p2.metabolisme obat
DESCRIPTION
laporan farmakologiTRANSCRIPT
METABOLISME OBAT
I. TUJUAN
Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat
dengan mengukur efek farmakologinya.
II. DASAR TEORI
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah
menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak
sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi
inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada
obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih aktif. Ada obat yang merupakan
calon obat ( prodrug ) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif
akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Biotransformasi terjadi terutama dalam hati dan hanya dalam jumlah yang sangat
rendah terjadi dalam organ lain ( misalnya dalam usus, ginjal, paru – paru, limpa, otot, kulit
atau dalam darah ).
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya
dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus ( yang
pada isolasi in vitro membentuk mikrosom ), dan enzim non mikrosom. Kedua macam
enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan
lain misalnya ginjal, paru, epitel saluran cerna, dan plasma. Di lumen saluran cerna juga
terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan oleh flora usus. Enzim mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronid, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reaksi
reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi
lainnya, beberapa reaksi oksidasi, serta reaksi reduksi dan hidrolisis.
Sebagian besar biotransformasi obat dikatalisis oleh enzim mikrosom hati, demikian
juga biotransformasi asam lemak, hormon steroid, dan bilirubin. Untuk itu obat harus larut
lemak agar dapat melintasi membran, masuk ke dalam retikulum endoplasma, dan
berikatan dengan enzim mikrosom.
Sistem enzim mikrosom untuk reaksi oksidasi disebut oksidase fungsi campur (
mixed-function oxidase = MFO ) atau monooksigenase; sitokrom P-450 ialah komponen
utama dalam sistem enzim ini. Reaksi yang dikatalisis oleh MFO meliputi reaksi N- dan O-
dealkilasi, hidroksilasi cincin aromatik dan rantai sampingnya, deaminasi amin primer dan
sekunder, serta desulfurasi.
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus fenol,
alkohol, atau asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat diekskresi
melalui ginjal dan empedu secara sekresi aktif untuk anion.
Glukuronid yang diekskresi melalui empedu dapat dihidrolisis oleh enzim beta-
glukuronidase yang dihasilkan oleh bakteri usus, dan obat yang dibebaskan dapat diserap
kembali. Sirkulasi enterohepatik ini memperpanjang kerja obat. Reaksi glukuronidasi ini
dikatalisis oleh beberapa jenis enzim glukuronil-transferase.
Berbeda dengan enzin non mikrosom, enzim mikrosom dapat dirangsang maupun
dihambat aktivitasnya oleh zat kimia tertentu termasuk yang terdapat di lingkungan. Zat ini
menginduksi sintesis enzim mikrosom tanpa perlu menjadi substratnya. Zat penginduksi
enzim ini dibagi atas 2 golongan, yakni kelompok yang kerjanya menyerupai fenobarbital
dan kelompok hidrokarbon polisiklik. Fenobarbital meningkatkan biotransformasi banyak
obat, sedangkan hidrokarbon polisiklik meningkatkan metabolisme beberapa obat saja.
Penghambatan enzim sitokrom P-450 pada manusia dapat disebabkan misalnya oleh
simetidin dan etanol. Berbeda dengan penghambatan enzim yang langsung terjadi, induksi
enzim memerlukan waktu pajanan beberapa hari bahkan beberapa minggu sampai zat
penginduksi terkumpul cukup banyak. Hilangnya efek induksi juga terjadi bertahap setelah
pajanan zat penginduksi dihentikan. Beberapa obat bersifat autoinduktif artinya
merangsang metabolismenya sendiri, sehingga menimbulkan toleransi. Karena itu
diperlukan dosis yang lebih besar untuk mencapai efektivitas yang sama. Pemberian suatu
obat bersama penginduksi enzim metabolismenya, memerlukan peningkatan dosis obat.
Misalnya, pemberian warfarin bersama fenobarbital, memerlukan peningkatan dosis
warfarin untuk mendapatkan efek antikoagulan yang diinginkan. Bila fenobarbital
dihentikan, dosis warfarin harus diturunkan kembali untuk menghindarkan terjadinya
perdarahan yang hebat.
Oksidasi obat-obat tertentu oleh sitokrom P-450 menghasilkan senyawa yang sangat
reaktif, yang dalam keadaan normal segera diubah menjadi metabolit yang stabil. Tetapi,
bila enzimnya diinduksikan atau kadar obatnya tinggi sekali, maka metabolit antara yang
terbentuk juga banyak sekali. Karena inaktivasinya tidak cukup cepat, maka senyawa
tersebut sempat beraksi dengan komponen sel dan menyebabkan kerusakan jaringan.
Contohnya ialah parasetamol.
Enzim nonmikrosom mengkatalisis semua reaksi konjugasi yang bukan dengan
glukuronat yaitu konjugasi dengan asam asetat, glisin, glutation, asam sulfat, asam fosfat,
dan gugus metil. sistem ini juga mengkatalisis beberapa reaksi oksidasi, reduksi, dan
hidrolisis.
Reaksi hidrolisis dikatalisis oleh enzim esterase nonspesifik di hati, plasma, saluran
cerna, dan di tempat lain, serta oleh enzim amidase yang terdapat di hati. Reaksi oksidasi
terjadi di mitokondria dan plasma sel hati serta jaringan lain, dan dikatalisis oleh enzim
alkohol dan aldehid dehidrogenase, xantin oksidase, tirosin hidroksilase, dan monoamin
oksidase.
Reaksi reduksi mikrosomal dan nonmikrosom terjadi di hati dan jaringan lain untuk
senyawa azo dan nitro, misalnya kloramfenikol. reaksi ini seringkali dikatalisis oleh enzim
flora usus dalam lingkungan usus yang anaerob.
Karena kadar terapi obat biasanya jauh dibawah kemampuan maksimal enzim
metabolismenya, maka penghambatan kompetitif antara obat yang menjadi substrat bagi
enzim yang sama jarang terjadi. Penghambatan kompetitif metabolisme obat hanya
terjadi pada obat yang kadar terapinya mendekati kapasitas maksimal enzim
metabolismenya, misalnya difenilhidantoin yang dihambat metabolismenya oleh dikumarol
dan 6-merkaptopurin yang dihambat metabolismenya oleh alopurinol. Akibatnya, toksisitas
obat yang dihambat metabolismenya meningkat.
Reaksi biokimia yang terjadi dapat dibedakan atas 2 reaksi, yaitu :
1. Reaksi fase I
Pada reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang
dapat bersifat inaktif, kurang aktif, atau lebih aktif daripada bentuk aslinya. Yang
termasuk dalam reaksi fase I adalah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
a. Reaksi Oksidasi
Yang sangat penting untuk biotransformasi ialah reaksi oksidasi yang
melibatkan oksidase, monooksigenase, dan dioksigenase. Oksidase
mengoksidasi melalui penarikan hidrogen atau elektron. Oleh
monooksigenase, satu atom oksigen dari molekul oksigen diikat pada bahan
asing dan atom oksigen lain direduksi menjadi air. Sebaliknya, dioksigenase
memasukkan kedua atom dari 1 molekul oksigen ke dalam xenobiotika.
Monooksigenase ( mikrosom ) yang mengandung sitokrom P-450 dan juga
sitokrom P-448 yang merupakan protein hem memiliki makna terbesar untuk
biotransformasi oksidasi obat.
Istilah sitokrom P-450 dan P-448 dipakai karena terjadi absorpsi kuat dari
cahaya pada panjang gelombang 450 dan 448 nm setelah reduksi dengan
natrium ditionit dan penyetimbangan dengan CO.
