laporan p2

79
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pemicu Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya ke dokter karena belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan, berat lahir 2300g. Kenaikan berat badan selama ini cukup baik, lingkar kepala 39 cm (mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan makanan yang dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate. 1.2. Klarifikasi dan Definisi a. Mikrosefali : Pengecilan kepala yang abnormal biasanya disertai dengan retardasi mental. b.Khorioretinitis : Radang koroid dan retina, akan terlihat infiltrasi berwarna putih pada koroid disertai proliferasi pigmen perifer lesi, perdarahan retina dan subkoroid dan bila terjadi atrofi akan terlihat jaringan sklera yang berwarna putih. c. Toxoplasma : Penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii. d.Titer : Jumlah substansi yang berhubungan dengan substansi lain 1.3. Keyword 1

Upload: putri-umagiadrilna

Post on 02-Jan-2016

99 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN P2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pemicu

Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya ke dokter karena belum

bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan,

berat lahir 2300g. Kenaikan berat badan selama ini cukup baik, lingkar kepala 39 cm

(mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi

terhadap toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan makanan yang

dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate.

1.2. Klarifikasi dan Definisi

a. Mikrosefali : Pengecilan kepala yang abnormal biasanya disertai dengan

retardasi mental.

b. Khorioretinitis: Radang koroid dan retina, akan terlihat infiltrasi berwarna

putih pada koroid disertai proliferasi pigmen perifer lesi, perdarahan retina dan

subkoroid dan bila terjadi atrofi akan terlihat jaringan sklera yang berwarna

putih.

c. Toxoplasma : Penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan parasit obligat

intraselluler Toxoplasma gondii.

d. Titer : Jumlah substansi yang berhubungan dengan substansi lain

1.3. Keyword

a. Bayi laki-laki 6 bulan

b. BBLR

c. Mikrosefali

d. Khorioretinitis

e. Tidak bisa tengurap dan mengangkat kepala

f. Lahir cukup bulan

g. Ibu makan masakan tak sempurna

1.4. Rumusan Masalah

Bayi laki-laki berusia 6 bulan, mikrosefali, khorioretinitis, titer antibodi

toxoplasma positif, bayi belum bisa tengkurap dan mengangkat kepala.

1

Page 2: LAPORAN P2

1.5. Analisis Masalah

1.6. Hipotesis

Bayi tersebut mengalami toxoplasmosis kongenital sehingga bayi mengalami

keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

1.7. Pertanyaan Diskusi

1. Jelaskan pertumbuhan dan perkembangan normal bayi usia 0-6 bulan!

2. Jelaskan cara pengukuran parameter pertumbuhan dan perkembangan!

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan?

4. Bagaimana upaya pencegahan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak?

2

Bayi Laki-Laki 6 Bulan

Belum bisa tengkurap, belum bisa mengangkat

kepala

Mikrosefali, Khorioretinitis, Toxoplasma (+)

Toxoplasma Kongenital

Tatalaksana

Tumbuh Kembang normal bayi usia 0-6

bulan

Infeksi Toxoplasma Gondii

Ibu makan masakan tidak sempurna

Page 3: LAPORAN P2

5. Jelaskan neurologi bayi usia 0-6 bulan!

6. Sebutkan makanan tambahan yang tepat untuk bayi usia 6 bulan!

7. Jelaskan tentang toxoplasmosis!

a. Etiologi

b. Patofisiologi

c. Manifestasi Klinis

d. Pemeriksaan penunjang

e. Tata laksana

f. Siklus Hidup T. Gondii

8. Jelaskan secara singkat tentang khorioretinitis!

9. Jelaskan secara singkat tentang mikrosefali!

10. Bagaimana pengaruh toxoplasmosis, korioretinitis, mikrosefali terhadap tumbuh

kembang anak?

11. Jelaskan secara singkat imunologi pada bayi!

12. Jelaskan secara singkat tentang infeksi intrauterin!

13. Jelaskan faktor yang mempengaruhi BBLR!

14. Infeksi Intrauterin apa saja yang bisa menyebabkan khorioretinitis dan

mikrosefali secara bersamaan?

15. Jelaskan tentang perkembangan penglihatan bayi normal!

16. Apa pengaruh toxoplasmosis terhadap perkembangan bayi?

17. Jelaskan pemeriksaan serologis toxoplasma!

3

Page 4: LAPORAN P2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi usia 0-6 bulan

2.1.1. Parameter tumbuh anak usia 0-6 bulan1

Panjang badan bayi normal :

Usia (bulan) Perempuan (cm) Laki-laki (cm)

1 47-54 47-55

2 48-55 48,5-56

3 49-56 49,5-57

4 49,5-57,5 50,5-58

5 50-58 51,5-59

6 51-59 52-60

Berat badan bayi normal :

Usia (bulan) Perempuan (kg) Laki-laki (kg)

1 2,5-4,4 2,6-4,6

2 2,6-4,7 2,7-4,9

3 2,9-5 3,1-5,3

4 3,1-5,4 3,3-5,7

5 3,3-5,7 3,6-6

6 3,5-6 3,8-6,3

Lingkar kepala bayi normal :

Usia (bulan) Perempuan (cm) Laki-laki (cm)

1 34-39 35-39,5

2 36-40,5 36,5-41,5

3 37-42 38-43

4 38-43 39,5-44

5 39-44 40-45

6 39,5-45 41-46

4

Page 5: LAPORAN P2

2.1.2. Perkembangan Fungsi (Gerakan, Perilaku, Bicara, Emosi dan Sosial)2

a. Usia 0-3 Bulan

1. Belajar mengangkat kepala

2. Belajar mengikuti objek dengan matanya

3. Dapat mengenali ibunya dengan penglihatan

4. Bereaksi terhadap suara

5. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah

6. Menahan barang yang dipegangnya

7. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

8. Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum

b. Usia 3-6 Bulan

1. Mampu mencari benda atau mainan yang hilang

2. Mampu merespon dengan tertawa, menangis atau gembira ketika

diajak bermain, mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau

memekik

3. Jarak pandangnya semakin luas

4. Mengulum atau meletakkan benda- benda di mulut

5. Dapat mengangkat dada, bertopang dengan tangan dan mengangkat

kepala 90 derajat

6. Meraih benda yang ada dalam jangkauannya

7. Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat

bermain sendiri

2.1.3. Perkembangan perilaku pada anak4

1. Usia 0 bulan anak mengisap

2. Usia 1 bulan anak bisa tersenyum

3. usia 2 bulan anak dapat bersuara

4. usia 3 bulan anak dapat mengontrol kepala

5. usia 4 bulan anak dapat mengontrol tangan

6. usia 5 bulan anak dapat berguling

7. usia 6 bulan anak dapat duduk sebentar.

2.1.4. Perkembangan motorik kasar pada bayi4

Motorik kasar Usia pencapaian dalam bulan

5

Page 6: LAPORAN P2

Kemantapan kepala pada saat duduk 2 bulan

Menarik untuk duduk, kepala tidak

tertinggal (no head lag)

3 bulan

Tangan bersama dalam garis tengah 3 bulan

Reflex tonus leher asimetri hilang 4 bulan

Duduk tanpa bantuan 6 bulan

2.1.5. Perkembangan motorik halus pada bayi4

Motorik halus Usia pencapaian dalam bulan

Memegang mainan 3,5 bulan

Mencapai objek 4 bulan

Palmar graps hilang 4 bulan

Memindahkan objek dari tangan ke

tangan lainnya

5,5 bulan

2.1.6. Perkembangan komunikasi dan bahasa4

Komunikasi dan bahasa Usia pencapaian dalam bulan

Respon tersenyum terhadap wajah dan

suara

1,5 bulan

Mengoceh satu suku kata 6 bulan

2.1.7. Perkembangan kemampuan kognitif bayi 4

Kognitif Pencapaian usia dalam bulan

Menatap sebentar pada titik kemana

objek menghilang (misal bola,

kentang jatuh)

2 bulan

Menatap pada tangannya sendiri 4 bulan

6

Page 7: LAPORAN P2

2.2. Cara pengukuran parameter pertumbuhan dan perkembangan5

Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini

mungkin sejak anak dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang

dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh

kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut

juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh

kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi,

penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada

masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan

sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai

kondisi tumbuh kembang yang optimal.

Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu

penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing

penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.

Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian

menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan

penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan

dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan.

Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian

pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan

kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai.

Menurut Narendra dalam Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita

macam - macam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah:

1. Pengukuran Berat Badan (BB)

Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan

keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu

Menuju Sehat Balita (KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik

pertumbuhannya dan dilakukan interfensi jika terjadi penyimpangan.

2. Pengukuran Tinggi Badan (TB)

Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan

berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil

pengukuran setiap bulan dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai

grafik pertumbuhan tinggi badan.

3. Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)

7

Page 8: LAPORAN P2

PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak

mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada

pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat.

Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil

rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.

Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat

digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional

untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development

Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan secara dini

masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini

merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967

untuk tujuan yang sama.

Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti

evaluasi diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan

perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. DDST II

digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya pada anak

yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat.

DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan

intelektual anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan

diagnosis, namun lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan

perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur.

Menurut Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II, formulir tes

DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4 sektor, yaitu: personal sosial, motorik

halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal sosial meliputi

komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak

di masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor

motorik halus-adaptif berisi kemampuan anak dalam hal koordinasi mata-

tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil serta pemecahan

masalah.

8

Page 9: LAPORAN P2

2.3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak6

2.3.1. Faktor Internal

a. Perbedaan ras/etnik atau bangsa

Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa maka tidak

mungkin ia memiliki factor herediter ras orang Indonesia atau

sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada umumnya ras

orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang

daripada ras orang Mongol.

b. Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang tinggi-tinggi da nada keluarga

yang gemuk-gemuk.

c. Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,

tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

d. Jenis kelamin

Wanita lebih cepat dewasa dibanding anak laki-laki. Pada masa

pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki

dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih

cepat.

e. Kelainan genetic

Sebagai salah satu contoh : Archondroplasia yang menyebabkan

dwarfisme, sedangkan sindroma Marfan terdapat pertumbuhan

tinggi badan yang berlebihan.

f. Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma

Turner’s.

2.3.2. Faktor Eksternal

2.3.2.1. Faktor Prenatal

a. Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan

akan mempengaruhi pertumbuhan janin.

