031.763
532.895
960.901
pada kegiatan formal sebanyak 532.837 orang (35,67%),
sedangkan yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak
960.958 orang (64,33%). Kemajuan perekonomian
Sulawesi Tengah dan semakin terbukanya peluang pasar
kerja untuk LU industri pengolahan diperkirakan akan
semakin memperbesar kesempatan kerja masyarakat
Sulawesi Tengah di LU formal. Pembangunan sumber daya
manusia sendiri merupakan prioritas utama dalam RPJMD
2016-2021, hal ini membuat Pemerintah Daerah
diharapkan dapat lebih meningkatkan kontribusinya
dalam membangun sumber daya manusia lokal yang
mampu bersaing di pasar kerja modern yang semakin
bersifat borderless. Informasi lowongan pekerjaan sendiri
dapat diperoleh tanpa melalui perantara dan batas negara
dengan adanya bantuan teknologi informasi khususnya
internet.
Menurut tingkat pendidikannya, penyerapan tenaga
kerja Sulawesi Tengah pada Februari 2019 masih
didominasi oleh pekerja berpendidikan rendah dan
menengah. Pangsa angkatan kerja yang berpendidikan
rendah (SD), menengah (SMP, SMA dan SMK), dan tinggi
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara
umum relatif menurun. Jumlah angkatan kerja per
Februari 2019 mencapai 1,55 juta orang lebih rendah
dibandingkan periode Februari 2018 yang tercatat
sebanyak 1,57 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) turun dari 73,28% pada Februari 2018
menjadi 70,96% pada periode laporan. Oleh karena itu,
jumlah penganggur (data Februari 2019) mencapai 54.843
naik jika dibandingkan periode Februari 2018 sebesar
50.082 orang. Penurunan jumlah angkatan kerja yang
disertai dengan penurunan tingkat partisipasi angkatan
kerja menyebabkan tingkat pengangguran terbuka (TPT)
Naik dari 3,19% pada Februari 2018 menjadi 3,54% pada
periode Februari 2019.
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah masih
didominasi oleh masyarakat yang bekerja di LU
informal. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama,
pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan
dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan,
sedangkan sisanya termasuk pekerja informal. Pada
Februari 2019 masyarakat Sulawesi Tengah yang bekerja
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
JENIS KEGIATAN UTAMA
1. Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
3. Tingkat Pengangguran Terbuka
4. Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
1,494,757
1,443,060
51,697
72.20
3.46
533,537
168,967
364,570
1,509,505
1,459,803
49,702
72.28
3.29
472 413
144 277
472 413
1,557,099
1,510,782
46,317
73.87
2.97
595,452
150,499
444,953
1,428,583
1,374,214
54,369
67.14
3.81
492,630
159,893
332,737
1,570,386
1,520,304
50,082
73.28
3.19
553,683
135,651
418,032
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah
FEB AGS
2016
FEB AGS
2017
FEB
2018
AGS
1,502,972
1,451,491
51,481
69.52
3.43
546,029
152,052
393,977
1,548,639
1,493,796
54,843
70.96
3.54
526,663
137,618
389,015
FEB
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201948
dan Kabupaten Banggai mengalami peningkatan TPT
berturut-turut sebesar 0,17 poin menjadi 2,89 dan 0,06
poin menjadi 3,0, faktanya hal tersebut mengindikasikan
penyerapan tenaga kerja di kedua wilayah tersebut tidak
searah dengan pesatnya pertumbuhan industri di kedua
wilayah tersebut. Meskipun demikian kenaikan TPT di
kedua wilayah tersebut masih dalam batasan wajar
mengingat kenaikan TPT tersebut terbilang kecil dan nilai
TPT tersebut berada dibawah TPT Sulawesi Tengah.
Pengangguran di perkotaan meningkat dari 4,49% pada
Februari 2018 menjadi 4,77 per Februari 2019. Di sisi lain,
pengangguran di pedesaan mengalami sedikit peningkatan
dari 2,65% pada Februari 2018 menjadi 3,04% per
Februari 2019. Hal ini mengindikasikan peningkatan
pengangguran tidak hanya terjadi di LU pertanian, akan
tetapi juga di LU perdagangan ataupun industri.
Bila dianalisis berdasarkan tingkat pendidikan, TPT
tertinggi di Sulawesi Tengah terdapat pada kelompok
angkatan kerja dengan tingkat pendidikan Diploma
yang mencapai 9,89%, diikuti dengan SMK yang
mencapai 8,64%. Tingkat pengangguran untuk tenaga
kerja (TK) Diploma dan SMK meningkat tajam berturut-
turt dari 5,97% dan 5,12% pada Februari 2018 menjadi
9,89% 8,64% pada Februari 2019. Tingginya tingkat
pengangguran pada jenjang pendidikan Diploma
mengindikasikan naiknya kriteria pendidikan yang
dipersyaratkan oleh perusahaan perekrut tenaga kerja di
Sulawesi Tengah. Di s is i lain, naiknya t ingkat
pengangguran lulusan SMK terindikasi lebih disebabkan
oleh pendidikan keterampilan spesifik yang dimiliki oleh
lulusan SMK belum dapat atau tidak memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh perusahaan perekrut para pekerja.
(Diploma dan Universitas) berturut-turut sebesar 58,90%;
27,77% dan 13,33%. Kondisi ini relatif tak banyak
berubah jika dibandingkan pangsa tenaga kerja Februari
2018 yang masing-masing tercatat 62,14%; 26,70% dan
11,16%. Hal ini menunjukkan bahwa struktur
ketenagakerjaan Sulawesi Tengah masih belum memiliki
fundamental yang kuat, karena masih didominasi oleh
tenaga kerja dengan pendidikan menengah ke bawah.
Situasi ini perlu lebih disikapi serius oleh pemerintah
daerah, sehingga ke depan investasi pada kualitas dan
kuantitas tenaga terdidik dapat lebih ditingkatkan,
sehingga mampu bersaing dalam lingkup Nasional
maupun regional ASEAN. Pentingnya peningkatan kualitas
tenaga kerja juga disebabkan karena pasar tenaga kerja
Indonesia harus bersaing dengan tenaga kerja regional
seiring dengan adanya Implementasi Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA). Hal ini krusial agar melimpahnya PMA di
Sulawesi Tengah juga mampu menyerap tenaga kerja
penduduk asli Sulawesi Tengah dan bukan hanya
penduduk provinsi lain ataupun tenaga kerja asing yang
bekerja di Sulawesi Tengah.
6.1.1. Tingkat Pengangguran Sulawesi Tengah
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi
Tengah pada Februari 2019 mencapai 3,54% lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu
sebesar 3,19%. angka ini bahkan lebih rendah dari rata-
rata Agustus dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 3,21%.
Secara Spasial, tingkat pengangguran tertinggi berada di
Kota Palu sebesar 5,81%, diikuti dengan Kabupaten Buol
sebesar 4,57% dan Kabupaten Sigi sebesar 3,78%. Di sisi
lain, wilayah yang memiliki dampak pada pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tengah seperti Kabupaten Morowali
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
JENIS KEGIATAN UTAMA
1. SD Ke Bawah
2. SMP
3. SMA
4. SMK
5. Diploma I/II/III
6. Universitas
Jumlah
FEB AGS
669,469
263,204
245,050
112,990
37,460
114,887
1,443,060
652,876
270,624
259,311
98,655
45,913
132,424
1,459,803
2016
FEB AGS
691,307
275,357
271,030
112,424
35,089
125,575
1,510,782
640,798
253,718
263,799
90,918
31,999
147,351
1,428,583
2017
FEB
672,332
272,363
281,020
124,964
30,638
138,987
1,520,304
2018
AGS
663,225
255,378
286,985
105,354
40,591
151,439
1,502,972
FEB
631,694
248,165
308,376
106,432
37,062
162,067
1,493,796
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 49
6.1. KETENAGAKERJAAN
Grafik 6.2 Ketenagakerjaan Formal dan Informasl
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
2015 2016 2017 2018
FEB AGU FEB AGU FEB AGU FEB
BERUSAHA SENDIRIBURUH/KARYAWAN
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAPPEKERJA BEBAS
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAPPEKERJA KELUARGA/TAK DIBAYAR
AGU FEB
2019
Grafik 6.1 Ketenagakerjaan Berdasarkan Status Usah
FORMAL INFORMAL
FEBRUARI 2018 FEBRUARI 2019
488.541
1.031.763
532.895
960.901
pada kegiatan formal sebanyak 532.837 orang (35,67%),
sedangkan yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak
960.958 orang (64,33%). Kemajuan perekonomian
Sulawesi Tengah dan semakin terbukanya peluang pasar
kerja untuk LU industri pengolahan diperkirakan akan
semakin memperbesar kesempatan kerja masyarakat
Sulawesi Tengah di LU formal. Pembangunan sumber daya
manusia sendiri merupakan prioritas utama dalam RPJMD
2016-2021, hal ini membuat Pemerintah Daerah
diharapkan dapat lebih meningkatkan kontribusinya
dalam membangun sumber daya manusia lokal yang
mampu bersaing di pasar kerja modern yang semakin
bersifat borderless. Informasi lowongan pekerjaan sendiri
dapat diperoleh tanpa melalui perantara dan batas negara
dengan adanya bantuan teknologi informasi khususnya
internet.
Menurut tingkat pendidikannya, penyerapan tenaga
kerja Sulawesi Tengah pada Februari 2019 masih
didominasi oleh pekerja berpendidikan rendah dan
menengah. Pangsa angkatan kerja yang berpendidikan
rendah (SD), menengah (SMP, SMA dan SMK), dan tinggi
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara
umum relatif menurun. Jumlah angkatan kerja per
Februari 2019 mencapai 1,55 juta orang lebih rendah
dibandingkan periode Februari 2018 yang tercatat
sebanyak 1,57 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) turun dari 73,28% pada Februari 2018
menjadi 70,96% pada periode laporan. Oleh karena itu,
jumlah penganggur (data Februari 2019) mencapai 54.843
naik jika dibandingkan periode Februari 2018 sebesar
50.082 orang. Penurunan jumlah angkatan kerja yang
disertai dengan penurunan tingkat partisipasi angkatan
kerja menyebabkan tingkat pengangguran terbuka (TPT)
Naik dari 3,19% pada Februari 2018 menjadi 3,54% pada
periode Februari 2019.
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah masih
didominasi oleh masyarakat yang bekerja di LU
informal. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama,
pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan
dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan,
sedangkan sisanya termasuk pekerja informal. Pada
Februari 2019 masyarakat Sulawesi Tengah yang bekerja
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
JENIS KEGIATAN UTAMA
1. Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
3. Tingkat Pengangguran Terbuka
4. Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
1,494,757
1,443,060
51,697
72.20
3.46
533,537
168,967
364,570
1,509,505
1,459,803
49,702
72.28
3.29
472 413
144 277
472 413
1,557,099
1,510,782
46,317
73.87
2.97
595,452
150,499
444,953
1,428,583
1,374,214
54,369
67.14
3.81
492,630
159,893
332,737
1,570,386
1,520,304
50,082
73.28
3.19
553,683
135,651
418,032
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah
FEB AGS
2016
FEB AGS
2017
FEB
2018
AGS
1,502,972
1,451,491
51,481
69.52
3.43
546,029
152,052
393,977
1,548,639
1,493,796
54,843
70.96
3.54
526,663
137,618
389,015
FEB
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201948
dan Kabupaten Banggai mengalami peningkatan TPT
berturut-turut sebesar 0,17 poin menjadi 2,89 dan 0,06
poin menjadi 3,0, faktanya hal tersebut mengindikasikan
penyerapan tenaga kerja di kedua wilayah tersebut tidak
searah dengan pesatnya pertumbuhan industri di kedua
wilayah tersebut. Meskipun demikian kenaikan TPT di
kedua wilayah tersebut masih dalam batasan wajar
mengingat kenaikan TPT tersebut terbilang kecil dan nilai
TPT tersebut berada dibawah TPT Sulawesi Tengah.
Pengangguran di perkotaan meningkat dari 4,49% pada
Februari 2018 menjadi 4,77 per Februari 2019. Di sisi lain,
pengangguran di pedesaan mengalami sedikit peningkatan
dari 2,65% pada Februari 2018 menjadi 3,04% per
Februari 2019. Hal ini mengindikasikan peningkatan
pengangguran tidak hanya terjadi di LU pertanian, akan
tetapi juga di LU perdagangan ataupun industri.
Bila dianalisis berdasarkan tingkat pendidikan, TPT
tertinggi di Sulawesi Tengah terdapat pada kelompok
angkatan kerja dengan tingkat pendidikan Diploma
yang mencapai 9,89%, diikuti dengan SMK yang
mencapai 8,64%. Tingkat pengangguran untuk tenaga
kerja (TK) Diploma dan SMK meningkat tajam berturut-
turt dari 5,97% dan 5,12% pada Februari 2018 menjadi
9,89% 8,64% pada Februari 2019. Tingginya tingkat
pengangguran pada jenjang pendidikan Diploma
mengindikasikan naiknya kriteria pendidikan yang
dipersyaratkan oleh perusahaan perekrut tenaga kerja di
Sulawesi Tengah. Di s is i lain, naiknya t ingkat
pengangguran lulusan SMK terindikasi lebih disebabkan
oleh pendidikan keterampilan spesifik yang dimiliki oleh
lulusan SMK belum dapat atau tidak memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh perusahaan perekrut para pekerja.
(Diploma dan Universitas) berturut-turut sebesar 58,90%;
27,77% dan 13,33%. Kondisi ini relatif tak banyak
berubah jika dibandingkan pangsa tenaga kerja Februari
2018 yang masing-masing tercatat 62,14%; 26,70% dan
11,16%. Hal ini menunjukkan bahwa struktur
ketenagakerjaan Sulawesi Tengah masih belum memiliki
fundamental yang kuat, karena masih didominasi oleh
tenaga kerja dengan pendidikan menengah ke bawah.
Situasi ini perlu lebih disikapi serius oleh pemerintah
daerah, sehingga ke depan investasi pada kualitas dan
kuantitas tenaga terdidik dapat lebih ditingkatkan,
sehingga mampu bersaing dalam lingkup Nasional
maupun regional ASEAN. Pentingnya peningkatan kualitas
tenaga kerja juga disebabkan karena pasar tenaga kerja
Indonesia harus bersaing dengan tenaga kerja regional
seiring dengan adanya Implementasi Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA). Hal ini krusial agar melimpahnya PMA di
Sulawesi Tengah juga mampu menyerap tenaga kerja
penduduk asli Sulawesi Tengah dan bukan hanya
penduduk provinsi lain ataupun tenaga kerja asing yang
bekerja di Sulawesi Tengah.
6.1.1. Tingkat Pengangguran Sulawesi Tengah
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi
Tengah pada Februari 2019 mencapai 3,54% lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu
sebesar 3,19%. angka ini bahkan lebih rendah dari rata-
rata Agustus dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 3,21%.
