laporan kasus esqy (2)

33
LAPORAN KASUS SEPSIS PADA PASIEN POST OPERATIF LAPAROTOMI ATAS INDIKASI PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI GASTER DI UNIT PERAWATAN INTENSIF Oleh : Esqy Ghea Askara : 140221088 Dibimbing oleh : dr. Sri Sunarmiasih, Sp.An, KIC

Upload: aulianadanisya

Post on 16-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LAPORAN

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Esqy (2)

LAPORAN KASUS

SEPSIS PADA PASIEN POST OPERATIF LAPAROTOMI ATAS

INDIKASI PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI GASTER

DI UNIT PERAWATAN INTENSIF

Oleh : Esqy Ghea Askara : 140221088

Dibimbing oleh : dr. Sri Sunarmiasih, Sp.An, KIC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

RSPAD GATOT SOEBROTO

PERIODE 9 FEBRUARI – 14 MARET 2015

Page 2: Laporan Kasus Esqy (2)

KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan kali ini puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya, dan tidak lupa sholawat serta salam yang

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta para sahabatnya,

laporan kasus yang berjudul “Sepsis pada Pasien Post Operatif Laparotomi atas indikasi

Peritonitis et causa Perforasi Gaster di Unit Perawatan Intensif” dapat diselesaikan.

Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada dr. Sri

Sunarmiasih, Sp.An, KIC selaku pembimbing yang dengan penuh dedikasi, kesabaran dan

keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis sehingga

hambatan dalam penulisan laporan kasus ini dapat teratasi.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada nyonya R dan keluarga atas

partisipasi dan kerjasamanya yang memperbolehkan pelaporan kasus ini berlangsung dengan

baik dan lancar. Atas hal tersebut penulis ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa tulisan dalam laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan pada laporan

kasus. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak agar

menjadi lebih baik. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

kemajuan ilmu pengetahuan khususnya kedokteran dikemudian hari.

Page 3: Laporan Kasus Esqy (2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I LAPORAN KASUS 3

A. Identitias Pasien 3B. Status Pasien 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

A. Anatomi dan Fisiologi 81. Peritoneum 8

B. Penyakit 101. Perforasi Gaster 102. Peritonitis 113. sepsis 14

C. Unit Perawatan Intensif

D. BAB II ANALISA KASUS 21

DAFTAR PUSTAKA 20

Page 4: Laporan Kasus Esqy (2)

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : R

TTL : 9 Desember 1958

Usia : 56 Tahun

No. RM : 412685

Alamat : Rempoa

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : -

Pendidikan Terakhir :

Tanggal Masuk : Rabu, 25 Februari 2015

B. Status Pasien

1. Anamnesis

a) Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut post operasi

b) Keluhan Tambahan :

c) Riwayat Penyakit Sekarang :

1 jam SMRS, pasien merasakan nyeri perut. Nyeri dirasakan mendadak setelah

pasien makan siang dan terus-menerus. Pasien merasakan mual, muntah (-). BAB

(+) terakhir tadi pagi. Flatus tidak bisa, dan pasien merasakan keringat dingin,

pasien tidak merasakan demam. Akhirnya pasien dilakukan pembedahan

laparotomi cyto atas indikasi peritonitis umum et causa perforasi gaster. Setelah

dilakukan pembedahan pasien di pindahkan ke ICU karena memerlukan

pemantauan hemodinamik ketat dan diduga mengalami sepsis karena peritonitis.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya mempunyai riwayat nyeri perut di regio epigastrium tapi

diabaikan.