9

Page 10: LAPORAN P2

b. Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan

kongenital seperti club foot.

c. Toksin/zat kimia

Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan

kongenital seperti palatoskisis

.

d. Endokrin

Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia,

kardiomegali, hyperplasia adrenal.

e. Radiasi

Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan

kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi

mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata,

kelainan jantung.

f. Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks),

PMS (Penyakit Menular Seksual) serta penyakit virus lainnya

dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu

tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung

kongenital.

g. Kelainan imunologi

Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan

darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody

terhadap sel darah merah janin; kemudian melalui plasenta

masuk ke daam peredaran darah janin dan akan menyebabkan

hemolysis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia

dan kem icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan

otak.

h. Anoksia embrio

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta

menyebabkan pertumbuhan terganggu.

10

Page 11: LAPORAN P2

i. Psikologis ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan

mental pada ibu hamil dan lain-lain.

2.3.2.2. Faktor Persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

2.3.2.3. Faktor Pascanatal

a. Gizi

Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang

adekuat.

b. Penyakit kronis/kelainan kongenitak

Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan

retardasi pertumbuhan jasmani.

c. Lingkungan fisis dan kimia

Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar

matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb,

Mercuri, rokok, dan lain-lain) mempunyai dampak yang

negative terhadap pertumbuhan anak.

d. Psikologis

Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang

tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu

merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam

pertumbuhan dan perkembangannya.

e. Endokrin

Gangguan hormone misalnya pada penyakit hipotiroid akan

menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

Defisisnesi hormone pertumbuhan akan menyebabkan anak

menjadi kerdil.

f. Sosio-ekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,

kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan

menghambat pertumbuhan anak.

11

Page 12: LAPORAN P2

g. Lingkungan pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

h. Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya

dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi

anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap

kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak.

i. Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat

pertumbuhan, demikian halnya dengan saraf pusat yang

menyebabkan terhambatnya produksi hormone pertumbuhan.

2.4. Upaya pencegahan pertumbuhan dan perkembangan anak7

Untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal

diperlukan :

1. Mendapat ASI yang cukup

2. Makanan yang bergizi

3. Imunisasi sesuai yang dianjurkan

4. Diawasi dengan hati-hati jangan sampai jatuh, tenggelam, dan

sejenisnya

5. Penggunaan obat bila sakit harus dengan resep dokter

6. Jika sakit tidak membaik > 2 hari segera bawa ke RS untuk

mencegah penyakit yang berat seperti meningitis

7. Pantau terus lingkar kepala anak (2 cm tiap 3 bulan pertama, 1 cm

tiap 3 bulan

kedua, dan 0,5 cm tiap 6 bulan berikutnya)

8. Komunikasi dan kehangatan interaksi anak

9. Pengasuh anak sebaiknya sehat dan terlatih

12

Page 13: LAPORAN P2

2.5. Pertumbuhan dan perkembangan neurologis pada bayi usia 0-12 bulan8

Tahapan – Tahapan Pertumbuhan Perkembangan Otak

Fase perkembangan otak

3-4 minggu Pembentukan tabung saraf

5-10 minggu Fase prosencephalic, pembentukan hemisfer

8-18 minggu Proliferasi neuronal

12-24 minggu Migrasi

>25 minggu Pembentukan sel pendukung

Arborisasi neuron

Sinaptogenesis

Apoptosis

40 minggu Myelinisasi

2.5.1. Pembentukan Tabung Saraf

2.5.1.1. Neurulisasi Primer dan Sekunder

Neurulisasi adalah fase pembentukan otak dan medula spinalis

yang dimulai dari bagian dorsal embrio. Proses tersebut dibagi

menjadi 2 yaitu pembentukan otak dan pembentukan medula

spinalis.

a) Neurulisasi Primer

Neurulisasi primer dimulai dengan terbentuknya tabung saraf

pada usia 3-4 minggu kehamilan. Susunan saraf pusat dibentuk

pertama dari bagian dorsal embrio yang mempunyai bentuk berupa

lempeng jaringan yang kemudian mengalami diferensiasi di bagian

tengah lapisan ektoderm. Bagian dasar notochord dan chordal

mesoderm akan membentuk lempeng saraf pada usia kehamilan 18

hari yang dilanjutkan dengan bagian lateral lempeng saraf

mengalami invaginasi dan bagian dorsal menutup hingga

membentuk tabung saraf. Selama fase penutupan, cikal bakal sel

neuron mulai diproduksi, dan sel-sel tersebut akan menjadi ganglia

radix dorsalis, ganglia sensoris nervi cranialis, ganglia autonomik,

sel Schwann dan sel pia dan arachnoid (dikenal sebagai malanosit,

13

Page 14: LAPORAN P2

sel medulla adrenal dan elemen tulang tertentu dari kepala dan

wajah). Tabung saraf akan menjadi susunan saraf pusat. Fusi

pertama dari lempeng saraf terjadi pada bagian medulla bagian

bawah pada usia kehamilan 22 hari. Ujung anterior tabung saraf

akan menutup paling lambat pada usia 24 hari kehamilan, dan bagian

ujung posterior menutup pada usia 26 hari kehamilan. Pada bagian

posterior, penutupan tabung paling bawah berada pada ketinggian

lumbosacral, dan segmen saraf yang lebih bawah akan dibentuk

melalui proses diferensasi perkembangan selanjutnya. Interaksi

antara tabung saraf dengan jaringan mesoderm sekitarnya akan

membentuk dura dan tulang axial misalnya tulang tengkorak dan

vertebrae.

Perubahan bentuk lempeng saraf menjadi tabung saraf diatur

oleh mekanisme seluler dan molekuler. Mekanisme seluler yang

terpenting adalah fungsi jaringan sitoskeletal mikrotubulus dan

mikrofilamen. Dibawah pengaruh kecenderungan pertumbuhan

vertikal mikrotubulus, sel-sel lempeng saraf yang sedang

berkembang akan memanjang dan bagian basal akan melebar.

Dibawah pengaruh mikrofilamen, terjadi kecenderungan arah

pertumbuhan secara pararel pada permukaan apikal, bagian apikal

sel akan menyempit. Perubahan tersebut akan menekan permukaan

lempeng saraf dan membuat bentukan lipatan saraf yang pada

akhirnya akan berubah menjadi tabung saraf.

Pada mekanisme molekuler, pentingnya peranan permukaan

glikoprotein, terutama sel molekul adesi, yang mempengaruhi

identifikasi sel-sel dan menyebabkan terjadinya interaksi melalui

mekanisme adhesi pada matrix ekstraseluler, hal tersebut akan

menyebabkan adhesi dari tepi yang berlawanan dari lipatan saraf.

b) Neurulisasi sekunder (pembentukan tabung saraf caudal)

Pembentukan tabung saraf bagian caudal misalnya segmen

sakral bagian bawah dan coxygeus, terjadi melalui proses setelah

terjadinya proses kanalisasi dan diferensiasi retrogresif. Kejadian

tersebut dikenal dengan neurulisasi tabung saraf sekunder yang

14

Page 15: LAPORAN P2

terjadi lebih lambat dari neurulisasi tabung saraf primer dan

merupakan hasil perkembangan dari tabung saraf yang terakhir. Pada

usia 28 hingga 32 hari kehamilan, terjadi fusi sel-sel yang belum

mengalami diferensiasi pada bagian kaudal tabung saraf menjadi

vakuola. Vakuola-vakuola tersebut akan menyatu, membesar dan

berhubungan dengan kanalis sentralis yang merupakan bagian dari

tabung saraf yang terbentuk dalam proses neurulisasi primer. Proses

kanalisasi akan berlanjut hingga usia 7 minggu kehamilan dan

dilanjutkan dengan proses diferensiasi retrogresif. Selama proses

diferensiasi retrogresif sejak usia 7 minggu kehamilan hingga

beberapa waktu setelah lahir, terjadi regresi beberapa massa sel

kaudal. Mengingat strukturnya adalah ventrikulus terminalis, lokasi

terutama di konus medularis dan filum terminalis.

2.5.2. Perkembangan Prosenchepalic

Perkembangan prosensefalic terjadi dari mesoderm prekordal. Waktu

puncak adalah bulan ke dua dan ketiga kehamilan, dengan fase prominen

dini pada minggu ke 5 dan 6 kehamilan. Interaksi utama yang terjadi

adalah antara mesoderm notokhord-prekhordal dan otak depan. Interaksi

tersebut terjadi didepan ujung rostral embrio; jadi istilah induksi ventral

sering digunakan. Interaksi tersebut mempengaruhi pembentukan

permukaan otak depan, adanya gangguan pada fase perkembangan otak

ini sering menyebabkan anomali fasialis. Perkembangan proensefalon

terdiri dari 3 hal yang terjadinya berurutan; pembentukan prosensefalic,

pembentukan celah prosensefalic (cleavage) dan perkembangan garis

tengah prosencephalic. Pembentukan prosencephalic dimulai pada ujung

rostral tabung saraf pada akhir bulan pertama kehamilan dan berlanjut

hingga bulan ke dua, segera setelah penutupan bagian anterior tabung

saraf. Pembentukan celah prosencephalic mulai aktif terjadi pada minggu

ke 5 dan 6 kehamilan dan meliputi 3 prinsip dasar : (1) horizontal hingga

membentuk sepasang vesikel optikus, bulbus olfaktorius dan tractus (2)

transversal untuk memisahkan telecephalon dari diencephalon dan (3)

sagital untuk membentuk bagian dari telencephalon sepasang cerebral

15

Page 16: LAPORAN P2

hemisphere, ventrikel lateralis dan basal ganglia. Perkembangan garis

tengah prosencephalic terjadi sejak pertengahan bulan ke 2 kehamilan

hingga bulan ke 3 dengan terjadinya penebalan 3 lempeng jaringan yang

penting; dari dorsal ke ventral, merupakan komisura, chiasma dan

lempeng hipothalamus. Dilanjutkan dengan berturut-turut corpus calosum

dan septum pelucidum, nervus optikus dan chiasma dan hipothalamus.

Dari bentukan tersebut yang paling menonjol adalah pembentukan corpus

calosum yang mulai tampak pada usia 9 minggu; pada usia 12 minggu

bentukan corpus calosum dapat diidentifikasi secara jelas. Dengan

pertumbuhan 2 arah yang dimulai dengan pertemuan genu dan corpus,

keseluruhan corpus calosum berkembang (yang pertama genu, diikuti

oleh corpus, splenium dan rostrum) yang sempurna pada usia 20 minggu

kehamilan.

Perkembangan struktur internal susunan saraf pusat yang kompleks

terjadi secara menakjupkan dan evolusi dimulai setelah bentuk eksternal

yang esensial selesai, terdiri dari proliferasi seluruh komplemen neuron,

migrasi neuron menuju tempat yang spesifik di dalam SSP, proses

organisasi untuk menghasilkan sirkuit yang rumit yang berupakan

karakteristik otak manusia dan akhirnya peningkatan kualitas sirkuit

dengan pembentukan membran spesifik sistim neural atau myelin.