Secara Spasial, tingkat pengangguran tertinggi berada di
Kota Palu sebesar 5,81%, diikuti dengan Kabupaten Buol
sebesar 4,57% dan Kabupaten Sigi sebesar 3,78%. Di sisi
lain, wilayah yang memiliki dampak pada pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tengah seperti Kabupaten Morowali
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
JENIS KEGIATAN UTAMA
1. SD Ke Bawah
2. SMP
3. SMA
4. SMK
5. Diploma I/II/III
6. Universitas
Jumlah
FEB AGS
669,469
263,204
245,050
112,990
37,460
114,887
1,443,060
652,876
270,624
259,311
98,655
45,913
132,424
1,459,803
2016
FEB AGS
691,307
275,357
271,030
112,424
35,089
125,575
1,510,782
640,798
253,718
263,799
90,918
31,999
147,351
1,428,583
2017
FEB
672,332
272,363
281,020
124,964
30,638
138,987
1,520,304
2018
AGS
663,225
255,378
286,985
105,354
40,591
151,439
1,502,972
FEB
631,694
248,165
308,376
106,432
37,062
162,067
1,493,796
2019
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 49
6.1. KETENAGAKERJAAN
Grafik 6.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
2016 2017
FEB AGU FEB AGU
3.54
2018
FEB AGU FEB
2019
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Grafik 6.4 TPT menurut Tingkat Pendidikan
SD KE BAWAH
SMP SMA SMKDIPLOMA
I/II/IIIUNIVERSITAS
FEBRUARI 2018 FEBRUARI 2019
2,1 2,16
5,62 5,125,97
2,93
1,582,17
5,85
8,64
9,89
3,52
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Berdasarkan lapangan kerja utama, LU pertanian dan
LU perdagangan masih menjadi LU penyerap tenaga
kerja terbesar di Sulawesi Tengah. Secara pangsa, LU
pertanian dan perdagangan menyerap tenaga kerja
dengan pangsa 38,46% dan 15,37%. Pangsa LU pertanian
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode
Februari 2018 dengan pangsa pertanian sebesar 42,10%.
Di sisi lain pangsa LU perdagangan mengalami kenaikan jika
dibandingkan periode Februari 2018 yakni sebesar
14,38%. Sementara itu, pangsa LU industri pengolahan
naik dari 9,28% ke 10,34% pada Februari 2019. Secara
tren, jumlah TK di LU industri pengolahan memang terus
meningkat. Bila dibandingkan dengan periode Februari
2018, TK LU ini tumbuh 9,43%. Fakta ini dapat dipahami
mengingat pesatnya pertumbuhan industri pengolahan
nikel dan gas alam di Sulawesi Tengah. Namun demikian,
terdapat beberapa hal yang perlu dicermati. TK yang beralih
ke LU industri ini apakah berasal dari pekerja dari LU lain
(misal LU perdagangan) atau fresh graduate. Bila berasal
dari LU lain, perlu dicermati apakah ketrampilan yang
dipersyaratkan oleh korporasi memenuhi. Apabila tidak
dipenuhi, kemungkinan besar TK beralih ke LU industri
sebagai pekerja kasar. Oleh karena itu, pelatihan atau
workshop ketrampilan-ketrampilan baru yang sesuai
dengan kebutuhan industri sangatlah dibutuhkan oleh
masyarakat. Acara semacam ini bisa diselenggarakan oleh
pemerintah dengan kerjasama oleh korporasi yang
bersangkutan. Dengan demikian, pekerja yang beralih
pekerjaan di LU industri pengolahan mampu mempunyai
jenjang karir yang lebih baik ke depannya.
Sementara itu, tingkat pengangguran untuk TK
dengan jenjang pendidikan menengah kebawah
lebih rendah dibandingkan dengan TK dengan
jenjang pendidikan menengah ke atas. Hal ini
kemungkinan disebabkan TK yang berpendidikan rendah
cenderung fleksibel dalam menerima pekerjaan.
Sementara itu, TK yang berpendidikan lebih tinggi
cenderung selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai.
Pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong
peningkatan penciptaan lapangan kerja khususnya
bagi tenaga kerja terdidik. Penyelenggaraan job fair
dengan bekerja sama dengan korporasi strategis di
Sulawesi Tengah menjadi salah satu alternatif untuk solusi
permasalahan ini. Pemerintah daerah juga diharapkan
lebih mendorong lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
untuk lebih berani dan kreatif menjadi wirausaha sehingga
dapat mendorong penciptaan lapangan kerja baru.
Perbankan dan lembaga keuangan lain juga diharapkan
dapat memberikan bantuan dengan menyediakan kredit
modal kerja sebagai bantuan start up pada penciptaan
wirausaha baru. Outlook dunia usaha yang akhir-akhir ini
cenderung stagnan membutuhkan dukungan wirausaha-
wirausaha baru untuk menciptakan inovasi dunia usaha
dan mengembangkan industri kreatif yang kompetitif. Hal
ini juga didukung oleh masih terbukanya peluang pasar
pada industri kreatif tidak hanya pada level Nasional tetapi
pada level Internasional.
6.1.2. Ketenegakerjaan Secara Sektoral
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201950
Grafik 6.6. Persentase TK Menurut Lapangan Kerja
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
FEB-2014 FEB-2015 FEB-2016 FEB-2017 FEB-2018
PERTANIAN LINEAR (PERTANIAN)INDUSTRI LINEAR (INDUSTRI)
FEB-2019
Grafik 6.5. Perkembangan TK Industri & Pertanian
0%
20%
40%
60%
80%
100%
FEB AGU
2014 2015 2016 2017
FEB AGU FEB AGU FEB AGU
PERTANIAN INDUSTRI PERDAGANGAN JASA KEMASYARAKATAN LAINNYA
2018
FEB AGU FEB
2019
melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan
UMP tersebut, sehingga upah yang diberikan oleh
perusahaan yang berada di Sulawesi Tengah minimal
sesuai dengan besaran UMP yang ditetapkan.
Tingkat UMP pada 2019 meningkat 8,03%
dibandingkan tahun sebelumnya. UMP naik
Rp157.808,00 dibandingkan UMP 2018 menjadi
Rp2.123.040,00. Peningkatan UMP diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama bagi
masyarakat yang bekerja di LU formal. Naiknya UMP juga
diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat
khususnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.
Adapun rumus perhitungan UMP tahun ini tidak lagi
berdasarkan pada angka kebutuhan layak, melainkan
menggunakan rumus perhitungan UMP sesuai dengan
Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015 tentang
pengupahan. Berdasarkan peraturan tersebut
pertumbuhan Upah Minimum mempertimbangkan
pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Kenaikan
8,03% ini merupakan penjumlahan dari rata-rata
pertumbuhan ekonomi Nasional yang ditetapkan 5,15%
(yoy) dan tingkat inflasi 2,88% (yoy) yang dikalikan dengan
besaran UMP di tahun ber ja lan yakni sebesar
Rp1.965.232,00. Pihak pemerintah masih harus
6.1.3. UMP Provinsi Sulawesi Tengah 2019
Grafik 6.7 Perkembangan UMP Sulawesi Tengah
SUMBER : DISNAKERTRANS & BPS
UMP (RUPIAH) G UPAH
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
0%
10%
20%
30%
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
RP
6.2. KEMISKINAN
Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada
September 2018 mengalami sedikit penurunan
dibandingkan posisi Maret 2018. Pada September 2018
jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 413.490 jiwa
atau 13,69% dari Jumlah penduduk Sulawesi Tengah.
Jumlah tersebut terus mengalami penurunan jika
dibandingkan posisi September 2017 dan Maret 2018
yang tercatat berturut-turut sebesar 14,22% dan 14,01%.
Tren penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin
di Sulawesi Tengah terus berlanjut, hal tersebut
mengindikasikan program jangka menengah pengentasan
kemiskinan oleh Pemerintah Daerah telah memberikan
dampak positif terhadap jumlah dan presentasi penduduk
miskin di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian dampak
positif dari program pengentasan kemiskinan di Sulawesi
Tengah masih harus ditingkatkan, hal tersebut terindikasi
dari pergerakan grafik penurunan angka kemiskinan yang
cukup rigid dalam tiga tahun terakhir dan presentase
angka kemiskinan masih berada pada kisaran yang tinggi
yakni 13% (Grafik 6.8 dan Grafik 6.9).
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 51
Grafik 6.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
2016 2017
FEB AGU FEB AGU
3.54
2018
FEB AGU FEB
2019
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Grafik 6.4 TPT menurut Tingkat Pendidikan
SD KE BAWAH
SMP SMA SMKDIPLOMA
I/II/IIIUNIVERSITAS
FEBRUARI 2018 FEBRUARI 2019
2,1 2,16
5,62 5,125,97
2,93
1,582,17
5,85
8,64
9,89
3,52
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Berdasarkan lapangan kerja utama, LU pertanian dan
LU perdagangan masih menjadi LU penyerap tenaga
kerja terbesar di Sulawesi Tengah. Secara pangsa, LU
pertanian dan perdagangan menyerap tenaga kerja
dengan pangsa 38,46% dan 15,37%. Pangsa LU pertanian
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode
Februari 2018 dengan pangsa pertanian sebesar 42,10%.
Di sisi lain pangsa LU perdagangan mengalami kenaikan jika
dibandingkan periode Februari 2018 yakni sebesar
14,38%. Sementara itu, pangsa LU industri pengolahan
naik dari 9,28% ke 10,34% pada Februari 2019. Secara
tren, jumlah TK di LU industri pengolahan memang terus
meningkat. Bila dibandingkan dengan periode Februari
2018, TK LU ini tumbuh 9,43%. Fakta ini dapat dipahami
mengingat pesatnya pertumbuhan industri pengolahan
nikel dan gas alam di Sulawesi Tengah. Namun demikian,
terdapat beberapa hal yang perlu dicermati. TK yang beralih
ke LU industri ini apakah berasal dari pekerja dari LU lain
(misal LU perdagangan) atau fresh graduate. Bila berasal
dari LU lain, perlu dicermati apakah ketrampilan yang
dipersyaratkan oleh korporasi memenuhi. Apabila tidak
dipenuhi, kemungkinan besar TK beralih ke LU industri
sebagai pekerja kasar. Oleh karena itu, pelatihan atau
workshop ketrampilan-ketrampilan baru yang sesuai
dengan kebutuhan industri sangatlah dibutuhkan oleh
masyarakat. Acara semacam ini bisa diselenggarakan oleh
pemerintah dengan kerjasama oleh korporasi yang
bersangkutan. Dengan demikian, pekerja yang beralih
pekerjaan di LU industri pengolahan mampu mempunyai
jenjang karir yang lebih baik ke depannya.
Sementara itu, tingkat pengangguran untuk TK
dengan jenjang pendidikan menengah kebawah
lebih rendah dibandingkan dengan TK dengan
jenjang pendidikan menengah ke atas. Hal ini
kemungkinan disebabkan TK yang berpendidikan rendah
cenderung fleksibel dalam menerima pekerjaan.
Sementara itu, TK yang berpendidikan lebih tinggi
cenderung selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai.
Pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong
peningkatan penciptaan lapangan kerja khususnya
bagi tenaga kerja terdidik. Penyelenggaraan job fair
dengan bekerja sama dengan korporasi strategis di
Sulawesi Tengah menjadi salah satu alternatif untuk solusi
permasalahan ini. Pemerintah daerah juga diharapkan
lebih mendorong lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
untuk lebih berani dan kreatif menjadi wirausaha sehingga
dapat mendorong penciptaan lapangan kerja baru.
Perbankan dan lembaga keuangan lain juga diharapkan
dapat memberikan bantuan dengan menyediakan kredit
modal kerja sebagai bantuan start up pada penciptaan
wirausaha baru. Outlook dunia usaha yang akhir-akhir ini
cenderung stagnan membutuhkan dukungan wirausaha-
wirausaha baru untuk menciptakan inovasi dunia usaha
dan mengembangkan industri kreatif yang kompetitif. Hal
ini juga didukung oleh masih terbukanya peluang pasar
pada industri kreatif tidak hanya pada level Nasional tetapi
pada level Internasional.
6.1.2. Ketenegakerjaan Secara Sektoral
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201950
Grafik 6.6. Persentase TK Menurut Lapangan Kerja
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
FEB-2014 FEB-2015 FEB-2016 FEB-2017 FEB-2018
PERTANIAN LINEAR (PERTANIAN)INDUSTRI LINEAR (INDUSTRI)
FEB-2019
Grafik 6.5. Perkembangan TK Industri & Pertanian
0%
20%
40%
60%
80%
100%
FEB AGU
2014 2015 2016 2017
FEB AGU FEB AGU FEB AGU
PERTANIAN INDUSTRI PERDAGANGAN JASA KEMASYARAKATAN LAINNYA
2018
FEB AGU FEB
2019
melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan
UMP tersebut, sehingga upah yang diberikan oleh
perusahaan yang berada di Sulawesi Tengah minimal
sesuai dengan besaran UMP yang ditetapkan.
Tingkat UMP pada 2019 meningkat 8,03%
dibandingkan tahun sebelumnya. UMP naik
Rp157.808,00 dibandingkan UMP 2018 menjadi
Rp2.123.040,00. Peningkatan UMP diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama bagi
masyarakat yang bekerja di LU formal. Naiknya UMP juga
diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat
khususnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.
Adapun rumus perhitungan UMP tahun ini tidak lagi
berdasarkan pada angka kebutuhan layak, melainkan
menggunakan rumus perhitungan UMP sesuai dengan
Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015 tentang
pengupahan. Berdasarkan peraturan tersebut
pertumbuhan Upah Minimum mempertimbangkan
pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Kenaikan
8,03% ini merupakan penjumlahan dari rata-rata
pertumbuhan ekonomi Nasional yang ditetapkan 5,15%
(yoy) dan tingkat inflasi 2,88% (yoy) yang dikalikan dengan
besaran UMP di tahun ber ja lan yakni sebesar
Rp1.965.232,00. Pihak pemerintah masih harus
6.1.3. UMP Provinsi Sulawesi Tengah 2019
Grafik 6.7 Perkembangan UMP Sulawesi Tengah
SUMBER : DISNAKERTRANS & BPS
UMP (RUPIAH) G UPAH
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
0%
10%
20%
30%
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
RP
6.2. KEMISKINAN
Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada
September 2018 mengalami sedikit penurunan
dibandingkan posisi Maret 2018. Pada September 2018
jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 413.490 jiwa
atau 13,69% dari Jumlah penduduk Sulawesi Tengah.
Jumlah tersebut terus mengalami penurunan jika
dibandingkan posisi September 2017 dan Maret 2018
yang tercatat berturut-turut sebesar 14,22% dan 14,01%.