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ditemukan keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama

f) Riwayat Penggunaan Obat

Page 5: Laporan Kasus Esqy (2)

Riwayat alergi obat disangkal. Kalau nyeri kepala sering meminum obat tanpa

resep dokter.

g) Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku pola makan yang tidak teratur, sering begadang, merokok (-),

minum alkohol (-)

2. Pemeriksaan Fisik

a) Kesadaran : Compos Mentis

b) Keadaan Umum : Nyeri sedang

c) Tanda Vital : TD = 108/60mmHg, HR = 96x/min, RR = 16x/min, Suhu =

35,80C

d) Berat badan : 80 Kg

e) Tinggi badan : 150 Cm

f) Status Generalis :

1) Kepala :

(a) Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-

(b) Hidung : Septum di bagian tengah, hiperemis -/-, secret -/-, terpasang

NGT (+)

(c) Mulut : Bibir tampak kering, mukosa (-) lesi

2) Leher : KGB tidak membesar

3) Thorax :

Terpasang CVC di clavicular dextra

(a) Pulmo : Inspeksi = Bentuk Normochest, Simetris kanan=kiri, tidak

ada lesi

Palpasi = Vocal fremitus +/+ di seluruh lapang paru

Perkusi = Sonor +/+ di seluruh lapang paru

Auskultasi = Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

(b) Cor : Inspeksi = Iktus kordis (-) terlihat

Palpasi = Iktus kordis (+), Thrill (-)

Perkusi = Batas Jantung Kanan ICS 3-4 parasternal (D)

Batas Jantung Kiri ICS 4-5 midklavikula (S)

Pinggang Jantung ICS 2 parasternal (S)

Auskultasi = S1/S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)

4) Abdomen :

Page 6: Laporan Kasus Esqy (2)

(a) Inspeksi : Datar, Supel, terdapat jahitan operasi dan terpasang

drain di perut kanan dan perut kiri.

(b) Auskultasi : BU (+)

(c) Perkusi : (+) nyeri saat perkusi, suara timpani

(d) Palpasi : (+) nyeri tekan.

5) Extremitas : Edema tungkai -/-, Akral hangat, CRT < 2 detik

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium

Tanggal 18-01-2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 10* 13 – 18 g/dL

Hematokrit 31* 40 – 52%

Eritrosit 3.3* 4.3 – 6.0 juta / UL

Leukosit 16420* 4.800 – 10.800 /UL

Trombosit 328.000 150.000 – 400.000 / UL

MCV 92 80 – 96 fL

MCH 30 27 – 32 pg

MCHC 33 32 – 36 g/dL

Koagulasi

Waktu Protrombin

Kontrol 12.0 Detik

Pasien 14.0* 10.2 – 12.2 detik

APTT

Kontrol 34.5 Detik

Pasien 36.9 29.0 – 40.2 detik

Kimia Klinik

SGOT 9 < 35 U/L

SGPT 21 < 40 U/L

Analisa Gas Darah

pH 7.308* 7.37 – 7.45

pCO2 28.5* 33 – 44 mmHg

pO2 66.5* 71 – 104 mmHg

Page 7: Laporan Kasus Esqy (2)

Bikarbonat (HCO3) 14.4* 22 – 29 mmol/L

Kelebihan Basa (BE) -9.6 (-2) – 3 mmol/L

Saturasi O2 89.9* 94 – 98 %

Ureum 66* 20 – 50 mg/dL

Kreatinin 1.0 0.5 – 1.5 mg/dL

Kalsium (Ca) 7.2* 8.6 – 10.3 mg/dL

Magnesium (Mg) 1.43* 1.8 – 3.0 mEq/L

Glukosa Darah (Sewaktu) 62 < 140 mg/dL

Natrium (Na) 141 135 – 147 mmol/L

Kalium (K) 4.3 3.5 – 5.0 mmol/L

Klorida (Cl) 105 95 – 105 mmol/L

Laktat 3.00 0.55 – 2.2 mmol/L

Imunoserologi

Procalcitonin >200.00 ng/ml* < 0.5 ng/mL : normal / atau

kemungkinan infeksi lokal

0.5 - < 2 ng/mL :

Kemungkinan sepsis, harus

diinterpretasikan

bersamaan dengan riwayat

pasien.

Disarankan periksa ulang

(6-24 Jam)

> 2 ng/mL : Resiko Tinggi

Sepsis (infeksi sistemik)

(Metode ELFA)

b) Foto Thorax PA

Jantung kesan membesar

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Trakea terletak di tengah, kedua hilus suram

Corakan bronkovaskular meningkat,

Tampak infiltrat di kedua lapang paru terutama sentral.