Peristiwa diatas terjadi mulai dari bulan kedua kehamilan hingga usia

dewasa. Penyimpangan perkembangan neural akan membawa

konsekuensi yang penting.

2.5.3. Proliferasi Neuoral

Hal penting pada fase proliferasi dimulai dari bulan ke 2 dan 4

kehamilan, dengan waktu puncak secara kuantitatif pada bulan ke 3 dan 4

seluruh neuron dan glia dibuat di zona ventrikuler dan subventrikuler

yang ada pada lokasi subependimal disetiap tingkatan perkembangan

susunan saraf. Pengetahuan yang sangat penting sehubungan dengan

proliferasi seluler diperoleh dari penelitian mengenai deposisi DNA otak,

16

Page 17: LAPORAN P2

dimana DNA merupakan bahan kimia yang berhubungan dengan jumlah

sel. Dua fase yang terjadi pada fase proliferasi adalah: 1. pada usia 2

hingga 4 bulan kehamilan, bersamaan secara primer dengan proliferasi

neuronal dan radial glia secara umum; 2. pada usia 5 bulan kehamilan

hingga >1 tahun post natal, secara primer berkaitan dengan multiplikasi

glia. Walaupun proliferasi neuronal mendominasi fase pertama,

pembentukan sebagian sel glia juga sering terjadi selama periode awal.

Proliferasi prekusor glia akan meningkatkan jumlah sel glia secara cepat,

pada akhirnya akan berpengaruh pada proses migrasi neuronal. Tetapi

juga dijumpai pembentukan beberapa neuronal yang terjadi pada usia

lebih dari 4 bulan kehamilan, terutama sel granula cerebelar eksternal.

Pada tahap akhir, terjadi proliferasi percabangan vaskuler, sistim arterial

terbentuk lebih dahulu daripada sistim vena, proliferasi tersebut terutama

aktif selama fase proliferasi neuronal. Dimulai dengan terbentuknya

pleksus leptomeningeal pembuluh darah; yang terjadi pada bulan ke 3

kehamilan dengan arah perkembangan secara radial, pada saat terbentuk

tidak bercabang, pada bulan ke 4 kehamilan dan usia selanjutnya akan

terbentuk percabangan arah horisontal.

Aspek yang mendasar dari proliferasi sel sepanjang dinding tabung

saraf dideskripsikan pertama kali oleh Sauer, 1935. Sel-sel ditepi zona

ventrikuler yang menunjukkan aktivitas replikasi DNA, mengadakan

migrasi kearah permukaan lumen dan membagi diri; 2 sel yang pertama

akan migrasi kembali ke tepi zona ventrikuler. Migrasi dari dan kearah

yang sama atau migrasi interkinetik nuklear berulang selama terjadi

replikasi DNA dan mitosis sering terjadi di zona ventrikuler. Pada

beberapa bagian otak, sel-sel di zona subventrikuler dapat diidentifikasi.

Sel-sel tersebut membelah tanpa berpindah kembali ke permukaan lumen.

Penelitian yang dilakukan oleh Rakic dkk, zona ventrikuler pertama kali

dibentuk pada saat pembentukan neuron pertama, dan zona

subventrikuler merupakan titik awal dari neuron-neuron yang terbentuk

selanjutnya dan glia. Pada saat sel dihasilkan dari siktus mitosis dan

aktivitas proliferasinya terhenti, mereka akan mengadakan migrasi masuk

17

Page 18: LAPORAN P2

ke zona intermediate dalam rangka membentuk lempeng cortikal. Dapat

disimpulkan, pada fase awal proliferasi, sel stem membelah secara

simetris menjadi 2 dengan cara tersebut unit proliferasi sel stem neuronal-

glia berkembang. Proses-proses diatas menentukan jumlah unit proliferasi

dalam zona ventrikuler-subventrikuler. Pada usia kehamilan selanjutnya,

jika dibandingkan dengan pertengahan bulan ke dua kehamilan, jumlah

unit proliferasi relatif stabil seperti pada saat sel stem membelah secara

asimetris. Pembelahan secara asimetris menentukan ukuran dari setiap

unit proliferasi. Pada fase proliferasi akan didapatkan perbandingan

produksi jumlah sel neronal post mitotik lebih banyak dibanding dengan

sel stem. Rakic menyimpulkan bahwa neuron-neuron yang dihasilkan

dari unit proliferasi mengadakan migrasi bersama dalam lorong untuk

membentuk kolumna neuronal korteks cerebri. Rakic menunjukkan

gambaran yang berbeda kinetika proliferasi neuronal pada primata

dibanding dengan spesies dengan neokortikal yang lebih kecil, primata

mempunyai durasi siklus sel yang lebih panjang dan terutama

mempunyai periode perkembangan proliferasi neuronal yang lebih

panjang. Hal tersebut karena jumlah unit proliferasi yang dibentuk lebih

banyak.

2.5.4. Migrasi Neuronal

Migrasi neuronal adalah peristiwa yang terjadi secara berkelanjutan

dimana jutaan sel saraf berpindah dari tempat asal di zona ventrikel-

subventrikuler ke tempat yang spesifik di SSP dan sel-sel tersebut akan

menetap sepanjang hidup. Periode puncak migrasi terjadi pada usia 3

hingga 5 bulan kehamilan, walaupun migrasi neuronal sudah dapat

dideteksi, pada area tertentu di cerebrum paling awal terjadi pada bulan

ke 2 dan segera setelah bulan ke 5 kehamilan.

18

Page 19: LAPORAN P2

Pengaturan waktu dan arah migrasi yang simultan harus diatur secara

ketat, tetapi pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme kontrol

migrasi baru saja dapat dijelaskan.

2.5.4.1. Dua proses dasar migrasi neuronal

Pola utama migrasi sel primata didefinisikan pertama kali oleh

Sidman dan Rakic. Dua pola dasar migrasi neuronal berupa migrasi

kearah radial dan tangensial. Didalam cerebrum, migrasi radial dari

sel-sel yang berasal dari zona ventrikuler dan subventrikuler

merupakan mekanisme utama dalam pembentukan korteks dan

struktur nukleus profundus. Didalam cerebelum, migrasi radial

menyebabkan terbentuknya sel purkinje, nukleus dentatus dan

nukleus bagian atas yang lainnya. Migrasi tangensial sel-sel yang

berasal dari zona germinal dalam regio rhombic lip dan migrasi

melalui permukaan cerebellum akan membentuk lapisan granular

eksternal. Sel-sel tersebut mengadakan migrasi secara radial kearah

dalam dengan tujuan membentuk lapisan sel granular internal dari

korteks cerebellum. Jadi dalam perjalanannya dari tempat asal sel,

sel granuler akan mengalami migrasi baik radial maupun tangensial.

Migrasi tangensial merupakan perpindahan sel menuju

permukaan pial, juga berlangsung dalam zona ventrikuler dan

subventrikel untuk membentu korteks cerebri. Migrasi ke lateral

pararel dengan permukaan pial sering terjadi setelah periode migrasi

radial dalam upaya membentuk kelompok neuronal dalam batang

otak dan medula spinalis.

2.5.4.2. Migrasi korteks cerebri

Pada stadium dini, sebelum migrasi sel dapat membentuk

lempeng kortikal, sel glia radial akan menyebar dari permukaan

ventrikuler sampai permukaan glia dimana ujung penyebaran akan

membatasi pembentukan membran glia pada permukaan pial.

Kelompok sel primitif pertama akan mengadakan migrasi pertama

untuk membentuk bakal lempeng. Lapisan neuron yang terbentuk

19

Page 20: LAPORAN P2

sesudahnya terpisah oleh neuron lempeng kortikal yang masuk ke

lapisan superfisial terdekat dengan permukaan pial, dimana akan

memproduksi Cajal-Retzius dan berhubungan dengan neuron-neuron

di zona marginal, dan lapisan yang paling dalam, yang akan menjadi

neuron subplate. Pembentukan Neuron preplate, Cajal-Retzius dan

neuron subplate merupakan fase yang penting untuk progresi migrasi

neuronal.

Setelah fase penting pertama penyebaran glial secara radial dan

pembentukan preplate yang merupakan prekusor pembentukan

neuron-neuron di zona marginal dan subplate, proses migrasi neuron

untuk membentuk lempeng kortikal dimulai. Diawali dengan sel

yang diproduksi di zona ventrikuler akan bergerak kearah dan

kembali (interkinetik nuklear) dan mengadakan migrasi secara cepat

dan bersamaan sepanjang zona intermediate untuk membentuk

lempeng kortikal. Pada stadium selanjutnya, neuron-neuron yang

diproduksi di zona subventrikuler akan bermigrasi kearah zona

intermediate tanpa mengadakan hubungan dengan permukaan

ventrikuler. Rakic menunjukkan bahwa sel yang pertama kali

bermigrasi akan berada pada posisi terbawah dalam korteks,

sedangkan yang bermigrasi selanjutnya akan berada pada posisi

yang lebih atas. Pada usia kehamilan 20 hingga 24 minggu korteks

cerebri sudah mempunyai komplemen neuron secara penuh.

Bagaimana sel yang bermigarsi mengetahui cara untuk mencapai

tempatnya masing-masing, sel glial radial akan memberi tuntunan

untuk migrasi sel neuron yang lebih muda dari tempat asalnya

hingga mencapai lempeng kortikal.

2.5.5. Sinaptogenesis

Pembentukan sinaps berbeda untuk tiap regio di otak. Jumlah ujung-

ujung dendrit yang merupakan tempat kontak sinaptik, didalam medula

retikuler akan meningkat hingga mencapai puncak pada usia 34-36

20

Page 21: LAPORAN P2

minggu kehamilan dan menurun secara cepat setelah lahir. Pada

cerebrum, sinaptik pertama sudah dijumpai pada neuron subplate dan

neuron pada zona marginal, misalnya neuron dari primitif preplate. Pada

hipokampus, sinaps didalam regio ini mulai meningkat pada usia

kehamilan 15 dan 16,5 minggu. Penelitian mendapatkan progresi

perkembangan ujung dendrit pada kortex manusia dari bulan ke 5

kehamilan.