Tren penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin
di Sulawesi Tengah terus berlanjut, hal tersebut
mengindikasikan program jangka menengah pengentasan
kemiskinan oleh Pemerintah Daerah telah memberikan
dampak positif terhadap jumlah dan presentasi penduduk
miskin di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian dampak
positif dari program pengentasan kemiskinan di Sulawesi
Tengah masih harus ditingkatkan, hal tersebut terindikasi
dari pergerakan grafik penurunan angka kemiskinan yang
cukup rigid dalam tiga tahun terakhir dan presentase
angka kemiskinan masih berada pada kisaran yang tinggi
yakni 13% (Grafik 6.8 dan Grafik 6.9).
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 51
Grafik 6.10 Persentase Jumlah Penduduk Miskin Kota & Desa Sulawesi Tengah
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
KOTA DESA
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
2018
MAR SEP
%
11,0
6
10,1
8
10,0
7
10,1
6
10,3
9
10,1
5
15,0
7
15,9
1
15,4
8
15,5
4
15,5
9
15,5
1
9,5
0
15,4
1
2,8
0,78
2,64
0,74 0,68
2,282,22
0,57
2,05
0,52 0,54
1,99
Grafik 6.11 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Sulawesi Tengah
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
INDEKS KEDALAMAN
INDEKS KEPARAHAN
SEP 2017 MAR 2018 SEP 2018
INDEKS KEDALAMAN
INDEKS KEPARAHAN
INDEKS KEDALAMAN
INDEKS KEPARAHAN
SULTENG RATA-RATA SULAWESI
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH
Grafik 6.9. Tingkat Kemiskinan Lintas Sulawesi
7,59
13,69
8,87
11,32
15,83
11,22
11,42
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR
RATA-RATA SULAWESI
Grafik 6.8 Tingkat Kemiskinan Sulawesi Tengah
PENDUDUK MISKIN PRESENTASE (%,RHS)
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
2018
MAR SEP
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
4
8
12
16
20
24
0
2018 menjadi 15,41% per September 2018. Begitu pula
dengan presentase tingkat kemiskinan di perkotaan yang
mengalami penurunan dari 10,39% pada September 2017
dan 10,15% pada Maret 2018 menjadi 9,50% per
September 2018. Untuk daerah pedesaan yang mayoritas
bekerja di LU pertanian, penurunan kemiskinan tersebut
dapat dipahami mengingat nilai tukar petani (NTP)
Sulawesi Tengah pada Maret 2018 lebih tinggi jika
dibandingkan dengan NTP September 2018 yakni sebesar
97.00, meskipun NTP Sulawesi Tengah masih berada
dibawah 100, tingginya akumulasi luas tanam dan panen
tanaman pangan serta turunannya angka pengangguran
pada februari 2018 menjadi faktor terkait penurunan
tingkat kemiskinan di pedesaan. Sementara itu, untuk
penduduk perkotaan penurunan kemiskinan ini
disebabkan oleh deflasi Maret 2018 yakni sebesar -0,08%
serta laju inflasi pada periode Maret-September 2018
sebesar 1,46% lebih rendah jika dibandingkan Maret-
September 2018 yakni sebesar 2,55%.
Tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah tercatat
masih lebih t inggi dibandingkan rata-rata
kemiskinan di provinsi lintas Sulawesi yang berada
11,42%. Upaya pengentasan kemiskinan yang dijalankan
di Sulawesi Tengah diharapkan dapat ditingkatkan
terutama pada daerah pedesaan yang memiliki jumlah dan
persentase penduduk miskin lebih tinggi (grafik 6.10).
Tingkat kemiskinan diharapkan dapat menurun seiring
dengan tingginya Anggaran Dana Desa (ADD) untuk
Sulawesi Tengah yang pada 2018 mencapai Rp1,36 triliun.
Alokasi ADD juga diharapkan dapat mendorong proses
pembangunan Indonesia dari daerah pinggiran dengan
memperkuat ekonomi di daerah pedesaan.
Berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, jumlah
penduduk miskin Sulawesi Tengah mengalami
penurunan baik di pedesaan maupun perkotaan, jika
dibandingkan periode sebelumnya. Presentase tingkat
kemiskinan di pedesaan mengalami penurunan dari
15,59% pada September 2017 dan 15,51% pada Maret
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201952
Grafik 6.13. GKM lintas Sulawesi
33
6.4
03
40
8.5
22
29
4.3
58
30
0.2
58
30
7.70
7
315
.918
35
6.9
06
42
4.0
40
315
.73
8
316
.72
9
32
5.1
29
32
4.0
42
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR
SEP - 17 SEP - 18
Grafik 6.12. Garis Kemiskinan (GK) dan Inflasi
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
PERUBAHAN GKM INFLASI C-T-C
2018
MAR
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH
sebesar Rp413.785 per kapita/bulan, tumbuh 1,29% (ctc)
dari GKM September 2017 yang sebesar Rp408.522per
kapita/bulan. Sementara itu, laju inflasi mencapai 0,69%
(ctc) pada periode laporan.
Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah sebagian
besar terdiri atas komponen makanan dengan share
mencapai 76,14% dan komponen non-makanan
mencapai 23,86%. Komoditas yang sangat sensitif
terhadap tingkat kemiskinan yakni beras, rokok filter dan
ikan tongkol/cakalang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa untuk menekan angka kemiskinan,
pemerintah daerah perlu lebih meningkatkan upaya-upaya
untuk menjaga stabilitas harga, terutama barang-barang
kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat
miskin. Dalam hal ini, peran aktif Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) dalam menjaga kestabilan harga menjadi
penting dan perlu untuk terus ditingkatkan.
Indeks kedalaman dan Indeks keparahan Kemiskinan
Sulawesi Tengah mengalami penurunan pada
September 2018. Indeks kedalaman kemiskinan turun
dari level 2,64 per Maret 2018 ke level 2,28 pada periode
laporan. Hal ini mengindikasikan tingkat pengeluaran rata-
rata penduduk miskin Sulawesi Tengah terkoreksi sedikit
menurun jika dibandingkan periode sebelumnya.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan juga
mengalami penurunan dari 0,68 per Maret 2018 ke 0,74
pada periode laporan. Hal ini dapat diinterpretasikan
bahwa terdapat sedikit kenaikan tingkat kesenjangan
antar penduduk miskin Sulawesi Tengah. Selanjutnya,
kedua indeks ini juga masih lebih tinggi dari rata-rata di
wilayah Sulawesi. Dengan fakta demikian, selain program
peningkatan infrast ruktur pedesaan, program
pengentasan kemiskinan juga diperuntukkan untuk
program bantuan sosial yang memenuhi kebutuhan dasar
dari penduduk sangat miskin tersebut. Sebagai contoh,
program bantuan pangan non tunai (BPNT) yang akan
diimplementasikan mulai Juli 2018, diharapkan akan
sangat membantu penduduk sangat miskin dalam
memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari mereka.
Apabila ditinjau dengan tingkat Garis Kemiskinan
(GK), maka GK menunjukkan adanya perubahan
yang berfluktuatif mengikuti tingkat inflasi. Laju
perkembangan GK mempunyai tingkat korelasi yang
tinggi terhadap inflasi yakni mencapai 0,87. Hal ini
mengindikasikan bahwa upaya pengendalian inflasi juga
berpengaruh terhadap upaya pengentasan kemiskinan di
Sulawesi Tengah. Pada Maret 2018, GK Sulawesi Tengah
6.3. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI SULAWESI TENGAH
Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah
pada Maret 2019 berada pada level 94,18 poin, turun
jika dibandingkan NTP Desember 2018 lalu yang
berada di level 97,03. Selanjutnya indeks harga yang
diterima petani masih lebih rendah dibandingkan dengan
indeks harga yang harus mereka bayar untuk konsumsi, hal
ini terindikasi dari Indeks Harga yang diterima Petani (It)
lebih kecil dibandingkan Indeks Harga yang dibayarkan
petani (Ib). Bila dianalisis per subusaha pertanian, subusaha
yang telah sejahtera (NTP > 100) adalah subusaha
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 53
Grafik 6.10 Persentase Jumlah Penduduk Miskin Kota & Desa Sulawesi Tengah
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
KOTA DESA
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
2018
MAR SEP
%
11,0
6
10,1
8
10,0
7
10,1
6
10,3
9
10,1
5
15,0
7
15,9
1
15,4
8
15,5
4
15,5
9
15,5
1
9,5
0
15,4
1
2,8
0,78
2,64
0,74 0,68
2,282,22
0,57
2,05
0,52 0,54
1,99
Grafik 6.11 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Sulawesi Tengah
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
INDEKS KEDALAMAN
INDEKS KEPARAHAN
SEP 2017 MAR 2018 SEP 2018
INDEKS KEDALAMAN
INDEKS KEPARAHAN
INDEKS KEDALAMAN
INDEKS KEPARAHAN
SULTENG RATA-RATA SULAWESI
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH
Grafik 6.9. Tingkat Kemiskinan Lintas Sulawesi
7,59
13,69
8,87
11,32
15,83
11,22
11,42
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR
RATA-RATA SULAWESI
Grafik 6.8 Tingkat Kemiskinan Sulawesi Tengah
PENDUDUK MISKIN PRESENTASE (%,RHS)
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
2018
MAR SEP
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
4
8
12
16
20
24
0
2018 menjadi 15,41% per September 2018. Begitu pula
dengan presentase tingkat kemiskinan di perkotaan yang
mengalami penurunan dari 10,39% pada September 2017
dan 10,15% pada Maret 2018 menjadi 9,50% per
September 2018. Untuk daerah pedesaan yang mayoritas
bekerja di LU pertanian, penurunan kemiskinan tersebut
dapat dipahami mengingat nilai tukar petani (NTP)
Sulawesi Tengah pada Maret 2018 lebih tinggi jika
dibandingkan dengan NTP September 2018 yakni sebesar
97.00, meskipun NTP Sulawesi Tengah masih berada
dibawah 100, tingginya akumulasi luas tanam dan panen
tanaman pangan serta turunannya angka pengangguran
pada februari 2018 menjadi faktor terkait penurunan
tingkat kemiskinan di pedesaan. Sementara itu, untuk
penduduk perkotaan penurunan kemiskinan ini
disebabkan oleh deflasi Maret 2018 yakni sebesar -0,08%
serta laju inflasi pada periode Maret-September 2018
sebesar 1,46% lebih rendah jika dibandingkan Maret-
September 2018 yakni sebesar 2,55%.
Tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah tercatat
masih lebih t inggi dibandingkan rata-rata
kemiskinan di provinsi lintas Sulawesi yang berada
11,42%. Upaya pengentasan kemiskinan yang dijalankan
di Sulawesi Tengah diharapkan dapat ditingkatkan
terutama pada daerah pedesaan yang memiliki jumlah dan
persentase penduduk miskin lebih tinggi (grafik 6.10).
Tingkat kemiskinan diharapkan dapat menurun seiring
dengan tingginya Anggaran Dana Desa (ADD) untuk
Sulawesi Tengah yang pada 2018 mencapai Rp1,36 triliun.
Alokasi ADD juga diharapkan dapat mendorong proses
pembangunan Indonesia dari daerah pinggiran dengan
memperkuat ekonomi di daerah pedesaan.
Berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, jumlah
penduduk miskin Sulawesi Tengah mengalami
penurunan baik di pedesaan maupun perkotaan, jika
dibandingkan periode sebelumnya. Presentase tingkat
kemiskinan di pedesaan mengalami penurunan dari
15,59% pada September 2017 dan 15,51% pada Maret
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201952
Grafik 6.13. GKM lintas Sulawesi
33
6.4
03
40
8.5
22
29
4.3
58
30
0.2
58
30
7.70
7
315
.918
35
6.9
06
42
4.0
40
315
.73
8
316
.72
9
32
5.1
29
32
4.0
42
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR
SEP - 17 SEP - 18
Grafik 6.12. Garis Kemiskinan (GK) dan Inflasi
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
PERUBAHAN GKM INFLASI C-T-C
2018
MAR
SUMBER : BPS PROVINSI SULAWESI TENGAH
sebesar Rp413.785 per kapita/bulan, tumbuh 1,29% (ctc)
dari GKM September 2017 yang sebesar Rp408.522per
kapita/bulan. Sementara itu, laju inflasi mencapai 0,69%
(ctc) pada periode laporan.
Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah sebagian
besar terdiri atas komponen makanan dengan share
mencapai 76,14% dan komponen non-makanan
mencapai 23,86%. Komoditas yang sangat sensitif
terhadap tingkat kemiskinan yakni beras, rokok filter dan
ikan tongkol/cakalang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa untuk menekan angka kemiskinan,
pemerintah daerah perlu lebih meningkatkan upaya-upaya
untuk menjaga stabilitas harga, terutama barang-barang
kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat
miskin. Dalam hal ini, peran aktif Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) dalam menjaga kestabilan harga menjadi
penting dan perlu untuk terus ditingkatkan.
Indeks kedalaman dan Indeks keparahan Kemiskinan
Sulawesi Tengah mengalami penurunan pada
September 2018. Indeks kedalaman kemiskinan turun
dari level 2,64 per Maret 2018 ke level 2,28 pada periode
laporan. Hal ini mengindikasikan tingkat pengeluaran rata-
rata penduduk miskin Sulawesi Tengah terkoreksi sedikit
menurun jika dibandingkan periode sebelumnya.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan juga
mengalami penurunan dari 0,68 per Maret 2018 ke 0,74
pada periode laporan. Hal ini dapat diinterpretasikan
bahwa terdapat sedikit kenaikan tingkat kesenjangan
antar penduduk miskin Sulawesi Tengah. Selanjutnya,
kedua indeks ini juga masih lebih tinggi dari rata-rata di
wilayah Sulawesi. Dengan fakta demikian, selain program
peningkatan infrast ruktur pedesaan, program
pengentasan kemiskinan juga diperuntukkan untuk
program bantuan sosial yang memenuhi kebutuhan dasar
dari penduduk sangat miskin tersebut. Sebagai contoh,
program bantuan pangan non tunai (BPNT) yang akan
diimplementasikan mulai Juli 2018, diharapkan akan
sangat membantu penduduk sangat miskin dalam
memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari mereka.
