laporan pendahuluan sindrome down
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN SYNDROME DOWN
DI RUANG POLI TUMBUH KEMBANG RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Ajar Keperawatan Anak
Disusun oleh :
Indah rosita 22020113210001
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak dipandang sebagai proses dinamik
yang berlanjut dimulai pada saat konsepsi. Anak akan tumbuh besar dengan berbagai
faktor pemicu dan pendukung, faktor tersebut dapat mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan anak, mendefinisikan pertumbuhan merupakan hal yang sulit, namun
definisi yang dianggap paling sesuai adalah suatu peningkatan dalam berat atau ukuran
dari seluruh atau sebagian organism , sementara perkembangan adalah peningkatan
kemahiran dalam penggunaan tubuh (Wong, 2008).
Tujuan ilmu tumbuh kembang adalah mempelajari berbagai hal yang
berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan tumbuh
kembang anak, baik fisik, mental dan sosial. Perkembangan anak tidak selamanya
normal tanpa ada permasalahan, terjadinya keterlambatan tumbuh kembang bisa terjadi
pada anak, keterlambatan perkembangan seperti down sindrom akan berpengaruh besar
pada fisik dan psikososial anak saat dewasa (Wong, 2008).
Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom.
Baik perkembangan fisik maupun mental. Sindrom Down merupakan salah satu
kelainan genetik yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi kejadian bayi lahir
dengan sindrom Down adalah 1 dari 800 kelahiran. Berdasarkan penelitian awal yang
dilakukan, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 400,000 orang menderita sindrom
Down, dengan jumlah kelahiran bayi yang mendapat sindroma tersebut mencapai 3,400
bayi dalam setahun (Chandrasoma, 2005)
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom yang nantinya akan
menimbulkan berbagai kelainan ketika lahir. Individu dengan sindrom Down biasanya
akan mengalami keterbatasan dari segi kognitif, wajah dismorfik yang berbeda apabila
dibandingkan dengan orang normal, kelainan jantung dan masalah - masalah kesehatan
yang lain (Tolmie JL, 2006). Keparahan kondisi yang diderita penderita sindrom Down
adalah berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Walau demikian,
dengan adanya tehnik skrining yang ada sekarang, usia penderita sindrom Down dapat
mencapai 60 tahun (National Down Syndrome Society, 2009).
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut perihal pertumbuhan dan perkembangan
pada anak dengan syndrome down
B. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengelola, melakukan deteksi dini dan memberikan asuhan
keperawatan pada gangguan perkembangan down syndrome anak usia todler.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan mahasiswa mampu mampu:
a. Menjelaskan pengertian anak dengan syndrome down.
b. Menjelaskan patofisiologi anak dengan syndrome down.
c. Menjelaskan pathways anak dengan syndrome down.
d. Menjelaskan manifestasi klinis anak dengan syndrome down.
e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang anak dengan syndrome down.
f. Melakukan pengkajian keperawatan anak dengan syndrome down.
g. Melakukan pengelolaan dan deteksi dini anak dengan syndrome down.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi,
karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom.
Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua
saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan
mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta
gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Wong, 2008).
Terdapat tiga-tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan
mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan
mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom
Down adalah dari tipe ini (Chandrasoma, 2005).
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan
berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang
menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita
sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Chandrasoma, 2005).
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang
mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan
biasanya kondisi si penderita lebih ringan.
B. PATOFISIOLOGI
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan
secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan
morbiditas prenatal dan postnatal. Anak - anak yang terkena biasanya mengalami
keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi
yang lambat. (Wong, 2008)
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan
fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada
ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular
menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggung jawab
menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara
gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2,
adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi
mental dan defek jantung (Amit K, 2008).
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan
malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem
imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk
hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.
Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap
proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain
yang abnormal. Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita
leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik
menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi
terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada
penderita Sindrom Down (Tolmie JL, 2006). Anak – anak yang menderita sindrom
Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder
dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita
sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic
transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak dengan sindrom
Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang
berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti (Ryan, 2003).
C. PATHWAYS
Hormon↓
Perkembangan janin↓
Kelainan kromosomm
Bumil usia >35 th
(Hull, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi
mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang
khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah
adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak. Penderita sangat
mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala
yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala
mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang
mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit
dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (Semium, 2006).