Pada awalnya dendrit tampak seperti bentukan tipis, hanya memiliki

percabangan minimal. Dalam proses perkembangan selanjutnya terdapat

peningkatan jumlah dalam skala besar dengan peningkatan macam

bentuk ujung dendrit. Pada korteks visual, sinaptogenesis akan berjalan

cepat antara usia 2 hingga 4 bulan setelah lahir, yang merupakan waktu

terpenting untuk perkembangan fungsi visual. Densitas maksimal dicapai

dengan jumlah 40% sinaps. Pada korteks frontal, perjalanan dari fase

pembentukan hingga eliminasi berbeda dari korteks visual; densitas

maksimal akan dicapai pada usia 15 hingga 24 bulan, dan eliminasi

sinaps akan mencapai 40% tetapi membutuhkan waktu eliminasi yang

lebih bertahap. Pada korteks prefrontal, eliminasi sinaps terjadi hingga

pertengahan usia dewasa.

Pada masa bayi, sel-sel otak (neuron) berhubungan satu dan lainnya

dengan perantaraan 50 triliun sinaps, sedangkan pada usia dewasa,

densitas sinaps meningkat 10 kali lipat hingga mencapai jumlah 500

triliun. Pada usia 3 tahun, jumlah hubungan sinaps akan mencapai 1000

triliun, lebih banyak dari jumlah sinaps pada usia dewasa. Jumlah sinaps

yang besar tersebut merupakan hal yang penting untuk menunjang

21

Page 22: LAPORAN P2

mempertajam kemampuan otak melalui berbagai pengalaman yang

didapatnya.

Faktor-faktor yang menstimulasi pembentukan dan perkembangan

sinaps pada otak yang sedang berkembang adalah pertama, hal-hal yang

tidak bergantung dari aktivitas misalnya mekanisme molekuler yang

meliputi penentuan target (targeting), kedua, kejadian yang tergantung

dari aktivitas yang sering terjadi setelah perkembangan reseptor pada

neuron target dan pembentukan aktivitas elektrik.

2.5.6. Myelinisasi

Myelinisasi adalah suatu proses pembentukana membran myelin

sepanjang axon. Periode myelinisasi terjadi dalam waktu yang panjang,

dimulai pada trimester II dan berlanjut hingga usia dewasa. Myelinisasi

pada belahan otak merupakan proses yang sangat cepat yang terjadi

setelah lahir. Proses myelinisasi dimulai dengan proliferasi

oligodendroglia yang akan memanjang sesuai dengan tepi axon.

Membran plasma oligodendroglia akan berubah menjadi membran

myelin SSP. Proses myelinisasi terdiri dari 2 fase: pertama proliferasi

oligodendroglia dan diferensiasi, dan kedua terjadi penumpukan myelin

sepanjang axon.

2.5.6.1. Perkembangan oligodendroglia

Perkembangan oligodendroglia terdiri dari 4 stadium dasar,

pertama, progenitor oligodendroglia akan berubah menjadi

preoligodendrosit, oligodendrosit imatur lalu menjadi

oligodendrosit matur. Progentor berasal dari zona ventrikuler-

22

Page 23: LAPORAN P2

subventriculer yang mengalami proliferasi dan progenitor berupa

sel bipolar, yang merupakan sel migrans yang mengalami mitosis

aktif yang dikenal oleh antibodi monoklonal A2B5 dan NG2.

Progenitor A2B5 diproduksi pada beberapa bulan terakhir

kehamilan dan pada periode postnatal dini. Proses diferensiasi

oligodendroglia menjadi preoligodendrosit, yang merupakan sel

multipolar dikenali oleh antibodi monoklonal untuk sulfatide (O4).

Gelombang migrasi sel-sel tersebut secara anatomi berhubungan

dengan periventrikuler yang tampak dengan pemeriksaan MRI

pada bayi prematur. O4 preoligodendrosit kemudian

berdiferensiasi menjadi oligodendrosit imatur post mitotik yang

merupakan sel multipolar yang dikenali oleh antibodi monoklonal

terhadap galaktocebroside (O1). Pada trimester ke 3 kehamilan sel-

sel tersebut dapat diamati perkembangannya yang tampak berupa

garis tegas yang meluas menyelimuti sepanjang axon.

Proses tersebut diikuti dengan diferensiasi menjadi

oligodendrosit matur, yang merupakan sel multipolar dengan

membran dan dikenali dengan antibodi untuk myelin basic protein

dan protein proteolipid.

Determinan molekuler pada proses ini adalah berbagai faktor

pertumbuhan, hormon dan sitokin. Molekul tersebut termasuk

basic fibroblast growth factors (bFGF), neurotropin-3 (NT3),

platelet-derived growth factors (PDGF), insulin-like growth factor

(IGF-1), neuregulin, anggota IL-6 dan hormone tyroid.

Program kematian sel merupakan gambaran yang penting

dalam perkembangan oligodendroglia, seperti pada neuron. Data

penelitian menunjukkan apoptosis oligodendroglia mencapai 50%

dalam proses perkembangannya.

2.5.6.2. Myelinisasi pada regio otak manusia

Myelinisasi dimulai dari sistem saraf perifer, dimana sistim

saraf motorik mengalami myelinisasi sebelum sistim saraf sensoris.

Segera kelahiran, myelin tampak pada batang otak dan cerebelum

dimana komponen terbesarnya menyelimuti sistim sensoris dan

23

Page 24: LAPORAN P2

motoris. Sedangkan myelinisasi pada SSP mempunyai tendensi

untuk mendahulukan sistim saraf motorik. Myelinisasi pada

hemisfer cerebral, terutama pada regio yang mengatur fungsi luhur

dan perbedaan sensoris, sering sudah siap segera setelah lahir dan

berlanjut pada dekade berikutnya.

Empat aturan utama yang secara umum mengatur myelinisasi

pada manusia: 1. jalur proximal mengalami myelinisasi sebelum

jalur distal 2. jalur saraf sensoris mengalami myelinisasi sebelum

jalur motorik 3. jalur proyeksi mengalami myelinisasi sebelum

jalur yang berhubungan dengan cerebral 4. lokasi sentral cerebral

mengalami myelinisasi sebelum ujung cerebral 5. kutub oksipital

mengalami myelinisasi sebelum bagian frontotemporal. Secara

umum perubahan cepat dalam myelinisasi terjadi pada 8 bulan

pertama post natal.

2.6. Makanan tambahan yang tepat untuk bayi usia 6 bulan9

Antara usia 6 – 24 bulan, anak tumbuh dengan cepat dan kebutuhan

energi, vitamin dan mineralnya meningkat, namun ukuran perut mereka masih

kecil (30ml/kg berat badan – seukuran 1 buah cangkir), sehingga mereka

membutuhkan makanan yang kaya gizi dan mampu memenuhi kebutuhan

nutrisi mereka walaupun dalam porsi yang kecil. Setelah 6 bulan, biasanya bayi

membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada yang tersedia didalam

ASI – pada titik inilah, nutrisi tambahan bisa diperoleh dari sedikit porsi

makanan padat.

Saat ini yang dipakai adalah konsep makanan sehat seimbang seperti

yang dituangkan dalam piramida makanan. Segitiga makanan ini akan

membantu kita cara memfokuskan dan menseleksi makanan. Porsi terbesar

makanan kita adalah yang tertera di paling bawah piramida makanan, yaitu

beras dan sereal sedangkan makanan yang kebutuhannya sangat sedikit adalah

yang di puncak piramida yaitu lemak dan gula.

Untuk bayi usia 6-8 bulan, tekstur makanan Semi-cair (dihaluskan atau

puree), secara bertahap kurangi campuran air sehingga menjadi semi-padat.

24

Page 25: LAPORAN P2

Frekuensi pemberian untuk makanan utama 1-2 kali per hari dan untuk camilan

cukup 1 kali per hari.

Makanan pertama sebaiknya adalah golongan beras dan sereal karena

berdaya alergi rendah. Beras dan sereal disangrai dan dihaluskan menjadi

tepung, tim dengan air secukupnya sampai matang, kemudian campurkan

dengan ASI atau air matang untuk membentuk tekstur semi cair.

Secara berangsur-angsur perkenalkan sayuran yang dikukus dan

dihaluskan dan kemudian buah yang dihaluskan, kecuali pisang dan alpukat

matang, jangan berikan buah/sayuran mentah.

Setelah bayi dapat mentolerir beras/sereal, sayur dan buah dengan baik,

berikan sumber protein (tahu, tempe, daging ayam, hati ayam & daging sapi)

yang dikukus dan dihaluskan.

Setelah bayi mampu mengkoordinasikan lidahnya degan lebih baik,

secara bertahap bubur dibuat lebih kental (kurangi campuran air), kemudian

menjadi lebih kasar (disaring kemudian cincang halus), lalu menjadi kasar

(cincang kasar) dan akhirnya bayi siap menerima makanan padat yang

dikonsumsi keluarga.

2.7. Toxoplasmosis

2.7.1. Etiologi10

Penyakit ini disebabkan oleh T.gondii yang merupakan parasit

obligat intraselluler (protozoa) dari ordo Coccidia yang dapat

menimbulkan infeksi pada burung dan mamalia. Toxoplasma gondii ada

dalam 3 bentuk di alam :

a. Ookista adalah bentuk yang resisten di alam

b. Trofozoid adalah bentuk vegetatif dan proliferatif

c. Kista bentuk yang resisten di dalam tubuh

Ada 2 aspek yang berbeda pada siklus kehidupan T.gondii, yakni :

a. Bentuk proliferatif (aseksual) terjadi pada penjamu perantara

seperti: burung, mamalia, manusia, disebut juga siklus

nonfeline.

25

Page 26: LAPORAN P2

b. Bentuk reproduktif (seksual), terjadi pada usus kucing

sebagai penjamu definitif, dosebut juga siklus feline (feline

= kucing ).

T.gondii dapat tumbuh dalam semua sel mamalia kecuali sel darah

merah yang bisa dimasuki tapi tanpa terjadi pembelahan. Selama infeksi

akut, parasit dapat ditemukan dalam banyak organ tubuh.

Begitu melekat pada sel penjamu dan sel secara aktif mengadakan

penetrasi ke dalamnya, parasit akan membentuk vakuola parasitoforus

dan mengadakan pembelahan. Waktu pembelahan sekitar 6 – 8 jam untuk

strain yang virulen. Bila jumlah parasit dalam sel mendekati masa kritis

( ± 64 – 128 dalam kultur ), sel tersebut akan ruptur dengan melepaskan

takizoit dan menginfeksi sel didekatnya. Dengan cara ini organ yang

terinfeksi segera memperlihatkan bukti adanya proses sitopatik.

Sebagian besar takizoit akan dieliminasi dengan bantuan respon

imun dari penjamu, baik humoral maupun seluler. Sekitar 7 -10 hari

sesudah infeksi sistemik oleh takizoit terbentuklah kista di dalam

jaringan yang berisi bradizoit. Kista jaringan ini terdapat dalam sejumlah

organ tubuh, tetapi pada prinsipnya di dalam SSP dan otot parasit

tersebut berada sepanjang siklus penjamu.