Apabila ditinjau dengan tingkat Garis Kemiskinan
(GK), maka GK menunjukkan adanya perubahan
yang berfluktuatif mengikuti tingkat inflasi. Laju
perkembangan GK mempunyai tingkat korelasi yang
tinggi terhadap inflasi yakni mencapai 0,87. Hal ini
mengindikasikan bahwa upaya pengendalian inflasi juga
berpengaruh terhadap upaya pengentasan kemiskinan di
Sulawesi Tengah. Pada Maret 2018, GK Sulawesi Tengah
6.3. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI SULAWESI TENGAH
Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah
pada Maret 2019 berada pada level 94,18 poin, turun
jika dibandingkan NTP Desember 2018 lalu yang
berada di level 97,03. Selanjutnya indeks harga yang
diterima petani masih lebih rendah dibandingkan dengan
indeks harga yang harus mereka bayar untuk konsumsi, hal
ini terindikasi dari Indeks Harga yang diterima Petani (It)
lebih kecil dibandingkan Indeks Harga yang dibayarkan
petani (Ib). Bila dianalisis per subusaha pertanian, subusaha
yang telah sejahtera (NTP > 100) adalah subusaha
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 53
99,81
Grafik 6.15.Perbandingan NTP Lintas Sulawesi
85
90
95
100
105
110
115
SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR
RATA2 NTP SULAWESI
94,51 94,18
102,82
94,19
103,59
109,56
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Grafik 6.14. Perkembangan NTP Sulteng per Sub Sektor
80
85
90
95
100
105
110
115
120
I II
2015
III IV I II
2016
III IV I II
2017
III IV
NTP SULAWESI TENGAH NTP TANAMAN PANGAN
NTP PERKEBUNAN RAKYAT NTP PETERNAKAN
NTP HORTIKULTURA
NTP PERIKANAN
I II
2018
III IV
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
I
2019
yang dibayar petani disebabkan oleh indeks biaya produksi
dan penamanan modal meningkat hingga 1,29% (qtq)
dan konsumsi rumah tangga petani naik sebesar 0,54%
(qtq).
Program-program untuk meningkatkan produksi
pertanian baik melalui kegiatan intensifikasi
maupun ekstensifikasi diharapkan dapat terus
ditingkatkan, sehingga dapat memberikan nilai
tambah yang lebih bagi petani baik untuk tanaman
pangan maupun perkebunan. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah lebih memperkuat kelembagaan petani
sehingga meningkatkan posisi tawar petani pada saat akan
menjual produk yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan
infrastruktur pendukung pertanian seperti irigasi juga
harus terencana dengan baik. Program pencetakan sawah
harus terintegrasi dengan program pembangunan irigasi.
Dari aspek informasi harga, sosialisasi dan pemanfaatan
dari PIHPS Sulawesi Tengah harus terus didorong sehingga
dapat memberikan informasi harga dan pasokan yang
akurat bagi petani sehingga dapat meningkatkan daya
tawar ketika berhadapan dengan tengkulak.
perikanan, hortikultura dan peternakan, sedangkan NTP
tanaman pangan dan perkebunan rakyat masih dibawah
100. Sementara itu, bila dibandingkan dengan provinsi
lintas Sulawesi, NTP Sulawesi Tengah masih dibawah rata-
rata NTP Sulawesi yakni 99,81.
NTP Sulawesi Tengah periode Maret 2019 turun -
1.61% (qtq) jika dibandingkan dengan NTP
Desember 2018 yang berada di level 95,72. Penurunan
ini karena indeks Harga diterima petani menurun hingga -
1,09% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani naik
0.54% (qtq). Peningkatan indeks yang diterima petani
terjadi pada subusaha perkebunan rakyat 0,52%,
sedangkan subusaha lainnya mengalami pertumbuhan
negatif.
Peningkatan terbesar indeks yang diterima petani terjadi di
semua subusaha masing-masing Tanaman Pangan 0.46%,
Hortikultura 0.31%, Perkebunan Rakyat 0.56%,
Peternakan 0.57 dan Perikanan 0.16% (qtq). Peningkatan
di subusaha hortikultura dapat dipahami mengingat
terjadinya perbaikan harga pada komoditas sayur-sayuran,
buah-buahan dan tanaman obat selama periode Juli-
September 2018. Sementara itu, peningkataan indeks
Tabel 6.3. Indeks Harga Diterima dan Dibayar Petani Sulawesi Tengah
SUBSEKTOR PERTANIAN
Umum
Tanaman Pangan
Hortikurtura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
Indeks Harga Diterima
127.7
130.33
148.98
111.65
134.68
137.45
Indeks Harga Dibayar
133.4
137.4
135.16
134.83
125.38
130.55
Indeks Harga Diterima
126.31
128.87
141.86
112.23
134.01
137.29
Indeks Harga Dibayar
134.12
138.03
135.58
135.58
126.09
130.76
IV 2018 I 2019
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah
6.4. KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGAH
Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tengah relatif stagnan pada September 2018. Gini
ratio Sulawesi Tengah berada pada level 0,317 pada
September 2018, relatif stagnan jika dibandingkan posisi
Maret 2018 yang berada di level 0,346. Dengan demikian 15berdasarkan kriteria Oshima , tingkat ketidakmeratan
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201954
pengeluaran Sulawesi Tengah telah berada pada level
ketimpangan rendah. Tren gini ratio memang menunjukan
tren penurunan sejak 2015. Hal ini mengindikasikan
kualitas pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah semakin 16merata. Berdasarkan metode lain , hingga September
2018, persentase pengeluaran penduduk 40% ke bawah
masih mencapai 20,95%. Hal ini mendukung hasil
koefisien gini yang juga dapat diinterpretasikan sebagai
tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tengah termasuk dalam kategori rendah. Angka ini
meningkat jika dibandingkan dengan Maret 2017 yang
berada angka 19,54%. Sementara itu, penduduk 40%
menengah dan 20% teratas, memiliki distribusi 38,46%
dan 40,59%.
Menurut Oshima (1976) dalam Sugiyarto (2009) menetapkan kriteria gini ratio yakni
tinggi (G >0,5), sedang/ moderat (G : 0,35 – 0,5) dan rendah (G<0,35)
15. Metode perhitungan tingkat ketimpangan pengeluaran juga bisa diukur dengan
persentasi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah terhadap total
pengeluaran penduduk. Ketimpangan penduduk dikategorikan tinggi apabila
persentase pengeluaran 40% penduduk terbawah berada dibawah 12%, sedang pada
kisaran 12% – 17% dan rendah jika berada diatas 17%. (World Bank)
16.
Grafik 6.17. Distribusi Pengeluaran Penduduk Sulawesi Tengah
19,24 18,91 19,3 19,54
38,05 37,72 38,53 37,6
42,72 43,37 42,17 42,86
0
10
20
30
40
50
SEP-16 MAR-17 SEP-17 MAR-18
PEND. 40% TERBAWAH PENDUDUK 40% MENENGAH PENDUDUK 20 PERSEN ATAS
SEP-18
20,95
38,4640,59
0,317
0,311
0,280
Grafik 6.16. Perkembangan Rasio Gini Sulaewesi Tengah
0,250
0,290
0,330
0,370
0,410
0,450
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
PERKOTAAN DAN PEDESAAN PERKOTAAN PEDESAAN
2018
MAR SEP
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 55
99,81
Grafik 6.15.Perbandingan NTP Lintas Sulawesi
85
90
95
100
105
110
115
SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR
RATA2 NTP SULAWESI
94,51 94,18
102,82
94,19
103,59
109,56
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
Grafik 6.14. Perkembangan NTP Sulteng per Sub Sektor
80
85
90
95
100
105
110
115
120
I II
2015
III IV I II
2016
III IV I II
2017
III IV
NTP SULAWESI TENGAH NTP TANAMAN PANGAN
NTP PERKEBUNAN RAKYAT NTP PETERNAKAN
NTP HORTIKULTURA
NTP PERIKANAN
I II
2018
III IV
SUMBER : BPS SULAWESI TENGAH, DIOLAH
I
2019
yang dibayar petani disebabkan oleh indeks biaya produksi
dan penamanan modal meningkat hingga 1,29% (qtq)
dan konsumsi rumah tangga petani naik sebesar 0,54%
(qtq).
Program-program untuk meningkatkan produksi
pertanian baik melalui kegiatan intensifikasi
maupun ekstensifikasi diharapkan dapat terus
ditingkatkan, sehingga dapat memberikan nilai
tambah yang lebih bagi petani baik untuk tanaman
pangan maupun perkebunan. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah lebih memperkuat kelembagaan petani
sehingga meningkatkan posisi tawar petani pada saat akan
menjual produk yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan
infrastruktur pendukung pertanian seperti irigasi juga
harus terencana dengan baik. Program pencetakan sawah
harus terintegrasi dengan program pembangunan irigasi.
Dari aspek informasi harga, sosialisasi dan pemanfaatan
dari PIHPS Sulawesi Tengah harus terus didorong sehingga
dapat memberikan informasi harga dan pasokan yang
akurat bagi petani sehingga dapat meningkatkan daya
tawar ketika berhadapan dengan tengkulak.
perikanan, hortikultura dan peternakan, sedangkan NTP
tanaman pangan dan perkebunan rakyat masih dibawah
100. Sementara itu, bila dibandingkan dengan provinsi
lintas Sulawesi, NTP Sulawesi Tengah masih dibawah rata-
rata NTP Sulawesi yakni 99,81.
NTP Sulawesi Tengah periode Maret 2019 turun -
1.61% (qtq) jika dibandingkan dengan NTP
Desember 2018 yang berada di level 95,72. Penurunan
ini karena indeks Harga diterima petani menurun hingga -
1,09% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani naik
0.54% (qtq). Peningkatan indeks yang diterima petani
terjadi pada subusaha perkebunan rakyat 0,52%,
sedangkan subusaha lainnya mengalami pertumbuhan
negatif.
Peningkatan terbesar indeks yang diterima petani terjadi di
semua subusaha masing-masing Tanaman Pangan 0.46%,
Hortikultura 0.31%, Perkebunan Rakyat 0.56%,
Peternakan 0.57 dan Perikanan 0.16% (qtq). Peningkatan
di subusaha hortikultura dapat dipahami mengingat
terjadinya perbaikan harga pada komoditas sayur-sayuran,
buah-buahan dan tanaman obat selama periode Juli-
September 2018. Sementara itu, peningkataan indeks
Tabel 6.3. Indeks Harga Diterima dan Dibayar Petani Sulawesi Tengah
SUBSEKTOR PERTANIAN
Umum
Tanaman Pangan
Hortikurtura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
Indeks Harga Diterima
127.7
130.33
148.98
111.65
134.68
137.45
Indeks Harga Dibayar
133.4
137.4
135.16
134.83
125.38
130.55
Indeks Harga Diterima
126.31
128.87
141.86
112.23
134.01
137.29
Indeks Harga Dibayar
134.12
138.03
135.58
135.58
126.09
130.76
IV 2018 I 2019
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah
6.4. KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGAH
Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tengah relatif stagnan pada September 2018. Gini
ratio Sulawesi Tengah berada pada level 0,317 pada
September 2018, relatif stagnan jika dibandingkan posisi
Maret 2018 yang berada di level 0,346. Dengan demikian 15berdasarkan kriteria Oshima , tingkat ketidakmeratan
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201954
pengeluaran Sulawesi Tengah telah berada pada level
ketimpangan rendah. Tren gini ratio memang menunjukan
tren penurunan sejak 2015. Hal ini mengindikasikan
kualitas pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah semakin 16merata. Berdasarkan metode lain , hingga September
2018, persentase pengeluaran penduduk 40% ke bawah
masih mencapai 20,95%. Hal ini mendukung hasil
koefisien gini yang juga dapat diinterpretasikan sebagai
tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tengah termasuk dalam kategori rendah. Angka ini
meningkat jika dibandingkan dengan Maret 2017 yang
berada angka 19,54%. Sementara itu, penduduk 40%
menengah dan 20% teratas, memiliki distribusi 38,46%
dan 40,59%.
Menurut Oshima (1976) dalam Sugiyarto (2009) menetapkan kriteria gini ratio yakni
tinggi (G >0,5), sedang/ moderat (G : 0,35 – 0,5) dan rendah (G<0,35)
15. Metode perhitungan tingkat ketimpangan pengeluaran juga bisa diukur dengan
persentasi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah terhadap total
pengeluaran penduduk. Ketimpangan penduduk dikategorikan tinggi apabila
persentase pengeluaran 40% penduduk terbawah berada dibawah 12%, sedang pada
kisaran 12% – 17% dan rendah jika berada diatas 17%. (World Bank)
16.
Grafik 6.17. Distribusi Pengeluaran Penduduk Sulawesi Tengah
19,24 18,91 19,3 19,54
38,05 37,72 38,53 37,6
42,72 43,37 42,17 42,86
0
10
20
30
40
50
SEP-16 MAR-17 SEP-17 MAR-18
PEND. 40% TERBAWAH PENDUDUK 40% MENENGAH PENDUDUK 20 PERSEN ATAS
SEP-18
20,95
38,4640,59
0,317
0,311
0,280
Grafik 6.16. Perkembangan Rasio Gini Sulaewesi Tengah
0,250
0,290
0,330
0,370
0,410
0,450
MAR SEP
2014 2015 2016 2017
MAR SEP MAR SEP MAR SEP
PERKOTAAN DAN PEDESAAN PERKOTAAN PEDESAAN
2018
MAR SEP
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 55
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
BAB VII
PROSPEKPERTUMBUHAN EKONOMI
Kontribusi industri pengolahan
diprakirakan masih meningkat
STEELLNG
AMONIA
Realisasi PMA tidak setinggi triwulan laluSEKTOR PERTANIAN
JUGA MENINGKAT
TEKANAN INFLASI
Tekanan
Kelompok
volatile foods
cenderung stabil
dibanding
triwulan lalu
HARGA SAWIT DANKAKAO MASIH TURUN
Inflasi inti sedikit
meningkat sesuai
pola historis awal
tahun
SIKLUS PANEN
Administered
Prices terkendali
dengan baik
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2019 diprakirakan
akan tetap stabil yakni berada di kisaran 6,6% – 7,0% (yoy). Produksi industri
manufaktur terutama dari industri nikel masih akan menjadi kunci pertumbuhan pada
periode mendatang. Perbaikan investasi pasca pemilihan umum juga diprakirakan
akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan selain perbaikan sisi
konsumsi rumah tangga.
Tingkat inflasi pada triwulan III 201 diprakirakan akan tetap tinggi karena base effect
yang berada pada kisaran 5,0% – 5,4% (yoy). Meskipun tekanan inflasi secara tahunan
meningkat namun secara rata-rata bulanan tekanan inflasi sepanjang triwulan III 2018
diprakirakan menurun dibanding triwulan sebelumnya. Koordinasi dan komunikasi
antar anggota TPID merupakan perana kunci untuk dapat menjaga stabilitas harga di
Sulawesi Tengah.
Secara tahunan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 diprakirakan meningkat
dibandingkan tahun sebelumya dan berada pada kisaran 6,7% – 7,1 % (yoy).
Pertumbuhan ini lebih tinggi dikarenakan dampak bencana tidak berdampak pada LU
utama ekonomi Sulawesi Tengah. Sedangkan inflasi secara tahunan diprakirakan akan
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada target sasaran inflasi
3,5% ± 1%.
