laporan kasus tinea kruris2

24
BAB I PENDAHULUAN I.1. MIKOSIS Mikosis ialah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dapat dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Mikosis profunda ialah penyakit jamur yang mengenai alat dalam. Penyakit ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke alat dalam (misalnya paru), melalui luka, atau menyebar dari permukaan kulit atau alat dalam lain. Mikosis profunda menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskular, susunan saraf central, otot, tulang, dan kadang-kadang kulit. Sedangkan mikosis superfisial adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial dibagi menjadi 2 kelompok : 1) yang disebabkan oleh jamur bukan golongan dermatofit, yaitu pitiriasis versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, onikomikosis dan tinea nigra palmaris, dan 2) yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita 1,12 . Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi, yang dikenal dengan bentuk – bentuk 1 : - Tinea kapitis - Tinea barbae - Tinea kruris - Tinea pedis et manus - Tinea korporis 1

Upload: rido-riambodo

Post on 25-Nov-2015

75 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUANI.1. MIKOSIS

Mikosis ialah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dapat dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Mikosis profunda ialah penyakit jamur yang mengenai alat dalam. Penyakit ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke alat dalam (misalnya paru), melalui luka, atau menyebar dari permukaan kulit atau alat dalam lain. Mikosis profunda menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskular, susunan saraf central, otot, tulang, dan kadang-kadang kulit. Sedangkan mikosis superfisial adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial dibagi menjadi 2 kelompok : 1) yang disebabkan oleh jamur bukan golongan dermatofit, yaitu pitiriasis versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, onikomikosis dan tinea nigra palmaris, dan 2) yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita1,12.Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi, yang dikenal dengan bentuk bentuk1 : Tinea kapitis Tinea barbae

Tinea kruris

Tinea pedis et manus

Tinea korporisI.2. TINEA KRURIS

I.2.1Definisi

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut dan menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain1.

Gambar 1.1. Predileksi Tinea KrurisI.2.2Sinonim

Eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin1.

I.2.3Epidemiologi

Tinea kruris lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan kebanyakan terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur anak-anak2,3,4. Biasanya mengenai penderita usia 18 60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia 18 25 tahun serta antara 40 50 tahun5.I.2.4Etiologi

Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton6. Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes2.Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis8.

Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal6. Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainnya terutama menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi kulit pada manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya suatu reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur 9.

I.2.5Faktor ResikoFaktor faktor yang mempengaruhi terjadinya tinea kruris menurut kepustakaan yaitu iklim panas, lembab, pengeluaran keringat yang berlebihan, pemakaian bahan pakaian yang tidak menyerap keringat, mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama, bertukar pinjam pakaian dengan orang lain penderita tinea kruris, kebersihan yang kurang, trauma kulit, lingkungan sosial budaya dan ekonomi, oklusif, defisiensi imunitas, penggunaan antibiotika, kortikosteroid serta obat obat imunosupresan 2,4,5.

I.2.6PatogenesisInfeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabanganya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang kemudian berdifusi ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosit. Pertumbuhan jamur dengan pola radial dalam stratum korneum mengakibatkan timbulnya lesi sirsinar dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan5.

Jamur golongan dermatofita ini dapat menimbulkan infeksi ringan sampai berat tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan mekanisme immunologis maupun nonimunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting adalah adanya aktivitas imunitas seluler, melalui mekanisme hipersensitivitas tipe lambat, sedangkan mekanisme non imunologis anatara lain melibatkan adanya asam lemak jenuh berantai panjang di kulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor.Namun demikian bergantung pada berbagai faktor, dapat terjadi pula suatu resolusi spontan sehingga gejala klinis menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun dan kambuh kembali. Radang dermatofitosis mempunyai korelasi dengan reaktivitas kulit tipe lambat (sistim imunitas seluler). Derajatnya sesuai dengan sensitisasi oleh dermatofita dan sejalan pula dengan derajat hipersensitivitas tipe lambat (HTL), HTL ini dimulai dengan penangkapan antigen jamur oleh sel Langerhanss yang bekerja sebagai APC (Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagosit, memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel Langerhans berkumpul dalam kulit membawa antigen ke dalam pembuluh getah bening kemudian menuju kelenjar getah bening dan mempertemukannya dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel Langerhans, peran serupa dilakukan pula oleh sel endotel pembuluh darah, fibroblast dan keratinosit. Limfosit T yang telah aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang mengaktifkan makrofag sehingga mampu membunuh jamur patogen5.I.2.7Cara Penularan

Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut - rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air12. Proses autoinokulasi reservoir lain yang mungkin ada di tangan dan kaki (tinea pedis, tinea unguium dan tinea manum)9,13.I.2.8Gejala Klinis

Gejala klinis tinea kruris yaitu rasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat ke genitalia, ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat jika berkeringat. Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga digaruk-garukdantimbulerosidaninfeksisekunder2,10. Dua organisme penyebab tinea kruris bisa memberikan gambaran klinis yang berbeda, pada infeksi oleh E. floccosum terdapat gambaran, lesi jarang meluas melewati region genitokrural dan paha atas bagian dalam. Sedangkan oleh T. rubrum sering bersatu dan menyebar meliputi daerah yang lebih luas yaitu daerah pubis, abdomen bagian bawah, gluteus dan daerah perianal, biasanya selain timbul rasa gatal kadang-kadang timbul rasa panas5.I.2.9Pemeriksaan Fisik

Ujud kelainan kulit yang timbul pada pasien tinea kruris adalah makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lesi lebih aktif terdiri dari papula, pustula atau vesikel, bentuk polimorf. Jika kronik makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya2. Erosi dan ekskoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya akibat garukan maupun pengobatan yang diberikan11.I.2.10Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan disertai hasil pemeriksaan mikroskopis KOH yang positif, yaitu adanya elemen jamur berupa hifa yang bercabang dan atau artrospora danpemeriksaan kultur jamur yang bermanfaat untuk menentukan etiologi spesies penyebabnya5.a. Pemeriksaan KOH1,5

Sebelum pengambilan spesimen sebaiknya dilakukan pembersihan lokasi dengan alkohol 70% untuk menghilangkan kotoran yang dapat menghalangi visualisasi jamur pada pemeriksaan mikroskopis dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi yang akan mengganggu kultur jamur.

Cara melakukan pemeriksaan KOH, yaitu :

Spesimen diambil dari daerah pinggir lesi yang paling aktif

Letakkan spesimen pada bagian tengah kaca objek

Spesimen ditetesi 1-2 tetes larutan KOH, untuk sediaan rambut 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Lalu ditutup dengan kaca penutup dan tunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan diatas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup.

Untuk melihat elemen jamur yang lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker suoerchroom blue black. Diperiksa dibawah mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10 x 10 untuk mencari bagian spesimen yang diperiksa, kemudian dengan pembesaran 10 x 45, akan ditemukan elemen jamur yang jelas.

Pada sediaan kulit yang terlihat adalah hifa, sebagai 2 garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama dan/ sudah diobati.b. Pemeriksaan kultur1,5

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksemid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Disiman pada suhu kamr 25-30o C. Setelah 7-10 hari dinilai perubahan dan pertumbuhan jamur. Untuk menentukan spesies penyebab dilakukan identifikasi makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis tampak gambaran gross koloni dengan melihat tekstur, topografi dan pigmentasinya, sedangkan identifikasi mikroskopis dibuat preparat dengan penambahan lactophenol cotton blue (LPCB) dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 45x. Gambaran mikroskopis yang harus diperhatikan adalah morfologi hifa, pigmentasi dinding sel jamur, karakteristik sporulasi (makrokonidia & mikrokonidia) Pada E. floccosum, koloni granular bulat/lonjong dengan pigmentasi kuning kecoklatan, mikroskopis : tampak makrokonidia berdinding sel halus berbentuk gada berkelompok, tidak dijumpai mikrokonidia.

Pada T. rubrum, koloni seperti kapas halus dan tersebar dengan pigmentasi awal berwarna putih dan cenderung berubah menjadi ungu kemerahan atau kuning jingga, mikroskopis : makrokonidia jarang ditemukan, bentuk seperti pinsil dan mikrokonidia berbentuk teardrop.

Pada T. mentagrophytes, koloni seperti kapas halus dengan pigmentasi putih dan dapat berubah kuning, mikroskopis : makrokonidia berbentuk gada/cerutu dan mikrokonidia kecil bulat seperti buah anggur dan hifa berbentuk spiral.