Kalau kista tersebut termakan ( misalnya manusia memakan

produk daging yang tidak dimasak sampai matang ) membrane kista akan

segera dicerna dengan adanya sekresi asam lambung yang pHnya rendah.

Pada penjamu nonfeline, bradizoit yang termakan akan memasuki

epithelium usus halus dan mengadakan transformasi menjadi takizoit

yang membelah dengan cepat, terjadilah infeksi takizoit sistemik akut, ini

diikuti oleh pembentukan kista jaringan yang mengandung bradizoit yang

mengadakan replikasi lambat, terjadilah stadium kronik, ini melengkapi

siklus nonfeline. Infeksi akut yang terjadi pada penjamu dengan daya

imun lemah paling besar kemungkinannya disebabkan oleh pelepasan

spontan parasit yang tebungkus dalam kista dan mengalami transformasi

cepat menjadi takizoit dalam SSP.

Siklus kehidupan yang penting dari parasit tersebut terdapat dalam

tubuh kucing ( penjamu definitif ). Siklus kehidupan seksual parasit

ditentukan oleh pembentukan ookista di dalam penjamu feline. Siklus

26

Page 27: LAPORAN P2

entero epithelial ini dimulai dengan termaknnya kista jaringan yang

menjadi bradizoit dan akan memuncak setelah melalui beberapa stadium

antara dalam proses produksi mikrogamet. Mikrogamet mempunyai

flagella yang memungkinkan parasit ini mencari mikrogamet.

Penyatuan gamet akan menghasilkan zigot yang membungkus diri

dengan dinding yang kaku. Zigot ini disekresikan dalam feses sebagai

ookista tanpa sporulasi. Setelah 2 -3 hari terkena udara pada suhu

sekitarnya, ookista yang non infeksius mengalami sporulasi untuk

menghasilkan sporozoit. Ookista yang mengadakan sporulasi tersebut

dapat termakan oleh penjamu antara, seperti wanita hamil yang

membersihkan kotoran kucing, babi yang mencari makan di sekitar

peternakan, ataupun termakan mencit. Setelah dibebaskan dari ookista

melalui proses pencernakan, sporozoit yang terlepas akan menginfeksi

epithelium intestinal penjamu nonfeline dan memproduksi takizoit

aseksual yang tumbuh dengan cepat dan membentuk bradizoit.

2.7.2. Patogenesis Toxoplasmosis27,28,29,30

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

dengan parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii. Beberapa macam

Infeksi toxoplasma

1. Infeksi Toxoplasma akut : infeksi yang didapat sesudah

bayi dilahirkan, biasanya asimptomatik.

2. Usus merupakan lokasi infeksi T. gondii yang pertama.

Infeksi yang berat akibat menelan oosista akan

mengakibatkan lesi pada usus sampai terjadi kematian

pada anak kucing atau hewan lain, sedangkan pada

manusia biasanya terjadi pembengkakan limfoglandula

(lgl) mesenterika dan terjadi degenerasi sel pada

parenkim hati. Selama stadium akut parasit (takizoit)

akan mengalami replikasi dengan cepat dan siap

mengadakan invasi serta melisiskan sel inang . Takizoit

yang telah menginfeksi sel, hidup dalam suatu vakuola

parasitoforus yang mengalami suatu modifikasi sehingga

tidak dapat fusi dengan kompartemen intrasel misalnya

lisosom dan menyebabkan parasit mampu bertahan hidup

27

Page 28: LAPORAN P2

serta berkembang untuk jangka waktu lama di dalam sel.

Semua sel berinti memiliki potensi terinfeksi takizoit.

Pada manusia gejala klinis infeksi akut adalah: nyeri,

pembengkakan pada beberapa limpoglandula (lgl.

cervikal, lgl. supra clavicular, lgl. inguinal), panas, sakit

kepala, nyeri otot, anemia, dan kadang-kadang

komplikasi pada paru-paru. Gejala-gejala tersebut dapat

dikelirukan dengan gejala sakit flu . Toksoplasmosis akut

dapat menyebabkan kematian pada pasien

immunocompromised seperti pada penderita AIDS,

karena ensefalitis.

3. Infeksi toxoplasma sub akut : bentuk sub akut merupakan

kelanjutan infeksi yang bersifat akut, dan merupakan

infeksi yang lebih nyata akibat kerusakan sistem saraf

pusat serta jaringan. Takizoit secara terusmenerus akan

merusak sel sehingga menyebabkan kerusakan secara

ekstensif pada paru-paru, hati, jantung, otak, mata, dan

diperkirakan kerusakan juga terjadi di sistem saraf pusat

karena sistem kekebalan pada jaringan ini rendah.

4. Infeksi toxoplasma kronik : terjadinya persistensi kista

dalam jaringan yang berisi parasit pada individu yang

secara klinis asiptomatik.

5. Infeksi kronis terjadi ketika sistem imun berkembang dan

menghambat proliferasi takizoit sehingga terbentuk sista

yang berisi bradizoit. Terbentuknya sista tersebut diduga

karena adanya kekebalan humoral yang memicu terjadi

sista jaringan di dalam otak dengan disertai respons

kekebalan seluler yang mengontrol pembentukan sista

jaringan tersebut. Pembentukan sista jaringan hanya

mengakibatkan sedikit perubahan pada sel inang tanpa

memperlihatkan gejala klinis yang nyata sehingga

biasanya infeksi ini bersifat asimtomatik. Sista yang

pecah akan menimbulkan reaksi peradangan,

terbentuknya nodul dan menyebabkan ensefalitis kronik,

28

Page 29: LAPORAN P2

miokarditis serta pneumonia. Bradizoit yang dibebaskan

dari sistacyang pecah selama infeksi kronis akan

menginfeksi sel-sel baru dan dapat terjadi dalam periode

yang lama.

6. Infeksi Toxoplasmosis akut maupun kronik : suatu

keadaan saat parasit menjadi penyebab terjadinya gejala

dan tanda klinis ( antara lain : ensefalitis, miokarditis,

pneumonia ).

7. Infeksi Toxoplasmosis congenital : infeksi pada bayi

baru lahir yang terjadi akibat penularan parasit secara

transplasental dari ibu yang terinfeksi terhadap

janinnya.Bayi ini biasanya asiptomatik pada saat

dilahirkan tapi di kemudian hari akan timbul manifestasi

berupa gejala dan tanda dengan kisaran yang luas seperti:

korioretinitis, strabismus, epilepsi dan retardasi

psikomotor.

Toxoplasma gondii yang diperoleh oleh anak-anak dan orang

dewasa dari menelan makanan yang mengandung kista atau yang

terkontaminasi dengan ookista biasanya dari kucing yang terinfeksi akut.

Ookista juga dapat diangkut ke makanan oleh lalat dan kecoak. Ketika

organisme yang tertelan, bradyzoites dilepaskan dari kista atau sporozoit

dari ookista. Organisme memasuki sel pencernaan di mana mereka

berkembang biak, sel-sel pecah, menginfeksi sel yang bersebelahan,

masuk ke limfatik, dan menyebarkan hemategeneous ke seluruh tubuh.

Takizoit berkembang biak, menghasilkan Bintil-bintil dikelilingi oleh

reaksi seluler. Dengan pengembangan respon imun normal yang bersifat

humoral dan cell-mediated, takizoit menghilang dari jaringan. Pada orang

dengan sistem kekebalan dan juga beberapa orang tampaknya

imunokompeten, infeksi akut berlangsung dan dapat menyebabkan

penyakit yang berpotensi mematikan, termasuk pneumonitis, miokarditis,

atau ensefalitis.

Perubahan populasi limfosit-T selama infeksi akut T. gondii pada

umumnya meliputi limfositosis, peningkatan jumlah CD8, penurunan

29

Page 30: LAPORAN P2

rasio jumlah CD4 : CD8 . Penurunan sel CD4 pada pasien dengan AIDS

dapat menyebabkan manifestasi parah pada toksoplasmosis.

Karakteristik bening perubahan simpul termasuk hiperplasia reaktif

folikel dengan cluster teratur histiosit epithelioid yang melanggar batas

dan margin blur pusat germinal, dan distensi fokus sinus dengan sel

monocytoid.

Kista terbentuk 7 hari setelah infeksi dan tetap untuk kehidupan

inang. Selama infeksi laten mereka menghasilkan sedikit atau tidak ada

respon inflamasi tetapi dapat menyebabkan penyakit yg timbul pada

orang yang memiliki sistem imun yang lemah. Hal tersebut akan

menimbulkan chorioretinitis pada anak-anak dengan infeksi postnatal

tetapi lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa

dengan infeksi kongenital

Toxoplasmosis pada penjamu dengan daya imun yang baik akan

mengalami perjalanan penyakit sebagai berikut :

a. Akan sembuh sendiri

b. Lama sakit yang singkat

c. Menjadi toxoplasmosis kronik

Pada umumnya ketiga proses tersebut bersifat asimptomatik,

tetapi bila suatu saat daya imun seseorang yang telah terinfeksi tersebut

menurun, dapat timbul tanda dan gejala klinis kembali.

2.7.3. Manifestasi Klinis11

Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya lebih berat dan

permanen, oleh karena jaringan ini tidak mempunyai kemampuan untuk

beregenerasi. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang

disertai dengan kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena

ependimitis mengakibatkan hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di

retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi

leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada proses

penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid,

30

Page 31: LAPORAN P2

disertai pigmentasi. Di otot jantung dan otot bergaris dapat ditemukan

T.gondii tanpa menimbulkan peradangan. Di alat tubuh lainnya, seperti

limpa dan hati, parasite ini lebih jarang ditemukan

2.7.4. Pemeriksaan Penunjang11

Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. Tes yang

dapat dipakai adalah tes warna Sabin Feldman (“Sabin-Feldman dye tes”)

dan tes hemaglutinasi tidak langsung (IHA) untuk deteksi antibody IgG,

tes zat anti fluoresen tidak langsung (IFA) dan tes ELISA untuk deteksi

antibody IgG dan IgM.

Prinsip tes warna adalah sebagai berikut: Toxoplasma yang hidup

(dari cairan peritoneum tikus) bila dicampur dengan serum normal mudah

diwarnai dengan biru metilen. Tetapi bila dicampur dengan serum kebal,

parasite tidak dapat mengambil warna lagi. Titer tes warna ialah

pengenceran tertinggi dengan 50% dari jumlah Toxoplasma tidak

diwarnai. Titer zat anti IgG cepat naik dan tetaap tinggi selama setahun

atau lebih pada tes warna maupun tes IHA, IFA dan ELISA. Pada tes

warna diperlukan parasite Toxoplasmayang hidup, maka tes ini sekarang

jarang dipakai.

