laporan meningitis sulasni atma desi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Salah satu upaya pembangunan kesehatan yang
dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah melalui Program
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan, kematian dan kecacatan serta mengurangi dampak sosial dari
penyakit menular.
Dengan kemajuan teknologi, di negara maju banyak penyakit
menular yang telah mampu diatasi, bahkan ada yang telah dapat dibasmi.
Namun, masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar
penduduk negara berkembang, salah satunya adalah penyakit meningitis.
Lebih dari 70 % kasus meningitis terjadi pada anak usia bawah lima
tahun. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial/suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh
peradangan otak/peradangan pada selaput meninges yang menyelubungi otak
yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Meningitis dibagi menjadi dua
golongan berdasarkan perubahan yang terjadipada cairan otak yaitu meningitis
1
serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosaditandai dengan jumlah sel
dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinalyang jernih. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis danvirus.
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang
bersifatakut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan
oleh bakterispesifik maupun virus. MeningitisMeningococcus merupakan
meningitis purulentayang paling sering terjadi. Penularan kuman dapat terjadi
secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena
percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang melatarbelakangi
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai macam jenis
penyakit meningitis serta faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit
meningitis.
B. Tujuan
1. Mengetahui berbagai macam jenis penyakit meningitis.
2. Mengetahui faktor-faktoryang berkaitan dengan penyakit meningitis
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan
yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat
terjadi secara akut dan kronis (Harsono, 2003).
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar
virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau
hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada
orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim, 2007).
B. Anatomi Fisiologi
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi
sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis,
yaitu:
1. Pia meter yaitu yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan
sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat
akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
2. Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura
meter.
3
3. Dura meter merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal
dari jaringan ikat tebal dan kuat.
Gambar 1. Mening Otak
C. Epidemilogi Meningitis
1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi.
Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus
influenzae di negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6
bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
4
Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus
influenza tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis
Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun. Insidens Rate pada usia <
5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Setelah 10 tahun penggunaan
vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (2001-
2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per
100.000.
Di Amerika Serikat, meningitis bakteri mempengaruhi sekitar 3
dalam 100.000 orang setiap tahun, dan meningitis virus mempengaruhi
sekitar 10 di 100.000. Pada tahun 1996 di Afrika terjadi wabah
meningitis dimana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan
25.000 korban jiwa. Di Eropa, penyebab terbesar meningitis adalah
bakteri N. Meningitides groups B dan C, sedangkan group A
meningococci lebih sering terjadi di Cina dan para peziarah Haji. Di
Indonesia, pada tahun 1987, tercatat 99 jamaah haji Indonesia yang
meninggal akibat meningitis. Sementara sejak periode 1998-2005 tidak
ada lagi dilaporkan jamaah haji yang meninggal, setelah penggunaan
vaksin. Sebagian besar (sekitar 70%) kasus meningitis terjadi pada
anak-anak di bawah usia 5 atau pada orang yang berusia di atas 60
(Anonim, 2010).
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan
sosio-ekonomi rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-
5
kamp tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit
meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang
dibandingkan pada negara maju.
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the
African Meningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari
Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini
terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000
penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik.
Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate
meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per
100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas
dimana kasus-kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di
Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi
pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara
puncaknya terjadi pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di
Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang
lebih sering terpapar agen pengantar virus.
Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis
virus sebesar 10,9 per 100.000 penduduk dan sebagian besar kasus
terjadi pada musim panas.
6
2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering
menyerang bayi di bawah usia dua tahun.7 Meningitis yang disebabkan
oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam
dibandingkan yang berkulit putih.
Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur
tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
dan jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian
Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai
dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis setelah
beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP
H.Adam Malik menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat
imunisasi BCG untuk menderita meningitis Tuberculosis sebesar 0,2.
Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq(2000) di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung vaksin
TBC terhadap meningitis Tuberculosis pada anak menunjukkan
penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72
kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak
pernah diberikan BCG.
Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang
anak-anak dan dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat
7
terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan (Mumps) atau
penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering terjadi
pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki
daripada perempuan.
Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee,2005) , menunjukkan
resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali lebih besar
dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.
Meningitis purulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus dan Haemophilus influenzae sedangkan meningitis
serosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan virus.
Bakteri Pneumococcus adalah salah satu penyebab meningitis
terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat meningitis hanya
dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang
lanjut usia.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan
jemaah haji dan dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria
meningitidis serogrup A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai
penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan
C sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya
adalah grup A.
8
Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi
selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan
serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan wabah
meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan
oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling
banyak menimbulkan penyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan.
Gejalanya mirip sakit flu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh
sendiri. Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai
penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang tidak
diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33%
kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan
penyebab dari 50% kasus. Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada
laki-laki 2 kali lebih sering dibanding perempuan.
c. Lingkungan
Faktor lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya
meningitis bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b
adalah lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana
terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita infeksi saluran
pernafasan.
Risiko penularan meningitis Meningococcus juga meningkat
pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara dan
jemaah haji.
9
Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu
sebanding dengan frekuensi infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi
keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini
kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosial ekonomi
rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat imunisasi
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika
sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agen pengantar virus. Lebih sering dijumpai pada anak-anak
daripada orang dewasa. Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi
saluran pernafasan bagian atas.
D. Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus,
Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella.
(Japardi, Iskandar, 2002). Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan
umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus,
Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
(Japardi, Iskandar, 2002).
10
E. Tipe Meningitis
1. Meningitis Kriptikokus
Meningitis kriptokokus adalah meningitis yang disebabkan oleh
jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup
debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan
kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling
sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.
Cara diagnosisnya yaitu darah atau cairan sumsum tulang belakang
dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’
mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes
‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan.
Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama.
Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk
menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat
dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India (Yayasan Spiritia,
2006).
2. Viral meningitis
Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan
sakit flu biasa, dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi
viral meningitis biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu
orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa
menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus
penyebab flu perut (Anonim, 2007).
11
3. Bakterial meningitis
Bakterial meningitis disebabkan oleh bakteri tertentu dan
merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah
meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau
kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang
mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat
fatal dan menyebabkan kematian (Anonim, 2007).
4. Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejalanya adalah demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah,
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu
badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen
tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebabnya yaitu kuman
mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosisnya yaitu Meningitis
Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah,
radiologi, test tuberculin (Harsono, 2003).
5. Meningitis Purulenta
Gejalanya adalah demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang
terus-menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah,
hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta
sendi. Penyebabnya adalah Diplococcus pneumoniae(pneumokok),
Neisseria meningitidis(meningokok), Stretococcus haemolyticus,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa. Diagnosisnya yaitu
12
dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah
tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik,
pemeriksaan EEG (Harsono, 2003).
F. Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak.
Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-
sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk
terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
13
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.
G. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus,
yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s dan Brudzinky positif
(Harsono, 2003).
H. Gejala
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita
serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah
demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu
biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan
kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang
terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit,
tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku,
14
dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak
beraturan (Japardi, Iskandar, 2002).
I. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium.
Tes ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum
tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar
puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang
belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila
tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan
biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa
orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari (Ellenby,
Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006).
Untuk diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu :
1. Anamnese : ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan
penderita TB
2. Lumbal pungsi
Gambaran LCS pada meningitis TB :
Warna jernih / xantokrom
Jumlah Sel meningkat MN > PMN
Limfositer
Protein meningkat
15
Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah
Pemeriksaan tambahan lainnya :
Tes Tuberkulin
Ziehl-Neelsen ( ZN )
PCR ( Polymerase Chain Reaction )
3. Rontgen thorax
TB apex paru
TB milier
4. CT scan otak
Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
Komplikasi : hidrosefalus
5. MRI
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan
aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan
mycobacterium tuberkulosis dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur
CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif
hanya pada kira-kira setengah dari penderita
Berikut adalah gambar algoritma terapi pada orang dewasa, anak-
anak dan bayi sebagai berikut :
16
Gambar 2. Algoritma terapi pada orang dewasa
Gambar 3. Algoritma terapi pada anak-anak dan bayi
17
J. Cara Pencegahan
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus
atau bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar
untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar
mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat
makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga
imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD
(Japardi, Iskandar, 2002).
Selain itu ada beberapa metode pencegahan terhadap penyakit
meningitis, antara lain sebagai berikut :
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor
resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang
dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib),
Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide
vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR
(Measles dan Rubella).10 Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau
PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan
dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.
18
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena
meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah
direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis
dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan
interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena
dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup
serumah dengan penderita.
Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135
dan Y. Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian
imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti
tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari
luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan
kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal
hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah
dari toilet.
19
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal
dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga
dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test
darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat
dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah
penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita
secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
a. Meningitis Purulenta
1) Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim,
seftriakson.
2) Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin,
seftriakson.
3) Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan
seftriakson.
20
b. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus
yang berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin.
Kortikosteroid berupa prednisone digunakan sebagai anti inflamasi yang
dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti.
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan
kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka
panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan
rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketepatan dalam mendiagnosa dan kecepatan pemeberian terapi yang
adekuat dapat menekan angka mortalitas serta gejala sisa yang timbul
kemudian. Penyakit ini dapat dicegah dengan memperhatikan faktor
epidemiologi dan pemberian vaksinasi serta chemoprofilaksis pada individu
dengan resiko tinggi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL : http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html
Anonim, 2010. Meningitis available at http://www meningitis-fix.html diakses pada bulan November 2010
Bagbei Laily 1990, Infectectious Diseases, Nelson Essentials of Pediatric, halaman 284-308. Diakses tanggal 19 Desember 2011
Betz L dan Sowden A Linda 1999, keperawatan pedaitri, Penerbit buku kedokteran ECC, Jakarta. Halaman 316-321. Diakses tanggal 19 Desember 2011
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar Puncture.
The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL : http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL : http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New England
Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL : http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL :http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
23