Hemidiafragma kanan- kiri licin dan sinus kostofrenikus kiri lancip.

Sinus kostofrenikus kanan

Page 8: Laporan Kasus Esqy (2)

Tulang-tulang kesan intak

Terpasang CVC dari vena subclavian kanan dengan tip setinggi Th 7, proyeksi

vena cava superior

Kesan :

Kardiomegali dengan awal bendungan paru

Suspek efusi pleura kanan

CVC dengan tip di proyeksi vena cava superior

4. Diagnosis

Post laparotomi explorasi jahit primer perforasi + omental patch atas indikasi peritonitis

umum et causa perforasi gaster, hipokalsemia, sepsis.

5. Terapi

a) Terapi Konservatif

1) NGT dialirkan

2) Clear fluid 30ml/jam

3) Pemasangan IVFD RL : Dextrose 5% (2 : 2) 40 ml / jam, Gelofusin 40 ml /

jam.

4) Amoxicillin 2xlarutan IV

5) Omeprazole 2x40 mg IV

6) MgSO4 3xlarutan IV

7) Ca Gluconas 3xlarutan IV

8) Ketorolac 3x30 mg IV

9) Tramadol (jika suhu > 38oC)

10) Clarithromycin 2x500mg PNGT

11) Head Up 45o

Page 9: Laporan Kasus Esqy (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Peritoneum

a) Definisi : Merupakan membrane serosa tipis yang melapisi dinding abdomen,

kavitas pelvis, dan bagian visceral abdomen.

b) Lapisan :

1) Peritoneum Parietal :Melapisi dinding abdomen dan kavitas pelvis

2) Peritoneum Visceral :Melapisi organ visceral abdomen.

c) Ruang Peritoneum : Merupakan ruang diantara peritoneum parietal dan visceral.

Terdapat cairan didalam ruang ini yaitu cairan peritoneum yang berfungsi sebagai

pelumas pergerakan antara peritoneum parietal dengan peritoneum visceral.

Secara garis besar ruang peritoneum dapat dibagi menjadi dua :

1) Greater Sac : Merupakan ruang peritoneum yang besar dan terbentang dari

diafragma ingga ke pelvis. Ruang ini terletak disebelah anterior dari hepar dan

gaster.

2) Lesser Sac : Merupakan ruang peritoneum yang kecil dan terbentang

dibelakang hepar dan duodenum.

d) Omentum : Merupakan pertemuan dua lipatan peritoneum visceral yang

menghubungkan gaster ke organ visceral lainnya. Dibagi menjadi dua :

1) Omentum mayus : Terletak pada kurvatura mayor gaster, menghubungkan

gaster dengan kolon transversum. Omentum mayus terbentang dari kurvatura

mayor lalu menjuntai kebawah didepan usus halus lalu melipat ke belakang

untuk melekat ke kolon transversum. Batas bawah, kanan, dan kiri omentum

tidak terikat dan bergerak di dalam kavitas peritoneal sebagai respon terhadap

gerakan peristaltic.

2) Omentum minus : Terletak pada kurvatura minor gaster, menghubungkan

kurvatura minor gaster dengan permukaan inferior hepar.

e) Mesenterium : Merupakan pertemuan dua lipatan peritoneum visceral yang

menghubungkan usus dengan dinding abdomen posterior. Dibagi menjadi tiga :

1) Mesenterium usus halus

2) Mesenterium kolon transversum

Page 10: Laporan Kasus Esqy (2)

3) Mesenterium kolon sigmoid

f) Fisiologi Peritoneium

Peritoneum memiliki rongga antara lapisan parietal dan visceral yang diisi oleh

cairan yang disebut cairan peritoneum. Cairan ini berwarna kuning pucat dan

kental, dimana cairan ini mengandung leukosit. Cairan peritoneum disekresikan

oleh peritoneum dan berfungsi dalam memastikan pelumasan antara lapisan

peritoneum parietal dan visceral sehingga tidak terjadi friksi. Cairan ini akan

diserap oleh ruang peritoneum subfrenikus.