Pada tes IFA dan ELISA tidak diperlukan parasite yang hidup dan

kedua tes ini juga digunakan untuk deteksi zat anati IgM Toxoplasma.

Adanya zat anti IgM pada neonatus menunjukkan bahwa zat anti ini

dibuat oleh janin yang terinfeksi dalam uterus, karena zat anti IgM dari

ibu yang berukuran lebih besar tidak dapat melalui plasenta, tidak seperti

halnya zat anti IgG. Maka bila ditemukan zat anti IgM Toxoplasma pada

neonatus, diagnosis toksoplasmosis kongenital sudah dapat dipastikan.

Untuk memastikan diagnosis toksoplasmosis akuisita, tidak cukup

bila hanya sekali menemukan titer zat anti IgG T.gondii yang tinggi,

karena titer zat anti yang ditemukan dengan tes-tes tersebut di atas dapat

ditemukan bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Diagnosis

toksoplasmosis akut dapat dibuat, bila titer IgG meninggi secara

bermakna pada pemeriksaan kedua kali dengan jangka waktu 3 minggu

31

Page 32: LAPORAN P2

atau lebih, atau bila ada konversi dari negative ke positif. Diagnosis juga

dapat dipastikan bila ditemukan zat anti IgM, di samping adanya titer tes

warna atau tes IFA yang tinggi.

Akhir-akhir ini dikembangkan PCR (Polymerase Chain Reaction)

untuk deteksi DNA parasite. Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis

dini yang cepat dan tepat untuk toksoplasmosis kongenital prenatal dan

postnatal dan infeksi toksoplasmosis akut pada wanita hamil dan

penderita imunokompromais.

2.7.5. Penatalaksanaan11

Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk

takizoit T.gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-

obat ini dapat memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat

menghilangkan infeksi menahun, yang dapat menjadi aktif kembali.

Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik, maka

dipakai sevagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan. Pirimetamin

menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan trombositopenia dan

leukopenia. Untuk mencegah efek sampingan ini, dapat ditambahkan

asam folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka obat ini

tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Sulfonamid dapat menyebabkan

trombositopenia dan hematuria.

Spiramisin adalah antibiotika macrolide, yang tidak menembus

plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Obat ini

dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai

obat profilaktik untuk mencegah transmisi T.gondii ke janin dalam

kandungannya.

Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat

menyebabkan colitis pseudomembranosa atau colitis ulserativa, maka

tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita hamil.

Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan pada mata,

tetapi tidak dapat diberikan sebagai obat tunggal.

32

Page 33: LAPORAN P2

Obat macrolide lain yang efektif terhadap T.gondii adalah

klaritomisin dan azitromisin yang diberikan bersama pirimetamin pada

penderita AIDS dengan ensefelitis toksoplasmik. Obat yang baru adalah

hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila dikombinasi dengan

sulfadiazine atau obat lain yang aktif terhadap T.gondii, dapat membunuh

kista jaringan pada mencit. Tetapi hasil penelitian pada manusia masih

ditunggu.

Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi

pengobatan. Seorang ibu yang hamil dengan infeksi primer harus

diberikan pengobatan profilaktik. Toksoplasmosis kongenital harus

diberikan pengobatan selama sedikitnya 1 tahun. Penderita

imunokompromais (AIDS, keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis

akut harus diberi pengobatan.

2.7.6. Siklus Hidup Toxoplasma gondii34

33

Page 34: LAPORAN P2

Hospes definitif dari Toxoplasma gondii adalah kucing dan famili

Felidae lain. Ookista yang belum tersporulasi diekskresikan oleh kucing

di dalam tinja. Walaupun ookista ini hanya diekresikan selama kurang

lebih 1-2 minggu, akan tetapi jumlah yang diekresikan sangatlah banyak.

Ookista membutuhkan waktu kurang lebih 1-5 hari untuk membentuk

spora dan kemudian berkembang menjadi fase infektif. Hospes

intermediet seperti burung dan binatang pengerat (rodentia) menjadi

terinfeksi setelah menelan tanah, air atau tanaman yang telah

terkontaminasi oleh ookista. Ookista kemudian berkembang menjadi

takizoit tidak lama setelah tertelan. Takizoit ini menetap di jaringan saraf

dan otot, dan berkembang menjadi jaringan kista yang berisi bradizoit.

Kucing terinfeksi setelah mengkonsumsi hospes intermediet yang

membawa jaringan kista. Kucing juga dapat terinfeksi langsung bila

menelan ookista yang tersporulasi. Binatang yang diternakkan oleh

manusia untuk di konsumsi dan untuk pertandingan dapat juga menjadi

terinfeksi dengan jaringan kista setelah menelan ookista yang telah

tersporulasi di lingkungan. Manusia dapat terinfeksi melalui berbagai

cara yaitu:

a. Memakan daging yang dimasak tidak matang dan

terdapat jaringan kista.

34

Page 35: LAPORAN P2

b. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang

terkontaminasi tinja kucing atau terkontaminasi dari

sampel lingkungan seperti tanah yang terkontaminasi

tinja kucing atau mengganti tempat pembuangan dari

kucing peliharaan.

c. Transfusi darah atau tranplantasi organ

d. Dari ibu ke janin melalui plasenta

Di dalam tubuh manusia, parasit ini membentuk jaringan kista,

umumnya terdapat pada otot rangka, otot jantung (miokardium), otak dan

mata. Kista ini dapat bertahan lama di dalam tubuh hospes selama hospes

tersebut hidup. Diagnosis biasanya didapatkan melalui uji serologi,

walaupun terkadang jaringan kista dapat diamati dalam spesimen biopsi

yang telah diwarnai. Diagnosis untuk infeksi kongenital bisa didapatkan

melalui deteksi DNA Toxoplasma gondii di dalam cairan amnion melalui

tes PCR.

2.8. Khorioretinitis12,13

2.8.1. Definisi

Korioretinitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan

traktus uvealis bagian posterior, yaitu koroid. Istilah chorioretinitis sering

di sama artikan dengan uveitis posterior. Pada uveitis posterior, retina

juga hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal dengan

Korioretinitis.

Gambar

Uveitis Posterior

2.8.2. Etiologi

Uveitis Posterior (Korioretinitis) dapat disebabkan oleh:

35

Page 36: LAPORAN P2

a. Penyakit Infeksi

2. Virus CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola,

HIV, virus epstein barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut

3. Bakteri Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis

sporadic dan endemic, nocardia, neisseria meningitidis,

mycobacterium aviumintracellulare, yersinia, dan borrelia

(penyebab penyakit Lyme).

4. Fungus Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.

5. Parasit Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.

b. Penyakit Non Infeksi

1. Autoimun

Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis

nodosa, oftalmia simpatis, vaskulitis retina

2. Keganasan

Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi

metastatik

3. Etiologi tak diketahui

Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid

multifokal akut, retinopati “birdshot”, epitellopati pigment

retina

2.9. Mikrosefali14

2.9.1. Definisi

Mikrosefali merupakan kelainan dimana lingkar kepala berukuran

lebih dari 3 SD dibawah rata-rata dibawah usia dan jenis kelamin.

2.9.2. Etiologi

Penyebab mikrosefali terbagi menjadi dua, yaitu mikrosefali primer

(genetika) dan mikrosefali sekunder (non-genetika). Mikrosefali primer

merujuk pada kelompok keadaan yang biasanya tidak memiliki

malformasi lain dan mengikuti pola pewarisan mendelian atau terkait

dengan sindrom tertentu dimana bayi-bayi ini biasanya dikenal saat lahir

karena kecilnya lingkar kepala. Mikrosefali sekunder akibat sejumlah

besar agen berbahaya yang dapat mengenai janin dalam uterus atau bayi

selama masa pertumbuhan otak.

36

Page 37: LAPORAN P2

2.9.3. Manifestasi klinik

Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan, mencari kasus

mikrosefali tambahan atau gangguan yang mengenai sistem saraf.

Penting mengukur lingkar kepala, lingkar kepala yang sangat kecil

menunjukkan suatu proses yang dimulai pada awal perkembangan

embrional atau janin. Gangguan otak yang terjadi pada kehidupan akhir,

terutama usia lebih dari 2 tahun, kurang mungkin mengakibatkan

mikrosefali berat. Pengukuran lingkar kepala berulang lebih berarti

terutama saat kelainan minimal dengan lingkar kepala orang tua dan

saudara dicatat.

2.9.4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium ditentukan melalui riwayat dan

pemeriksaan fisik. Jika penyebab tidak ketahui, kadar fenilalanin serum

ibu harus diukur. Kadar fenilalanin serum ibu yang tinggi pada ibu yang

tidak bergejala dapat mengakibatkan cedera otak yang nyata pada bayi

non-fenilketonuria yang lainnya normal. Kariotipe diperiksa jika sindrom

kromosom dicurigai atau jika anak memiliki wajah abnormal, perawakan

pendek dan anomali kongenital tambahan.

Skrining CT/MRI dapat berguna dalam mengenali kelainan

struktural otak atau kalsifikasi intraserebrum. Penelitian tambahan

meliputi analisis asam amino plasma dan urin puasa, amonium serum,

titer toksoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpes simplex (TORCH)

ibu dan anak serta sampel urin untuk biakan sitomegalo virus.

2.9.5. Terapi

Bila penyebab telah ditegakkan, dokter harus memberikan nasehat

keluarga yang tepat dan pendukung genetik, karena banyak anak dengan

mikrosefali juga akan mengalami retardasi mental, dokter harus

membantu dengan penempatan pada program yang tepat yang akan

memberikan perkembangan anak maksimum.

37

Page 38: LAPORAN P2

2.10. Pengaruh toxoplasmosis, korioretinitis, mikrosefali terhadap tumbuh kembang

anak10,14

Toxsoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligiat, di dapay per

oral, secara transplasental, atau jarang, secara parental pada kecelakaan

laboraturium, melalui transfusi, atau dari oragan yang di transplantasi. Pada

anak dengan imunologis normal, infeksi akut didapat, mungkin tidak bergejala,

menyebabkan limfadenopati, atau kerusakan hamper tiap organ. Sekali terkena,

organism berkista laten menetap selama seumur hidup hospes. Pada bayi atau

anak dengan gangguan imun, perolehan akut atau rekrudesens organism laten

paling sering menyebabkan tanda-tanda atau gejala-gejala yang di hubungkan

dengan system saraf pusat (SSP). Infeksi yang diperoleh secara kongenital, jika

tidak diobati, hampir selalu menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala pada

masa perinatal atau pada kehidupan dikemudian. Tanda-tanda yang paling

sering adalah karena korioretinitis dan lesi SSP. Namun, manifestasi lain,

seperti retardasi intrauterin, demam, limfadenopati, ruam, kehilagan

pendengaran, pneumonitis, hepatitis dan trombositopenia, juga terjadi.

Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai dengan

kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena ependimitis

mengakibatkan hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di retina ditemukan

reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat

menyebabkan kerusakan total dan pada proses penyembuhan menjadi parut

(sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi.

Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi

beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplasmosis congenital, yang telah

diobati, tampak berfungsi secara normal pada umur tahun-tahun pertama.

Toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1

tahun, dapat menyebabkan pengurangan banyak fungsi kognitif dan

keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa

anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan

perimintamin dan sulfonamide selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat

motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonates, walaupun infeksi

pada saat lahir subklinis.

38

Page 39: LAPORAN P2

2.11. Imunologi pada bayi3

Neonatus mewarisi banyak imunitas dari ibu karena banyak antibodi

protein berdifusi dari darah ibu melalui plasenta ke fetus. Akan tetapi,

neonatus tidak membentuk antibodinya sendiri sampai beberapa waktu

lamanya. Pada akhir bulan pertama, gamma globulin bayi, yang mengandung

antibodi, mengalami penurunan sampai kurang dari setengah kadar aslinya,

yang diikuti dengan penurunan imunitas. Setelah itu, system imunisasi bayi

sendiri mulai membentuk antibodi, dan konsentrasi gamma globulin pada

dasarnya kembali ke tingkat normal pada usia 12 sampai 20 bulan.

Walaupun penurunan gamma globulin terjadi segera setelah lahir,

antibodi yang diwariskan dari ibu melindungi bayi sampai sekitar 6 bulan

terhadap penyakit infeksi anak-anak yang paling utama, termasuk difteri,

campak dan polio. Oleh karena itu, imunisasi terhadap penyakit ini biasanya

tidak diperlukan sampai usia 6 bulan. Sebaliknya, antibodi terhadap batuk

rejan biasanya tidak mencukupi untuk melindungi neonates. Oleh karena itu,

untuk perlindungan yang sempurna, bayi membutuhkan imunisasi terhadap

penyakit ini dalam bulan pertama kehidupan atau selanjutnya.

2.12. Infeksi Intrauterin

Infeksi intrauterin yang sering sekali menyebabkan cacat bawaan ialah

TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex).2

2.12.1. Toxoplasmosis15

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

dengan parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii.

2.12.2. Rubella6

Rubella ialah penyakit infeksi akut dan jinak yang disebabkan oleh

togavirus dan paling sering menyerang anak-anak dan dewasa muda yang

tidak kebal. Virus memasuki saluran napas melalui nuklei droplet dan

menyebar ke sistem limfatik. Penyakit ini ditandai dengan selesma

ringan, radang tenggorokan dan demam diikuti dengan pembesaran

kelenjar getah bening leher serta munculnya ruam halus berwarna merah

mudah yang dimulai di kepala dan menyebar perlahan menjadi bentuk

generalisata. Infeksi transplasenta ke janin akibat terinfeksinya ibu pada

trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan kematian hasil

39

Page 40: LAPORAN P2

pembuahan atau kelainan perkembangan yang berat pada bayi baru lahir.

Dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome.

2.12.3. Cytomegalovirus6

Cytomegalvirus ialah setiap virus dari subfamili

Betaherpesvirinae, virus yang sangat spesifik meninfeksi manusia, kera,

atau hewan pengerat dengan menghasilkan sel-sel besar yang unik yang

menghasilkan inklusi intranukleus. Cytomegalovirus ini dapat

menyebabkan berbagai sindrom klinis tergantung pada usia dan status

kekebalan pejamu yang semuanya dikenali sebagai penyakit inklusi

sitomegalik.

2.12.4. Herpes Simplex6

Herpes simplex ialah sekelompok infeksi akut yang disebabkan

oleh virus herpes manusia ditandai oleh satu atau lebih vesikel berisi air

dengan dasar yang meninggi dan kemerahan pada kulit atau selaput

lendir dan terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi infeksi laten.

Faktor pencetus termasuk demam, terpajan suhu dingin atau sinar ultra

violet, sengatan matahari, abrasi mukosa atau kulit, stress emosi atau

cedera saraf.

2.13. Faktor yang Mempengaruhi BBLR19

Faktor-faktor penentu Berat Badan Lahir meliputi:

1. Faktor intrinsik yaitu jenis kelamin, genetika, suku bangsa, dan

pertumbuhan placenta.

2. Faktor ibu yang meliputi

a. Faktor biologi, yaitu: umur, paritas, tinggi badan, berat badan pra

hamil, pertambahan berat badan selama kehamilan, LILA

b. Faktor lingkungan, yaitu: taraf sosial ekonomi, jarak antar kehamilan,

penyakit infeksi, kegiatan fisik, perawatan kesehatan, pendidikan,

kebiasaan merokok, atau minum alkohol, dan ketinggian tempat

tinggal.

Gizi ibu pada waktu hamil sangat penting untuk pertumbuhan janin yang

dikandungnya. Angka kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) lebih tinggi

di negara-negara yang sedang berkembang daripada di negara-negara yang

40

Page 41: LAPORAN P2

sudah maju. Hal ini disebabkan oleh keadaan social ekonomi yang rendah

mempengaruhi diet ibu.

Pada umumnya, pada ibu-ibu yang hamil dengan kondisi kesehatan yang

baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak sering menderita sakit, dan

tidak ada gangguan gizi pada masa pra-hamil, akan menghasilkan bayi yang

lebih besar dan lebih sehat daripada ibu-ibu yang kondisisnya tidak seperti itu.

Kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang

berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang “stunting/kuntet” pada masa

dewasa. Ibu-ibu yang kondisinya seperti ini sering melahirkan bari BBLR,

vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, lebih-lebih bila ibu tadi juga

menderita anemia. Terdapat hubungan antara bentuk tubuh ibu, sistem

reproduksi dan social-ekonomi terhadap pertumbuhan janin.

Berat badan lahir (BBL) bayi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain

selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi kehamilan, kurang gizi,

keadaan stress pada ibu hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin melalui

efek buruk yang menimpa ibunya, atau pertumbuhan plasenta dan transport zat-

zat gizi ke janin.

Ada 2 faktor yang perlu diperhatikan pada wanita hamil di negara

berkembang, yaitu:

1. Perkawinan pada masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda,

yaitu sekitar usia “menarche”. “Menarche” adalah pembentukan atau

permulaan fungsi menstruasi. Risiko untuk melahirkan BBLR sekitar dua

kali lipat dalam 2 tahun setelah “menarche”. Disamping itu akan terjadi

kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa

pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama

kehamilan, semua ini akan menyebabkan kebanyakan wanita di negara

berkembang mempunyai tinggi badan yang pendek.

2. Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah

dibandingkan laki-laki, sehingga kurang energy protein (KEP) pada wanita

lebih tinggi dengan akibat tingginya angka kematian bayi.

41

Page 42: LAPORAN P2

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi

dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:

1. Gangguan perkembangan, salah satunya gangguan perkembangan

motorik

2. Gangguan pertumbuhan

3. Gangguan penglihatan (Retinopati)

4. Gangguan pendengaran

5. Penyakit paru kronis

6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

2.14. Infeksi Intrauterin yang Bisa Menyebabkan Khorioretinitis dan Mikrosefali

secara Bersamaan20

Salah satu penyebab mikrosefali sekunder akibat dari sejumlah besar

agen berbahaya yang dapat mengenai janin dalam uterus atau bayi selama masa

pertumbuhan otak cepat, terutama pada usia 2 tahun pertama adalah infeksi

kongenital seperti:

1. Sitomegalovirusa

Temuan-temuan khas:

Kecil menurut usia kehamilan, ruam petekie, hepatosplenomegali,

korioretinitis, tuli, retardasi mental, dan kejang-kejang

Kalsifikasi SSS dan mikrogiria

2. Rubella

Temuan-temuan khas:

Retardasi pertumbuhan, purpura, trombositopenia,

hepatosplenomegali, penyakit jantung congenital, korioretinitis,

katarak, dan tuli

Daerah nekrosis perivaskular, polimikrogiria, heterotopia, peronggaan

subependima

3. Toksoplasmosis

Temuan-temuan khas:

Purpura, hepatosplenomegali, ikterus, konvulsi, hidrosefalus,

42

Page 43: LAPORAN P2

koreoretinitis, dan kalsifikasi otak

2.15. Perkembangan Penglihatan Bayi Normal21,22,23,24

Perkembangan fungsi penglihatan pada anak merupakan faktor penting

yang perlu mendapat perhatian khusus. Bila terdapat gangguan pada

perkembangan fungsi penglihatan anak akan mengakibatkan gangguan

penglihatan anak tersebut untuk selanjutnya. Untuk mencegah terjadinya hal ini,

orang tua dan guru perlu mengetahui gejala gangguan perkembangan fungsi

penglihatan anak dan segera mendapatkan penanggulangan yang tepat.

Perkembangan fungsi penglihatan normal pada anak adalah sbb.:

1. Pada bayi berumur 0 – 4 minggu, anak baru dapat membedakan terang dan

gelap.  Hal ini tampak jelas bila mata anak terkena sinar akan mengedip.

2. Pada bayi berumur 1 – 3 bulan, anak mulai dapat mengikuti gerakan benda-

benda didekatnya.  Kedua mata mulai berfungsi bersamaan.

3. Pada bayi berumur 3 – 6 bulan, anak mulai memperhatikan benda-benda

dalam jarak jangkauannya dan berusaha menyentuh benda tersebut.

4. Pada bayi berumur 6 bulan – 2 tahun, perkembangan fungsi penglihatan

anak makin pesat dan tajam penglihatan anak menuju ke tajam penglihatan

optimal.

Untuk mencapai perkembangan fungsi penglihatan normal dibutuhkan

persyaratan khusus selain perkembangan fisik/ anatomis mata anak yang

normal. Persyaratan tersebut adalah  dibutuhkan rangsangan visual yang terus

menerus pada daerah selaput jala mata (retina) tepatnya daerah makula lutea

agar fungsi penglihatan mencapai fungsi yang normal dan optimal. Bila

persyaratan ini terganggu dan tidak segera diatasi maka anak tidak akan pernah

mencapai fungsi penglihatan yang normal seumur hidupnya.

2.16. Pengaruh Toxoplasmosis terhadap Perkembangan Bayi25,26

Bila wanita mendapat infeksi selama kehamilan, organisme dapat

menyebar secara hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi, infeksi dapat

ditularkan pada janin secara parenteral atau selama persalinan pervaginam.