Mikrosom ialah bagian pecahan dari retikulum endoplasma yang terjadi
pada sentrifugasi terfraksinasi dari homogenat sel hati ( fraksi mikrosom ).
Enzim yang terikat pada mikrosom disebut enzim mikrosom.
Monooksigenase yang mengandung sitokrom mengkatalisis hidroksilasi
alifatik dan aromatik, epoksidasi ikatan rangkap olefinik dan aromatik,
dealkilasi oksidatif senyawa N-alkil, O-alkil, dan S-alkil, deaminasi oksidatif
dan oksidasi tioeter dan amin menjadi sulfoksida dan juga hidroksilamina.
Enzim pengoksidasi yang penting lainnya adalah:
alkoholdehidrogenase, yang mendehidrasi alkohol, khususnya etanol
menjadi aldehid.
monoaminoksidase, yang umumnya bekerja secara oksidasi pada amina
biogenik ( misalnya katekolamina ).
aldehida-oksidase, yang mengubah aldehida menjadi asam.
n-oksidase, yang tidak mengandung sitokrom P-450 melainkan fad dan
mengubah amina sekunder menjadi hidroksilamina, amina tersier menjadi
n-oksida.
b. Reaksi Reduksi
Dibandingkan dengan oksidasi, reduksi hanya memegang peranan kecil
pada biotransformasi. senyawa karbonil dapat direduksi menjadi alkohol oleh
alkoholdehidrogenase atau aldol ketoreduktase sitoplasma. Untuk penguraian
senyawa azo menjadi amina primer melalui tahap antara hidrazo tampaknya
ada beberapa enzim yang terlibat, di antaranya NADPH-sitokrom P-450
reduktase. Yang masih belum diketahui seluruhnya ialah enzim yang terlibat
dalam reduksi senyawa nitro menjadi amina yang sesuai. Secara toksikologik
berarti ialah dehalogenisasi reduktif, misalnya pada karbromal serta dari
karbontetraklorida menjadi kloroform.
c. Reaksi Hidrolisis
Reaksi biohidrolisis penting :
penguraian ester dan amida menjadi asam dan alkohol serta amina oleh
esterase ( amidase )
pengubahan epoksida menjadi diol berdampingan ( visinal ) oleh
epoksidahidratase ( sinonim epoksidahidrolase ) serta
hidrolisis asetal ( glikosida ) oleh glikosidase.
Ester dan amida dihidrolisis oleh enzim yang sama menurut pengetahuan saat ini.
sesungguhnya ester lebih cepat dihidrolisis daripada amida. Enzim ini terdapat baik intrasel
maupun juga ekstrasel, terikat pada mikrosom dan dalam bentuk terlarut. Untuk
metabolisme bahan asing, terutama penting sekali pseudokolin-esterase dan yang disebut
ali-esterase, yang menguraikan terutama ester alifatik dan amida, serta aril-esterase,yang
memiliki afinitas tinggi terhadap ester dan amida aromatik. Epoksidahidratase, yang
terdapat dalam suatu kompleks neka-enzim dengan monooksigenase, memiliki arti untuk
penguraian epoksida.
2. Reaksi fase II
Merupakan penggabungan obat aslinya atau metabolitnya dengan bermacam-
macam komponen endogen. Reaksi konjugasi yang dilakukan oleh enzim
transferase memerlukan baik komponen endogen maupun eksogen.reaksi konjugasi
mencakup:
a. reaksi antara senyawa yang mempunyai gugus hidroksil alkohol atau fenol,
gugus amino, gugus sulfhidril dan sebagian juga gugus karboksil dengan
senyawa tubuh sendiri yang kaya akan energi.
b. reaksi penggabungan antara senyawa asing, setelah diaktivasi dengan senyawa
tubuh sendiri ( tidak teraktivasi )
Reaksi fase II terpenting adalah konjugasi dengan :
asam glukuronat aktif
Umumnyakonjugasi dapat terjadi dengan terbentuknya glukuronida.
Kombinasi dengan asam glukuronat terjadi dengan cepat dengan senyawa
yang mempunyai gugus fungsional dengan proton yang reaktif yang biasanya
mengikat hetero-atom seperti gugus hidroksil, karboksil, amino sulfidril.
Gugus fungsional kemungkinnan sudah terdapat dalam molekul obat seperti
Asetaminophen.
asam amino
N-glukoronida terbentuk melalui gugus amino sebagai contoh pada
Meprobamat.
sulfat aktif
Ester sulfat terbantuk dari fraksi terlarut dari P.A.P.S.F (3-phosphoadenosine-
5’phosphosulfat) dan komponen substrat lain, seperti fenol (contoh
Parasetamol, Salisilamid), alifatis dan alkohol steroid (contoh Etanol,
Andosteron). Kapasitas terbentuknya konjugasi sulfat adalah terbatas dan
tampak dalam hubungannya dengan ketersediaan sulfat yang rendah.
asam asetat aktif
S- adenosilmetionin
serta pembentukan turunan asam merkapturat
Kecuali pada konjugasi dengan asam asetat atau reaksi metilasi, di sini selalu terjadi
pemasukan satu gugus asam ke dalam molekul yang pasti meningkatakan kehidrofilan
melalui pembentukan garam. Konjugat asam cepat dieliminasi melaui ginjal, dan melalui
proses aktif. Dengan demikian umumnya reaksi konjugasi mempunyai sifat reaksi
bioinaktivasi atau reaksi detoksikasi, karena produk konjugasi hampir selalu tidak aktif
secara biologi. Walaupun demikian dalam beberapa hal, konjugat dapat dihidrolisis lagi
menjadi senyawa asal. Yang sering terjadi demikian, misalnya apabila konjugat dengan
empedu mencapai usus. sebaliknya konjugat-konjugat yang diekskresi dalam urin, ini
merupakan kekecualian.
Metabolit fase II yang masih aktif secara biologi adalah ester asam sulfat triamteren,
diuretika penyimpanan kalium.
konjugasi dengan asam glukuronat aktif.
Alkohol yang dikonjugasi dengan asam glukuronat aktif terutama alkohol yang tidak
dapat cepat dioksidasi yaitu alkohol sekunder dan alkohol tersier. Fenol, asam karboksilat
dan amina dapat juga dikonjugasi dengan asam glukuronat. Asam glukuronat adalah asam
yang relatif kuat yang mengandung gugus oh alkohol tambahan dan karena itu sangat
hidrofil. Asam glukuronat diubah menjadi bentuk asam glukuronat aktif ( UDP-asam
glukuronat ) oleh glukuroniltransferase yang terikat membran, terutama dalam hati, dan
disamping itu dalam ginjal dan usus.
konjugasi dengan glisisn.
Asam karboksilat yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut secara oksidasi, dapat
diuraikan lebih lanjut secara oksidasi, dapat membentuk konjugat dengan glisin. di
sini termasuk asam karboksilat yang tersubtitusi pada atom alfa –C dan aromatik,
misalnya asam benzoat. Contoh klasik untuk konjugat demikian adalah asam
hipurat yang terbentuk dari asam benzoat dan asam salisilurat yang terbentuk dari
asam salisilat.Reaksi ini dikatalisis oleh transasilase.
konjugasi dengan asam sulfat
Terutama fenol membentuk konjugat dengan sulfat aktif, yang dilakukan oleh
sulfotransferase. Sulfotransferase merupakan enzim yang larut dengan kespesifikan
yang berbeda-beda.Yang terbentuk adalah setengah ester asam sulfat yang
diekskresi dalam urin.Perbandingan sulfat organik terhadap sulfat anorganik dalam
urin meningkat jauh sesuai dengan pemasukan fenol ke dalam tubuh atau
pemasukan senyawa yang diuraikan menjadi fenol.
pembentukan turunan asam merkapturat
Ini merupakan reaksi konjugasi yang berlangsung melalui beberapa tahap. Pada
reaksi ini terutama glutation-s-epoksidatransferase yang terlibat. Senyawa halogen
dan senyawa aromatik dapat di biotransformasi dengan cara ini. Turunan asam
merkapturat, seperti konjugat lain, sangat hidrofil dan mudah diekskresi. Karena itu,
senyawa ini merupakan substrat yang baik untuk sistem transport aktif dalam ginjal
dan hati.
metilasi
Metilasi jarang terdapat dalam reaksi biotransformasi. Dalam beberapa hal
ditemukan suatu N-metilasi atau metilasi senyawa heterosiklik tak jenuh.