Keindahan Air Terjun Salodik, Banggai - Sumber : Gagak Nusantara
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
BAB VII
PROSPEKPERTUMBUHAN EKONOMI
Kontribusi industri pengolahan
diprakirakan masih meningkat
STEELLNG
AMONIA
Realisasi PMA tidak setinggi triwulan laluSEKTOR PERTANIAN
JUGA MENINGKAT
TEKANAN INFLASI
Tekanan
Kelompok
volatile foods
cenderung stabil
dibanding
triwulan lalu
HARGA SAWIT DANKAKAO MASIH TURUN
Inflasi inti sedikit
meningkat sesuai
pola historis awal
tahun
SIKLUS PANEN
Administered
Prices terkendali
dengan baik
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2019 diprakirakan
akan tetap stabil yakni berada di kisaran 6,6% – 7,0% (yoy). Produksi industri
manufaktur terutama dari industri nikel masih akan menjadi kunci pertumbuhan pada
periode mendatang. Perbaikan investasi pasca pemilihan umum juga diprakirakan
akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan selain perbaikan sisi
konsumsi rumah tangga.
Tingkat inflasi pada triwulan III 201 diprakirakan akan tetap tinggi karena base effect
yang berada pada kisaran 5,0% – 5,4% (yoy). Meskipun tekanan inflasi secara tahunan
meningkat namun secara rata-rata bulanan tekanan inflasi sepanjang triwulan III 2018
diprakirakan menurun dibanding triwulan sebelumnya. Koordinasi dan komunikasi
antar anggota TPID merupakan perana kunci untuk dapat menjaga stabilitas harga di
Sulawesi Tengah.
Secara tahunan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 diprakirakan meningkat
dibandingkan tahun sebelumya dan berada pada kisaran 6,7% – 7,1 % (yoy).
Pertumbuhan ini lebih tinggi dikarenakan dampak bencana tidak berdampak pada LU
utama ekonomi Sulawesi Tengah. Sedangkan inflasi secara tahunan diprakirakan akan
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada target sasaran inflasi
3,5% ± 1%.
Keindahan Air Terjun Salodik, Banggai - Sumber : Gagak Nusantara
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek perekonomian Sulawesi Tengah pada
triwulan III 2019 diperkirakan akan tetap stabil
meskipun secara keseluruhan diprakirakan akan
sed ik i t melambat d ibandingkan t r iwulan
sebelumnya. Perlambatan ini dikarenakan tidak adanya
faktor musiman sebagai pendorong perekonomian seperti
pada triwulan II 2019 yaitu efek pemilu serta hari raya Idul
Fitri. Laju pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah
masih berada pada level akselerasi seiring masih
tumbuhnya industri manufaktur kawasan industri di
Morowali. Perekonomian Sulawesi Tengah diperkirakan
berada pada kisaran 6,6% – 7,0% (yoy). Pada triwulan III
2019 diperkirakan kapasitas produksi industri manufaktur
tetap meningkat meskipun tidak sebesar tahun-tahun
sebelumnya sehingga yang pada akhirnya akan
mendorong tingkat ekspor Sulawesi Tengah. Masih
positifnya proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan III
diantaranya juga didukung oleh stabilnya output dari
pertambangan dan industri pengolahan khususnya untuk
komoditas LNG dan nickel pig iron (NPI) yang cenderung
meningkat. Selain itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi
ke depan diperkirakan akan didorong oleh peningkatan
investasi dan perbaikan dari sisi konsumsi rumah tangga.
Sedangkan dari sisi belanja pemerintah juga diperkirakan
akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
didukung oleh hasil panen di LU pertanian, perkebunan
yang diperkirakan akan terus membaik.
Dari sisi permintaan, diperkirakan konsumsi dan
investasi serta kegiatan ekspor luar negeri masih
menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Tingkat konsumsi rumah tangga akan tetap tumbuh meski
dalam skala terbatas. Selain itu, dari sisi investasi pada
triwulan III 2019 diprakirakan akan mulai tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Para investor
yang sebelumnya menunggu kepastian pascapemilu
diperkirakan akan mulai menanamkan investasinya sesuai
dengan yang direncanakan sebelumnya. Sedangkan
investasi dari sisi Pemerintah juga diperkirakan akan terus
meningkat seiring proses rekonstruksi pascabencana yang
telah dimulai pada triwulan sebelumya. Dari sisi
perdagangan luar negeri, meskipun negara mitra dagang
utama Sulawesi Tengah yaitu Tiongkok mengalami
pertumbuhan yang melambat dibandingkan perkiraan
awal namun hal tersebut tidak membuat ekspor secara
keseluruhan mengalami perlambatan. Hal ini terkonfirmasi
dari realisasi triwulan I 2019 yang tetap tumbuh cukup
tinggi (lihat boks Neraca Perdagangan). Untuk ke
depannya, diprakirakan permintaan akan cenderung stabil
meskipun terdapat risiko yang lebih rendah seiring tensi
perdagangan global yang masih meningkat. Tingkat ekspor
diperkirakan dapat mendorong permintaan ekspor
ditambah dengan harga komoditas yang masih mengalami
peningkatan terutama untuk komoditas nikel. Optimisme
pertumbuhan negara selain Tiongkok seperti Jepang, Korea
dan Taiwan yang masih tetap berlanjut diperkirakan akan
mendorong permintaan ekspor nikel maupun turunannya
dan juga LNG yang merupakan komoditas tambang dan
pengolahan utama Sulawesi Tengah.
Pertumbuhan dari sisi investasi diperkirakan akan
terbatas meskipun terdapat potansi yang cukup besar
apabila dapat direalisasikan. Rencana investasi dari
kawasan industri di Morowali masih cukup menjanjikan
mengingat potensi cadangan yang masih cukup besar.
Namun perkembangan investasi hingga pertengahan
triwulan II 2019 masih belum mencerminkan pertumbuhan
yang positif. Banyak investor yang masih menunggu situasi
dan kondisi politik pasca pemilu yang masih dilanda
ketidakpastian. Namun apabila rencana investasi tersebut
dapat direalisasikan diperkirakan pertumbuhan investasi
akan kembali positif atau bahkan dapat lebih tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga didorong oleh
peningkatan realisasi belanja modal pemerintah yang
tertahan hingga triwulan II 2019. Seiring dengan kepastian
realisasi dari Pemerintah Pusat untuk rekonstruksi
(pembangunan hunian tetap, jembatan dsb) dan juga
proses tender yang diperkirakan telah selesai pada triwulan
III 2019 diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan
investasi yang cukup melambat pada semester I 2019.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201958
pengolahan baru pada 2019 diharapkan menjadi faktor
kuat pendorong ekonomi 2019. Dari LU pertanian, selain
dari peningkatan harga komoditas, peningkatan
produktivitas juga berasal dari peningkatan kapasitas
produksi tanaman lain seperti komoditas padi, jagung,
kedelai dari berbagai program yang berhasil dicanangkan
Pemerintah berpotensi meningkatkan produksi dari LU ini.
Selain itu, masih berlanjutnya beberapa proyek dari swasta
dan pemerintah diprakirakan masih akan menjadi faktor
pendorong dari LU konstruksi. Produksi pertanian didaerah
yang terdampak bencana terbukti mampu ditutupi oleh
peningkatan produktivitas pertumbuhan di daerah lainnya
sehingga secara keseluruhan dari LU pertanian masih akan
tumbuh positif hingga akhir tahun 2019.
Beberapa pertimbangan yang menjadi justifikasi proyeksi
tersebut antara lain ;
Secara sektoral, terdapat beberapa LU yang
d iperk i rakan men jad i sumber opt im i sme
pertumbuhan ekonomi. Salah satu LU yang mendorong
perekonomian adalah industri pengolahan yang
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun
tidak setinggi periode sebelumnya, namun perkembangan
LU ini pada 2019 diperkirakan masih positif. Masih
optimisnya pertumbuhan tersebut diperkirakan masih
bertambahnya kapasitas produksi dengan terus
dibangunnya pabrik pengolahan nikel di kawasan industri
Morowali dan Morowali Utara. Sebagai pendukung
industri pengolahan LU pertambangan juga diprakirakan
akan terus meningkat seiring masih tingginya permintaan
dari LU pengolahan. Dari sisi pengolahan juga
diperkirakakan akan meningkat seiring industri petrokimia
(pengolahan amonia) yang masih terus mengalami
pertumbuhan dari sisi produksi dan kapasitas ekspornya.
Optimisme pertumbuhan ekonomi juga berasal dari
LU pertanian yang mulai menunjukkan peningkatan
dari sisi harga. Pada LU pertanian, pertumbuhan masih
masih akan meningkat sejalan dengan harga komoditas
pertanian terutama kakao yang masih dalam tren
meningkat. Harga kakao naik 5,24% (qtq) dari 1621,1
USD/metric ton ke 1706,00 USD/metric ton pada kuartal II
2019. Selain itu, juga masih terdapat rencana investasi
pada LU pertambangan dan infrastruktur pendukungnya
di Sulawesi Tengah. Namun demikian, terdapat beberapa
faktor yang bisa menahan pertumbuhan LU pertanian
seperti masuk sikul tanam dan belum optimalnya produksi
tanaman pangan karena belum diperbaikinya irigasi di
Kab. Sigi pasca bencana.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tengah diproyeksikan berada pada kisaran 6,7% – 7,1
% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
2018 yang tercatat 6,30% (yoy). Dari LU industri
pengolahan, optimisme berasal dari produksi di kawasan
industri Morowali dan Banggai. Peningkatan kapasitas
produksi di Morowali seiring pembangunan industri
7.1.1 Strength
a. Berdasarkan pengeluaran, konsumsi rumah
tangga diprakirakan kembali menjadi penopang
pertumbuhan ekonomi pada 2019. Sejak bencana
yang menimpa pada triwulan IV 2019, level konsumsi
rumah tangga berada pada level yang cukup rendah.
Namun seiring meningkatnya LU utama ekonomi maka
konsumsi diprakirakan akan meningkat terutama
didorong oleh LU utama sepert i pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan yang tetap
tumbuh positif.
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
I II III IV I II
2015
III IV I II
2016
III IV I II
2017
III IV I IIP
2018
IIIP IVP
2019P
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH & BANK INDONESIA, DIOLAH
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 59
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek perekonomian Sulawesi Tengah pada
triwulan III 2019 diperkirakan akan tetap stabil
meskipun secara keseluruhan diprakirakan akan
sed ik i t melambat d ibandingkan t r iwulan
sebelumnya. Perlambatan ini dikarenakan tidak adanya
faktor musiman sebagai pendorong perekonomian seperti
pada triwulan II 2019 yaitu efek pemilu serta hari raya Idul
Fitri. Laju pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah
masih berada pada level akselerasi seiring masih
tumbuhnya industri manufaktur kawasan industri di
Morowali. Perekonomian Sulawesi Tengah diperkirakan
berada pada kisaran 6,6% – 7,0% (yoy). Pada triwulan III
2019 diperkirakan kapasitas produksi industri manufaktur
tetap meningkat meskipun tidak sebesar tahun-tahun
sebelumnya sehingga yang pada akhirnya akan
mendorong tingkat ekspor Sulawesi Tengah. Masih
positifnya proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan III
diantaranya juga didukung oleh stabilnya output dari
pertambangan dan industri pengolahan khususnya untuk
komoditas LNG dan nickel pig iron (NPI) yang cenderung
meningkat. Selain itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi
ke depan diperkirakan akan didorong oleh peningkatan
investasi dan perbaikan dari sisi konsumsi rumah tangga.
Sedangkan dari sisi belanja pemerintah juga diperkirakan
akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
didukung oleh hasil panen di LU pertanian, perkebunan
yang diperkirakan akan terus membaik.
Dari sisi permintaan, diperkirakan konsumsi dan
investasi serta kegiatan ekspor luar negeri masih
menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Tingkat konsumsi rumah tangga akan tetap tumbuh meski
dalam skala terbatas. Selain itu, dari sisi investasi pada
triwulan III 2019 diprakirakan akan mulai tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Para investor
yang sebelumnya menunggu kepastian pascapemilu
diperkirakan akan mulai menanamkan investasinya sesuai
dengan yang direncanakan sebelumnya. Sedangkan
investasi dari sisi Pemerintah juga diperkirakan akan terus
meningkat seiring proses rekonstruksi pascabencana yang
telah dimulai pada triwulan sebelumya. Dari sisi
perdagangan luar negeri, meskipun negara mitra dagang
utama Sulawesi Tengah yaitu Tiongkok mengalami
pertumbuhan yang melambat dibandingkan perkiraan
awal namun hal tersebut tidak membuat ekspor secara
keseluruhan mengalami perlambatan. Hal ini terkonfirmasi
dari realisasi triwulan I 2019 yang tetap tumbuh cukup
tinggi (lihat boks Neraca Perdagangan). Untuk ke
depannya, diprakirakan permintaan akan cenderung stabil
meskipun terdapat risiko yang lebih rendah seiring tensi
perdagangan global yang masih meningkat. Tingkat ekspor
diperkirakan dapat mendorong permintaan ekspor
ditambah dengan harga komoditas yang masih mengalami
peningkatan terutama untuk komoditas nikel. Optimisme
pertumbuhan negara selain Tiongkok seperti Jepang, Korea
dan Taiwan yang masih tetap berlanjut diperkirakan akan
mendorong permintaan ekspor nikel maupun turunannya
dan juga LNG yang merupakan komoditas tambang dan
pengolahan utama Sulawesi Tengah.
Pertumbuhan dari sisi investasi diperkirakan akan
terbatas meskipun terdapat potansi yang cukup besar
apabila dapat direalisasikan. Rencana investasi dari
kawasan industri di Morowali masih cukup menjanjikan
mengingat potensi cadangan yang masih cukup besar.
Namun perkembangan investasi hingga pertengahan
triwulan II 2019 masih belum mencerminkan pertumbuhan
yang positif. Banyak investor yang masih menunggu situasi
dan kondisi politik pasca pemilu yang masih dilanda
ketidakpastian. Namun apabila rencana investasi tersebut
dapat direalisasikan diperkirakan pertumbuhan investasi
akan kembali positif atau bahkan dapat lebih tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga didorong oleh
peningkatan realisasi belanja modal pemerintah yang
tertahan hingga triwulan II 2019. Seiring dengan kepastian
realisasi dari Pemerintah Pusat untuk rekonstruksi
(pembangunan hunian tetap, jembatan dsb) dan juga
proses tender yang diperkirakan telah selesai pada triwulan
III 2019 diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan
investasi yang cukup melambat pada semester I 2019.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201958
pengolahan baru pada 2019 diharapkan menjadi faktor
kuat pendorong ekonomi 2019. Dari LU pertanian, selain
dari peningkatan harga komoditas, peningkatan
produktivitas juga berasal dari peningkatan kapasitas
produksi tanaman lain seperti komoditas padi, jagung,
kedelai dari berbagai program yang berhasil dicanangkan
Pemerintah berpotensi meningkatkan produksi dari LU ini.
