laporan kasus 2 hsp
DESCRIPTION
hspTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien
Nama An. K
Tanggal Lahir / Umur 04-07-2008 (6 tahun)
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Padurenan, Bekasi
Agama Islam
Suku Bangsa Betawi
Pendidikan TK
Pekerjaan Pelajar
II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 31 Maret 2015
A. Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari SMRS.
B. Keluhan Tambahan
Bintik-bintik merah pada beberapa bagian tubuh, bengkak pada bagian belakang telinga,
wajah, dan kaki, nafsu makan menurun, dan nyeri pada seluruh badan.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
OS mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam awalnya muncul pada hari Rabu hingga
Kamis, kemudian pasien minum obat warung dan demam turun pada malam harinya. Jumat
pagi demam muncul kembali dan pasien dibawa ke Puskesmas dan didiagnosa tonsifaringitis.
Sabtu siang muncul bengkak di belakang kedua telinga. Malamnya pasien dibawa ke klinik
dan diberikan obat anti nyeri. Pada hari minggu pagi ke klinik dan didiagnosa gondongan.
Bengkak mulai berkurang semenjak diberikan obat. Pada hari Selasa pagi bengkak muncul
kembali di wajah, dan kaki disertai bintik-bintik merah di kaki dan nyeri kemudian malam
harinya dibawa ke RSUD Bekasi. Keluhan lain disangkal.
Riwayat trauma (-), konsumsi obat-obatan sebelumnya (-), gigitan binatang (-), Sakit
tenggorokan sebelumnya (-)
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit
lainnya disangkal.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan hal yang sama seperti pasien.
III. RIWAYAT PASIEN
A. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke bidan
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan pervaginam
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan)
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Lingkar kepala : -
Langsung menangis : ya
Nilai APGAR : -
Kelainan bawaan : -
Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan baik
B. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
Psikomotor
Tengkurap dan berbalik sendiri : 6 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 10 bulan
Berbicara : 12 bulan
Membaca : 5 tahun
Gangguan perkembangan : -
Kesan : Baik ( Perkembangan sesuai dengan usia)
C. Riwayat Makanan
Umur
(bulan )
ASI
PASI
BUAH
BISKUIT
BUBUR
SUSU
NASI
TIM
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
4-6 ASI - - -
6-8 PASI
8-10 PASI
10-12 PASI
Kesan : Pasien mendapatkan ASI sesuai dengan usianya dan diganti dengan PASI setelah
usia 6 bulan. Pasien mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan usianya
Umur lebih dari 1 tahun
JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA
Nasi / pengganti 3 x sehari
Sayur 1 x sehari
Daging 3 x seminggu
Telur 5 x seminggu
Tempe dan tahu 2 x seminggu
Susu ( merk/ takaran ) Ultra susu cair 1 x sehari
Kesulitan makan : Sulit. Umumnya makan hanya 3 sendok setiap kali
makan.
Kesimpulan Riwayat Makanan : Sulit makan.
D. Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi :
vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG Lahir
DPT / DT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 4 bln
MMR - - -
TIPA - - -
Kesan :
Riwayat imunisasi lengkap
Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal di rumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum
dan air mandi berasal dari PAM. Perumahan padat penduduk.
Kesan :
Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.
I. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Data Antropometri
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 120 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak diperiksa
Nadi : 110 x/menit, reguler, cukup, simetris kanan kiri
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 28 x/menit, teratur
Kulit : putih, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, efloresensi
primer/sekunder (-)
Kepala : Normosefali, ubun-ubun normal, rambut warna hitam,
distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya idak
langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata tidak
cekung.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping
hidung -, sekret -/-
Telinga :Normotia, simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan -/-
Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (-), mukosa merah muda, trismus (-),
oral kandidiasis (-)
Tenggorokan : T2-T2
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak
teraba membesar, trakea letak normal
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernafasan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerak napas simetris
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5 garis mid klavuikula
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 nornal,S2 normal,reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, turgor baik
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Ekstremitas Atas
Akral Hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2”
Ekstremitas Bawah
Akral Hangat +/+, Oedem +/+, CRT <2”, Tampak ruam eritematosa
multipel yang tersebar pada kedua tungkai bawah, nyeri tekan (+)
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab darah tanggal 31-03-2015
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Leukosit 18,7 Ribu/uL 5-10
Hb 13,1 g/dL 12-16
Hematokrit 35,4 % 37-47
Trombosit 402 Ribu/uL 150-400
III. RESUME
OS mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam awalnya muncul pada hari Rabu hingga Kamis,
kemudian pasien diberikan minum warung dan demam turun pada malam harinya. Jumat pagi
demam muncul kembali dan pasien dibawa ke Puskesmas dan didiagnosa tonsifaringitis. Sabtu
siang muncul bengkak di belakang kedua telinga disertai nyeri. Malamnya pasien dibawa ke
klinik dan diberikan obat anti nyeri. Pada hari minggu pagi ke klinik dan didiagnosa gondongan.