Contohnya,pembentukan N-metilnikotinamida dari nikotinamida. Basa amonium
kuarterner yang dibentuk dengan cara ini bersifat hidrofil dan dapat diekskresi
secara aktif. Metilasi gugus OH fenol, seperti ditemukan misalnya pada
katekolamina, lebih merupakan kekecualian daripada menurut aturan.
asetilas i
Xenobiotika bergugus amino yang tak dapat diuraikan secara oksidasi, sering
diasetilasi dengan bantuan asetiltransferase. Di sini termasuk amina aromatik
( misalnya anilina ) dan alkilamina, dengan gugus amino terdapat pada atom karbon
tersier. Asetilasi sulfonamida merupakan contoh konjugasi demikian yang
umumnya menyebabkan penurunan sifat hidrofilnya. Ini dapat menimbulkan
kompliksi tertentu, contohnya kristaluria, seperti digambarkan sebagai efek
samping sulfonamida. Di pihak lain asetilasi mengurangi khasiat karena gugus
amino yang biasanya penting untuk aktivitas biologi, ditutupi akibat asetilasi.
Pemberian suatu sediaan obat pada seseorang dan dengan posologi yang sama kadang-
kadang memberikan kadar obat dalam darah yang beragam. Perbedaan tersebut dapat
terjadi karena:
penyebab endogen yang sangat erat hubungannya dengan genetik,
atau keadaan fisiologik dan patologik, yang berkaitan dengan fungsi dari berbagai organ
tubuh.
misalnya : sistem saraf, peredaran darah, endokrin,dan pencernaan.
penyebab eksogen yang tergantung pada keadaan
lingkungannya.
Faktor fisiologik
- perbedaan spesies
- faktor individu
umur
Pada bayi yang baru lahir, permeabilitas membran fisiologik yang lebih besar
dibanding anak-anak dan dewasa, sehingga sawar hemato-ensefalik bayi mudah
ditembus oleh sejumlah obat. Kemungkinan intoksikasi pada bayi harus lebih
diperhatikan dibanding anak muda.
Pada usia lanjut harus berhati-hati karena cukup banyak obat yang dapat
menyebabkan kerusakan hati. Pada tubuh orang tua, efek sedative barbiturat dan
hipnotik akan berkurang dan efek toksiknya semakin meningkat. Namun pada umur
tersebut tubuh lebih toleran terhadap alokohol dan morfin.
jenis
kelamin
Pada umumnya efek samping obat yang tidak diinginkan lebih nyata dan lebih
sering terjadi pada wanita. Hormon androgen mempercepat reaksi hidroksilasi
(heksobarbital dan pseudobarbital), N-demetilasi (piramidon, morfin) dan
glukurokonjugasi terutama pada tikus jantan dibanding tikus betina.
morfotipe
kelamin
genetik
kehamilan
keadaan gizi
ritme
biologik
fakto
r patologik
- faktor penyulit dan penurun efek obat
Penurunan efek obat mungkin merupakan konsekuensi dari penyerapan yang
jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau peningkatan peniadaan melalui
ginjal.
- faktor penyulit dan peningkatan efek
obat
Peningkatan efek dapat disebabkan oleh penyerapan yang berlebihan,
kemudahan difusi, dan terutama oleh kegagalan hati atau ginjal
faktor lingkungan
- makanan dan diet
Kekurangan makanan dan nutrisi dapat menghambat fungsi tubuh dan
metabolisme obat. aspek lain yang terkait adalah makanan dalam jumlah
banyak, adanya bahan tambahan dan terutama adanya pencemar.
- toksikomania ( kecanduan )
Alkohol mempengaruhi klirens obat oleh ginjal dan alkohol dapat merupakan
induktor pada alkohol dehidrogenasi. Dalam waktu yang lama, kecanduan
alkohol dapat menyebabkan berbagai keadaan patologik, misalnya sirosis.
Asap rokok dan hidrokarbonnya berbahaya. Karbondioksidanya berpengaruh
pada sitokrom P-450 dan akan menurunkan hidroksilasi dari anilin
hidrokarbon polisiklik yang bersifat induktor.
- cemaran udara
- faktor meteorologi
contoh : suhu, sinar, kelembapan udara
Radiasi ion-ion memiliki kecenderungan untuk mengaktifkan metabolisme
dari senyawa eksogen. Radiasi tersebut meningkatkan pembentukan nadph
dan dapat menghambat oksidasi mikrosom.
- stress dan kelelahan.
INDUKSI ENZIM
Banyak xenobiotika ( bisa disebut dengan obat ), khususnya senyawa-senyawa yang
larut baik dalam lemak dengan masa kontak dalam hati yang lama, mampu
menginduksi peningkatan pembentukan enzim-enzim yang terlibat pada
biotransformasi. Karena itu disebut sebagai induktor ( enzim ) dan dibedakan menurut
enzim yang diinduksi :
jenis fenobarbital
jenis metilkolantren
Induktor jenis fenobarbital, yang sangat penting untuk metabolisme bahan obat,
menaikkan proliferasi retikulum endoplasma dan dengan demikian bekerja
menaikkan denhgan jelas bobot hati. Induksi menyangkut terutama sitokrom P-450,
di samping itu, antara lain, glukuroniltransferase, glutationtransferase dan
epoksidahidrolase lebih banyak dibentuk. Induksi terjadi relatif cepat dalam waktu
beberapa hari.
Sebagai akibat induksi enzim, maka kapasitas penguraian dan dengan demikian
laju biotransformasi meningkat. Peningkatan biotransformasi tidak hanya pada induktor
enzim melainkan juga obat-obat lain, bahan khasiat tubuh sendiri atau senyawa
essensial. Waktu paruh biologi semua senyawa ini dengan demikian dipersingkat.
Apabila induktor dihentikan, kapasitas penguraian dalam waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu menurun sampai pada tingkat asalnya.
Untuk terapi dengan obat, induktor enzim memberi akibat berikut :
pada pengobatan jangka panjang
dengan induktor enzim, terjadi penurunan konsentrasi bahan obat yang dapat
mencapai tingkat konsentrasi dalam plasma pada awal pengobatan dengan dosis
tertentu.
kadar bahan berkhasiat tubuh
sendiri dalam plasma dapat menurun sampai di bawah angka normal.
pada pemberian bersama dengan
obat lain terdapat bahaya interaksi obat yang kadang-kadang berbahaya. selama
pemberian induktor enzim,konsentrasi obat kedua dalam darah dapat juga menurun.
Apabila karena itu dosis ditinggikan untuk mendapatkan efek yang sama maka pada
penghentian induktor, kadar obat dalam darah dapat meningkat di atas angka kritis.