Selain itu, masih berlanjutnya beberapa proyek dari swasta
dan pemerintah diprakirakan masih akan menjadi faktor
pendorong dari LU konstruksi. Produksi pertanian didaerah
yang terdampak bencana terbukti mampu ditutupi oleh
peningkatan produktivitas pertumbuhan di daerah lainnya
sehingga secara keseluruhan dari LU pertanian masih akan
tumbuh positif hingga akhir tahun 2019.
Beberapa pertimbangan yang menjadi justifikasi proyeksi
tersebut antara lain ;
Secara sektoral, terdapat beberapa LU yang
d iperk i rakan men jad i sumber opt im i sme
pertumbuhan ekonomi. Salah satu LU yang mendorong
perekonomian adalah industri pengolahan yang
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun
tidak setinggi periode sebelumnya, namun perkembangan
LU ini pada 2019 diperkirakan masih positif. Masih
optimisnya pertumbuhan tersebut diperkirakan masih
bertambahnya kapasitas produksi dengan terus
dibangunnya pabrik pengolahan nikel di kawasan industri
Morowali dan Morowali Utara. Sebagai pendukung
industri pengolahan LU pertambangan juga diprakirakan
akan terus meningkat seiring masih tingginya permintaan
dari LU pengolahan. Dari sisi pengolahan juga
diperkirakakan akan meningkat seiring industri petrokimia
(pengolahan amonia) yang masih terus mengalami
pertumbuhan dari sisi produksi dan kapasitas ekspornya.
Optimisme pertumbuhan ekonomi juga berasal dari
LU pertanian yang mulai menunjukkan peningkatan
dari sisi harga. Pada LU pertanian, pertumbuhan masih
masih akan meningkat sejalan dengan harga komoditas
pertanian terutama kakao yang masih dalam tren
meningkat. Harga kakao naik 5,24% (qtq) dari 1621,1
USD/metric ton ke 1706,00 USD/metric ton pada kuartal II
2019. Selain itu, juga masih terdapat rencana investasi
pada LU pertambangan dan infrastruktur pendukungnya
di Sulawesi Tengah. Namun demikian, terdapat beberapa
faktor yang bisa menahan pertumbuhan LU pertanian
seperti masuk sikul tanam dan belum optimalnya produksi
tanaman pangan karena belum diperbaikinya irigasi di
Kab. Sigi pasca bencana.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tengah diproyeksikan berada pada kisaran 6,7% – 7,1
% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
2018 yang tercatat 6,30% (yoy). Dari LU industri
pengolahan, optimisme berasal dari produksi di kawasan
industri Morowali dan Banggai. Peningkatan kapasitas
produksi di Morowali seiring pembangunan industri
7.1.1 Strength
a. Berdasarkan pengeluaran, konsumsi rumah
tangga diprakirakan kembali menjadi penopang
pertumbuhan ekonomi pada 2019. Sejak bencana
yang menimpa pada triwulan IV 2019, level konsumsi
rumah tangga berada pada level yang cukup rendah.
Namun seiring meningkatnya LU utama ekonomi maka
konsumsi diprakirakan akan meningkat terutama
didorong oleh LU utama sepert i pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan yang tetap
tumbuh positif.
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
I II III IV I II
2015
III IV I II
2016
III IV I II
2017
III IV I IIP
2018
IIIP IVP
2019P
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH & BANK INDONESIA, DIOLAH
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 59
b.
c.
d.
e.
Realisasi PDRB sepanjang triwulan I 2019 cukup tinggi
dan diatas perkiraan, sehingga secara keseluruhan
dampak bencana terhadap perekonomian Sulawesi
Tengah terbatas. Industri pertambangan dan industri
manufaktur dapat tumbuh positif sebagai kompensasi
dari menurunnya kinerja LU terdampak bencana seperti
perdagangan, akomodasi makan dan minum serta real
estate. Ke depan, LU penopang tersebut diprakirakan
masih akan tumbuh sebagai sumber ekonomi Sulawesi
Tengah ditengah perbaikan LU lainnya.
Pada triwulan I 2019 total PMA yang masuk ke
Provinsi Sulawesi Tengah mencapai USD 223,5
juta. Jumlah ini cukup besar mengingat dari tahun
sebelumnya investasi PMA telah mengalami
pertumbuhan realisasi yang cukup besar. Diharapkan ke
depan, rencana investasi yang masuk dapat
direalisasikan lebih besar seiring dengan makin
kondusifnya situasi politik dan juga rencana belanja fisik
Pemerintah Daerah dapat direalisasikan sepanjang
triwulan III 2019.
Peningkatan produktivitas LU pertanian yang
memiliki share terbesar terhadap PDRB Sulawesi
Tengah menjadi pendorong LU pertanian.
Produktivitas pertanian pascabencana dapat
diperkirakan menurun ternyata dapat ditutupi oleh
peningkatan produktivitas dari daerah yang tidak
terdampak oleh bencana. Selain itu, pergerakan harga
LU pertanian terutama harga kakao yang terus
mendorong peningkatan pada triwulan sebelumnya
diprakirakan akan tetap meningkat. Sedangkan harga
kelapa sawit diperkirakan masih akan tetap berada
pada level yang stabil di tengah produksi kelapa sawit
yang diperkirakan sedikit meningkat.
Optimisme dari LU industri pengolahan terutama
dari industri pengolahan nikel. Hal ini didorong oleh
masih tingginya produksi nikel pig iron (NPI) dan
stainless steel dari smelter di Kawasan Industri
Morowali. Selain itu, pembangunan pabrik lithium dan
penambahan produksi carbon steel juga diperkirakan
akan terus meningkatkan kapasitas industr i
pengolahan secara keseluruhan. Pertumbuhan dari
pengolahan LNG meskipun sudah mencapai kapasitas
maksimal diprakirakan masih akan tetap tumbuh positif
meskipun t idak sebesar tahun sebelumnya.
Penambahan dari industri pengolahan gas amonia
diperkirakan masih dapat meningkat seiring baru
beroperasinya pabrik ini sejak tahun 2018 dan memiliki
prospek yang bagus ke depan terutama untuk ekspor.
Tekanan in f la s i sepan jang tahun 2019
diprakirakan tidak setinggi tahun sebelumnya.
Setelah sebelumnya inflasi tahun 2018 mengalami
tekanan inflasi akibat bencana, pada tahun 2019
tekanan inflasi diperkirakan akan menurun sehingga
akan kembali mendorong perekonomian. Dengan
rendahnya tingkat inflasi hal ini dapat berakibat
semakin besarnya tingkat pendapatan yang dapat
dibelanjakan yang pada akhirnya akan mendorong
peningkatan konsumsi dan investasi dari rumah tangga
dan korporasi. Selain itu penurunan harga tiket
pesawat akan semakin membuat tekanan inflasi ke
depan dapat lebih terkendali.
b.
7.1.2 Weakness
a. Nilai tukar petani di LU pertanian masih di bawah
100, padahal hampir sebagian besar angkatan
kerja produktif Sulawesi Tengah bekerja di LU
tersebut. Nilai tukar petani masih rendah yakni di level
94,11 (April 2019). Angka tersebut masih di bawah
rata-rata NTP LU Pertanian di Sulawesi yang berada di
level 99,77. Nilai tukar petani yang masih rendah
dikhawatirkan dapat menjadi penahan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2019. Dengan
masih rendahnya NTP, dikhawatirkan peningkatan
konsumsi dari LU pertanian sebagai LU terbesar masih
akan terbatas pada triwulan III 2019.
P e r t u m b u h a n k re d i t m a s i h m e n g a l a m i
perlambatan. Kredit Sulawesi Tengah tumbuh 7,9%
(yoy) pada Maret 2019, melambat dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 11,56% (yoy).
b.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201960
Hal ini menandakan iklim investasi Sulawesi Tengah dari
sisi pembiayaan dalam negeri belum optimal.
Sedangkan pembiayaan konsumsi juga masih
mengalami kontraksi -0,09% (yoy).
Kondisi politik yang belum kondusif dapat
memperpanjang ketidakpastian terhadap
investor. Investor diperkirakan masih menunggu
kejelasan kondisi politik dalam negeri sehingga
memperlambat masuknya investasi baru di daerah
Sulawesi Tengah.
7.1.3 Opportunity
a. Dar i s i s i ne raca perdagangan , kond i s i
perdagangan Sulawesi Tengah masih terus
mengalami surplus. Kontribusi terbesar berasal dari
kawasan industri di Morowali dan Banggai dengan
negara Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan
menjadi pasar ekspor utama. Pertumbuhan ekonomi
Tiongkok yang diperkirakan melambat belum
memengaruhi pertumbuhan ekspor Sulawesi Tengah,
meskipun demikian pasar ekspor dari negara lain
diperkirakan dapat mengkompensasi prakiraan
penurunan Tiongkok sebagai menjadi pasar utama.
Opportunity lainnya adalah berasal harga
komoditas pertanian terutama kakao yang terus
mengalami peningkatan. Peningkatan harga kakao
terbukti mampu mendorong pertumbuhan LU
pertanian pada triwulan I 2019. Selanjutnya diharapkan
dengan semakin membaiknya harga komoditas
pertaninan diharapkan juga terjadi peningkatan
produktivitas dari LU pertanian. Skema peningkatan
produktivitas LU pertanian yang dicanangkan oleh
Pemerintah Daerah diharapkan berhasil direalisasikan
sehingga peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin. Peningkatan harga komoditas utama seperti
nikel dan CPO juga menjadi insentif untuk semakin
meningkatkan produktivitas dari LU terkait.
Perang dagang antara Tiongkok dan Amerika
Serikat dapat memberikan peluang ekspor baru
ke Tiongkok. Dengan meningkatkan ketegangan
antara Tiongkok dan Amerika Serikat, diharapakan
b.
b.
dapat memanfaatkan momen tersebut untuk
memenuhi kebutuhan Tiongkok yang sebelumnya
didapatkan dari Amerika Serikat.
Minat para investor terhadap penanaman modal
di Sulawesi Tengah pascabencana meningkat.
Dengan semakin kondusif kondisi perekonomian dan
peluang yang cukup besar pascabencana menarik para
investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi
Tengah. Dari data yang diterima oleh DPMPTSP tercatat
minat investasi mengalami peningkatan yang
signifikan.
7.1.4 Threat
a. Potensi perang dagang antara Tiongkok dan
Amerika semakin meningkat. Perang dagang terus
berlanjut dan meluas tidak hanya antara Tiongkok dan
AS, hal ini telah terbukti dengan menurunnya nilai
perdagangan internasional. Imbasnya perdagangan
Indonesia diperkirakan ke Tiongkok juga diperkirakan
juga terdampak. Terutama terhadap ekonomi Sulawesi
Tengah sangat bergantung dengan perkembangan
ekonomi Tiongkok yang merupakan negara tujuan
ekspor Sulawesi Tengah.
Harga LNG impor Jepang masih dalam tren yang
menurun. Ekspor LNG merupakan salah satu
komoditas unggulan Sulteng. Pangsa ekspor komoditas
ini mencapai 24,96%. Sebagian besar komoditas ini
diekspor ke Jepang. Oleh karena itu, apabila harga LNG
impor Jepang terus menurun, maka akan menjadi
disinsentif bagi korporasi pengolahan LNG.
b.
Analisis S.W.OT menjadi penting mengingat
perlunya justifikasi yang kuat dari hanya sekedar
penggunaan alat analisis ekonometrika. Meskipun
demikian, model proyeksi ekonometrika juga tetap
digunakan sebagai dasar penyusunan proyeksi
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan asumsi-
asumsi serta sentimen-sentimen tertentu. Namun,
professional judgement tetap menjadi penentu arah dan
besar laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.
c.
d.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 61
b.
c.
d.
e.
Realisasi PDRB sepanjang triwulan I 2019 cukup tinggi
dan diatas perkiraan, sehingga secara keseluruhan
dampak bencana terhadap perekonomian Sulawesi
Tengah terbatas. Industri pertambangan dan industri
manufaktur dapat tumbuh positif sebagai kompensasi
dari menurunnya kinerja LU terdampak bencana seperti
perdagangan, akomodasi makan dan minum serta real
estate. Ke depan, LU penopang tersebut diprakirakan
masih akan tumbuh sebagai sumber ekonomi Sulawesi
Tengah ditengah perbaikan LU lainnya.
Pada triwulan I 2019 total PMA yang masuk ke
Provinsi Sulawesi Tengah mencapai USD 223,5
juta. Jumlah ini cukup besar mengingat dari tahun
sebelumnya investasi PMA telah mengalami
pertumbuhan realisasi yang cukup besar. Diharapkan ke
depan, rencana investasi yang masuk dapat
direalisasikan lebih besar seiring dengan makin
kondusifnya situasi politik dan juga rencana belanja fisik
Pemerintah Daerah dapat direalisasikan sepanjang
triwulan III 2019.
Peningkatan produktivitas LU pertanian yang
memiliki share terbesar terhadap PDRB Sulawesi
Tengah menjadi pendorong LU pertanian.
Produktivitas pertanian pascabencana dapat
diperkirakan menurun ternyata dapat ditutupi oleh
peningkatan produktivitas dari daerah yang tidak
terdampak oleh bencana. Selain itu, pergerakan harga
LU pertanian terutama harga kakao yang terus
mendorong peningkatan pada triwulan sebelumnya
diprakirakan akan tetap meningkat. Sedangkan harga
kelapa sawit diperkirakan masih akan tetap berada
pada level yang stabil di tengah produksi kelapa sawit
yang diperkirakan sedikit meningkat.
Optimisme dari LU industri pengolahan terutama
dari industri pengolahan nikel. Hal ini didorong oleh
masih tingginya produksi nikel pig iron (NPI) dan
stainless steel dari smelter di Kawasan Industri
Morowali. Selain itu, pembangunan pabrik lithium dan
penambahan produksi carbon steel juga diperkirakan
akan terus meningkatkan kapasitas industr i
pengolahan secara keseluruhan. Pertumbuhan dari
pengolahan LNG meskipun sudah mencapai kapasitas
maksimal diprakirakan masih akan tetap tumbuh positif
meskipun t idak sebesar tahun sebelumnya.
Penambahan dari industri pengolahan gas amonia
diperkirakan masih dapat meningkat seiring baru
beroperasinya pabrik ini sejak tahun 2018 dan memiliki
prospek yang bagus ke depan terutama untuk ekspor.
Tekanan in f la s i sepan jang tahun 2019
diprakirakan tidak setinggi tahun sebelumnya.
Setelah sebelumnya inflasi tahun 2018 mengalami
tekanan inflasi akibat bencana, pada tahun 2019
tekanan inflasi diperkirakan akan menurun sehingga
akan kembali mendorong perekonomian. Dengan
rendahnya tingkat inflasi hal ini dapat berakibat
semakin besarnya tingkat pendapatan yang dapat
dibelanjakan yang pada akhirnya akan mendorong
peningkatan konsumsi dan investasi dari rumah tangga
dan korporasi. Selain itu penurunan harga tiket
pesawat akan semakin membuat tekanan inflasi ke
depan dapat lebih terkendali.
b.