Bengkak mulai berkurang semenjak diberikan obat. Pada hari Selasa pagi bengkak muncul
kembali di wajah, dan kaki disertai bintik-bintik merah di kaki dan nyeri kemudian malam
harinya dibawa ke RSUD Bekasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan OS tampak sakit sedang, kesadaran CM, Nadi = 100x/menit,
RR= 28x/menit, Suhu = 36,5 C, pada ekstremitas atas tampak ruam makula eritematosa multipel
dan kedua persendian kaki udem dengan nyeri tekan (+)
Pada pemeriksaan lab darah didapatkan leukosit 18.7 ribu/ul, hematokrit 35.4%, trombosit
402ribu/ul, Hb 13,1 g/dL.
IV. DIAGNOSIS KERJA
Henoch Schonlein Purpura
V. DIAGNOSIS BANDING
Bacterial endocarditis
IgA Nefropaty
Infeksi Meningokokus
Demam Rematik
Rocky Mountain Spotted Fever
SLE
Child Abuse
VI. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 30 tpm
Inj. Metiprednisolon 2mg/kgBB/hari
Omeprazole 2 x 15 mg iv
Sanmol drip 150 mg / 4 jam
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
VIII. FOLLOW UP
01/04/1
5
S O A P
Demam -
Merah di
kaki +
Nyeri di
tangan
dan kaki
+
Compos mentis,
S: 36 C, N: 120x
RR: 26x
Mata : ca -/- si -/-
edem +/+
Thoraks : vesikuler,
rh -/- wh -/-
BJ 1:2 reg
Abdomen : supel,
BU + NT –
splenomegali
schuffner 4
Ekstremitas akral
hangat
Edem wajah,
tungkai bawah +/+
Nyeri tekan (+)
HSP IVFD RL 30 tpm
Inj.
Metiprednisolon 3
x 25 mg
Omeprazole 2 x 15
mg iv
Sanmol drip 150
mg / 4 jam
02/04/15 S O A P
Demam -
Merah di
kaki +
Nyeri di
tungkai
bawah +
Compos mentis,
S: 35,8 C, N:
120x
RR: 24x
Mata : ca -/- si
-/- edem +/+
Thoraks :
vesikuler, rh -/-
wh -/-
BJ 1:2 reg
Abdomen :
supel, BU + NT
– splenomegali
schuffner 4
Ekstremitas
akral hangat
Edem wajah,
tungkai bawah
+/+ Nyeri tekan
(+)
HSP IVFD RL 30
tpm
Inj.
Metiprednisolon
3 x 25 mg
Omeprazole 2 x
15 mg iv
Sanmol drip 150
mg / 4 jam
BAB II
Analisa Kasus
Anamnesis
demam sejak 4 hari SMRS
Sabtu siang muncul bengkak di belakang kedua telinga
Bengkak muncul kembali di wajah, dan kaki disertai bintik-bintik merah di kaki dan nyeri
Pemeriksaan Fisik
Ekstremitas BawahOedem +/+, CRT <2”, Tampak ruam eritematosa multipel yang tersebar
pada kedua tungkai bawah, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan Penunjang
• Pada pemeriksaan lab darah didapatkan leukosit 18.7 ribu/ul, hematokrit 35.4%,
trombosit 402 ribu/ul, Hb 13,1 g/dL.