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk
ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun
kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada
Kepandaian ↓
Sindrom down
Menumpuknya krusta sekresi
Kelainan fisik
Hidung Datar
Lidah pendek dan besar
Aspirasi↓
kelopak berlipat dan mata sipit
Gangguan penglihatan
Obstruksi jalan nafas
Interaksi sosial ↓
Kesulitan menelan
Nutrisi ↓
sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart
Disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal
dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah
mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah.
Manifestasi klinik dari down syndrome yang lainya adalah seperti:
1. Defek jantung (mis. Defek septum atrium atau ventrikel, tetralogi fallot)-40%
pasien.
2. Malformasi gastrointestinal (mis. Stenosis pilorik, atresia duodenal, fistula
trakeosofagus)-12%.
3. Hipotiroidisme – 10% sampai 20 % pasien.
4. Defek visual – kesalahan refraktif (70%), strabismus (50 %) nistagmus (35%),
katarak (3%).
5. Defek pendengaran (60%-90% pasien) – penurunan pendengaran konduktif ringan
sampai sedang,infeksi telingah tengah kronid, pembesaran adenoid, apnea tidur.
6. Hipotonia bayi.
7. Atlanto- oksipital dan subluksasio atlanto – aksial (dislokasi medulla spinalis atas
yang disebabkan oleh kelemahan sendi) – 15% pasien.
8. Abnormalitas cara berjalan – 15% pasien.
9. Tubuh pendek 100% pasien.
10. Kegemukan – 50% pasien.
11. Maloklusi – 60% sampai 100% pasien.
12. Retardasi mental (ringan sampai sedang)- 100% pasien.
(Schwartz,. 2004)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom down,
ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX
atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina
dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi
kelainan pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom
14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%,
sedangkan translokasi kromosom 5-15%)
3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat
menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin
terdapat ASD atau VSD.
6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah
Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat.
7. Penentuan aspek keturunan
8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan
minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas
9. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput.
(Hull, 2008)
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian (McCloskey C, 2000)
1. Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma
2. Pengkajian fisik
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada
waktu sakit.
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala sindrome down
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol anak
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang
badan, usia)
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori:
Penglihatan: air mata ada/ tidak, cekung/ normal
Pengecapan: rasa haus meningkat/ tidak, lidah lembab/ kering
b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung
d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/ tak teraba,
kapilary refill lambat, akral hangat/ dingin, sianosis perifer
e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab/ kering
Perut : turgor ?, kembung/ meteorismus, distensi
Informasi tentang tinja: warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
f) Sistem integumen : kulit kering/ lembab
g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/ anuria
3) Karakteristik fisik ( paling sering dilihat)
a) Tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar
b) Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebraserong (mata
miring keatas, ke luar)
c) Hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah (hidung sadel)
d) Lidah menjulur kadang berfisura
e) Mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak besar)
f) Palatum berlengkung tinggi
g) Leher pendek tebal
h) Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilikus)
i) Sendi hiperfleksibel dan lemas
j) Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan)
k) Tangan dan kaki lebar, pendek dan tumpul
4) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah
c) Pola eleminasi
d) Pola aktifitas dan latihan
e) Pola tidur dan istirahat
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi infeksi b/d hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi
pernapasan
Tujuan: pasien tidak menunjukkan bukti infeksi pernafasan
Intervensi:
a) Ajarkan keluarga tentang teknik mencuci tangan yang baik.
Untuk meminimalkan pemajanan pada organism infektif
b) Tekankan pentingya mengganti posisi anak dengan sering, terutama penggunaan
postur duduk.
Untuk mencegah penumpukan sekresi dan memudahkan ekspansi paru
c) Dorong penggunaan vaporizer uap dingin
Untuk mencegah krusta sekresi dan mengeringnya membrane mukosa
d) Ajarkan pada keluarga penghisapan hidung dengan spuit tipe-bulb
Karena tulang hidung anak tidak berkembang menyebabkan masalah kronis
ketidakadekuatan drainase mucus
e) Dorong kepatuhan terhadap imunisasiyang dianjurkan
Untuk mencegah infeksi.
f) Tekankan pentingnya menyelesaikan program antibiotic bila diinstruksikan
Untuk keberhasilan penghilangan infeksi dan mencegah pertumbuhan organism
resisten.
2. Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi.
Tujuan: kesulitan pemberian makan pada masa bayi menjadi minimal
Intervensi:
a) Hisap hidung setiap kali sebelum pemberian makan, bila perlu
Untuk menghilangkan mukus
b) Jadwalkan pemberian makan sedikit tapi sering: biarkan anak untuk beristirahat
selama pemberian makan
Karena menghisap dan makan sulit dilakukan dengan pernapasan mulut
c) Berikan makanan padat dengan mendorongnya ke mulut bagian belakang dan
samping
Karena refleks menelan pada anak dengan sindrom down kurang baik
d) Hitung kebutuhan kalori untuk memenuhi energy berdasarkan tinggi dan berat
badan
Memberikan kalori kepada anak sesuai dengan kebutuhan
e) Pantau tinggi dan BB dengan interval yang teratur
Untuk mengealuasi asupan nutrisi
f) Rujuk ke spesialis untuk menentukan masalah makananyang spesifik
Mengetahui diit yang tepat
3. Risiko tinggi cedera b/d hiperekstensibilitas sendi, instabilitas atlantoaksial
Tujuan: mengurangi risiko terjadinya cedera pada pasien dengan sindrom down
Intervensi:
a) Anjurkan aktivitas bermain dan olahraga yang sesuai dengan maturasi fisik
anak, ukuran, koordinasi dan ketahanan
Untuk menhindari cedera
b) Anjurkan anak untuk dapat berpartisipasi dalam olahraga yang dapat melibatkan
tekanan pada kepala dan leher
Menjauhkan anak dari factor resiko cedera
c) Ajari keluarga dan pemberi perawatan lain (mis: guru, pelatih) gejala instabilitas
atlatoaksial
Memberikan perawatan yang tepat
d) Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda kompresi medulla spinalis (nyeri
leher menetap, hilangnya ketrampilanmotorik stabil dan control kandung
kemih/usus, perubahan sensasi)
Untuk mencegah keterlambatan pengobatan
4. Kurangnya interaksi sosial anak b/d keterbatasan fisik dan mental yang mereka
miliki.
Tujuan: kebutuhan akan sosialisasi terpenuhi
Intervensi:
a) Motivasi orang tua agar memberi kesempatan anak untuk bermain dengan
teman sebaya agar anak mudah bersosialisasi
Pertukem anak tidak semaikin terhambat
b) Beri keleluasaan / kebebasan pada anak untuk berekspresi
Kemampuan berekspresi diharapkan dapat menggali potensi anak
5. Defisit pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrom down.
Tujuan: orang tua/keluarga mengerti tentang perawatan pada anaknya
Intervensi:
a) Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkungan yang memadai pada
anak
lingkungan yang memadai mendukung anak untuk berkembang
b) Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan halus
serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
Kemampuan berbahasa pada anak akan terlatih
c) Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas
sehari-hari.
Aktivitas sehari-hari akan membantu pertukem anak
(McCloskey C, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Chandrasoma, P., Taylor, C. R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.
Hull, david & Johnston, derek. Alih bahasa: Hartono. 2008. Dasar-dasar pediatrik edisi III. Jakarta: EGC
Amit K. Ghosh, MD. 2008. Mayo Clinic Internal Medicine Review.
Muttaqin,Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika
McCloskey C, Joanne & Bulechekc M, Gloria (ed). 2000. Nursing intervention classification. America: IOWA INTEVENTION PROJECT
National Down Syndrome Society. Information Topics. Accessed 4/20/09 American Academy of Pediatrics Committee on Genetics. Health Supervision for Children with Down Syndrome. Pediatrics, volume 107, number 2, February 2009, pages 442-449 (reaffirmed 9/1/07)
Ryan EA. 2003. Hormones and insulin resistance during pregnancy. The Lancet. 362:1777-1778.
Schwartz, william. Alih bahasa: brahm U. Et al. 2004. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC
Semium, yustinus. 2006. Kesehatan mental. Jogjakarta: KANISIUS
Tolmie JL.2006. Down syndrome and other autosomal trisomies. In: Emery and Rimoin's Principles and Practice of Medical Genetics, 5th. ed. Rimoin DL et al (editors). Churchill Livingstone.
Wong, dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC