laporan patum virus cabai

31
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PATOGEN TUMBUHAN ISOLASI VIRUS GEMINI PADA TANAMAN CABAI ISOLATION GEMINI VIRUS OF PAPPER GESTA KURNIAWAN SAPUTRA 05121407024

Upload: ray-agen-sx

Post on 17-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Laporan PATUM Virus Cabai

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PATUM Virus Cabai

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PATOGEN TUMBUHAN

ISOLASI VIRUS GEMINI PADA TANAMAN CABAIISOLATION GEMINI VIRUS OF PAPPER

GESTA KURNIAWAN SAPUTRA05121407024

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA2014

Page 2: Laporan PATUM Virus Cabai

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura

yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabe merupakan tanaman

perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe

berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara‐ negara

benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabe yang

ditemukan oleh Colombus memang merupakan tanaman asli Amerika Selatan.

Dari sinilah tanaman ini menyebar luas ke berbagai penjuru dunia (Setiadi, 2008).

Tanaman cabe banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya,

diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya.

Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe

Besar (C. annum), Cabe Rawit (C. frustescens), Cabe Hijau (C. annuum var.

annuum) dan Paprika (Setiadi, 2008).

Cabe cukup banyak ditanam oleh petani di Indonesia dari dataran rendah

hingga dataran tinggi (0 - 1.200 m dpl). Tanaman cabe dapat ditanam diberbagai

tipe lahan yaitu lahan sawah dan tegalan (kering). Produktivitas yang dapat

dicapai dengan menggunakan teknologi budidaya yang sempurna adalah 10,8

ton/ha. Cabe digunakan untuk keperluan rumah tangga dan bahan baku industri

obat-obatan. Kandungan vitamin C pada buah cabe cukup tinggi. Hal ini

merupakan suatu indikator bahwa cabe dapat dikategorikan sebagai komoditas

komersial dan potensial untuk dikembangkan (Hendrawanto,2007).

Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai

nasional sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari

16.000 ton per tahun (DBPH, 2009). Rataan produksi cabai nasional baru

mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10

ton/ha. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan patogen virus pada cabai

masih merupakan penyebab utama kegagalan panen, maka usaha untuk mengatasi

Universitas Sriwijaya1

Page 3: Laporan PATUM Virus Cabai

3

penyakit cabai akibat virus sangat perlu mendapat perhatian (Suryaningsih dkk.,

1996).

Cabai diproduksi secara luas di sumatera selatan untuk memenuhi

kebutuhan lokal dan nasional. Kultivar cabai yang banyak ditanam di Sumatera

selatan adalah cabai besar (Capsicum annum L) dan cabai rawit (Capsicum

frutescens L). Sebagian besarcabai di produksi pada lahan tanpa irigasi sehingga

menyebabkan penurunan produksi selama musim kemarau mencapai 50%, selain

akibat penanaman tanpa irigasi penurunan produksi lebih besar disebabkan oleh

serangan penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus.

Tanaman cabai yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik dan kuning.

Penyakit kuning pada cabai berasosiasi dengan Pepper leaf curl geminivirus

(PepLCV), sedangkan penyakit mosaik dapat terjadi karena asosiasi lebih dari

satu jenis virus. DiIndonesia jenis virus penting yang menyerang tanaman cabai

meliputi Cucumber mosaic virus (CMV), Chili veinal mottle virus (ChiVMV),

Tobacco mosaic virus (TMV), dan Gemini virus (Duriat,1996)

Menurut Duriat dan Gunaini (2003), para pakar virologi seperti Neinhaus

(1981) dan Kalloo (1994) telah mencatat antara 13 – 35 jenis virus yang

menyerang tanaman cabai di daerah tropis dan sub tropis. Prevalensi penyakit

virus dari waktu-kewaktu terjadi perubahan seperti hasil deteksi virus cabai yang

dilakukan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang antara 1986-

1995. Hasil survei tahun 1986 dan 1990 dilaporkan urutan tiga virus utama yaitu

CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y) dan TEV (Tobacco Etch

Virus). Pada tahun 1992 dan 1995 urutan berubah menjadi CMV, ChiVMV (Chili

Veinal Mottle Virus) dan PVY. Pada tahun 2002 dan 2003 geminivirus

(virusvkuning) telah menjadi epidemi di sebagian daerah sentra produksi cabai di

Indonesia. Sedangkan menurut Duriat et al., (1995) dan Suryaningsih dkk., (1996)

beberapa macam virus telah dilaporkan dapat menyerang kultivar cabai di

Indonesia, empat virus penting diantaranya yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV),

Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV), Potato Virus Y (PVY) dan Tobaco Mosaic

Virus (TMV) dapat menginduksi gejala mosaik. CMV merupakan virus yang

sangat penting pada tanaman cabai, karena selalu terdapat di antara virus yang

lainnya, dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Penurunan produksi

Page 4: Laporan PATUM Virus Cabai

3

akibat virus mosaik ini dapat dengan cepat tersebar ke pertanaman di sekitar

sumber virus sesuai dengan aktivitas kutu daun (aphids) yang berfungsi sebagai

vektornya. Sampai saat ini beberapa usaha yang dilakukan untuk pengendalian

CMV pada tanaman cabai belum memberikan hasil seperti yang diharapkan

(Suryaningsih dkk., 1996).

Selama penyebaran virus mosaik ini di lapangan, paling tidak muncul dua

fenotipe penyakit yaitu; tipe I disebabkan oleh CMV bersama-sama dengan satelit

RNA, dan tipe II disebabkan oleh CMV saja. Keadaan ini menyebabkan adanya

perhatian para ilmuwan untuk mencari informasi baru tentang ekoepidemiologi

CMV dan satelit RNA nya (Gallitelli, 1998). Satelit RNA mampu mengatur

ekspresi penyakit yang disebabkan oleh CMV yang terjadi pada spesies tanaman

pertanian penting. Perhatian tentang masalah ini terus meningkat untuk

mendapatkan informasi tentang satelit RNA yang lain yang dapat memodifikasi

penyakit dan selanjutnya dipakai untuk menentukan dasar-dasar pengendalian

CMV, sehingga tingkat keberhasilannya dapat lebih mendekati yang diharapkan

(Kaper et al., 1998).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik isolasi virus

penyebab penyakit menguning pada daun cabai ke tanaman cabai yang sehat.

Page 5: Laporan PATUM Virus Cabai

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabai Rawit

2.1.1. Sistematika

Tanaman cabai rawit diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono,2003)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Corolliforea

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

2.1.2. Morfologi

Cabe rawit mempunyai struktur yang hampir sama dengan cabai besar.

Satu buku biasanya keluar lebih dari satu buah. Daunnya bulat telur, dasarnya

lebih lebar, ujung menyempit dan merucing, warna daun hijau muda, permukaan

bawah berbulu, lebar 0,5-5 cm, panjang 1-10 cm, panjang tangkai 0,5-3,5 cm.

Bunganya kecil, terletak pada ujung ranting, jumlahnya satu atau dua kadang

kadang lebih. Tangkai bunga tegak, panjangnya 1,5-2,5 cm, warnanya hijau muda.

Kelopak bunga kecil, berbentuk bintang segi 5, warnanya hijau kekuningan.

Mahkota bunga warna kuning-kehijauan, garis tengah 0,5-1 cm, bentuk bintang

bersudut 5. Benang sari 5 buah, tegak, warna kepala benangsari ungu. Buahnya

kecil, berbentuk kerucut, ujung runcing, tegak, dan tangkainya panjang, panjang

buah 1-3 cm, garis tengah 0,3-1 cm, apabila sudah masak warnanya merah cerah,

orange atau putih-kekuningan mengkilat. Dalam 1 gram terdapat kurang lebih

250-300 biji dan rasanya pedas sekali. Perakaran cabai merupakan akar tunggang

yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral

Universitas Sriwijaya4

Page 6: Laporan PATUM Virus Cabai

5

keluar serabut-serabut akar (akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35-50 cm.

Akar lateral menyebar sekitar 35-45 cm (Hendrawanto,2007).