I.2.11Diagnosis Banding

1. Eritrasma : batas lesi lebih tegas, jarang disertai infeksi, fluoresensi merah bata yang khas dengan sinar Wood, pemeriksaan KOH negatif tidak ditemukan elemen jamur spora atau hifa2. Kandidiasis : lesi lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit3. Psoriasis intertriginosa : lesi lebih merah, skuama lebih tebal dan berlapis-lapis, pemeriksaan KOH negatif tidak ditemukan elemen jamur spora atau hifaI.2.12Penatalaksanaan Topikal : salep atau krim antimikotik. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dari lokasi lain, misalnya obat-obat topikal konvensional : asam salisilat 2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilanat 2-5% dan zat warna (hijau brilian 1% dalam cat Castellani). Selain itu terdapat obat anti jamur topikal yang sering digunakan yaitu golongan azole-imidazol (klotrimazol, ekonazol, mikonazol, ketokonazol, sulkonazol, oksikonazol, tiokonazol, sertakonazol), dan golongan alilamin/benzilamin (naftifin, terbinafin, butenafin) danobat anti jamur topikal lainnya adalah amorolfin, siklopiroks, haloprogin2,12. Sistemik : diberikan jika lesi meluas dan kronik; griseofulvin 500-1000 mg selama 2-3 minggu atau ketokonazol 100mg/hari selama 1 bulan2. Selain pengobatan kausatif tersebut, penting juga diperhatikan pengobatan simtomatik untuk menanggulangi rasa gatal, panas maupun nyeri.

I.2.14Prognosis

Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit terjaga2.BAB II

LAPORAN KASUS

TINEA KRURIS

II. 1 Identitas Pasien

Nama

: Tn. PB

Umur

: 34 tahun

Jenis Klamin

: Pria

Agama

: Islam

Alamat

: Klepon 2/8 Jambu, Kab. Semarang

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Tanggal Pemeriksaan: 10 Juli 2013

Pasien diambil

: Poliklinik Kulit Kelamin RSUD Ambarawa

Status pasien

: Lama

II. 2 AnamnesaKeluhan Utama : Gatal

Riwayat Penyakit Sekarang :

3 bulan yang lalu pasien di rawat di RS, setelah 2 hari di rawat pasien merasakan gatal dengan bercak kemerahan di lipat paha sebelah kanan dan kiri, awalnya pasien mengira hanya gatal biasa. Selama 3 bulan ini pasien 6 kali keluar masuk RS dengan keluhan di lambungnya. Pasien merasa bercak bercak merah yang ada di lipat pahanya semakin lama semakin gatal. Gatal yang dirasakan semakin hebat kemudian di garuk sehingga timbul lecet lecet dan terasa perih akibat garukan. Selain itu bercak bercak merah tersebut semakin melebar. Gatal dirasakan terus menerus. Dirasakan semakin gatal pada saat berkeringat dan malam hari.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan dan obat obatan. Riwayat maag (+). Riwayat hipertensi dan DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di dalam keluarga, tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit seperti yang dikeluhkan pasien. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-). Riwayat asma (-), riwayat alergi (-).Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah menggunakan salep selama 1 bulan terakhir dan sudah habis 1 minggu yang lalu. Salep yang digunakan sebanyak 2 buah. Setelah diberikan salep, lesi membaik namun gatal menetap.

Riwayat Sosial EkonomiPasien sudah menikah. Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pembiayaan rumah sakit secara umum. Kesan ekonomi cukup.

II. 3 PemeriksaanFisik

1. Status generalisata

a. KU

: tampak sakit sedangb. Kesadaran: Compos Mentisc. Tanda Vital Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi

: 88x/menit Respirasi

: 20x/menit Suhu

: 37o Cd. Kepala: Mesocephal, rambut hitam, pendek, lurus, tidak mudah dicabut

e. Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikf. Hidung: Sekret (-), mimisan (-), nafas cuping hidung (-)

g. Mulut

: Stomatitis (-), sianosis (-), lidah kotor (-), pembesaran tonsil(-)h. Telinga: Discharge (-), luka (-)i. Leher

: Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-) , JVP tidak meningkatj. Thorak:

Pulmo: Sonor, vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-) Cor: Konfigurasi kesan dalam batas normal, SI-II tunggal, bising(-)i. Abdomen: Supel, tympani, hepar dan lien tak terabaj. Ekstremitas Superior: dbn Inferior: lihat status dermatologis2. Status DermatologisLokasi: inguinalis dextra et sinistraUKK

: makula, eritema, ekskoriasi, berbatas tegas dengan lebih aktif, central healing

Ukuran : plakat

II. 4 Pemeriksaan PenunjangTidak dilakukanII. 5Diagnosis Banding

1. Eritrasma2. Kandidiasis

3. Psoriasis intertriginosa

II. 6Diagnosis Kerja

Tinea kruris

II. 7Penatalaksanaan

Non Farmakologi

1. Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyakitnya adalah jamur yang dapat menular, pengobatannya memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar 2-4 minggu, serta menasehati pasien untuk tidak menggaruk bercak karena akan menyebabkan bercak semakin luas.2. Menyarankan kepada pasien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dan tidak menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter.3. Menyarankan kepada pasien untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan.4. Menyarankan kepada pasien memperbaiki status gizi dalam makanan.5. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, terutama pakaian yang menyerap keringat.6. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan handuk sekali pakai lalu langsung di cuci dan menggantinya dengan handuk baru.7. Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan handuk dan pakaian dalam bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain.Farmakologi

Ketokonazol1x2 tabCetirizin tab 1x1 tabTerbinafincream 10 mgKetokonazolcream 20 mgII. 8Prognosis

Quo ad vitam

: ad bonamQuo ad fungsionam

: ad bonam

Quo ad bonam

: ad bonamQuo ad sanationam

: ad bonamBAB IIIPEMBAHASAN

Diagnosis tinea kruris pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan pasien laki laki berusia 34 tahun dengan keluhan gatal timbul bercak merah di daerah lipat paha kanan dan kiri yang terjadi sejak 3 bulan yang lalu. Menurut kepustakaan tinea kruris lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan kebanyakan terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur anak-anak2,3,4. Biasanya mengenai penderita usia 18 60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia 18 25 tahun serta antara 40 50 tahun 5.

Tinea krurisdisebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton6. Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes2. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis8. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur 9.Pada pasien ini didapatkan adanya faktor resiko terjadinya tinea kruris yaitu pasien selama 3 bulan terakhir sudah 6 kali keluar masuk RS, sehingga kemungkinan higienitas atau kebersihan diri pasien kurang terpelihara dengan baik baik. Sehingga untuk daerah lipat paha kurang terjaga kebersihan dan kelembapan kulitnya, dimana hal tersebut mendukung untuk tumbuhnya jamur penyebab tinea kruis dengan baik. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya tinea kruris menurut kepustakaan yaitu iklim panas, lembab, pengeluaran keringat yang berlebihan, pemakaian bahan pakaian yang tidak menyerap keringat, kebersihan, trauma kulit, lingkungan sosial budaya dan ekonomi, oklusif, defisiensi imunitas, penggunaan antibiotika, kortikosteroid serta oba obat imunosupresan 2,5.Gejala klinis yang dialami oleh pasien adalah gatal yang semakin lama semakin hebat dirasakan pada daerah lipat paha yang disertai dengan adanya bercak merah yang makin lama makin meluas. Gatal terutama dirasakan apabila berkeringat/beraktivitas dan saat malam hari. Menurut kepustakaan gejala klinis tinea kruris yaitu rasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat ke genitalia, ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat jika berkeringat. Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi daninfeksi sekunder2,10

Pada pemeriksaan fisik dijumpai ujud kelainan kulit yaitu makula, eritema, ekskoriasi, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif, lesi central healing, ukurannyaplakat.Menurut kepustakaan Ujud kelainan kulit yang timbul pada pasien tinea kruris adalah makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lesi lebih aktif terdiri dari papula, pustula atau vesikel, bentuk polimorf. Jika kronik makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya2. Erosi dan ekskoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya akibat garukan maupun pengobatan yang diberikan11.

Diagnosis banding untuk tinea kruris adalah eritrasma, kandidiasis, dan psoriasis intertriginosa. Pada eritrasma batas lesi lebih tegas, jarang disertai infeksi, fluoresensi merah bata yang khas dengan sinar Wood, pemeriksaan KOH negatif tidak ditemukan elemen jamur spora atau hifa.Pada kandidiasis lesi lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit. Sedangkan psoriasis intertriginosalesi lebih merah, skuama lebih tebal dan berlapis-lapis, pemeriksaan KOH negatif tidak ditemukan elemen jamur spora atau hifa2.

Prinsip pengobatan meliputi penatalaksanaan secara umum yaitu menetapkan tujuan pengobatan, antara lain : menyembuhkan penyakit secara klinis dan laboratoris, mencegah penyakit menjadi kronis, mencegah timbulnya kekambuhan. Sedangkan strategi pengobatan meliputi diagnosis yang tepat, mengatasi atau menghilangkan faktor-faktor yang mempermudah timbulnya infeksi jamur, memilih cara pengobatan yang tepat, serta mengoptimalkan kepatuhan penderita untuk kesembuhannya. Untuk lesi yang lokalisata dapat diberikan preparat anti jamur topikal. Sedangkan untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal diberikan preparat anti jamur sistemik5. Pada pasien ini mendapat penatalaksanaan terapi topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah ketokonazol cream dan terbinafin cream. Ketokonazol termasuk dalam golongan azol-imidazol, relative berspektrum luas, bersifat fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat ergosterol jamur yang mengakibatkan timbulnya defek pada membrane sel jamur. Mempunyai kemampuan mengganggu kerja enzim sitokrom P-450, lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur menjadi lebih permeable dan terjadi penghancuran kuman. Terbinafin merupakan golongan alilamin/benzilamin. Bekerja dengan cara menekan biosintesis ergosterol pada tahap awal metabolism dan enzim sitokrom P-450 akan menghambat aktifitas squalene eposidase, dengan berkurangnya ergosterol, akan menyebabkan penumpukan squalane pada sel jamur dan akan mengakibatkan kematian sel jamur. Bersifat fungisidal terhadap dermatofit12. Pada kasus ini ketokonazol dan terbinafin digunakan untuk pengobatan dermatofitosis. Sediannya dicampur dalam satu tube. Penggunaannya secara topikal dengan cara mengoleskan kedaerah lesi dan dilebihkan 1 cm, karena masih terdapat elemen jamur di luar batas lesi.