Kurang lebih terdapat satu sampai dengan lima dari 1000 kehamilan mengalami

komplikasi toksoplasmosis akut. Toksoplasma gondii dapat menginfeksi

43

Page 44: LAPORAN P2

plasenta dan menyebabkan infeksi pada fetus. Hal ini dapat menyebabkan

abortus, still birth, dan cacat kongenital.

Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak diobati,

sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya berat. Jika infeksi

didapat oleh wanita pada trimester ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin

terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Total

transmisi maternal-fetal adalah 30%, namun bervariasi dari 6% pada minggu

ke-13 menjadi 72% pada minggu ke-36. Hal ini menunjukkan risiko infeksi

pada fetus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Namun,

gejala klinis berat pada bayi lebih sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi

di awal kehamilan. Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat

aliran darah plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang didapat, dan

kemampuan imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua individu

dengan infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi,

seperti khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa

neonatus.

2.17. Pemeriksaan serologis31,32,33

Metode pemeriksaan IgM dan IgG anti-toksoplasma dapat

menggunakan Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Enzyme-

linked immunosorbent assay untuk mendeteksi antibodi memiliki prinsip

pemeriksaan mereaksikan antibodi dalam sampel dengan antigen.

Kompleks ini akan dideteksi dengan menggunakan antibodi yang dilabel

enzim. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk kemudian dipisahkan

dari antigen dan antibodi bebas, lalu diinkubasi dengan substrat

kromogenik yang semula tidak berwarna, tetapi kemudian menjadi

berwarna bila dihidrolisis oleh enzim. Intensitas warna yang terbentuk

dapat diukur dan merupakan parameter untuk antibodi yang diuji.

Pemeriksaan IgM anti-toksoplasma umumnya menggunakan prinsip

capture immunoassay. Imunoglobulin M yang terdapat dalam serum

penderita akan ditangkap oleh antibodi anti-IgM. Untuk mendeteksi IgM

spesifik T. gondii, ke dalam reaksi tersebut dimasukkan antigen

44

Page 45: LAPORAN P2

toksoplasma yang telah dilabel dengan enzim, sehingga terjadi ikatan

antar antibodi anti-IgM, IgM anti-toksoplasma, dan antigen toksoplasma

yang berlabel. Penambahan substrat akan menyebabkan enzim bekerja

dan menghasilkan perubahan warna yang dapat dideteksi dengan

fotometer. Pemeriksaan IgG anti-toksoplasma umumnya menggunakan

prinsip sandwich immunoassay. Serum penderita yang mengandung IgG

anti-toksoplasma direaksikan dengan antigen toksoplasma yang terikat

pada fase padat membentuk kompleks antigen-antibodi. Kemudian ke

dalam reaksi tersebut dimasukkan antigen toksoplasma yang telah dilabel

dengan enzim. Penambahan substrat akan menyebabkan enzim bekerja

dan menghasilkan perubahan warna yang dapat dideteksi dengan

fotometer.31

Pola Hasil Pemeriksaan Interpretasi Komentar Saran IgG – IgM - Rentan infeksi akut Rentan infeksi

akut Pencegahan dan pemeriksaan berkala

IgG + IgM - Infeksi lama Tidak ada risiko infeksi kongenital

Bila terjadi pada trimester pertama dan kedua umumnya mengindikasikan infeksi akut sebelum konsepsi

IgG – IgM + a. Infeksi akut b. Antibodi alami c. Positif palsu

a. Berisiko infeksi kongenital

b-c. Tidak ada risiko infeksi kongenital

Lakukan tes konfirmasi

IgG + IgM + a. Infeksi akut atau lama b. Postif palsu

a.Berisiko infeksi kongenital b. Tidak ada risiko infeksi kongenital

Perhatikan usia kandungan, lakukan tes konfirmasi

Dikutip dari: Montoya JG32 dan Sensini A33

45

Page 46: LAPORAN P2

Bila hasil pemeriksaan IgG positif dan IgM negatif, hal ini

menunjukkan adanya infeksi lama, umumnya lebih dari 6 bulan. Bila

terjadi pada usia kehamilan <18 minggu menunjukkan infeksi terjadi

sebelum kehamilan, tidak ada risiko infeksi kongenital kecuali pada

keadaan imunokompromais. Bila terjadi pada usia kehamilan ≥18

minggu maka sulit untuk menetukan apakah infeksi terjadi selama atau

sebelum kehamilan. Pada keadaan ini hasil laboratorim serologi

sebelumnya termasuk sebelum kehamilan diperlukan untuk menegakkan

diagnosis.

Hasil pemeriksaan dengan IgM dan IgG positif harus dikirim ke

laboratorium rujukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan. Hasil IgM

positif dapat terjadi karena adanya infeksi akut, adanya infeksi lama, dan

hasil positif palsu. Hal ini disebabkan karena IgM dapat terdeteksi lama

setelah infeksi akut. Pemeriksaan aviditas IgG direkomendasikan sebagai

pemeriksaan konfirmasi pada wanita dengan IgM dan IgG positif. Bila

didapatkan hasil aviditas IgG tinggi, maka infeksi akut dapat

disingkirkan. Bila didapatkan hasil aviditas IgG rendah kemungkinan

terjadi infeksi akut selama kehamilan belum dapat disingkirkan. Pada

keaadaan ini janin berisiko mengalami toksoplasmosis kongenital, wanita

hamil dianjurkan untuk memulai pengobatan dan pemeriksaan

dilanjutkan untuk mengetahui risiko pada janin dengan pemeriksaan PCR

cairan amnion dan ultrasound, alur pemeriksaan.

46

Page 47: LAPORAN P2

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hipotesis diterima. Hipotesis dalam diskusi kami ialah Bayi tersebut mengalami

toxoplasmosis kongenital sehingga bayi mengalami keterlambatan dalam

pertumbuhan dan perkembangan.

47

Page 48: LAPORAN P2

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kurva Pertumbuhan WHO.

idai.or.id/professional-resource/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who.html; 2013

diakses tanggal 22 September 2013.

2. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak: Tumbuh-Kembang Anak. Jakarta: EGC.

1995. h. 1-34

3. Guyton, John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :

EGC. h. 1104

4. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Growth, development and

behaviour. In: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia: Elsevier;

2008.

5. Matondang, C.S., Wahidiyat I., Sastroasmoro, S. Diagnosis Fisis Pada Anak

Edisi ke 2: Beberapa Cara Pengukuran. Jakarta: PT. Sagung Seto; 2007. h. 173-

82.

6. Tanuwidjaya, Suganda. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. In: Narendra,

Moersintowarti B, dkk. (eds.) Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.

Jakarta : Sagung Seto; 2002. p. 8-11.

7. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak: Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh

Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 127-39

8. Sadler TW. Langman's Medical Embryology, 9th edition. New York:Williams &

Wilkins; 2007. p 433-43.

9. Suhardjo. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak: Makanan Tambahan Untuk

Bayi dan Anak. Yogyakarta: Kanisius; 2010. h 80-91.

10. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya. Jurnal Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi Khusus Desember 2011.

Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; 2011. h.

2-3

11. Gandahusada,S. dkk. Parasitologi Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit

FK UI; 2004. 156-160.

12. Ilyas, Sidarta. Korioretinitis dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h. 144-45.

13. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Radang Uvea dalam Ilmu Penyakit Mata,

Edisi kedua. Jakarta: CV. Agung Seto; 2002. h. 159-75.

48

Page 49: LAPORAN P2

14. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC; 2000. h. 2048-49

15. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. h. 2263

16. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. h. 1926

17. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. hal 559

18. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. h. 1001

19. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak: Nutrisi Ibu Hamil dan Pertumbuhan

Janin. Jakarta: EGC; 1995. h. 95-96.

20. Haslam, Robert HA. The Nervous System. In: Behrman RE, Kliegman RM,

Jenson HB. (eds.) Nelson TextBook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia:

Saunders An Imprint of Elsevier Science; 2004. 2451-2.

21. NCCLS. Clinical Use and Intrepretation of Serologic Tests for Toxoplasma

gondii; Approved Guideline. NCCLS document M36-A [ISBN 1-56238-523-2].

NCCLS, 940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, PA 19087-1898 USA, 2004.

22. Wilson M, Jones JL, McAuley JM. Toxoplasma. In: Murray PR, Baron EJ,

Pfaller MA, Jorgensen JH, Yolken RH, editors. Manual of Clinical Microbiology.

8th ed. Washington, D.C.: American Society for Microbiology; 2003. p. 1970-

1980.

23. Remington JS, McLeod R, Thulliez P, Desmonts G. Toxoplasmosis. In:

Remington JS, Klein JO, editors. Infectious Diseases of the Fetus and Newborn

Infant. 5th ed. Philadelphia, PA: The WB Saunders Co.; 2001. p. 205-346.

24. Subekti, D.T. dan Kusumaningtyas. Perbandingan uji serologi toksoplasmosis

dengan Uji Cepat Imunostik, ELISA dan Aglutinasi Lateks. JITV 16(3); 2001. p.

224-33.

25. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. In: Gillespie SH, Pearson RD, editor.

Principles and practice of clinical parasitology. Chichester: John Wiley and Sons

Ltd.; 2001. p. 113-38.

26. Stanley J. Essentials of Immunology and Serology. Australia: Delmar Thomson

Learning; 2002. p 406-16.

27. Barbara, H. Congenital Toxoplasmosis.

http://www.kidshealth.org.parent/infections/parasitic/toxoplasmosis; 2005

diakses tanggal 24 September 2013.

28. Kasper Lloyd. Infeksi Toxoplasma dan Toxoplasmosis. In: Prinsip-prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 13. Editor: Ahmad H. Jakarta: EGC; 1999. p. 1021-1027.

49

Page 50: LAPORAN P2

29. Saddler TW. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke 7. Editor: Ronardy Devi.

Jakarta: EGC; 2000. h. 358-67.

30. Prof. Dr. drh. Sri Hartati, S.U. Toksoplasmosis Pada Kucing Dan Implikasinya

Terhadap Kesehatan Masyarakat. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 2011. pp 8-9

31. Stanley J. Essentials of immunology and serology. Australia: Delmar Thomson

Learning; 2002. h. 406-16.

32. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection during

Pregnancy. Clinical Infectious Diseases; 2008; 47:554–66.

33. Sensini A. Toxoplasma gondii infection in pregnancy: opportunities and pitfalls

of serological diagnosis. Clin Microbiol Infect; 2006; 12:504-12.

34. Center For Disease Control and Prevention. Parasite – Toxoplasmosis

(Toxoplasma infection): Biology.

http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html; 2013 diakses tanggal

24 September 2013.

50