Peritoneum juga berfungsi dalam imunitas terhadai infeksi. Peritoneum yang

melapisi usus akan melekat ke organ viscera yang mengalami infeksi untuk

melokalisir infeksi dengan cara berlekatan dengan permukaan peritoneum lain

disekitar focus infeksi. Fungsi ini dilakukan oleh omentum mayus dimana batas-

batas omentum mayus yang tidak berikatan dapat melekat pada area sekitar focus

infeksi visceral dengan bantuan gerakan peristaltic usus.

Page 11: Laporan Kasus Esqy (2)

B. Penyakit

1. Perforasi Gaster

a) Definisi

adalah penyakit yang disebabkan oleh komplikasi serius dari penyakit ulserasi

peptik

b) Etiologi

perforasi gaster tidak lepas dari komplikasi akut dari ulkus gaster. Dimana

penyebab dari ulkus gaster yaitu :

1) Infeksi Helicobakter pylori

2) Obat – obatan (OAINS, Kortikosteroid)

3) Gaya hidup

4) Stres psikologi

5) Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut

c) Patofisiologi

Lapisan mukus lambung yang tebal merupakan garis depan pertahanan terhadap

autodigesti. Helicobacter pylori dan OAINS menyebabkan adanya perubahan

fisiologi lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh

pepsin sehingga mengubah permeabilitas sawar epitel gaster. Hal ini

menyebabkan difusi balik asam klorida yang akhirnya menyebabkan histamin

terstimulasi untuk dikeluarkan. Keadaan ini menyebabkan adanya sekresi asam

lambung dan pepsin lebih lanjut. Dan bila hal ini berlangsung terus menerus akan

menyebabkan terjadinya perluasan kerusakan submukosa dan muskularis (tukak

gaster). Dan bila masih terus berlanjut maka akan terjadi perforasi gaster.

d) Gejala Klinis :

1) Nyeri seperti ditikam di regio epigastrium fase akut

2) Nyeri subyektif dirasakan pada saat bergerak

3) Bila telah terjadi peritonitis bakteria suhu badan akan naik, takikardia,

hipotensi, tampak letargik.

4) Defans muskuler kemungkinan besar sudah terjadi perforasi sehingga

menyebabkan peritonitis.

e) Diagnosis

Page 12: Laporan Kasus Esqy (2)

1) Nyeri obyektif nyeri ketika digerakkan (misalnya : saat di palpasi), nyeri

tekan lepas (+), nyeri tekan saat colok dubur.

2) Defans muskuler

3) Peristaltis usus menurun sampai hilang

4) Laboratorium : Hb, Leukosit meningkat, Ht meningkat

f) Terapi

1) Resusuitasi cairan

2) Pipa nasogastrik

3) Kateter Foley

4) Antibiotik broad-spectrum

5) Eksplorasi laparotomi

g) Komplikasi

1) Peritonitis

2) Fistula gastro kolik

2. Peritonitis

a) Definisi

Keadaan terjadinya inflamasi membrane serosa yang melapisi kavitas abdominal

beserta organ yang diliputnya

b) Klasifikasi

1) Peritonitis Lokal

(a) Peradangan terbatas pada suatu daerah

(b) Terdapat defans muscular di bagian abdomen yang mengalami peradangan

2) Peritonitis Umum / Difus

(a) Peradangan tersebar pada seluruh abdomen dan terdapat nyeri tekan dan

nyeri lepas difus

(b) Terdapat defans muscular di seluruh lapang abdomen

c) Etiologi

1) Berdasarkan jenisnya :

(a) Peritonitis primer

Peritonitis Bakterial Spontan merupakan infeksi bacterial akut cairan

ascites. Kontaminasi ini diakibatkan oleh translokasi bakteri dari dinding

abdomen atau pembuluh limfatik mesenterium atau akibat penyebaran

hematogenik. Gangguan ini muncul sebagai komplikasi dari penyakit-

Page 13: Laporan Kasus Esqy (2)

penyakit yang menyebabkan asites. Gangguan ini diakibatkan oleh infeksi

monomikroba, paling sering diakibatkan oleh bakteri Gram-negatif E.coli

(40%).