7.1.2 Weakness
a. Nilai tukar petani di LU pertanian masih di bawah
100, padahal hampir sebagian besar angkatan
kerja produktif Sulawesi Tengah bekerja di LU
tersebut. Nilai tukar petani masih rendah yakni di level
94,11 (April 2019). Angka tersebut masih di bawah
rata-rata NTP LU Pertanian di Sulawesi yang berada di
level 99,77. Nilai tukar petani yang masih rendah
dikhawatirkan dapat menjadi penahan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2019. Dengan
masih rendahnya NTP, dikhawatirkan peningkatan
konsumsi dari LU pertanian sebagai LU terbesar masih
akan terbatas pada triwulan III 2019.
P e r t u m b u h a n k re d i t m a s i h m e n g a l a m i
perlambatan. Kredit Sulawesi Tengah tumbuh 7,9%
(yoy) pada Maret 2019, melambat dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 11,56% (yoy).
b.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201960
Hal ini menandakan iklim investasi Sulawesi Tengah dari
sisi pembiayaan dalam negeri belum optimal.
Sedangkan pembiayaan konsumsi juga masih
mengalami kontraksi -0,09% (yoy).
Kondisi politik yang belum kondusif dapat
memperpanjang ketidakpastian terhadap
investor. Investor diperkirakan masih menunggu
kejelasan kondisi politik dalam negeri sehingga
memperlambat masuknya investasi baru di daerah
Sulawesi Tengah.
7.1.3 Opportunity
a. Dar i s i s i ne raca perdagangan , kond i s i
perdagangan Sulawesi Tengah masih terus
mengalami surplus. Kontribusi terbesar berasal dari
kawasan industri di Morowali dan Banggai dengan
negara Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan
menjadi pasar ekspor utama. Pertumbuhan ekonomi
Tiongkok yang diperkirakan melambat belum
memengaruhi pertumbuhan ekspor Sulawesi Tengah,
meskipun demikian pasar ekspor dari negara lain
diperkirakan dapat mengkompensasi prakiraan
penurunan Tiongkok sebagai menjadi pasar utama.
Opportunity lainnya adalah berasal harga
komoditas pertanian terutama kakao yang terus
mengalami peningkatan. Peningkatan harga kakao
terbukti mampu mendorong pertumbuhan LU
pertanian pada triwulan I 2019. Selanjutnya diharapkan
dengan semakin membaiknya harga komoditas
pertaninan diharapkan juga terjadi peningkatan
produktivitas dari LU pertanian. Skema peningkatan
produktivitas LU pertanian yang dicanangkan oleh
Pemerintah Daerah diharapkan berhasil direalisasikan
sehingga peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin. Peningkatan harga komoditas utama seperti
nikel dan CPO juga menjadi insentif untuk semakin
meningkatkan produktivitas dari LU terkait.
Perang dagang antara Tiongkok dan Amerika
Serikat dapat memberikan peluang ekspor baru
ke Tiongkok. Dengan meningkatkan ketegangan
antara Tiongkok dan Amerika Serikat, diharapakan
b.
b.
dapat memanfaatkan momen tersebut untuk
memenuhi kebutuhan Tiongkok yang sebelumnya
didapatkan dari Amerika Serikat.
Minat para investor terhadap penanaman modal
di Sulawesi Tengah pascabencana meningkat.
Dengan semakin kondusif kondisi perekonomian dan
peluang yang cukup besar pascabencana menarik para
investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi
Tengah. Dari data yang diterima oleh DPMPTSP tercatat
minat investasi mengalami peningkatan yang
signifikan.
7.1.4 Threat
a. Potensi perang dagang antara Tiongkok dan
Amerika semakin meningkat. Perang dagang terus
berlanjut dan meluas tidak hanya antara Tiongkok dan
AS, hal ini telah terbukti dengan menurunnya nilai
perdagangan internasional. Imbasnya perdagangan
Indonesia diperkirakan ke Tiongkok juga diperkirakan
juga terdampak. Terutama terhadap ekonomi Sulawesi
Tengah sangat bergantung dengan perkembangan
ekonomi Tiongkok yang merupakan negara tujuan
ekspor Sulawesi Tengah.
Harga LNG impor Jepang masih dalam tren yang
menurun. Ekspor LNG merupakan salah satu
komoditas unggulan Sulteng. Pangsa ekspor komoditas
ini mencapai 24,96%. Sebagian besar komoditas ini
diekspor ke Jepang. Oleh karena itu, apabila harga LNG
impor Jepang terus menurun, maka akan menjadi
disinsentif bagi korporasi pengolahan LNG.
b.
Analisis S.W.OT menjadi penting mengingat
perlunya justifikasi yang kuat dari hanya sekedar
penggunaan alat analisis ekonometrika. Meskipun
demikian, model proyeksi ekonometrika juga tetap
digunakan sebagai dasar penyusunan proyeksi
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan asumsi-
asumsi serta sentimen-sentimen tertentu. Namun,
professional judgement tetap menjadi penentu arah dan
besar laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.
c.
d.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 61
7.2. PROSPEK INFLASI
Sementara itu, meskipun inflasi Sulawesi Tengah
pada triwulan III 2019 diprakirakan meningkat
namun tekanan inflasi secara bulanan semakin
menurun. Inflasi pada triwulan III diperkirakan berada
pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Tingkat inflasi tahunan ini
cukup tinggi karena adanya dampak base effect yang
cukup besar pascabencana. Namun jika diperhatikan
secara bulanan, tekanan inflasi sepanjang triwulan III 2019
menurun cukup jauh jika dibandingkan triwulan II 2019.
Pada triwulan II 2019 tekanan inflasi diprakirakan
meningkat akibat adanya hari besar keagamaan
sedangkan pada triwulan III 2019 diperkirakan tekanan
tersebut akan mereda sesuai dengan pola tahunannya.
Meskipun demikian tekanan inflasi dari sisi bahan
makanan masih tetap menjadi perhatian terutama dari
harga ikan segar. Disparitas harga ikan yang cukup
signifikan dengan provinsi lain masih berpotensi menjadi
penyebab kurangnya pasokan ikan di Sulawesi Tengah.
Pengaturan mengenai pasokan ini harus tetap menjadi
fokus utama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
Sulawesi Tengah di tengah masih terbatasnya kapal/perahu
nelayan yang beroperasi pascabencana. Sedangkan dari
sisi tanaman pangan, diperkirakan pasokan diperkirakan
terkendali seiring produktivitas daerah yang terdampak
bencana seperti Sigi dapat ditutupi oleh sentra produksi di
Kabupaten lainnya. Dari sisi komoditas transpor,
perkirakan tekanan harga tiket pesawat diperkirakan akan
terus mereda seiring telah turunnya batas atas pada
triwulan II 2019 dan turunnya permintaan pasca hari besar
dan masa liburan anak sekolah.
Grafik 7.2. Inflasi Tahunan 2018 & 2019 (yoy, %)
KAKAO KELAPA SAWIT (USD)
8
7
6
5
4
3
2
1
0
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH & BANK INDONESIA, DIOLAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3 4 5P 6P 7P 8P 9P 10P 11P 12P
2019
Namun demikian, masih terdapat potensi risiko
peningkatan inflasi. Dari sisi kelompok bahan makanan
risiko terbesar berasal dari ikan segar. Hasil tangkapan
nelayan masih belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Selain masih bergantung pada curah hujan,
jumlah kapal/perahu nelayan yang diperbaiki juga masih
terbatas sehingga banyak nelayan yang belum melaut. Hal
ini diperkirakan dapat membuat pasokan terbatas seiring
permintaan yang cenderung meningkat. Selain itu,
substitusi ikan air laut belum menemukan solusi yang
tepat ditengah keterbatasan suplai ikan air tawar dan
budaya mengkonsumsi ikan air tawar masih cukup rendah.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, inflasi
tahun 2019 di Sulawesi Tengah diharapkan masih
sesuai dengan target yakni 3,5%±1% (yoy). Dari sisi
inflasi inti, masih tingginya optimisme masyarakat
terhadap tingkat pendapatan mereka ke depan membuat
tekanan terhadap kelompok ini perlu diwaspadai.
Sementara i tu , pemer intah sebe lumnya te lah
mengeluarkan pernyataan bahwa sepanjang 2019 tidak
akan terjadi kenaikan tarif listrik, harga BBM dan harga LPG
3 kg. Dari sisi bahan makanan, tekanan inflasi diperkirakan
moderat, didukung kebijakan intensif pemerintah pusat
dan daerah dalam menjaga pasokan dan stabilitas harga
pangan. Kebijakan pemerintah ditempuh dengan menjaga
kecukupan stok pangan dan meningkatkan produktivitas
tanaman pangan di tengah kondisi cuaca yang tidak
menentu. Koordinasi antara Bank Indonesia dan
Pemerintah Daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) juga berperan penting dalam menjaga inflasi yang
disebabkan oleh kelompok bahan makanan.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201962
NERACA PERDAGANGAN SULAWESI TENGAH
Neraca perdagangan Indonesia pada April 2019
mengalami defisit US$ 2,5 miliar atau setara Rp 36
triliun. Angka ini merupakan yang terdalam
sepanjang sejarah neraca perdagangan Indonesia.
Merosotnya kinerja ekspor serta meningkatnya impor
membuat defisit neraca perdagangan kembali di atas
US$ 2 miliar dalam lima bulan terakhir. Melonjaknya
defisit neraca perdagangan migas nasional yang
hampir mencapai tiga kali lipat menjadi US$ 1,49
miliar serta terjadinya defisit neraca dagang nonmigas
senilai US$ 1 miliar menjadi pemicu terpuruknya
kinerja perdagangan Indonesia. Indonesia juga
sempat mencatat defisit perdagangan yang cukup
besar, yakni mencapai US$ 2,3 miliar pada Juli 2013
seiring naiknya harga minyak mentah yang membuat
impor migas melonjak 155% menjadi US$ 1,86 miliar.
BOKS 4
Demikian pula impor non migas melonjak tiga kali
lipat menjadi US$ 450 juta.
Hal yang terjadi pada Neraca Perdagangan Indonesia
tidak terjadi pada neraca perdagangan di Sulawesi
Tengah. Neraca Perdagangan Sulawesi Tengah justru
mencatat surplus dan bahkan terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Sebelum 2015,
neraca perdagangan Sulawesi Tengah mengalami
defisit hingga US$ 189 juta. Namun setelah itu neraca
perdagangan Sulteng terus mengalami surplus dan
terus mengalami peningkatan hingga mencapai US$
2,3 miliar pada 2018. Pada periode Januari - Maret
2019, surplus neraca perdagangan telah mencapai
US$ 606 juta atau meningkat 21,6% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini
menunjukkan kinerja perdagangan eksternal Sulteng
masih terus tumbuh. Sebagian besar ekspor Sulteng
merupakan ekspor nonmigas yaitu berupa besi baja
dan bahan bakar mineral yang mencapai 75% dari
total ekspor Sulteng (Jan-Mar 2019).
Upaya Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah untuk
terus mendorong peningkatan ekspor nonmigas
membuahkan hasil yang memuaskan. Strategi
P e m e r i n t a h D a e r a h y a n g m e n d o r o n g
Tabel Neraca Perdagangan Sulawesi Tengah 2014 - 2019
URAIAN
Total Perdagangan
Migas
Non Migas
Ekspor
Migas
Non Migas
Impor
Migas
Non Migas
Neraca Perdagangan
Migas
Non Migas
7,929,194,643.0
1,482,791,352.4
6,446,403,290.6
5,108,506,551.0
1,476,256,133.4
3,632,250,417.6
2,820,688,092.0
6,535,219.0
2,814,152,873.0
2,287,818,459.0
1,469,720,914.4
818,097,544.6
20182018
1,817,824,653.7
345,154,175.3
1,472,670,478.4
1,158,119,805.7
343,397,000.3
814,722,805.4
659,704,848.0
1,757,175.0
657,947,673.0
498,414,957.7
341,639,825.3
156,775,132.4
JAN-MAR
2019
2,197,949,950.1
350,586,889.0
1,847,363,061.1
1,401,990,000.1
349,941,889.0
1,052,048,111.1
795,959,950.0
645,000.0
795,314,950.0
606,030,050.1
349,296,889.0
256,733,161.1
4,324,785,484.0
1,104,450,223.9
3,220,335,260.1
3,030,044,599.0
1,098,752,607.9
1,931,291,991.1
1,294,740,885.0
5,697,616.0
1,289,043,269.0
1,735,303,714.0
1,093,054,991.9
642,248,722.1
2017
2,702,936,508.5
745,218,484.4
1,957,718,024.1
1,565,089,303.5
741,890,502.4
823,198,801.1
1,137,847,205.0
3,327,982.0
1,134,519,223.0
427,242,098.5
738,562,520.4
(311,320,421.9)
2016PERTUMBUHAN (%)
19/18
20,91
1,57
25,44
21,06
1,91
29,13
20,65
-63,29
20,88
21,59
2,24
63,76
Sumber : BPS
(Nilai : US$)
Grafik Surplus Defisit Neraca Perdagangan 2010 - 2018
4 MILIAR
3 MILIAR
2 MILIAR
1 MILIAR
0
-1 MILIAR
-2 MILIAR
-3 MILIAR
JAN 2010 JAN 2012 JAN 2014 JAN 2016 JAN 2018
US$
Sumber : BPS
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 63
7.2. PROSPEK INFLASI
Sementara itu, meskipun inflasi Sulawesi Tengah
pada triwulan III 2019 diprakirakan meningkat
namun tekanan inflasi secara bulanan semakin
menurun. Inflasi pada triwulan III diperkirakan berada
pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Tingkat inflasi tahunan ini
cukup tinggi karena adanya dampak base effect yang
cukup besar pascabencana. Namun jika diperhatikan
secara bulanan, tekanan inflasi sepanjang triwulan III 2019
menurun cukup jauh jika dibandingkan triwulan II 2019.
Pada triwulan II 2019 tekanan inflasi diprakirakan
meningkat akibat adanya hari besar keagamaan
sedangkan pada triwulan III 2019 diperkirakan tekanan
tersebut akan mereda sesuai dengan pola tahunannya.
Meskipun demikian tekanan inflasi dari sisi bahan
makanan masih tetap menjadi perhatian terutama dari
harga ikan segar. Disparitas harga ikan yang cukup
signifikan dengan provinsi lain masih berpotensi menjadi
penyebab kurangnya pasokan ikan di Sulawesi Tengah.
Pengaturan mengenai pasokan ini harus tetap menjadi
fokus utama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
Sulawesi Tengah di tengah masih terbatasnya kapal/perahu
nelayan yang beroperasi pascabencana. Sedangkan dari
sisi tanaman pangan, diperkirakan pasokan diperkirakan
terkendali seiring produktivitas daerah yang terdampak
bencana seperti Sigi dapat ditutupi oleh sentra produksi di
Kabupaten lainnya. Dari sisi komoditas transpor,
perkirakan tekanan harga tiket pesawat diperkirakan akan
terus mereda seiring telah turunnya batas atas pada
triwulan II 2019 dan turunnya permintaan pasca hari besar
dan masa liburan anak sekolah.