Beberapa varietas cabai rawit, yaitu cengek leutik yang buahnya kecil,

berwarna hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya; cengek domba (cengek bodas)

yang buahnya lebih besar dari cengek leutik, buah muda berwarna putih, setelah

tua menjadi jingga; dan ceplik yang buahnya besar, saat muda berwarna hijau dan

setelah tua menjadi merah, digunakan sebagai sayuran, bumbu masak dan acar

(Pitojo,2003).

Cabai rawit juga memiliki banyak varietas, diantaranya adalah cabai mini,

cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau) dan lombok japlak.

Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya lebih pendek

dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga berwarna kuning

kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah hanya mencapai 3,7 – 5,3

cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya kuning kecoklatan

(Setiadi,1997). Pemanenan pertama cabai rawit dapat dilakukan setelah tanaman

berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua minggu sekali. Tanaman cabai

rawit dapat hidup sampai 2 – 3 tahun, berbeda dengan cabai merah yang lebih genjah

(Nawangsih dkk., 1999; Cahyono,2003).

Tanaman cabai merupakan self-pollinated crop yaitu tanaman yang

menyerbuk sendiri. Persilangan antar varietas secara alami masih mungkin terjadi

di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya

(Cahyono, 2003). Umur tanaman dan umur panen cabai ditentukan oleh jenis

cabai yang ditanam dan kondisi lingkungan pada tanaman cabai. Tanaman cabai

besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama

kali umur 70-75 hari setelah tanam. Waktu panen di dataran tinggi lebih lambat

yaitu sekitar 4-5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan

sampai tanaman berumur 6-7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3-4 hari

sekali atau paling lama satu minggu sekali (Sarpian, 2000).

2.1.3. Syarat Tumbuh

Daerah dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik

tanaman cabai akan dapat tumbuh dengan baik. Umur tanaman cabai dapat

Page 7: Laporan PATUM Virus Cabai

6

mencapai 2-3 tahun. Tanaman cabai memerlukan pH tanah berkisar antara 5,5-

6,8 dengan drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhannya.

Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah 18º-30º C (Cahyono, 2003).

Tanaman cabai secara geografis dapat tumbuh pada ketinggian 0-1200 m di atas

permukaan laut. Daerah dataran tinggi yang berkabut dan kelembabannya tinggi,

tanaman cabai mudah terinfeksi penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah

yang rata-rata curah hujan tahunannya antara 600-1250 mm dengan bulan kering

3-8,5 bulan dan tingkat penyinaran matahari lebih dari 45% (Suwandi et al.,

1997).

2.2. Penyakit daun kuning pada tanaman cabai

Terjadinya infeksi virus pada tanaman cabai dapat menurunkan

pertumbuhan dan produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif

(Tanaman cabai yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik, klorosis,

keriting, nekrotik, dan kerdil. Gejala mosaik yang terjadi, dapat disebabkan oleh

beberapa virus yang menyerang tanaman cabai secara bersama sama (sinergi).

Penyakit virus mosaik pada tanaman cabai umumnya disebabkan oleh gabungan

beberapa patogen virus, yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato

Virus Y), TMV (Tobacco Mosaic Virus). Beberapa virus yang umum menyerang

tanaman cabai yaitu : virus CMV (Cucumber mosaic virus), TMV (Tobacco

mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY (Potato virus Y), ChiVMV (Chilli

Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato yellow leaf curl virus)(Semangun,

2000).

Virus yang menginfeksi tanaman cabai juga menginfeksi tanaman spesies

lain. Lebih dari 1800 spesies tanaman dilaporkan dapat terserang virus yang sama

dengan virus yang menyerang tanaman cabai. Untuk pengendalikan virus yang

menyerang tanaman, hal yang sangat penting dilakukan adalah mendiagnosis

virus yang menyerang tanaman tersebut. Dengan hasil diagnosis tersebut, dapat

digunakan sebagai panduan untuk pemberantasan (eradikasi) beberapa sumber

virus yang potensial, sehingga tanamn cabai maupun tanaman dari spesies lain

Universitas Sriwijaya

Page 8: Laporan PATUM Virus Cabai

7

terhindar dari infeksi virus yang menyerang tanaman cabai (Edwarson dan

Christie, 1997).

Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala

mosaik, sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut

pada umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids),

Bemisia tabaci (lalat putih), Thrips tabaci. TMV merupakan virus yang diketahui

dapat ditularkan melalui benih (seed transmission).

2.2.1 CMV (Cucumber Mosaic Virus)

CMV termasuk dalam kelompok Cucumovirus, bersama-sama dengan

Peanut stunt virus (PStV) dan Cabaio aspermy virus (CAV) (Palukaitis et al.,

1997). CMV mempunyai tiga RNA genom beruntai tunggal (RNA 1, 2, 3), satu

RNA subgenom (RNA 4). Masing-masing RNA ini mempunyai fungsi genomic

yang berbeda (Kaper dan Waterwoth 2001). Berdasarkan beberapa kriteria, isolate

CMV dibagi menjadi subgroup I dan II. Wang et al., (1998) membaginya

berdasarkan bobot RNA 1 dan RNA 2, Edward dan Gonsalves (1999) berdasarkan

peptide mapping dari protein mantel (coat protein), dan Piazolla et al. (2000)

dengan menggunakan hibridisasi RNA. cDNA probe yang dikembangkan oleh

Owen dan Palukaitis (1998), Wahyuni dan Francki, (1996) juga berhasil

membedakan isolat CMV subgroup I dari isolat subgroup II. CMV membutuhkan

3 buah RNA untai tunggal fungsional (RNA 1,2, dan 3) untuk dapat menginfeksi.

Subgenom RNA ke-4 (RNA4) adalah kurir lapisan protein subgenomik,

komponen RNA ke-5 (CARNA 5) merupakan molekul RNA berukuran kecil yang

sepenuhnya bergantung pada virus penolong untuk replikasinya tetapi tidak

mendukung virus penolong dengan fungsi esensial apapun (Gallitelli, 1998).

Serangan CMV pada cabai dapat menyebabkan berbagai perubahan pada

daun seperti perubahan warna (mosaik/mosaic atau belang/mottle); perubahan

bentuk (menggulung, deformasi, menyempit, mengkerut atau berubah seperti tali

sepatu/shoestring, berukuran lebih kecil); dan mengalami nekrosis (membentuk

cincin-cincin nekrotik). Gejala pada batang adalah batang mengalami stunt

(kerdil). Sedangkan pada buah adalah buah akan mengalami distorsi, diskolorasi,

deformasi, sunken areas, black spot, bercak dan cincin-cincin nekrotik, serta buah

Universitas Sriwijaya

Page 9: Laporan PATUM Virus Cabai

8

bengkok. Pada tanaman cabai, CMV dapat menyebabkan gejala mosaik yang

parah pada daun. Pada daun yang lebih tua akan tampak gejala nekrotik cincin,

buah akan mengalami malformasi bentuk, serta terdapat bercak atau cincin

berwarna kuning di tengah, pada buah dari tanaman yang terserang CMV (Clark

dan Adams, 1977; Gallitelli, 1998). Adanya variasi gejala yang ditimbulkan CMV

akan sangat sulit untuk mengidentifikasinya hanya berdasarkan gejalanya saja.

Selain itu, juga sulit untuk membedakan isolat CMV dari Cucumovirus lainnya

(seperti; Alfalfa mosaic virus, Tomato aspermy virus, dan Peanut stunt virus).

CMV melakukan infeksi secara sistemik pada banyak tanaman. Organ atau

jaringan tanaman lebih tua yang berkembang sebelum terinfeksi virus biasanya

tidak dipengaruhi oleh keberadaan virus, namun jaringan atau sel-sel muda yang

berkembang setelah terinfeksi virus sangat dipengaruhi dan umumnya

memperlihatkan gejala akut. Gejala virus akan meningkat beberapa hari setelah

terjadinya infeksi, kemudian menurun sampai pada taraf tertentu atau sampai

tanaman mati. CMV relatif kurang stabil dalam ekstrak tanaman (sap). Pada suhu

ruang infektivitasnya cepat menurun dan akan hilang setelah beberapa jam.

Dengan perlakuan suhu 70oC atau lebih infektivitasnya akan hilang sama sekali

setelah pemanasan selama 10 menit (Agrios, 2005).

CMV terdapat hampir di semua negara dengan strain dan sifat biologinya

yang berbeda-beda. Dengan kisaran inang yang luas maka gejala yang

ditimbulkannya pun beragam (Siregar, 1993). CMV mempunyai kisaran inang

yang sangat luas, terdapat pada tanaman sayuran, hias dan buah-buahan. Selain

menyerang ketimun, CMV juga menyerang tanaman melon, labu, cabai, bayam,

tomat, seledri, bit, polong-polongan, pisang, tanaman famili crucifereae,

delphinium, gladiol, lili, petunia, tulip, zinia, dan beberapa jenis gulma Virus ini

dilaporkan dapat menginfeksi lebih dari 800 spesies tumbuhan, dapat

menyebabkan kerugian besar pada berbagai jenis tanaman. Lebih dari 60 isolat

CMV sudah diketahui sifat-sifatnya (Agrios, 2005).

Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60 spesies aphid,

khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persisten. Virus ini

bisa ditularkan hanya dalam waktu 5-10 detik dan ditranslokasikan dalam waktu

kurang dari satu menit. Kemampuan CMV untuk ditranslokasikan menurun

Page 10: Laporan PATUM Virus Cabai

9

kirakira setelah 2 menit dan biasanya hilang dalam 2 jam. Selain itu, beberapa

isolate dapat kehilangan kemampuannya untuk ditularkan oleh spesies kutudaun

tertentu tapi tetap dapat ditularkan oleh spesies kutudaun yang lain. Berbagai

spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh karenanya dapat menjadi sumber

virus bagi tanaman budidaya lain (Khetarpal et al., 1998). Pada daerah subtropis

CMV dapat melewati musim dingin dan bertahan pada gulma-gulma tahunan

(Agrios,2005).

Pengendalian penyakit pada virus tanaman tidak jauh berbeda dengan yang

dilakukan terhadap penyakit lain. Misalnya dengan seleksi bahan tanaman yang

sehat dan diambil dari daerah yang bebas penyakit. Perlindungan tanaman

terhadap serangga vektor dan eradikasi tanaman sumber inokulum penyakit.

Penggunaan jenis tanaman yang resisten sangat dianjurkan. Imunisasi atau

vaksinasi pada tanaman juga dapat dilakukan (Khetarpal et al., 1998).

2.2.2 ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus)

ChiVMV (Chilli veinal mottle potyvirus ) merupakan salah satu virus yang

menginduksi gejala mosaik, yang dapat menginfeksi tanaman cabai, sehingga

menjadi kendala dalam produksi cabai Indonesia. Survei yang dilakukan

sebelumnya pada tahun 2005 melaporkan kejadian penyakit ChiVMV di lapangan

mencapai 100% (Opriana, 2009). Pengendalian secara konvensional terhadap

ChiVMV seringkali tidak efisien. Karakteristik gejala dari virus ChiVMV ini

adalah daun belang dan berwarna hijau gelap. Gejala yang paling keras akan

tampak pada daun yang paling muda, tanaman yang terinfeksi pertumbuhannya

akan terhambat dan memiliki garis-garis hijau gelap pada batang dan cabang.

Sebagaian besar terjadi pada bunga sebelum pembentukan buah cabai. Beberapa

buah yang dihasilkan akan nampak belang-belang, dan hal ini akan berdampak

pada kehilangan hasil secara signifikan (Opriana, 2009).

ChiVMV ditularkan oleh beberapa jenis kutudaun seperti: Myzus persicae,

Aphis gossypii, A craccivora, A spiraecola, dan Hysteroneura setariae. Penularan

virus ini melalui kutudaun dilakukan secara non persisten, dimana aphids

mendapat virus dengan mengisap tanaman yang terinfeksi hanya dengan waktu

beberapa detik, kemudian aphids akan menularkan virus dengan cepat pada

Universitas Sriwijaya

Page 11: Laporan PATUM Virus Cabai

10

tanaman sehat, setelah itu dia akan kehilangan virus dan tidak mampu lagi

menularkan virus pada tanaman yang lain (Millah, 2007).

2.2.3 TMV (Tobacco Mosaic Virus)

TMV merupakan virus yang menyerang tanaman dan pertama kali

ditemukan pada tanaman pada tahun 1880. TMV dapat menginfeksi lebih dari 350

spesies tanaman dan menyebabkan kerugian yang besar pada tembakau. TMV

dapat memperbanyak diri jika berada pada sel hidup, tapi virus ini dapat tetap

bertahan hidup pada fase dorman dan jaringan tanaman yang mati selama

bertahun-tahun maupun di luar tanaman baik itu di dalam tanah, di permukaan

tanah maupun pada peralatan yang telah terkontaminasi virus ini. TMV menyebar

secara mekanis “mechanical transmission” dan serangga seperti aphids tidak

dapat menjadi vektor bagi virus ini (Garry, 2002).

Tanaman yang terserang TMV menunjukkan gejala, yaitu daun-daun

muda berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta berkerut,

tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang terlihat adalah

munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan terjadinya gugur

daun. Virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan tanaman

sakit, gesekan antar daun yang sakit dan daun sehat, melalui biji dan melalui

tanah. Usaha pengendalian yang dapat dilakukan terhadap TMV adalah dengan

menghindari bekas tanah yang telah terinfeksi sebelumnya untuk areal pembibitan

cabai. Selain itu, tangan pekerja harus dicuci dahulu dengan alkohol pada waktu

perempelan daun, bunga dan pemindahan bibit ke kebun produksi. Teknologi dry

heat treatment dengan suhu 70º selama 48 jam mampu untuk menghilangkan

kontiminasi TMV pada benih cabai, tanpa merusak daya kecambahnya (Nyana

et.al., 2008).

Page 12: Laporan PATUM Virus Cabai

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum isolasi virus penyebab penyakit menguning tanaman cabai rawit

dilaksanakan pada hari Rabu , 20 November 2014 pukul 12.30-13.30 WIB.

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Jurusan Hama

Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: 1. Amplas 2.

Alat tulis.

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu : 1. Tanaman

Cabai Sehat. , 2.Cabai terinfeksi Virus.

3.2.1. Metode

1. Siapkan Tanaman cabai yang terinfeksi virus.

2. Tanaman cabai yang terinfeksi virus kemudian di lukai menggunakan amplas.

3. Amplas untuk melukai tanaman cabai yang terinfeksi virus lalu oleskan ke

daun tanaman cabai yang sehat.

4. Amati tanaman cabai yang sehat setiap hari selama 5 hari

Universitas Sriwijaya11

Page 13: Laporan PATUM Virus Cabai

12

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tanaman cabe Pada hari ke tiga

Tanaman cabai pada hari ke lima

Page 14: Laporan PATUM Virus Cabai

13

4.1. Pembahasan

Praktikum Isolasi virus pada tanaman cabai di laksanakan pada hari rabu,

19 november 2014. Praktikum ini menggunakan tanaman cabai yang terserang

virus menguning dan tanaman cabai yang sehat. Tanaman cabai yang sakit/yang

terkena virus, tanaman cabai yang terserang virus ini di cirikan dengan ada nya

tanda tanda pada daunnya yaitu seluruh daun pada tanamanan cabai mosaik,

klorosis/ menguning, keriting, nekrotik dan kerdil. Tanaman sakit ini dilukai

menggunakan amplas kemudian amplas yang sudah terdapat virus di oleskan ke

daun cabai yang sehat setelah dilakukan isolasi maka tanaman cabe akan diamati

selama 5 hari ,apakah virus yang di inokulasikan tersebut menyebabkan gejala

yang sama seperti pada tanaman yang sakit.