(b) Peritonitis sekunder

Diakibatkan oleh perforasi organ abdomen, seperti :

- Appendisitis perforasi

- Perforasi gaster

- Ulkus duodenum

- Perforasi sigmoid akibat diverticulitis, volvulus, atau kanker

- Strangulasi usus besar

Patogen peritonitis sekunder :

(c) Peritonitis tersier

Terjadi akibat kegagalan respon inflamasi tubuh atau superinfeksi (Infeksi

sekunder yang terjadi jika flora mikroba normal tubuh terganggu selama

terapi antibiotic).

(d) Peritonitis kimiawi

Disebabkan oleh bahan iritan seperti garam empedu, darah, barium, atau

bahan lainnya yang mengiritasi peritoneum.

(e) Abses Peritoneal

Page 14: Laporan Kasus Esqy (2)

Merupakan formasi pengumpulan cairan yang terinfeksi atau terkapsulasi

oleh eksudat fibrinosa, omentum, dan / atau organ visceral yang

berdekatan.

d) Gejala Klinis

1) Nyeri abdomen akut

2) Nyeri tekan abdomen

Merupakan gejala yang hampir selalu ada. Nyeri datang dengan onset yang

tiba-tiba, hebat, dan menyebar keseluruh abdomen pada pasien dengan

perforasi. Nyeri akan dirasakan terus-menerus, tidak ada henti, dan timbul

dengan berbagai gerakan seiring dengan berjalannya penyakit. Nyeri lebih

terasa pada daerah dimana timbul peradangan. Bila nyeri berkurang dan

intensitas berkurang, maka hal tersebut menandakan peradangan terlokalisir,

namun bila intensitas nyeri bertambah dan luas daerah nyeri bertambah maka

hal tersebut merupakan tanda penyebaran peritonitis

3) Defans muscular (+)

4) Anoreksia, mual, muntah

e) Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis (+), Asidosis (+)

2) Foto Polos Abdomen

Terdapat dilatasi usus halus dan usus besar disertai dengan edema dinding

usus. Terdapat udara bebas dibawah diafragma yang berhubungan dengan

terjadinya perforasi organ

3) CT-Scan

Dapat mengidentifikasi abses atau udara bebas

4) Paracentesis

Dilakukan apabila terdapat asites. Melihat jumlah sel leukosit (> 250

neutrofil / microliter pada peritonitis), kadar protein dan laktat dehydrogenase,

dan untuk uji kultur.

f) Terapi

1) Prinsip

(a) Kontrol sumber infeksi

(b) Elminasi bakteri dan toksin

(c) Pertahankan fungsi sistem organ

Page 15: Laporan Kasus Esqy (2)

(d) Kendalikan proses inflamasi

2) Non-Farmakologi

(a) Pembedahan

(b) Rehidrasi cairan

Dilakukan resusitasi agresif cairan untuk mengatasi kehilangan cairan

intravascular. Pantau terus tekanan darah, nadi, output urin, AGD,

hemoglobin dan hematocrit, elektrolit, dan fungsi ginjal.

3) Farmakologi

(a) Antibiotik

Dapat diberikan antibiotic spectrum luas seperti Ceftriaxone 1-2 g/hari IV /

IM selama 4 – 14 hari

Sebelum operasi, diberikan profilaksis infeksi operasi yaitu 1 g IV 30

menit – 2 jam sebelum operasi

g) Komplikasi

1) Peritonitis tersier

2) Infeksi / sepsis

3) Wound Dehiscence situs operasi

4) Fistula enterokutaneus

5) Sindrom kompartemen abdominal

6) Insufisiensi enteral

h) Prognosis

Mortalitas < 10% pada kasus peritonitis tanpa komplikasi yang disebabkan oleh

perforasi ulkus, rupture appendikx, atau diverticulum

Mortalitas ≥ 40% pada pasien berusia lanjut dan peritonitis telah terjadi selama >

48 jam.