Induktor jenis metilkolantren, yang termasuk disini khususnya karbohidrat aromatik
(misalnya benzpiren, metilkolantren, tetraklordibenzodioksin, fenantren) dan beberapa
herbisida, terutama meningkatkan sintesis sitokrom P-448 dan sintesis
glukuroniltransferase. Proliferasi retikulum endoplasma dan dengan demikian kenaikan
bobot hati hanya sedikit menonjol.
INHIBISI ENZIM
Seperti halnya induksi enzim bekerja pada obat-obat yang secara kimia sangat
berbeda maka terdapat banyak bahan obat yang menghambat proses biotransformasi
dan dengan demikian dapat memperpanjang kerja dan menaikkan kerja senyawa-
senyawa lain. Inhibisi enzim dapat berlangsung dengan cara berikut. Bahan obat
menyebabkan penurunan sintesis atau menaikkan penguraian enzim retikulum
endoplasma atau antara 2 obat atau beberapa obat terdapat persaingan tempat ikatan
pada enzim dan dengan demikian menyebabkan penghambatan penguraian secara
kompetitif.
PRO_DRUG
yaitu senyawa yang secara biologik tidak aktif, akan tetapi dalam organisme diubah
secara enzimatik atau tak enzimatik menjadi bentuk yang aktif. Pengembangan pro-
drug baru dilakukan jika sifat-sifat teknologi, farmakokinetika, farmakodinamika atau
toksikologi dari bahan berkhasiat perlu diperbaiki. Jadi sintesis pro-drug diperlukan
pada bahan berkhasiat dengan rasa tak enak, kelarutan dalam air tidak cukup pada
pemakaian parenteral yang dibutuhkan, kurang dapat terabsorpsi, pengaruh lintas
pertama besar, lama kerja singkat, distribusi kedalam organ sasaran tak cukup,
keselektifan kerja rendah atau toksisitas tinggi.
Pentothal yang biasa disebut Natrium-thiopental merupakan obat yang termasuk
golongan barbiturate. Turunan barbiturate bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada
system pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membrane sel,
sehingga mengurangi rangsangan polisinaptik dan menyebabkandeaktivasi korteks
serebral. Sandberg (1951) membuat postulat bahwa untuk memberi efek penekanan system
saraf pusat, turunan asam barbiturate harus bersifat asam lemah dan mempunyai nilai
koefisien partisi lemak/air dengan batas tertentu. (Kimia Medisinal 2, Siswandono MS dan
Dr. Bambang Soekardjo, SU., 2000: hlm 232). Natrium tiopental adalah obat dari golongan
barbital yang memiliki aksi sebagai anestesi jangka waktu singkat. Turunan barbiturat
bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada system pengaktifan retikula di otak
dengan cara mengubah permeabilitas membrane sel sehingga mengurangi rangsangan
polisinaptik dan menyebabkan deaktivasi koerteks serebral. Zat ini tidak mempunyai sifat
analgesic dan batas keamanannya sangat sempit, sehingga dapat menimbulkan gejala
overdosis berupa depresi kardiorespiratori. Larutannya bersifat sangat alkali dan karena itu
bersifat iritatif bila penyuntikan keluar dari vena dan untuk injeksi arteri sangat berbahaya.
Pemulihan kesadaran dari pembiusan dengan thiopental dosis menengah terjadi cepat
karena obat mengalami redistribusi di dalam tubuh.
Struktur Na-thiopental
H O N C2H5
S
N CH CH2 CH2 CH3
H O CH3
Gugus karbonil pada posisi 2 bersifat asam lemah, karena dapat bertautomerisasi
bentuk keto berada dalam keseimbangan dengan bentuk laktim (enol). Bentuk laktim
bereaksi dengan alkali membentuk garam yang larut dalam air. Penggantian unsur O pada
aton C di posisi 2 dengan unsure S, yang umumnya disebut tiobarbiturat, menaikkan
kelarutan lemak.
Perubahan sruktur yang menaikkan kelarutannya dalam lemak, akan menurunkan mula
kerja dan lama kerja obat, menaikkan metabolisme pengrusakan dan ikatan terhadap
protein, serta sering kali menaikkan efek hipnotik.
Pemerian serbuk hablur, putih sampai hamper putih kekuningan atau kuning kehijauan
pucat; higroskopis; berbau tidak enak. Larutan bereaksi basa terhadap lakmus, terurai jika
dibiarkan, jika didihkan terbentuk endapan. Natrium-tiopental, merupakan obat anestesi
sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai awal dan masa kerja yang sangat singkat
sehingga dimasukkan ke dalam golongan barbiturate dengan kerja sangat singkat.
Natrium-tiopental berdifusi sangat cepat keluar dari otak dan jaringan lain yang
mendapat aliran darah banyak dan selanjunya mengalami redistribusi menuju otot bergaris,
lemak dan akhirnya ke seluruh jaringan tubuh. Natrium-thiopental merupakan obat yang
termasuk golongan barbiturate. Thiopental, obat anestesi sistemik turunan tiobarbiturat,
mempunyai awal dan masa kerja yang sangat singkat, sehingga dimasukan dalam golongan
barbiturate dengan kerja sangat singkat. Contoh paten obat golongan barbiturate dengan
awal dan masa kerja yang sangat cepat adalah Phanodorn, cyclopal, medomin, ortal,
Nembutal sodium, ceconal.
Barbiturat bekerja pada seluruh sistem saraf pusat, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respon pasca sinaps. Bariturat
memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik.
Barbiturat bekerja pada seluruh sistem saraf pusat, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Kapasitas barbiturate membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja
benzadiazepin, namun pada dosis tinggi barbiturt menimbulkan depresi sistem saraf pusat
yang berat. Berdasarkan masa kerjanya, turunan barbiturate dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Turunan barbiturate dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)
Contohnya : barbiturate, metarbital, fenobarbital
2. Turunan barbiturate dengan masa kerja sedang (3-6 jam)
Contoh :alobarbital, amobarbital, aprobarbital
3. Turunan barbiturate dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam)
Contoh : heptabarbital, heksetal
4. Turunan barbiturate dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam)
Contoh : thiopental, hamital
Thiopental, obat anestesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai awal dan
masa kerja yang sangat singkat, sehingga dimasukan dalam golongan barbiturate dengan
kerja sangat singkat. Thiopental berdifusi sangat cepat keluar dari otak dan jaringan lain
yang mendapat aliran darah banyak dan selanjutnya mengalami redistribusi menuju otot
bergaris, lemak, dan akhirnya ke seluruh jaringan tubuh. Dengan barbiturate, keseimbangan
plasma otak terjadi dengan cepat, karena kelarutan dalam lipid yang tinggi. Thiopental
berdifusi sangat cepat keluar dari otak dan jaringan lain yang mendapat aliran darah banyak
dan selanjutnya mengalami redistribusi menuju otot bergaris, lemak, dan akhirnya ke
seluruh jaringan tubuh. Oleh karena perpindahannya yang cepat dari jaringan otak, maka
satu dosis thiopental lama kerjanya sangat pendek.
Metabolisme thiopental jauh lebih lambat bila dibandingkan redistribusinya dan
terutama terjadi di hati. Kurang dari 1% dari dosis thiopental yang diberikan mengalami
eliminasi dalam bentuk tidak berubah lewat ginjal. Thiopental mengalami metabolisme
dengan kecepatan 12%-16% per jam dalam tubuh manusia setelah pemberian dosis
tunggal. Dalam dosis tinggi, thiopental menyebabkan tekanan darah arteri, volume
sekuncup, dan curah jantung yang efeknya bergantung pada dosis.