Pada pengamatan pertama tidak ada tanda atau gejala gejala tanaman cabai

terserang virus seperti pada tanaman yang sakit daun tanaman cabai tersebut

masih nampak sehat ini dapat dilihat dari warna daunnya yang tetap berwarna

hijau. Pengamatan kedua di lakukan pada hari kedua setelah penginokulasian

virus dan dari hasil pengamatan pada daun cabai terdapat bercak bercak hitam,

tetapi tanda tanda itu bukan merupakan gejala bahwa tanaman cabai tersebut

terserang virus penyebab penyakit menguning pada cabai kemungkinan itu

merupakan jamur ini ditandai dengan adanya spora pada bercak hitam itu . Pada

pengamatan ketiga daun tanaman cabai mengalami perubahan dari warnanya,

pada daun cabai bercak bercak hitam tersebut semakin melebar tetapi untuk gejala

gejala bahwa tanaman cabai itu terserang virus belum ada. Seperti pada hari

sebelumnya pada pengamatan ke empat masih belum ada gejala atau tanda tanda

bahwa tanaman tersebut tetinfeksi virus sedangkan daun yang terserang jamur itu

semakin menyebar. Pengamatan terakhir pada hari kelima tidak ada tanda tanda

bahwa tanaman cabai terserang virus. Dari kelima pengamatan ini ternyata

tanaman cabai tidak terserang penyakit yang disebabkan virus dari tanaman cabai

yang sakit ini dikarenakan mungkin pada saat melukai bagian tanaman virus yang

sakit ini tidak terlalu dalam jadi virus tidak terbawa.

Virus merupakan organisme subselular yang berukuran sangat kecil, lebih

kecil dari bakteri sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron

Universitas Sriwijaya

Page 15: Laporan PATUM Virus Cabai

14

dan hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup. Kebanyakan penyakit virus

tanaman bersifat sistematik dan virus yang menjadi penyebab terdapat diseluruh

bagian tanaman. Virus hanya dapat menginveksi inang apabila ia kontak langsung

dengan membran plasma sel, sehingga virus memerlukan benda atau organisme

lain yang dapat menginjeksikannya kedalam sel inang atau biasa disebut vektor.

Virus dapat menginfeksi inangnya melalui luka kecil pada tanaman.

Setelah virus ini bereplikasi dan memperbanyak diri, tampaklah gejala-gejala

penyakit pada tanaman seperti daun menguning, pertumbuhan terganggu, timbul

bercak-bercak pada daun dan lainnya. Dalam proses penularan virus terhadap

tanaman inangnya, terdapat aktivitas virus yang sangat berpengaruh penting yaitu

adanya siklus hidup virus yang meliputi siklus hidup patogen dan siklus hidup

penyakit. Pada siklus hidup patogen virus berlangsung dari awal pertumbuhan

hingga reproduksi virus, sedangkan siklus hidup penyakit meliputi perubahan-

perubahan patogen pada tubuh tanaman inang dan rangkaian perubahan tanaman

inang.

Penyakit virus mosaik pada tanaman cabai umumnya disebabkan oleh

gabungan beberapa patogen virus tanaman cabai cabai umumnya disebabkan oleh

gabungan beberapa patogen virus, yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY

(Potato Virus Y), TMV (Tobacco Mosaic Virus). yaitu : virus CMV (Cucumber

mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY

(Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato

yellow leaf curl virus). Tanaman cabai yang terserang virus menunjukkan gejala,

yaitu daun-daun muda berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta

berkerut, tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang

terlihat adalah munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan

terjadinya gugur daun.

Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala

mosaik, sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut

pada umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids),

Bemisia tabaci (lalat putih), Thrips tabaci. TMV merupakan virus yang diketahui

dapat ditularkan melalui benih (seed transmission).

Page 16: Laporan PATUM Virus Cabai

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut :

1. Virus merupakan organisme subselular yang berukuran sangat kecil, lebih

kecil dari bakteri sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop

elektron dan hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup.

2. Virus dapat menginfeksi inangnya melalui luka kecil pada tanaman atau

melalui vektor seperti serangga, manusia, benih, hewan.

3. Penyakit daun kuning dalam cabai disebabkan oleh virus CMV (Cucumber

mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY

(Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato

yellow leaf curl virus). Virus ditularkan oleh kutu kebul (Whitefly, Bemisia

tabaci Genn.).