Grafik 7.2. Inflasi Tahunan 2018 & 2019 (yoy, %)
KAKAO KELAPA SAWIT (USD)
8
7
6
5
4
3
2
1
0
SUMBER : BPS PROV. SULAWESI TENGAH & BANK INDONESIA, DIOLAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
1 2 3 4 5P 6P 7P 8P 9P 10P 11P 12P
2019
Namun demikian, masih terdapat potensi risiko
peningkatan inflasi. Dari sisi kelompok bahan makanan
risiko terbesar berasal dari ikan segar. Hasil tangkapan
nelayan masih belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Selain masih bergantung pada curah hujan,
jumlah kapal/perahu nelayan yang diperbaiki juga masih
terbatas sehingga banyak nelayan yang belum melaut. Hal
ini diperkirakan dapat membuat pasokan terbatas seiring
permintaan yang cenderung meningkat. Selain itu,
substitusi ikan air laut belum menemukan solusi yang
tepat ditengah keterbatasan suplai ikan air tawar dan
budaya mengkonsumsi ikan air tawar masih cukup rendah.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, inflasi
tahun 2019 di Sulawesi Tengah diharapkan masih
sesuai dengan target yakni 3,5%±1% (yoy). Dari sisi
inflasi inti, masih tingginya optimisme masyarakat
terhadap tingkat pendapatan mereka ke depan membuat
tekanan terhadap kelompok ini perlu diwaspadai.
Sementara i tu , pemer intah sebe lumnya te lah
mengeluarkan pernyataan bahwa sepanjang 2019 tidak
akan terjadi kenaikan tarif listrik, harga BBM dan harga LPG
3 kg. Dari sisi bahan makanan, tekanan inflasi diperkirakan
moderat, didukung kebijakan intensif pemerintah pusat
dan daerah dalam menjaga pasokan dan stabilitas harga
pangan. Kebijakan pemerintah ditempuh dengan menjaga
kecukupan stok pangan dan meningkatkan produktivitas
tanaman pangan di tengah kondisi cuaca yang tidak
menentu. Koordinasi antara Bank Indonesia dan
Pemerintah Daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) juga berperan penting dalam menjaga inflasi yang
disebabkan oleh kelompok bahan makanan.
KA
NTO
R P
ER
WA
KIL
AN
BA
NK
IND
ON
ES
IAP
RO
VIN
SI
SU
LA
WE
SI T
EN
GA
H
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201962
NERACA PERDAGANGAN SULAWESI TENGAH
Neraca perdagangan Indonesia pada April 2019
mengalami defisit US$ 2,5 miliar atau setara Rp 36
triliun. Angka ini merupakan yang terdalam
sepanjang sejarah neraca perdagangan Indonesia.
Merosotnya kinerja ekspor serta meningkatnya impor
membuat defisit neraca perdagangan kembali di atas
US$ 2 miliar dalam lima bulan terakhir. Melonjaknya
defisit neraca perdagangan migas nasional yang
hampir mencapai tiga kali lipat menjadi US$ 1,49
miliar serta terjadinya defisit neraca dagang nonmigas
senilai US$ 1 miliar menjadi pemicu terpuruknya
kinerja perdagangan Indonesia. Indonesia juga
sempat mencatat defisit perdagangan yang cukup
besar, yakni mencapai US$ 2,3 miliar pada Juli 2013
seiring naiknya harga minyak mentah yang membuat
impor migas melonjak 155% menjadi US$ 1,86 miliar.
BOKS 4
Demikian pula impor non migas melonjak tiga kali
lipat menjadi US$ 450 juta.
Hal yang terjadi pada Neraca Perdagangan Indonesia
tidak terjadi pada neraca perdagangan di Sulawesi
Tengah. Neraca Perdagangan Sulawesi Tengah justru
mencatat surplus dan bahkan terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Sebelum 2015,
neraca perdagangan Sulawesi Tengah mengalami
defisit hingga US$ 189 juta. Namun setelah itu neraca
perdagangan Sulteng terus mengalami surplus dan
terus mengalami peningkatan hingga mencapai US$
2,3 miliar pada 2018. Pada periode Januari - Maret
2019, surplus neraca perdagangan telah mencapai
US$ 606 juta atau meningkat 21,6% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini
menunjukkan kinerja perdagangan eksternal Sulteng
masih terus tumbuh. Sebagian besar ekspor Sulteng
merupakan ekspor nonmigas yaitu berupa besi baja
dan bahan bakar mineral yang mencapai 75% dari
total ekspor Sulteng (Jan-Mar 2019).
Upaya Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah untuk
terus mendorong peningkatan ekspor nonmigas
membuahkan hasil yang memuaskan. Strategi
P e m e r i n t a h D a e r a h y a n g m e n d o r o n g
Tabel Neraca Perdagangan Sulawesi Tengah 2014 - 2019
URAIAN
Total Perdagangan
Migas
Non Migas
Ekspor
Migas
Non Migas
Impor
Migas
Non Migas
Neraca Perdagangan
Migas
Non Migas
7,929,194,643.0
1,482,791,352.4
6,446,403,290.6
5,108,506,551.0
1,476,256,133.4
3,632,250,417.6
2,820,688,092.0
6,535,219.0
2,814,152,873.0
2,287,818,459.0
1,469,720,914.4
818,097,544.6
20182018
1,817,824,653.7
345,154,175.3
1,472,670,478.4
1,158,119,805.7
343,397,000.3
814,722,805.4
659,704,848.0
1,757,175.0
657,947,673.0
498,414,957.7
341,639,825.3
156,775,132.4
JAN-MAR
2019
2,197,949,950.1
350,586,889.0
1,847,363,061.1
1,401,990,000.1
349,941,889.0
1,052,048,111.1
795,959,950.0
645,000.0
795,314,950.0
606,030,050.1
349,296,889.0
256,733,161.1
4,324,785,484.0
1,104,450,223.9
3,220,335,260.1
3,030,044,599.0
1,098,752,607.9
1,931,291,991.1
1,294,740,885.0
5,697,616.0
1,289,043,269.0
1,735,303,714.0
1,093,054,991.9
642,248,722.1
2017
2,702,936,508.5
745,218,484.4
1,957,718,024.1
1,565,089,303.5
741,890,502.4
823,198,801.1
1,137,847,205.0
3,327,982.0
1,134,519,223.0
427,242,098.5
738,562,520.4
(311,320,421.9)
2016PERTUMBUHAN (%)
19/18
20,91
1,57
25,44
21,06
1,91
29,13
20,65
-63,29
20,88
21,59
2,24
63,76
Sumber : BPS
(Nilai : US$)
Grafik Surplus Defisit Neraca Perdagangan 2010 - 2018
4 MILIAR
3 MILIAR
2 MILIAR
1 MILIAR
0
-1 MILIAR
-2 MILIAR
-3 MILIAR
JAN 2010 JAN 2012 JAN 2014 JAN 2016 JAN 2018
US$
Sumber : BPS
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 63
BOKS 4
diadopsi. Implementasi sistem perizinan terintegrasi
berbasis daring (online single submission/OSS) di
tingkat daerah juga perlu diperluas. OSS sejauh ini
belum berhasil memadukan perizinan di tingkat
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Sehingga pemerintah daerah perlu mengevaluasi
transparansi sistem perizinan setempat. Biaya
tambahan akibat pungutan liar dan biaya tak terduga
dapat teratasi sehingga meningkatkan daya saing
produk ekspor. Pemerintah pusat melalui Menteri
Koordinator Perekonomian, arah kebijakan ekonomi
tahun ini difokuskan untuk memperbaiki sisi
permintaan. Selain tetap membangun infrastruktur,
pemerintah juga meningkatkan daya saing sumber
daya manusia dan kemudahan berusaha. Kemudahan
berusaha secara bertahap diperbaiki dengan
penyederhanaan perizinan. Implementasi OSS akan
dioptimalkan, antara lain dengan menambah rencana
detail tata ruang (RDTR) dari 52 daerah menjadi 109
daerah.
pengembangkan industri hulu ke hilir yang
berorientasi ekspor serta berbasis bahan baku yang
dihasilkan daerah tersebut berhasil. Kedua daerah di
Sulteng yang kaya akan sumber daya saat ini telah
memiliki industri yang lengkap mulai dari penyedia
bahan baku, infrastruktur utama dan pendukung
mulai dari pelabuhan hingga pembangkit listrik.
Upaya industrialisasi dan hilirisasi daerah Morowali
dan Banggai yang kaya akan sumber daya alam
merupakan cerita sukses dari daerah yang
sebelumnya hanya mengandalkan bahan alam
mentah. Pertumbuhan ekonomi Sulteng sejak
dibangunnya industri tersebut selalu jauh diatas rata-
rata pertumbuhan nasional. Ke depan, Pemerintah
Daerah terus membentuk sistem pendukung yang
mampu menciptakan eksportir baru dan diversifikasi
produk ekspor baru serta meningkatkan kinerja
ekspor yang sudah berjalan.
Sesungguhnya masih terdapat potensi industri baru
dari bahan baku yang tersedia di Sulteng. Yang
terbaru adalah pengembangan pengolahan gas
amonian yang memasuki tahun kedua operasional
serta pembangunan industri baterai lithium yang
menggunakan bahan baku nikel. Dari penambahan
pabrik baru tersebut diharapkan kinerja neraca
perdangan Sulteng tahun-tahun berikutnya dapat
terus tumbuh dan memiliki kontribusi yang
meningkat terhadap perekonomian nasional. Saat ini
ekspor Sulteng hanya memiliki kontribusi 1,81%
terhadap ekspor nasional.
Selanjutnya peran Pemerintah Daerah dalam
mendorong ekspor, antara lain dalam menerbitkan
Kebijakan pengembangan produk ekspor perlu
ditingkatkan. Peningkatan strategi hilirisasi juga mesti
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201964
BOKS 4
diadopsi. Implementasi sistem perizinan terintegrasi
berbasis daring (online single submission/OSS) di
tingkat daerah juga perlu diperluas. OSS sejauh ini
belum berhasil memadukan perizinan di tingkat
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Sehingga pemerintah daerah perlu mengevaluasi
transparansi sistem perizinan setempat. Biaya
tambahan akibat pungutan liar dan biaya tak terduga
dapat teratasi sehingga meningkatkan daya saing
produk ekspor. Pemerintah pusat melalui Menteri
Koordinator Perekonomian, arah kebijakan ekonomi
tahun ini difokuskan untuk memperbaiki sisi
permintaan. Selain tetap membangun infrastruktur,
pemerintah juga meningkatkan daya saing sumber
daya manusia dan kemudahan berusaha. Kemudahan
berusaha secara bertahap diperbaiki dengan
penyederhanaan perizinan. Implementasi OSS akan
dioptimalkan, antara lain dengan menambah rencana
detail tata ruang (RDTR) dari 52 daerah menjadi 109
daerah.
pengembangkan industri hulu ke hilir yang
berorientasi ekspor serta berbasis bahan baku yang
dihasilkan daerah tersebut berhasil. Kedua daerah di
Sulteng yang kaya akan sumber daya saat ini telah
memiliki industri yang lengkap mulai dari penyedia
bahan baku, infrastruktur utama dan pendukung
mulai dari pelabuhan hingga pembangkit listrik.
Upaya industrialisasi dan hilirisasi daerah Morowali
dan Banggai yang kaya akan sumber daya alam
merupakan cerita sukses dari daerah yang
sebelumnya hanya mengandalkan bahan alam
mentah. Pertumbuhan ekonomi Sulteng sejak
dibangunnya industri tersebut selalu jauh diatas rata-
rata pertumbuhan nasional. Ke depan, Pemerintah
Daerah terus membentuk sistem pendukung yang
mampu menciptakan eksportir baru dan diversifikasi
produk ekspor baru serta meningkatkan kinerja
ekspor yang sudah berjalan.
Sesungguhnya masih terdapat potensi industri baru
dari bahan baku yang tersedia di Sulteng. Yang
terbaru adalah pengembangan pengolahan gas
amonian yang memasuki tahun kedua operasional
serta pembangunan industri baterai lithium yang
menggunakan bahan baku nikel. Dari penambahan
pabrik baru tersebut diharapkan kinerja neraca
perdangan Sulteng tahun-tahun berikutnya dapat
terus tumbuh dan memiliki kontribusi yang
meningkat terhadap perekonomian nasional. Saat ini
ekspor Sulteng hanya memiliki kontribusi 1,81%
terhadap ekspor nasional.
Selanjutnya peran Pemerintah Daerah dalam
mendorong ekspor, antara lain dalam menerbitkan
Kebijakan pengembangan produk ekspor perlu
ditingkatkan. Peningkatan strategi hilirisasi juga mesti
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201964
LAMPIRAN
Atas Dasar Harga Berlaku, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun pada suatu daerah.
Atas Dasar Harga Konstan, menggambarkan perkembangan produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu daerah.
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014 menggunakan Tahun Dasar 2012 = 100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
ADHB
ADHK
Administered price
Andil inflasi
APBD
Bobot inflasi
Dana Perimbangan
Faktor Fundamental
Faktor Non Fundamental
Imported inflation
Indeks EkspektasiKonsumen
Indeks HargaKonsumen (IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201966
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini memiliki skala 1–100.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan tahun 2010 sebagai Tahun Dasar.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” danmengabaikan jawaban “sama”.
Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks KeyakinanKonsumen (IKK)
Investasi
Inflasi inti
Liaison
Migas
Mtm
Omzet
PDRB
Pendapatan AsliDaerah (PAD)
Perceived risk
Qtq
Saldo Bersih
SBT
Lapangan usahaekonomi dominan
Volatile food
West Texas Intermediate
Yoy
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 67
LAMPIRAN
Atas Dasar Harga Berlaku, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun pada suatu daerah.
Atas Dasar Harga Konstan, menggambarkan perkembangan produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu daerah.
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014 menggunakan Tahun Dasar 2012 = 100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
ADHB
ADHK
Administered price
Andil inflasi
APBD
Bobot inflasi
Dana Perimbangan
Faktor Fundamental
Faktor Non Fundamental
Imported inflation
Indeks EkspektasiKonsumen
Indeks HargaKonsumen (IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 201966
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini memiliki skala 1–100.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan tahun 2010 sebagai Tahun Dasar.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” danmengabaikan jawaban “sama”.
Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks KeyakinanKonsumen (IKK)
Investasi
Inflasi inti
Liaison
Migas
Mtm
Omzet
PDRB
Pendapatan AsliDaerah (PAD)
Perceived risk
Qtq
Saldo Bersih
SBT
Lapangan usahaekonomi dominan
Volatile food
West Texas Intermediate
Yoy
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH - MEI 2019 67