Thiopental (pKa = 7,6), mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air = 100. dalam
plasma darah yang mempunyai pH = 7,4, thiopental terdapat dalam bentuk tidak terionisasi
kurang lebih 50%, yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat besar. Thiopental yang
berada dalam plasma darah dengan cepat terdistribusi dan dihimpun dalam depo lemek;
makin lama makin banyak sehingga kadar obat dalam plasma menurun secara drastic.
Untuk mencapai keseimbangan, thiopental yang berada pada jaringan otak masuk kembali
ke plasma darah sehingga kadar anestesi tidak tercapai lagi dan efek anestesi seger berakhir
(masa kerja obat singkat)
Masa kerja thiopental tidak bergantung pada kecepatan distribusinya. Setelah 3 jam
pemberian, kadar thiopental dalam depo lemak 10 kali lebih besar disbanding kadar obat
dalam plasma. Dalam lambung tikus, pada pH 1 penyerapannya 46%. Sedangkan pada pH
8 penyerapannya 34%. (Kimia Medisinal, Siswandono MS dan Dr. Bambang Soekardjo,
SU.,1995: hlm 10).
Indikasi Pentothal anestesi sebelum pemberian anestesi lain, juga sebagai anestesi
tunggal untuk operasi singkat. Kontra indikasi : kehilangan rasa sakit secara sempurna,
status asmatikus, porfiria, laten, atau monifes. Hati-hati pada hipertensi sedang, penyakit
kardiovaskuler parah, bertambahnya tekanan intrakarnial, asma, miestemia gravis, dan
anemia parah. Efek samping dari obat ini dapat berupa depresi pernafasan, depresi otot
jantung, artemia jantung, bersin, batuk, bronkostamus, dan laringospasmus.
III. ALAT dan BAHAN
Bahan : a. Phenobarbital b. Simetidin
Alat : a. Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml) b. Jarum berujung tumpul c. Timbangan d. Stopwatch
Hewan uji : Mencit (3 ekor)
IV. CARA KERJA
Masing-masing kelompok mendapat 3 ekor mencit
Timbang mencit dan catat beratnya
Hitung volume Na-thiopental yang akan diberikan pada tiap mencit(dosis 90 mg/kg BB)
mencit 1 mencit 2 mencit 3 mencit 4 (kontrol)
disuntikkan disuntikkan disuntikkan
Phenobarbital secara i.p Kurkumin secara p.o Simetidin secara p.o (dosis) (dosis) (dosis)
pada 3 hari sebelumnya Tunggu 1 jam Tunggu 1 jam (dilakukan oleh laboran)
Na-thiopental diberikan secara i.p(dosis 90 mg/kg BB)
amati dan catat waktu hilang reflek badan
hitung onset dan durasi waktu tidur Thiopentalpada masing-masing mencit
bandingkan hasilnya dengan menggunakan ANOVA pola searahdengan taraf kepercayaan 95 %
V. HASIL PERCOBAAN
1. Perhitungan Dosis
BBDosis = x dosis obat (dalam mg/Kg BB)
1000
DosisVolume Pemberian =
Stock
DosisKadar Obat =
Volume Pemberian
a. Mencit 1
21,25Dosis = x 90 (dosis Na-tiopental dalam mg/Kg BB)
1000
= 1,91 mg
1,91Volume =
Mencit Berat Badan (g)
1 21,25
2 21,10
3 22,00
4 21,50
10
= 0,191 ml
1,91Kadar =
0,191 = 10 mg / mL
b. Mencit 2
21,1Dosis = x 90 (dosis Na-tiopental dalam mg/Kg BB)
1000
= 1,89 mg
1,89Volume =
10
= 0,189 mL
1,89 mgKadar =
0,189 mL
= 10 mg / mL
c. Mencit 3
22Dosis Kurkumin = x 5 (dosis kurkumin dalam mg/Kg BB)
1000
= 0,11 mg
0,11Volume kurkumin =
1
= 0,11 mL
0,11 mgKadar kurkumin =
0,11 mL
= 1 mg / mL
2Dosis Na-thiopental= x 90 (dosis Na-tiopental dalam mg/Kg BB)
1000
= 1,98 mg
1,98Volume =
10
= 0,198 mL
1,98 mgKadar Na-thiopental =
0,198 mL
= 10 mg/mL
d. Mencit 4
21,5Dosis simetidin = x 80 (dosis simetidin dalam mg/Kg BB)
1000
= 1,72 mg
1,72Volume simetidin =
8
= 0,215 mL
1,72 mgKadar =
0,215 mL
= 8 mg/mL
21,5Dosis Na-thiopental = x 90 (dosis Na-tiopental dalam mg/Kg BB)
1000
= 1,93 mg
1,93Volume Na-thiopental =
10
= 0,193 mL
1,93 mgKadar Na-thiopental =
0,193 mL
= 10 mg/mL
Mencit BB (gram)Dosis Na-thiopental
(mg)
Volume Pemberian Na-
thiopental (mL)
Kadar Na-thiopental (mg/mL)
1 21,25 1,91 0,191 10
2 21,10 1,89 0,189 10
3 22,00 1,98 0,98 10
4 21,50 1,93 0,93 10
VI . PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui proses metabolisme obat
dan dapat menjelaskan beberapa senyawa kimia terhadap enzim yang terlibat dalam
metabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya berdasarkan hasil pengolahan
dan interprestasi data secara statistika. Obat yang digunakan dalam percobaan kali ini
adalah Natrium Thiopental. Obat ini merupakan golongan barbiturate yang mempunyai
efek sedative hipnotik dengan menimbulkan efek tidur pada mencit. Penggunaan mencit
didasarkan pada analog system faal mencit dengan sistem faal manusia (Mus musculus),
menurut buku Laboratory Animals an Introduction for New Experimental halaman 79.
Selain itu harga mencit tergolong murah dibandingkan dengan harga hewan uji lainnya.
Mencit yang akan diberi perlakuan dalam percobaan harus dipuasakan terlebih dahulu
selama 24 jam. Hal ini disebabkan absorbsi dihambat oleh adanya makanan dalam
lambung. Oleh karenanya, lambung harus dikosongkan agar absorbsi berlangsung lebih
cepat.
Sebelum diberi perlakuan lebih lanjut, mencit ditimbang terlebih dahulu, untuk
mengetahui berat badan masing-masing mencit. Data berat badan ini digunakan dalam
perhitungan volume pemberian obat terhadap masing-masing mencit, karena semua
bentuk sediaan larutan yang akan diberikan memiliki volume maksimal untuk setiap cara
pemberian. Semakin panjang rute penggunaan suatu obat, maka semakin kecil
konsentrasi obat yang mencapai sel target, sehingga volume yang diberkan juga berbeda.
Masing-masing mencit yang telah ditimbang diberi nomor untuk memudahkan dalam
pembedaan cara pemberian. Percobaan ini untuk membuktikan pengaruh senyawa lain
terhadap merabolisme suatu obat.
Senyawa yang digunakan untuk mempengaruhi metabolisme obat itu adalah:
1. Fenobarbital
Fenobarbital berfungsi sebagai indikator enzim sehingga dapat mempercepat
biotranformasi suatu obat (Thiopental dalam percobaan ini). Fenobarbital merupakan
turunan asam lemah, bentuk tidak terionisasi dapat menembus sawar darah otak dan
menimbulkan efek menekan sistem syaraf pusat. Fenobarbiturate merupakan
golongan barbiturate dangan aksi panjang. Hati merupakan organ utama yang
bertanggung jawab pada kebanyakan obat termasuk thiopental. Oleh karena itu
metabolismenya dipengaruhi oleh enzim yang ada di hati.