Obat sistemik yang diberikan adalah ketokonazol dan cetirizin. Ketokonazol diberikan secara peroral dan topikal untuk meningkatkan efektivitas pengobatan. Cetirizine adalah metabolit aktif dari hidroksizin dengan kerjakuat dan panjang. Merupakan antihistamin selektif, antagonis reseptor H1 periferal dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif farmakologi dan mempunyai sifat tambahan sebagai anti alergi. Cetirizine menghambat pelepasan histamine pada fase awal dan mengurangi migrasi sel inflamasi. Tujuan diberikannya cetirizin pada pasien ini adalah untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien dan mengurangi proses peradangan yang terjadi. Pada kasus ini obat sistemik diberikan selama 10 hari, ketokonazol diberikan 2 tablet sekali minum dalam sehari pada pagi hari dan cetirizin 1 tablet sekali minum dalam sehari pada sore hari. Pasien kemudian disarankan control setelah 10 hari untuk melihat perkembangan penyakitnya. Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah menasehati pasien untuk tidak menggaruk bercak karena akan menyebabkan bercak semakin luas, mengkonsumsi obat secara teratur dan tidak menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter, selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, memperbaikistatus gizi dalam makanan, menggunakan pakaian yang longgar, terutama pakaian yang menyerap keringat, menggunakan handuk sekali pakai lalu langsung di cuci dan menggantinya dengan handuk barudantidak menggunakan handuk dan pakaian dalam bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain.

Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam bonam, ad sanam dubia ad bonam, ad kosmetikum dubia ad bonam. Dengan melakukan pengobatan secara teratur sesuai anjuran dokter, menghidari faktor resiko, dan menjaga kebersihan serta kelembapan kulit maka prognosis akan baik. DAFTAR PUSTAKA1. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 20072. Siregar, R.S., 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, h. 29-31.3. Berman, Kevin, 2011. Jock itch. Available from: http:// nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000876.htm

4. Wiederkehr, Michael. 2012. Tinea Cruris. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1091806 5. Mulyaningsih, Sri 2004. [LaporanPenelitian] Tingkat kekambuhan tinea kruris dengan pengobatan krim ketokonazol 2% sesuai lesi klinis bila dibandingkan dengan 3 cm di luar lesi klinis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.6. Budimulja, Unandar&Wasitaatmadja, Sjarif, 1999. IlmuPenyakitKulitKelamin. Edisi 3. Jakarta: BalaiPenerbit FK UI, h. 92-93.7. Parasitologi kedokteran UI. Edisi Keempat. FKUI. Jakarta : 20088. Boel, Trelia, 2003. Mikosis Superfisial. Tersedia dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf 9. Graham-Brown, Robin, 2002. Lecture Notes on Dermatology 8th Ed. UK: Blackwell Science, p. 33-34.10. Etnawati,K.;Sudaryanto.1998 :Perkembangan Pengobatan Penyakit Jamur Superfisial. Laboratorium/Unit Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP DrSardjito, Yogyakarta 11. Budimulya,U.Sunoto.danTjokronegoro,Arjatmo. 1983. Penyakit Jamur. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.12. Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Pengobatan dermatomikosis, USU Repository.13. Brooks, Geo, 2001. Jawetz, Melnick, & Adelbergs Me ical Microbiology 22ndEd. McGraw-Hill Companies Inc, p. 319-325.Gambar 1.3.

MakrokonidiaE. floccosum

Gambar 1.2.

KulturE. floccosum

Gambar 1.5.

Mikrokonidia T. rubrum occosum

Gambar 1.4.

Kultur T. rubrum occosum

Gambar 1.6.

Kultur T. mentagrophytes occosum

Gambar 1.7.

Makrokonidia, mikrokonidia, danhifa

1