3. Sepsis

a) Definisi

Sepsis adalah sindrom klinis yang disebabkan respon infl amasi terhadap

infeksi. Adalah kumpulan gejala akibat respons sistemik terhadap inflamasi

(Systemic Inflammatory Respons Syndrome = SIRS) akibat infeksi.

b) Etiologi

Berdasarkan urutan yang paling tersering yaitu :

1) Aerob Gram Negatif

Page 16: Laporan Kasus Esqy (2)

2) Aerob Gram Positif

3) jamur

4) Parasit

5) Virus

c) Patofisiologi

.

d) Gejala Klinis :

1) Suhu tubuh > 38,3o C atau < 36o C.

2) Frekuensi nadi yang lebih dari 90 kali per menit.

3) Frekuensi pernapasan lebih tinggi dari 20 kali per menit.

4) Lemah, malaise, gelisah

e) Diagnosis

1) Suhu tubuh >38O C atau <36O C

2) Denyut jantung > 90x/menit

3) Pernafasan > 20x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

4) Leukosit > 12.000 atau < 4000/mm3

5) Ada bukti infeksi atau suspek infeksi.

6) Laktat ≥ 4 mmol / liter

7) Procalcitonin > 2

8) Sistol <90mmHg, MAP <70

Page 17: Laporan Kasus Esqy (2)

f) Terapi

Page 18: Laporan Kasus Esqy (2)

1) Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)

Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam

setelah pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang

emergensi sebelum pasien masuk di ICU. Identifi kasi awal dan resusitasi

yang menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama

“Golden hours” merupakan kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi

segera diberikan bila terjadi hipotensi atau peningkatan serum laktat >

4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga

mencakup pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab infeksi.

a. Resusitasi Hemodinamik

Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila

terapi cairan tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat

tetap meningkat maka dapat diberikan vasopressor. Target terapi

CVP 8-12mmHg, MAP ≥ 65mmHg, produksi urin ≥ 0,5

cc/kg/jam, oksigen saturasi vena kava superior ≥ 70% atau

saturasi mixed vein≥ 65%

b. Terapi inotropik dan Pemberian PRC

Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infus cairan dan/atau

pemberian PRC dapat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30%

diinginkan untuk menjamin oxygen delivery. Meningkatkan

cardiac indexdengan pemberian dobutamin sampai maksimum

20ug/kg/m dapat dipertimbangkan seperti pada tabel 2.

c. Terapi Antibiotik

Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal.

Pemberian antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup

luas. Terdapat bukti bahwa pemberian antibiotik yang adekuat

dalam jam pertama resusitasi mempunyai korelasi dengan

mortalitas.

d. Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi. Diagnosis tempat

penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi

dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk

drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat

yang potensial terjadi infeksi.

2) Sepsis Management Bundle(24 h bundle)

Page 19: Laporan Kasus Esqy (2)

a. Steroid

Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon

terhadap hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison

intravena dosis rendah (<300mg/hari) dapat dipertimbangkan

pada pasien syok septik dengan hipotensi yang tidak respon

terhadap resusitasi cairan dan vasopressor.

b. Ventilasi Mekanik

Lung Protective strategiesuntuk pasien dengan ALI/ARDS yang

menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas.

Volume tidal rendah (6cc/kg) dan batas plateau pressure ≤ 30

cmH2O diinginkan pada pasien dengan ALI/ARDS. Pola

pernapasan ini dapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia

permisif. Pemberian PEEP secara titrasi dapat dicoba untuk

mencapai sistem pernapasan yang optimal.

c. Kontrol Gula Darah

Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di

ICU dengan menggunakan terapi insulin intensif.

Penelitimenemukan target GD < 180mg/dl menurunkan

mortalitas daripada target antara 80-108mg/dl. Banyaknya

episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol GD yang ketat.

Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah < 150

mg/dl.

d. Recombinant Human-Activated Protein C(rhAPC)

Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko

kematian yang rendah atau pada anakanak. SSC

merekomendasikan pemberian rhAPC pada pasien dengan risiko

kematian tinggi (APACHE II≥25 atau gagal organ multipel)

e. Pemberian Produk darah

Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 g/dl.

Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis

dewasa. Tidak menggunakan FFP untuk memperbaiki hasil

laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal kecuali

ditemukan adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif.

Page 20: Laporan Kasus Esqy (2)

Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit

<5000/mm3 tanpa memperhatikan perdarahan.

C. ICU (Intensive Care Unit atau Unit Perawatan/Terapi Intensif)

1. Definisi

adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam Rumah Sakit, memiliki staf khusus,

peralatan khusus, ditunjukan untuk menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma

atau komplikasi – komplikasi yang mengancam nyawa atau berpotensial mengancam

nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel.

2. Indikasi masuk ICU

a) Pasien Prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis dan tidak stabil yang memerlukan terapi

intensif seperti dukungan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dll. Contoh

pasien kelompok ini antara lain adalah pasien pascabedah atau pasien syok sepsis.

b) Pasien Prioritas 2

Pasien pada kelompok ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU karena

sangat berisiko untuk menjadi tidak stabil sehingga memerlukan terapi intensif segera.

Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung,

paru, atau ginjal dan kemudian mengalami penyakit akut yang parah.

c) Pasien Prioritas 3

Pasien pada kelompok ini adalah pasien yang keadaannya sangat mengurangi

kemungkinan kesembuhan dan manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara

lain pasien dengan keganasan metastasis disertai penyulit infeksi, pericardial

tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien yang menderita penyakit jantung atau

paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.

d) Pengecualian:

1) Pada kasus mati batang otak bila menjadi kandidat pendonor organ

2) Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang

agresif dan hanya demi ”perawatan yang nyaman” saja.

3) Pasien yang secara fisiologis stabil atau secara statistik risikonya rendah untuk

memerlukan terapi ICU.

Page 21: Laporan Kasus Esqy (2)

3. Indikasi keluar ICU

a) Pasien prioritas 1

Pasien prioritas 1 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak

ada lagi atau bila terapi secara intensif telah gagal atau tidak bermanfaat sehingga

prognosis jangka pendek jelek. Contoh: pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim

organ yang tidak respons terhadap pengelolaan agresif.

b) Pasien prioritas 2

Pasien prioritas 2 dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi

intensif telah berkurang.

c) Pasien prioritas 3

Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak

ada lagi. Namun, mungkin pasien demikian dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan

sembuh atau manfaat terapi intensif kontinu kecil. Contohnya: pasien dengan penyakit

lanjut yang telah tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya yang

secara statistik mempunyai prognosis jangka pendek jelek, dan yang tidak ada terapi

yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya.

Page 22: Laporan Kasus Esqy (2)

BAB III

ANALISA KASUS

Ny. R masuk ICU setelah laparotomi eksplorasi jahit primer perforasi + omental patch

atas indikasi peritonitis umum et causa perforasi gaster dengan hipokalsemia dan sepsis.

Pasien masuk ICU atas indikasi Leukosit > 100.000/mcl dengan tekanan darah sistolik yang

menurun <20mmHg dari tekanan darah normal (sebelumnya TD 140/90 mmHg), dan kadar

laktat yang meningkat sebesar 3,00 sehingga memerlukan pemantauan hemodinamik ketat.

Dari hasil anamnesa pasien mengeluh nyeri perut post operasi. Pasien masuk ICU

dengan kesadaran compos mentis dan keadaan umum nyeri sedang. Distensi abdomen, akral

dingin, TD 108/60mmHg, HR 96x/min, RR 16x/min, S 35,8oC.