Induktor suatu enzim akan menginduksi peningkatan pembentukan enzim-enzim
yang terlibat dalam metabolisme tersebut.dengan pemberian fenobarbital, maka akan
terjadi suatu kenaikan yang besar dalam kadar mRNA polisomara yang dapat
ditranslasikan untuk sitokrom P-450 dalam mikrosom hati akibatnya kadar mikrosom
P-450 akan meningkat sehingga akan menaikkan laju metabolisme yang pada
umumnya merupakan proses deaktivasi dari suatu obat.
Akibatnya kadar obat dalam plasma akan turun, selanjutnya intensitas dan durasinya
akan semakin pendek dan efek farmakologinya akan semakin berkurang.
Rumus stuktur:
H
O N O
C2H5 N H
O
2. Simetidin
merupakan turunan dari metanamid, yang digunakn dalam pengobatan tukak
lambung. Sama seperti Kurkumin, Simetidin berfungsi sebagai inhibitor, akibat durasi
dengan pemberian pra perlakuan simetidin akan lebih lama dibanding dengan kontol,
bahkan lebih lama dari kurkumin. Daya inhibitor dari simetidin lebih besar dari
kurkumin. Simetidin menyebabkan penghambatan penguraian secara kompetitif,
yaitu dua obat atau lebih terdapat persaamn ikatan pada enzim. Simetidin mengikat
sitokrom P-450 dan menurunkan aktifitas mikrosom hati sehingga obat lain akan
terakumulasi bila diberikan bersama simetidin. Simetidin cenderung menurunkan
aktifitas aliran darah dalam hati, sehingga akan memperlambat metabolisme obat.
Dengan terhambatnya biotranformasi maka zat aktif obat yang diubah menjadi zat
inaktif menjadi berkurang (semakin sedikit), sehingga zat aktifnya dalam plasma
tinggi, akibatnya durasi akan lebih lama. Onsetnya tidak begitu dipengaruhi dengan
adanya simetidin.
Struktur Simetidin
H3C CH2SCH2NHCNHCH3
NCN
H N N
3. Kurkumin
Kurkumin digunakan sebagai inhibitor, yang dapat menghambat enzim
siklooksigenase yang mengkatalis rekasi asam arakidonat menjadi endoperoksida
siklik serat sebagai penghambat lipid peroksida, akibat thipental yang punya
kelarutan kelarutan dalam lipid lebih besar dapat terpengaruhi. Efek yang timbul
karena obat sudah mencapai reseptornya, dan kecepatan obat sampai ke reseptornya
dipengaruhi oleh absorbsi dan distribusinya. Karena lebih banyak obat dalam bentuk
inaktifnya maka kadar obat dalam plasma akan lebih besar, akibatnya durasinya akan
lebih panjang dari kontrolnya. Pemberian kurkumin dilakukan 1 jam sebelum
pemberian thiopental, sehingga dapat mempengaruhi metabolisme thiopental.
Struktur Kurkumin
Ketiga senyawa di atas digunakan untuk membandingkan pengaruhnya terhadap
metabolisme yang dalam hal ini adalah thiopental.
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. kontrol
2. diberi praperlakuan Fenobarbital
3. diberi praperlakuan Simetidin
4. diberi praperlakuan Kurkumin
Semua hewa uji dalam satu kelompok uji harus diperlakukan sama agar diperoleh
hasil yang benar-benar representative.
Mencit pertama diguakan sebagai kotrol, disuntikkan Na thiopental tanpa
praperlakuan agar dihasilkan metabolisme thiopental, tanapa pengaruh induser dan
inhibitor sehingga efektif dipakai sebagai pembanding waktu tidur.
Mencit kedua diberi praperlakuan fenobarbital secara i.p selam 3 hari, tiap 24 jam,
sebelum disuntik dengan Na thiopental. Praperlakuan fenobarbital diberikan selama 3
hari sebelum praktikum karena fenobarbital termasuk golongan barbiturade yang
memiliki aksi panjang sehingga diharapkan pada saat praktikum (hari ke-3 dari
perlakuan) fenobarbital sudah berefek menginduksi Natrium thiopental.
Mencit ke-3 mendapat perlakuan pemberian Kurkumin secara peroral dengan dosis
5mg/kg BB, 1 jam sebelum mencit diberi Na-thiopental. Mencit ke-4 mebndapat
praperlakuan pemberian Simetidin secara peroral dengan dosis 80mg/kg BB, 1 jam
sebelum mencit di beri Na-thiopental.
Tujuan dari pemberian fenobarbital selama 3 hari sebelum praktikum berlangsung
yaitu untuk lebih menyempurnakan aksi induksi enzim-enzim pemetabolisme dari
fenobarbital. Untuk menginduksi enzim-enzim pemetabolisme diperlukan waktu yang
cukup lama bila dibandingkan dengan waktu untuk menghambat kerja enzim-enzim
pemetabolisme sehingga dengan demikian waktu yang diperlukan untuk menunjukkan
aksi penghambatan kerja enzim pemetabolisme suatu inhibitor, yang dalam percobaan ini
digunakan senyawa Simetidin dan Kurkumin adalah lebih cepat jika dibanding waktu
yang diperlukan induktor untuk mengibuksi sintesis enzim-enzim pemetabolisme.
Fenobarbital dapat menginduksi enzim-enzim pemetabolisme karena fenobarbital
dapat menaikkan kecepatan sintesis enzim-enzim pemetabolisme dengan memacu
terbentuknya second messenger di dalam sel (menentukan signal ke dalam sel) sehingga
mempengaruhi transkripsi dan translasi dari suatu gen sampai terbentuknya protein-
protein yang salah satunya berupa enzim-enzim pemetabolisme, sedangkan simetidin dan
kurkumin dapat menghambat kerja enzim (dapat berperan sebagai inhibitor) dikarenakan
kedua senyawa tersebut dapat berperan sebagai inhibitor kompetitif bagi substrat
(senyawa yang akan dimetabolisme).
Sehingga kedua senyawa (inhibitor) tersebut dapat menduduki sisi aktif dari enzim-
enzim pemetabolisme secara kompetitif. Hal ini menyebabkan metabolisme dari substrat
(senyawa yang akan dimetabolisme) menjadi terhenti.
Akibat dari penggunaan fenobarbital sebagai induktor enzim pemetabolisme adalah
senyawa-senyawa eksogen seperti thiopental menjadi lebih cepat proses eliminasinya
(metabolismenya). Hal ini ditandai dengan waktu durasi (waktu setelah
berefek/tertidurnya mecit sampai mencit tersebut bangun lagi atau disebut righting
reflexatau disebut Efek balik badan yaitu kemampuan mencit untuk membalikkan
badannya dari posisi terlentang ketika badannya ditelentangkan) yang berlangsung lebih
cepat bila dibandingkan dengan waktu durasi dari pengunaan thiopental tanpa disertai
dengan penggunaan fenobarbital. Akibat dari penggunaan Kurkumin dan Simetidin
(sebagai inhibitor) pada mencit adalah metabolisme senyawa-senyawa eksogen seperti
thiopental lebih lama waktunya. Hal ini ditandai dengan waktu durasi dari thiopental
yang berlangsung lebih lama dibandingkan dengan waktu durasi dari penggunaan
thiopental yang tanpa disertai dengan penggunaan Kurkumin dan Simetidin.
Denagan demikian waktu durasi dipengaruhi oleh proses metabolisme dari suatu
senyawa (eksogen), sedangkan proses metabolisme dari suatu senyawa (eksogen)
dipengaruhi oleh ada/tidaknya inhibisi maupun induksi terhadap senyawa tersebut. Hasil
percobaan menunujukkan bahwa waktu durasi dari penggunaan fenobarbital terhadap
metabolisme dari thiopental untuk 3 kelompok praktikum manunjukkan waktu yang
relative sama (kelompok I,III,IV) yaitu waktu yang lebih lambat dibandingkan dengan
kontrol (tanpa fenobarbital). Hal ini tidak sesuai denga teori yaitu metabolisme suatu
senyawa eksogen akan berlangsung lebih cepat bila diberi suatu induktor enzim
pemetabolisme.