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia (palpable
purpura)
Lesi kulit hemoragik yang dapat
diraba, terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan
trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran cerna
(Bowel angina)
Nyeri abdominal difus, memberat
setelah makan atau diagnosis
iskemia usus, biasanya termasuk
BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol
atau venula
Terdapat 2 kriteria dari 4 kriteria yang menunjukkan pasien mengalami HSP
Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 &Pediatric Rheumatology
Society (PreS) 2006 :
• Palpable purpura harus ada
• Diikuti minimal satu gejala berikut:
• nyeri perut difus,
• deposisi IgA yang predominan (pada biopsi kulit),
• artritis akut,
• kelainan ginjal (hematuria dan atau proteinuria)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
HENOCH-SCHÖNLEIN PURPURA
I. DEFINISI
Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik
yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau
atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang – kadang nefritis
atau hematuria(1,2,3). Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik
dan vaskulitis alergik.(1)
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah)
dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki – laki
dibanding anak perempuan (1,5 : 1).(1,3)
III.ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan
(ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5) Infeksi bisa berasal dari
bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia,
Shigella dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-
Barr).(1,3)Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk
penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas
mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum,
kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.(1,3)
HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1
daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)
Infeksi :- Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
Vaksin :- Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease
IV. PATOFISIOLOGI
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit,
nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti
perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP.
Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat
menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.(1,3)
Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi
sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin
(ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga
dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini
dibanding pada fase remisi.(1,3) Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan
dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan fase akut.(3).
V. MANIFESTASI KLINIS
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah,
nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga
seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)
Gejala klinis mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas
bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya
trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian
akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12 – 24
jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki
diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai
echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.(1,3)
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing
surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan
penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan
tubuh.Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik,
kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform.
Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi
dapat pula rekuren. Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio
testis. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C,
nyeri kepala dan anoreksia.(1,2,3,4)
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oleh edema
kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute
Hemorrhagic Edema of Infancy).(3)
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat
migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki,
namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan.(1,2,3,4,5)
Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan
ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren
pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.(1,3)
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupanyeri abdomen
atau perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul
kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah
duodenum dan usus halus.(3) Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat,
lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang –
kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding
ileokolonal.(1,2) Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang
menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.(1,3) Kadang dapat juga
terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun tidak.(3)
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria
(<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.(1,3) Penyakit pada
ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang
persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal
yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten,
keluhan abdomen yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal
biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat
keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain. (3) Pada
pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat
proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut
memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien.(3)
Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf
pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada
beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang,
paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara
lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas,
ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan
defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis.
Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati
(nervus fasialis, femoralis, ulnaris).(3)
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops
kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada
pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. (3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis
miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis
stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma
subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.(3)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah
trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh
trombositopenia.(1,2,3,5) Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik,
biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.Biasanya juga terdapat
eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal.(1,2,3) Kadar komplemen
seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam
darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA.(1,3) Analisis
urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens
menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada
feses dapat ditemukan darah.(1,2,3) Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII
dan XIII dapat menurun.(3)
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.(1,5) Imunofluorosensi
menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. (1) Pada
pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai dengan
pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.(1,3) Terkadang
pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.(3)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada
diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian
bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia (palpable
purpura)
Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran
cerna (Bowel angina)
Nyeri abdominal difus, memberat
setelah makan atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi
setidaknya 2 dari kriteria yang ada. Tabel diambil dari Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak
2007.
Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain akut
abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP, demam
reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obat – obatan, nefropati IgA, artritis
reumatoid.(2,3,4,5)
VIII. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif dan
simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi
nyeri dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan
OAINS seperti ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6
jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri
perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus
dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan
perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat
kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan
imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila
diberikan secara dini.(1) Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250 – 750
mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk
fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 –
200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari
sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6
bulan.(1,3)
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi
dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit
dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri
abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten.
Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan
perforasi saluran cerna.(1)
IX. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa
hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada
50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal
ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran
cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini
jarang terjadi.(1)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah
onset,eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII,
hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada
glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
2. Bossart P.Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 2 Juni 2009.
3. Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 2 Juni 2009.
4. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education, 2009.
Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 2 Juni 2009
5. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein Purpura: A Review. American Family
Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses
tanggal 2 Juni 2009