4. Serangan virus dapat menyebabkan daun tanaman menggulung, mengeras,

bertekstur kasar dan lebih tebal dibanding tanaman normal. Daun tanaman

yang terserang juga akan mengalami klorosis (yellowing) dan

mengkerut/keriting.

5. Tanaman cabai sehat yang telah di aplikasikan dengan virus dari tanaman

yang sakit tidak menimbulkan gejala bahwa tanaman cabai itu terserang virus

5.2. Saran

Dalam praktikum ini seharusnya alat yang digunakan sebai vektor virus

harus steril supaya tanaman tidak terserang penyakit lain dan dalam melakukan

pengamatan harus lebih teliti.

Universitas Sriwijaya15

Page 17: Laporan PATUM Virus Cabai

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th Ed. Academic Press, New York.

Duriat, AS 2008, ‘Pengaruh ekstrak bahan nabati dalam menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap vektor dan penyakit kuning keriting,’ J. Hort., vol. 18, no. 8, hlm. 446-456.

Edwards, M. C., D. Gonsalves. 1999. Grouping seven biologically defined isolates of Cucumber mosaic virus (CMV) by peptide mapping. Phytopathology 73: 1117-1120.42

Gallitelli. D. 1998. Present status of controlling Cucumber mosaic virus (CMV). in: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H (eds.) Plant Virus Disease Control. APS Press. pp: 507-523.

Gunaeni, N., Duriat, A.S. Sulastrini, I. Wulandari, A., dan Purwati, E. 2002. Pengaruh Perbedaan Struktur Jaringan Tanaman Tomat terhadap Infeksi CMV dan TYLCV, Laporan Hasil Penelitian T.A. 2001, Balitsa, Lembang.

Garry. 2002. Tobacco Mosaic Virus. In: Plant disease Facts. Departemen of Plant Phatologhy. University of Pennsyvania State University.

Haryono, S. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura di Indonesia (Edisi Kedua). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Hendrawanto, A. A. 2007. Hubungan Dinamika Populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) dan Curah Hujan Terhadap Penyakit Kuning pada Per tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lampung Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 38 hlm.

Kaper, J. M., H. E. Waterworth. 2001. Cucumoviruses. in: E. Kurstak (ed.) Handbook of Plant Virus Infections: Comparative Diagnosis. Elsevier/North Holland Biomedical Press. pp: 257-332.

Khetarpal, R. K., B. Maisonneuve, Y. Maury, B. Chalhouh, Dinant, H. Lecoq, A.Varma. 1998. Breeding for resistance to plant viruses. In: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H (eds.) Plant Virus Disease Control. APS Press. pp: 14-32.

Lapidot, Moshe, M. Friedmann, M. Pilowsky, R. Ben-Joseph, and S. Cohen. 2001. Effect of host resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathologi 91:1209-1213.

Page 18: Laporan PATUM Virus Cabai

Millah, Z. 2007. Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle

Nurharyati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Palembang : Unsri Press.

Nyana, D.N., G.Suastika, K.T.Natsuaki and H.Sayama. 2005. Control of Cucumber Mosaic Virus on Tobacco by Attenuated-CMV. ISSAAS Journal 11 (3) : 97-102.

Opriana, E. 2009. Metode Deteksi Untuk Pengujian Respon Ketahanan Beberapa Genotipe Cabai Terhadap Infeksi ChiVMV). Tesis. Departemen Proteksi Tanaman IPB.

Owen, J., P. Palukaitis. 1998. Characterization of Cucumber mosaic virus. I. Molecular heterogeneity mapping of RNA 3 in eight CMV strains. Virology 166: 495-502.

Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Yogyakarta: Kanisius.p.23-24.

Sarpian, R.H 2000. Usaha Tani Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius.p.31-33.

Sastrahihayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya. Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius.p.28-32

Setiadi. 1997. Bertanam Cabai. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Suryaningsih, Sutarya, R., A.S. Duriat .1996. Penyakit tanaman cabai merah dan pengendaliannya. Teknologi Produksi Cabai Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p: 64-84.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. p 850.