Untuk waktu durasi dari penggunaan Simetidin dan Kurkumin terhadap metabolisme
thiopental lebih cepat bila dibandingkan dengan kotrol (tanpa Simetidin dan Kurkumin).
Hal ini ditunjukkan dengan hasil percobaan ke empat kelompok praktikum yang
menunjukkan hasil yang relative sama (kelompok II,III,V) yaitu waktu durasinya lebih
cepat bila dibandingkan kontrol. Hal ini tidak sesuai dengan teori yaitu metabolisme
suatu senyawa eksogen akan berlangsung lebih lambat bila diberi suatu inhibitor enzim
pemetabolisme.
Penyimpangan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
Dosis Simetidin yang diabsorsi lebih sedikit. Pemberian Simetidin dilakukan secara
peroral sehingga obat ini akan melalui rute yang panjang sebelum mencapai tempat
aksinya. Pengrusakan obat oleh enzim-enzim pencernaan dan terjadinya first pass
effect akan semakin mengurangi dosis obat yang mencapai tempat aksinya.
Cara pemberian obat secara p.o merupakan cara yang tidak nyaman, karena obat
diberikan dengan menggunkan jarum tumpul dan disemprotkan melalui
kerongkongan mencit, sehingga ada beberapa mencit yang memuntahkan kembali
obat yang diberikan. Hal ini juga menyebabkan molekul Simetidin tidak cukup
banyak untuk dapat bersaing dengan molekul thiopental dalam berikatan dengan
sitokrom P-450 melalui mekanisme inhibisi kompetitif.
Bila dibandingkan antara inhibisi Kurkumin dengan Sinmetidin, maka secara teoritis
Simetidin merupakan inhibitor yang lebih kuat dibanding Kurkumin, karena Simetidine
langsung berperan sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim sitokrom P-450. namun
hasil percobaan menunjukkan data yang menyimpang disebabkan oleh hal-hal yang telah
disebutkan sebelumnya.
Dengan membandingkan onset dan durasi dari masing-masig kelompok mencit maka
dapat dikatakan bahwa baik senyawa inhibitor maupun senyawa induktor hanya
berpengaruh pada durasi, dimana senyawa inhibitor akan memperpanjang durasi karena
menghambat proses metabolisme Penthothal, sedangkan senyawa induktor akan
memperpendek durasi karena laju metabolisme meningkat. Onset tidak dipengaruhi oleh
senyawa induktor dan inhibitor karena senyawa induktor dan inhibitor tidak
mempengaruhi laju absorpsi melainkan hanya mempengaruhi laju metabolisme.
Waktu onset adalah waktu yang diperlukan sampai obat berefek yang ditandai dengan
mulai tertidurnya mencit (dihitung pada waktu obat mulai diberikan). Karena thiopental
dalam percobaan ini diberikan secara peroral maka obat akan mengalami first pass effect
terutama di hati. Dengan demikian adanya induktor dan inhibitor akan sangat
berpengaruh kepada efek farmakologi obat.
Karena dala hati, thiopental dirombak dengan sangat lambat menjadi 3-5 %
Pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit yang tidak aktif yang dieksresikan melalui
kemih. Maka kemungkinan yang terjadi pada onset akibat pengaruh dari induktor
(fenobarbital) adalah waktu onset dari thiopental dapat menjadi lebih cepat atau labih
lambat akibat pengaruh dari thiopental dapat menjadi labih cepat atau lebih lambat akibat
dari adanya pengaruh dari suatu induktor (fenobabital).
Menjadi lebih cepat apabila perombakan thiopental menjadi senyawa aktifnya
(fenobarbital) semakin cepat sehingga efek farmakologik dari thiopental dapat segera
terlihat yaitu mulai tertidurnya mencit. Waktu onset dari thiopental dapat juga menjadi
lebih lambat jika perombakan thiopental menjadi metabolit tidak aktifnya adalah lebih
cepat sedangkan perombakan thiopental menjadi senyawa aktifnya (fenobarbital) menjadi
sangat lambat akibat pengaruh dari adanya fenobarbital (induktor).
Dari perhitungan ANOVA didapat bahwa efek yang ditimbulkan dari pemberian
induktor (fenobarbital) dan inhibitor (Simetidin dan Kurkumin) mempunyai perbadaan
yang tidak signifikan apabila dibandingkan dengan kontrol maupun antar induktor dan
inhibitor itu sendiri. Sedangkan untuk Simetidin dan Kurkumin yang merupakan
inhibitor, perbedaan efek durasi yang ditimbulkan adalah tidak signifikan. Hal ini pada
nilai signifikan dari uji ANOVA dari tiap kelompok menunjukkan nilai > 0.05, yang
seharusnya untuk dapat dikatakan bahwa perbedaan tersebut signifikan, maka harus
memiliki nilai < 0.05. berarti data yang ada adalah tidak signifikan satu dengan yang
lainnya. ANOVA digunakan untuk menguji apakah perbedaan signifikan (secara
kelompok). Hal ini juga diperjelas dengan nilai-nilai signifikan pada uji ANOVA
(multiple comparisons) yang mempunyai nilai signifikan >0.05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data-data yang ada benar-benar tidak signifikan perbedaan antar satu
dengan yang lain antara kelompok.
Dari seluruh percobaan tang dilakukan, dapat diamati hal-hal sebagai berikut:
a. Pada penyuntikan thiopental, mula-mula timbul hiperalgesi diikuti analgesi bila
dosis terus ditingkatkan. Akibatnya akan timbul gejala kejang-kejang pada
mencit. Gejala ini merupakan tahap eksitasi pada pemberian obat, di mana mencit
tampak gelisah, kecepatan dan volume napas tidak beraturan. Selain itu, mencit
mengalami depresi otot jantung dan aritmia jantung. Terjadi pula depresi
pernapasan yang diikuti dengan udema paru-paru, sehingga badan mencit tampak
membesar. Semua gejala tersebut merupakan efek samping thiopental.
b. Mencit sering buang air besar dan meneluarkan urin.
Thipental pusat kerja sebagian di perifer dan sebagian di pusat tergantung
dosisnya. Obat ini cenderung mempercepat tonus otot usus dan mempercepat
amplitude gerakankonraksinya. Dosis hipnotik mempercepat waktu pengosongan
lambung, den gejalmutahdan diare dapat dihilangkan ole doaia sedatif thiopental.
Seringnya mencit mengeluarkan urin disebabkan efek thiopental terhadap ginjal
yang merupakn organ eksresi utama. Olliguri dapat terjaid akibat keracunan akut
barbiturat terutama sebagai akibat dari hipotensi yang nyata. (Bag. Faramakologi
FK UI, 2003, hal.136)
c. Mencit yang telah bangun dapat tidur kembali hal ini disebabkan terjadinya 2
tahap dalam rute obat, yaitu:
1. Redistribusi
Thiopental sangat mudah larut dalam lemak sehingga dengan cepat
didistribusikan ke jaringan otak atau sistem saraf pusat yang mengandung
banyak jaringan lemak,sehingga kadar di dalam otak lebih besar di banding
kadar dalam plasma dan terjadi efek anastesi ( awal kerja obat cepat ).