Pada pemeriksaan lab didapatkan laktat 3,00 leukosit 16.420/mm3 procalcitonin

>200.00 ng/ml sehingga pasien didiagnosia sebagai sepsis. Dari hasil pemeriksaan fisik

didapatkan nyeri abdomen saat di perkusi dan nyeri tekan (+), terdapat drain di perut kanan

dan kiri, nyeri yang dirasakan kemungkinan karena peritonitis yang terjadi sebelum Ny.R

dioperasi ataupun karena terdapat jahitan yang masih basah.

Kemungkinan besar perforasi gaster yang dialami Ny. R diakibatkan karena pola

makan Ny. R yang tidak teratur dan sering meminum obat tanpa resep dokter (kemungkinan

merupakan obat AINS) yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam lambung.

Pasien yang mengaku sering nyeri perut di regio epigastrium tetapi tidak pernah diobati dan

kemungkinan adanya bakteri H. pylori di gaster meningkatkan derajat keparahan keadaan

lambung yang semakin asam sehingga lambung mengalami kerusakan / ulkus

berkepanjangan / meluas. Hal ini menyebabkan terjadinya perforasi gaster dan menimbulkan

komplikasi lebih lanjut. Peritoneum akhirnya terkontaminasi bakteri yang kelamaan akan

mengalami penyebaran infeksi sampai ke peritoneum sehingga terjadi peritonitis umum yang

memiliki tanda defans muskular (+) di seluruh lapang abdomen saat pemeriksaan fisik di

IGD.

Lanjutan dari komplikasi peritonitis yang terjadi pada Ny. R adalah kondisi sepsis.

Diagnosa sepsis ditegakan dari suhu tubuh < 36oC, HR > 90x/min, Leukosit > 12.000/mm3,

laktat > 2.2 mmol/L, dan procalcitonin >2 ng/mL dimana terdapat > 2 gejala SIRS dan

adanya kecurigaan infeksi.

Page 23: Laporan Kasus Esqy (2)

Sesuai diagnosis sepsis maka penatalaksanaan pada pasien ini mengikuti Surviving

Sepsis Campaign dimana dalam 6 jam pertama dilakukan resusitasi awal (6 hour bundle)

yang meliputi resusitasi hemodinamik, pemberian antibiotik dan identifikasi juga kontrol

penyebab.

Pada pasien ini diberikan resusitasi cairan yaitu IVFD RL : Dextrose 5% (2:2) 40

ml/jam, gelofusin 40 ml/jam, dengan target CVP 8-12mmHg, MAP > 65 mmHg atau < 90

mmHg, urine output > 0,5 cc/kg/jam dan Sat vena sentral (ScvO2) > 70% juga kultur darah

untuk mendapatkan etiologi dari sepsis. Sehingga dilakukan pemasang CVC pada Ny. R

untuk mengukur CVP dan saturasi vena sentral. Diketahui CVP +14 cmH2O (normal : 2 – 6

mmHg atau 5 – 10 cmH2O ), urine output 50-150 cc (> 40 cc).

Pasien juga diberikan terapi obat antibiotik diberikan Amoxicillin 2xlarutan IV,

Clarithromycin 2x500mg PNGT yang merupakan antibiotik spektrum luas. Pemasangan

drainase di abdomen juga merupakan salah satu penatalaksanaan untuk menghilangkan

sumber infeksi.

Karena pada pasien ini terdapat hipokalsemia maka diberikan Ca gluconas 3xlarutan

IV. MgSO4.diberikan karena terjadi penurunan kadar Mg pada Ny. R. Ketorolac 3x30 mg IV

diberikan untuk nyeri (+) yang dirasakan Ny.R. Omeprazol diberikan untuk proteksi diri

gaster Ny. R. Pasien juga diberikan sungkup O2 untuk menjaga saturasi O2 tetap baik.

Page 24: Laporan Kasus Esqy (2)

DAFTAR PUSTAKA

- https://www.facs.org/~/media/files/education/patient%20ed/app.ashx

- http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview

- http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview

- Harrison

- Ilmu Penyakit Dalam

- Snell Clinical Anatomy