Thiopental yng berada dalam plasma darah dengan cepat terdistribusi dan
dihimpun dalam depo lemak. Hal ini menyebabkan pernurunan kadar obat
dalam plasma dan otak secara cepat, sehingga kadar anastesi tidak di capai
lagi dan efeknya segera berakhir. Setelah 3jam pemberian kadar pemberian
dalam depo lemak 10 kali lebih besar dibanding kadar obat dalam pasma
(depot lemak jenuh) dan thiopental perlahan-lahan dilepaskan kembali
setelah efek berakhir.
2. Reabsorpsi
Thiopental terdapat dalam bentuk tidak terionisasi lebih kurang 50% yang
mempunyai kelarutan dalam lemak cukup besar. Dalam bentuk tidak
terdisosiasi, thiopental mudah terabsorpsi kembali dalam tubulus ginjal
melalui proses difusi pasif.
One way ANOVA atau sering disebut perancangan sebuah faktor merupakan salah satu
alat analisis statistik ANOVA (Analysis of Variance) yang bersifat satu arah (satu jalur).
Alat uji ini berguna untuk menguji apakah 2 populasi atau lebih yang independent memiliki
rata-rat yang biasa yang dianggap sama atau tidak sama. Teknik ANOVA akan menguji
variabilitas dariobservasi antar mean group. Melalui kedua estimasi variabilitas
tersebut,dapat ditarik kesimpulan mengenai mean populasi.
ANOVA adalah uji untuk menetapakan signifikasi lebih dari 2 data (>2 X). SD
menunjukkan harga reprodusibilitasatau keseragaman nilai dari masing-masing replikasi
data. Suatu pengulangan data memiliki reprodusibilitas yang baik bila SD memiliki harga
10% dari X.
Metabolisme dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Metabolisme presistemik
Obat yang diberikan peroral bila obat melintasi dinding usus kecil dan melalui hati
(sirkulasi portal) akan mengalami metabolisme sebelum mencapai jantung dan
selanjutnya mengalami sirkulasi sistemi. Metabolisme obat presistemik sangat
berpengaruh terhadap ketersediaan hayati obat, seperti Isoprenalin, Propanolol,
Imipramin, dan Lignokain.
b. Bentuk stereoisomer
Obat yang mempunyai bentuk isomer mengalami rute dan kecepatan metabolisme
obat dapat berbeda di antara bentuk-bentuk isomernya, misalkan Heksobarbital dan
Warfarin akan mengalami metabolisme yang lebih cepat daripada bentuk
isomernya.
c. Metabolisme tergamtung dosis
Metabolisme obat merupakan suatu fraksi obat yang tetap dan mengalami
metabolisme dalam satuan waktu. Beberapa dosis terapi suatu obat mengakibatkan
penjenuhan kadar enzim metabolisme.
d. Umur
Waktu paruh beberapa obat bayi adalah lebih lama dibanding pada orang dewasa.
Hal ini disebabkan pada bayi yang baru lahir kekurangan enzim mikrosomal
termasuk sitokrom P 450 dan UDP-glukuronil-transferase. Oleh karena itu obat
memiliki waktu yang lama dan kuat serta reaksi yang berlawanan dapat pula baik.
e. Inhibisi dan induksi metabolisme
Adanya interaksi bersaing dua substrat untuk enzim menimbulkan hambatan enzim
memetabolisme obat. Efek keseluruhan interaksi tergantung pada kadar relative dari
dua macam substrat dan afinitasnya pada letak aktifnya.
VII. KESIMPULAN1. Obat yang digunakn pada praktikum ini adalah Natrium Thiopental.
2. Aktifitas natrium thiopental dapat dipengaruhi oleh adanya induktor dan inhibitor.
3. Phenobarbital merupakan suatu induktor enzim pemetabolisme obat, sedangkan
Simetidin adalah suatu inhibitor enzim pemetabolisme obat.
4. Adanats uatu nduktor menyebabkan durasi obat menjadi lebih singkta sebaliknya
adanya inhibitor menyebabkan durasi obat menjadi lebih lama (panjang).
5. Uji ANOVA untuk waktu durasi dan onset dari obat berdasarkan tiap kelompok,
memiliki perbedaan yang tidak signifikan.
6. onset tidak dipengaruhi oleh adanya suatu inhibitor atau induktor enzim
pemetabolisme obat.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2002. Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Badan. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Mutschler Ernest. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisi
V. Bandung : Penerbit ITB
Siswandono MS & Dr. Bambang Soekardjo, SU. 1995. Kimia Medisinal 1. Surabaya:
Airlangga University Press
Siswandono MS & Dr. Bambang Soekardjo, SU. 1995. Kimia Medisinal 2. Surabaya:
Airlangga University Press
www.jvetunud.com.
www.2k-software.de/ingo/farbe/efarbe.html
Mengetahui, Yogyakarta, 11 Oktober 2005
Asisten Praktikum Praktikan
1. Dinda Putri U (7018)
2. Faradina Rosita (7020)
3. Ania Rachma A (7024)
M. Rifqi Rokhman 4. Eko Cahyono PS (7030)
IX. JAWABAN PERTANYAAN1. Senyawa-senyawa yangdapat menginduksi enzim yang berperan dalam proses
metabolisme obat adalah:
Senyawa Contoh
Obat Fenobarbital, barbiturat, Fenitoin, Rifampisin.
Alkohol Etanol
Flavon 516 Benzoplavon
Bahan tambahan Butil Hidoksi-Anisol (BHA)
Bahan tambahan Butil Hidroksi- Toluen (BHT)
Insektisida DDT
Hidrokarbon 3-Metil Kalantren
Aromatik Benzo pirena
Pelarut Toluen dan Xilen
Senyawa-senyawa yang dapat menginhibisi enzim-enzim yang berperan pada
proses metabolisme obat adalah:
a. Sokobarbital
b. Amanradin (obat anti virus)
c. Kloramfenikol (antibiotik spektrum luas)
d. Siklofosfamida (obat antikanker dan imunosupresan)
e. Parotin (insektisida)
f. Indometasin (obat anti infamasi)
g. Kurkumin
2. Mekanisme induksi enzim pemetabolismeobat:
Peningkatan sintetis atau stabilitas dan precusaor inti 45 Si RNA
Penambahan RNA polimerase yang tergantung pada DNA
Peningkatan transport nukleositoplasma dan ribonukleoprotein
Peningkatan sintesa atau stabilitas dan pemberian kode mRNA untuk NADPH-
Sitokrom P450 reduktase atau Sitokrom P 450
Induksi biosentesis biofosfolipid
Peningkatan biosintesis Haem dan Flavin
Contonya fenobarbital akan menginduksi enzim P-450 sehingga kadar garam
barbiturate berjkuranag dan akan mengakibatkan efeknya berkurang dan
durasinya menjadi lebih cepat
Mekanisme inhibisi dari enzim pemetabolisme obat:
Destruksi atau merusak enzim P-450 hati
Menghambat laju biosintesis heme dan meningkatakn katabolisme heme
Membentuk kompleks inaktif dengan sitokrom P-450
Contonya simetidin dan kurkumin, akan menghambat aktifitas enzim Sitokrom P-
450 akibatnya garam barbiturate akan meningkat sehingga akan mengakibatkan
efek Natrium Thiopental bertambah dan durasi akan menjadi lebih panjang.
Lampiran
Dari ANOVA diperoleh data bahwa durasi memberikan perbedaan yang signifikan,
karena durasi dipengaruhi oleh proses metabolisme obat, sedangkan onset tidak memiliki
perbedaan yang signifikan, karena onset tidak dipengaruhi oleh proses metabolisme obat, tetapi
dipengaruhi oleh prosees absorpsi obat melewati membrane.